You are on page 1of 11

LAPORAN PENDAHULUAN

HIV

1. DEFINISI
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, yaitu virus yang menyerang sel
CD4 dan menjadikannya tempat berkembang biak, kemudian merusaknya sehingga tidak
dapat digunakan lagi. Sebagaimana kita ketahui bahwa sel darah putih sangat diperlukan
untuk sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika tubuh kita diserang
penyakit, tubuh kita lemah dan tidak berupaya melawan jangkitan penyakit dan akibatnya
kita dapat meninggal dunia meski terkena influenza atau pilek biasa. Manusia yang terkena
virus HIV, tidak langsung menderita penyakit AIDS, melainkan diperlukan waktu yang cukup
lama bahkan bertahun-tahun bagi virus HIV untuk menyebabkan AIDS atau HIV positif yang
mematikan.

2. ETIOLOGI
HIV ialah retrovirus yang di sebut lymphadenopathy Associated virus (LAV) atau human T-
cell leukemia virus 111 (HTLV-111) yang juga di sebut human T-cell lymphotrophic virus
(retrovirus) LAV di temukan oleh montagnier dkk. Pada tahun 1983 di prancis, sedangkan
HTLV-111 di temukan oleh Gallo di amerika serikat pada tahun berikutnya. Virus yang sama
ini ternyata banyak di temukan di afrika tengah. Sebuah penelitian pada 200 monyet hijau
afrika,70% dalam darahnya mengandung virus tersebut tampa menimbulkan penyakit. Nama
lain virus tersebut ialah HIV.
HIV terdiri atas HIV-1 DAN HIV-2 terbanyak karena HIV-1 terdiri atas dua untaian RNA
dalam inti protein yang di lindungi envelop lipid asal sel hospes.
Virus AIDS bersifat limpotropik khas dan mempunyai kemampuan untuk merusak sel darah
putih spesifik yang di sebut limposit T-helper atau limposit pembawa factor T4 (CD4). Virus
ini dapat mengakibatkan penurunan jumlah limposit T-helper secara progresif dan
menimbulkan imunodefisiensi serta untuk selanjut terjadi infeksi sekunder atau oportunistik
oleh kuman,jamur, virus dan parasit serta neoplasma. Sekali virus AIDS menginfeksi
seseorang, maka virus tersebut akan berada dalam tubuh korban untuk seumur hidup. Badan
penderita akan mengadakan reaksi terhapat invasi virus AIDS dengan jalan membentuk
antibodi spesifik, yaitu antibodi HIV, yang agaknya tidak dapat menetralisasi virus tersebut
dengan cara-cara yang biasa sehingga penderita tetap akan merupakan individu yang infektif
dan merupakan bahaya yang dapat menularkan virusnya pada orang lain di sekelilingnya.
Kebanyakan orang yang terinfeksi oleh virus AIDS hanya sedikit yang menderita sakit atau
sama sekali tidak sakit, akan tetapi pada beberapa orang perjalanan sakit dapat berlangsung
dan berkembang menjadi AIDS yang full-blown.

3. KLASIFIKASI
Pohon kekerabatan (filogenetik) yang menunjukkan kedekatan SIV dan HIV.
Kedua spesies HIV yang menginfeksi manusia (HIV-1 dan -2) pada mulanya berasal dari
Afrika barat dan tengah, berpindah dari primata ke manusia dalam sebuah proses yang
dikenal sebagai zoonosis. HIV-1 merupakan hasil evolusi dari simian immunodeficiency
virus (SIVcpz) yang ditemukan dalam subspesies simpanse, Pan troglodyte troglodyte.
Sedangkan, HIV-2 merupakan spesies virus hasil evolusi strain SIV yang berbeda (SIVsmm),
ditemukan pada Sooty mangabeymonyet dunia lama Guinea-Bissau. Sebagian besar infeksi
HIV di dunia disebabkan oleh HIV-1 karena spesies virus ini lebih virulen dan lebih mudah
menular dibandingkan HIV-2. Sedangkan, HIV-2 kebanyakan masih terkurung di Afrika
barat.
Berdasarkan susuanan genetiknya, HIV-1 dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu M, N,
dan O. Kelompok HIV-1 M terdiri dari 16 subtipe yang berbeda. Sementara pada kelompok
N dan O belum diketahui secara jelas jumlah subtipe virus yang tergabung di dalamnya.
Namun, kedua kelompok tersebut memiliki kekerabatan dengan SIV dari simpanse. HIV-2
memiliki 8 jenis subtipe yang diduga berasal dari Sooty mangabey yang berbeda-beda.
Apabila beberapa virus HIV dengan subtipe yang berbeda menginfeksi satu individu yang
sama, maka akan terjadi bentuk rekombinan sirkulasi (circulating recombinant forms - CRF)
(bahasa Inggris: circulating recombinant form, CRF). Bagian dari genom beberapa subtipe
HIV yang berbeda akan bergabung dan membentuk satu genom utuh yang baru. Bentuk
rekombinan yang pertama kali ditemukan adalah rekombinan AG dari Afrika tengah dan
barat, kemudian rekombinan AGI dari Yunani dan Siprus, kemudian rekombinan AB dari
Rusia dan AE dari Asia tenggara. Dari seluruh infeksi HIV yang terjadi di dunia, sebanyak
47% kasus disebabkan oleh subtipe C, 27% berupa CRF02_AG, 12,3% berupa subtipe B,
5.3% adalah subtipe D dan 3.2% merupakan CRF AE, sedangkan sisanya berasal dari subtipe
dan CRF lain.

