You are on page 1of 32

CASE REPORT

GENERAL ANESTESI PADA PASIEN SECTIO CAESARIA

Disusun oleh:

Teofilos Lambang Christian – 1261050026

Pembimbing:

dr. Susana Sitaresmi K. W, Sp. An

KEPANITRAAN KLINIK ILMU ANESTESI

PERIODE 2 APRIL 2018 – 5 MEI 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN

RS MARDI WALUYO METRO

LAMPUNG

2018

1
BAB I

STATUS PASIEN

I. Identitas pasien
Nama : Ny. RKD
Umur : 26 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Alamat : Jl. Laskar I, RT 05/01, Mulyosari, Metro-100, Koa Metro
Pekerjaan : IRT
Agama : islam
Status : menikah
Tanggal masuk : 23 April 2018
Jenis pembiayaan : III/BPJS
Jenis pembedahan : SC (G1P0A0)
Tehnik anestesi : GA Intubasi Ci +SCNK
II. Anamnesis
Diambil dari autoanamnesis pada tanggal 24 April 2018 pukul 11.00 WIB
III. Keluhan utama
Pasien mengeluh perut terasa kencang
Keluhan tambahan
Pasien merasa mulas frekuensi sering dan banyak buang air kecil
Riwayat penyakit sekarang
G1P0A0 hamil 38 minggu, pasien datang dengan keluhan perut terasa kencang,
dari tadi pagi, mulas (+), sering buang air kecil (+), Rembesan air (-), lendir (-),
flek (-)
Pasien mengaku tidak memiliki kebiasaan merokok, minum alkohol,
menggunakan obat-obat tertentu atau memiliki tattoo.
Pasien mengatakan dirinya tidak memiliki riwayat penyakit asma dan
penyakit sistemik/kronik seperti hipertensi dan diabetes mellitus..

2
IV. Riwayat Penyakit Dahulu:
( -) Cacar ( - ) Malaria ( - ) Batu Ginjal / Saluran Kemih
( -) Cacar air ( - ) Disentri ( - ) Burut (Hernia)
( - ) Difteri ( - ) Hepatitis ( - ) Penyakit Prostat
( - ) Batuk Rejan ( - ) Tifus Abdominalis ( - ) Wasir
( - ) Campak ( - ) Skirofula ( - ) Diabetes
( -) Influenza ( - ) Sifilis ( - ) Asthma
( - ) Tonsilitis ( - ) Gonore ( - ) Tumor
( - ) Khorea ( - ) Hipertensi ( - ) Penyakit Pembuluh
( - ) Demam Rematik Akut ( - ) Ulkus Ventrikuli ( - ) Perdarahan Otak
( - ) Pneumonia ( - ) Ulkus Duodeni ( - ) Psikosis
( - ) Pleuritis ( - ) Gastritis ( - ) Neurosis
( -) Tuberkulosis ( - ) Batu Empedu
Lain-lain : ( - ) Operasi
( - ) Kecelakaan
( - ) Maag
V. Riwayat Keluarga:
Keadaan Penyebab
Hubungan Umur (tahun) Jenis Kelamin
Kesehatan Meninggal
Kakek Tidakdiketahui Laki-laki Meninggal Tidakdiketahui

Nenek Tidakdiketahui Perempuan Meninggal Tidakdiketahui

Ayah Tidakdiketahui Laki-laki Meninggal Tidakdiketahui

Ibu Tidakdiketahui Perempuan sehat -


Suami 29 tahun Laki-laki Sehat -

Anamnesis Sistem:
Catatan keluhan tambahan positif disamping judul-judul yang bersangkutan

