You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seringkali dan banyak di antara kita yang menganggap ibadah itu
hanyalah sekedar menjalankan rutinitas dari hal-hal yang dianggap
kewajiban, seperti sholat dan puasa. Sayangnya, kita lupa bahwa ibadah tidak
mungkin lepas dari pencapaian kepada Tauhid terlebih dahulu. Mengapa ?
keduanya berkaitan erat, karena mustahil kita mencapai tauhid tanpa
memahami konsep ibadah dengan sebenar-benarnya. Dalam syarah Al-
Wajibat dijelaskan bahwa “Ibadah secara bahasa berarti perendahan diri,
ketundukan dan kepatuhan.” (Tanbihaat Mukhtasharah, hal. 28).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: “IBADAH adalah
suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-
Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin)
maupun yang nampak (lahir).
Dari definisi singkat tersebut, maka secara umum ibadah seperti yang kita
ketahui di antaranya yaitu mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa
pada bulan ramadhan (maupun puasa-puasa sunnah lainnya), dan
melaksanakan haji. Selain ibadah pokok tersebut, hal-hal yang sering kita
anggap sepele pun sebenarnya bernilai ibadah dan pahalanya tidak dapat
diremehkan begitu saja, misalnya :
Menjaga lisan dari perbuatan dosa, misalnya dengan tidak berdusta dan
mengumbar fitnah, mencaci, menghina atau pun melontarkan perkataan yang
bisa menyakiti hati, Menjaga kehormatan diri dan keluarga serta sahabat,
Mampu dan bersedia menunaikan amanah dengan sebaik-baiknya dengan
penuh tanggung jawab, Berbakti dan hormat kepada kedua orang tua atau
orang yang lebih tua dari kita, Menyambung tali silaturahim dan kekerabatan,
Menepati janji. Dll

B. Tujuan
1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran
2. Untuk mengetahui lebih jauh tentang pengertian ibadah, ruang lingkup
serta amalan yang diterima dan tertolak oleh Allah SWT.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ibadah
Ibadah secara etimologi berasal dari kata bahasa arab yaitu abida-
ya`budu-`abdan-`ibadatan, yang berarti taat, tunduk, patuh,dan merendahkan
diri. Kesemua pengertian itu mempunyai makna yang berdekatan. Seseorang
yang tunduk, patuh dan merendahkan diri dihadapan yang disembah disebut
“abid” (yang beribadah).
Kemudian pengertian ibadah secara terminologi atau secara istilah adalah
sebagai berikut :
a. Menurut ulama tauhid dan hadis ibadah yaitu:
“Mengesakan dan mengagungkan Allah sepenuhnya serta menghinakan
diri dan menundukkan jiwa kepada-Nya”Selanjutnya mereka mengatakan
bahwa ibadah itu sama dengan tauhid. Ikrimah salah seorang ahli hadits
mengatakan bahwa segala lafadz ibadah dalam Al-Qur’an diartikan dengan
tauhid.

b. Para ahli di bidang akhlak mendefinisikan ibadah sebagai berikut:


“Mengerjakan segala bentuk ketaatan badaniyah dan melaksanakan segala
bentuk syari’at (hukum)“Akhlak” dan segala tugas hidup (kewajiban-
kewajiban) yang diwajibkan atas pribadi, baik yang berhubungan dengan
diri sendiri, keluarga maupun masyarakat, termasuk kedalam pengertian
ibadah

c. Menurut ahli fikih ibadah adalah:


“Segala bentuk ketaatan yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah
SWT dan mengharapkan pahala-Nya di akhirat.”
Jadi dari pengertian, Ibadah adalah semua yang mencakup segala perbuatan
yang disukai dan diridhai oleh Allah SWT, baik berupa perkataan maupun
perbuatan, baik terang-terangan maupun tersembunyi dalam rangka
mengagungkan Allah SWT dan mengharapkan pahala-Nya.”
Pengertian ibadah tersebut termasuk segala bentuk hukum, baik yang dapat
dipahami maknanya (ma’qulat al-ma’na) seperti hukum yang menyangkut
dengan muamalah pada umumnya, maupun yang tidak dapat dipahami
maknanya (ghair ma’qulat al-ma’na), seperti shalat, baik yang berhubungan
dengan anggota badan seperti rukuk dan sujud maupun yang berhubungan
dengan lidah seperti dzikir, dan hati seperti niat.

