Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Alivia Febianita
161 0221 175
Diajukan Kepada :
dr. Fauzi, Sp.A
PRESENTASI KASUS
DIARE AKUT DEHIDRASI RINGAN SEDANG +
PNEUMONIA
RSUP PERSAHABATAN
Disusun oleh :
ALIVIA FEBIANITA
1610221175
Pembimbing
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan Pasien
Pribadi “Diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang + Pneumoni Aspirasi” dengan baik.
Kasus ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik
Pendidikan Profesi Dokter di SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUP Persahabatan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LAMPIRAN ……………………………………………………54
iii
BAB I
ILUSTRASI KASUS
I.1 IDENTITAS
No. RM : 02-31-0x-xx
Nama pasien : An. AM
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Duren Sawit, Jakarta Timur
Tanggal lahir/umur : 8 November 2016 / 8 Bulan
Masuk RSUP Persahabatan : 12 Oktober 2017, Pukul 22.10 WIB
I.2 ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 13 Oktober
2017 pukul 05.00 WIB di bangsal bougenvile bawah.
Keluhan Utama:
BAB cair lebih dari 10 kali sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
Keluhan Tambahan:
Demam, lemas, rewel, nafsu makan berkurang.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Dua hari sebelum masuk rumah sakit, pasien BAB mencret sebanyak 4 kali
dengan konsitensi cair, volume banyak, ampas (+) sedikit, warna kuning, darah
(-), lendir (-), buih/busa (-). Kemudian ibu pasien membawa pasien ke
puskesmas. Pasien didiagnosis mengalami diare dan diberi 2 macam obat, yaitu
amoxilyn dan obat puyer.
1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami demam sepanjang
hari, timbul mendadak, tidak disertai menggigil dan kejang. Suhunya tubuh
pasien pada saat itu tidak diukur oleh ibu pasien namun menurut ibu pasien tidak
terlalu hangat. Selain itu, pasien juga BAB mencret sebanyak 5 kali konsistensi
1
cair, ampas (+) tetapi lebih sedikit daripada 1 hari sebelumnya, darah (-), lendir
(-), buih/busa (-). Pasien masih mau menetek, minum susu dan makan buah
pisang yang digerus tetapi hanya 1 sendok makan. Muntah disangkal, batuk pilek
disangkal. Ibu pasien tetap memberi pasien obat yang didapat dari puskesmas,
tetapi menurut ibunya, keluhan pasien tidak berkurang dan semakin parah.
Lebih kurang 16 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien BAB mencret
sebanyak 10 kali, konsistensi cair, ampas (+) namun sangat sedikit, warna kuning
dan kadang-kadang hijau, darah (-), lendir (-), biuh/busa (-). Ibu pasien sempat
memberikan pasien air rebusan daun jambu dan perasan kunyit. Namun, pasien
masih tetap demam dan mencret. Selain itu, ibu pasien juga mengatakan bahwa
pasien terlihat lemas, matanya cekung, bibir agak kering, terlihat haus dan jika
pasien melihat air minum atau susu, pasien langsung ingin minum dengan lahap.
Air mata pasien ada pada saat menangis.
Selama sakit ini, BAK pasien jumlahnya lebih sedikit dibandingkan sebelum
pasien mengalami diare. Pasien juga mengalami penurunan berat badan sebanyak
0,7 kg. Menggigil, kejang, mimisan, gusi berdarah, ruam kulit disangkal.
Akhirnya pasien dibawa ke IGD RSUP Persahabatan sekitar pukul 21.00 WIB.
Pasien mendapatkan penanganan di IGD dan dipindahkan ke bangsal bougenvile
bawah sekitar jam 1 dini hari. Menurut ibu pasien, pasien hanya 1 kali BAB
mencret terhitung sejak pasien masuk ke bangsal hingga pukul 05.00 pagi.
2
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa : Sepupu pasien yang berusia 10 bulan juga
mengalami diare seperti pasien sekitar 3 hari sebelum pasien mengalami BAB
mencret. Sepupu pasien BAB mencret konsistensi cair sebanyak 4 kali,
kemudian diberi obat diare dan membaik keesokan harinya.
Riwayat alergi : Ibu pasien alergi telur
Riwayat asma/atopi : disangkal
3
Riwayat Antenatal
• Pasien merupakan anak tunggal (P1 A0, Anak Hidup 1)
Pemeriksaan antenatal : Ibu pasien rutin memeriksakan kehamilanya ke
bidan selama mengandung pasien.
Selama hamil : Ibu pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan
tertentu selama mengandung pasien.
Komplikasi antenatal : Tidak ada masalah kehamilan selama
mengandung pasien.
Kesimpulan: Riwayat antenatal baik
Riwayat Persalinan
Jenis persalinan : Partus Spontan
Usia kehamilan : 37 minggu
Berat badan lahir : 3300 gram
Panjang badan lahir : 48 cm
Kelainan saat lahir : Tidak ada. Saat lahir pasien langsung menangis
spontan, warna kulit kemerahan.
