You are on page 1of 8

LAPORAN FARMAKOLOGI II

(AFF332)

ANTIDIARE

KELOMPOK 8

Thol’at Hamdi (B04120074)


Bambang Wisnu (B04120110)
Ulfa Miranda (B04120134)
Claudia Putri (B04120136)
Alissa Safira (B04120143)
K. Kishyorr (B04118006)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
Pendahuluan
Latar Belakang
Diare adalah suatu masalah saluran pencernaan di mana feses menjadi
lembek atau cair, biasanya terjadi paling sedikit tiga kali dalam 24 jam. Biasanya
disertai sakit perut dan seringkali mual dan muntah. Diare sering terjadi di
Indonesia. Hampir seluruh masyarakat Indonesia pernah mengalami diare.
Masyarakat Indonesia sering menganggap diare terjadi karena memakan makanan
yang pedas, asam atau bersantan secara berlebihan. Diare yang berlebihan dapat
menyebabkan dehidrasi hingga kematian. Kehilangan cairan atau elektrolit (ion
Na+ dan K+) pada diare yang parah menyebabkan penderita mengalami dehidrasi.
Dehidrasi inilah yang dapat menyebabkan kematian pada kasus diare. Diare dapat
dijadikan indikasi bahwa sanitasi lingkungan penderita buruk. Dalam pencegahan
perlu diperhatikan kebersihan makanan dan lingkungan. Dengan memperhatikan
sanitasi tersebut akan mencegah mikroorganisme masuk ke dalam tubuh.
Berdasarkan lama kejadian diare, dapat dibedakan atas diare akut dan
kronis.bila diare terjadi kurang dari dua minggu dapat dikategorikan sebagai diare
akut, sedangkan bila terjadi lebih dari dua minggu maka dikategorikan diare
kronis. Diare akut dapat disebabkan oleh infeksi, keracunan, alergi, reaksiobat-
obatan, dan juga factor psikis. Terdapatbanyak mikroorganisme yang dapat
menyebabkan diare akut, diantaranya virus, bakteri, protozoa, dan cacing
(helminthes). Sedangkan diare kronis pada umumnya didasari oleh penyakit-
penyakit non efektif pada saluran pencernaan.
Diare yang hebat menyebabkan kehilangan cairan. Cairan yang hilang
secepatnya harus digantikan dengan meminum minuman berelektrolit atau larutan
oralit (mengandung gula dan garam). Selain menggantikan cairan, diare perlu
dihentikan. Dalam menghentikan diare dapat dengan meminum obat anti diare.
Obat anti diare yang bekerja pada susunan syaraf akan menurunkan gerakan
peristaltic usus, meningkatkan absorbsi, dan menginaktivasi enterotoksin. Pada
praktikum kali ini obat-obatan yang digunakan adalah obat-obatan yang memiliki
aktivitas menghambat peristaltic usus, mengabsorbsi dan menginaktivasi
enterotoksin.
Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui kegunaan obat antidiare, serta dapat
membandingkan mekanisme kerja masing-masing obat antidiare yang digunakan.

Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah sonde lambung,
spuid 1mL, gunting, pinset, alas kayu, penggaris, dan benang. Sementara itu
bahan yang digunakan antara lain mencit, NaCl fisiologis, Immodium, Enterostop,
New diatab, Atropin, Papaverin, dan marker (Gumaraticum 20% + Norit 5%).