3
Kulit
( - ) Bisul ( - ) Rambut ( - ) Keringat malam
( - ) Kuku ( -) Kuning / ikterus ( - ) Sianosis
( - ) Ptechie ( - ) Lain-lain
Kepala
( - ) Trauma ( - ) Sakit kepala
( - ) Sinkop ( - ) Nyeri pada sinus
Mata
( - ) Nyeri ( - ) Radang
( - ) Sekret ( - ) Hipermetropi
( -) Kuning / ikterus
Telinga
( - ) Nyeri ( - ) Gangguan pendengaran
( +) Serumen ( - ) Kehilangan pendengaran
( - ) Tinitus
Hidung
( - ) Trauma ( - ) Gejala penyumbatan
( - ) Nyeri ( - ) Gangguan penciuman
( - ) Sekret ( - ) Pilek
( - ) Epistaksis
Mulut
( - ) Bibir kering ( - ) Lidah kotor
( - ) Gusi sariawan ( - ) Gangguan pengecap
( - ) Selaput ( - ) Stomatitis
Tenggorokan
( -) Nyeri tenggorokan ( - ) Perubahan suara
( -) Terasa kering
Leher
( - ) Benjolan ( - ) Nyeri leher
Dada (Jantung/Paru)
( - ) Nyeri dada ( - ) Sesak napas
( - ) Berdebar ( - ) Batuk darah
( - ) Ortopnoe ( -) Batuk
Abdomen (Lambung/Usus)
4
( - ) Rasa kembung ( - ) Wasir
( - ) Mual ( - ) Mencret
( - ) Muntah ( - ) Tinja darah
( - ) Muntah darah ( - ) Tinja berwarna dempul
( - ) Sukar menelan ( - ) Tinja berwarna hitam
( - ) Nyeri perut/kolik ( +) Mulas
( + ) Perut membesar
Saluran Kemih/Alat kelamin
( - ) Disuria ( - ) Kencing nanah
( - ) Stranguria ( - ) Kolik
( + ) Poliuria ( - ) Oliguria
( - ) Polakisuria ( - ) Anuria
( - ) Hematuria ( - ) Retensi urin
( - ) Kencing batu ( - ) Kencing menetes
( - ) Ngompol (tidak disadari) ( - ) Penyakit prostat
Saraf dan Otot
( - ) Anestesi ( - ) Sukar mengingat
( - ) Parestesi ( - ) Ataksia
( - ) Otot lemah ( - ) Hipo/hiper-esthesi
( - ) Kejang ( - ) Pingsan
( - ) Afasia ( - ) Kedutan (“Tick”)
( - ) Amnesia ( - ) Pusing (vertigo)
( - ) Lain-lain ( - ) Gangguan bicara (disartri)
Ekstremitas
( - ) Bengkak pada kedua tungkai
( - ) Nyeri sendi
( - ) Deformitas
( - ) Sianosis
VI. Riwayat Hidup
Riwayat Kelahiran
Tempat lahir :( ) Di rumah ( ) Rumah Bersalin ( ) RS Bersalin
( ) Puskesmas
Ditolong oleh :( ) Dokter ( ) Bidan ( ) Dukun
( ) Lain-lain
5
Riwayat Imunisasi
( + ) Hepatitis ( + ) BCG ( + ) Campak ( + ) DPT
( +) Polio ( + ) Tetanus
Riwayat Makanan
Frekuensi/hari : 3-4x/hari
Jumlah/hari : 3 piring
Variasi/hari : variasi
Nafsu makan : baik
Pendidikan
( ) SD ( ) SLTP ( √ ) SLTA ( ) Sekolah Kejuruan
( ) Akademi ( ) Universitas ( ) Kursus ( ) Tidak Sekolah
C. Pemeriksaan
X. Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum : baik
Kesadaran : composmentis
BB sebelum hamil : 60 kg
BB saat hamil : 72 kg
LILA : cm
TB : 157 cm
b. Tanda-tanda vital
TD : 110/60 mmHg
Nadi : 100 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,60C
IMT : Kg/m2 (Gizi kurang)
Sianosis : Tidak ada
Edema umum : Tidak ada
Aspek Kejiwaan
Tingkah laku : Tenang
Alam perasaan : Biasa
Proses pikir : Wajar
Kulit
Warna : sawo matang
Efloresensi :(-)
6
Jaringan parut : Tidak ada
Pigmentasi : Tidak ada
Pertumbuhan rambut : Distribusi baik merata
Lembab/kering : Kering
Suhu raba : Hangat
Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran pembuluh darah
Keringat : Umum
Turgor : Baik
Ikterus : Tidak
Lapisan lemak : Normal
Kelenjar Getah Bening
Submandibula : Tidak teraba membesar
Supraklavikula : Tidak teraba membesar
Lipat paha : Tidak teraba membesar
Leher : Tidak teraba membesar
Ketiak : Tidak teraba membesar
Kepala
Ekspresi wajah : Gelisah Simetri muka : Simetris
Rambut : Hitam dan merata
Mata
Exopthalamus : Tidak ada Enopthalamus : Tidak ada
Kelopak : Udema ( - ) Lensa : Jernih
Konjungtiva : Anemis ( - ) Visus : Tidak dilakukan
Sklera : Ikterik ( - ) Nistagmus : Tidak ada
Lapangan penglihatan : Normal Tekanan bola mata : Normal
Gerak bola mata : Normal
Telinga
Tuli : -/- Selaput pendengaran : Utuh
Lubang : Liang telinga lapang Penyumbatan : -/-
Serumen : +/+ Perdarahan : -/-
Cairan : -/-
Mulut
Bibir : Tidak sianosis, tidak kering
Tonsil : T1/T1
7
Langit-langit : Tidak ada kelainan
Bau pernpasan : Tidak ada
Gigi geligi : Tidak lengkap
Trismus : Tidak ada
Faring : Tidak hiperemis
Selaput lendir : Normal
Lidah : Tidak tampak atrofi papil lidah
Leher
JVP : 5+1 cmH2O
Kelenjar tiroid : Tidak tampak membesar
Kelenjar limfe kanan : Tidak tampak membesar
Dada
Bentuk : Simetris
Pembuluh darah : Tidak tampak pelebaran, tidak ada spider nevi
Buah dada : Simetris, normal
Paru-paru
Depan Belakang
Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan
Kiri
dinamis dinamis
Inspeksi
Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan
Kanan
dinamis dinamis
- Tidak ada benjolan - Tidak ada benjolan
Kiri
- Fremitus simetris - Fremitus simetris
Palpasi
- Tidak ada benjolan - Tidak ada benjolan
Kanan
- Fremitus simetris - Fremitus simetris
Kiri - Sonor - Sonor
Perkusi
Kanan - Sonor - Sonor
- Suara vesikuler - Suara vesikuler
Kiri - Tidak ada wheezing - Tidak ada wheezing
- Tidak ada ronkhi - Tidak ada ronkhi
Auskultasi
- Suara vesikuler - Suara vesikuler
Kanan - Tidak ada wheezing - Tidak ada wheezing
- Tidak ada ronkhi - Tidak ada ronkhi