Kesimpulan: Riwayat persalinan baik
4
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Sektor Fungsi Ranah Perkembangan Usia
Motorik Kasar Tengkurap 4 Bulan
Duduk 5/6 Bulan
Merangkak 7/8 Bulan
Berdiri dengan pegangan 8 Bulan
Motorik Halus Menggenggam 3 Bulan
Menunjuk benda 7 Bulan
Bahasa Mengoceh (Babbling) 4 Bulan
Personal Sosial Menatap muka 0 Bulan
Tersenyum Spontan 0 Bulan
Mengenali orang 4 Bulan
Tepuk Tangan 8 Bulan
5
Riwayat Makan
Umur ASI/ Susu Buah Bubur Nasi / Nasi
Formula Bubur Saset Tim
0-2 Bulan ASI - - -
2-4 Bulan ASI Buah pisang Bubur nasi 1/2 -
digerus mangkung bayi
4-5 Bulan ASI Buah pisang Bubur nasi 1/2 -
Susu Formula digerus mangkung bayi
5-6 Bulan ASI Buah pisang Bubur nasi 1/2 -
Susu Formula digerus mangkung bayi
Alpukat
Pepaya
6-8 Bulan ASI Buah pisang Bubur nasi 1/2 Nasi Tim
Susu Formula digerus mangkung
Alpukat bayi
Pepaya Bubur saset
Riwayat Imunisasi
Vaksin Dasar
BCG √ (2)
DPT √ (2) √ (4) √ (6)
Hepatitis B √ (0) √ (1) √ (6)
Polio √ (0) √ (2) √ (4) √ (6)
Campak Belum di imunisasi
6
I.3 PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 13 Oktober 2017 pukul 05.00 WIB di
bangsal Bougenvile bawah RSUP Persahabatan.
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital saat di IGD (12/07/2017) Tanda vital saat dibangsal (13/07/2017)
Suhu : 39,0OC Suhu : 37,0OC
HR : 135 x/menit HR : 130 x/menit
RR : 35 x/menit RR : 30 x/menit
Data Antropometri
Berat badan : 8 kg
Tinggi badan : 68 cm
Status gizi
BB/U : 0 > Z score > -2 → berat badan normal
TB/U : 0 > Z score > -2 → perawakan normal
• BB/TB : 0 > Z score > -2 → gizi baik Kesan
7
STATUS GENERALIS
8
Abdomen :
Inspeksi : Dinding abdomen sedikit cembung, spider naevi (-), rose spot
(-), warna kulit sama dengan warna kulit sekitar, jaundice (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen
Palpasi : Dinding perut supel, hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit
normal
Ekstremitas :
Atas : Edem (-/-), CRT (<2 dtk), Akral dingin (-/-), sianosis (-), turgor
kulit normal
Bawah : Edem (-/-), CRT(< 2 dtk), Akral dingin (-/-), sianosis (-), turgor kulit nomal
Genitalia :
Penis : bentuk normal, OUE (+) diujung penis, hipospasi/epispadi (-),
fimosis (-).
Skrotum : bentuk normal, testis palpable bilateral dalam skrotum (UDT -)
Anus : Perianal eritema (-)
Status Neurologis
Sikap Tubuh : Simetris.
Gerakan Abnormal : Tidak ada
9
I.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
Tanggal periksa : 12 Oktober 2017, pukul 22.19 WIB (di IGD RSP)
Darah Perifer Lengkap Nilai Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 12,4 g/dL 10.5-14.0
Hematokrit 38,7 % 32.0-42.0
6
Eritrosit 5.70 (H) 10 /uL 3.70-5.30
MCV 67,9 (L) fL 72.0-88.0
MCH 21,8 (L) pg 24.0-30.0
MCHC 32,0 g/dL 32.0-36.0
10
Tanggal periksa : 13 Oktober 2017, pukul 10.13 WIB
Nama Test Hasil Unit Nilai Rujukan
Makroskopik
Warna Hijau
Konsistensi Lembek Lembek
Lendir Negatif Negatif
Darah Negatif Negatif
Pus Negatif Negatif
Mikroskopik
Leukosit 0–1 /LPB
Eritrosit 0–1 /LPB
Telur Cacing Negatif Negatif
Amoeba Negatif Negatif
Pencernaan
Lemak Negatif Negatif
Serat Tumbuhan Negatif Negatif
Serat Otot Negatif Negatif
Darah samar Feses Positif Negatif
11
Tanggal periksa : 13 Oktober 2017, pukul 10.13 WIB
Nama Test Nilai Satuan Nilai Normal
URINALISA
Urin Lengkap
Warna Kuning muda Kuning
Kejernihan Agak keruh Jernih
Sedimen
Leukosit 3–5 /LPB 0-5
Eritrosit 3–5 /LPB 0-2
Silinder
Negatif
Sel Epitel 1+
Kristal
Ca Oxalat 1+
Bakteria Negatif Negatif
Berat Jenis 1.020 1.005-1.030
pH 5.5 4.5-8.0
Albumin 2+ Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Darah/Hb Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen 3.4 umol/L 3.4-17.0
Nitrit Negatif Negatif
Leukosit esterase Negatif Negatif
12
I.5 DIAGNOSIS KERJA
Diare akut dehidrasi ringan sedang
I.6 PENATALAKSANAAN
Non-medikamentosa :
• Edukasi mengenai penyakit, penatalaksanaan, prognosis
Medikamentosa :
• KAEN 3B 19 tpm saat di IGD maintenance 10 tpm makro
• Sanmol 4 x 1 cc
• Orezinc syrup 1 x 5 cc
I.7 PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Ad functionam : Ad bonam
1.8 FOLLOW UP
Tanggal 13 Juli 2017
S Pukul 10.30 WIB, pasien mengalami sesak nafas yang terjadi secara mendadak.