B. Hakekat Ibadah
Tujuan diciptakannya manusia di muka bumi ini yaitu untuk beribadah kepada
Allah SWT. Ibadah dalam pengertian yang komprehensif menurut Syaikh Al-

2
Islam Ibnu Taimiyah adalah sebuah nama yang mencakup segala sesuatu yang
dicintai dan diridhai oleh Allah SWT berupa perkataan atau perbuatan baik
amalan batin ataupun yang dhahir (nyata).
Adapun hakekat ibadah yaitu:
1. Ibadah adalah tujuan hidup kita, seperti yang terdapat dalam surat adz-
dzariat ayat 56, yang menunjukkan bahwa tugas kita sebagai manusia
adalah untuk beribadah kepada allah.
2. Hakikat ibadah itu adalah melaksanakan apa yang Allah cintai dan ridhai
dengan penuh ketundukan dan perendahan diri kepada Allah.
3. Ibadah akan terwujud dengan cara melaksanakan perintah Allah dan
meninggalkan larangan-Nya.
4. Hakikat ibadah sebagai cinta.
5. Jihad di jalan Allah (berusaha sekuat tenaga untuk meraih segala sesuatu
yang dicintai Allah).
6. Takut, maksudnya tidak merasakan sedikitpun ketakutan kepada segala
bentuk dan jenis makhluk melebihi ketakutannya kepada Allah SWT.

C. Dasar-dasar Ibadah dan Fungsi Ibadah


a. Ibadah harus dibangun atas tiga dasar. Pertama, cinta kepada Allah dan
Rasul-Nya dengan mendahulukan kehendak, perintah, dan menjauhi
larangan-Nya. Rasulullah saw. Bersabda,
“Ada tiga hal yang apabila terdapat dalam seseorang niscaya ia akan
mendapatkan manisnya iman, yaitu bahwa Allah dan Rasul-Nya lebih ia
cintai daripada yang lain; bahwa ia tidak mencintai seseorang melainkan
semata karena Allah; dan bahwa ia membenci kembali kepada kekufuran
setelah Allah menyelamatkannya, sebagaimana ia membenci untuk
dilemparkan ke dalam neraka.” (HR Bukhari dan Muslim, dari Anas bin
Malik)

b. fungsi ibadah
Ada tiga aspek fungsi ibadah dalam Islam.
1. Mewujudkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya.
Orang yang beriman dirinya akan selalu merasa diawasi oleh Allah. Ia
akan selalu berupaya menyesuaikan segala perilakunya dengan ketentuan
Allah SWT. Dengan sikap itu seseorang muslim tidak akan melupakan
kewajibannya untuk beribadah, bertaubat, serta menyandarkan segala
kebutuhannya pada pertolongan Allah SWT. Demikianlah ikrar seorang
muslim seperti tertera dalam Al-Qur’an surat Al-Fatihah ayat 5“Hanya
Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami
meminta pertolongan.”Atas landasan itulah manusia akan terbebas dari
penghambaan terhadap manusia, harta benda dan hawa nafsu

3
2. Mendidik mental dan menjadikan manusia ingat akan kewajibannya
Dengan sikap ini, setiap manusia tidak akan lupa bahwa dia adalah
anggota masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban untuk
menerima dan memberi nasihat. Oleh karena itu, banyak ayat Al-Qur'an
ketika berbicara tentang fungsi ibadah menyebutkan juga dampaknya
terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat.

