You are on page 1of 12

Jurnal Agroteknologi. Vol. 3 No.

2, Februari 2013:41-52

PENANDA DNA UNTUK ANALISIS GENETIK TANAMAN

(DNA Markers for Plants Genetic Analysis)

ZULFAHMI
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian dan Peternakan,
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Kampus Panam, PO Box 1004,
Pekanbaru 28293, Riau Tel.+62-761-562051, Fax +62-761-562052.
E-mail: fahmi2509@gmail.com.

ABSTRACT

Genetic diversity is an important aspect for plant to adapt on environment changes.


Information on genetic diversity at individual, species and population levels are required for a basic
consideration to formulate strategy conservation and breeding program and utilizing of genetic
resources. In the last few decades, the development of DNA based molecular markers techniques has
been a significant increase and its are routinely being used in ecological, evolutionary, taxonomical,
phylogenetic, population genetic, identification studies of plant sciences. These DNA based markers
are distinguished in two types, first non PCR based techniques such as RFLP (Restriction Fragment
Length Polymorphism) and second is PCR based techniques such as RAPD (Random Amplified
Polymorphic DNA), SSR (Simple Sequence Repeats) and AFLP (Amplified Fragment Length
Polymorphism), Cleaved Amplified Polymorphic Sequences (CAPS), Sequence Characterized
Amplified Region (SCAR), Single-Strand Conformation Polymorphism (SSCP) and DNA barcoding.
These techniques are well established and their advantages as well as limitations have been realized.
The review details account of techniques used in identification of markers and their applicability in
plant sciences.

Keywords: DNA Markers, Plant Genetics, Assessment Diversity, Polymerace Chain Reaction (PCR)

PENDAHULUAN lingkungan. Studi secara tradisional dengan


metode genetika kuantitatif, penilaian
Keragaman tingkat genetik merupakan keragaman dan distribusi keragaman
tingkat keragaman yang paling rendah dalam dikelompokkan ke dalam beberapa kelas
organisasi biologi. Keragaman genetik sangat pengaruh, seperti pengaruh fenotifik, genotipe,
penting bagi tanaman untuk beradaptasi lingkungan dan interaksi antara lingkungan dan
terhadap perubahan lingkungan yang terjadi genotipe. Penentuan keragaman genetik
disekitarnya. Informasi keragaman genetik tanaman secara konvensional ini membutuhkan
tanaman pada tingkat, individu, spesies waktu yang lama, relatif mahal, dipengaruhi
maupun populasi perlu diketahui, sebagai dasar oleh lingkungan dan keragaman yang diperoleh
pertimbangan dalam menyusun strategi terbatas dan tidak konsisten.
konservasi, pemuliaan, pengelolaan dan Keterbatasan penanda morfologi ini
pemanfaatan sumberdaya genetik tanaman mendorong perkembangan penanda lain yang
secara berkelanjutan. Penilaian keragaman dapat langsung mengakses ke bagian material
genetik tanaman dapat dilakukan dengan yang mengendalikan karakter atau ciri suatu
menggunakan penanda morfologi, biokimia dan individu, yaitu yang dikenal dengan penanda
molekuler DNA. molekuler DNA. Penanda molekuler
Penilaian keragaman genetik tanaman didefinisikan sebagai segmen DNA tertentu
secara morfologi dilakukan melalui uji progeni, yang mewakili perbedaan pada tingkat genom.
uji provenan dan pengujian lainnya dengan DNA merupakan sumber informasi genetik
mengamati penampilan fenotipik tanaman. yang potensial dan akurat. DNA ditemukan
Pengujian ini dilakukan pada lingkungan yang dalam hampir semua sel semua organisme,
berbeda dengan fokus utama adalah ciri baik pada jaringan hidup maupun yang mati.
kualitatif dan kuantitatif yang bernilai ekonomi Ditambah lagi, jaringan tersebut dapat secara
serta ciri yang secara biologi penting seperti mudah disimpan di bawah kondisi lapangan.
kemampuan hidup (survive), sifat toleran Penanda molekuler ini memiliki keuntungan
terhadap stres lingkungan, sifat produksi dan dibandingkan dengan penanda morfologi, yaitu
resistensi terhadap hama dan penyakit. stabil dan dapat dideteksi dalam semua
Sebagian diantara ciri–ciri tersebut bersifat jaringan tanaman, serta tidak dipengaruhi oleh
poligenik dan ekspresinya dipengaruhi oleh lingkungan.

