You are on page 1of 60

PASIEN PRIBADI

DIARE AKUT DEHIDRASI RINGAN SEDANG +


PNEUMONIA

Disusun Oleh :
Alivia Febianita
161 0221 175

Diajukan Kepada :
dr. Fauzi, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PERSAHABATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ‘VETERAN’ JAKARTA

PERIODE 3 JULI – 9 SEPTEMBER 2017


LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
DIARE AKUT DEHIDRASI RINGAN SEDANG +
PNEUMONIA

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Ujian

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan Anak

RSUP PERSAHABATAN

Disusun oleh :

ALIVIA FEBIANITA

1610221175

Pembimbing

dr. Fauzi, Sp.A

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan Pasien
Pribadi “Diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang + Pneumoni Aspirasi” dengan baik.
Kasus ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik
Pendidikan Profesi Dokter di SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUP Persahabatan.

Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan rasa terima kasih


kepada dr. Fauzi, Sp.A selaku pembimbing Pasien Pribadi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Pasien Pribadi ini banyak


terdapat kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis
mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga
kasus Pasien Pribadi ini dapat bermanfaat bagi teman-teman dan semua pihak
yang berkepentingan bagi pengembangan ilmu kedokteran. Aamiin.

Jakarta, Oktober 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………………...i


KATA PENGANTAR ……………………………………………………..ii

DAFTAR ISI …………………………………............................iii

BAB I ILUSTRASI KASUS ……………………………………………………..1


BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………...22

II.1 Diare ……………………………………………………22


II.2 Pneumonia ……………………………………………….…...35
BAB III KESIMPULAN ……………………………………………………52

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………53

LAMPIRAN ……………………………………………………54

iii
BAB I
ILUSTRASI KASUS

I.1 IDENTITAS
No. RM : 02-31-0x-xx
Nama pasien : An. AM
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Duren Sawit, Jakarta Timur
Tanggal lahir/umur : 8 November 2016 / 8 Bulan
Masuk RSUP Persahabatan : 12 Oktober 2017, Pukul 22.10 WIB

I.2 ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 13 Oktober
2017 pukul 05.00 WIB di bangsal bougenvile bawah.
Keluhan Utama:
BAB cair lebih dari 10 kali sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS)

Keluhan Tambahan:
Demam, lemas, rewel, nafsu makan berkurang.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Dua hari sebelum masuk rumah sakit, pasien BAB mencret sebanyak 4 kali
dengan konsitensi cair, volume banyak, ampas (+) sedikit, warna kuning, darah
(-), lendir (-), buih/busa (-). Kemudian ibu pasien membawa pasien ke
puskesmas. Pasien didiagnosis mengalami diare dan diberi 2 macam obat, yaitu
amoxilyn dan obat puyer.
1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami demam sepanjang
hari, timbul mendadak, tidak disertai menggigil dan kejang. Suhunya tubuh
pasien pada saat itu tidak diukur oleh ibu pasien namun menurut ibu pasien tidak
terlalu hangat. Selain itu, pasien juga BAB mencret sebanyak 5 kali konsistensi

1
cair, ampas (+) tetapi lebih sedikit daripada 1 hari sebelumnya, darah (-), lendir
(-), buih/busa (-). Pasien masih mau menetek, minum susu dan makan buah
pisang yang digerus tetapi hanya 1 sendok makan. Muntah disangkal, batuk pilek
disangkal. Ibu pasien tetap memberi pasien obat yang didapat dari puskesmas,
tetapi menurut ibunya, keluhan pasien tidak berkurang dan semakin parah.
Lebih kurang 16 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien BAB mencret
sebanyak 10 kali, konsistensi cair, ampas (+) namun sangat sedikit, warna kuning
dan kadang-kadang hijau, darah (-), lendir (-), biuh/busa (-). Ibu pasien sempat
memberikan pasien air rebusan daun jambu dan perasan kunyit. Namun, pasien
masih tetap demam dan mencret. Selain itu, ibu pasien juga mengatakan bahwa
pasien terlihat lemas, matanya cekung, bibir agak kering, terlihat haus dan jika
pasien melihat air minum atau susu, pasien langsung ingin minum dengan lahap.
Air mata pasien ada pada saat menangis.
Selama sakit ini, BAK pasien jumlahnya lebih sedikit dibandingkan sebelum
pasien mengalami diare. Pasien juga mengalami penurunan berat badan sebanyak
0,7 kg. Menggigil, kejang, mimisan, gusi berdarah, ruam kulit disangkal.
Akhirnya pasien dibawa ke IGD RSUP Persahabatan sekitar pukul 21.00 WIB.
Pasien mendapatkan penanganan di IGD dan dipindahkan ke bangsal bougenvile
bawah sekitar jam 1 dini hari. Menurut ibu pasien, pasien hanya 1 kali BAB
mencret terhitung sejak pasien masuk ke bangsal hingga pukul 05.00 pagi.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat penyakit serupa : Pasien tidak pernah mengalami diare atau
muntaber sebelumnya.
 Riwayat kejang : disangkal
 Riwayat alergi /asma/atopi : disangkal
 Riwayat demam berdarah : disangkal

2
Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat keluhan serupa : Sepupu pasien yang berusia 10 bulan juga
mengalami diare seperti pasien sekitar 3 hari sebelum pasien mengalami BAB
mencret. Sepupu pasien BAB mencret konsistensi cair sebanyak 4 kali,
kemudian diberi obat diare dan membaik keesokan harinya.
 Riwayat alergi : Ibu pasien  alergi telur
 Riwayat asma/atopi : disangkal

Riwayat Sosial dan Lingkungan


Pasien adalah anak pertama (tunggal) dan tinggal bersama kedua orang
tuanya. Pasien tinggal di rumah kontrakan di lingkungan padat penduduk.
Menurut ibu pasien, higienitas dan sanitasi dilingkungan rumah kurang terjaga,
kelembaban cukup, pencahayaan cukup. Sumber air bersih dirumah pasien
berasal dari PAM. Dilingkungan sekitar rumah pasien atau tetangga pasien tidak
ada yang sedang sakit seperti pasien atau menderita penyakit tertentu.
Lebih kurang 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien bersama kedua
orang tuanya mudik ke Indramayu. Selama di Indramayu, pasien dan kedua
orang tuanya tinggal di Rumah nenek pasien bersama dengan tante, om dan
sepupu pasien yang berusia 10 bulan.
Higienitas dan sanitasi di lingkungan sekitar rumah nenek pasien di
Indramayu cukup terjaga. Sumber air bersih didapat dari sumur yang berada di
dekat rumah nenek pasien.
Pada hari Jumat (3 hari sebelum pasien mulai diare), sepupu pasien yang
tinggal serumah dengan pasien saat di Indramayu mengalami BAB mencret
sebanyak 4 x/hari.
Pasien dan kedua orangnya tinggal di Indramayu lebih kurang selama 2
minggu dan pada hari minggu (1 hari sebelum pasien mulai diare), pasien dan
kedua orang tuanya mudik ke Jakarta dengan menempuh perjalanan darat.

3
Riwayat Antenatal
• Pasien merupakan anak tunggal (P1 A0, Anak Hidup 1)
 Pemeriksaan antenatal : Ibu pasien rutin memeriksakan kehamilanya ke
bidan selama mengandung pasien.
 Selama hamil : Ibu pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan
tertentu selama mengandung pasien.
 Komplikasi antenatal : Tidak ada masalah kehamilan selama
mengandung pasien.
Kesimpulan: Riwayat antenatal baik

Riwayat Persalinan
 Jenis persalinan : Partus Spontan
 Usia kehamilan : 37 minggu
 Berat badan lahir : 3300 gram
 Panjang badan lahir : 48 cm
 Kelainan saat lahir : Tidak ada. Saat lahir pasien langsung menangis
spontan, warna kulit kemerahan.
Kesimpulan: Riwayat persalinan baik

4
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Sektor Fungsi Ranah Perkembangan Usia
Motorik Kasar  Tengkurap  4 Bulan
 Duduk  5/6 Bulan
 Merangkak  7/8 Bulan
 Berdiri dengan pegangan  8 Bulan
Motorik Halus  Menggenggam  3 Bulan
 Menunjuk benda  7 Bulan
Bahasa  Mengoceh (Babbling)  4 Bulan
Personal Sosial  Menatap muka  0 Bulan
 Tersenyum Spontan  0 Bulan
 Mengenali orang  4 Bulan
 Tepuk Tangan  8 Bulan

Kesimpulan : riwayat pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan anak usia 8


bulan.

