You are on page 1of 14

ANALISA MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN ( AMDAL )

Pendahuluan

Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) pertama kali dicetuskan berdasarkan


atas ketentuan yang tercantum dalam pasal 16 Undang-undang No.4 tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Berdasarkan amanat pasal 16
tersebut diundangkan pada tanggal 5 Juni 1986 suatu Peraturan Pemerintah No.29 tahun
1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

Peraturan pemerintah (PP) No.29/ 1986 tersebut berlaku pada tanggal 5 Juni 1987
yaitu selang satu tahun setelah di tetapkan. Hal tersbut diperlukan karena masih perlu waktu
untuk menyusun kriteria dampak terhadap lingkungan sosial mengingat definisi lingkungan
yang menganut paham holistik yaitu tidak saja mengenai lingkungan fisik/kimia saja namun
meliputi pula lingkungan sosial.

Berdasarkan pengalaman penerapan PP No.29/1986 tersebut dalam deregulasi dan


untuk mencapai efisiensi maka PP No.29/1986 diganti dengan PP No.51/1993 yang di
undangkan pada tanggal 23 Oktober 1993. Perubahan tersebut mengandung suatu cara
untuk mempersingkat lamanya penyusunan AMDAL dengan mengintrodusir penetapan
usaha dan/ atau kegiatan yang wajib AMDAL dengan keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup dengan demikian tidak diperlukan lagi pembuatan Penyajian Informasi Lingkungan
(PIL).

Perubahan tersebut mengandung pula keharusan pembuatan ANDAL, RKL, dan RPL di
buat sekaligus yang berarti waktu pembuatan dokumen dapat diperpendek. Dalam
perubahan tersebut di introdusir pula pembuatan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan
(UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) bagi kegiatan yang tidak wajib AMDAL.
Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL) ditetapkan
oleh Menteri Sektoral yang berdasarkan format yang di tentukan oleh Menteri Negara
Lingkungan Hidup. Demikian pula wewenang menyusun AMDAL disederhanakan dan
dihapuskannya dewan kualifikasi dan ujian negara. Kemudian juga dampak lingkungan
terdapat juga inti – inti nya yaitu sebagai berikut dan terdapat pengertian – pengertian yang
saya ketahui :

1. Definisi AMDAL
AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/ atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/ atau kegiatan.

2. Dasar hukum AMDAL


Sebagai dasar hukum AMDAL adalah PP No.27/ 1999 yang di dukung oleh paket
keputusan menteri lingkungan hidup tentang jenis usaha dan/ atau kegiatan yang wajib
dilengkapi dengan AMDAL dan keputusan kepala BAPEDAL tentang pedoman penentuan
dampak besar dan penting.

3. Tujuan dan sasaran AMDAL


Tujuan dan sasaran AMDAL adalah untuk menjamin suatu usaha atau kegiatan
pembangunan dapat berjalan secara berkesinambungan tanpa merusak lingkungan
hidup.Dengan melalui studi AMDAL diharapkan usah dan / atau kegiatan pembangunan
dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam secara efisien, meminimumkan
dampak negatip dan memaksimalkan dampak positip terhadap lingkungan hidup.

4. Tanggung jawab pelaksanaan AMDAL


Secara umum yang bertanggung jawab terhadap koordinasi proses pelaksanaan
AMDAL adalah BAPEDAL (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan).

5. Kegunaan Setudi Amdal


· Bagi Pemerintah :
Membantu pemerintah dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan dan
pengelolaan lingkungan dalam hal pengendalian dampak negatif dan mengembangkan
dampak positif yang meliputi aspek biofisik, sosial ekonomi, budaya dan kesehatan
masyarakat. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan dalam tahap perencanaan rinci
pada suatu kegiatan Pembangunan.Sebagai pedoman dalam pengelolaan dan pemantauan
lingkungan pada suatu kegiatan Pembangunan.
· Bagi Pemrakarsa :
Mengetahui permasalahan lingkungan yang mungkin timbul di masa yang akan
dating dan cara-cara pencegahan serta penanggulangan sebagai akibat adanya kegiatan
suatupembangunan. Sebagai pedoman untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan
lingkunganSebagai bahan penguji secara komprehensif dari kegiatan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan untuk kemudian mengetahui kekurangannya.
· Bagi Masyarakat :
Mengurangi kekuatiran tentang perubahan yang akan terjadi atas rencana kegiatan
suatu pembangunan.Memberikan informasi mengenai kegiatan Pembangunan Industri ,
sehingga dapat mempersiapkan dan menyesuaikan diri agar dapat terlibat dalam kegiatan
tersebut.Memberi informasi tentang perubahan yang akan terjadi, sehingga masyarakat
dapat memanfaatkan dampak positif dan menghindarkan dampak negatif.Sebagai bahan
pertimbangan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan lingkungan.