Metodologi
a. Mencit dipuasakan terlebih dahulu selama 16-18 jam.
b. Mencit ditimbang untuk menghitung dosis masing-masing senyawa yang
akan diberikan.
c. Obat diberikan melalui dua cara yaitu peroral dan subkutan. Obat-obatan
yang diberikan secara oral yaitu NaCl fisiologis, Immodium, Enterostop
dengan dosis 1 mL/100 gr BB. Sedangkan obat-obatan yang diberikan
secara subkutan adalah atropin (0,2 mL) dan papaverin (0,1mL).
d. Mencit yang diberi obat secara subkutan 15 menit pasca injeksi obat diberi
marker peroral dengan dosis 0,1 mL/10 gr BB, sedangkan mencit yang
diberi obat peroral diberi marker 45 menit pasca pemberian obat.
e. Setelah 20 menit masing-masing mencit dimatikan. Dilakukan
penekropsian dengan membuka abdomen menggunakan pinset dan
gunting. Kemudian keluarkan lambung dan usus halus sampai rektum.
f. Dihitung panjang usus keseluruhan dimulai dari pylorus sampai rektum
dengan menggunakan benang yang kemudian diukur dengan penggaris.
Dihitung pula panjang usus yang berwarna hitam dengan cara yang sama.
g. Penentuan cara penghitungan efektivitas suatu obat yang diberikan adalah
dengan menghitung rasio panjang usus terwarnai dengan panjang usus
keseluruhan dikalikan 100%, makin kecil persentase yang dihasilkan maka
makin efektif sediaan tersebut.
Tinjauan Pustaka
Traktus gastrointestinalis atau sistem pencernaan merupakan suatu sistem
yang berperan penting dalam mendukung kehidupan suatu individu. Sistem
pencernaan merupakan suatu sistem terbuka yang dimulai dari mulut hingga anus.
Karena hubungannya dengan dunia luar membuat seringnya terjadi beberapa
gangguan pada pencernaan. Sistem pencernaan dapat dikatakan sebagai sistem
yang paling besar di dalam tubuh individu. Sistem ini terdiri dari rongga mulut,
faring, esofagus, lambung, usus halus dan usus besar, kelenjar eksokrin dan
endokrin (Campbell 2004).
Fungsi sistem pencernaan adalah mengambil makanan dan cairan kedalam
tubuh, mengabsorbsi pakan, serta mengeksresikan pakan melalui anus. Masalah
pencernaan yang biasa ditemukan pada hewan, yaitu regurgitasi, muntah, diare,
kolik, kekurusan, kembung, masuknya benda asing, dan konstipasi (Wanamaker
2009). Sistem pencernaan diatur oleh sistem saraf otonom terutama sistem saraf
parasimpatis. Saraf parasimpatis akan memberikan efek meningkatkan motilitas
usus, meningkatkan sekresi usus, dan menstimulasi relaksasi spinchter.
Diare atau penyakit diare (diarrheal disease) berasal dari kata diarroia
(bahasaYunani) yang berarti mengalir terus (to flow through), merupakan keadaan
abnormal pengeluaran tinja yang terlalu sering. Hal ini disebabkan adanya
perubahan-perubahan dalam transport air dan elektrolit dalam usus, terutama pada
keadaan-keadaan dengan gangguan intestinal pada fungsi digesti, absorpi dan
sekresi. Diare sering didefinisikan sebagai berak lembek cair sampai cair
sebanyak 3 kali perhari.
Diare adalah keadaan dimana frekuensi defekasi melebihi frekuensi
normal dengan disertai konsisitensi feses yang encer. Hal ini terjadi karena
chymus yang melewati usus kecil berjalan dengan cepat, kemudian feses yang
melewati usus besar berjalan dengan cepat pula, sehingga tidak cukup waktu
untuk absorpsi. Hal ini menyebabkan dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit
(Adnyana 2004).
Diare dapat terjadi karena infeksi bakteri dan kerja sistem saraf otonom
yang terganggu. Diare dapat terjadi karena berkurangnya motilitas usus sehingga
penyerapan air tidak sempurna, sehingga timbul diare. Juga dapat diakibatkan
oleh permeabilitas lumen usus meningkat sehingga dapat menyebabkan diare. Hal
ini dapat terjadi karena adanya bakteri yang dapat menghasilkan endotoksin