Sebelum sesak nafas, pasien menangis kemudian diberikan ASI oleh ibu pasien. Ibu
pasien menyusui pasien dalam posisi duduk dan pasien digendong dengan posisi
pasien telentang menghadap kearah payudara ibu. Ibu mengatakan bahwa pasien
sempat seperti tersedak dan batuk, kemudian tiba-tiba berhenti menetek dan terlihat
seperti sulit bernapas.
13
Tanda-Tanda Vital
HR : 156 x/menit RR : 50 x/menit Suhu : 36,5OC SPO2 : 85 % tanpa O2
Kepala : UUB datar
Mata : Konjungtiva pucat -/-, mata cekung -/-,
pupil isokor
Hidung : napas cuping hidung +/+, sekret -/-
Mulut : bibir kering (-), sianosis (+)
Thoraks : retraksi (+)
Cor : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : SDV +/+, Rh (+/+) apeks paru, Wh -/-
Abdom : BU (+) normal
Ekstre : akral dingin (-), sianosis, CRT >2 dtk, turgor kulit normal
Pasien beri O2 nasal kanul dan di suction
P TERAPI AWAL
• Airway : Suction lewat hidung hasil suction; lendir banyak, susu sedikit.
• Breathing : O2 simple mask 4 Lpm
• Circulation : Loading RL 160 cc (2x)
14
TERAPI LANJUTAN
• O2 diturunkan secara perlahan (observasi kesadaran dan SpO2).
15
Tanggal 14 Oktober 2017, pukul 05.00 WIB
S BAB 1 x warna kuning, ampas (+), lembek jumlah sedikit, lendir (-), darah (-),
busa(-).
Sesak nafas (-), biru sekitar mulut (-) kejang disangkal.
Pasien sempat demam pada malam hari sekitar pukul 01.00 WIB, suhu tubuh saat
O
diukur mencapai 38 C.
SPO2 : 98 % dengan O2
HR : 133 x/menit RR : 33 x/menit Suhu : 37,7OC
4 Lpm
16
P O2 nasal canul 2 Lpm
• Inf. Kaen 3B + KCl 10 mEq 10 tpm
• Diet ASI
17
Tanggal periksa : 14 Oktober 2017, pukul 10.23 WIB
Darah Perifer Lengkap Nilai Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 11.6 g/dL 10.5-14.0
Hematokrit 33.1 % 32.0-42.0
6
Eritrosit 3.92 10 /uL 3.70-5.30
MCV 84.4 fL 72.0-88.0
MCH 29.6 pg 24.0-30.0
MCHC 35.0 g/dL 32.0-36.0
Tanda-Tanda Vital
SPO2 : 98 % dengan O2
HR : 120 x/menit RR : 30 x/menit Suhu : 36,5OC
2 Lpm
18
Kepala : UUB datar
Mata : Konjungtiva pucat -/-, mata cekung -/-,
pupil isokor
Hidung : napas cuping hidung -/-, sekret -/-
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
Thoraks : retraksi (-)
Cor : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : SDV +/+, Rh (+/+) apeks paru, Wh -/-
Abdom : BU (+) normal
Ekstre : akral hangat, CRT <2 dtk, turgor kulit
normal
A Diare akut dehidrasi ringan sedang (dalam perbaikan)
• Pneumonia
• Hipokalemia
• PO. Orezinc 1 x 5 cc
• Diet ASI
19
Tanggal periksa : 15 Oktober 2017, pukul 06.56 WIB
Darah Perifer Lengkap Nilai Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 10.3 (L) g/dL 10.5-14.0
Hematokrit 30.4 (L) % 32.0-42.0
6
Eritrosit 4.62 10 /uL 3.70-5.30
MCV 65.8 (L) fL 72.0-88.0
MCH 22.3 (L) pg 24.0-30.0
MCHC 33.9 g/dL 32.0-36.0
20
Tanda-Tanda Vital
SPO2 : 99 % dengan O2
HR : 130 x/menit RR : 30 x/menit Suhu : 37,4OC
1 Lpm
• PO. Orezinc 1 x 5 cc
• Diet ASI
21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Diare
II.1.1 Pendahuluan
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau
lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara
untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24
1
jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam.
II.1.2 Epidemiologi
Berdasarkan data WHO dan UNICEF, tahun 2013 diare merupakan penyebab
kematian nomor 2 pada balita. ada 2 miliar kasus diare setiap tahun, dan 1,9 juta
diantaranya adalah anak dibawah 5 tahun. 1 dari 9 anak meninggal akibat diare.
Sebanyak 2195 anak meninggal akibat diare di seluruh dunia. Sekitar 801.000 anak
22
II.1.3 Klasifikasi
a. Diare Akut
Diare akut adalah pasase tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih
5
banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare Kronik
5
Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
c. Diare Persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari yang merupakan
kelanjutan dari diare akut (peralihan antara diare akut dan kronik, dimana
5
lama diare kronik yang dianut yaitu yang berlangsung lebih dari 30 hari).