6. Dasar pelaksanaan
Pada pelaksanaan studi AMDAL terdapat beberapa komponen dan parameter lingkungan
yang harus dijadikan sebagai sasaran studi, antara lain :
1. Komponen Geo-Fisik-Kimia antra lain : Iklim dan Kualitas Udara, Fisiografi, Geologi
Ruang, Lahan dan Tanah, Kualitas Air Permukaan,
2. Komponen Biotis antara lain : Flora, Fauna, Biota Sungai, Biota Air Laut
3. Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya antara lain : Sosial Ekonomi , Sosial Budaya
4. Komponen Kesehatan Masyarakat antara lain Sanitasi Lingkungan dan Kesehatan
Masyarakat.

7. Perundang-Undangan dan Peraturan


Perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan Studi Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) antara lain :
1. Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok -pokok Agraria.
2. Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistem (Lembaran Negara RI Tahun 1990 No. 49 Tahun 1990 Tambahan Lembaran Negara
No 3419).
3. Undang-Undang RI No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman
4. Undang-Undang RI No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
5. Undang-Undang RI No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 No. 115, Tambahan Lembaran Negara No 3501).
6. Undang-Undang RI No. 5 Tahun 1994 Tentang Pengesahan United Nations Conventation
On Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman
Hayati
7. Undang-Undang RI No 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran
Republik Indonesia Tahun 1997 No. 68 Tambahan Lembaran Negara No. 3699).
8. Undang-Undang RI No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
9. Undang-Undang RI No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.

Peraturan yang terkait dengan pelaksanaan Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) antara lain :
1. Peraturan Pemerintah RI No. 22 Tahun 1982 Tentang Tata Pengaturan Air.
2. Peraturan Pemerintah RI No. 28 Tahun 1985 Tentang Perlindungan Hutan.
3. Peraturan Pemerintah RI No 35 Tahun 1991 Tentang Sungai.
4. Peraturan Pemerintah RI No.69 Tahun 1996 Tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta
Bentuk dan Tata Cara Peran serta Masyarakat dalam Penataan Ruang.
5. Peraturan Pemerintah RI No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah untuk
Penggantian.
6. Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 59 Tambahan
Lembaran Negara No.3838).
7. Peraturan Pemerintah RI No. 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
8. Peraturan Pemerintah RI No. 20 Tahun 2001 Tentang Pembinaan dan Pengawasan
Pembangunan
9. Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.

Beberapa keputusan pemerintah yang terkait dengan pelaksanaan Studi Analisis


Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) antara lain :
1. Keputusan Presiden RI No 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
2. Keputusan Presiden RI No 75 Tahun 1990 Tentang Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang
Nasional.
3. Keputusan Presiden RI No. 552 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
4. Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/1988
tentang Pendoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan
5. Keputusan Menteri PU.No 45/PRT/1990 tentang Pengendalian Mutu Air pada Sumber-
sumber Air.
6. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-30/MENLH /7/1992 tentang
Panduan Pelingkupan untuk Penyusunan Kerangka Acuan ANDAL.
7. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 056/1994 tentang Pedoman Mengenai
Ukuran Dampak Penting.
8. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 103.K/008/M.PE/1994 tentang
Pengawasan atas Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan
Lingkungan dalam Bidang Pertambangan dan Energi.
9. Keputusan Menteri PU. No 58/KPTS/1995 Petunjuk Tata Laksana AMDAL Bidang Pekerjaan
Umum.
10. Keputusan Menteri PU.No. 148/KPTS/1995 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan RKL dan
RPL, Proyek Bidang Pekerjaan Umum.
11. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-13/MENLH /3/1995 tentang Baku
Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak.
12. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-43/MENLH/ 10/1996 tentang Kriteria
Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C
Jenis Lepas di Daratan.
13. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-48/MENLH/ 11/1996 tentang Baku
Mutu Tingkat Kebisingan.
14. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-49/MENLH/ 11/1996 tentang Baku
Tingkat Getaran.
15. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-50/MENLH /11/1996 tentang Baku
Tingkat Kebauan.
16. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-45/MENLH/10/1997 tentang Indeks
Standar Pencemar Udara.
17. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-03/MENLH /1/1998 tentang Baku
Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri.
18. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 tahun 2001 tentang Jenis Rencana
Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup.
19. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 37 Tahun 2003 tentang Metoda Analisis
Kualitas Air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air Permukaan.
20. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 110 Tahun 2003 tentang Pedoman
Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air.
21. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air
Limbah Domestik.
22. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 142 Tahun 2003 tentang Pedoman
Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke
Air atau Sumber Air.
23. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP-205/BAPEDAL/07/1996
tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak.
24. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP-299/11/1996 tentang
Pedoman Teknis Kajian Aspek Sosial dalam Penyusunan AMDAL.
25. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP-105 tahun 1997
tentang Panduan Pemantauan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).
26. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 107/BAPEDAL/2/1997
tentang Perhitungan dan Pelaporan serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara.
27. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP-124/12/1997 tentang
Panduan Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat dalam Penyusunan AMDAL.
28. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 08 tahun 2000 tentang
Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL.
29. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 09 tahun 2000 tentang
Pedoman Penyusunan AMDAL.
30. Peraturan Daerah terkait yang relevan lainnya dengan studi ini.