41
Penanda DNA (Zulfahmi)

Penanda molekuler DNA yang ideal dilabel ke filter, pencucian dan ekspos filter
memiliki kriteria sebagai berikut: a) memiliki pada sinar x untuk memperoleh autoradiogram.
tingkat polimorfisme yang sedang sampai Pola pita yang terlihat pada autoradiogram
tinggi, b) terdistribusi merata diseluruh genom, mewakili fragmen restriksi yang homolog
c) memberikan resolusi perbedaan genetik dengan sekuen probe. Keuntungan penanda
yang cukup, d) pewarisan bersifat kodominan RFLP adalah polimorfisme yang relatif tinggi,
(dapat membedakan kondisi homozigot dan bersifat kodominan, memiliki lokus penanda
heterozigot dalam organisme diploid), e) yang spesifik, dan hasilnya yang konsisten
berprilaku netral, f) secara teknik sederhana, antar laboratorium, sedangkan kekurangan dari
cepat dan murah, g) butuh sedikit jaringan dan penanda RFLP adalah membutuhkan DNA
DNA sampel, h) berkaitan erat dengan fenotipe, dengan kualitas tinggi sehingga perlu
i) tidak memerlukan informasi tentang genom melakukan ekstraksi DNA dalam skala besar,
organisme. j) data mudah dipertukarkan antar relatif mahal, prosedurnya panjang dan
laboratorium (Mondini et al., 2009; Agarwal et menggunakan radioaktif. Terkait dengan
al., 2008; Weising et al., 2005). Tidak ada satu keterbatasan tersebut, penanda RFLP tidak
jenis penanda yang dapat memenuhi semua banyak digunakan dalam skala luas.
kriteria tersebut, bagaimana pun juga kita dapat Beberapa aplikasi RFLP antara lain
memilih diantara berbagai penanda yang ada untuk pemetaan genetik (Botstein et al., 1980),
dan saling dikombinasikan untuk mencapai studi filogenetik tanaman (Miller dan Tanskey,
semua kriteria tersebut. 1990), studi keragaman (Debreuil et al., 1996),
Tulisan ini akan membahas secara hibridisasi dan introgresi seperti aliran gen
ringkas penanda molekuler DNA yang umum antar tanaman (Brubaker dan Wendel, 1994).
digunakan serta aplikasi mereka. Penanda
molekuler DNA tersebut dapat dikelompokkan Penanda DNA berdasarkan PCR
menjadi dua yaitu, pertama, penanda DNA Sejak ditemukan teknologi PCR oleh
tanpa PCR (non-PCR based techniques) Mullis dan Faloona (1987), penanda molekuler
seperti RFLP, kedua, penanda DNA DNA berkembang pesat dan diaplikasikan pada
berdasarkan PCR yang meliputi RAPD, AFLP, berbagai bidang, baik yang menggunakan
SSR, CAPS, SCAR, SSCP dan DNA primer acak yang tidak memerlukan informasi
Barkoding. sekuen DNA maupun yang memerlukan
informasi sekuen DNA, hal ini karena
Penanda DNA Tanpa PCR kecepatan, efisiensi dan kesuksesan dalam
Restriction Fragment Length Polymorphism mendeteksi berbagai tipe variasi DNA yang
(RFLP) tinggi. Teknologi PCR terus disederhanakan
RFLP (Botstein et al., 1980) adalah dan dikembangkan, sehingga biaya relatif
penanda DNA pertama yang dihasilkan dari rendah, kecepatan tinggi, membutuhkan contoh
perbedaan sekuen nukleotida tanaman yang uji sangat sedikit, metode ekstraksi dan
berbeda. Perbedaan tersebut muncul karena amplifikasi yang sederhana sehingga membuat
mutasi yang terjadi pada waktu lalu dan penanda berdasarkan PCR dapat diaplikasikan
dideteksi sebagai variasi (polimorfisme pada pada semua spesies.
perbedaan fragmen restriksi). Mutasi yang PCR merupakan suatu reaksi in vitro
terjadi seperti subsititusi, delesi, insersi pada untuk menggandakan jumlah molekul DNA
sekuen DNA akan merubah tempat dengan cara mensintesis molekul DNA baru
pemotongan (restriction sites) enzim yang berkomplemen dengan molekul DNA
endonuklease sehingga dapat merubah cetakan dengan bantuan enzim DNA
panjang fragmen DNA yang dihasilkan dan Polymerase dan primer dalam suatu
dideteksi sebagai penanda yang mewakili thermocyler (Mullis dan Faloona, 1987). Ada
genotipe suatu individu. Variasi panjang empat komponen utama yang dibutuhkan untuk
fragmen DNA hasil pemotongan enzim restriksi melakukan proses PCR yaitu DNA template
dapat digunakan sebagai profil untuk (cetakan), primer, DNA polymerase dan dNTPs.
identifikasi individu yang dikenal dengan sidik Menurut Newton dan Graham (1994) tahap-
jari DNA (DNA fingerprint). tahap dalam proses PCR meliputi: i) denaturasi
Analisis RFLP pada tanaman DNA, pembukaan utas ganda DNA menjadi
0
melibatkan beberapa tahapan, yaitu ekstraksi utas tunggal (biasanya pada suhu 92-94 C), ii)
DNA dari tanaman, pemotongan DNA dengan tahap annealing, penempelan primer pada DNA
enzim restriksi, fraksinasi ukuran fragmen pada cetakan biasanya tergantung pada Melting
gel melalui elektroporesis, transfer fragmen Temperature primer yang digunakan), serta iii)
DNA ke nylon membrane, kloning fragmen ke tahap extension, pemanjangan primer dengan
dalam plasmid, pelabelan probe DNA dengan melakukan reaksi polimerisasi nukleotida untuk
radioaktif (32P) dan hibridisasi probe DNA yang membentuk rantai DNA (biasanya pada suhu

42
Jurnal Agroteknologi. Vol. 3 No. 2, Februari 2013:41-52

0
72 C). Ketiga tahapan tersebut akan dilakukan penanda RAPD adalah secara teknik lebih
secara berulang. Jumlah salinan (copy) DNA sederhana dan cepat dalam pengujiannya,
hasil amplifikasi adalah 2n, dimana n adalah tidak memerlukan informasi sekuen DNA
jumlah siklus (Newton dan Graham, 1994). sehingga penanda ini dapat digunakan secara
Teknik penanda berdasarkan PCR dapat luas, jumlah sampel DNA yang dibutuhkan
dikelompokkan menjadi dua, yaitu i) sedikit, primer tersedia secara komersial, dan
menggunakan primer acak atau tidak tidak menggunakan senyawa radioaktif (Cheng
memerlukan sekuen spesifik dan ii) et al., 1997; Karp et al., 1997).
menggunakan primer spesifik atau ada sekuen Untuk beberapa aplikasi, sifat dominan
target tertentu. dari fragmen RAPD ini tidak menguntungkan
dalam studi genetika populasi (Lynch dan
Random Amplified Polymorphic DNA Milligan, 1994) karena tidak dapat diaplikasi
(RAPD) untuk menduga heterozigot secara langsung,
Teknik RAPD menggunakan sekuen sensitif terhadap perubahan kondisi reaksi dan
primer pendek untuk mengamplifikasi sekuen- intensitas pita yang dihasilkan bervariasi
sekuen DNA genom secara acak (William et al., sehingga menyulitkan dalam skoring pola pita.
1990). Panjang primer yang digunakan Untuk mengatasi hal ini sebaiknya skoring pita
biasanya 10 basa dan tersedia dalam Kit yang dilakukan terhadap pita yang memiliki intensitas
dijual secara komersial dari berbagai dan kecerahan yang kuat (Lynch dan Milligan,
perusahaan. Amplifikasi fragmen DNA 1994). Penanda RAPD dapat digunakan untuk
dilakukan dengan menggunakan mesin PCR identifikasi kultivar dan klon tanaman (Palai dan
pada suhu annealing rendah (35-40oC). Dalam Rout, 2007; Te-chato et al., 2005; Karsinah et
proses amplifikasi dengan PCR, jika suhu al., 2002), genetika populasi (Medri et al., 2011;
annealingnya tepat, primer akan menempel Li dan Ge, 2006), pemetaan genetik (Sondur et
pada beberapa tempat dimana sekuennya al., 1996), filogenetik, dan marker-assisted
berkomplemen dengan sekuen DNA cetakan selection.
dan menghasilkan fragmen DNA secara acak.
Produk amplifikasi biasanya berukuran 0.5-5 Amplified Fragment Length Polymorphism
kb, dipisahkan dengan gel agarose dan pola (AFLP)
pitanya dideteksi melalui pewarnaan dengan AFLP adalah teknik yang
etidium bromide di bawah sinar ultraviolet menggabungkan kekuatan RFLP (pemotongan
(Jones et al., 1997) dan ―ada‖ atau ―tidak ada‖ DNA dengan enzim restriksi) dan fleksibilitas
pita akan diamati. Menurut Weising et al., teknologi PCR (Vos et al., 1995). Tahapan
(2005), secara teori, polimorfisme RAPD teknik AFLP terdiri dari ekstraksi DNA,
merupakan hasil dari beberapa peristiwa, yaitu pemotongan DNA dengan menggunakan enzim
i) insersi fragmen DNA yang besar diantara restriksi (biasanya menggunakan EcoR1 dan
tempat penempelan primer yang melebihi Mse1), meligasi fragmen restriksi dengan
kemampuan PCR sehingga tidak ada fragmen sekuen adapter, amplifikasi dengan PCR
yang terdeteksi, ii) insersi atau delesi kecil utas menggunakan dua primer yang berkomplemen
DNA yang menyebabkan perubahan ukuran dengan sekuen adapter, dan pemisahan
fragmen amplifikasi, (iii) delesi salah satu amplikon dengan mengggunakan gel
tempat penempelan primer sehingga poliakrimid atau elektroporesis kapiler. Metode
mengakibatkan hilangnya fragmen atau AFLP dapat menghasilkan 50–100 fragmen
meningkatnya ukuran fragmen, (iv) substitusi DNA secara bersamaan dalam sekali
satu nukleotida pada satu atau dua tempat pengujian. Jumlah amplikon dari setiap
sasaran primer yang mempengaruhi proses pengujian AFLP merupakan satu fungsi dari
annealing, yang berakibat pada ada atau jumlah nukleotida selektif dalam kombinasi
tidaknya polimorfisme atau merubah ukuran primer AFLP, motif nukleotide selektif, GC
fragmen. content, ukuran genome secara fisik dan
Penanda RAPD bersifat dominan, kompleksitasnya.
fragmen DNA yang dihasilkan tidak dapat Menurut Mondini et al. (2009) bahwa
membedakan individu yang memiliki genotipe polimorfisme dalam analisis AFLP berasal dari
homozigot (AA) dengan heterozigot (Aa), tiga sumber, yaitu: (1) variasi sekuen pada satu
sedangkan yang tidak ada pita secara jelas atau kedua tempat restriksi fragmen flanking
menunjukkan genotipe resesif (aa). Fragmen tertentu, (2) insersi dan delesi dalam amplifikasi
DNA hasil amplifikasi RAPD diskoring dengan fragmen, dan (3) perbedaan dalam sekuen-
ketentuan ―1‖ untuk ada pita dan ―0‖ untuk tidak sekuen nukleotida yang berdekatan terhadap
ada pita, data tersebut kemudian digunakan titik restriksi. AFLP memiliki tingkat
untuk menghasilkan matrik biner untuk analisis polimorfisme yang lebih tinggi dibandingkan
statistik selanjutnya. Keuntungan utama dengan RFLP. Keuntungan teknologi AFLP