II.1.4 Etiologi
Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005, etiologi
diare akut dibagi atas empat penyebab:
1. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus, Clostridium
perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas.
2. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus.
3. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli,
Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis.
4. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,
23
Faktor perilaku antara lain:
a. Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan Makanan
Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak terhadap kuman
b. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit diare
karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu
c. Tidak menerapkan kebiasaaan cuci tangan pakai sabun sebelum memberi
ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah membersihkan BAB anak d.
Penyimpanan makanan yang tidak higienis
campak.7
II.1.6 Patofisiologi
Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare
non inflamasi dan diare inflamasi. Diare inflamasi disebabkan invasi bakteri dan
sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai
lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai
nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi.
Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah,
serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear. Pada diare non inflamasi,
diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan volume
yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada
sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada
24
kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin
8
tidak ditemukan leukosit.
Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi
menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare
osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas
dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah
8
malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium.
Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang
berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang
dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak
rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin
mukosa usus.8
25
II.1.7 Manifestasi Klinis
Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair
dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi
kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet
karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin
banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus
selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan
asam-basa dan elektrolit. Bila penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit,
maka gejala dehidrasi makin tampak. Berat badan menurun, turgor kulit berkurang,
mata dan ubun-ubun membesar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta
7
kulit tampak kering.
26
II.1.8 Diagnosis
a. Anamnesis
Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung
penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15 hari.
Diare karena penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering
berhubungan dengan malabsorpsi dan dehidrasi sering didapatkan. Diare karena
kelainan kolon seringkali berhubungan dengan tinja berjumlah kecil tetapi sering,
bercampur darah dan ada sensasi ingin ke belakang. Pasien dengan diare akut infektif
datang dengan keluhan khas, yaitu mual, muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja
yang sering, malabsorptif, atau berdarah tergantung bakteri patogen yang spesifik.
Secara umum, pathogen usus halus tidak invasif, dan patogen ileokolon lebih
mengarah ke invasif. Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya makanan
tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.1
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising
usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas
perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang
1
terjadi.
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: obyektif
yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subyektif
dengan menggunakan criteria WHO, Skor Maurice King, dan lain-lain.1
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umumnya tidak diperlukan,
Hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan, misalnya penyebab dasarnya tidak
diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan
27
dehidrasi berat. Pemeriksaan tinja baik makroskopik maupun mikroskopik dapat
1
dilakukan untuk menentukan diagnosa yang pasti.
II.1.9 Tatalaksana
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan
Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya
cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare
7
juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS DIARE yaitu:
1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. Teruskan pemberian ASI dan Makanan
4. Antibiotik Selektif
5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh
28
c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan
sebagai berikut:
⇒ Untuk anak berumur < 2 tahun : berikan 50-100 ml tiap kali BAB
⇒ Untuk anak 2 tahun atau lebih : berikan 100-200 ml tiap BAB
d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan
harus dibuang.
29
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh
dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau
oralit. Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam
air matang atau oralit.
30
belum membaik dalam 3 hari. Orang tua dan pengasuh diajarkan cara menyiapkan
5
oralit secara benar.
5
Langkah promotif/preventif :
1. ASI tetap diberikan
2. Kebersihan perorangan,cuci tangan sebelum makan
3. Kebersihan lingkungan, buang air besar di jamban
4. Imunisasi campak
5. Memberikan makanan penyapihan yang benar
6. Penyediaan air minum yang bersih
7. Selalu memasak makanan
31
Tabel 2. Rencana Terapi C.9
32
Tabel 3. Rencana Terapi B.9
33
Tabel 4. Rencana Terapi A.9
34
II.1.10 Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,
terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan
cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan
elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok
hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular
Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini
dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak
II.1.11 Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan
terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik
dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit,
5
morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia.
II.2 Pneumonia
II.2.1 Definisi
Pneumonia merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang
disebabkan oleh aspirasi benda asing baik yang berasal dari dalam tubuh maupun di
35
yang masuk ke jalan nafas, mengakibatkan obstruksi, infeksi dan kerusakan parenkim
paru oleh zat yang bersifat kimia. Serta terjadinya perubahan PH dalam lingkungan
menjadi < 2,5 membuat kerusakan hebat, termasuk perdarahan trakeo-bronkial serta
pulmonary odem. Aspirasi yang masif dari isi lambung bisa menjadikan kelainan
yang diffuse dan bilateral. Infeksi yang sering terjadi adalah karena kuman flora
normal mulut, terutama dari penderita yang hygiene oro-periodontal yang jelek. Pada
penderita yang lama terpasang intubasi endo-trakeal sering terjadi infeksi kuman
gram negatif, sehingga timbul pneumonia, abses dan empiema. Apabila bahan aspirat
besar dan padat, dapat menyebabkan obstruksi bronkus, atelektasis lobar atau
segmental. Namun apabila bahan aspirat kecil, akan terjadi reaksi peradangan akut,
II.2.3 Etiologi
Terdapat 3 macam penyebab sindroma pneumonia aspirasi, yaitu aspirasi asam
lambung yang menyebabkan pneumonia kimiawi, aspirasi bakteri dari oral dan
oropharingeal menyebabkan pneumonia bakterial, Aspirasi minyak, seperti mineral
oil atau vegetable oil dapat menyebabkan exogenous lipoid pneumonia. Apirasi benda
asing merupakan kegawatdaruratan paru dan pada beberapa kasus merupakan faktor
10,11
predisposisi pneumonia bakterial.