8. Mulainya studi AMDAL

AMDAL merupakan bagian dari studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan. Sesuai dengan PP No./ 1999 maka AMDAL merupakan syarat yang harus dipenuhi
untuk mendapatkan ijin melakukan usaha dan / atau kegiatan .
AMDAL Dan Perijinan

Agar supaya pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang
diharapkan , pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan rencana usaha atau
kegiatan. Berdasarkan PP no.27/ 1999 suatu ijin untuk melakukan usaha dan/ atau kegiatan
baru akan diberikan bila hasil dari studi AMDAL menyatakan bahwa rencana usaha dan/ atau
kegiatan tersebut layak lingkungan. Ketentuan dalam RKL/ RPL menjadi bagian dari
ketentuan ijin.

Pasal 22 PP/ 1999 mengatur bahwa instansi yan bertanggung jawab (Bapedal atau
Gubernur) memberikan keputusan tidak layak lingkungan apabila hasil penilaian Komisi
menyimpulkan tidak layak lingkungan.Keputusan tidak layak lingkungan harus diikuti oleh
instansi yang berwenang menerbitkan ijin usaha.Apabila pejabat yang berwenang
menerbitkan ijin usaha tidak mengikuti keputusan layak lingkungan, maka pejabat yang
berwenang tersebut dapat menjadi obyek gugatan tata usaha negara di PTUN. Sudah
saatnya sistem hukum kita memberikan ancaman sanksi tidak hanya kepada masyarakat
umum , tetapi harus berlaku pula bagi pejabat yang tidak melaksanakan perintah Undang-
undang seperti sanksi disiplin ataupun sanksi pidana.

Prosedur penyusunan AMDAL

Secara garis besar proses AMDAL mencakup langkah-langkah sebagai berikut:


1.Mengidentifikasi dampak dari rencana usaha dan/atau kegiatan
2.Menguraikan rona lingkungan awal
3.Memprediksi dampak penting
4.Mengevaluasi dampak penting dan merumuskan arahan RKL/RPL.
Dokumen AMDAL terdiri dari 4 (empat) rangkaian dokumen yang dilaksanakan secara
berurutan , yaitu:
1.Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL)
2.Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
3.Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
4.Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
Pendekatan Studi AMDAL

Dalam rangka untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pelaksanaan AMDAL,


penyusunan AMDAL bagi rencana usaha dan/atau kegiatan dapat dilakukan melalui
pendekatan studi AMDAL sebagai berikut:
1.Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Tunggal
2.Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Terpadu
3.Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Dalam Kawasan

Dokumen AMDAL terdiri dari 4 (empat) rangkaian dokumen yang dilaksanakan secara
berurutan, yaitu:
1.Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL)
2.Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
3.Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
4.Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)

PERBEDAAN PP NO.29 Tahun 1986, PP NO.51 Tahun 1993 dan PP NO.27 Tahun 1999

Di Indonesia, AMDAL merupakan singkatan dari kalimat “Analisis Mengenai Dampak


Lingkungan”. AMDAL adalah: Kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Ketentuan di
atas mengacu pada peraturan pemerintah PP. No. 27 Tahun 1999 Pasal 1 butir 1.

