You are on page 1of 15

80

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian tentang Hubungan

Dukungan Keluarga Dengan Kejadian Loss To Follow Up Terapi ARV Pada

Pasien HIV/AIDS Di Puskesmas Gerokgak 1. Data yang dikumpulkan dalam

penelitian ini adalah data yang langsung didapat dari pasien melalui

wawancara dengan kuisioner dan lembar observasi . Penelitian ini dilakukan

dari tanggal 19 juni 2017 – 10 juli 2017. Adapun hasil penelitian yang

diperoleh adalah sebagai berikut :

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Puskesmas Gerokgak 1 adalah salah satu Puskesmas yang berada

di Wilayah Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, yang terletak di

Desa Gerokgak. Wilayah kerja Puskesmas Gerokgak 1 terdiri dari Desa

Penyabangan, Desa Musi, Desa Sanggalangit, Desa Gerokgak, Desa Patas

Desa Pengulon, Desa Tinga-Tinga, Desa Celukanbawang dan Desa

Tukadsumaga, dengan luas wilayah 21.994 m2, dan jumlah dusun 42.

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesma Gerokgak 1 adalah 40.527

jiwa. Berdasarkan jenis kelamin berjumlah 19.500 jiwa dan perempuan

berjumlah 21.027 jiwa.

Batas wilayah Puskesmas Gerokgak 1 adalah sebelah Utara Laut

Bali, sebelah Selatan perbukitan dan hutan, sebelah Barat Desa Banyupoh

dan sebelah Timur Desa Kalisada, Kecamatan Seririt. Jumlah stap yang
81

ada di Puskesmas Gerokgak 1 terdiri dari 5 orang dokter, 16 perawat dan

21 orang bidan.
2. Karakteristik Subyek Penelitian
a. Gambaran Karakteristik responden Berdasarkan Jenis Kelamin

disajikan pada tabel 4.1


Tabel 4.1 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin

Kategori Frekuensi Persentase (%)


Laki-Laki 42 73,7
Perempuan 15 26,3
Total 57 100
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 57 responden, distribusi frekuensi

responden berdasarkan jenis kelamin mayoritas berjenis kelamin laki-

laki yaitu sebanyak 42 orang (73,7%) dan berjenis kelamin perempuan

sebanyak 15 orang (26,3%).

b. Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Usia


Gambaran karakterisik responden berdasarkan usia disajikan pada

tabel 4.2

Tabel 4.2 Identifikasi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Variabel N Rerata Min Maks SD


Usia 57 38,53 26 49 5,779
82

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa responden yang memiliki usia tertinggi

49 tahun dan usia terendah 26 tahun dengan rata-rata usia 38,53 tahun.
c. Gambaran Karakteristik responden Berdasarkan Riwayat Pendidikan

disajikan pada tabel 4.3


Tabel 4.3 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat
Pendidikan

Kategori Frekuensi Persentase (%)


SD 3 5,3
SMP 15 26,3
SMA 39 68,4
Total 57 100
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 57 responden, distribusi frekuensi

responden berdasarkan riwayat pendidikan mayoritas pendidikan

SMA yaitu sebanyak 39 orang (68,4%), SMP sebanyak 15 orang

(26,3%) dan SD sebanyak 3 orang (5,3%).

d. Gambaran Karakteristik responden Berdasarkan Riwayat Pekerjaan

disajikan pada tabel 4.4


Tabel 4.4 Gambaran Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat
Pekerjaan

Kategori Frekuensi Persentase (%)


Bekerja 47 82,5
Tidak Bekerja 10 17,5
Total 57 100
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 57 responden, distribusi frekuensi

responden berdasarkan riwayat pekerjaan mayoritas memiliki status


83

bekerja yaitu sebanyak 47 orang (82,5%) dan tidak bekerja sebanyak

10 orang (17,5%).