43
Penanda DNA (Zulfahmi)

adalah proses PCR yang cepat, menggunakan Dari dua jenis mekanisme mutasi yang
primer acak, dan tidak membutuhkan informasi disebutkan diatas, banyak peneliti menyatakan
sekuen. Keuntungan tersebut membuat AFLP bahwa SSM selama replikasi DNA adalah
dapat diaplikasikan untuk studi taksonomi penyebab utama ketidakstabilan mikrosatelit
secara molekuler, genetika populasi, identifikasi (Eisen, 1999). Rata-rata mutasi mikrosatelit
klon, kultivar, konstruksi peta genetik, dan lain- dipengaruhi oleh sifat mikrosatelit, seperti:
lain. Analisis AFLP juga mempunyai sejumlah jumlah ulangan, motif ulangan sekuen, panjang
keterbatasan, seperti, penanda dominan, unit ulangan, sekuen flanking, dan interuption
terbatasnya tingkat polimorfisme dalam dalam mikrosatelit, rata-rata transkripsi dan
beberapa kultivar, membutuhkan kualitas dan rata-rata rekombinasi (Schloetterer, 2000), GC
jumlah DNA yang tinggi, content, suhu, metilasi dan siklus sel (Eisen,
1999), posisi kromosom, seks dan genotipe (Li
Mikrosatelit et al., 2002).
Mikrosatelit adalah sekuen DNA yang Slippage strand mispairing selama
berulang, dimana satu motif mengandung satu replikasi DNA dapat dikoreksi oleh
sampai enam pasang basa yang diulang secara exonucleolytic proofreading dan mismatch
tandem dalam sejumlah waktu (Navascues dan repair. Exonucleolytic proofreading adalah
Emerson, 2005). Jika ulangan tersebut cukup proses pengujian untaian DNA yang salah,
panjang dan tidak terpotong-potong yang dibuat oleh DNA polimerase selama
(uninterrupted), mereka sangat baik digunakan sintesis DNA. Jika kesalahan ditemukan,
sebagai penanda genetik karena tingkat exonuclease akan mendegradasi DNA tersebut
polimorfisme mereka yang tinggi (Hancock, dan kemudian akan mereplikasi kembali
1999; Powell et al., 1996). Dalam literatur, untaian DNA yang baru, dengan back-up DNA
mikrosatelit sering disebut sebagai simple polimerase. Kesalahan yang dibuat oleh DNA
sequence repeats (SSRs), short tandem repeat polimerase tidak akan menjadi mutasi
(STR), variable number tandem repeat (VNTR) semuanya, sebab kesalahan itu akan diperbaiki
dan simple sequence length polymorphism (dihapus) oleh proofreading. Exonucleolytic
(SSLP). Banyaknya istilah ini, cenderung proofreading mendeteksi kesalahan dengan
membingungkan terutama ketika melakukan memonitor DNA yang telah direplikasi, apakah
studi literatur, tetapi istilah mikrosatelit telah membentuk struktur DNA double helix yang
menjadi umum untuk menggambarkan motif normal dengan untaian template-nya. Struktur
DNA pendek yang berulang (Hancock, 1999). DNA yang tidak normal akan merangsang
Rata-rata kecepatan mutasi mikrosatelit (trigger) aktivitas exonuclease. Proofreading
berkisar dari 10-6 sampai 10-2 kejadian per dipengaruhi oleh GC content dan sekuen DNA.
lokus per generasi, lebih tinggi dibandingkan Mismatch repair berperan dalam
dengan rata-rata mutasi pada gen yang mengenali dan memperbaiki kembali basa yang
mengkodekan loci (Li et al., 2002). Mutasi muncul karena salah dalam penggabungan.
menghasilkan perubahan dalam jumlah unit Mismatch repairs memainkan peranan kunci
ulangan dan itu diamati sebagai variasi panjang dalam meregulasi kestabilan mikrosatelit,
mikrosatelit. Ada dua mekanisme yang dapat perbedaan dalam perbaikan loops oleh
menerangkan tingginya kecepatan mutasi mismatch repairs menyebabkan banyaknya
mikrosatelit. Pertama, rekombinasi diantara variasi mikrosatelit di dalam dan diantara
kromosom DNA homolog melalui unequal spesies (Eisen, 1999).
crossing over (UCO) atau dengan konversi gen Ada beberapa permasalahan dalam
yang menghasilkan ketidaksempurnaan menggunakan penanda mikrosatelit.
susunan dan menyebabkan adanya Permasalahan ini dapat dikelompokkan ke
peningkatan ulangan dalam mikrosatelit. dalam problem praktek dan problem data.
Kedua, slippage strand mispairing (SSM) yang Problem praktek meliputi: i) Pemilihan primer
terjadi selama replikasi DNA (Oliveire et al., untuk mikrosatelit, banyak jenis primer yang
2007; Ellegren 2004; Schlotterer, 2000; telah didisain untuk analisis mikrosatelit pada
Schlotterer dan Tautz, 1992). Peristiwa ini tanaman. Primer-primer itu perlu di-screening
dimulai dengan slipnya DNA polimerase selama dan dioptimasi sebelum diaplikasikan pada
replikasi yang menyebabkan template dan untai jenis tanaman tertentu, karena setiap tanaman
DNA yang baru menjadi tidak sejajar sementara mempunyai karakteristik spesifik yang berbeda
waktu, ketika replikasi dilanjutkan, untaian DNA satu sama lain. ii) Slippage selama proses
harus disejajarkan kembali dan mutasi akan amplifikasi, termopolimerase dapat slip
dihasilkan jika penjajaran ini tidak sempurna. sehingga menghasilkan produk yang berbeda
Hilang atau majunya ulangan mikrosatelit dapat dalam ukurannya. iii) Ukuran produk amplifikasi
keluar dari loops DNA ganda (Schloetterer dan berbeda dari ukuran produk sebenarnya.
Tautz, 1992; Schloetterer, 1998; Eisen, 1999). Ketidakakuratan dalam identifikasi alel mungkin