8
Jantung
Inspeksi Tampak pulsasi iktus cordis
Teraba iktus cordis pada ICS V, 2 jari sebelah lateral dari garis
Palpasi
midklavikula kiri
- Batas kanan : ICS IV linea sternalis kanan
Perkusi - Batas kiri : ICS V linea midklavikula kiri
- Batas atas : ICS II linea parasternal kiri
Auskultasi Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop (-), Murmur (-)

Perut
1) Inspeksi
Tidak ada luka bekas operasi, pembesaran perut sesuai usia kehamilan, tidak ada strie
gravidarum.
2) Palpasi
leopold I : TFU pertengahan antara pusat dan Px, pada fundus teraba bagian-bagian kecil
yang berarti ektremitas TFU: 30cm
leopold II : Sebelah kiri teraba bagian yang agak keras tapi tidak melenting berarti bokong.
Sedangkan bagian kanan teraba bulat, keras dan melenting berarti kepala
leopold III : Bagian terendah seperti paparan keras memanjang yang berarti punggung janin.
Leopold IV : Bagian terendah janin belum masuk PAP (BELUM YAKIN)
3) Auskultasi
BJJ: 134x/menit teratur
4) Gynekologi
Ano genital:
Inspeksi : Pengeluaran pervaginam: blood (-)
Vulva vagina : tak
Inspekulo : Vagina: tak
Vaginal toucher: Portio tebal lunak. Ө1 cm

9
Anggota Gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot
Tonus : baik baik
Massa : tidak ada tidak ada
Sendi : tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Gerakan : aktif aktif
Kekuatan : +5 +5
Oedem : tidak ada tidak ada
Lain-lain : tidak ada tidak ada
Petechie : tidak ada tidak ada
Tungkai dan Kaki Kanan Kiri
Luka : tidak ada tidak ada
Varises : tidak ada tidak ada
Otot
Tonus : baik baik
Massa : tidak ada tidak ada
Sendi : baik baik
Gerakan : aktif aktif
Kekuatan : +5 +5
Oedem : tidak ada tidak ada
Lain-lain : tidak ada tidak ada
Petechie tidak ada tidak ada

XI. Hasil laboratorium

Tanggal 24 April 2018 pukul 12.00 WIB

Pemeriksaan Hasil Nilai normal

Hematologi

Hemoglobin 10,3 g/dl P:14-18 W:12-16

Leukosit 7,3 /uL 5000-10000

10
Laju endap darah - P:0-10 W:0-15

Hematokrit 37 % P:40-48 W:37-43

Eritrosit 3,7 juta/ul P:4.5-5.5 W:4-5

Trombosit 364.000/uL 150-450rb/u

Total eosinofil - 50-350

Masa pendarahan 3’ menit 1-6

Masa pembekuan 12’ menit 5-15

Golongan darah B+

XII. Kesimpulan

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat disimpulkan diagnosis preoperatif:


G1P0A0 hamil 37 minggu letak lintang

Status operasi: ASA I

Mallampati 1

Jenis operasi: sectio caesarea

Jenis anestesi: general anestesi

XIII. Tindakan Anestesi


- General Anestesi

1. Preoperasi

Informed consent (+)

Pasien puasa selama ± 6 jam sebelum operasi dimulai

Tidak ada gigi goyang dan tidak memakai gigi palsu

Kandung kemih telah terpasang kateter

11
Sudah terpasang cairan infus RL/Asering

Keadaan umum: compos mentis

Tanda vital

- Tekanan darah: 110/60 mmHg


- Nadi : 100x/menit
- Frekuensi napas: 20x/menit
- Suhu : 36.6 derajat celcius

2. Premedikasi

3. Anestesi yang diberikan

Tindakan anestesi

Pastikan alat-alat dan medikasi yang dibutuhkan selama proses anestesi sudah
lengkap seperti:

- Kassa steril
- Povidon Iodine
- Plester
- Jarum spinocaine no. 27
- Bupivacaine 4 ml
- Spuit 5 cc
- Sarung tangan steril
- Lampu
- Monitor tanda vital
- Alat-alat resusitasi
- Medikasi yang dibutuhkan seperti ephedrin 50 mg/ml, pethidin 50 mg/ml, sedacum
5mg/ml, fentanyl 10 ml/kgbb, ketamin 10 ml/kgbb, roculax 5 ml/kgbb, atropin 0,25
ml/kgbb, recofol 0,25 ml/kgbb, pospargin 10 iU, induxin 0,25 mg/kgbb.