3. Melatih diri untuk berdisiplin


Adalah suatu kenyataan bahwa segala bentuk ibadah menuntut kita untuk
berdisiplin. Kenyataan itu dapat dilihat dengan jelas dalam pelaksanaan
sholat, mulai dari wudhu, ketentuan waktunya, berdiri, ruku, sujud dan
aturan-aturan lainnya,

D. Ruang Lingkup Ibadah


Islam amat istimewa hingga menjadikan seluruh kegiatan manusia sebagai
ibadah apabila diniatkan dengan penuh ikhlas karena Allah demi mencapai
keridhaan-Nya serta dikerjakan menurut cara-cara yang disyariatkan oleh-
Nya. Islam tidak membataskan ruang lingkup ibadah kepada sudut-sudut
tertentu saja. Seluruh kehidupan manusia adalah medan amal dan persediaan
bekal bagi para mukmin sebelum mereka kembali bertemu Allah di hari
pembalasan nanti. Ruang lingkup ibadah di dalam Islam amat luas sekali.
Setiap apa yang dilakukan baik yang bersangkut dengan individu maupun
dengan masyarakat adalah ibadah menurut Islam asalkan memenuhi syarat-
syarat tertentu.
Syarat-syarat tersebut adalah seperti berikut:
1. Amalan yang dikerjakan hendaklah diakui Islam, bersesuaian dengan
hukum-hukum syara’. Adapun amalan-amalan yang diingkari oleh Islam
dan ada hubungan dengan yang haram dan maksiat, maka tidak dijadikan
sebagai amalan ibadah.
2. Amalan tersebut dilakukan dengan niat yang baik bagi tujuan untuk
memelihara kehormatan diri, menyenangkan keluarga, memberi manfaat
kepada umat dan memakmurkan bumi sebagaimana yang dianjurkan oleh
Allah.
3. Amalan tersebut harus dibuat dengan seindah-indahnya untuk menepati
yang ditetapkan oleh Rasulullah saw yang mafhumnya: “Bahwa Allah suka
apabila seseorang dari kamu membuat sesuatu kerja dengan
memperindah kerjanya.”
4. Ketika membuat amalan tersebut hendaklah sentiasa menurut hukum-
hukum syara’ dan ketentuan batasnya, tidak menzalimi orang lain, tidak
khianat, tidak menipu dan tidak menindas atau merampas hak orang.
5. Tidak melalaikan ibadah-ibadah khusus seperti salat, zakat dan sebagainya
dalam melaksanakan ibadah-ibadah umum. Oleh itu ruang lingkup ibadah
dalam Islam sangat luas. Ia adalah seluas hidup seseorang Muslim dan

4
kesanggupan serta kekuatannya untuk melakukan apa saja amal yang
diridhai oleh Allah dalam jangka waktu tersebut.

E. Syarat Diterima dan Penyebab Tertolaknya Amal Ibadah


1. Syarat Diterimanya suatu amalan
Para ulama berdasarkan hadits-hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam telah membuat kaidah yang menjadi asas dalam Islam agar amal
ibadah seorang muslim diterima oleh Allah Ta’ala.
Pertama : Ikhlas, yaitu mengerjakan amal ibadah semata-mata karena Allah
Ta’ala, tidak karena yang lain dan tidak juga karena Alla Ta’ala dan pada
saat yang bersamaan karena yang lain juga.
Kedua : Ittiba’, yaitu mengikuti Sunnah (contoh) Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam.
Bagaimana jika hanya salah satu saja syarat yang terpenuhi baik itu yang
pertama saja maupun yang kedua saja, apakah amal ibadah kita diterima
oleh Allah Ta’ala? Mari kita baca bersama-sama dalil-dalil dan pendapat
ulama di bawah :