44
Jurnal Agroteknologi. Vol. 3 No. 2, Februari 2013:41-52

juga disebabkan oleh Taq polimerase yang adalah empat basa yang memiliki tempat
menambah nukleotida adenosin sampai ujung pemotongan (restriction site) spesifik. Hasil
3’ produk amplifikasi. Ginot et al. (1996) pemotongan dengan enzim restriksi kemudian
menyatakan untuk mengatasi permasalahan ini dipisahkan dengan gel agarose atau
adalah dengan menambah polimerase pfu poliakrilamid pada konsentrasi tertentu,
selama atau setelah proses PCR, atau dengan sehingga akan diperoleh pola pita polimorfik
menggunakan polimerase DNA T4 setelah atau pita monomorfik. Adanya variasi pola pita
PCR. yang dihasilkan merupakan akibat insersi atau
Homoplasi adalah salah satu problem delesi satu nukleotida yang mengakibatkan
data dalam analisis mikrosatelit. Homoplasi berubah tempat pemotongan enzim restriksi.
didefinisikan sebagai dua alel sama dalam Penanda CAPS memiliki beberepa
keadaan, tetapi tidak sama secara keturunan. kelebihan, yaitu: i) membutuhkan kuantitas
Homoplasi mungkin menyebabkan problem DNA template yang rendah (50-100 ng per
dalam analisis studi genetika populasi, dimana reaksi) untuk PCR, ii) bersifat kodominan
dapat mempengaruhi pengukuran keragaman (Matsumoto dan Tsumura, 2004) dan lokus
genetik, aliran gen, jarak genetik, ukuran spesifik sehingga dapat diguankan untuk
neighbourhood, metode penetapan dan analisis membedakan individu homozigot dan
filogenetik (Estoup et al., 2002). Homoplasi heterozigot, iii) tidak memerlukan tahapan
dalam analisis DNA kloroplas menggunakan hibridisasi southern blot, dan iv) tidak
mikrosatelit dianggap sebagai sebuah menggunakan radioaktif. Kelemahan penanda
pembatas utama, ketika digunakan sebagai ini adalah: i) dibutuhkan informasi sekuen DNA
penanda genetik (Provan et al., 2001). Para dalam mendisain primer spesifik untuk PCR; ii)
peneliti secara umum telah menganggap sulit mendapatkan pola pita polimorfik karena
bahwa tingkat homoplasi cukup rendah pada ukuran fragmen hasil amplifikasi PCR yang
mikrosatelit menggunakan DNA kloroplas pendek yaitu 300-1800 bp serta terbatasnya
(Cuenca et al., 2003). mutasi, sehingga memerlukan skrining dengan
Mikrosatelit mempunyai karakteristik banyak enzim restriksi. Untuk mengatasi
sebagai berikut: tingkat polimorfisme yang kelemahan ini para peneliti telah
tinggi, bersifat kodominan, dan diwariskan mengembangkan varian varu dari CAPS yang
mengikuti hukum mendel (Powell et al., 1996; disebut dCAPS (derived cleaved amplified
Hancock, 1999). Mikrosatelit telah diaplikasikan polymorphic sequence), dimana metode
untuk: i) Identifikasi forensik (Balding, 1999), tersebut mengeleminasi permasalahan yang
bertujuan untuk mengkaitkan sampel darah, berkaitan dengan penanda CAPS dengan
sperma, jaringan rambut atau daging dari kasus menghasilkan mismatches dalam primer PCR
kriminal, ii) Diagnosis dan identifikasi penyakit, yang kemudian digunakan untuk menghasilkan
seperti deteksi kanker (Moxon et al., 1999), iii) polimorfisme berdasarkan target mutasi
Studi populasi genetika, untuk mengamati (Michaels dan Amasino, 1998; Neff et al.,
variasi dan membuat kesimpulan tentang 1998).
struktur populasi, hanyutan genetik (genetic Penanda CAPS atau PCR-RFLP dapat
drift), dan genetic bottlenecks, iv) Konservasi diaplikasikan pada DNA nuklear atau organel.
biologi, untuk mengamati perubahan dalam Pada tanaman, DNA kloroplas sering menjadi
populasi, pengaruh fragmentasi dan interaksi target untuk amplifikasi dengan penanda ini.
populasi yang berbeda serta untuk identifikasi Penanda ini diaplikasi untuk studi pemetaan
populasi yang baru terbentuk. gen (Akopyanz et al., 1992; Konieczny dan
Ausubel, 1993), distribusi geografi spesies
Cleaved Amplified Polymorphic Sequences seperti Oak (Petit et al., 2002a), studi
(CAPS) filogenetik (species dipterocarp, Indrioko et al.,
Penanda CAPS sering juga dikenal 2006), identifikasi refugia dan rute rekolonisasi
dengan penanda PCR-RFLP (Polimerase spesies (Petit et al., 2002b).
Chain Reaction-Restriction Fragment Length
Polymorphism) (Konieczny dan Ausubel, 1993). Sequence Characterized Amplified Region
Secara teknis, penanda CAPS dihasilkan dari (SCAR)
dua tahapan kegiatan, pertama DNA template SCAR adalah fragmen DNA yang
diamplifikasi dengan PCR menggunakan diamplifikasi dengan PCR menggunakan
sepasang primer spesifik. Primer spesifik primer spesifik yang didesain dari sekuen
didisain berdasarkan informasi sekuen DNA nukleotida dari klon fragmen RAPD yang terkait
yang tersedia di bank genom, sekuen cDNA dengan ciri yang menjadi perhatian utama
atau klon pita-pita RAPD; kedua, Produk PCR (Paran dan Michelmore, 1993). Variasi
kemudian dipotong dengan enzim restriksi. polimorfisme dapat dideteksi dengan
Biasanya enzim restriksi yang digunakan elektroporesis pada gel agarose atau