12
Memeriksa apakah cairan infus berjalan dengan baik karena melalui infus terbeut adalah
media agar obat-obat bisa masuk ke dalam tubuh pasien. Cairan infus yang biasa diberikan
adalah ringer laktat 500 cc diberikan secara loading.

Posisi pasien duduk dengan vertebrae lumbal dalam keadaan posisi fleksi, agar lebih
mudah maka kepala pasien ikut difleksikan ke arah dada sehingga menambah fleksi vertebra
dan panggul. Asisten harus mempertahankan posisi pasien tersebut. Tandailah posisi
penyuntikan yaitu titik pertemuan garis 2 SIAS ( Spina Illiaca Anterior Superior), titik
tersebut bertumpu di antara L3-L4 . Setelah menentukan lokasi penyuntikan kemudian
lakukan tindakan asepsis

Dengan menggunakan kassa yang dibasahi povidon iodine gerakan sirkuler dari dalam
ke arah luar. Setelah itu suntik di lokasi penyuntikan dengan menggunakan spit 5 cc yang
telah diisi oleh bupivacaine secara perlahan dan lakukan aspirasi apakah LCS keluar atau
tidak, jika LCS keluar maka obat dapat disuntikkan secara perlahan sampai habis dan tetap
pastikan diakhir penyuntikan LCS tetap keluar saat diaspirasi yang artinya obat telah
dimasukkan ke dalam dengan benar.

Namun dalam keadaan tertentu, misalnya pasien tidak dapat bekerjasama dengan baik
dalam proses anestesi spinal, maka dilakukan lah tindakan anestesi umum.

Induksi anestesi merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak

sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi dapat

dikerjakan secara intravena, inhalasi, intramuscular atau rectal. Setelah pasien tidur akibat

induksi anestesia langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesia sampai tindakan

pembedahan selesai

Untuk persiapan induksi anestesi diperlukan ‘STATICS’:

S :Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung.Laringo-Scope,

pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.

T :Tube  Pipa trakea.pilih sesuai usia. Usia< 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan > 5

tahun dengan balon (cuffed).

13
A :Airway  Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring

(naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga

supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.

T : Tape  Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.

I :Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang mudah

dibengkokan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.

C :Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia

S :Suction  penyedot lender, ludah danlain-lainnya.

Prosedur :

 Siapkan peralatan dan kelengkapan obat anestetik

 Pasang infuse (untuk memasukan obat anestesi)

 Premedikasi + / - (apabila pasien tidak tenang bisa diberikan obat penenang) efek
sedasi/anti-anxiety :benzodiazepine; analgesia: opioid, non opioid, dll

 Tambahan obat (pelumpuh otot/suksinil dgn durasi lebih lama dengan pemeliharaan). Pasien
sengaja dilumpuhkan/benar2 tidak bisa bernafas dan pasien dikontrol pernafasanya
dengan kita memberikan ventilasi 12-20 x permenit
 Lakukan Intubasi setelah induksi dan suksinil
Teknik Intubasi
1. Pastikan semua persiapan dan alat sudah lengkap
2. Induksi sampai tidur, berikan suksinil kolin → fasikulasi (+)
3. Bila fasikulasi (-) → ventilasi dengan O2 100% selama kira - kira 1 mnt
4. Batang laringoskopi pegang dengan tangan kiri, tangan kanan mendorong kepala sedikit
ekstensi → mulut membuka
5. Masukan laringoskop (bilah) mulai dari mulut sebelah kanan, sedikit demi sedikit,
menyelusuri kanan lidah, menggeser lidah kekiri
6. Cari epiglotis → tempatkan bilah didepan epiglotis (pada bilah bengkok) atau angkat
epiglotis ( pada bilah lurus )
7. Cari rima glotis ( dapat dengan bantuan asisten menekan trakea dar luar )
8. Temukan pita suara → warnanya putih dan sekitarnya merah
14
9. Masukan ET melalui rima glottis
10. Hubungkan pangkal ET dengan mesin anestesi dan atau alat bantu napas( alat resusitasi )

Tanda vital yang terdapat pada monitor setiap 5 menit dicatat dalam kertas lembaran
anestesi agar kondisi pasien terpantau. Setelah operasi selesai pasien dipancing dan akhirnya
bisa nafas spontan kemudian kita akhiri efek anestesinya

4. Pasca Operasi
Lama operasi: 35 menit

Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke Recovery Room dan observasi tanda vital
seperti tekanan darah, nadi, dan saturasi pernapasan.