Dalil Pertama :
“(Allah) yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu,
siapakah di antara kamu yang paling baik amalnya” (al-Mulk 2).
Allah Ta’ala tidak mengatakan ‘yang paling banyak amalnya’ akan tetapi
‘yang paling baik amalnya’. Fudhail bin ‘Iyaadh menafsirkan ayat ini
dengan:
“yang paling ikhlas dan yang paling benar.” Mereka bertanya : Wahai Abu
Ali (panggilan kunyah bagi Fudhail) apakah yang dimaksud dengan yang
paling ikhlas dan paling benar? Jawab Fudhail : “Sesungguhnya amal itu
apabila dikerjakan dengan ikhlas akan tetapi tidak benar niscaya tidak akan
diterima. Dan apabila amal itu dikerjakan dengan benar akan tetapi tidak
ikhlas niscaya tidak akan diterima sampai amal itu dikerjakan dengan ikhlas
dan benar. Dan yang dimaksud dengan ikhlas ialah amal itu karena Allah
(lillah). Dan yang dimaksud dengan benar ialah amal itu atas dasar Sunnah.”
Fudhail bin ‘Iyaadh adalah seorang tabi’ut tabi’in. Imam yang tsiqah dan
masyhur dengan kezuhudan dan ibadahnya. Seorang rawi yang dipakai oleh
Bukhari dan Muslim dan lain-lain (tahdzibut tahdzib no. 5647.
Tabi’ut tabi’in adalah generasi umat islam setelah shahabat dan tabi’in.
Masih termasuk dalam generasi yang oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam disebutkan sebagai generasi terbaik dalam haditsnya :
“Sebaik-baik generasi adalah generasiku (shahabat), kemudian sesudahnya
(tabi’in), kemudian sesudahnya (tabiut tabi’in)”. (HSR Bukhari dan Muslim).

Dalil Kedua :
“Barangsiapa yang mengharap (ganjaran dan balasan yang baik) akan
perjumpaan dengan Tuhannya, maka ia hendaklah mengerjakan amal

5
shalih dan janganlah ia menyekutukan dengan sesuatu pun juga dalam
beribadah kepada Tuhannya.” (al-Kahfi 110).
Di dalam ayat tersebut, terkumpul dua asas yang merupakan syarat
diterimanya sesuatu amal itu :
Pertama : “Hendaklah dia beramal shalih yakni atas dasar Sunnah
mengikuti syari’at Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam.”
Kedua : “Janganlah ia mempersekutukan dengan sesuatu pun juga dalam
beribadah kepada Tuhannya.” Yakni lillah (karena Allah) menafi’kan
(menghilangkan) segala macam kesyirikan dan peribadatan kepada selain
Allah Ta’ala.
Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dengan :
“Dan inilah dua rukun amal yang maqbul (diterima), tidak dapat tidak amal
itu harus ikhlas karena Allah dan benar atas (dasar) syari’at Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam.”

Dalil Ketiga :
Dari Abu Hafsh Umar Ibnu Khattab radhiyallaahu ‘anhu ia berkata :
Rasulullah shallallaahu ‘alaih wa sallam bersabda : “Sesungguhnya setiap
amal itu tergantung dari niatnya…(HSR Bukhari dan Muslim).
Syaikh Salim bin ‘Ied al Hilaly dalam kitab Bahjatun Naadziriin menurunkan
5 pengertian terhadap hadits ini yang 4 diantaranya adalah :
 Niat merupakan suatu keharusan dalam suatu perbuatan, baik itu yang
ditujukan pada wujud perbuatan itu sendiri, seperti sholat misalnya,
maupun sesuatu yang menjadi sarana bagi perbuatan lainnya, seperti
thaharah (bersuci). Yang demikian itu karena ikhlas tidak tergambar
wujudnya tanpa adanya niat.
 Niat itu tempatnya di dalam hati dan tidak perlu dilafazhkan dengan lisan.
Yang demikian itu sudah menjadi kesepakatan para ulama, dalam semua
ibadah : thaharah, sholat, puasa, zakat, haji, pemerdekaan budak, jihad dan
ibadah-ibadah lainnya.
 Amal-amal yang shalih harus disertai dengan niat-niat yang baik. Niat yang
baik tidak akan mengubah kemunkaran menjadi kebaikan dan bid’ah
menjadi sunnah.
 Ikhlas karena Allah Ta’ala merupakan salah satu syarat diterimanya amal
perbuatan. Sebab, Allah Ta’ala tidak akan menerima amal perbuatan kecuali
yang paling tulus dan benar. Yang paling tulus adalah amal yang dilakukan
karena Allah, dan yang paling benar adalah yang sesuai dengan Sunnah
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam yang shahih.

