Professional Documents
Culture Documents
KASUS
I.1 IDENTITAS
Nama : Ny. S
Umur : 64 tahun
Pendidikan : SLTP
Agama : Katolik
Pekerjaan : Swasta
A. Keluhan Utama
1
lubang kemaluan, benjolan dirasakan lembek dan terlihat berwarna kemerahan.
Pasien juga mengeluhkan seperti ada yang mengganjal di daerah kemaluannya.
Pasien mengaku BAB-nya memang tidak lancar, ia mengatakan sering
sulit unutuk BAK. Keluar cairan, lendir ataupun darah dari kemaluan disangkal
oleh pasien. Pasien mengaku pernah melahirkan 2 orang anak secara normal tetapi
ia mengatakan tidak pernah ada kesulitan pada saat melahirkan. Batuk lama
disangkal oleh pasien. Pasien mengaku sudah menopause tetapi ia mengaku sudah
menopause sejak kurang lebih sejak 14 tahun yang lalu.
C. Riwayat Menstruasi
Menarche usia 14 tahun.
Siklus : Teratur ± 28 hari/bulan
Lamanya : 7 hari
Banyaknya : 2 x pembalut/hari
Riwayat dismenorea disangkal
D. Riwayat Persalinan
Hamil 1 : persalinan spontan, cukup bulan
hamil 2 : persalinan spontan, cukup bulan
F. Riwayat Operasi
Pasien menyangkal pernah dioperasi
2
I.3 PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Abdomen
Inspeksi: tampak datar
Auskultasi: BU (+)
Genitalia
1. Pemeriksaan Luar
Inspeksi : Tampak tonjolan portio merah muda dari vagina
Palpasi : Lunak, Nyeri tekan (-)
2. Pemeriksaan Dalam
b. Vagina toucher tidak dilakukan
3
I.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hemoglobin 11,6 g/dL 12,5-15,5 g/dL
Lekosit 14,4 ribu 4-10 ribu
Eritrosit 4,08 juta 3,8-5,4 juta
Hematokrit 36,9 % 35-47 %
MCV 90,4 mikro m3 82-98 mikro m3
MCH 28,4 pg >= 27 pg
MCHC 31,4 g/dL 32-36 g/dL
RDW 11,5 % 10-16 %
Trombosit 329 ribu 150-400 ribu
PDW 14,4 % 10-18 %
MPV 7,1 mikro m3 7-11 mikro m3
Limfosit 1,5 103/mikro 1,0-4,5 103/mikro
Monosit 1,4 103/mikro 0,2-1,0 103/mikro
Granulosit 11,6 103/mikro 2-4 103/mikro
Limfosit % 10,1 % 25-40 %
Monosit 9,4 % 2-8 %
Granulosit % 80,5 % 50-80 %
PCT 0,234 % 0,2-0,5 %
Glukosa sewaktu 80 mg/dL 7-100 mg/dL
SGOT 24 U/L 0-35 U/L
SGPT 19 IU/L 0-35 IU/L
Ureum 31,7 10-50 mg/dL
Kreatinin 0,44 0,45-0,75 mg/dL
HbsAg Non reaktif Non reaktif
I.5. ASSESMENT
A. DIAGNOSA KERJA
Prolapsus Uteri
B. PROGNOSA
4
- Inj. Metronidazole 3x500mg
- Asam traneksamat 3x1gr
Tindakan :
- Operasi histerektomi
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena
kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya. Atau
turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus genitalis.1,2
6
nifas itu sendiri yang menjadi faktor resiko dari prolapsus uteri. Multiparitas
merupakan faktor risiko yang paling sering dikutip. Tidak ada kesepakatan apakah
kehamilan atau nifas itu sendiri yang predisposisi untuk disfungsi dasar panggul.
Namun, banyak penelitian jelas menunjukkan bahwa kelahiran ini meningkatkan
kecenderungan seorang wanita mengalami prolaps uteri.1,2,3,4
Umur, Usia lanjut juga juga merupakan faktor resiko prolapsus uteri. Pada
wanita yang telah menopause, di samping akibat kurangnya hormon estrogen
yang dihasilkan oleh ovarium serta karena faktor umur menyebabkan otot-otot
dasar panggul seperti diafragma pelvis, diafragma urogenital dan ligamentum
serta fasia akan mengalami atrofi dan melemah, serta terjadi atrofi vagina.