5
Riwayat Makan
Umur ASI/ Susu Buah Bubur Nasi / Nasi
Formula Bubur Saset Tim
0-2 Bulan ASI - - -
2-4 Bulan ASI Buah pisang Bubur nasi 1/2 -
digerus mangkung bayi
4-5 Bulan  ASI Buah pisang Bubur nasi 1/2 -
 Susu Formula digerus mangkung bayi
5-6 Bulan  ASI  Buah pisang Bubur nasi 1/2 -
 Susu Formula digerus mangkung bayi
 Alpukat
 Pepaya
6-8 Bulan  ASI  Buah pisang  Bubur nasi 1/2 Nasi Tim
 Susu Formula digerus mangkung
 Alpukat bayi
 Pepaya  Bubur saset

Kesan : Tidak ASI Eksklusif

Riwayat Imunisasi
Vaksin Dasar
BCG √ (2)
DPT √ (2) √ (4) √ (6)
Hepatitis B √ (0) √ (1) √ (6)
Polio √ (0) √ (2) √ (4) √ (6)
Campak Belum di imunisasi

Kesan: imunisasi dasar belum lengkap sesuai PPI 2014.

6
I.3 PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 13 Oktober 2017 pukul 05.00 WIB di
bangsal Bougenvile bawah RSUP Persahabatan.
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital saat di IGD (12/07/2017) Tanda vital saat dibangsal (13/07/2017)
Suhu : 39,0OC Suhu : 37,0OC
HR : 135 x/menit HR : 130 x/menit
RR : 35 x/menit RR : 30 x/menit

SpO2 : 97% SpO2 : 98%

Klinis bermakna pada saat pemeriksaan fisik di IGD tanggal 12/07/2017 :


Keadaan umum : tampak rewel, cengeng
Status Hidrasi : mata cekung (+/+), bibir kering (+), Ubun-ubun besar cekung
(+), turgor kulit normal, air mata (+/+).

Data Antropometri
Berat badan : 8 kg
Tinggi badan : 68 cm

Status gizi
 BB/U : 0 > Z score > -2 → berat badan normal
 TB/U : 0 > Z score > -2 → perawakan normal
• BB/TB : 0 > Z score > -2 → gizi baik Kesan

Status Gizi : Gizi baik.

7
STATUS GENERALIS

Kepala : Ubun-ubun besar cekung (-).


Lingkar kepala 43,5 cm.
+2SD > Lingkar kepala > -2SD  Normocephal berdasarkan kurva
WHO Anak Laki-Laki.
Rambut : Hitam, tidak mudah rontok
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek pupil
direk (+/+), reflek pupil indirek (+/+), cekung (+/+).
Telinga : Bentuk normal, simetris, ottorae -/-.
Hidung : Napas cuping hidung (-/-), deformitas/septum deviasi (-/-), mukosa
hiperemis (-/-), secret (-/-)
Mulut : Mulut simetris, bibir sianosis (-), bibir kering (-), sariawan (-), faring
hiperemis (-), Tonsil T1/T1, lidah kotor (-), lidah tremor (+).
Leher : Trakea berada di tengah, tidak deviasi dan intak, tidak terdapat
pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening, JVP tidak
meningkat.
Thorax :
Cor :
Inspeksi : Tidak tampak ictus cordis
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : BJ S1 dan S2 regular, murmur (-), gallop (-).
Pulmo :
Inspeksi : Normochest, pergerakan simetris, retraksi (-)
Palpasi : Tidak dilakukan
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-),
ronkhi (-/-)

8
Abdomen :
Inspeksi : Dinding abdomen sedikit cembung, spider naevi (-), rose spot
(-), warna kulit sama dengan warna kulit sekitar, jaundice (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen
Palpasi : Dinding perut supel, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit
normal
Ekstremitas :
Atas : Edem (-/-), CRT (<2 dtk), Akral dingin (-/-), sianosis (-), turgor
kulit normal
Bawah : Edem (-/-), CRT(< 2 dtk), Akral dingin (-/-), sianosis (-), turgor kulit nomal
Genitalia :
Penis : bentuk normal, OUE (+) diujung penis, hipospasi/epispadi (-),
fimosis (-).
Skrotum : bentuk normal, testis palpable bilateral dalam skrotum (UDT -)
Anus : Perianal eritema (-)

Status Neurologis
Sikap Tubuh : Simetris.
Gerakan Abnormal : Tidak ada

Pemeriksaan Rangsang Meningeal :


Kaku kuduk : (-)
Kernig sign : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Brudzinsky III : (-)
Brudzinsky IV : (-)

9
I.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
Tanggal periksa : 12 Oktober 2017, pukul 22.19 WIB (di IGD RSP)
Darah Perifer Lengkap Nilai Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 12,4 g/dL 10.5-14.0
Hematokrit 38,7 % 32.0-42.0
6
Eritrosit 5.70 (H) 10 /uL 3.70-5.30
MCV 67,9 (L) fL 72.0-88.0
MCH 21,8 (L) pg 24.0-30.0
MCHC 32,0 g/dL 32.0-36.0

Trombosit 352 103/uL 150-400


3
Leukosit 8,77 10 /uL 6.00-14.00
-Basofil 0.1 % 0-1
-Eosinofil 0.0 % 1-3
-Neutrofil 67,0 % 52.0-76.0
-Limfosit 28,7 % 20-40
-Monosit 4,2 % 2-8
RDW-CV 14,8 <16.5
ELEKTROLIT
Natrium (Na) Darah 142 mEq/L 135-145
Kalium (K) Darah 3.60 mEq/L 3.50-5.00
Klorida (Cl) Darah 105.0 mEq/L 98.0-107.0
KIMIA KLINIK
Glukosa Sewaktu 138 mg/dL 70-200

10
Tanggal periksa : 13 Oktober 2017, pukul 10.13 WIB
Nama Test Hasil Unit Nilai Rujukan

Makroskopik
Warna Hijau
Konsistensi Lembek Lembek
Lendir Negatif Negatif
Darah Negatif Negatif
Pus Negatif Negatif
Mikroskopik
Leukosit 0–1 /LPB
Eritrosit 0–1 /LPB
Telur Cacing Negatif Negatif
Amoeba Negatif Negatif
Pencernaan
Lemak Negatif Negatif
Serat Tumbuhan Negatif Negatif
Serat Otot Negatif Negatif
Darah samar Feses Positif Negatif

11
Tanggal periksa : 13 Oktober 2017, pukul 10.13 WIB
Nama Test Nilai Satuan Nilai Normal

URINALISA
Urin Lengkap
Warna Kuning muda Kuning
Kejernihan Agak keruh Jernih
Sedimen
Leukosit 3–5 /LPB 0-5
Eritrosit 3–5 /LPB 0-2
Silinder
Negatif
Sel Epitel 1+

Kristal
Ca Oxalat 1+
Bakteria Negatif Negatif
Berat Jenis 1.020 1.005-1.030
pH 5.5 4.5-8.0
Albumin 2+ Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Darah/Hb Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen 3.4 umol/L 3.4-17.0
Nitrit Negatif Negatif
Leukosit esterase Negatif Negatif

12
I.5 DIAGNOSIS KERJA
Diare akut dehidrasi ringan sedang

I.6 PENATALAKSANAAN
Non-medikamentosa :
• Edukasi mengenai penyakit, penatalaksanaan, prognosis

Medikamentosa :
• KAEN 3B 19 tpm saat di IGD  maintenance 10 tpm makro
• Sanmol 4 x 1 cc
• Orezinc syrup 1 x 5 cc

I.7 PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Ad functionam : Ad bonam

1.8 FOLLOW UP
Tanggal 13 Juli 2017
S Pukul 10.30 WIB, pasien mengalami sesak nafas yang terjadi secara mendadak.
Sebelum sesak nafas, pasien menangis kemudian diberikan ASI oleh ibu pasien. Ibu
pasien menyusui pasien dalam posisi duduk dan pasien digendong dengan posisi
pasien telentang menghadap kearah payudara ibu. Ibu mengatakan bahwa pasien
sempat seperti tersedak dan batuk, kemudian tiba-tiba berhenti menetek dan terlihat
seperti sulit bernapas.

O Keadaan umum : tampak sakit berat


Kesadaran : somnolen

13
Tanda-Tanda Vital
HR : 156 x/menit RR : 50 x/menit Suhu : 36,5OC SPO2 : 85 % tanpa O2
Kepala : UUB datar
Mata : Konjungtiva pucat -/-, mata cekung -/-,
pupil isokor
Hidung : napas cuping hidung +/+, sekret -/-
Mulut : bibir kering (-), sianosis (+)
Thoraks : retraksi (+)
Cor : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : SDV +/+, Rh (+/+) apeks paru, Wh -/-
Abdom : BU (+) normal
Ekstre : akral dingin (-), sianosis, CRT >2 dtk, turgor kulit normal
Pasien beri O2 nasal kanul dan di suction

A  Diare aku dehidrasi ringan sedang (dalam perbaikan)


• Pneumonia

P TERAPI AWAL
• Airway : Suction lewat hidung  hasil suction; lendir banyak, susu sedikit.
• Breathing : O2 simple mask 4 Lpm
• Circulation : Loading RL 160 cc (2x)

• Pasang NGT  Dialirkan, puasa sementara


• Pemeriksaan Analisa Gas Darah dan elektrolit (Ca)
• Rencana Rontgen Thoraks AP Lateral setelah pasien stabil

14
TERAPI LANJUTAN
• O2 diturunkan secara perlahan (observasi kesadaran dan SpO2).

• Inj. Ampicilin 4 x 200 mg IV

• Inj. Kloramfenicol 4 x 150 mg IV

• Inhalasi ventolin (prn) dengan posisi dimiringkan.