4. PATOFISIOLOGI
HIV tergolong ke dalam kelompok virus yang dikenal sebagai retrovirus yang menunjukkan
bahwa virus tersebut membawa materi genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan
dalam asam deoksiribonukleat (DNA). Virion HIV (partikel virus yang lengkap dan
dibungkus oleh selubung pelindung) mengandung RNA dalam inti berbentuk peluru
terpancung dimana p24 merupakan komponen struktural yang utama. Tombol yang menonjol
lewat dinding virus terdiri atas protein gp120 yang terkait pada protein gp41. Bagian yang
secara selektif berikatan dengan sel-sel CD4-posisitf (CD4+) adalah gp120 dari HIV.
Sel-sel CD4-positif (CD4+) mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper (yang
dinamakan sel-sel CD4+ kalau dikaitkan dengan infeksi HIV); limfosit T4 helper ini
merupakan sel yang paling banyak di antara ketiga sel di atas. Sesudah terikat dengan
membran sel T4 helper, HIV akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke
dalam sel T4 helper. Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase,
HIV akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk
membuat double-stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA ini akan disatukan ke dalam
nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen.
Menurut Smeltzer siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi
diaktifkan. Aktivasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen, sitokin
(TNF alfa atau interleukin l) atau produk gen virus seperti sitomegalovirus (CMV;
cytomegalovirus), virus Epstein-Barr, herpes simpleks dan hepatitis. Sebagai akibatnya, pada
saat sel T4 yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV akan terjadi dan
sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru dibentuk ini kemudian dilepas ke dalam plasma
darah dan menginfeksi sel-sel CD4+ lainnya.
Infeksi HIV pada monosit dan makrofag tampaknya berlangsung secara persisten dan tidak
mengakibatkan kematian sel yang bermakna, tetapi sel-sel itu menjadi reservoir bagi HIV
sehingga virus tersebut dapat tersembunyi dari sistem imun dan terangkut ke seluruh tubuh
lewat sistem itu untuk menginfeksi berbagai jaringan tubuh. Sebagian besar jaringan itu dapat
mengandung molekul CD4+ atau memiliki kemampuan untuk memproduksinya.
Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa sesudah infeksi inisial, kurang-lebih 25% dari
sel-sel kelenjar limfe akan terinfeksi oleh HIV pula. Replikasi virus akan berlangsung terus
sepanjang perjalanan infeksi HIV; tempat primernya adalah jaringan limfoid. Ketika sistem
imun terstimulasi. replikasi virus akan terjadi dan virus tersebut menyebar ke dalam plasma
darah yang mengakibatkan infeksi berikutnya pada sel-sel CD4+ yang lain. Penelitian yang
lebih mutakhir menunjukkan bahwa sistem imun pada infeksi HIV lebih aktif daripada yang
diperkirakan sebelumnya sebagaimana dibuktikan oleh produksi sebanyak dua milyar
limfosit CD4+ per hari. Keseluruhan populasi sel-sel CD4+ perifer akan mengalami
"pergantian (turn over)" setiap 15 hari sekali.
Kecepatan produksi HIV diperkirakan berkaitan dengan status kesehatan orang yang
terjangkit infeksi tersebut. Jika orang tersebut tidak sedang berperang melawan infeksi yang
lain; reproduksi HIV berjalan dengan lambat. Namun, reproduksi HIV tampaknya akan
dipercepat kalau penderitanya sedang menghadapi infeksi lain atau kalau sistem imunnya
terstimulasi. Keadaan ini dapat menjelaskan periode laten yang diperlihatkan oleh sebagian
penderita sesudah terinfeksi HIV. Sebagai contoh, seorang pasien mungkin bebas dari gejala
selama berpuluh tahun; kendati demikian, sebagian besar orang yang terinfeksi HIV (sampai
65%) tetap menderita penyakit HIV atau AIDS yang simtomatik dalam waktu 10 tahun
sesudah orang tersebut terinfeksi. Dalam respons imun, limfosit T4 memainkan beberapa
peranan yang penting, yaitu: mengenali antigen yang asing, mengaktifkan Limfosit B yang
memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksik, memproduksi limfokin dan
mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi limfosit T4 terganggu,
mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan
untuk menginvasi dan menyebabkan sakit yang serius. Infeksi dan malignansi yang timbul
sebagai akibat dari gangguan sistem imun dinamakan infeksi oportunistik.