Keadaan ini akan menyebabkan otot-otot dan fascia tidak dapat melaksanakan
fungsinya dengan baik sebagai alat penyokong organ sehingga menyebabkan
terjadinya prolapsus genitalia. 1,2,5
7
Peningkatan tekanan intra-abdominal yang berlangsung lama diyakini
mempunyai peranan dalam patogenesis Prolapsus uteri. Contohnya dalam kasus
ini adalah pasieen yang obesitas, konstipasi yang lama, sering mengangkat berat,
batuk kronis, dan berulang. Selain itu, merokok dan penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK) 1,2
8
Prolapsus uteri tingkat II : uterus untuk sebagian keluar sampai
vagina.
Prolapsus uteri tingkat III (Prosidensia Uteri) : uterus keluar seluruhnya
dari vagina, disertai inversion uteri.
http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/09/klasifikasi-prolaps-uteri.html
2.5. PATOLOGI
Prolapsus uteri terdapat dalam berbagai tingkatan, dari yang paling ringan
sampai prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya persalinan
pervaginam yang susah dan terdapatnya kelemahan-kelemahan ligamentum-
ligamentum yang tergolong dalam fascia endopelvis dan otot-otot serta fascia-
fascia dasar panggul. Juga dalam keadaan tekanan intraabdominal yang meningkat
dan kronis akan memudahkan terjadinya penurunan uterus, terutama apabila tonus
otot-otot mengurang seperti pada penderita dalam menopause.1,2,5
Serviks uteri terletak di luar vagina, akan tergeser oleh pakaian wanita
tersebut dan lambat laun akan menimbulkan ulkus yang disebut dengan ulkus
dekubitus. Jika fascia di bagian depan dinding vagina kendor biasanya akibat
trauma obstetrik maka akan terdorong oleh kandungan kencing sehingga
9
menyebabkan penonjolan dinding depan vagina ke belakang yang di namakan
sistokel. Sistokel yang pada mulanya hanya ringan saja, dapat menjadi besar
karena persalinan berikutnya yang kurang lancar sehingga akan menyebabkan
terjadinya uretrokel. Uretrokel harus dibedakan dari divertikulum uretra. Pada
divertikulum keadaan uretra dan kandung kencing normal, hanya di belakang
uretra ada lubang yang membuat kantong antara uretra dan vagina. 1,2,5
2.6.GEJALA KLINIS1,2
Gejala-gejala prolapsus uteri sangat berbeda dan bersifat individual.
Kadangkala penderita yang satu berbeda dengan yang lainnya dan prolapsus uteri
yang cukup berat dapat tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita
lain dengan prolapsus yang ringan saja telah mempunyai banyak keluhan.
Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai:
1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia
eksterna.
2. Rasa sakit di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita
berbaring, keluhan menghilang atau menjadi kurang.
3. Sistokel yang dapat menyebabkan gejala-gejala:
a. Miksi yang lebih sering dan sedikit-sedikit mula-mula pada siang hari,
kemudian bila lebih berat juga pada malam hari.
b. Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat di kosongkan seluruhnya.
c. Stress inkontinensia, yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk,
mengejan. Kadang-kadang dapat terjadi retensio urin pada sistokel yang
besar sekali.
4. Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi:
a. Obstipasi karena feses berkumpul dalam rongga rektokel.
10
b. Baru dapat defekasi, setelah diadakan tekanan pada rektokel dari vagina.
5. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
a. Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu
berjalan dan bekerja. Gesekan porsio uteri oleh celana akan
menimbulkan lecet sampai luka dan ulkus dekubitus pada porsio uteri.
b. Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena
infeksi serta luka pada porsio uteri.
6. Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa
penuh di vagina.
2.7. DIAGNOSIS
Berdasarkan keluhan-keluhan pada penderita dan pemeriksaan ginekologik
umumnya dengan mudah dapat menegakkan diagnosis prolapsus genitalia.
Dari anamnesis ditanyakan mengenai adanya benda asing yang keluar dai
kemaluan, apakah terasa mengganjal di sekitar kemaluanya, apakah seperti ada
suatu ruangan antara anus dan vagina, apakah menggunakan laxatives secara
rutin, apakah ada low back pain, adakah dispareunia, ataupun inkontenensia dan
konstipasi. 1,2
Pada sistokel dijumpai pada dinding vagina depan berupa benjolan kistik,
lembek dan tidak nyeri tekan. Benjolan ini bertambah besar jika penderita di
suruh mengejan. Jika dimasukkan ke dalam kandung kencing kateter logam, lalu
kateter itu diarahkan ke dalam sistokel dapat diraba kateter tersebut dekat sekali
11
pada dinding vagina. Uretrokel letaknya lebih ke bawah dari sistokel, yaitu dekat
pada orifisium uretra eksternum.1,2
http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/09/diagnosis-prolaps-uteri.html
2.8. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat menyertai prolapsus uteri adalah:1,2
1. Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri. Prosidensia uteri disertai dengan
keluarnya dinding vagina (inversio), karena itu mukosa vagina dan serviks
uteri menjadi tebal serta berkerut dan berwarna keputih-putihan.