45
Penanda DNA (Zulfahmi)

poliakrilamid. Keuntungan penanda ini adalah DNA barkoding (Barcoding DNA)


cepat dan mudah digunakan, reproducibility DNA barkoding adalah satu atau lebih
yang tinggi, memiliki lokus spesifik, dan sekuen gen pendek yang diambil dari bagian
kuantitas DNA template yang diperlukan sedikit genom standar yang digunakan untuk
(10–100 ng per reaction), kurang sensitive mengidentifikasi species (Kress dan Erickson,
terhadap kondisi reaksi, bersifat kodominan. 2008a; 2008b). Kriteria minimal sekuen DNA
Kelemahan adalah butuh informasi sekuen yang dapat dijadikan sebagai DNA barkoding
untuk mendisain primer untuk PCR. Penanda adalah: 1) memiliki perbedaan dan variabilitas
SCAR digunakan untuk identifikasi kultivar genetik yang tinggi pada tingkat spesies, 2)
(Wang et al., 2001; Busconi et al., 2006; memiliki ukuran sekuen DNA pendek sehingga
Warudee et al., 2006; Theerakulpisut et al., mudah untuk ekstraksi DNA dan amplifikasi, 3)
2008), lokasi gen resisten penyakit (Paran dan menggunakan primer universal untuk
Michelmore, 1993; Anandaraj et al., 2008; Filho amplifikasi PCR (Kress dan Erickson, 2008a;
et al., 2002), dan pemetaan genetik (Lahogue 2008b), sedangkan Taberlet et al. (2007) DNA
et al., 1998; Hernandez et al., 2001). barkoding yang ideal seharusnya memiliki
kriteria sebagai berikut, yaitu Pertama, harus
Single-Strand Conformation Polymorphism cukup bervariasi untuk membedakan semua
(SSCP) spesies, tetapi cukup terkonservasi dan kurang
Single Strand Conformation bervariasi di dalam dan di antara spesies.
Polymorphism (utas tunggal konformasi Kedua, harus distandarkan, dengan daerah
polimorfime) adalah pergeseran mobilitas DNA yang sama seharusnya dapat
molekul DNA utas tunggal pada gel membedakan golongan taksonomi spesies.
poliakrilamid netral, polimorfime dideteksi Ketiga, sasaran daerah DNA harus
sebagai hasil pelipatan diferensial utas tunggal mengandung informasi filogenetik yang cukup
DNA karena adanya perbedaan sekuen untuk memudahkan identifikasi spesies dan
(biasanya satu pasang basa) (Orita et al., golongan taksonominya (spesies, familia, dsb).
1989). Keempat, harus cukup kuat, dengan lokasi
Pengujian dengan menggunakan primer yang terkonservasi, dan tingkat
penanda SSCP terdiri dari beberapa tahapan, amplifikasi dan sekuensing DNA yang dapat
Pertama, satu atau lebih fragmen DNA dipercaya. Ini penting ketika menggunakan
diamplifikasi dengan PCR. Produk amplifikasi DNA yang tercampur dengan banyak species
kemudian didenaturasi dengan pemanasan, untuk diidentifikasi pada waktu yang sama.
dan selanjutnya dielektroporesis pada gel Kelima, sasaran daerah DNA harus cukup
poliakrilamid. SSCP dideteksi sebagai pendek untuk memudahkan amplifikasi DNA
perbedaan mobilitas individu fragmen DNA yang terdegradasi.
terhadap fragmen DNA yang lain. Teknik ini Beberapa kandidat gen yang
adalah memiliki sensitifitas yang tinggi dalam disarankan untuk barkoding DNA tanaman
mendeteksi perbedaan fragmen DNA kebanyakan berada pada DNA kloroplas, yang
disebabkan oleh mutasi posisi satu nukleotida. meliputi gen accD, matK, ndhJ, rpoB2, rpoC1,
Fragmen dapat dilabel dengan radioisotope and ycf5, (Chase et al., 2007, Lahaye et al.,
atau pewarna fluorescen selama atau sesudah 2008); rbcL, (Kress dan Erickson, 2007); trnL
tahapan PCR dan pita-pita kemudian dideteksi intron, (Taberlet et al., 2006); dan trnH-psbA
dengan autoradiograph atau fluorometry. (Kress et al., 2005; Kress dan Erickson, 2007).
sedangkan fragmen yang tidak dilabel dapat The Internal Transcribed Spacer (ITS), di DNA
divisualisasi dengan pewarnaan menggunakan nuclear tanaman juga menunjukkan bagian
etidium bromida. Keuntungan analisis SSCP yang menjanjikan sebagai DNA barkoding
adalah secara teknik sederhana dan cepat, tanaman (Kress et al., 2005; Sass et al., 2007).
serta memiliki sensitifitas yang tinggi dalam Dari sekian banyak gen kandidat yang dapat
mendeteksi mutasi seperti substitusi, delesi digunakan untuk barkoding DNA tanaman,
atau insersi (Hayashi, 1993). Kelemahan SSCP Consortium for the Barcoding of Life (CBoL)
adalah membutuhkan waktu dan tenaga untuk Plant Working Group (2009)
optimasi PCR dan elektroporesis, relatif mahal merekomendasikan tiga gen yang dapat
dan tidak otomatis. SSCP digunakan untuk digunakan untuk DNA barkoding tanaman, yaitu
pemetaan genetic (Plomion et al., 1999; rbcL, matK dan ITS, sedangkan pada hewan,
Shirasawa et al., 2004), identifikasi spesies sekuen DNA yang dapat dijadikan untuk barkod
(Widyatmoko et al., 2010; Lekawipat et al., adalah gen cytokrom c oksidasi (COI) di DNA
2003), populasi genetik (Vijayan et al., 2010). mitokondria. Pada tanaman gen COI tidak
dapat digunakan sebagai barkoding karena
rendahnya tingkat perubahan sekuen,
variabilitas yang rendah antar species. DNA