sehingga merangsang keluarnya sekresi pada usus. Perubahan osmotik ini dapat
menyebabkan cairan tidak dapat diserap. Bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan
diare, antara lain: Helicobacter, Escherichia coli, Campylobacter, dan
Clostridium perfringens (Wanamaker 2009).
Ketika terjadi diare harus cepat dilakukan penanganan, karena kondisi
diare ini sangat berbahaya dan dapat menimbulkan dehidrasi, serta kekurusan jika
dibiarkan. Obat-obat antidiare perlu diberikan terutama yang bekerja untuk
membunuh bakteri, melapisi lumen usus (protektan), meningkatkan motilitas usus
(narkotik analgesik), dan obat antikolinergik atau antispasmodik.
Imodium merupakan salah satu obat yang bekerja sebagai antidiare.
Kandungan imodium adalah Loperamid HCl. Mekanisme kerja loperamid ini
sebagai narkotik analgesia. Obat ini bekerja pada reseptor opoid, sehingga dapat
menyebabkan efek konstipasi. Mekanisme obat ini terhadap usus adalah
menurunkan motilitas usus karena mepengaruhi otot sirkuler dan longitudinal dari
usus (Sardjono 2005). Loperamid sangat baik digunakan pada diare akut dan diare
kronis. Efek samping dari obat ini adalah mulut kering, mual, muntah, sakit pada
perut dan konstipasi. Obat ini toksik pada hati, sehingga jangan digunakan pada
hewan yang mengalami sakit hati.
Papaverin merupakan alkaloid opoid. Efek pada diare sebenarnya lemah,
karena lebih cenderung pada efek sedasinya. Mekanisme kerja papaverin adalah
menurunkan motilitas otot polos termasuk usus. Umumnya papaverin digunakan
sebagai antikram dan pencegahan stenokardia. Aplikasi papaverin dapat dilakukan
secara IM, IV, dan perektal. Papaverin memiliki beberapa efek samping yaitu
mengantuk, konstipasi, sakit kepala, meningkatkan pengeluaran keringat, dan
glukoma. Diduga penggunaan papaverin ini pada diare cenderung memanfaatkan
efek sampingnya, yaitu konstipasi.
Atropin bukan merupakan obat utama dalam antidiare, namun sifatnya
yang parasimpatolitik akan menyebabkan motilitas usus menurun. Menurunnya
motilitas usus menjadi normal akan menyebabkan diare berhenti. Atropin
digunakan untuk mengatasi spasmus pada usus. Atropin dalam kenyataannya
dapat digunakan sebagai antidiare, karena bekerja langsung pada syaraf
parasimpatis.
®
Diapet dan ®Entrostop merupakan obat yang digunakan secara umum
sebagai antidiare. Kandungan kedua obat ini hampir sama, yaitu berasal dari
bahan alami. Beberapa bahan yang digunakan adalah Curcuma domestica rizhome
yang dikenal dengan kunyit dan ekstrak daun jambu biji. Penelitian yang
dilakukan oleh mahasiswa ITB pada tahun 2004 mengenai ekstrak daun jambu ini
memberikan hasil yang cukup meyakinkan. Ekstrak daun jambu biji dapat
menghambat pertumbuhan bakteri penyebab diare, seperti Salmonella dan
Shigella (Adnyana et al. 2004)
Kunyit merupakan salah satu tanaman yang menghasilkan minyak atsiri
yang diduga sebagai antibakteri. Kunyit potensial sebagai antibakteri pada
Salmonella, Staphylococcus, E.coli, Klebissela (Rahayu 2006). Menurut
penelitian yang telah dilakukan oleh Sunanti pada tahun 2007 menyatakan bahwa
ekstrak kunyit cukup potensial sebagai penghambat pertumbuhan Salmonella
thypimurium.
Obat yang juga sering digunakan sebagai antidiare adalahnorit. Warnanya
hitam karena mengandung karbon aktif. Norit cocol digunakan sebagai marker.
Norit bekerja sebagai antidiare dengan mekanisme kerja menyerap atau adsorben,
sangat baik diberikan secara peroral sebagai penyerap toksin dan gas (Arif 2005).
Pemakaian norit ini cukup aman, karena hanya mengandung karbon aktif
sehingga semua racun atau benda asing dapat terserap. Karbon aktif ini juga dapat
digunakan menyerap bau-bauan.