Infeksi terjadi secara endogen oleh kuman orofaring yang biasanya
polimikrobial namun jenisnya tergantung kepada lokasi, tempat terjadinya, yaitu di
komunitas atau di RS. Pada PAK, kuman patogen terutama berupa kuman anaerob
obligat (41-46%) yang terdapat di sekitar gigi dan dikeluarkan melalui ludah,
misalnya Peptococcus yang juga dapat disertai Klebsiella pnemoniae dan
Stafilococcus, atau fusobacterium nucleatum, Bacteriodes melaninogenicus, dan
Peptostreptococcus. Pada PAN pasien di RS kumannya berasal dari kolonisasi kuman
anaerob fakultatif, batang Gram negatif, pseudomonas, proteus, serratia, dan S.
10,12
aureus di samping bisa juga disertai oleh kuman ananerob obligat di atas.
36
II.2.4 Patofisiologi
Aspirasi merupakan hal yang dapat terjadi pada setiap orang. Di sini terdapat
peranan aksi mukosilier dan makrofag alveoler dalam pembersihan material yang
teraspirasi. Terdapat 3 faktor determinan yang berperan dalam pneumonia aspirasi,
13
yaitu sifat material yang teraspirasi, volume aspirasi, serta faktor defensif host.
Perubahan patologis pada saluran napas pada umumnya tidak dapat dibedakan
antara berbagai penyebab pneumonia, hampir semua kasus gangguan terjadi pada
parenkim disertai bronkiolitis dan gangguan interstisial. Perubahan patologis meliputi
kerusakan epitel, pembentukan mukus dan akhirnya terjadi penyumbatan bronkus.
Selanjutnya terjadi infiltrasi sel radang peribronkial (peribronkiolitis) dan terjadi
infeksi baik pada jaringan interstisial, duktus alveolaris maupun dinding alveolus,
dapat pula disertai pembentukan membran hialin dan perdarahan intra alveolar.
37
Partikel kecil dari mulut yang masuk ke saluran nafas, kemudian akan timbul
suatu mekanisme pertahanan normal tubuh sebelum masuk ke paru berupa batuk.
Namun jika partikel tersebut tidak bisa dikeluarkan, dapat menyebabkan peradangan
atau infeksi yang dapat menyebabkan pneumonia. Pada orang yang lemah, keracunan
alkohol/obat atau dalam kondisi tidak sadar karena pengaruh obat bius atau karena
kondisi kesehatannya, memiliki resiko untuk menderita pneumonia jenis ini. Bahkan
pada orang normal yang menghirup sejumlah besar bahan makanan yang
13
dimuntahkannya, bisa menderita pneumonia aspirasi.
Bahan yang terhirup dapat menyumbat saluran trakeo-bronkial, mulai dari
glottis sampai bronkus distal, tergantung posisi penderita pada saat terjadi aspirasi.
Tempat benda asing berhenti di paru dapat terjadi di beberapa lokasi. Bila saat miring
ke kanan, benda asing tersebut akan menimbulkan proses di lobus paru kanan bawah.
Bila dalam posisi supine, benda asing dapat terakumulasi pada lobus paru atas, dan
13
yang paling sering pada segment posterior lobus atas.
Aspirasi mikroorganisme patologik yang berkoloni pada orofaring adalah cara
infeksi saluran pernapasan bagian bawah yang paling sering dan menyebabkan
pneumonia bakteri. Pneumonia anaerobik disebabkan oleh aspirasi sekret orofaringeal
yang terdiri dari mikroorganisme anaerob seperti Bacteroides, Fusobacterium,
Peptococcus, dan Peptostreptococcus yang merupakan spesies yang paling sering
ditemukan diantara pasien-pasien dengan kebersihan gigi yang buruk. Awitan gejala
biasanya terjadi secara perlahan-lahan selama 1 hingga 2 minggu, dengan demam,
penurunan berat badan, anemia, leukositosis, dispnea, dan batuk disertai produksi
sputum berbau busuk. Abses-abses paru yang terbentuk pada parenkim paru dapat
rusak, dan empiema dapat timbul seperti mikroba-mikroba yang berjalan ke
permukaan pleura. Kebanyakan abses-abses tersebut terbentuk pada paru kanan
bagian posterior dan segmen basilar bronkopulmonal akibat gaya gravitasi karena
38
secara sinergis menyebabkan kebocoran kapiler alveolar. Isi lambung tidak steril
sehingga aspirasi yang terjadi dapat disertai bakteri. 60% sampai 100% terdiri dari
kuman anaerob. Gabungan kuman aerob dan anaerob sering dijumpai pada aspirasi
13
yang terjadi di Rumah sakit.