2. Dekubitus. Jika serviks uteri terus ke luar dari vagina maka ujungnya bergeser
dengan paha pada pakaian dalam, sehingga hal ini dapat menyebabkan luka
12
dan radang yang lambat laun dapat menjadi ulkus yang disebut ulkus
dekubitus. Dalam keadaan demikian perlu dipikirkan kemungkinan suatu
keganasan, lebih-lebih pada penderita yang berusia lanjut. Pemeriksaan
sitologi biopsi perlu dilakuakan untuk mendapatkan kepastian akan adanya
proses keganasan tersebut.
3. Hipertrofi serviks uteri dan elongasio kolli. Jika serviks uteri turun ke dalam
vagina sedangkan jaringan penahan dan penyokong uterus masih kuat maka
akibat tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun serta karena
pembendungan pembuluh darah, maka serviks uteri mengalami hipertrofi dan
menjadi panjang pula. Hal yang terakhir ini dinamakan elongasio kolli.
Hipertrofi ditentukan dengan pemeriksaan pandang dan perabaan. Pada
elongasio kolli serviks uteri pada perabaan lebih panjang dari biasanya.
4. Gangguan miksi dan stress inkontinensia. Pada sistokel berat, miksi kadang-
kadang terhalang sehingga kandung kencing tidak dapat dikosongkan
sepenuhnya. Turunnya uterus bisa juga menyempitkan ureter sehingga bisa
menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. Adanya sistokel dapat pula
mengubah bentuk sudut antara kandung kencing dan uretra sehingga dapat
menyebabkan stress inkontinensia.
5. Infeksi saluran kencing. Adanya retensi air kencing akan mudah menimbulkan
infeksi. Sistitis yang terjadi dapat meluas ke atas dan dapat menyebabkan
pielitis dan pielonefritis yang akhirnya keadaan tersebut dapat menyebabkan
gagal ginjal.
6. Kemandulan, karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vagina
atau sama sekali ke luar dari vagina sehingga tidak akan mudah terjadi
kehamilan.
7. Kesulitan pada waktu persalinan. Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil
maka pada waktu persalinan dapat menimbulkan kesulitan dikala pembukaaan
sehingga kemajuan persalinan jadi terhalang.
8. Hemoroid. Varises yang terkumpul dalam rektokel akan memudahkan
terjadinya obstipasi sehingga lambat laun akan menimbulkan hemoroid.
13
9. Inkarserasi usus halus. Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat
terjepit sehingga kemungkinan tidak dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu
dilakukan laparotomi untuk membebaskan usus yang terjepit tersebut.
2.9. PENCEGAHAN
Pemendekan waktu persalinan terutama pada saat kala pengeluaran dan
kalau perlu dilakukan tindakan (ekstraksi forceps dengan kepala sudah di dasar
panggul), membuat episiotomi, memperbaiki dan mereparasi luka atau kerusakan
jalan lahir dengan baik, memimpin persalinan dengan baik agar penderita
dihindari untuk mengejan sebelum pembukaan lengkap adalah tindakan yang
benar, menghindari paksaan dalam pengeluaran plasenta (perasat Crede),
mengawasi involusi uterus paska persalinan yang tetap baik dan cepat, serta
mencegah atau mengobati hal-hal yang dapat meningkatkan tekanan
intraabdominal seperti batuk-batuk yang kronis. Menghindari mengangkat benda-
benda yang berat dan menganjurkan para wanita jangan terlalu banyak punya anak
atau terlalu sering melahirkan.1,2
2.10. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanan pada prolapsus uteri bersifat individual, terutama pada
mereka yang telah memiliki keluhan dan komplikasi, namun secara umum
penatalaksanan dengan kasus ini terdiri dari dua cara yakni konservatif dan
operatif.1,2
1. Pengobatan Konservatif1,2,5
Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup membantu
para penderita dengan prolapsus uteri. Cara ini biasanya diberikan pada penderita
prolapsus ringan tanpa keluhan atau pada penderita yang masih ingin
mendapatkan anak lagi atau penderita yang menolak untuk melakukan tindakan
operasi atau pada kondisi yang tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan
operasi.