5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dini yang sering dijumpai berupa eksantem, malaise, demam yang menyerupai flu
biasa sebelum tes serologi positif. Gejala dini lainnya berupa penurunan berat badan lebih
dari 10% dari berat badan semula, berkeringat malam, diare kronik, kelelahan, limfadenopati.
Beberapa ahli klinik telah membagi beberapa fase infeksi HIV yaitu :
a) Infeksi HIV Stadium Pertama
Pada fase pertama terjadi pembentukan antibodi dan memungkinkan juga terjadi gejala-
gejala yang mirip influenza atau terjadi pembengkakan kelenjar getah bening.
b) Persisten Generalized Limfadenopati
Terjadi pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak, inguinal, keringat pada waktu
malam atau kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas dan sariawan oleh jamur
kandida di mulut.
c) AIDS Relative Complex (ARC)
Virus sudah menimbulkan kemunduran pada sistem kekebalan sehingga mulai terjadi
berbagai jenis infeksi yang seharusnya dapat dicegah oleh kekebalan tubuh. Disini
penderita menunjukkan gejala lemah, lesu, demam, diare, yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya dan berlangsung lama, kadang-kadang lebih dari satu tahun, ditambah
dengan gejala yang sudah timbul pada fase kedua.
d) Full Blown AIDS.
Pada fase ini sistem kekebalan tubuh sudah rusak, penderita sangat rentan terhadap
infeksi sehingga dapat meninggal sewaktu-waktu. Sering terjadi radang paru
pneumocytik, sarcoma kaposi, herpes yang meluas, tuberculosis oleh kuman
opportunistik, gangguan pada sistem saraf pusat, sehingga penderita pikun sebelum
saatnya. Jarang penderita bertahan lebih dari 3-4 tahun, biasanya meninggal sebelum
waktunya.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Diagnostik di bagi menjadi tiga, yaitu:
Pemeriksaan Laboratorium
Tes Antibody
Pelacakan HIV
yang terdiri dari:
Serologis : Tes Antibody Serum, Tes Western Blot, Sel T Limfosit, Sel T4 Helper, T8 (sel
supresor sitopatik), P24, Kadar Ig, Reaksi Rantai Polimerasi dan Tes PHS
Neurologis : EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
Tes Lainnya : Sinar X Dada, Tes Fungsi Pulmonal, Scan Gallium, Biopsi.
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system imun akan
bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3-
12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6-12 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa orang
yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak
efektif, kemampuan mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam
darah memungkinkan skrining produk darah dan memudahkan evaluasi diagnostic.
Pada tahun 1985, Food And Drug Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji kadar
HIV bagi semua pendonor darah atau plasma, tes tersebut adalah:
ELISA
Western Blot Assay
Indirect Immunoflourensence
RIPA
Penentuan langsung ada dan aktivitasnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk
melacak perjalanan penyakit dan responnya. Protein tersebut disebut protein virus p24,
pemerikasaan p24 antigen capture assay sangat spesifik untuk HIV=1. tapi kadar p24 pada
penderita infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) sangat rendah, pasien dengan titer
p24 punya kemungkinan lebih lanjut lebih besar dari menjadi AIDS.
Pemeriksaan ini digunakan dengan tes lainnya untuk mengevaluasi efek anti virus.
Pemeriksaan kultur Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau kultur plasma kuantitatif dan
viremia plasma merupakan tes tambahan yang mengukur beban virus (viral burden) AIDS
muncul setelah benteng pertahanan tubuh yaitu sistem kekebalan alamiah melawan bibit
penyakit runtuh oleh virus HIV, dengan runtuhnya/hancurnya sel-sel limfosit T karena
kekurangan sel T, maka penderita mudah sekali terserang infeksi dan kanker yang sederhana
sekalipun, yang untuk orang normal tidak berarti. Jadi bukan AIDS nya sendiri yang
menyebabkan kematian penderita, melainkan infeksi dan kanker yang dideritanya.
HIV biasanya ditularkan melalui hubungan seks dengan orang yang mengidap virus tersebut
dan terdapat kontak langsung dengan darah atau produk darah dan cairan tubuh lainnya. Pada
wanita virus mungkin masuk melalui luka atau lecet pada mulut rahim/vagina. Begitu pula
virus memasuki aliran darah pria jika pada genitalnya ada luka/lecet. Hubungan seks melalui
anus berisiko tinggi untuk terinfeksi, namun juga vaginal dan oral. HIV juga dapat ditularkan
melalui kontak langsung darah dengan darah, seperti jarum suntik (pecandu obat narkotik
suntikan), transfusi darah/produk darah dan ibu hamil ke bayinya saat melahirkan. Tidak ada
bukti penularan melalui kontak sehari-hari seperti berjabat tangan, mencium, gelas bekas
dipakai penderita, handuk atau melalui closet umum, karena virus ini sangat rapuh.
Masa inkubasi/masa laten sangat tergantung pada daya tahan tubuh masing-masing orang,
rata-rata 5-10 tahun. Selama masa ini orang tidak memperlihatkan gejala-gejala, walaupun
jumlah HIV semakin bertambah dan sel T4 semakin menururn. Semakin rendah jumlah sel
T4, semakin rusak sistem kekebalan tubuh. Pada waktu sistem kekebalan tubuh sudah dalam
keadaan parah, seseorang yang mengidap HIV/AIDS akan mulai menampakkan gejala-gejala
AIDS.