15
BAB II

PEMBAHASAN

PENILAIAN DAN PERSIAPAN PRA-ANESTESIA

Persiapan prabedah menentukan keberhasilan suatu operasi karena persiapan prabedah yang

kurang memadai merupakan faktor terjadinya kecelakaan dalam anestesia. Sebelum pasien

dibedah sebaiknya dilakukan kunjungan pasien terlebih dahulu sehingga pada waktu pasien

dibedah pasien dalam keadaan bugar sehingga seoptimal mungkin dalam menghadapi

operasi. Tujuan dari kunjungan tersebut adalah untuk mengurangi angka kesakitan operasi,

mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Selain dapat

mempersiapkan fisik dan mental pasien secara optimal, dokter anesthesi juga dapat

merencanakan dan memilih teknik anesthesia serta obat-obatan yang dipakai, dan

menentukan klasifikasi pasien berdasarkan ASA. Persiapan praanestesia yang dilakukan

meliputi persiapan alat, penilaian dan persiapan pasien, serta persiapan obat anestesi yang

diperlukan.Penilaian dan persiapan pasien diantaranya meliputi: yarsi, david

1. Anamnesis:
- Identifikasi pasien (nama, umur, alamat, dll).

- Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi

- Riwayat penyakit yang sedang/pernah diderita untuk mengetahui kemungkinan


penyulit anestesi (misalnya alergi, diabetes melitus, penyakit paru kronis, penyakit
jantung, penyakit ginjal, dan penyakit hati.

- Riwayat pemakaian obat-obatan meliputi alergi obat, intoleransi obat, dan obat
yang sedang digunakan dan dapat menimbulkan interaksi dengan obat anestetik

- Riwayat anestetik/operasi sebelumnya, meliputi tanggal, jenis pembedahan, dan


anestesi, komplikasi dan perawatan intensif pasca bedah, karena ada hal-hal yang
perlu mendapat perhatian khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-
gatal atau sesak nafas sehingga dapat dirancang anestesia berikutnya dengan lebih
16
baik. Selain itu obat yang kiranya menimbulkan masalah dimasa lampau sebaiknya
jangan digunakan ulang, misalnya halotan jangan digunakan ulang dalam waktu
tiga bulan, suksinilkolin yang menimbulkan apnoe berkepanjangan juga jangan
diulang.

- Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan (merokok,


jika ada sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya, minum alcohol, obat penenang,
narkotik). Kebiasaan buruk ini dapat mempengaruhi system kardiosirkulasi serta
organ lain.

- Riwayat berdasarkan system organ

- Makanan yang terakhir dimakan dikarenakan refleks laring mengalami penurunan


selama anestesia. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan
napas merupakan risiko utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesia. Untuk
meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif
dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode
tertentu sebelum induksi anestesia. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak
kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam
sebeluminduksi anestesia. Minuman bening, air putih teh manis sampai 3 jam dan
untuk keperluan minumobat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum
induksi anestesia.

- Klasifikasi status fisik yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik
seseorang adalah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA).
Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan resiko anestesia, karena dampak samping
anestesia tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.

Kelas I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.

Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.Contohnya:

pasien batu ureter dengan hipertensi sedang terkontrol, atau pasien appendisitis

akut dengan lekositosis dan febris.

17
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin

terbatas.Contohnya: pasien appendisitis perforasi dengan septisemia, atau pasien

ileus obstrukstif dengan iskemia miokardium.

Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas

rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.Contohnya:

Pasien dengan syok atau dekompensasi kordis.

Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan

hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.Contohnya: pasien tua dengan perdarahan

basis kranii dan syok hemoragik karena ruptur hepatik.

Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan

tanda darurat ( E = EMERGENCY ), misalnya ASA IE atau IIE

yarsi

2. Pemeriksaan Fisik
- Tinggi dan berat badan, untuk memperkirakan dosis obat, terapi cairan yang
diperlukan, serta jumlah urin selama dan sesudah pembedahan.

- Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi pernafasan, serta suhu tubuh.

- Jalan nafas (air way), Pada bagian mulut dilakukan pemeriksaan gigi-geligi, lidah
yang relatif besar sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan
laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi
intubasi.

- Pada semua system organ tubuh, dilakukan pemeriksaan rutin secara sistemik
pasien yang tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
pada bagian jantung, paru-paru, abdomen, punggung (apakah ada deformitas),
neurologis, dan ekstremitas. Yarsi, david

18
3. Pemeriksaan Laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan penyakit
yang sedang dicurigai. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan darah
kecil (Hb, lekosit, masa perdarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada usia
pasien diatas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto thoraks. Selain itu
pemeriksaan lab khusus: dilakukan bila ada riwayat atau indikasi. yarsi