3. Analisa Data
a. Gambaran Nilai Dukungan Keluarga
Hasil gambaran nilai dukungan keluarga disajikan pada tabel 4.5
Tabel 4.5 Gambaran nilai dukungan keluarga

Kategori Frekuensi Persentase (%)


Baik 47 82,5
Tidak Baik 10 17,5
Total 57 100

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai dukungan keluarga mayoritas

memiliki kategori baik yaitu sebanyak 47 orang (82,5%) dan kategori tidak

baik sebanyak 10 orang (17,5%).

b. Gambaran Kejadian Loss To Follow Up Terapi ARV Pada Pasien

HIV/AIDS Di Puskesmas Gerokgak 1


Hasil identifikasi kejadian Loss To Follow Up terapi ARV pada pasien

HIV/AIDS di Puskesmas Gerokgak 1 disajikan pada tabel 4.6


Tabel 4.6 Identifikasi Kejadian Loss To Follow Up Terapi ARV Pada
Pasien HIV/AIDS Di Puskesmas Gerokgak 1

Kategori Frekuensi Persentase (%)


18 31,6
Ya (> 3 bulan tidak kunjungan)
Tidak (< 3 bulan rutin kunjungan) 39 68,4
Total 57 100
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi kejadian Loss To

Follow Up Terapi ARV Pada Pasien HIV/AIDS Di Puskesmas Gerokgak 1

mayoritas dalam kategori Tidak Loss To Follow Up yaitu sebanyak 39


84

kejadian (68,4%) dan kategori Ya atau Loss To Follow Up sebanyak 18

kejadian (31,6%).

c. Analisis Hubungan Dukungan Keluarga dan Kejadian Loss To Follow Up

Terapi ARV Pada Pasien HIV/AIDS Di Puskesmas Gerokgak 1


Hasil Analisis Hubungan Dukungan Keluarga dan Kejadian Loss To

Follow Up Terapi ARV Pada Pasien HIV/AIDS Di Puskesmas Gerokgak 1


disajikan pada tabel 4.7
Tabel 4.7 Analisis Hubungan Dukungan Keluarga dan Kejadian Loss To
Follow Up Terapi ARV Pada Pasien HIV/AIDS Di Puskesmas Gerokgak 1

Kejadian Loss To
Dukungan Follow Up Total OR P
Keluarga Ya Tidak (95% CI) Value
N % N % n %
Baik 9 19,1 38 80,9 47 100 38,00
0,000
Tidak Baik 9 90 1 10 10 100 4,2-339,5
Jumlah 18 31,6 39 68,4 57 100

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa hasil analisis uji chi-square mengenai

hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Kejadian Loss To Follow Up

diperoleh bahwa ada sebanyak 38 (80,9%) responden yang memiliki

dukungan keluarga baik yang tidak Loss To Follow Up. Sedangkan

diantara responden yang memiliki dukungan keluarga tidak baik ada 1

(10%) yang tidak Loss To Follow Up, sementara responden yang

mengalami Loss To Follow Up dan memiliki dukungan keluarga yang baik

sebanyak 9 orang (19,1%) dan dukungan keluarga yang tidak baik


85

sebanyak 9 orang (90%). Hasil uji statistik didapatkan nilai p value 0,000

< α (0,05), artinya H0 ditolak dan Ha diterima, maka dapat disimpulkan ada

perbedaan proporsi kejadian Loss To Follow Up kategori Tidak Loss To

Follow Up antara responden yang memiliki dukungan keluarga baik dan

tidak baik ( ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga

dengan kejadian Loss To follow Up). Dari hasil analisis juga diperoleh nilai

OR=38,00, artinya responden yang memiliki dukungan keluarga baik

mempunyai peluang 38 kali untuk tidak Loss To Follow Up dibandingkan

responden dengan dukungan kaluarga tidak baik.