Peraturan ini masih berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Selain mengacu pada
peraturan tersebut di atas, maka landasan peraturan pemerintah tersebut di atas mengacu
pada undang-undang yaitu UU RI No. 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup.
Jadi sudah jelas acuan peraturan dan perundangannya, jadi sebagai bangsa dan masyarakat
Indonesia kita wajib melaksanakannya sebagai perwujudan berbangsa dan bermasyarakat
yang baik. Terdapat berbagai macam perbedaan pada tiap-tiap peraturan pemerintah di
setiap butir-butir peraraturan.

Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 yang semula dipakai sebagai landasan
penyusunan dokumen Amdal dicabut dan digantikan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 51
Tahun 1993. Meski banyak koreksi yang dilakukan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 29
Tahun 1986, tetapi hakekat Amdal itu sendiri tidak berubah yaitu sebagai salah satu sarana
penjamin pelaksanaan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Diterbitkannya Undang-
Undang No. 23. 1997, maka PP.51.1993 perlu penyesuaian, sehingga pada tanggal 7 Mei
1999, Pemerintah RI menerbitkan PP. No. 27 Tahun 1999 sebagai penyempurnaan PP. 51.
1993.

Efektif berlakunya PP. No. 27 Tahun 1999 mulai 7 November 2000 dan satu hal
penting yang diatur dalam PP No. 27 Tahun 1999 ini adalah pelimpahan hampir semua
kewenangan penilaian AMDAL kepada daerah. Selain itu, pada tiap periode pemerintahan
disinyalir terdapat suatu keharusan untuk membuat /menyelenggarakan suatu peraturan-
peraturan baru yang merupakan salah satu pertanda bahwa pada pemerintahan periode
tersebut mereka benar – benar bekerja dan perubahan peraturan pemerintah dianggap
menjadi salah satu cara untuk mempertanggung jawabkan kinerja mereka pada periode
tersebut.

Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat dari perbedaan jumlah pasal pada tiap
peraturan amdal yang sudah terbentuk, pada PP nomer 29 tahun 1986 terdapat 40 pasal, PP
nomer 51 1993 29 pasal, PP nomer 27 1999 42 pasal. Perbedaan jumlah pasal ini
dikarenakan terjadi penemuan/ pemikiran baru tentang amdal dan disesuaikan dengan
peraturan terdahulu. Dalam PP No.51 tahun 1993 merupakan hasil peraturan yang didasari
dari penyempurnaan PP No 29 tahun 1986.

Pemerintah mencabut PP No. 29 Tahun 1986 dan menggantikannya dengan PP No.


51 Tahun 1993 tentang AMDAL dalam rangka efektivitas dan efisiensi pelaksanaan
AMDAL.Karena pelaksanaan PP No. 29 Tahun 1986 mengalami beberapa hambatan yang
bersifat birokratis maupun metodologis.

Sedangkan perubahan PP No. 51 tahun 1993 lebih didasari oleh penyesuaian


pemerintah terhadap undang-undang No.23 tahun 1997. Perbedaan lain yang ditemukan
adalah pada PP No.29 tahun 1986 tidak diketemukan tentang penapisan berkala yang
digunakan sebagai kegiatan pantauan pada kegiatan / jenis usaha.

Sedangkan pada PP No 51 tahun 1999 penapisan berkala ini dilakukan disertai


dengan instansi pemerintah ataupun nonpemerintah yang memberikan ataupun melakukan
kegiatan penapisan tersebut. Dalam PP No. 27Tahun 1999 Pasal 2 Ayat 3 dinyatakan
terdapat tiga jenis pendekatan yaitu pendekatan studiterhadap usaha dan/atau kegiatan
tunggal (AMDAL Proyek Tunggal), terpadu (AMDALTerpadu) atau kegiatan dalam kawasan
(AMDAL Kawasan).

Sedangkan dalam PP No. 51 Tahun 1993 dijelaskan ada 4 jenis pendekatan studi
AMDALyang meliputi AMDAL Proyek Tunggal, AMDAL Kegiatan Terpadu, AMDAL Kawasan
danAMDAL Regional. Penjelasan ketiga jenis Amdal yang pertama hampir sama
denganpenjelasan pada PP No. 27 Tahun 1999, perbedaannya yaitu pada PP No. 27 Tahun
1999 katadampak penting telah disempurnakan menjadi dampak besar dan penting.
Sedangkan pada PP No. 29 tahun 1986 tidak dijumpai/ ditemukan pendekatan studi Amdal
oleh penulis.