4. Persiapan Hari Operasi


 Pembersihan dan pengosongan saluran pencernaan untuk mencegah aspirasi isi
lambung karena regurgitasi/muntah. Pada operasi elektif hernia, pasien dewasa
dipuasakan 8 jam sebelum operasi.
 Jika ada gigi palsu, perhiasan, bulu mata dilepas. Bahan kosmetik (lipstick, cat
kuku) dibersihkan sehingga tidak mengganggu pemeriksaan.
 Rectum dan kandung kemih dikosongkan, jika perlu pasang kateter.
 Pasien masuk kamar operasi mengenakan pakaian khusus
 Cukur rambut pubis 2 jam sebelum operasi.
 Pemberian obat-obatan premedikasi (jika perlu) dapat diberikan 1-2 jam sebelum
induksi anesthesia. Antibiotika profilaksis, diberikan bersama premedikasi
(Sefalosporin generasi pertama). Setelah persiapan pre-operatif dan pasien diputuskan
siap untuk mendapatkan operasi maka proses anestesi dapat dilakukan. Pada kasus ini,
diputuskan untuk menggunakan teknik anestesi regional yaitu subarachnoid block
atau anestesi spinal. Karena secara umum, keadaan pasien baik, dan area operasi
berada di bawah umbilicus.

Dalam kondisi ibu dan fetus normal, dapat dilakukan 2 pilihan teknik anestesi yaitu
General Anestesia dan Regional Anestesia. RA untuk bedah Cesar lebih disukai karena
risiko untuk ibu dan kaitannya dengan Apgar skor yang lebih rendah dengan GA. RA akan
memberikan hasil neonatal terpapar lebih sedikit obat anestesi (terutama saat digunakan
teknik spinal), memungkinkan ibu dan pasangannya juga dapat mengikuti proses kelahiran
bayi mereka. Namun apabila terdapat penyulit, misalkan pasien tidak dapat bekerjasama
dengan baik atau terdapat riwayat trauma spinalis maka diputuskan untuk melakukan GA.
GA dan RA yang dilakukan dengan terampil, hampir sama pengaruhnya terhadap bayi baru
lahir.

19
2.3 TEKNIK ANESTESI UMUM

2.6.1 Sungkup Muka (Face Mask) dengan napas spontan

Indikasi :
 Tindakan singkat ( ½ - 1 jam)
 Keadaan umum baik (ASA I – II)
 Lambung harus kosong
Prosedur :

 Siapkan peralatan dan kelengkapan obat anestetik

 Pasang infuse (untuk memasukan obat anestesi)

 Premedikasi + / - (apabila pasien tidak tenang bisa diberikan obat penenang) efek
sedasi/anti-anxiety :benzodiazepine; analgesia: opioid, non opioid, dll

 Induksi

 Pemeliharaan

2.3.2 Intubasi Endotrakeal dengan napas spontan


Intubasi endotrakea adalah memasukkan pipa (tube) endotrakea (ET= endotrakeal
tube) kedalam trakea via oral atau nasal. Indikasi; operasi lama, sulit mempertahankan
airway (operasi di bagian leher dan kepala)

Prosedur :
1. Sama dengan diatas, hanya ada tambahan obat (pelumpuh otot/suksinil dgn durasi
singkat)
2. Intubasi setelah induksi dan suksinil
3. Pemeliharaan
Teknik Intubasi
1. Pastikan semua persiapan dan alat sudah lengkap
2. Induksi sampai tidur, berikan suksinil kolin → fasikulasi (+)
3. Bila fasikulasi (-) → ventilasi dengan O2 100% selama kira - kira 1 mnt
4. Batang laringoskopi pegang dengan tangan kiri, tangan kanan mendorong kepala sedikit
ekstensi → mulut membuka

20
5. Masukan laringoskop (bilah) mulai dari mulut sebelah kanan, sedikit demi sedikit,
menyelusuri kanan lidah, menggeser lidah kekiri
6. Cari epiglotis → tempatkan bilah didepan epiglotis (pada bilah bengkok) atau angkat
epiglotis ( pada bilah lurus )
7. Cari rima glotis ( dapat dengan bantuan asisten menekan trakea dar luar )
8. Temukan pita suara → warnanya putih dan sekitarnya merah
9. Masukan ET melalui rima glottis
10. Hubungkan pangkal ET dengan mesin anestesi dan atau alat bantu napas( alat
resusitasi )

Klasifikasi Mallampati :
Mudah sulitnya dilakukan intubasi dilihat dari klasifikasi Mallampati :

2.3.3 Intubasi Endotrakeal dengan napas kendali (kontrol)


Pasien sengaja dilumpuhkan/benar2 tidak bisa bernafas dan pasien dikontrol
pernafasanya dengan kita memberikan ventilasi 12-20 x permenit.Setelah operasi selesai
pasien dipancing dan akhirnya bisa nafas spontan kemudian kita akhiri efek anestesinya.
 Teknik sama dengan diatas
 Obat pelumpuh otot non depolar (durasinya lama)
 Pemeliharaan, obat pelumpuh otot dapat diulang pemberiannya.

2.3.4 Induksi intravena


21
Paling banyak dikerjakan dan digemari. Indksi intravena dikerjakan dengan hati-hati,

perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikan dalam kecepatan

antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi, pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah

harsu diawasi dan selalu diberikan oksigen. Dikerjakan pada pasien yang kooperatif.