46
Jurnal Agroteknologi. Vol. 3 No. 2, Februari 2013:41-52

barkoding dapat digunakan untuk: i) bidang Petersen, O. Seberg, T. Jorsensen, K.M.


taksonomi dan filogenetik tanaman (Kress et Cameron, M. Carine, N. Pedersen, T.A.J.
al., 2010; Gonzalez et al., 2009), untuk Hedderson, F. Conrad, G.A. Salazar, J.E.
mengidentifikasi tanaman, yang selama ini Richardson, M.L. Hollingsworth, T.G.
dilakukan secara morfologi, dan dengan Barraclough, L. Kelly, and M. Wilkinson.
adanya penggunaan data DNA tentu akan 2007. A proposal for a standardised
menghasilkan identifikasi tanaman yang lebih protocol to barcode all land plants. Taxon
akurat, ii) untuk mengidentifikasi kemurnian 56: 295–299.
produk biologi (Valentini et al., 2010).
Cheng, K.T., H.C. Chang, C.H. Su, and F.L.
Hsu. 1997. Identification of dried
DAFTAR PUSTAKA rhizomes of Coptis species using random
amplified polymorphic DNA. Botanical
Agarwal, M., N. Shrivastava, and H. Padh. Bulletin of Academia Sinica. 38: 241-244
2008. Advances in molecular marker
techniques and their applications in plant Dubreuil, P., P. Dufour, E. Krejci, M. Causse, D.
sciences. Plant Cell Reporter, 27: 617– De Vienne, A. Gallais, and A.
631. DOI 10.1007/s00299-008-0507-z Charcosset. 1996. Organization of RFLP
diversity among inbred lines of maize
Anandaraj, M., S. Chandran, R.S. George, A.I. representing the most significant
Bhat, and R.S. Bhai. 2008. Development heterotic groups. Crop Science, 36: 790–
of SCAR marker for Phytophthora 799
resistance in black pepper (Piper nigrum
L.). Journal of Spices and Aromatic Consortium for the Barcoding of Life (CBoL)
Crops 17(3): 215–222 Plant Working Group. 2009. A DNA
barcode for land plant. Proceedings of
Akopyanz, N., N.O. Bukanov, T.U. Westblom, the National Academy of Sciences USA,
and D.E. Berg. 1992. PCR-based RFLP 106: 12794-12797.
analysis of DNA sequence diversity in the
gastric pathogen Helicobacter pylori. Cuenca, A., A.E. Escalante, and D. Pinero.
Nucleic Acids Research, 20: 6221-6225. 2003. Long distance colonization,
isolation by distance and historical
Balding, D. 1999. Forensic applications of demography in a relictual Mexican
microsatellite markers. In: Golstein, DB. Pinyon Pine (Pinus nelsoii Shaw) as
and Schlötterer, C. (Eds.). Microsatellite: revealed by paternally inherited genetic
evolution and applications. Oxford markers (cpSSRs). Molecular Ecology,
University Press. pp. 198-210. 12: 2087-2097.

Botstein, D., R. White, M. Skolnick, and R.W. Eisen, J.A. 1999. Mechanistic basis for
Davis. 1980. Construction of genetic microsatellite instability. In: Golstein, D.
linkage map in human, using restriction B. and Schlötterer, C. (Eds.).
fragment length polymorphism. American Microsatellite: evolution and applications.
Journal of Human Genetics 32: 314-331. Oxford University Press. pp. 34-48.

Brubaker, C.L. And J.F. Wendel. 1994 Ellegren, H. 2004. Microsatellites: simple
Reevaluating the origin of domesticated sequences with complex evolution.
cotton (Gossypium hirsutum; Malvaceae) Nature Reviews, 5: 435-445
using nuclear restriction fragment length
polymorphisms (RFLPs). American Estoup, A., P. Jarne, and J.M. Cornent. 2002.
Journal of Botany, 81: 1309–1326 Homoplasy and mutation model at
microsatellite loci and their consequnces
Busconi, M,L., Sebastiani, and C. Fogher. for population genetic analysis. Molecular
2006. Development of SCAR markers for Ecology, 11: 1591-1604.
germplasm characterisation in olive tree
(Olea europea L.). Molecular Breeding, Filho, S.M., C.S. Sediyama, M.A. Moreira, and
17: 59–68, DOI 10.1007/s11032-005- E.G. de Barros. 2002. RAPD and SCAR
1395-3 markers linked to resistance to frogeye
leaf spot in soybean. Genetics and
Chase, M.W., R.S. Cowan, P.M. Hollingsworth, Molecular Biology, 25(3): 317-321
C.Van Den Berg, S. Madrin’an, G.