Sindrom aspirasi lain berkaitan dengan bahan yang diaspirasi (biasanya
makanan) atau cairan bukan asam (misalnya karena hampir tenggelam atau saat
pemberian makanan) yang menyebabkan obstruksi mekanik. Bila cairan teraspirasi,
trakea harus segera diisap untuk menghilangkan obstruksinya. Bila yang diaspirasi
adalah bahan padat, maka gejala yang terlihat akan bergantung pada ukuran bahan
tersebut dan lokasinya dalam saluran pernapasan. Jika bahan tersebut tersangkut
dalam bagian atas trakea, akan menyebabkan obstruksi total, apnea, aphonia, dan
dapat terjadi kematian cepat. Jika bahan tersangkut pada bagian saluran pernapasan
yang kecil, tanda dan gejala yang timbul dapat berupa batuk kronik dan infeksi
berulang.13
whispered pectorilogue.10,13
39
II.2.6 Diagnosis
Pasien dengan gejala pneumonia memerlukan evaluasi medis. Pemeriksaan fisik
oleh tenaga kesehatan menunjukkan adanya peningkatan suhu tubuh, peningkatan laju
pernapasan (tachypnea), penurunan tekanan darah (hipotensi) , denyut jantung yang
cepat (takikardi) dan rendahnya saturasi oksigen, yang merupakan jumlah oksigen di
dalam darah yang indikasikan oleh oksimetri atau analisis gas darah. Orang dengan
kesulitan bernapas, yang bingung, atau memiliki sianosis memerlukan perhatian
segera.13
Pemeriksaan fisik tergantung pada luas lesi di paru. Pada pemeriksaan terlihat
bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, fremitus raba meningkat disisi yang
sakit. Pada perkusi ditemukan redup, pernapasan bronkial, ronki basah halus, egofoni,
bronkofoni, “whispered pectoriloquy”. Kadang- kadang terdengar bising gesek pleura
13
(pleural friction rub).
40
Billirubin direct atau indirect dapat meningkat, oleh karena pemecahan dari sel darah
merah yang terkumpul dalam alveoli dan disfungsi dari hepar oleh karena hipoksia.
Untuk menentukan diagnosa etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan
serologi. Analisis gas darah menunjukan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium
11
lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
II.2.8 Penatalaksanaan
Pasien dibaringkan setengah duduk. Pada pasien dengan disfagi dan atau
gangguan reflex menelan perlu dipasang selang nasogastrik. Bila cairan teraspirasi,
trakea harus segera diisap untuk menghilangkan obstruksinya. Lakukan manuver
Heimlich untuk mengeluarkan aspirasi bahan padat, bila bahan yang teraspirasi
tidak dapat dikeluarkan segera lakukan trakeotomi (krikotirotomi). Pengeluaran
bahan yang tersangkut, biasanya dilakukan dengan bronkoskopi. Berikan oksigen
nasal atau masker, bila ada tanda gagal napas berikan bantuan ventilasi mekanik.
Bisa dilakukan pengisapan orofaring dan trakea untuk membersihkan saluran
41
terapi berdasarkan gambaran klinis bakteriologis untuk memutuskan penggantian
10
atau penyesuaian antibiotic (AB).
Tidak ada patokan pasti lamanya terapi. Antibiotik perlu diteruskan hingga
kondisi pasien baik, gambaran radiologis bersih atau stabil selama 2 minggu.
II.2.9 Komplikasi
a. Gagal nafas dan sirkulasi
Efek pneumonia terhadap paru-paru pada orang yang menderita pneumonia sering
kesulitan bernafas,dan itu tidak mungkin bagi mereka untuk tetap cukup bernafas
tanpa bantuan agar tetap hidup. Bantuan pernapasan non-invasif yang dapat
membantu seperti mesin untuk jalan nafas dengan bilevel tekanan positif, dalam
kasus lain pemasangan endotracheal tube kalau perlu dan ventilator dapat digunakan
untuk membantu pernafasan. Pneumonia dapat menyebabkan gagal nafas oleh
pencetus akut respiratory distress syndrome(ARDS). Hasil dari gabungan infeksi dan
respon inflamasi dalam paru-paru segera diisi cairan dan menjadi sangat kental,
kekentalan ini menyatu dengan keras menyebabkan kesulitan penyaringan udara
13
untuk cairan alveoli,harus membuat ventilasi mekanik yang dibutuhkan.
b. Syok sepsis dan septik
Merupakan komplikasi potensial dari pneumonia. Sepsis terjadi karena
mikroorganisme masuk ke aliran darah dan respon sistem imun melalui sekresi
sitokin. Sepsis seringkali terjadi pada pneumonia karena bakteri; streptoccocus
pneumonia merupakan salah satu penyebabnya. Individu dengan sepsis atau septik
membutuhkan unit perawatan intensif di rumah sakit. Mereka membutuhkan cairan
infus dan obat-obatan untuk membantu mempertahankan tekanan darah agar tidak
turun sampai rendah. Sepsis dapat menyebabkan kerusakan hati,ginjal,dan jantung
42
pleura). Jika mikroorganisme itu sendiri ada di rongga pleura, kumpulan cairan ini
disebut empyema. Bila cairan pleura ada pada orang dengan pneumonia, cairan ini
sering diambil dengan jarum (toracentesis) dan diperiksa, tergantung dari hasil
pemeriksaan ini. Pada kasus empyema berat perlu tindakan pembedahan. Jika cairan
tidak dapat dikeluarkan, mungkin infeksi berlangsung lama, karena antibiotik tidak
menembus dengan baik ke dalam rongga pleura. Abses pada paru biasanya dapat
dilihat dengan foto thorax dengan sinar x atau CT scan. Abses-abses khas terjadi pada
pneumonia aspirasi dan sering mengandung beberapa tipe bakteri. Biasanya antibiotik
cukup untuk pengobatan abses pada paru,tetapi kadang abses harus dikeluarkan oleh
13
ahli bedah atau ahli radiologi.