AMDAL DAN EKONOMI KERAKYATAN

Dengan dilaksanakannya AMDAL yang sesuai dengan aturan, maka akan didapatkan
hasil yang optimal dan akan berpengaruh terhadap kebangkitan ekonomi. Kenapa demikian?
Dalam masa otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah menganut paradigma baru,
antara lain:
1. Sumber daya yang ada di daerah merupakan bagian dari sistem penyangga kehidupan
masyarakat, seterusnya masyarakat merupakan sumber daya pembangunan bagi daerah.
2. Kesejahteraan masyarakat merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan
dari kelestarian sumber daya yang ada di daerah.

Dengan demikian maka dalam rangka otonomi daerah, fungsi dan tugas pemerintah
daerah seyogyanya berpegang pada hal-hal tersebut dibawah ini:

1. Pemda menerima de-sentralisasi kewenangan dan kewajiban


2. Pemda meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
3. Pemda melaksanakan program ekonomi kerakyatan
4. Pemda menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya di daerah secara konsisten.
5. Pemda memberikan jaminan kepastian usaha
6. Pemda menetapkan sumberdaya di daerah sebagai sumberdaya kehidupan dan bukan
sumberdaya pendapatan
KEBERHASILAN IMPLEMENTASI AMDAL DI DAERAH

Sebagai syarat keberhasilan implementasi AMDAL di daerah adalah:

1. Melaksanakan peraturan/ perundang-undangan yang ada.


Sebelum pembuatan dokumen AMDAL pemrakarsa harus melaksanakan Keputusan
Kepala Bapedal 8 tahun/ 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi
dalam Proses AMDAL yaitu harus melaksanakan konsultasi masyarakat sebelum pembuatan
KA. Apabila konsultasi masyarakat berjalan dengan baik dan lancar, maka pelaksanaan
AMDAL serta implementasi RKL dan RPL akan berjalan dengan baik dan lancar pula.

Hal tersebut akan berimbas pada kondisi lingkungan baik lingkungan fisik/ kimia,
sosial-ekonomi-budaya yang kondusif sehingga masyarakat terbebas dari dampak negatip
dari kegiatan dan masyarakat akan sehat serta perekonomian akan bangkit.

2. Implementasi AMDAL secara profesional, transparan dan terpadu.


Apabila implementasi memang demikian maka implementasi RKL dan RKL akan baik
pula. Implementai AMDAL, RKL dan RPL yang optimal akan meminimalkan dampak negatip
dari kegiatan yang ada. Dengan demikian akan meningkatkan status kesehatan, penghasilan
masyarakat meningkat dan masyarakat akan sejahtera.

Selain itu pihak industri dan/atau kegiatan dan pihak pemrakarsa akan mendapatkan
keuntungan yaitu terbebas dari tuntutan hokum ( karena tidak mencemari lingkungan ) dan
terbebas pula dari tuntutan masyarakat ( karena masyarakat merasa tidak dirugikan ). Hal
tersebut akan lebih mudah untuk melakukan pendekatan sosial-ekonomi-budaya dengan
masyarakat di sekitar pabrik/ industri/ kegiatan berlangsung.
Gas – gas Rumah Kaca

Gas-gas Rumah Kaca atau Greenhouse Gases adalah gas-gas yang menyebabkan
terjadinya efek rumah kaca. Selain uap air (H2O) Siklus Air dan karbon dioksida (CO2),
terdapat gas rumah kaca lain di atmosfer, dan yang terpenting berkaitan dengan
pencemaran dan pemanasan global adalah metana (CH4), ozon (O3), dinitrogen oksida
(N2O), dan chlorofluoroc carbon (CFC) Perusakan Lapisan Ozon.
Gas Rumah Kaca dapat terbentuk secara alami maupun sebagai akibat pencemaran.
Gas Rumah Kaca di atmosfer menyerap sinar inframerah yang dipantulkan oleh bumi.
Peningkatan kadar gas rumah kaca akan meningkatkan efek rumah kaca yang dapat
menyebabkan terjadinya pemanasan global.

1 Uap Air

Uap air bersifat tidak terlihat dan harus dibedakan dari awan dan kabut yang terjadi
ketika uap membentuk butir-butir air Siklus Air. Sebenarnya uap air merupakan
penyumbang terbesar bagi efek rumah kaca.Jumlah uap air dalam atmosfer berada di luar
kendali manusia dan dipengaruhi terutama oleh suhu global. Jika bumi menjadi lebih
hangat, jumlah uap air di atmosfer akan meningkat karena naiknya laju penguapan. Ini
akan meningkatkan efek rumah kaca serta makin mendorong pemanasan global.
Karena jumlah uap air di atmosfer berada di luar kendali manusia (secara alami
keberadaan uap air sudah sangat banyak di atmosfer) maka peranan uap air dalam
peningkatan efek rumah kaca tidak akan dibahas lebih lanjut.