Hasil dan Pembahasan


Setelah pemberian NaCl fisiologis, usus mencit menjadi 42 cm, marker 15
cm, dan rasio 35.7%. NaCl berfungsi untuk mengembalikan cairan yang hilang
saat terjadi diare. Sehingga dapat terlihat bahwa usus mencit hanya berubah ... cm
dari usus mencit normal yang mulanya … cm.

Hasil yang diperoleh dari sediaan Imodium terhadap usus tikus, panjang
usus tikus 52 cm dengan panjang marker pada usus 15 cm, sehingga rasionya
28.8%. Imodium memiliki nama paten laperamide HCl yang merupakan derivate
difenoksilat dengan kasiat obstipasi yang 2-3 kali lebih kuat tetapi tanpa efek
terhadap sistem saraf pusat karena tidak mampu melewati system saraf otak.
Dalam usus Imodium mampu menormalkan keseimbangan resorpsi dan sekresi
dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel yang berada dalam keadaan
hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali.
Sifat farmakologik enterostop adalah Attapulgite koloid aktif yaitu
magnesium alumunium silikat alamiah yang memiliki daya absorbsi yang kuat.
Enterostop di berikan untuk pengobatan simptomatis (pada saat gejala terjadi)
pada diare nonspesifik. Setelah pemberian enterostop, usus mencit menjadi 44 cm,
marker 4 cm, dan rasio 9 %. Pada saat pemberian enterostop terlihat bahwa usus
semakin panjang dibandingkan dengan usus normal yang hanya … cm.
Tikus yang diberi sediaan papaverin panjang ususnya menjadi 37 cm,
panjang marker pada usus 8 cm, sehingga rasionya 21.6 %. Sediaan papaverin
bekerja pada usus dengan merelaksasi saluran darah, relaksasi pada otot polos,
emboli perifer dan mesentrik (Tjay 2002).
Pada percobaan dengan menggunakan atropin sebagai senyawa antidiare
diperoleh hasil bahwa panjang usus yang tertandai (adanya marker) 12 cm dari
panjang usus keseluruhan 56 cm, dengan rasio 21 %. Hal ini berarti atropin
bekerja pada usus tidak seperti senyawa lain yang rasionya lebih kecil. Atropin
bekerja dengan cara menekan peristaltik usus dengan memperlambat motilitas
saluran cerna, sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk resorpsi air &
elektrolit pada mukosa usus.
Daftar Pustaka
Adnyana, KI, et al.2004. Efek ekstrak daun jambu biji daging buah putih dan
jambu biji daging buah merah sebagai antidiare. Acta Pharmaceutica
Indonesia. ITB. 29(1): 19-27.
Arif A, Sjamsudin U. 2005. Obat Lokal dalam Farmakologi dan terapi. Sulistia G
(editor). UI Press: Jakarta.
Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. Biologi edisi 5. Wasmen Manalu
[penerjemah] terjemahan dari Biology 5th ed. Erlangga: Jakarta.
Daldiyono. 1990. Diare, Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta : Infomedika. Hal :
14-4. Departemen Farmakologi dan Terapi UI, 2007. Farmakologi dan
Terapi ed 5. Jakarta : Penerbit UI Press.
Rahayu. 1996. Efektivitas minyak atsiri pada beberapa bakteri patogen secara in
vitro. Dalam: Aktifitas antibakteri ekstrak tunggal bawang putih dan
rimpang kunyit terhadap Salmonella Typhimurium. [Skripsi]. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB.
Sardjono H, Santoso O, Dewoto HR. 2005. Analgesik opoid dan antagonis dalam
Farmakologi dan terapi.Sulistia G (editor). UI Press: Jakarta.
Wanamaker BP, Massey KL. 2009. Applied Pharmacology for veterinary
technician. Elsevier: USA.

You might also like