47
Penanda DNA (Zulfahmi)

Ginot, F., I. Bordelais, S. Nguyen, and G. mutations using co-dominant ecotype-


Gyapay. 1996. Correction of some specific PCR-based markers. Plant
genotyping errors in automated Journal, 4: 403–410
fluorescent microsatellite analysis by
enzymatic removal of obe base Kress, W.J., D.L. Erickson, N.G. Swenson, J.
overhangs. Nucleic Acids Research, Thompson, M. Uriarte, and J.K.
24(3): 540-541. Zimmerman. 2010. Advances in the Use
of DNA Barcodes to Build a Community
Gonzalez, M.A., C. Baraloto, J. Engel, S.A. Phylogeny for Tropical Trees in a Puerto
Mori, P. Pe´tronelli, B. Rie´ra, A. Roger, Rican Forest Dynamics Plot. PLoS ONE
C. The´baud, and J. Chave. 2009. 5(11): e15409.
Identification of Amazonian Trees with doi:10.1371/journal.pone.0015409
DNA Barcodes. PLoS ONE 4(10): e7483.
doi:10.1371/journal.pone.0007483 Kress, W.J. and D.L. Erickson. 2008a. DNA
Barcoding—a Windfall for Tropical
Hancock, J.M. 1999. Microsatellite and other Biology? Biotropica, 40(4): 405–408 DOI:
simple sequences: genomic context and 10.1111/j.1744-7429.2008.00426.x
mutational mechanism. In: Golstein, D. B.
and Schlötterer, C. (Eds.). Microsatellite: Kress, W.J. and D.L. Erickson. 2008b. DNA
evolution and applications. Oxford barcoding: Genes, genomics, and
University Press. pp. 1-9. bioinformatics. Proceedings of the
National Academy of Sciences USA, 105:
Hayashi, K. 1992. PCR-SSCP—rapid and easy 2761–2762.
detection of DNAsequence changes.
Human Cell, 5: 180–184 Kress, W.J. and D.L. Erickson. 2007. A two-
locus global DNA barcode for land plants:
Hernandez, P., R. Rosa, L. Rallo, G. Dorado, The coding rbcL gene complements the
and A. Martin. 2001. Development of noncoding trnH-psbA spacer region.
SCAR markers in olive (Olea europea) by PLoS ONE 2: e508.
direct sequencing of RAPD products: doi:10.1371/journal.pone.0000508.
applications in olive germplasm
evaluation and mapping. Theoretical and Kress, W.J., K.J. Wurdack, E.A. Zimmer, L.A.
Applied Genetics, 103: 788–791. Weigt, and D.H. Janzen. 2005. Use of
DNA barcodes to identify flowering
Indrioko, S., O. Gailing, and R. Finkeldey. 2006. plants. Proceedings of the National
Molecular phylogeny of Academy of Sciences USA, 102: 8369–
Dipterocarpaceae in Indonesia based on 8374.
chloroplast DNA. Plant Systematics and
Evolution, 261: 99-115 Lahogue, F., P. This, and A. Bouquet. 1998.
Identification of a codominant scar
Jones, C.J., K.J. Edwards, S. Castaglione, M.O. marker linked to the seedlessness
Winfield, F. Sala, C. Van de Wiel, G. character in grapevine. Theoretical and
Bredemeijer, B. Vosman, M. Matthes, A. Applied Genetics, 97: 950–959
Daly, R. Brettschneider, P. Bettini, M.
Buiatti, E. Maestri, A. Malcevschi, N. Lahaye, R., M. Van Der Bank, D. Bogarin, J.
Marmiroli, R. Aert, G. Volckaert, J. Warner, F. Pupulin, G. Gigot, O. Maurin,
Rudea, R. Linacero, A. Vazquez, and A. S. Duthoit, T.G. Barraclough, and V.
Karp. 1997. Reproducibility testing of Savolainen. 2008. DNA barcoding the
RAPD, AFLP and SSR markers in plants floras of biodiversity hotspots.
by a network of European laboratories. Proceedings of the National Academy of
Molecular Breeding, 3: 381–390 Sciences USA, 105:
www.pnas.org_cgi_doi_10.1073_pnas.07
Karsinah, Sudarsono, L. Setyobudi, dan H. 09936105
Aswidinnoor. 2002. Keragaman Genetik
Plasma Nutfah Jeruk Berdasarkan Lekawipat, N., K. Teerawatanasuk, A.
Analisis Penanda RAPD. Jurnal Vanavichit, T. Toojinda, and S.
Bioteknologi Pertanian, 7(1): 8-16. Tragoonrung. 2003. Evaluating the
genetic relatedness of wild and cultivated
Konieczny, A. and F.M. Ausubel. 1993. Hevea brasiliensis accessions with SSCP
Procedure for mapping Arabidopsis

48
Jurnal Agroteknologi. Vol. 3 No. 2, Februari 2013:41-52

markers. SABRAO Journal of Breeding Navascues, M., B.C. Emerson 2005.


and Genetics, 35(2): 123-134, Chloroplast microsatellites: measures of
genetic diversity and the effect of
Li, A., S. Ge. 2006. Genetic variation and homoplasy. Molecular Ecology, 14: 1333
conservation of Changnienia amoena, an – 1341.
endangered orchid endemic to China.
Plant Systematic and Evolution, 258: Neff, M.M., J.D. Neff, J. Chory, and A.E.
251–260. DOI 10.1007/s00606-006- Pepper. 1998. dCAPS, a simple
0410-4 technique for the genetic analysis of
single nucleotide polymorphisms:
Li, Y.C., A.B. Korol, T. Fahima, A. Beiles, and experimental applications in Arabidopsis
E. Nevo. 2002. Microsatellites: genomic thaliana genetics. Plant Journal, 14: 387–
distribution, putative functions and 392
mutational mechanisms: a review.
Molecular Ecology, 11: 2453-2465. Newton, C.R. and A. Graham. 1994. PCR:
Basic Principles and Methods. EngBios
Lynch, M. and B.G. Milligan. 1994. Analysis of Scientific Publisher, Oxford.
population genetic structure with RAPD
markers. Molecular Ecology, 3: 91–99. Oliveira, E.D., J.P. Padua, M.I. Zucchi, R.
Vencovsky, and M.L.C. Vieira. 2006.
Matsumoto, A. and Y. Tsumura. 2004. Origin, evolution and genome distribution
Evaluation of cleaved amplified of microsatellites. Genetic and Molecular
polymorphic sequence markers. Biology, 29(2): 294-307.
Theoretical and Applied Genetics, 110:
80–91. Paran, I. and R.W. Michelmore. 1993.
Development of reliable PCR-based
Medri, C., E.A. Ruas, C.F. Ruas, P.S. Medri, markers linked to downy mildew
M.E. Medri, and P.M. Ruas. 2011. resistance genes in lettuce. Theoretical
Population genetic structure of the and Applied Genetics, 85: 985–999
tropical tree species Aegiphila sellowiana
(Lamiaceae). Genetic Molecular Palai, S.K. and G.R. Rout. 2007. Identification
Research, 10(4): 3186-3198. and genetic variation among eight
varieties of ginger by using random
Michaels, S.D., and R.M.A. Amasino. 1998. A amplified polymorphism DNA markers.
robust method for detecting single Plant Biotechnology, 24: 417-420.
nucleotide changes as polymorphic
markers by PCR. Plant Journal, 14: 381– Petit, R., S. Brewer, S. Bordács, K. Burg, R.
385 Cheddadi, E. Coart, J. Cottrell, U. Csaikl,
B. van Dam, D. Deans, S. Espinel, S.
Miller, J.C. and S.D. Tanksley. 1990. RFLP Fineschi, R. Finkeldey, I. Glaz, P.G.
analysis of phylogenetic relationships Goicoechea, J.S. Jensen, A.O. König,
and genetic variation in the genus A.J. Lowe, S.F. Madsen, G. Mátyás, R.C.
Lycopersicon. Theoretical and Applied Munro, F. Popescu, D. Slade, H.
Genetics, 80: 437– 448 Tabbener, S.G.M. de Vries, B.
Ziegenhagen, J.L. de Beaulieu, and A.
Mondini, L., A. Noorani, and M.A. Pagnotta. Kremer. 2002. Identification of refugia
2009. Assessing Plant Genetic Diversity and post-glacial colonisation routes of
by Molecular Tools. Diversity, 1: 19-35; European white oaks based on
doi:10.3390/d1010019 chloroplast DNA and fossil pollen
evidence. Forest Ecology and
Moxon, E.R. and C. Wills. 1999. DNA Management, 156: 49-74
Microsatellites: agents of evolution?
Scientific American, 280(1): 94-99 Petit, R., U. Csaikl, S. Bordács, K. Burg, E.
Coart, J. Cottrell, B. van Dam, D. Deans,
Mullis, K.B. and F. Faloona. 1987. Specific S. Dumolin-Lapègue, S. Fineschi, R.
synthesis of DNA in vitro via polymerase Finkeldey, A. Gillies, I. Glaz, P.G.
chain reaction. Methods Enzymology, Goicoechea, J.S. Jensen, A.O. König,
155: 350–355 A.J. Lowe, S.F. Madsen, G. Mátyás, R.C.
Munro, M. Olalde, M.-H. Pemonge, F.
Popescu, D. Slade, H. Tabbener, D.