7. KOMPLIKASI
a) Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan
berat badan, keletihan dan cacat.
a) B. Neurologik
b) C. Gastrointestinal
1. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma
Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
2. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan
anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
3. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat
infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.

c) D. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan
strongyloides dengan efek nafas pendek ,batuk, nyeri, hipoksia, keletihan, dan gagal nafas.
d) E. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot,
lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
e) F. Sensorik
- Pandangan :Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
- Pendengaran :Otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan HIV -AIDS pada dasarnya meliputi aspek Medis Klinis, Psikologis dan Aspek
Sosial.
1. Aspek Medis meliputi :
a. Pengobatan Suportif.
Penilaian gizi penderita sangat perlu dilakukan dari awal sehingga tidak terjadi hal hal yang
berlebihan dalam pemberian nutrisi atau terjadi kekurangan nutrisi yang dapat menyebabkan
perburukan keadaan penderita dengan cepat. Penyajian makanan hendaknya bervariatif sehingga
penderita dapat tetap berselera makan. Bila nafsu makan penderita sangat menurun dapat
dipertimbangkan pemakaian obat Anabolik Steroid. Proses Penyedian makanan sangat perlu
diperhatikan agar pada saat proses tidak terjadi penularan yang fatal tanpa kita sadari. Seperti
misalnya pemakaian alat-alat memasak, pisau untuk memotong daging tidak boleh digunakan
untuk mengupas buah, hal ini di maksudkan untuk mencegah terjadinya penularan Toksoplasma,
begitu juga sebaliknya untuk mencegah penularan jamur.
b. Pencegahan dan pengobatan infeksi Oportunistik.
Meliputi penyakit infeksi Oportunistik yang sering terdapat pada penderita infeksi HIV dan AIDS.
1) Tuberkulosis
Sejak epidemi AIDS maka kasus TBC meningkat kembali. Dosis INH 300 mg setiap hari dengan
vit B6 50 mg paling tidak untuk masa satu tahun.
2) Toksoplasmosis
Sangat perlu diperhatikan makanan yang kurang masak terutama daging yang kurang matang.
Obat : TMP-SMX 1 dosis/hari.
3) CMV
Virus ini dapat menyebabkan Retinitis dan dapat menimbulkan kebutaam. Ensefalitis, Pnemonitis
pada paru, infeksi saluran cernak yang dapat menyebabkan luka pada usus. Obat : Gansiklovir
kapsul 1 gram tiga kali sehari.
4) Jamur