Tanggal periksa : 13 Oktober 2017, pukul 11.56 WIB


Analisa Gas Darah Nilai Satuan Nilai Normal
pH 6.708 (L) 7.350-7.450
pCO2 96.10 (H) mmHg 35.00-45.00
pO2 209.50 (H) mmHg 75.00-100.00
HCO3 12.20 (L) mmol/L 21.00-25.00
Total CO2 15.20 (L) mmol/L 21.00-27.00
Base Excess -24.00 mmol/L -2.50 - +2.50
O2 Saturation 98.10 (H) % 95.00-98.00
Standard HCO3 7.8 (L) mmol/L 22.0-24.0
ELEKTROLIT
Kalsium (Ca) Darah 8.9 (L) mg/dL 9.0-11.0
Kesan : Gangguan campuran asidosis metabolik respiratorik

Tanggal Periksa : 13 Oktober 2017, pukul 19.31


Rontgen Thorax AP Lateral :
Kesan : cord dan pulmo normal

15
Tanggal 14 Oktober 2017, pukul 05.00 WIB
S BAB 1 x warna kuning, ampas (+), lembek jumlah sedikit, lendir (-), darah (-),
busa(-).
Sesak nafas (-), biru sekitar mulut (-) kejang disangkal.
Pasien sempat demam pada malam hari sekitar pukul 01.00 WIB, suhu tubuh saat
O
diukur mencapai 38 C.

O Keadaan umum : tampak sakit sedang


Kesadaran : compos mentis
Tanda-Tanda Vital

SPO2 : 98 % dengan O2
HR : 133 x/menit RR : 33 x/menit Suhu : 37,7OC
4 Lpm

Kepala : UUB datar


Mata : Konjungtiva pucat -/-, mata cekung -/-,
pupil isokor
Hidung : napas cuping hidung -/-, sekret -/-
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
Thoraks : retraksi (-)
Cor : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : SDV +/+, Rh (+/+) apeks paru, Wh -/-
Abdom : BU (+) normal
Ekstre : akral hangat, CRT <2 dtk, turgor kulit
normal
A  Diare akut dehidrasi ringan sedang (dalam perbaikan)
• Pneumonia
• Hipokalemi

16
P  O2 nasal canul 2 Lpm
• Inf. Kaen 3B + KCl 10 mEq 10 tpm

• Inj. Ampicilin 4 x 200 mg IV

• Inj. Kloramfenicol 4 x 150 mg IV

• Inj. Paracetamol 6 x 100 mg

• PO. Orezinc syr. 1 x 5 cc

• Inhalasi ventolin (prn) dengan posisi dimiringkan.

• Diet ASI

Tanggal periksa : 14 Oktober 2017, pukul 06.32 WIB


Analisa Gas Darah Nilai Satuan Nilai Normal
pH 7,477 (H) 7.350-7.450
pCO2 25.40 (L) mmHg 35.00-45.00
pO2 43.20 (L) mmHg 75.00-100.00
HCO3 19.00 (L) mmol/L 21.00-25.00
Total CO2 19.70 (L) mmol/L 21.00-27.00
Base Excess -4.80 (L) mmol/L -2.50 - +2.50
O2 Saturation 81.10 (L) % 95.00-98.00
Standard HCO3 21.3 (L) mmol/L 22.0-24.0
ELEKTROLIT
Natrium (Na) Darah 137 mEq/L 135-145
Kalium (K) Darah 2.80 (L) mEq/L 3.50-5.00
Klorida (Cl) Darah 103.0 mEq/L 98.0-107.0
Kesan : Alkalosis respiratorik terkompensasi

17
Tanggal periksa : 14 Oktober 2017, pukul 10.23 WIB
Darah Perifer Lengkap Nilai Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 11.6 g/dL 10.5-14.0
Hematokrit 33.1 % 32.0-42.0
6
Eritrosit 3.92 10 /uL 3.70-5.30
MCV 84.4 fL 72.0-88.0
MCH 29.6 pg 24.0-30.0
MCHC 35.0 g/dL 32.0-36.0

Trombosit 571 (H) 103/uL 150-400


3
Leukosit 23.19 (H) 10 /uL 6.00-14.00
-Basofil 0.1 % 0-1
-Eosinofil 0.0 % 1-3
-Neutrofil 75.1 % 52.0-76.0
-Limfosit 12.1 (L) % 20-40
-Monosit 12.7 (H) % 2-8
RDW-CV 13.7 <16.5

Tanggal 15 Oktober 2017, pukul 10.00 WIB


S BAB 2 x warna kuning, ampas (+), sudah agak padat, jumlah sedikit, lendir (-),
darah (-), busa(-).
Sesak nafas (-)
Demam disangkal.

O Keadaan umum : tampak sakit sedang


Kesadaran : compos mentis

Tanda-Tanda Vital
SPO2 : 98 % dengan O2
HR : 120 x/menit RR : 30 x/menit Suhu : 36,5OC
2 Lpm

18
Kepala : UUB datar
Mata : Konjungtiva pucat -/-, mata cekung -/-,
pupil isokor
Hidung : napas cuping hidung -/-, sekret -/-
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
Thoraks : retraksi (-)
Cor : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : SDV +/+, Rh (+/+) apeks paru, Wh -/-
Abdom : BU (+) normal
Ekstre : akral hangat, CRT <2 dtk, turgor kulit
normal
A  Diare akut dehidrasi ringan sedang (dalam perbaikan)
• Pneumonia
• Hipokalemia

P  O2 nasal canul 1 Lpm


• Inf. Kaen 3B + KCl 10 mEq 10 tp

• Inj. Ampicilin 4 x 200 mg IV

• Inj. Kloramfenicol 4 x 150 mg IV

• Inj. Paracetamol 6 x 100 mg

• PO. Orezinc 1 x 5 cc

• Inhalasi ventolin dengan posisi dimiringkan.

• Diet ASI

19
Tanggal periksa : 15 Oktober 2017, pukul 06.56 WIB
Darah Perifer Lengkap Nilai Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 10.3 (L) g/dL 10.5-14.0
Hematokrit 30.4 (L) % 32.0-42.0
6
Eritrosit 4.62 10 /uL 3.70-5.30
MCV 65.8 (L) fL 72.0-88.0
MCH 22.3 (L) pg 24.0-30.0
MCHC 33.9 g/dL 32.0-36.0

Trombosit 182 103/uL 150-400


3
Leukosit 7.26 10 /uL 6.00-14.00
-Basofil 0.1 % 0-1
-Eosinofil 1.2 % 1-3
-Neutrofil 40.7 (L) % 52.0-76.0
-Limfosit 49.2 (H) % 20-40
-Monosit 8.8 (H) % 2-8
RDW-CV 14.4 <16.5
ELEKTROLIT
Natrium (Na) Darah 129 (L) mEq/L 135-145
Kalium (K) Darah 4.20 mEq/L 3.50-5.00
Klorida (Cl) Darah 98.0 mEq/L 98.0-107.0

Tanggal 16 Oktober 2017, pukul 10.00 WIB


S BAB (-).
Sesak nafas (-)
Demam disangkal.

O Keadaan umum : tampak sakit sedang


Kesadaran : compos mentis

20
Tanda-Tanda Vital
SPO2 : 99 % dengan O2
HR : 130 x/menit RR : 30 x/menit Suhu : 37,4OC
1 Lpm

Kepala : UUB datar


Mata : Konjungtiva pucat -/-, mata cekung -/-,
pupil isokor
Hidung : napas cuping hidung -/-, sekret -/-
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
Thoraks : retraksi (-)
Cor : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : SDV +/+, Rh (-/-), Wh -/-
Abdom : BU (+) normal
Ekstre : akral hangat, CRT <2 dtk, turgor kulit
normal
A  Diare akut dehidrasi ringan sedang (dalam perbaikan)
• Pneumonia
• Hipokalemia

P  O2 nasal canul 1 Lpm


• Inf. Kaen 3B + KCl 10 mEq 10 tpm

• Inj. Ampicilin 4 x 200 mg IV

• Inj. Kloramfenicol 4 x 150 mg IV

• Inj. Paracetamol 6 x 100 mg

• PO. Orezinc 1 x 5 cc

• Inhalasi ventolin dengan posisi dimiringkan

• Diet ASI

21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Diare
II.1.1 Pendahuluan
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau
lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara
untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24
1
jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam.