Dalil Keempat :
Dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha ia berkata :”Barangsiapa mengada-ada
(sesuatu) dalam urusan (agama) kami ini, padahal bukan termasuk bagian
di dalamnya, maka dia itu tertolak.” (HSR Bukhari 5/301 no. 2697, Muslim
12/61).

6
Dalil Kelima :
Dari ‘Aisyah ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam “Barangsiapa mengamalkan amalan yang tidak ada dasarnya dalam
urusan (agama) kami, maka dia tertolak.” (HSR Muslim 12/16).
Syaikh Saliem bin ‘Ied al Hilaly memberikan penjelasan terhadap hadits
tersebut sebagai berikut :
 Mengada-ada sesuatu dalam masalah agama merupakan sesuatu yang tidak
dapat diterima, bahkan harus ditolak. Dan Allah Ta’ala tidak akan
menganggapnya (menerimanya) bagi pelakunya pada hari kiamat kelak.
 Hadits di atas menjelaskan bahwa segala sesuatu yang diada-adakan dalam
masalah agama adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan. Hadits ini
juga menjadi bantahan bagi pembagian bid’ah baik da buruk.
 Segala bentuk akad (perjanjian) yang dilarang, sama sekali tidak
dibenarkan, demikian pula hasilnya. Segala yang dibangun di atas suatu
yang batal, maka ia pun batal.

Dari dua ayat al-Qur’an dan tiga hadits Nabi tersebut di atas, serta
penjelasan dari ulama-ulama terhadap dalil-dalil tersebut, dapat diambil
suatu kesimpulan bahwa :
a. Syarat diterimanya amal shalih adalah jika dilakukan dengan ikhlas dan
benar. Ikhlas yaitu hanya karena Allah Ta’ala semata dan benar yaitu
apabila sesuai dengan syari’at Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
b. Tidak akan diterima suatu amal yang hanya memenuhi salah satu dari
kedua syarat tersebut. Kita memang tidak bisa mengatakan kepada
seseorang : “Amalmu tidak akan diterima oleh Allah” karena hanya Allah-
lah yang tahu apakah amal seseorang itu diterima atau tidak akan tetapi
kita bisa mengatakan bahwa “Amal Anda tidak sesuai dengan contoh dan
petunjuk Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan setiap amal yang
tidak sesuai dengan contoh dan petunjuk Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam maka amal tersebut akan tertolak”.
Itulah dua kaidah utama mengenai syarat diterima nya amal ibadah kita,
yang disarikan oleh para Ulama dari dalil-dalil al-Qur’an dan as-Sunnah.
Pertanyaan selanjutnya adalah: “Sudahkah amal kita selama ini memenuhi
kedua syarat tersebut?”. Jika belum, lalu apa yang sudah kita lakukan agar
kedua syarat tersebut bisa kita penuhi?. Silahkan jawab di hati Anda
masing-masing.

Firman Allah Ta’ala :


“Artinya : Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.” (Al-Israa’: 36).

7
2. Penyebab Amal Ibadah Ditolak dalam Islam
1. Memakan harta haram
Memakan harta haram sama saja dengan menumbuhkan daging haram
dalam tubuh kita, daging yang haram di akhirat nanti akan dibakar
dengan api neraka. Jika kita beribadah, tetapi kita memakan harta
haram maka amal ibadah dan amal jariyah kita tidak diterima oleh
Allah, karena makanan yang kita makan akan menjadi daging serta
darah yang mengalir dalam tubuh kita sehingga hati-hatilah dalam
memilih makanan yang hendak kita makan, teliti terlebih dahulu
didapatkan dengan cara yang halal atau tidak dan makanannya
termasuk jenis halal atau tidak. Rasulullah pernah bersabda yang
artinya, “Ibadah yang disertai dengan memakan (makanan) yang
haram sama saja seperti (mendirikan) bangunan diatas pasir.” (Al-
Bihar 103 : 16).