II.2.10 Prognosis
Angka mortalitas PAK adalah sebesar 5% yang meningkat menjadi 20%
pada PAN.Angka mortalitas pneumonia aspirasi yang tidak disertai komplikasi
adalah sebesar 5%, sedangkan pada aspirsai masif dengan atau tanpa disertai
sindrom Mendelson mencapai 70%. Angka mortalitas aspirasi pneumonia disertai
11
II.2.11 Pencegahan
• Pada pasien yang memiliki disfungsi menelan untuk menghindari
aspirasi asam lambung, diperlukan teknik kompensasi untuk mengurangi
aspirasi dengan diet lunak dan takaran yang lebih sedikit
• Posisikan kepala 45º dari bed tempat tidur pada pasien berisiko untuk
terjadinya aspirasi.
• Pasang NGT pada pasien dengan disfagia.
• Puasa 6-8 jam sebelum operasi elektif agar perut kosong sebelum
operasi berlangsung.
43
BAB III
PEMBAHASAN
44
mengkonsusmi makan yang sama dengan makanan yang dikonsumsi oleh sepupunya
tersebut, yaitu bubur yang dibeli diwarung dan bubur sachet. Oleh karena itu,
kemungkinan pasien tertular secara fecal-oral melalui makanan yang terkontaminasi
dengan pathogen atau karena adanya kontak langsung dengan tangan penderita diare,
yaitu sepupu pasien.
• Usia pasien 8 bulan
Diare banyak terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Hal ini berhubugan
dengan sistem pertahanan saluran cerna bayi atau anak yang masih imatur. Selain itu,
pada bayi, produksi beberapa enzim pencernaa belum berkembang secara sempurna,
misalnya lipase yang diproduksi oleh pancreas. Kemungkinan hal inilah yang
menyebabkan terjadinya malabsorbsi lemak pada pasien, sehingga bisa ikut
menyebabkan atau memperparah diare yang dialami pasien.
• Tidak mendapat ASI eksklusif kurangnya sistem kekebalan tubuh aktif
• Pemberian MP-ASI yang terlalu dini
Pemberian MP-ASI yang terlalu dini meningkatkan risiko terpaparnya pasien
dengan makanan yang terkontaminasi dengan pathogen yang bisa menyebabkan
terjadinya diare pada pasien.
• Faktor lingkungan sumber air bersih yang pasien gunakan berasal dari sumur.
45
Berdasarkan Skor dehidrasi WHO dan klasifikasi derajat dehidrasi pada pasien
diare menurut Kemenkes RI, pasien ini mengalami dehidrasi ringan-sedang.
Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik dibangsal bougenvile bawah tanggal 13
Oktober 2017 pukul 05.00 WIB, diketahui bahwa keadaan umum pasien tampak sakit
sedang (tidak rewel dan sedang tidak menangis), mata cekung, bibir basah, ubun-
ubun besar datar, turgor kulit baik dan denyut nadi 130 x/menit. Hal ini menunjukkan
bahwa status hidrasi pasien mulai membaik dan berdasarkan skor dehidrasi WHO,
status hidrasi pasien termasuk dalam kategori tanpa dehidrasi.
46
Darah samar positif menunjukkan adanya darah dalam feses. Dalam kasus ini,
darah dalam feses tidak terdeteksi dengan pemeriksaan makroskopik feses dan pada
pemeriksaan mikroskopik hanya ditemukan 0-1 eritrosit / lapang pandang besar. Oleh
karena itu, darah samar positif dalam kasus ini kemungkinan karena adanya mirkolesi
pada anus pasien akibat BAB yang terjadi berulang kali.
47
pada saat dilakukan pemeriksaan dibangsal pada tanggal 13 JUli 2017 pukul 05.00
O
WIB adalah 37,0 C, sehingga tidak dibutuhkan penambahan cairan untuk koreksi
suhu. Oleh karena itu, volume cairan yang dibutuhkan untuk maintenance pasien
dalam kasus ini adalah 8 kg x 100 ml/hari = 800 ml/hari.
Titer tetes = (kebutuhan cairan x faktor tetes makro) : (24 x 60)
= (800 x 20) : (24 x 60)
= 11 tpm
Pada pasien ini diberikan inf. Kaen 3 b 10 tpm makro sebagai terapi cairan
maintenance. Pemberian cairan maintenance dalam kasus ini sudah tepat.
48
III.3 Diagnosis Pneumonia Pada Pasien III.3.1 Anamnesis,
Pemeriksaan Fisik Dan Pemeriksaan Penunjang
Dalam kasus ini, diketahui bahwa pasien mendadak sesak setelah diberi
minum ASI sewaktu menangis, sebelumnya pasien tidak mengalami batuk maupun
pilek. Sesak yang terjadi pada anak-anak bisa disebabkan oleh kelainan/penyakit
jantung atau paru, seperti pneumothorax dan pneumonia aspirasi.