II.1.2 Epidemiologi
Berdasarkan data WHO dan UNICEF, tahun 2013 diare merupakan penyebab
kematian nomor 2 pada balita. ada 2 miliar kasus diare setiap tahun, dan 1,9 juta
diantaranya adalah anak dibawah 5 tahun. 1 dari 9 anak meninggal akibat diare.
Sebanyak 2195 anak meninggal akibat diare di seluruh dunia. Sekitar 801.000 anak

meninggal akibat diare per tahun.2,3


Sekitar 88% kematian terkait diare disebabkan oleh air yang
tercemar/terkontaminasi, sanitasi dan kebersihan yang tidak memadai. Rotavirus
adalah penyebab utama diare akut dan menyebabkan sekitar 40% rawat inap diare

pada anak di bawah usia 5 tahun.4

Gambar 1. Penyebab Kematian Anak Terbanyak Di Dunia.4

22
II.1.3 Klasifikasi
a. Diare Akut
Diare akut adalah pasase tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih
5
banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare Kronik
5
Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
c. Diare Persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari yang merupakan
kelanjutan dari diare akut (peralihan antara diare akut dan kronik, dimana
5
lama diare kronik yang dianut yaitu yang berlangsung lebih dari 30 hari).

II.1.4 Etiologi
Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, etiologi
diare akut dibagi atas empat penyebab:
1. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus, Clostridium
perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas.
2. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus.
3. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli,
Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis.
4. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,

imunodefisiensi, kesulitan makan, dll.6

II.1.5 Faktor Risiko


Cara penularan diare melalui cara faecal–oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau tidak
langsung melalui lalat (melalui 5F= faeces,flies,food,fluid,finger).
7
Faktor resiko terjadinya diare adalah :
1. Faktor perilaku
2. Faktor lingkungan

23
Faktor perilaku antara lain:
a. Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan Makanan
Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak terhadap kuman
b. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit diare
karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu
c. Tidak menerapkan kebiasaaan cuci tangan pakai sabun sebelum memberi
ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah membersihkan BAB anak d.
Penyimpanan makanan yang tidak higienis

Faktor lingkungan antara lain:


a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan Mandi Cuci
Kakus (MCK)
b. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk
Disamping faktor risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari penderita yang
dapat meningkatkan kecenderungan untuk diare antara lain: kurang gizi/malnutrisi
terutama anak gizi buruk, penyakit imunodefisiensi/imunosupresi dan penderita

campak.7

II.1.6 Patofisiologi
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare
non inflamasi dan diare inflamasi. Diare inflamasi disebabkan invasi bakteri dan
sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai
lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai
nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi.
Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah,
serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear. Pada diare non inflamasi,
diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan volume
yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada
sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada

24
kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin
8
tidak ditemukan leukosit.
Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi
menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare
osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas
dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah
8
malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium.
Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang
berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang
dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak
rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin

vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik.8


Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus
halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri
atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel
8
disease (IBD) atau akibat radiasi.
Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu
tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma
usus iritabel atau diabetes melitus. Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu
mekanisme. Pada infeksi bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja
peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri
menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya
diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit
dalam feses. Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen
meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa,
invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat
menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan

mukosa usus.8

25
II.1.7 Manifestasi Klinis
Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair
dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi
kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet
karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin
banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus
selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan
asam-basa dan elektrolit. Bila penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit,
maka gejala dehidrasi makin tampak. Berat badan menurun, turgor kulit berkurang,
mata dan ubun-ubun membesar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta
7
kulit tampak kering.

Tabel 1. Klasifikasi tingkat dehidrasi anak dengan diare.9

26
II.1.8 Diagnosis
a. Anamnesis
Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung
penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15 hari.
Diare karena penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering
berhubungan dengan malabsorpsi dan dehidrasi sering didapatkan. Diare karena
kelainan kolon seringkali berhubungan dengan tinja berjumlah kecil tetapi sering,
bercampur darah dan ada sensasi ingin ke belakang. Pasien dengan diare akut infektif
datang dengan keluhan khas, yaitu mual, muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja
yang sering, malabsorptif, atau berdarah tergantung bakteri patogen yang spesifik.
Secara umum, pathogen usus halus tidak invasif, dan patogen ileokolon lebih
mengarah ke invasif. Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya makanan

mengarahkan kita pada keracunan makanan karena toksin yang dihasilkan.6


b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-
tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-
tanda tambahan lainnya: ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau

tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.1
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising
usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas
perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang
1
terjadi.
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: obyektif
yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subyektif
dengan menggunakan criteria WHO, Skor Maurice King, dan lain-lain.1
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umumnya tidak diperlukan,
Hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan, misalnya penyebab dasarnya tidak
diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan

27
dehidrasi berat. Pemeriksaan tinja baik makroskopik maupun mikroskopik dapat
1
dilakukan untuk menentukan diagnosa yang pasti.

II.1.9 Tatalaksana
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan
Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya
cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare
7
juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS DIARE yaitu:
1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. Teruskan pemberian ASI dan Makanan
4. Antibiotik Selektif
5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh

1. Rehidrasi dengan oralit


Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga
dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan
rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di
pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat
mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi
penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum
harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui
7
infus. Pemberian oralit didasarkan pada derajat dehidrasi. Ketentuan pemberian
7
oralit formula baru:
a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru
b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang, untuk persediaan
24 jam.

28
c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan
sebagai berikut:
⇒ Untuk anak berumur < 2 tahun : berikan 50-100 ml tiap kali BAB
⇒ Untuk anak 2 tahun atau lebih : berikan 100-200 ml tiap BAB
d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan
harus dibuang.

2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut


Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan
nafsu makan anak. Penggunaan zinc ini memang popular beberapa tahun terakhir
karena memiliki evidence based yang bagus. Beberapa penelitian telah
membuktikannya. Pemberian zinc yang dilakukan di awal masa diare selama 10 hari
ke depan secara signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien. Lebih
lanjut, ditemukan bahwa pemberian zinc pada pasien anak penderita kolera dapat
menurunkan durasi dan jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan.
Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada
efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan
terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada
diare dapat meningkatkan aborpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan
kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan
meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan patogen dari usus.
Pengobatan dengan zinc cocok diterapkan di negara-negara berkembang seperti
Indonesia yang memiliki banyak masalah terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh
karena tingkat kesejahteraan yang rendah dan daya imunitas yang kurang memadai.
Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan volume buang air besar sehingga

dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak.10


Dosis zinc untuk anak-anak:
⇒ Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari
⇒ Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari

29
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh
dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau
oralit. Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam
air matang atau oralit.

3. Pemberian ASI dan Makanan


Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering di beri
ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak
usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus
diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih
sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu

untuk membantu pemulihan berat badan.7

4. Pemberian antibiotika hanya atas indikasi


Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare
pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada
7
penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.
Obat-obatan anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita
diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak dianjurkan kecuali
muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status
gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang berbahaya dan
bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh
7
parasit (amuba, giardia).

5. Nasihat pada ibu atau pengasuh


Orang tua atau pengasuh diminta kembali segera jika demam, tinja
berdarah,berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau

30
belum membaik dalam 3 hari. Orang tua dan pengasuh diajarkan cara menyiapkan
5
oralit secara benar.
5
Langkah promotif/preventif :
1. ASI tetap diberikan
2. Kebersihan perorangan,cuci tangan sebelum makan
3. Kebersihan lingkungan, buang air besar di jamban
4. Imunisasi campak
5. Memberikan makanan penyapihan yang benar
6. Penyediaan air minum yang bersih
7. Selalu memasak makanan

31
Tabel 2. Rencana Terapi C.9

32
Tabel 3. Rencana Terapi B.9

33
Tabel 4. Rencana Terapi A.9

34
II.1.10 Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,
terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan
cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan
elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok
hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular
Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini
dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak

tercapai rehidrasi yang optimal.5

II.1.11 Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan
terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik
dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit,
5
morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia.