2. Durhaka kepada kedua orang tua


Orang tua merupakan orang yang telah melahirkan kita kedunia, maka
hormatilah mereka. Durhaka kepada orang tua dan jika sampai
menyakiti hati mereka maka dapat menyebabkan amal ibadah yang
kita lakukan menjadi tertolak dan tidak diterima. Nabi selalu
menganjurkan kita untuk menghormati serta menjaga perasaan orang
tua, terutama ibu. Bahkan Nabi sampai menyebut Ibu tiga kali baru
ayah. Doa serta kata-kata ibu sangat mujarab sehingga berbuat baiklah
kepada kedua orang tuamu, terutama ibumu. Imam ja’far al-shidiq as
mengatakan, “Barang siapa yang memandang kedua orang tuanya
dengan pandangan kesal atau benci, maka shalatnya tidak diterima.”
Maka hati-hatilah dalam bersikap dengan orang tua.

3. Melakukan ghibah
Ghibah dalam islam merupakan perbuatan dilakukan dengan
membicarakan kejelekan orang lain dibelakang orang lain. Ghibah
merupakan perbuatan yang sangat dibenci oleh Allah. Dosa melakukan
ghibah sama dengan dosa memakan mayat saudaranya sendiri, betapa
besarnya dosa melakukan ghibah. Melakukan ghibah ternyata juga
menyebabkan amal ibadah kita tidak diterima di sisi Allah dan lebih
baik kita memiliki cara menghindari ghibah. Rasulullah S.A.W
bersabda,”barang siapa mengumpat (ghibah) seorang muslim laki-laki
ataupun perempuan maka tidak diterima shalatnya dan puasanya
selama empat puluh hari empat puluh malam, kecuali orang yang
diumpat memaafkannya.”

4. Meringan-ringankan sholat
Seringkali kita menunda-nunda dalam melakukan shalat, seperti shalat
fardhu, shalat wajib, shalat tahajud, dan shalat jum’at, serta seringkali

8
kita menganggap enteng shalat, hal ini jangan sampai anda lakukan
kembali karena dapat menyebabkan ibadah kita tidak diterima oleh
Allah. Shalat atau perbuatan ibadah merupakan hal yang kita lakukan
untuk Allah, sehingga jangan sampai kita meringankannya.
Meringankan ibadah sama seperti kita menyepelekan ibadah. Imam al-
Sahdiq as mengatakan,”Demi Allah, Bahwasanya ada seorang laki-laki
yang melakukan sholat selama lima puluh tahun, tetapi tidak ada
satupun shalatnya yang diterima. Mana ada yang lebih mengerikan dari
hal ini, demi Allah, sesungguhnya kalian tahu, baik dari tetangga atau
sahabat kalian bahwa orang itu tidak diterma shalatnya karena ia
meringan-ringankannya.” Betapa bahayanya menyepelekan shalat,
maka berhati-hatilah.

5. Minum khamar
Khamar merupakan minuman yang memabukkan yang membuat
pikiran kita menjadi tidak sadar. Zaman sekarang sudah banyak sekali
fariasi dari minuman khamar yang memabukkan, jadi berhati-hatilah,
jangan sampai anda terbujuk oleh rayuan syetan atau jelmaan syetan
yang sering masuk kedalam hati manusia. Minum khamar ini akan
memberikan dampak buruk bagi kesehatan serta menyebabkan amal
ibadah kita tidak diterima oleh Allah. Rasulullah bersabda,”Orang yang
minum khamar tidak diterima shalatnya selama 40 subuh (hari).”
Dalam riwayat lainnya juga dijelaskan, Iman Ja’far Al-Shadiq
berkata,”Tidak diterima shalat peminum khamar selama 40 hari,
kecuali ia bertaubat.”

6. Tidak ikhlas
Ikhlas merupakan kunci diterimanya amala ibadah yang kita lakukan.
Jika kita melakukan amal ibadah dengan niat agar orang lain tau, agar
kita dihormati atau dengan alasan lain dengan kecuali Allah, maka itu
merupakan tidak ikhlas dan menyebabkan amal ibadah kita tidak
diterima oleh Allah. Rasulullah S.A.W bersabda, ‘jika engkau melakukan
amal (ibadah), lakukanlah semata-mata karena Allah dengan ikhlas,
karena tidak akan diterima amal ibadah dari hamba-Nya, kecuali yang
dilakukan dengan ikhlas.” (HR. Bukhari). (baca : Ciri-Ciri Orang Yang
Tidak Ikhlas)