B. Pembahasan Penelitian
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Puskesmas

Gerokgak 1.
Dari hasil penelitian tentang karakteristik responden berdasarkan

jenis kelamin di wilayah kerja Puskesmas Gerokgak 1 didapatkan bahwa

dari 57 responden, mayoritas berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 42

orang (73,7%) dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 15 orang

(26,3%). Menurut peneliti hasil diatas sesuai dengan data yang diperoleh

dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali, (2015), bahwa presentasi kasus HIV-

AIDS tahun 2015 pada kelompok laki-laki lebih besar dibandingkan pada

kelompok perempuan. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Septia, Rahmalia, Fabrian (2013) dengan judul penelitian “Hubungan

Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita TB

Paru” yang mendapatkan bahwa distribusi frekuensi karakteristik

responden berdasarkan jenis kelamin di Ruangan Kenanga dan Poli Paru

Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad (n= 58) didapatkan 43 orang
86

berjenis kelamin laki-laki (74,14%) dan 15 orang berjenis kelamin

perempuan (25,86%). Mayoritas responden pada penelitian ini berjenis

kelamin laki-laki.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Rosiana (2014) yang berjudul

“Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lost To Follow-Up Pada Pasien

HIV/AIDS dengan Terapi ARV di RSUP Dr Kariadi Semarang dengan

hasil penderita yang lost to follow-up mayoritas berjenis kelamin laki-laki

yakni 29 orang (34,9%), dan jumlah perempuan 23 orang (27,7%).

Menurut (Gordillo et al., 1999). Laki-laki lebih berisiko mengalami LTFU

karena mereka cenderung datang ke pelayanan ketika sakit dan kurang

bersedia untuk memberikan informasi secara detail. Informasi yang detail

misalnya pencatatan nomor telepon akan memudahkan dalam pelacakan

dan pendeteksian keberlangsungan pengobatan ARV. Laki-laki memiliki

variasi dalam mobilitas dan risiko tinggi penyalahgunaan narkoba yang

dapat mengganggu kepatuhan dalam terapi ARV sehingga lebih memiliki

kemungkinan untuk LTFU. Kebanyakan pria dengan kecanduan narkoba

mengalami toksisitas yang lebih tinggi karena interaksi dengan obat ARV

yang mengarah ke penghentian terapi.


2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Di Puskesmas

Gerokgak 1.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 57 responden, distribusi