II.2 Pneumonia
II.2.1 Definisi
Pneumonia merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang
disebabkan oleh aspirasi benda asing baik yang berasal dari dalam tubuh maupun di

luar tubuh penderita.10

II.2.2 Mortalitas Dan Morbiditas


Mortalitas dan morbiditas pneumonia sangatlah bervariasi, mulai dari infeksi
kronik berlanjut ke sepsis dan acute respiratory distress syndrome sebagai penyebab
kematian yang cepat. Gejala-gejala tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi penderita
saat sehat, kuantitas dan kualitas bahan yang dihirup. Bahan aspirat

35
yang masuk ke jalan nafas, mengakibatkan obstruksi, infeksi dan kerusakan parenkim
paru oleh zat yang bersifat kimia. Serta terjadinya perubahan PH dalam lingkungan
menjadi < 2,5 membuat kerusakan hebat, termasuk perdarahan trakeo-bronkial serta
pulmonary odem. Aspirasi yang masif dari isi lambung bisa menjadikan kelainan
yang diffuse dan bilateral. Infeksi yang sering terjadi adalah karena kuman flora
normal mulut, terutama dari penderita yang hygiene oro-periodontal yang jelek. Pada
penderita yang lama terpasang intubasi endo-trakeal sering terjadi infeksi kuman
gram negatif, sehingga timbul pneumonia, abses dan empiema. Apabila bahan aspirat
besar dan padat, dapat menyebabkan obstruksi bronkus, atelektasis lobar atau
segmental. Namun apabila bahan aspirat kecil, akan terjadi reaksi peradangan akut,

dan dapat menimbulkan gambaran granuloma kronik dan jaringan parut.10

II.2.3 Etiologi
Terdapat 3 macam penyebab sindroma pneumonia aspirasi, yaitu aspirasi asam
lambung yang menyebabkan pneumonia kimiawi, aspirasi bakteri dari oral dan
oropharingeal menyebabkan pneumonia bakterial, Aspirasi minyak, seperti mineral
oil atau vegetable oil dapat menyebabkan exogenous lipoid pneumonia. Apirasi benda
asing merupakan kegawatdaruratan paru dan pada beberapa kasus merupakan faktor
10,11
predisposisi pneumonia bakterial.
Infeksi terjadi secara endogen oleh kuman orofaring yang biasanya
polimikrobial namun jenisnya tergantung kepada lokasi, tempat terjadinya, yaitu di
komunitas atau di RS. Pada PAK, kuman patogen terutama berupa kuman anaerob
obligat (41-46%) yang terdapat di sekitar gigi dan dikeluarkan melalui ludah,
misalnya Peptococcus yang juga dapat disertai Klebsiella pnemoniae dan
Stafilococcus, atau fusobacterium nucleatum, Bacteriodes melaninogenicus, dan
Peptostreptococcus. Pada PAN pasien di RS kumannya berasal dari kolonisasi kuman
anaerob fakultatif, batang Gram negatif, pseudomonas, proteus, serratia, dan S.
10,12
aureus di samping bisa juga disertai oleh kuman ananerob obligat di atas.

36
II.2.4 Patofisiologi
Aspirasi merupakan hal yang dapat terjadi pada setiap orang. Di sini terdapat
peranan aksi mukosilier dan makrofag alveoler dalam pembersihan material yang
teraspirasi. Terdapat 3 faktor determinan yang berperan dalam pneumonia aspirasi,
13
yaitu sifat material yang teraspirasi, volume aspirasi, serta faktor defensif host.
Perubahan patologis pada saluran napas pada umumnya tidak dapat dibedakan
antara berbagai penyebab pneumonia, hampir semua kasus gangguan terjadi pada
parenkim disertai bronkiolitis dan gangguan interstisial. Perubahan patologis meliputi
kerusakan epitel, pembentukan mukus dan akhirnya terjadi penyumbatan bronkus.
Selanjutnya terjadi infiltrasi sel radang peribronkial (peribronkiolitis) dan terjadi
infeksi baik pada jaringan interstisial, duktus alveolaris maupun dinding alveolus,
dapat pula disertai pembentukan membran hialin dan perdarahan intra alveolar.

Gangguan paru dapat berupa restriksi, difusi dan perfusi.13


Pneumonia mengarah kepada konsekuensi patologis akibat secret orofaringeal,
nanah, atau isi lambung yang masuk ke saluran napas bagian bawah. Kebanyakan
individu mengaspirasi sedikit secret orofaringeal selama tidur, dan secret tersebut

akan dibersihkan secara normal.13

Faktor predisposisi terjadinya aspirasi berulangkali adalah:10


• Penurunan kesadaran yang mengganggu proses penutupan glottis, reflex batuk
(kejang, stroke, pembiusan, cedera kepala, tumor otak)
• Disfagia sekunder akibat penyakit esophagus atau saraf (kanker nasofaring,
scleroderma)
• Kerusakan sfingter esophagus oleh selang nasogastrik. Juga peran jumlah
bahan aspirasi, hygiene gigi yang tidak baik, dan gangguan mekanisme klirens
saluran napas.

37
Partikel kecil dari mulut yang masuk ke saluran nafas, kemudian akan timbul
suatu mekanisme pertahanan normal tubuh sebelum masuk ke paru berupa batuk.
Namun jika partikel tersebut tidak bisa dikeluarkan, dapat menyebabkan peradangan
atau infeksi yang dapat menyebabkan pneumonia. Pada orang yang lemah, keracunan
alkohol/obat atau dalam kondisi tidak sadar karena pengaruh obat bius atau karena
kondisi kesehatannya, memiliki resiko untuk menderita pneumonia jenis ini. Bahkan
pada orang normal yang menghirup sejumlah besar bahan makanan yang
13
dimuntahkannya, bisa menderita pneumonia aspirasi.
Bahan yang terhirup dapat menyumbat saluran trakeo-bronkial, mulai dari
glottis sampai bronkus distal, tergantung posisi penderita pada saat terjadi aspirasi.
Tempat benda asing berhenti di paru dapat terjadi di beberapa lokasi. Bila saat miring
ke kanan, benda asing tersebut akan menimbulkan proses di lobus paru kanan bawah.
Bila dalam posisi supine, benda asing dapat terakumulasi pada lobus paru atas, dan
13
yang paling sering pada segment posterior lobus atas.
Aspirasi mikroorganisme patologik yang berkoloni pada orofaring adalah cara
infeksi saluran pernapasan bagian bawah yang paling sering dan menyebabkan
pneumonia bakteri. Pneumonia anaerobik disebabkan oleh aspirasi sekret orofaringeal
yang terdiri dari mikroorganisme anaerob seperti Bacteroides, Fusobacterium,
Peptococcus, dan Peptostreptococcus yang merupakan spesies yang paling sering
ditemukan diantara pasien-pasien dengan kebersihan gigi yang buruk. Awitan gejala
biasanya terjadi secara perlahan-lahan selama 1 hingga 2 minggu, dengan demam,
penurunan berat badan, anemia, leukositosis, dispnea, dan batuk disertai produksi
sputum berbau busuk. Abses-abses paru yang terbentuk pada parenkim paru dapat
rusak, dan empiema dapat timbul seperti mikroba-mikroba yang berjalan ke
permukaan pleura. Kebanyakan abses-abses tersebut terbentuk pada paru kanan
bagian posterior dan segmen basilar bronkopulmonal akibat gaya gravitasi karena

banyak cabang yang langsung menuju cabang bronkus utama kanan.13


Aspirasi isi lambung secara bersama dengan adanya partikel, menyebabkan
terjadi fokus peradangan dan reaksi tubuh terhadap benda asing dengan kerusakan
jaringan secara menyeluruh akibat asam. Partikel dan asam lambung bekerja sama

38
secara sinergis menyebabkan kebocoran kapiler alveolar. Isi lambung tidak steril
sehingga aspirasi yang terjadi dapat disertai bakteri. 60% sampai 100% terdiri dari
kuman anaerob. Gabungan kuman aerob dan anaerob sering dijumpai pada aspirasi
13
yang terjadi di Rumah sakit.
Sindrom aspirasi lain berkaitan dengan bahan yang diaspirasi (biasanya
makanan) atau cairan bukan asam (misalnya karena hampir tenggelam atau saat
pemberian makanan) yang menyebabkan obstruksi mekanik. Bila cairan teraspirasi,
trakea harus segera diisap untuk menghilangkan obstruksinya. Bila yang diaspirasi
adalah bahan padat, maka gejala yang terlihat akan bergantung pada ukuran bahan
tersebut dan lokasinya dalam saluran pernapasan. Jika bahan tersebut tersangkut
dalam bagian atas trakea, akan menyebabkan obstruksi total, apnea, aphonia, dan
dapat terjadi kematian cepat. Jika bahan tersangkut pada bagian saluran pernapasan
yang kecil, tanda dan gejala yang timbul dapat berupa batuk kronik dan infeksi

berulang.13

II.2.5 Gejala Klinis


Manifestasi klinis sangat bervariasi, seperti asma bronkiale dengan gejala
obstruksi bronkus, seperti dyspneu, wheezing, ronki, pulmonary edem, tachycardia,
hemorhagic trachea-bronkitis, hipotensi, oksigen rendah, sampai pada cardiac arrest.
Apabila bahan aspiratnya besar, menutup saluran nafas besar, akan terdengar stridor,
wheezing, serta tanda-tanda hipoksia dan atelektasis. Gejala lain yang nampak berupa
demam, dahak kemerahan, kulit yang kebiruan oleh karena darah yang kurang

oksigenasi (sianosis), nyeri dada, mialgia serta kelemahan umum.10,13


Pada pemeriksaan fisik didapatkan badan panas, dinding dada tampak
asimetris, tertinggal gerakan pada sisi yang sakit, fremitus raba menurun pada sisi
yang sakit, suara nafas vesiculer/bronkial menurun, suara tambahan egophoni atau

whispered pectorilogue.10,13

39
II.2.6 Diagnosis
Pasien dengan gejala pneumonia memerlukan evaluasi medis. Pemeriksaan fisik
oleh tenaga kesehatan menunjukkan adanya peningkatan suhu tubuh, peningkatan laju
pernapasan (tachypnea), penurunan tekanan darah (hipotensi) , denyut jantung yang
cepat (takikardi) dan rendahnya saturasi oksigen, yang merupakan jumlah oksigen di
dalam darah yang indikasikan oleh oksimetri atau analisis gas darah. Orang dengan
kesulitan bernapas, yang bingung, atau memiliki sianosis memerlukan perhatian

segera.13
Pemeriksaan fisik tergantung pada luas lesi di paru. Pada pemeriksaan terlihat
bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, fremitus raba meningkat disisi yang
sakit. Pada perkusi ditemukan redup, pernapasan bronkial, ronki basah halus, egofoni,
bronkofoni, “whispered pectoriloquy”. Kadang- kadang terdengar bising gesek pleura
13
(pleural friction rub).