2 Karbon dioksida (CO2)

Karbon dioksida adalah gas rumah kaca terpenting penyebab pemanasan global yang
sedang ditimbun di atmosfer karena kegiatan manusia. Namun selain efek rumah kaca,
karbon dioksida juga memainkan peranan sangat penting untuk kehidupan tanaman.
Karbon dioksida diserap oleh tanaman dengan bantuan sinar matahari dan digunakan
untuk pertumbuhan tanaman dalam proses yang dikenal sebagai fotosintesis Energi.
Proses yang sama terjadi di lautan di mana karbon dioksida diserap oleh ganggang.

3 Metana (CH4)

Metana adalah gas rumah kaca lain yang terdapat secara alami. Metana dihasilkan
ketika jenis-jenis mikroorganisme tertentu menguraikan bahan organik pada kondisi
tanpa udara (anaerob).Gas ini juga dihasilkan secara alami pada saat pembusukan
biomassa di rawa-rawa sehingga disebut juga gas rawa.Metana mudah terbakar, dan
menghasilkan karbon dioksida sebagai hasil sampingan.Metana juga dihasilkan dalam
jumlah cukup banyak di tempat pembuangan sampah; sehingga menguntungkan bila
mengumpulkan metana sebagai bahan bakar bagi ketel uap untuk menghasilkan energi
listrik.Metana merupakan unsur utama dari gas bumi. Gas ini terdapat dalam jumlah
besar pada sumur minyak bumi atau gas bumi, juga terdapat kaitannya dengan batu bara
Energi.

4 Ozon (O3)

Ozon adalah gas rumah kaca yang terdapat secara alami di atmosfer (troposfer,
stratosfer) Perusakan Lapisan Ozon. Di troposfer, ozon merupakan zat pencemar hasil
sampingan yang terbentuk ketika sinar matahari bereaksi dengan gas buang kendaraan
bermotor.Ozon pada troposfer dapat mengganggu kesehatan manusia, hewan dan
tumbuh-tumbuhan.

Perusakan Lapisan Ozon.

 Dinitrogen oksida (N2O)

Dinitrogen oksida adalah juga gas rumah kaca yang terdapat secara alami.
Pemakaian pupuk nitrogen meningkatkan jumlah gas ini di atmosfer. Dinitrogen
oksida juga dihasilkan dalam jumlah kecil oleh pembakaran bahan bakar fosil
(minyak bumi, batu bara, gas bumi).
 Chloroflourocarbon (CFC)

Chlorofluorocarbon adalah sekelompok gas buatan. CFC mempunyai sifat-sifat,


misalnya tidak beracun, tidak mudah terbakar, dan amat stabil sehingga dapat
digunakan dalam berbagai peralatan dan mulai digunakan secara luas setelah
Perang Dunia II. Chlorofluorocarbon yang paling banyak digunakan mempunyai
nama dagang ‘Freon’. Dua jenis chlorofluorocarbon yang umum digunakan adalah
CFC R-11 dan CFC R-12. Zat-zat tersebut digunakan dalam proses mengembangkan
busa, di dalam peralatan pendingin ruangan dan lemari es selain juga sebagai
pelarut untuk membersihkan mikrochip.

Pengaruh Gas-gas Rumah Kaca terhadap Terjadinya Efek Rumah Kaca


Pengaruh masing-masing gas rumah kaca terhadap terjadinya efek rumah kaca
bergantung pada besarnya kadar gas rumah kaca di atmosfer, waktu tinggal di atmosfer dan
kemampuan penyerapan energi. Peningkatan kadar gas rumah kaca akan meningkatkan efek
rumah kaca yang dapat menyebabkan terjadinya pemanasan global.
Waktu tinggal gas rumah kaca di atmosfer juga mempengaruhi efektivitasnya dalam
menaikkan suhu. Makin panjang waktu tinggal gas di atmosfer, makin efektif pula
pengaruhnya terhadap kenaikan suhu.

Nilai-nilai waktu tinggal gas rumah kaca di dalam atmosfer


Kemampuan Gas-gas Rumah Kaca dalam penyerapan panas (sinar inframerah) seiring
dengan lamanya waktu tinggal di atmosfer dikenal sebagai GWP, Greenhouse Warming
Potential.GWP adalah suatu nilai relatif dimana karbon dioksida diberi nilai 1 sebagai
standar.

You might also like