frekuensi responden berdasarkan usia mayoritas berusia > 30 tahun

sebanyak 53 orang (93%) dan berusia < 30 tahun yaitu sebanyak 4 orang

(7%). Menurut peneliti usia ditas 30 tahun lebih rentang mengalami lost to

follow up karena pandangan kebudayaan dan agama sehingga banyak dari


87

mereka lebih memilih pengobatan alternative ketimbang pengobatan ARV

yang dianjurkan. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Fithria,

Purnomo & Ikawati (2011) di RSUD Tugurejo dan RSU Panti Wilasa

Citarum Semarang yang menyatakan bahwa usia memiliki hubungan yang

signifikan dengan kepatuhan terapi ARV dengan p. value = 0,018 dengan

tingkat kepatuhan pengobatan ARV >95% terbanyak pada responden

berusia 21-30 tahun yaitu 18 orang (37%), sedangkan pada tingkat

kepatuhan 80-89% hanya terdapat 1 orang responden penelitian yang

berusia 41-50 tahun


3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Di Puskesmas Gerokgak

1
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 57 responden,

distribusi frekuensi responden berdasarkan riwayat pendidikan mayoritas

pendidikan SMA yaitu sebanyak 39 orang (68,4%), SMP sebanyak 15

orang (26,3%) dan SD sebanyak 3 orang (5,3%). Menurut peneliti

semkakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula tingkat

pengetahuan yang dimiliki, pemikiran menjadi logis dan dapat memilih

tindakan yang tepat untuk dirinya. Didukung oleh teori dari Fever Stein

(dalam Niven, 2008) menyatakan bahwa ada beberapa sikap yang

mendukung sikap patuh pasien diantaranya pendidikan, akomodasi,

modifikasi faktor dan lingkungan sosial, perubahan model terapi dan

meningkatkan interaksi professional. Teori diatas sesuai dengan hasil

penelitian yang dilakukan Khrisnan dkk (2011) yang mengatakan bahwa

resiko loss to follow up meningkat pada responden yang memiliki masa


88

pendidikan yang reandah. Seseorang dengan pendidikan yang kurang

mungkin memiliki hubungan dengan isu pekerjaan karena tidak memiliki

waktu luang yang cukup untuk mendatangi layanan . responden yang lebih

berpendidikan bisa jadi termotivasi untuk menjaga terapi karena

kemampuan mereka untuk memahami pelajaran bermanfaat untuk

memahami hasil laboratorium dan sedikit informasi ilmiah tentang hiv dan

pengobatannya.
4. Karakteristik Responden Berdasarkan Riwayat Pekerjaan Di Puskesmas

Gerokgak 1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 57 responden, distribusi

frekuensi responden berdasarkan riwayat pekerjaan mayoritas memiliki

status bekerja yaitu sebanyak 47 orang (82,5%) dan tidak bekerja

sebanyak 10 orang (17,5%). Menurut peneliti hasil tersebut menyatakan

riwayat pekerjaan tidak memiliku hubungan dengan kejadian lost to

foolow up, hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Gunawan,

Prasetyowati, Ririanty (2016) yang berjudul “Hubungan Karakteristik

Odha Dengan Kejadian Loss To Follow Up Terapi Arv Di Kabupaten

Jember” dimana pekerjaan tidak berhubungan secara signifikan dengan

kejadian loss to follow up di Kabupaten Jember, hal ini dikarenakan

proporsi kelompok control antara yang bekerja dan tidak bekerja memiliki

proporsi yang hampir sama. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Rosiana (2014), bahwa jenis pekerjaan terhadap lost to

follow-uptidak terdapat pengaruh yang bermakna (p=0,727).


89

5. Nilai Dukungan Keluarga


Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai dukungan keluarga

mayoritas memiliki kategori baik yaitu sebanyak 47 orang (82,5%) dan

kategori tidak baik sebanyak 10 orang (17,5%). Menurut peneliti

dukungan keluarga yang baik dapat membantu seseorang untuk

termotivasi dan rutin menjalani pengobatan jika mendapat dukungan

penuh dari orang tersayang. Hasil tersebut didukung oleh teori dari

Friedman dkk, (2010) dimana interaksi dukungan keluarga bersifat timbal

balik (sifat dan frekuensi dari hubungan timbal balik), anjuran atau umpan

balik (kualitas/kuantitas komunikasi) dan keterlibatan emosional (derajat

keakraban dan rasa percaya). Dukungan keluarga terjadi selama masa

hidup, dengan sifat dan tipe yang berfariasi pada masing-masing tahap

siklus kehidupan keluarga.


Penelitian Menurut Limbu dan Marni (2007) yang berjudul

”Hubungan pemberian imunisasi BCG dengan kejadian tuberculosis paru

pada anak balita dibalai pengobatan penyakit paru-paru Ambarawa tahun

2007”., bahwa dukungan keluarga yang positif diharapkan baik mengantar

langsung untuk periksa di puskesmas maupun di rumah sakit, dokter atau

petugas kesehatan lainnya. Penelitian lain yang dilakukan oleh Septia,

Rahmalia, Sabrian (2013) dengan judul penelitian “Hubungan Dukungan

Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita TB Paru”

menyatakan bahwa dukungan keluarga yang positif adalah berpartisipasi

penuh pada pengobatan penderita seperti; pengaturan menu makan dan

minum, pola istrahat, perawatan diri terutama kebersihan, pengambilan


90

obat serta mampu merujuk penderita bila ada gejala samping obat yang

berat.
6. Kejadian Loss To Follow Up Terapi ARV Pada Pasien HIV/AIDS Di

Puskesmas Gerokgak 1
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi frekuensi