Obat-obat induksi intravena:

A. Tiopental (pentotal, tiopenton) amp 500 mg atau 1000 mg

sebelum digunakan dilarutkan dalam akuades steril sampai kepekatan 2,5% ( 1ml =

25mg). hanya boleh digunakan untuk intravena dengan dosis 3-7 mg/kg disuntikan

perlahan-lahan dihabiskan dalam 30-60 detik.

Bergantung dosis dan kecepatan suntikan tiopental akan menyebabkan pasien berada

dalam keadaan sedasi, hypnosis, anestesia atau depresi napas. Tiopental menurunkan aliran

darah otak, tekanan likuor, tekanan intracranial dan diguda dapat melindungi otak akibat

kekurangan O2 . Dosis rendah bersifat anti-analgesi.

B. Propofol (diprivan, recofol)

Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonic dengan

kepekatan 1% (1ml = 1o mg). suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga

beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena.

Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesia intravena total

4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kg. pengenceran hanya

boleh dengan dekstrosa 5%. Tidak dianjurkan untuk anak < 3 tahun dan pada wanita hamil.

C. Ketamin (ketalar)

22
Kurang digemari karena sering menimbulkan takikardia, hipertensi, hipersalivasi,

nyeri kepala, pasca anestesia dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur dan

mimpi buruk. Sebelum pemberian sebaiknya diberikan sedasi midazolam (dormikum) atau

diazepam (valium) dengan dosis0,1 mg/kg intravena dan untuk mengurangi salvias

diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kg.

Dosis bolus 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular 3-10 mg. ketamin dikemas dalam

cairan bening kepekatan 1% (1ml = 10mg), 5% (1 ml = 50 mg), 10% ( 1ml = 100 mg).

D. Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil)

Diberikan dosis tinggi. Tidak menggaggu kardiovaskular, sehingga banyak

digunakan untuk induksi pasien dengan kelianan jantung. Untuk anestesia opioid digunakan

fentanil dosis 20-50 mg/kg dilanjutkan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit.

2.3.5 Induksi intramuscular

Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara

intramuskulardengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.

2.3.6 Induksi inhalasi

A. N2O

(gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida) berbentuk gas, tak

berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara.

Pemberian harus disertai O2 minimal 25%. Bersifat anastetik lemah, analgesinya kuat,

sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada

23
anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tapi dikombinasi dengan salah satu cairan

anastetik lain seperti halotan.

B. Halotan (fluotan)

Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan anestesinya cukup dalam,

stabil dan sebelum tindakan diberikan analgesi semprot lidokain 4% atau 10% sekitar faring

laring.

Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis, terjadi

hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard, dan inhibisi

refleks baroreseptor. Merupakan analgesi lemah, anestesi kuat. Halotan menghambat

pelepasan insulin sehingga mininggikan kadar gula darah.

C. Enfluran (etran, aliran)

Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih iritatif disbanding

halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding halotan, tetapi lebih jarang

menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih baik disbanding halotan.

D. Isofluran (foran, aeran)

Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Peninggian aliran darah otak

dan tekanan intracranial dapat dikurangi dengan teknik anestesi hiperventilasi, sehingga

isofluran banyak digunakan untuk bedah otak.

Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari untuk

anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan gangguan koroner.

24
E. Desfluran (suprane)

Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC 6.0%), bersifat simpatomimetik

menyebabkan takikardi dan hipertensi. Efek depresi napasnya seperti isofluran dan etran.

Merangsang jalan napas atas sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi.

F. Sevofluran (ultane)

Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran. Baunya tidak

menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi

inhalasi disamping halotan.

2.3.7 Induksi per rectal

Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau midazolam.

2.3.8 Induksi mencuri

Dilakukan pada anak atau bayi yang sedang tidur. Induksi inhalasi biasa hanya

sungkup muka tidak kita tempelkan pada muka pasien, tetapi kita berikan jarak beberapa

sentimeter, sampai pasien tertidur baru sungkup muka kita tempelkan.

Pelumpuh otot nondepolarisasi  Tracurium 20 mg (Antracurium)

1. Berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tidak menyebabkna

depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga asetilkolin

tidak dapat bekerja.

25
2. Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasi selama 20-45

menit, kecepatan efek kerjanya -2 menit.

a. Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot:

i. Cegukan (hiccup)

ii. Dinding perut kaku

iii. Ada tahanan pada inflasi paru

2.4 RUMATAN ANESTESI (MAINTAINANCE)

Dapat dikerjakan secara intravena (anestesi intravena total) atau dengan inhalasi atau

dengan campuran intravena inhalasi.

Rumatan anestesi mengacu pada trias anestesi yaitu tidur rinan (hypnosis) sekedar

tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak menimbulkan

nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup.

Rumatan intravena biasanya menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil 10-50

µg/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan analgesia cukup, sehingga

tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot. Rumatan intravena dapat juga menggunakan

opioid dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan infuse propofol 4-12 mg/kgBB/jam.