7. Bermegah-megahan dengan harta benda


Allah tidak akan menerima amal ibadah seseorang hamba-Nya yang
melakukan amal ibadah dengan bermegah-megahan dengan harta
benda, kecuali harta benda tersebut sebagian disedekahkan kepada
yang tidak mampu. Sejatinya harta benda yang dimiliki oleh manusia
adalah titipan dari Allah. Kadang Allah menguji manusia dengan harta
benda yang dimilikinya apakah bisa bersyukur atau tidak dengan harta

9
benda yang melimpah ruah. Janji Allah sangat jelas, jika mensyukuri
nikmatku (Allah) maka Allah akan menambah nikmatmu, jika tidak
mensyukuri maka siska Allah sangat pedih.

8. Takabbur
Takabbur sama saja dengan sifat sombong. Didalam islam sifat
sombong dalam islam Allah tidak suka dengan amalan yang dilakukan
dengan takabbur, maka Allah menolak amal ibadah yang dilakukan
dengan takabbur. Takabbur sama saja kita melakukan amal ibadah
dengan niat buakan semata-mata untuk Allah atau karena Allah tetapi
karena manusia atau karena yang lain kecuali Allah. Jangan pernah
takabbur karena sejatinya semua yang ada didunia ini milik Allah. Jika
dibandingkan dengan dirimu maka kamu seperti debu yang tak berati
sedikitpun.

9. ‘Ujub
‘Ujub merupakan sifat membanggakan diri sendiri karena bisa
melakukan ibadah dengan rajin atau dapat melakukan ibadah yang
orang lain tidak bisa melakukan seperti haji, umroh. Sifat ‘Ujub ini
sangat halus keberadaannya sehingga manusia sering tidak sadar jika
memiliki sifat ini. Maka berhati-hatilah, jaga hati anda dengan
senantiasa berdzikir dan mengingat Allah. Sifat ‘Ujub ini merupakan
salah satu penyebab tidak diterimanya amal ibadah yang kita lakukan.

10. Hasad dengki


Orang yang dengki merupakan orang yaang mengalami sakit hati.
Dengki sangat susah disembuhkan tetapi jika anda berniat untuk
berbuat baik maka kan dengan mudah disembuhkan. Dengki
merupakan salah satu penyebab amal perbuatan kita tidak diterima
oleh Allah. Maka jangan pernah kita memelihara sifat dengki dalam hati
kita.

11. Riya
Riya dalam islam juga merupakan salah satu penyebab amal ibadah kita
tidak diterima oleh Allah. Ria merupakan sifat dimana seseorang ingin
mendapatkan pujian dari selain Allah dalam melakukan amal ibadah.
Sifat ria ini ingin menunjukkan serta memperlihatkan apa yang
dilakukannya agar orang lain memuji. Hal ini merupakan sifat yang
buruk, maka hindarilah

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
a. Ibadah adalah semua yang mencakup segala perbuatan yang disukai dan
diridhai oleh Allah SWT, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik
terang-terangan maupun tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah
SWT dan mengharapkan pahala-Nya
b. Fungsi ibadah adalah mewujudkan hubungan antara hamba dengan
Tuhannya, mendidik mental, dan menjadikan diri disiplin.
c. Ruang lingkup ibadah terdiri atas ibadah mahdah dan ghairu mahdah.
d. Hikmah ibadah adalah menjadikan manusia yang disiplin dan
bertanggungjawab.
e. Keutamaan ibadah adalah untuk mensucikan jiwa dan meningkatkan
derajat manusia dihadapan tuhannya.

11
DAFTAR PUSTAKA

https://donielibra.wordpress.com/makalah-lengkap-study-islam-tentang-
ibadah/
http://according2zuan.blogspot.co.id/2010/10/syarat-diterima-dan-
penyebab.html
http://dalamislam.com/akhlaq/larangan/penyebab-amal-ibadah-ditolak-
dalam-islam
http://fzahra97.blogspot.co.id/2014/12/makalah-ibadah-dalam-islam.html

12

You might also like