Pada gagal jantung biasanya disebabkan oleh penyakit jantung bawaan yang
diakibatkan oleh beban volume (preload) atau beban tekanan (afterload) yang
berebih, atau penurunan kontraktilitas miokard. Pada anak akan didapatkan sesak atau
biru terutama setelah menangis, sesak napas dapat mengakibatkan kesulitan
makan/minum dalam jangka panjang, gagal tumbuh. Sering berkeringat, ortopneu,
mengi, edema di perifer atau pada bayi biasanya di kelopak mata. Pada pemriksaan
fisik didapatkan Nadi >160 x/menit pada bayi dan >100 x/menit pada anak,
peningkatan tonus simpatis (berkeringat, gangguan pertumbuhan), irama derap
(gallop). Pada pasien ini diagnosis gagal jantung dapat disingkarkan karena pada
pasien ini tidak didapatkan ortopneu, edema perifer atau gallop pada waktu
auskultasi.
Penyakit paru yang bisa menyebabkan sesak mendadak pada anak-anak,
antara lain : pneumothorax dan aspirasi pneumoia. Dalam kasus ini, diagnosis
pneumothorax bisa disingkarkan karena pada pasien tidak ditemukan pergerakan
dinding napas yang tertinggal, penurunan suara nafas pada salah satu sisi paru dan
hasil rontgen thorax menunjukkan bahwa pasien tidak mengalami pneumothorax.
Dalam kasus ini, pneumonia aspirasi ditegakkan karena pasien menunjukkan
sindroma aspirasi, yaitu mendadak sesak nafas setelah pasien minum ASI saat
menangis. Sesaat sebelum sesak nafas, pasien juga sempat seperti tersedak dan batuk,
hal ini merupakan salah satu mekanisme pertahanan tubuh yang berusaha
mengeluarkan zat atau partikel asing yang masuk kedalam saluran nafas. Aspirat
berupa ASI dan lendir orofaring yang teraspirasi dan tidak bisa dikeluarkan pada saat
itu, bisa menyebabkan obstruksi, infeksi dan inflamasi pada saluran nafas pasien.
49
Akibatnya terjadi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi pada pasien (ventilation
perfusion mismatch) sehingga pasien mengalami sesak nafas.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda sesak nafas, antara lain
takipneu (RR : 50 x/menit), napas cuping hidung, retraksi dada. Pada auskultasi paru
juga ditemukan adanya ronkhi pada ke dua lapang paru atas (apeks), yang
kemungkinan disebabkan oleh aspirat yang terakumulasi pada lobus paru atas.
50
.
2
Selain itu, peningkatan asam laktat dan CO dalam kasus ini juga bisa
menyebabkan terjadinya asidosis metabolik dan respiratorik pada pasien. Untuk
memastikan hal tersebut, maka dilakukan pemeriksaan AGD pada pasien. Hasil AGD
menunjukkan pasien mengalami gangguan campuran asidosis metabolik respiratorik.
51
BAB IV
KESIMPULAN
52
DAFTAR PUSTAKA
1. Juffrie M., et al. Buku ajar gastroenterologi - hepatologi jilid 1. Jakarta : Balai
Penerbit IDAI; 2010.
2. Amin LZ. Tatalaksana diare akut. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Jakarta : Continuing Medical Education; 2015; 42 (7) : 504.
3. Farthing M, Salam MA, Lindberg G, Dite P, Khalif I. Acute diarrhea in adults
and children: a global perspective. World Gastroenterology Organisation. 2013 ;
47 (1) : 13.
4. World Health Organization. Diarrhea : common illness, global killer. CDC. 2012.
5. Riddle MS, DuPont HL, Connor, Bradley A. ACG clinical guideline: diagnosis,
treatment, and prevention of acute diarrheal infections in adults. Am Journal
Gastroenterol. 2016.
6. Simadibrata M, Daldiyono. Diare akut. In: Sudoyo, Aru W, et al, ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006 : 408-413.
7. Indonesia, Kementerian Kesehatan RI. Situasi diare di Indonesia, data dan
informasi kesehatan. 2011 ; 2
8. Sya’roni. Disentri Basiler : Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI ; 2006
9. WHO. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, pedoman bagi rumah sakit
tingkat pertama di Kabupaten/Kota. 2009
10. Budiono E, Hidyam B. Berkala Ilmu Kedokteran, dalam Pola Kuman
Pneumonia pada Penderita di RSUP Dr. Sardjito 1995 1998. Yogyakarta :
Penerbit FK UGM ; 2000 ; 32 (3) : 161-164.
11. NN. Mesothelioma & Asbestos Pictures Gallery. Available from:
http://mesotheliomacg.com/mesothelioma-pictures-gallery.
12. NN. pathophysiology of aspiration pneumonia. Available from:
http://www.health-res.com/pathophysiology-of-aspiration-pneumonia.
13. Swaminathan A. Overview Pneumonia Aspiration. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/807600-overview Updated May 5, 2009.
53
LAMPIRAN
54
55