Bedah lama dengan anestesi total intravena, pelumpuh otot dan ventilator. Untuk

mengembangkan paru digunakan inhalasi dengan udara + O2 atau N2O + O2.

Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 dengan perbandingan

3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4% atau isofluran 2-4 vol% atau sevofluran

2-4% bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu atau dikendalikan.

26
2.5 TATALAKSANA JALAN NAPAS

Hubungan jalan napas dan dunia luar melalui 2 jalan:

1. Hidung

Menuju nasofaring

2. Mulut

Menuju orofaring

Hidung dan mulut dibagian depan dipisahkan oleh palatum durum dan palatum

molle dan dibagian belakang bersatu di hipofaring. Hipofaring menuju esophagus dan laring

dipisahkan oleh epiglotis menuju ke trakea. Laring terdiri dari tulang rawan tiroid, krikoid,

epiglotis dan sepasang aritenoid, kornikulata dan kuneiform.

2.8.1 Manuver tripel jalan napas

Terdiri dari:

1. Kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital.

2. Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula

3. Mulut dibuka

Dengan maneuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas, sehingga

gas atau udara lancer masuk ke trakea lewat hidung atau mulut.

A. Jalan napas faring

Jika maneuver tripel kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan napas

mulut-faring lewat mulut (oro-pharyngeal airway) atau jalan napas lewat hidung

(naso-pharyngeal airway).

B. Sungkup muka

27
Mengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau system anestesi ke

jalan napas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika digunakan

untuk bernapas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor dan gas masuk

semua ke trakea lewat mulut atau hidung.

C. Sungkup laring (Laryngeal mask)

Merupakan alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar

berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat dikembang-

kempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa pipa

kerasdari polivinil atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya tetap paten.

Dikenal 2 macam sungkup laring:

1. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas

2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan lainnya

pipa tambahan yang ujung distalnya berhubungan dengan esophagus.

D. Pipa trakea (endotracheal tube)

Mengantar gas anestesi langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari

bahan standar polivinil-klorida. Pipa trakea dapat dimasukan melalui mulut

(orotracheal tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube).

E. Laringoskopi dan intubasi

Fungsi laring ialah mencegah bedan asing masuk paru. Laringoskop

merupakan alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita

28
dapat memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal

dua macam laringoskop:

1. Bilah, daun (blade) lurus (Macintosh) untuk bayi-anak-dewasa

2. Bilah lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar-dewasa.

Klasifikasi tampakan faring pada saat membuka mulut terbuka maksimal dan

lidah dijulurkan maksimal menurut Mallapati dibagi menjadi 4 gradasi.

Gradasi Pilar faring Uvula Palatum Molle


1 + + +
2 - + +
3 - - +
4 - - -

2.9 Intubasi trakea

Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima

glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan

bifurkasio trakea. Indikasi sangat bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai berikut:

1. Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun.

Kelainan anatomi, bedah kasus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan

napas, dan lain-lainnya.

2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi

Misalnya saat resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien,

ventilasi jangka panjang.

3. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi

29
2.9.1 Kesulitan intubasi

1. Leher pendek berotot

2. Mandibula menonjol

3. Maksila/gigi depan menonjol

4. Uvula tak terlihat

5. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas

6. Gerak vertebra servikal terbatas

2.9.2 Komplikasi intubasi

1. Selama intubasi

a. Trauma gigi geligi

b. Laserasi bibir, gusi, laring

c. Merangsang saraf simpatis

d. Intubasi bronkus

e. Intubasi esophagus

f. Aspirasi

g. Spasme bronkus

2. Setelah ekstubasi

a. Spasme laring

b. Aspirasi

c. Gangguan fonasi

d. Edema glottis-subglotis

e. Infeksi laring, faring, trakea

2.10 Ekstubasi

30
1. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika:

a. Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan

b. Pasca ekstubasi ada risiko aspirasi

2. Ekstubasi dikerjakan pada umumnya pada anestesi sudah ringan dengan catatan

tak akan terjadi spasme laring.

3. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dan cairan

lainnya.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Latief. S. A, Suryadi K. A, danDachlan M. R, PetunjukPraktisAnestesiologi,


Edisi II, BagianAnestesiologidanTerapiIntensif FK-UI, Jakarta, Juni, 2001, hal ;
77-83, 161.
2. Dobson MB. Penuntun Praktis Anestesi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta: 1988.
3. Muttaqien F. Menguak Misteri Kamar Bius. Available at:
http://www.scribd.com/doc/51439743/Menguak-Misteri-Kamar-Bius.
Accessed: August, 11th 2012.
4. Anestesi Spinal. Available at:
http://www.scribd.com/doc/79664764/Anestesi-Spinal. Accessed: August,
11th 2012.
5. Analgesik Opioid. Available at:
http://www.scribd.com/doc/57353203/ANALGESIK-OPIOID. Accessed:
August, 11th 2012.

32

You might also like