kejadian Loss To Follow Up Terapi ARV Pada Pasien HIV/AIDS Di

Puskesmas Gerokgak 1 mayoritas dalam kategori Tidak (< 3 bulan rutin

kunjungan) yaitu sebanyak 39 kejadian (68,4%) dan kategori Ya (> 3 bulan

tidak kunjungan) sebanyak 18 kejadian (31,6%). Dari data diatas

didapatkan bahwa seseorang yang menderita HIV/AIDS akan rutin

melakukan pengobatan karena setelah terjadi infeksi HIV mula-mula

bereplikasi dalam kelenjar limfe regional. Hal tersebut mengakibatkan

terjadinya peningkatan jumlah virus secara cepat di dalam plasma,

biasanya lebih dari 1 juta copy/μl (Dirjen BK& AK, 2008).


Salah satu penatalaksanaan bagi penderita HIV/AIDS adalah

dengan Antiretroviral (ARV) adalah obat yang menghambat replikasi HIV.

Terapi dengan ARV adalah strategi yang secara klinis paling berhasil

hingga saat ini. Tujuan terapi dengan ARV adalah menghentikan replikasi

virus, memulihkan sistem imun dan mengurangi terjadinya infeksi

oportunistik, memperbaiki kualitas hidup dan menurunkan morbiditas dan

mortalitas karena infeksi HIV( Nursalam & Kurniawati, 2007).


Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Husna (2012) dengan judul penelitian Analisis Dukungan Sosial Dengan

Kepatuhan Therapy Antiretroviral (ARV) Pada Pasien HIV/AIDS Di

Poliklinik Khusus Rsud. Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Hasil penelitian
91

ini menunjukkan bahwa dari jumlah responden yaitu 24 orang, 12 orang

termasuk dalam kepatuhan yang baik dengan kualitas dukungan

instrumental yang baik dan 5 orang memiliki kepatuhan yang baik dengan

kualitas dukungan instrumental yang tidak baik.


Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan

oleh Hardiyatmi (2016) dengan judul Hubungan Dukungan Keluarga

Dengan Kepatuhan Program Pengobatan Penderita Hiv/Aids Di Poliklinik

Vct (Voluntary Counseling Test) Rsud Dr. Soediran Mangun Sumarso

Wonogiri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah responden yang

patuh sebanyak 34 orang dan responden yang tidak patuh sebanyak 8

orang.
7. Analisis Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kejadian Loss To Follow

Up Terapi ARV Pada Pasien HIV/AIDS Di Puskesmas Gerokgak 1


Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil analisis uji chi-

square mengenai hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Kejadian

Loss To Follow Up diperoleh bahwa ada sebanyak 38 (80,9%) responden

yang memiliki dukungan keluarga baik yang tidak Loss To Follow Up.

Sedangkan diantara responden yang memiliki dukungan keluarga tidak

baik ada 1 (10%) yang tidak Loss To Follow Up, sementara responden

yang mengalami Loss To Follow Up dan memiliki dukungan keluarga

yang baik sebanyak 9 orang (19,1%) dan dukungan keluarga yang tidak

baik sebanyak 9 orang (90%). Hasil uji statistik didapatkan nilai p value

0,000 < α (0,05), artinya H0 ditolak dan Ha diterima, maka dapat

disimpulkan ada perbedaan proporsi kejadian Loss To Follow Up kategori

Tidak Loss To Follow Up antara responden yang memiliki dukungan


92

keluarga baik dan tidak baik ( ada hubungan yang signifikan antara

dukungan keluarga dengan kejadian Loss To follow Up). Dari hasil analisis

juga diperoleh nilai OR=38,00, artinya responden yang memiliki

dukungan keluarga baik mempunyai peluang 38 kali untuk tidak Loss To

Follow Up dibandingkan responden dengan dukungan kaluarga tidak baik.


Menurut pendapat peneliti terhadap hasil penelitian di atas yaitu

sebanyak 38 responden yang masuk dalam kategori < 3 bulan rutin

kunjungan dan memiliki dukungan keluarga yang baik, itu dikarenakan

dukungan dari keluarga akan memberikan dampak baik bagi psikologi

seseorang khususnya saat sedang menjalani suatu proses pengobatan.