49
Penanda DNA (Zulfahmi)

Taurchini, S.G.M. de Vries, B. Schlötterer, C. and D. Tautz. 1992. Slippage


Ziegenhagen, and A. Kremer. 2002. synthesis of simple sequence DNA.
Chloroplast DNA variation in European Nucleic Acids Research, 20(2): 211-215.
white oaks. Phylogeography and patterns
of diversity based on data from over 2600 Shirasawa, K., L. Monna, S. Kishitani, and T.
populations. Forest Ecology and Nishio. 2004. Single nucleotide
Management, 156: 5-26 polymorphisms in randomly selected
genes among japonica rice (Oryza sativa
Plomion, C., P. Hurme, J.M. Frigerio, M. Ridolfi, L.) varieties identified by PCR-RF-SSCP.
D. Pot, C. Pionneau, C. Avila, F. DNA Research, 11: 275-283.
Gallardo, H. David, G. Neutelings, M.
Campbell, F.M. Canovas, O. Savolainen, Sondur, S.N., R.M. Manshardt, and J.I. Stiles.
C. Bodenes, and A. Kremer. 1999. 1996. A genetic linkage map of papaya
Developing SSCP markers in two Pinus based on randomly amplified
species. Molecular Breeding, 5: 21–31. polymorphic DNA markers. Theoretical
and Applied Genetics, 93: 547-553
Provan, J., W. Powell, and P.M. Hollingsworth.
2001. Choloroplast microsatellites : new Taberlet, P., E. Coissac, F. Pompanon, L.
tools for studies in plant ecology and Gielly, C. Miquel, A. Valentini, T. Vermat,
evolution. TREE. 16 (3): 142 - 147. G. Corthier, C. Brochmann, and E.
Willerslev. 2007. Power and limitations of
Powell, W., M. Morgante, R. McDevitt, G.G. the chloroplast trnL (UAA) intron for plant
Vendramin, and J.A. Rafalski. 1995. DNA barcoding. Nucleic Acids Research,
Polymorphic simple sequence repeat e14.doi:10.1093/nar/gkl938
regions in chloroplast genomes:
application to the population genetics of Taberlet, P., E. Coissac, F. Pompanon, L.
pines. Proceedings of the National Gielly, C. Miquel, A. Valentini, T. Vermat,
Academy of Sciences USA, 92: 7759- G. Corthier, C. Brochmann, and E.
7763. Willerslev. 2006. Power and limitations of
the chloroplast trnL (UAA) intron for plant
Powell, W., G.C. Machray, and J. Provan. 1996. DNA barcoding. Nucleic Acids Research,
Polymorphism revealed by simple e1–8 doi:10.1093/nar/gkl938.
sequence repeats. Trend in Plant
Science Reviews, 1(7): 215 – 222. Te-chato, S., M. Lim., and M. Masahiro. 2005.
Comparison of cultivar identification
Orita, M., H. Iwahana, H. Kanazawa, K. methods of longkong, langsat and duku:
Hayashi, and T. Sekiya. 1989. Detection Lansium spp. Songklanakarin Journal of
of polymorphisms of human DNA by gel Science Technology, 27(30): 465-471.
electrophoresis as single-strand
conformation polymorphism. Proceedings Theerakulpisut, P., N. Kanawapee, D. Maensiri,
of the National Academy of Sciences S. Bunnag, and P. Chantaranothai. 2008.
USA, 86: 2766–2770 Development of species-specific SCAR
markers for identification of three
Sass, C., D.P. Little, D.W. Stevenson, and C.D. medicinal species of Phyllanthus. Journal
Specht. 2007. DNA barcoding in the of Systematics and Evolution, 46 (4):
Cycadales: Testing the potential of 614–621
proposed barcoding markers for species
identification of cycads. PLoS ONE 2: Valentini, A., C. Miquel, P. Taberlet. 2010. DNA
e1154.doi:10.1371/journal.pone.0001154 Barcoding for Honey. Biodiversity.
Diversity, 2: 610-617;
Schlötterer, C. 2000. Evolutionary dynamics of doi:10.3390/d2040610
microsatellite DNA. Chromosoma, 109:
365-371. Vijayan, K., C.V. Nair, and S.R Urs. 2010.
Assessment of genetic diversity in the
Schlötterer, C. 1998. Genome evolution: Are tropical mulberry Silkworm (Bombyx mori
microsatellites really simple sequences?. L.) with mtDNA-SSCP and SSR markers.
Current Biology, 8(4):132-134. Emirate Journal of Food Agriculture, 22
(2): 71-83

50
Jurnal Agroteknologi. Vol. 3 No. 2, Februari 2013:41-52

Vos, P., R. Hogers, M. Bleeker, M. Reijans, T.


Vandelee, M. Hornes, A. Frijters, J. Pot, Weising, K., H. Nybom, K. Wolff, and G. Kahl.
J. Peleman, M. Kuiper, and M. Zabeau. 2005. DNA Fingerprinting in Plants:
1995. AFLP: a new technique for DNA Principles, Methods, and Applications.
fingerprinting. Nucleic Acids Research, Second Edition. Taylor & Francis Group.
23: 4407-4414. Boca Raton.

Wang, J., W.H. Ha, F.N. Ngan, P.P.H. But, and Widyatmoko, A.Y.P.B.C., A. Watanabe, and S.
P.C. Shaw. 2001. Application of Shiraishi. 2010. Study on genetic
sequence characterized amplified region variation and relationships among four
(SCAR) analysis to authenticate Panax acacia species using rapd and SSCP
species and their adulterants. Planta marker. Journal of Forestry Research,
Medica, 67: 781–783. 7(2) : 125-143

Warudee, D., P. Chavan, K. Joshi, and B. William, J.G.K., A.R. Kubelik, K.J. Livak, J.A.
Patwardhan. 2006. Development and Rafalski, and S.V. Tingey. 1990. DNA
application of RAPD-SCAR marker for Polymorphism Amplified by arbitrary
identification of Phyllanthus emblica Linn. Primers are useful as genetic marker.
Biological and Pharmaceutical Bulletin, Nucleic Acids Research, 18: 6531-6535.
29: 2313–2316.

51
Penanda DNA (Zulfahmi)

52

You might also like