Jamur yang paling sering ditemukan pada penderita AIDS adalah jamur Kandida. Obat : Nistatin
500.000 u per hari Flukonazol 100 mg per hari.
c. Pengobatan Antiretroviral (ARV)
1) Jangan gunakan obat tunggal atau 2 obat
2) Selalu gunakan minimal kombinasi 3 ARV disebut “HAART” (Highly Active Anti Retroviral
therapy)
3) Kombinasi ARV lini pertama pasien naïve (belum pernah pakai ARV sebelumnya) yang
dianjurkan : 2NRTI + 1 NNRTI.
4) Di Indonesia :
a) Lini pertama : AZT + 3TC + EFV atau NVP
b) Alternatif : d4T + 3TC + EFV atau NVP AZT atau d4T + 3TC + 1PI (LPV/r)
5) Terapi seumur hidup, mutlak perlu kepatuhan karena resiko cepat terjadi resisten bila sering
lupa minum obat.
2. Aspek Psikologis, meliputi :
a. Perawatan personal dan dihargai
b. Mempunyai seseorang untuk diajak bicara tentang masalah-masalahnya
c. Jawaban-jawaban yang jujur dari lingkungannya
d. Tindak lanjut medis
e. Mengurangi penghalang untuk pengobatan
f. Pendidikan/penyuluhan tentang kondisi mereka
3. Aspek Sosial.
Seorang penderita HIV AIDS setidaknya membutuhkan bentuk dukungan dari
lingkungan sosialnya. Dimensi dukungan sosial meliputi 3 hal:
a. Emotional support, miliputi; perasaan nyaman, dihargai, dicintai, dan diperhatikan
b. Cognitive support, meliputi informasi, pengetahuan dan nasehat
c. Materials support, meliputi bantuan / pelayanan berupa sesuatu barang dalam mengatasi
suatu masalah. (Nursalam, 2007)
Dukungan sosial terutama dalam konteks hubungan yang akrab atau kualitas hubungan
perkawinan dan keluarga barangkali merupakan sumber dukungan sosial yang paling penting.
House (2006) membedakan empat jenis dimensi dukungan social :
a. Dukungan Emosional
Mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap pasien dengan HIV AIDS yang
bersangkutan
b. Dukungan Penghargaan
Terjadi lewat ungkapan hormat / penghargaan positif untuk orang lain itu, dorongan maju atau
persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif orang itu dengan
orang lain
c. Dukungan Instrumental
Mencakup bantuan langsung misalnya orang memberi pinjaman uang, kepada penderita HIV
AIDS yang membutuhkan untuk pengobatannya
d. Dukungan Informatif
Mencakup pemberian nasehat, petunjuk, sarana.

9. DIAGNOSA KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
No
Fokus Pengkajian
Gejala
Tanda

1
Aktivitas /Istirahat
mudah lelah, toleransi terhadap aktivitas berkurang, progresi kelelahan/malaise, perubahan pola
tidur
kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologis terhadap aktivitas seperti perubahan
tensi, frekuensi jantung, dan pernapasan
2
Sirkulasi
penyembuhan luka lambat (bila anemia), perdarahan lama pada cedera (jarang terjadi)
Takikardia, perubahan tensi postural, menurunnya volume nadi perifer, pucat/ sianosis,
perpanjangan pengisian kapiler

3
Integritas Ego
faktor stres berhubungan dengan kehilangan, mis. dukungan keluarga/orang lain, penghasilan,
gaya hidup, distres spiritual, mengkhawatirkan penampilan; alopesia, lesi cacat, menurunnya berat
bedan (BB). Mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak berguna, rasa bersalah,
kehilangan kontrol diri, dan depresi
Mengingkari, cemas, depesi, takut, menarik diri, perilaku marah, postur tubuh mengelak,
menangis, dan kontak mata yang kurang. Gagal menepati janji atau banyak janji untuk periksa
dengan gejala yang sama

4
Eliminasi
diare yang intermiten, terus menerus, disertai/tanpa kram abdominal. Nyeri panggul, rasa terbakar
saat miksi
feses encer disertai/tanpa mukus atau darah, diare pekat yang sering, nyeri tekan abdominal, lesi
atau abses rektal, perianal, dan perubahan dalam jumlah, warna, dan karakteristik urin