II.2.7 Pemeriksaan penunjang


a. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan yang penting untuk pneumonia pada keadaan yang tidak jelas
adalah foto polos dada. Foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang
utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat
sampai konsolidasi dengan “air bronchogram”, penyebaran bronkogenik dan
interstitial dengan atau tanpa disertai gambaran kaviti pada segmen paru yang
terinfeksi. Gambaran lusen disertai dengan infiltrat menunjukkan nekrotik
pneumonia. Air fluid level mengindikasikan abses paru atau fistula bronkopleura.
Sudut costofrenicus yang blunting dan meniscus yang positif menunjukkan para
12
pneumonic pleural effusion.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap menunjukkan jumlah leukosit yang meningkat

(lebih dari 10.000/mm3, kadang- kadang mencapai 30.000/mm3), yang


mengindikasikan adanya infeksi atau inflamasi. Tapi pada 20% penderita tidak
terdapat leukositosis. Hitung jenis leukosit “shift to the left”. LED selalu naik.

40
Billirubin direct atau indirect dapat meningkat, oleh karena pemecahan dari sel darah
merah yang terkumpul dalam alveoli dan disfungsi dari hepar oleh karena hipoksia.
Untuk menentukan diagnosa etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan
serologi. Analisis gas darah menunjukan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium
11
lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

II.2.8 Penatalaksanaan
Pasien dibaringkan setengah duduk. Pada pasien dengan disfagi dan atau
gangguan reflex menelan perlu dipasang selang nasogastrik. Bila cairan teraspirasi,
trakea harus segera diisap untuk menghilangkan obstruksinya. Lakukan manuver
Heimlich untuk mengeluarkan aspirasi bahan padat, bila bahan yang teraspirasi
tidak dapat dikeluarkan segera lakukan trakeotomi (krikotirotomi). Pengeluaran
bahan yang tersangkut, biasanya dilakukan dengan bronkoskopi. Berikan oksigen
nasal atau masker, bila ada tanda gagal napas berikan bantuan ventilasi mekanik.
Bisa dilakukan pengisapan orofaring dan trakea untuk membersihkan saluran

pernafasan dan mengeluarkan benda yang terhirup.10


Antibiotika harus diberikan pada pneumonia aspirasi. Pemilihan antibiotika
harus dipikirkan terjadinya aspirasi pneumonia merupakan kejadian nosokomial
atau community. Sering dipakai kombinasi antibiotik untuk kuman gram positif
dan gram negatif. Pemberian antibiotika diberikan secara empirik. Untuk kuman
anaerob tidak diberikan antibiotik selama tidak didapatkan tanda abses paru atau

gambaran pneumonia necrotizing pada pemeriksaan foto dada atau CT-scan.10


Pneumonia aspirasi (PA) dengan tipe yang didapat di masyarakat diberikan
penisilin atau sefalosporin generasi ke 3, ataupun klindamisin 600 mg iv/ 8 jam
bila penisilin tidak mempan atau alergi terhadap penisilin. Bila PA didapatkan di
rumah sakit diberikan antibiotika spectrum luas terhadap kuman aerob dan
anaerob, misalnya aminoglikosida dikombinasikan dengan sefalosporin generasi
ke 3 atau 4, atau klindamisin. Perlu dipertimbangkan pola dan resistensi kuman di
rumah sakit bersangkutan. Dilakukan evaluasi hasil terapi dan resolusi terhadap

41
terapi berdasarkan gambaran klinis bakteriologis untuk memutuskan penggantian
10
atau penyesuaian antibiotic (AB).
Tidak ada patokan pasti lamanya terapi. Antibiotik perlu diteruskan hingga
kondisi pasien baik, gambaran radiologis bersih atau stabil selama 2 minggu.

Biasanya diperlukan terapi 3-6 minggu.10

II.2.9 Komplikasi
a. Gagal nafas dan sirkulasi
Efek pneumonia terhadap paru-paru pada orang yang menderita pneumonia sering
kesulitan bernafas,dan itu tidak mungkin bagi mereka untuk tetap cukup bernafas
tanpa bantuan agar tetap hidup. Bantuan pernapasan non-invasif yang dapat
membantu seperti mesin untuk jalan nafas dengan bilevel tekanan positif, dalam
kasus lain pemasangan endotracheal tube kalau perlu dan ventilator dapat digunakan
untuk membantu pernafasan. Pneumonia dapat menyebabkan gagal nafas oleh
pencetus akut respiratory distress syndrome(ARDS). Hasil dari gabungan infeksi dan
respon inflamasi dalam paru-paru segera diisi cairan dan menjadi sangat kental,
kekentalan ini menyatu dengan keras menyebabkan kesulitan penyaringan udara
13
untuk cairan alveoli,harus membuat ventilasi mekanik yang dibutuhkan.
b. Syok sepsis dan septik
Merupakan komplikasi potensial dari pneumonia. Sepsis terjadi karena
mikroorganisme masuk ke aliran darah dan respon sistem imun melalui sekresi
sitokin. Sepsis seringkali terjadi pada pneumonia karena bakteri; streptoccocus
pneumonia merupakan salah satu penyebabnya. Individu dengan sepsis atau septik
membutuhkan unit perawatan intensif di rumah sakit. Mereka membutuhkan cairan
infus dan obat-obatan untuk membantu mempertahankan tekanan darah agar tidak
turun sampai rendah. Sepsis dapat menyebabkan kerusakan hati,ginjal,dan jantung

diantara masalah lain dan sering menyebabkan kematian.13


c. Effusi pleura,empyema dan abses
Ada kalanya infeksi mikroorganisme pada paru-paru akan menyebabkan
bertambahnya (effusi pleura) cairan dalam ruang yang mengelilingi paru (rongga

42
pleura). Jika mikroorganisme itu sendiri ada di rongga pleura, kumpulan cairan ini
disebut empyema. Bila cairan pleura ada pada orang dengan pneumonia, cairan ini
sering diambil dengan jarum (toracentesis) dan diperiksa, tergantung dari hasil
pemeriksaan ini. Pada kasus empyema berat perlu tindakan pembedahan. Jika cairan
tidak dapat dikeluarkan, mungkin infeksi berlangsung lama, karena antibiotik tidak
menembus dengan baik ke dalam rongga pleura. Abses pada paru biasanya dapat
dilihat dengan foto thorax dengan sinar x atau CT scan. Abses-abses khas terjadi pada
pneumonia aspirasi dan sering mengandung beberapa tipe bakteri. Biasanya antibiotik
cukup untuk pengobatan abses pada paru,tetapi kadang abses harus dikeluarkan oleh
13
ahli bedah atau ahli radiologi.

II.2.10 Prognosis
Angka mortalitas PAK adalah sebesar 5% yang meningkat menjadi 20%
pada PAN.Angka mortalitas pneumonia aspirasi yang tidak disertai komplikasi
adalah sebesar 5%, sedangkan pada aspirsai masif dengan atau tanpa disertai
sindrom Mendelson mencapai 70%. Angka mortalitas aspirasi pneumonia disertai

empyema sebesar 20%.10,11

11
II.2.11 Pencegahan
• Pada pasien yang memiliki disfungsi menelan untuk menghindari
aspirasi asam lambung, diperlukan teknik kompensasi untuk mengurangi
aspirasi dengan diet lunak dan takaran yang lebih sedikit
• Posisikan kepala 45º dari bed tempat tidur pada pasien berisiko untuk
terjadinya aspirasi.
• Pasang NGT pada pasien dengan disfagia.
• Puasa 6-8 jam sebelum operasi elektif agar perut kosong sebelum
operasi berlangsung.