HIV/AIDS adalah suatu penyakit yang sampai sekarang belum dapat

disembuhkan. Orang yang mengidap penyakit ini tentunya akan

mengalami depresi yang sangat berat dalam menjalani hidupnya dengan

terus secara rutin minum obat. Keluarga dapat membantu mengingatkan

dan memfasilitasi anggota keluarga lain yang sedang melakukan

pengobatan sehingga pengobatan dapat berjalan dengan lancar dan yang

paling penting adalah tidak mengalami putus dalam berobat.


Dukungan keluarga ada beberapa macam salah satunya adalah

Dukungan Instrumental. Merupakan dukungan berasal dari keluarga yang

merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit. Dukungan ini

mempermudah seseorang dalam melalukan aktifitasnya berkaitan dengan

persoalan-persoalan yang dihadapinya, atau menolong secara langsung

kesulitan yang dihadapi dengan menyediakan saranan dan prasarana yang


93

memadai bagi penderita, menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan

(Setiadi, 2008)
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Husna (2012) dengan judul penelitian “Analisis Dukungan Sosial Dengan

Kepatuhan Therapy Antiretroviral (ARV) Pada Pasien HIV/AIDS Di

Poliklinik Khusus Rsud. Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh”. Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa dari jumlah responden yaitu 24 orang, 12 orang

termasuk dalam kepatuhan yang baik dengan kualitas dukungan

instrumental yang baik dan 5 orang memiliki kepatuhan yang baik dengan

kualitas dukungan instrumental yang tidak baik. Penelitian lain yang

mendukung dilakukan oleh Galiastini & Mulyanigsih (2013) dengan judul

penelitian “Kepatuhan Pengobatan Antiretroviral Pada Pasien HIV/AIDS

Di Rsud Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto” yang mengatakan

responden dalam penelitiannya sebanyak (27 orang) mengkategorikan

dukungan sosial dalam kategori sedang dan responden lain (4 orang)

mengkategorikan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa secara sosial

responden penelitian sudah mendapatkan dukungan yang baik dari

lingkungan sekitarnya. Dukungan moriil dari orang-orang yang berada di

sekitar responden bisa menjadi penyemangat dalam menjalankan rutinitas

pengobatan.

Sejalan dengan penelitian diatas, menurut Yuniar, Handayani &

Aryastami dengan judul penelitian Faktor – Faktor Pendukung Kepatuhan

Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) Dalam Minum Obat Antiretroviral Di


94

Kota Bandung Dan Cimahi mengatakan bahwa Dukungan sosial dari

keluarga, teman dan tenaga kesehatan memberikan pengaruh penting

terhadap kepatuhan ODHA dalam minum ARV Bagi ODHA yang sudah

diketahui statusnya oleh keluarga dan keluarganya dapat menerima kondisi

mereka, maka faktor keluarga biasanya menjadi pen-dukung utama.

Biasanya orang tua, suami/istri, anak menjadi orang-orang terdekat yang

mengingatkan untuk minum obat. Keluarga dalam hal ini bisa berfungsi

menjadi Pengawas Minum Obat (PMO) bagi ODHA.

8. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya :
1. Pengambilan data sedikit mengalami hambatan karena responden merasa

malu saat penelitian, sehingga tidak semua responden mampu mengisi

dan membaca pertanyaan kuesioner dengan baik.


2. Adanya faktor confounding yang tidak diteliti dalam penelitian ini

diantaranya, sikap/motivasi pasien, akses pelayanan yang juga dapat

mempengaruhi loss to follow up dalam terapi ARV.


3. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kuisioner dalam mengevaluasi

dukungan keluarga dan loss to follow up terap ARV pada ODHA. peneliti

tidak dapat mengontrol kejujuran responden dalam menjawab pertanyaan

yang diberikan peneliti karena jawaban dari responden ditentukan oleh

mood atau perasaan diri dari responden.

You might also like