5
Makanan/Cairan
Tidak napsu makan, mual/muntah, perubahan kemampuan mengenali makanan, disfagia, nyeri
retrosternal saat menelan dan penurunan BB yang progresif
bising usus dapat hiperaktif, kurus, menurunnya lemak subkutan/masa otot, turgor kulit buruk, lesi
pada rongga mulut, adanya selaput putih dan perubahan warna pada mulut. Kesehatan gigi/gusi
yang buruk, adanya gigi yang tanggal, dan edema (umum, dependen)
6
Higiene
tidak dapat menyelesaikan aktivitas sehari-hari
memperlihatkan penampilan yang tidak rapi, kekurangan dalam perawatan diri, dan aktivitas
perawatan diri

7
Neurosensori
pusing, sakit kepala, perubahan status mental, berkurangnya kemampuan diri untuk mengatasi
masalah, tidak mampu mengingat dan konsentrasi menurun. Kerusakan sensasi atau indera posisi
dan getaran, kelemahan otot, tremor, perubahan ketajaman penglihatan, kebas, kesemutan pada
ekstrimitas (paling awal pada kaki)
perubahan status mental kacau mental sampai dimensia, lupa konsentrasi buruk, kesadaran
menurun, apatis, respon melambat, ide paranoid, ansietas, harapan yang tidak realistis, timbul
reflak tidak normal, menurunnya kekuatan otot, gaya berjalan ataksia, tremor, hemoragi retina dan
eksudat, hemiparesis, dan kejang

8
Nyeri/Kenyamanan
nyeri umum atau lokal, sakit, rasa terbakar pada kaki, sakit kepala (keterlibatan SSP), nyeri dada
pleuritis
pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri tekan, penurunan rentang gerak (ROM),
perubahan gaya berjalan/pincang, gerak otot melindungi bagian yang sakit

9
Pernapasan
napas pendek yang progresif, batuk (sedang-parah), batuk produktif/ nonproduktif, bendungan
atau sesak pada dada
takipnea, distres pernapasan, perubahan bunyi napas/bunyi napas adventisius, sputum kuning
(pada pneumonia yang menghasilkan sputum)

10
Keamanan
riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka lambat sembuh, riwayat transfusi berulang, riwayat penyakit
defisiensi imun (kanker tahap lanjut), riwayat infeksi berulang, demam berulang ; suhu rendah,
peningkatan suhu intermiten, berkeringat malam
perubahan integritas kulit; terpotong, ruam, mis. ruam, eksim, psoriasis, perubahan warna, mudah
terjadi memar, luka-luka perianal atau abses, timbul nodul-nodul, pelebaran kelenjar limfe pada
dua area atau lebih (mis. leher, ketiak, paha). Kekuatan umum menurun, perubahan pada gaya
berjalan

11
Seksualitas
riwayat perilaku berisiko tinggi yaitu hubungan seksual dengan pasangan positif HIV, pasangan
seksual multipel, aktivitas seksual yang tidak terlindung, dan seks anal. Menurunnya libido, terlalu
sakit untuk melakukan hubungan seksual, dan penggunaan kondom yang tidak konsisten.
Menggunakan pil KB yang meningkatkan kerentanan terhadap virus pada wanita yang
diperkirakan dapat terpajan karena peningkatan kekeringan vagina
kehamilan atau resiko terhadap hamil, pada genetalia manifestasi kulit (mis. herpes, kutil), dan
rabas

12
Interaksi Sosial
kehilangan kerabat/orang terdekat, rasa takut untuk mengungkapkan pada orang lain, takut akan
penolakan/kehilangan pendapatan, isolasi, kesepian, mempertanyakan kemampuan untuk tetap
mandiri, tidak mampu membuat rencana
perubahan pada interaksi keluarga/orang terdekat, aktivitas yang tidak terorganisasi, perubahan
penyusunan tujuan

DAFTAR PUSTAKA
kerjakesehatan.blogspot.com/2012/12/penatalaksanaan-hiv-aids.html
http://id.wikipedia.org/wiki/HIV

Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidomologi, penularan, pencegahan, dan pemberantasannya..


Jakarta: Erlangga Medical Series
Muhajir. 2007. Pendidkan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Bandung: Erlangga

Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1993. Mikrobiolog Kedokteran. Jakarta
Barat: Binarupa Aksara

Djuanda, adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Mandal,dkk. 2008. Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga Medical Series

http://hanifatunnisaa.wordpress.com/2012/08/24/definisi-sejarah-gejala-cara-penularan-dan-
pencegahan-penyakit-hiv-aids/

You might also like