43
BAB III
PEMBAHASAN

III.1 Diagnosis Diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang


III.1.1 Anamnesis
Dari anamnesis diketahui bahwa pasien mengalami BAB cair > 3 kali perhari
yang menunjukkan bahwa pasien menderita diare. Berdasarkan onsetnya, diare dapat
dibedakan menjadi 3 macam, yaitu diare akut (<14 hari), kronik (>14 hari) dan
persisten. Diare yang dialami pasien tergolong akut karena terjadi sejak 2 hari SMRS.
BAB pasien memiliki konsistensi cair/sangat lembek, ampas sedikit,
lendir/darah/buih/bau khas disangkal, oleh karena itu, secara klinis diare yang dialami
pasien termasuk diare cair (watery diarrhea). Diare yang dialami pasien dalam kasus
ini bisa disebabkan oleh infeksi (seperti infeksi virus, bakteri, parasite) maupun non-
infeksi (seperti keracunan makan atau malabsorbsi). Untuk memastikan etiologinya,
maka harus dilakukan pemeriksaan penunjang.
1 hari SMRS, pasien mengalami demam sepanjang hari, timbul mendadak,
namun tidak terlalu tinggi menurut ibu pasien. Selain itu, nafsu makan pasien juga
berkurang. Keluhan tersebut merupakan gejala prodromal penyakit infeksi akut.
Demam yang dialami pasien juga bisa disebabkan oleh dehidrasi yang dialami pasien
akibat diare.
Menurut ibu pasien, pasien terlihat lemas, mata cekung, bibir agak kering,
pasien terlihat haus dan masih mau minum, serta terjadi penurunan berat badan pasien
setelah pasien sakit selama 2 hari tersebut. Hal tersebut juga bisa disebabkan oleh
dehidrasi yang dialami pasien. Untuk memastikan derajat dehidrasi pasien, maka
harus dilakukan pemeriksaan fisik yang nyata.
Dari anamnesis diketahui bahwa terdapat beberapa faktor risiko terjadinya diare
pada pasien, yaitu :
• Adanya kontak dengan penderita diare
Sepupu pasien berusia 10 bulan yang tinggal serumah dengan pasien
mengalami diare 3 hari sebelum pasien mengalami diare. Menurut ibu pasien, pasien

44
mengkonsusmi makan yang sama dengan makanan yang dikonsumsi oleh sepupunya
tersebut, yaitu bubur yang dibeli diwarung dan bubur sachet. Oleh karena itu,
kemungkinan pasien tertular secara fecal-oral melalui makanan yang terkontaminasi
dengan pathogen atau karena adanya kontak langsung dengan tangan penderita diare,
yaitu sepupu pasien.
• Usia pasien 8 bulan
Diare banyak terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Hal ini berhubugan
dengan sistem pertahanan saluran cerna bayi atau anak yang masih imatur. Selain itu,
pada bayi, produksi beberapa enzim pencernaa belum berkembang secara sempurna,
misalnya lipase yang diproduksi oleh pancreas. Kemungkinan hal inilah yang
menyebabkan terjadinya malabsorbsi lemak pada pasien, sehingga bisa ikut
menyebabkan atau memperparah diare yang dialami pasien.
• Tidak mendapat ASI eksklusif  kurangnya sistem kekebalan tubuh aktif
• Pemberian MP-ASI yang terlalu dini
Pemberian MP-ASI yang terlalu dini meningkatkan risiko terpaparnya pasien
dengan makanan yang terkontaminasi dengan pathogen yang bisa menyebabkan
terjadinya diare pada pasien.
• Faktor lingkungan  sumber air bersih yang pasien gunakan berasal dari sumur.

III.1.2 Pemeriksaan Fisik


Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik di IGD pada tanggal 12 Oktober 2017
pukul  22.10 , diketahui bahwa terdapat tanda-tanda dehidrasi pada saat pasien
pertama kali masuk rs, yaitu keadaan umum tampak rewel, cengeng, mata cekung,
ubun-ubun cekung, bibir kering dan denyut nadi 126 x/menit. Turgor kulit baik.

45
Berdasarkan Skor dehidrasi WHO dan klasifikasi derajat dehidrasi pada pasien
diare menurut Kemenkes RI, pasien ini mengalami dehidrasi ringan-sedang.
Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik dibangsal bougenvile bawah tanggal 13
Oktober 2017 pukul 05.00 WIB, diketahui bahwa keadaan umum pasien tampak sakit
sedang (tidak rewel dan sedang tidak menangis), mata cekung, bibir basah, ubun-
ubun besar datar, turgor kulit baik dan denyut nadi 130 x/menit. Hal ini menunjukkan
bahwa status hidrasi pasien mulai membaik dan berdasarkan skor dehidrasi WHO,
status hidrasi pasien termasuk dalam kategori tanpa dehidrasi.

III.1.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium darah, ditemukan jumlah leukosit dan hitung
jenisnya dalam batas normal, hal ini memperkuat kemungkinan bahwa diare yang
terjadi pada pasien disebabkan oleh infeksi virus atau karena penyebab non-infeksi
seperti malabsorbsi makanan. Kadar Natrium dan Kalium darah yang normal
menunjukkan bahwa kemungkinan mekanisme diare yang terjadi pada pasien adalah
mekanisme osmotik (diare osmotik). Sedangkan hiperkloremia yang terjadi pada
pasien bisa terjadi karena adanya mekanisme kompensasi asidosis metabolik yang
mungkin terjadi pada pasien. Sekresi gastrointestinal secara normal mengandung
sejumlah besar bikarbonat, sehingga jika terjadi diare, bikarbonat dalam tubuh bisa
menurun karena terbuang bersama feses. Oleh karena itu, pasien diare berisiko unutk
mengalami asidosis metabolik baik ringan atau berat.
Pada pemeriksaan feses lengkap diketahui bahwa feses bewarna hijau. Hal ini
bisa disebabkan oleh infeksi pada usus atau karena feses lama kelamaan bercampur
dengan sekret empedu.

46
Darah samar positif menunjukkan adanya darah dalam feses. Dalam kasus ini,
darah dalam feses tidak terdeteksi dengan pemeriksaan makroskopik feses dan pada
pemeriksaan mikroskopik hanya ditemukan 0-1 eritrosit / lapang pandang besar. Oleh
karena itu, darah samar positif dalam kasus ini kemungkinan karena adanya mirkolesi
pada anus pasien akibat BAB yang terjadi berulang kali.

III.2 Tatalaksana Diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang


III.2.1 Inf. Kaen 3 B 19 tpm  maintenance 10 tpm makro
Untuk rehidrasi parenteral.
Komposisi kaen 3 B :
 Na 50 mEq/L
 K 20 mEq/L
 Cl 50 mEq/L
 Lactat 20 mEq/L
 Glukosa 27 gr/L
Volumen cairan yang dibutuhkan untuk rehidrasi pada pasien diare akut
dehidrasi ringan sedang dengan berat badan 3-10 kg adalah sebesar 200 ml/kgbb/hari.
Oleh karena itu, volume cairan yang dibutuhkan untuk rehidrasi pasien dalam kasus
ini adalah 8 kg x 200 ml/hari = 1600 ml/hari.
Titer tetes = (kebutuhan cairan x faktor tetes makro) : (24 x 60)
= (1600 x 20) : (24 x 60)
= 22 tpm
Pada pasien ini diberikan inf. Kaen 3 b 19 tpm makro sebagai rehidrasi
perenteral di IGD. Pemberian cairan untuk pasien ini sudah dapat dikatakan tepat
karena pasien masih mendapatkan intake cairan secara oral juga.
Dibangsal, status dehidrasi pasien sudah teratasi, sehingga dapat dilanjutkan
pemberian infus kaen 3 b sebagai dalam dosis maintenance (rumatan). Kebutuhan
cairan harian (maintenance) untuk pasien dengan berat badan 1-10 kg adalah sebesar
O
100 ml/kgbb/hari. Untuk setiap kenaikan suhu sebesar 1 C, maka ditambahkan
12,5% dari total kebutuhan cairan maintenance. Pada kasus ini, suhu tubuh pasien

47
pada saat dilakukan pemeriksaan dibangsal pada tanggal 13 JUli 2017 pukul 05.00
O
WIB adalah 37,0 C, sehingga tidak dibutuhkan penambahan cairan untuk koreksi
suhu. Oleh karena itu, volume cairan yang dibutuhkan untuk maintenance pasien
dalam kasus ini adalah 8 kg x 100 ml/hari = 800 ml/hari.
Titer tetes = (kebutuhan cairan x faktor tetes makro) : (24 x 60)
= (800 x 20) : (24 x 60)
= 11 tpm
Pada pasien ini diberikan inf. Kaen 3 b 10 tpm makro sebagai terapi cairan
maintenance. Pemberian cairan maintenance dalam kasus ini sudah tepat.

III.2.2 Sanmol (paracetamol) Drop 4 x 1 cc


Pemberian paracetamol pada pasien ini untuk menurunkan demam pasien
O
karena pada saat tanda vital di IGD, suhu tubuh pasien sempat mencapai 39,5 C.
Dosis paracetamol anak adalah 10-15mg/kgBB/kali sebanyak 3-4 x sehari. Pada
pasien ini dengan berat 8 kg, dosis sehari adalah 80 mg- 120 mg. Diketahui bahwa
tiap 0.6 Sanmol drop memiliki kandungan paracetamol sebesar 60 mg. Pada pasien
ini diberikan Sanmol drop 4 x 1 ml yang berarti 4 x 100 mg. Maka dosis yang
diberikan sudah tepat.

III.2.3 Orezinc Syrup 1 x 5 mL (1 cth)


Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan aborpsi air dan elektrolit oleh
usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah
brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan
patogen dari usus. Zinc mengurangi lama dan beratnya diare selain itu juga dapat
mengembalikan nafsu makan anak. Beberapa penelitian telah membuktikannya.
Pemberian zinc yang dilakukan di awal masa diare selama 10 hari ke depan secara
signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien. Dosis zinc pada anak
berumur 6 bulan - 5 tahun adalah 20 mg/ hari. 5 mL zinc syrup mengadung 20 mg
zinc. Pada pasien ini diberikan orezinc syrup 1 x 5 ml yang berarti 1 x 20 mg. Maka
dosis yang diberikan sudah tepat.

48
III.3 Diagnosis Pneumonia Pada Pasien III.3.1 Anamnesis,
Pemeriksaan Fisik Dan Pemeriksaan Penunjang
Dalam kasus ini, diketahui bahwa pasien mendadak sesak setelah diberi
minum ASI sewaktu menangis, sebelumnya pasien tidak mengalami batuk maupun
pilek. Sesak yang terjadi pada anak-anak bisa disebabkan oleh kelainan/penyakit
jantung atau paru, seperti pneumothorax dan pneumonia aspirasi.
Pada gagal jantung biasanya disebabkan oleh penyakit jantung bawaan yang
diakibatkan oleh beban volume (preload) atau beban tekanan (afterload) yang
berebih, atau penurunan kontraktilitas miokard. Pada anak akan didapatkan sesak atau
biru terutama setelah menangis, sesak napas dapat mengakibatkan kesulitan
makan/minum dalam jangka panjang, gagal tumbuh. Sering berkeringat, ortopneu,
mengi, edema di perifer atau pada bayi biasanya di kelopak mata. Pada pemriksaan
fisik didapatkan Nadi >160 x/menit pada bayi dan >100 x/menit pada anak,
peningkatan tonus simpatis (berkeringat, gangguan pertumbuhan), irama derap
(gallop). Pada pasien ini diagnosis gagal jantung dapat disingkarkan karena pada
pasien ini tidak didapatkan ortopneu, edema perifer atau gallop pada waktu
auskultasi.
Penyakit paru yang bisa menyebabkan sesak mendadak pada anak-anak,
antara lain : pneumothorax dan aspirasi pneumoia. Dalam kasus ini, diagnosis
pneumothorax bisa disingkarkan karena pada pasien tidak ditemukan pergerakan
dinding napas yang tertinggal, penurunan suara nafas pada salah satu sisi paru dan
hasil rontgen thorax menunjukkan bahwa pasien tidak mengalami pneumothorax.
Dalam kasus ini, pneumonia aspirasi ditegakkan karena pasien menunjukkan
sindroma aspirasi, yaitu mendadak sesak nafas setelah pasien minum ASI saat
menangis. Sesaat sebelum sesak nafas, pasien juga sempat seperti tersedak dan batuk,
hal ini merupakan salah satu mekanisme pertahanan tubuh yang berusaha
mengeluarkan zat atau partikel asing yang masuk kedalam saluran nafas. Aspirat
berupa ASI dan lendir orofaring yang teraspirasi dan tidak bisa dikeluarkan pada saat
itu, bisa menyebabkan obstruksi, infeksi dan inflamasi pada saluran nafas pasien.

49
Akibatnya terjadi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi pada pasien (ventilation
perfusion mismatch) sehingga pasien mengalami sesak nafas.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda sesak nafas, antara lain
takipneu (RR : 50 x/menit), napas cuping hidung, retraksi dada. Pada auskultasi paru
juga ditemukan adanya ronkhi pada ke dua lapang paru atas (apeks), yang
kemungkinan disebabkan oleh aspirat yang terakumulasi pada lobus paru atas.

50
.
2
Selain itu, peningkatan asam laktat dan CO dalam kasus ini juga bisa
menyebabkan terjadinya asidosis metabolik dan respiratorik pada pasien. Untuk
memastikan hal tersebut, maka dilakukan pemeriksaan AGD pada pasien. Hasil AGD
menunjukkan pasien mengalami gangguan campuran asidosis metabolik respiratorik.

III.4 Tatalaksana Pneumonia Pada Pasien


III.4.1 Tatalaksana
Suction bertujuan untuk membersihkan atau membebaskan jalan nafas pasien
yang kemungkinan mengalami obstruksi akibat teraspirasi ASI maupun lender dari
orofaring. Suction dilakukan dengan kondisi pasien dimiringkan. Kemudian diberi
simple mask 4 Lpm untuk mengatasi hipoksia yang terjadi pada pasien, dilakukan
resusitasi cairan dengan menggunakan Ringer Lactat (RL) 20 ml/kgbb secara cepat.
Resusitasi caiaran ini bisa dilakukan 2 x bila pada saat resusitasi cairan awal belum
ada perbaikan. Dalam kasus ini dilakukan loading RL 160 cc sebanyak 2 kali.

III.4.3 Tatalaksana Pneumonia Pada pasien


Pasien diberikan kombinasi antibiotik yaitu ampicillin (IV) dan kloramfenicol
(IV). Dosis Ampicilin (IV) pada anak adalah 100 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis. Dosis
Kloramfenicol (IV) pada anak adalah 75 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis.

51
BAB IV
KESIMPULAN

Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak


atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Diare bisa
menyebabkan terjadinya dehidrasi pada pasien baik dehidrasi ringan sedang maupun
dehidrasi berat. Kondisi dehidrasi pada pasien dengan diare akut harus segera
ditangani karena bisa menyebabkan syok yang berujung pada kematian jika tidak
diatasi dengan cepat dan tepat. Ada 5 pilar penatalaksanaan diare pada anak, yaitu :
rehidrasi (per oral atau parenteral), pemberian zinc selama 10 hari berturut-turut,
pemberian ASI dan makanan tetap diteruskan, antibiotic jika ada indikasi dan edukasi
kepada orang tua pasien. Penanganan yang tepat akan memberika prognosis yang
baik untuk pasien.
Pneumonia adalah penyakit peradangan parenkim paru disebabkan oleh bahan
kimia/benda asing yang mengakibatkan timbulnya ketidakseimbangan ventilasi
dengan perfusi (ventilation perfusion mismatch). Pneumonia merupakan suatu
kegawatdaruratan karena bisa menyebabkan terjadinya distress pernapasan bahkan
gagal nafas atau henti nafas. Penanganan yang tepat sangat diperlukan untuk
mencegah terjadinya komplikasi dan mortalitas pada pasien.

52
DAFTAR PUSTAKA

1. Juffrie M., et al. Buku ajar gastroenterologi - hepatologi jilid 1. Jakarta : Balai
Penerbit IDAI; 2010.
2. Amin LZ. Tatalaksana diare akut. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Jakarta : Continuing Medical Education; 2015; 42 (7) : 504.
3. Farthing M, Salam MA, Lindberg G, Dite P, Khalif I. Acute diarrhea in adults
and children: a global perspective. World Gastroenterology Organisation. 2013 ;
47 (1) : 13.
4. World Health Organization. Diarrhea : common illness, global killer. CDC. 2012.
5. Riddle MS, DuPont HL, Connor, Bradley A. ACG clinical guideline: diagnosis,
treatment, and prevention of acute diarrheal infections in adults. Am Journal
Gastroenterol. 2016.
6. Simadibrata M, Daldiyono. Diare akut. In: Sudoyo, Aru W, et al, ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006 : 408-413.
7. Indonesia, Kementerian Kesehatan RI. Situasi diare di Indonesia, data dan
informasi kesehatan. 2011 ; 2
8. Sya’roni. Disentri Basiler : Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI ; 2006
9. WHO. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, pedoman bagi rumah sakit
tingkat pertama di Kabupaten/Kota. 2009
10. Budiono E, Hidyam B. Berkala Ilmu Kedokteran, dalam Pola Kuman
Pneumonia pada Penderita di RSUP Dr. Sardjito 1995 1998. Yogyakarta :
Penerbit FK UGM ; 2000 ; 32 (3) : 161-164.
11. NN. Mesothelioma & Asbestos Pictures Gallery. Available from:
http://mesotheliomacg.com/mesothelioma-pictures-gallery.
12. NN. pathophysiology of aspiration pneumonia. Available from:
http://www.health-res.com/pathophysiology-of-aspiration-pneumonia.
13. Swaminathan A. Overview Pneumonia Aspiration. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/807600-overview Updated May 5, 2009.

53
LAMPIRAN

54
55

You might also like