14
a. Latihan-latihan otot dasar panggul. Latihan ini sangat berguna pada penderita
prolapsus uteri ringan terutama yang terjadi pada penderita pasca persalinan
yang belum lewat enam bulan. Tujuannya untuk menguatkan otot-otot dasar
panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Latihan ini dilakukan
selama beberapa bulan. Caranya adalah di mana penderita disuruh
menguncupkan anus dan jaringan dasar panggul seperti biasanya setelah
buang air besar atau penderita disuruh membayangkan seolah-olah sedang
mengeluarkan air kencing dan tiba-tiba menghentikannya. Latihan ini bisa
menjadi lebih efektif dengan menggunakan perineometer menurut Kegel. Alat
ini terdiri atas obturator yang dimasukkan ke dalam vagina dan dengan suatu
pipa dihubungkan dengan suatu manometer. Dengan demikian kontraksi otot-
otot dasar panggul dapat diukur kekuatannya.
b. Stimulasi otot-otot dengan alat listrik. Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat
pula ditimbulkan dengan alat listrik, elektrodenya dapat dipasang di dalam
pessarium yang dimasukkan ke dalam liang vagina.
c. Pengobatan dengan pessarium. Pengoabatan dengan pessarium sebetulnya
hanya bersifat paliatif saja, yakni menahan uterus ditempatnya selama alat
tersebut digunakan. Oleh karena itu jika pessarium diangkat maka timbul
prolapsus kembali. Prinsip pemakaian pessarium ialah bahwa alat tersebut
mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian atas sehingga bagian dari
vagina tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian
bawah. Jika pessarium terlalu kecil atau dasar panggulnya terlalu lemah maka
pessarium akan jatuh dan prolapsus uteri akan timbul kembali. Pessarium
yang paling baik untuk prolapsus genitalia ialah pessarium cicic yang terbuat
dari plastik. Jika dasar panggul terlalu lemah dapat digunakan pessarium
Napier. Pessarium ini terdiri atas suatu gagang (stem) dengan dengan ujung
atas suatu mangkok (cup) dengan beberapa lobang dan diujung bawah terdapat
4 tali. Mangkok ditempatkan di bawah serviks dan tali-tali dihubungkan
dengan sabuk pinggang untuk memberikan sokongan pada pessarium. Sebagai
pedoman untuk mencari ukuran yang cocok maka diukur dengan jari berupa
jarak antara fornik vagina dengan pinggir atas introitus vagina, kemudian
ukuran tersebut dikurangi dengan 1 cm untuk mendapatkan diameter dari
15
pessarium yang akan digunakan. Pessarium diberi zat pelicin dan dimasukkan
miring sedikit ke dalam vagina. Setelah bagian atas masuk ke dalam vagina
maka bagian tersebut ditempatkan ke forniks vagina posterior. Kadang-kadang
pemasangan pessarium dari plastik mengalami kesukaran, akan tetapi
kesukaran ini biasanya dapat diatasi oleh penderita. Apabila pessarium tidak
dapat dimasukkan sebaiknya digunakan pessarium dari karet dengan per di
dalammnya. Pessarium ini dapat dikecilkan dengan menjepit pinggir kanan
dan kiri antara 2 jari dan dengan demikian lebih mudah dimasukkan ke dalam
vagina. Untuk mengetahui setelah dipasang apakah ukurannya cocok maka
penderita disuruh batuk atau mengejan. Jika pessarium tidak keluar lalu
penderita disuruh berjalan-jalan dan apabila ia tidak merasa nyeri maka
pessarium dapat digunakan terus.
Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun, asalkan penderita diawasi dan
diperiksa secara teratur. Pemeriksaan ulang sebaiknya dilakukan 2-3 bulan
sekali. Vagina diperiksa secara inspekulo untuk menentukan ada tidaknya
perlukaan, pessarium lalu dibersihkan dan disterilkan lalu kemudian dipasang
kembali. Pada kehamilan, reposisi prolapsus uteri dengan memasang pessarium
berbentuk cincin dan kalau perlu ditambah tampon kassa serta penderita
disuruh tidur mungkin sudah dapat membantu penderita. Apabila pessarium
dibiarkan di dalam vagina tanpa pengawasan yang teratur, maka dapat
menimbulkan komplikasi-komplikasi seperti ulserasi, terpendamnya sebagian
dari pessarium ke dalam dinding vagina, bahkan dapat terjadi fistula
vesikovaginalis atau fistula rektovaginalis. Kontraindikasi terhadap pemakaian
pesarium ialah adanya radang pelvis akut atau subakut serta adanya keganasan.
Sedangkan indikasi penggunaan pessarium antara lain kehamilan, hingga
penderita belum siap untuk dilakukan tindakan operasi, sebagai terapi tes untuk
menyatakan bahwa operasi harus dilakukan, penderita yang menolak untuk
dilakukan tindakan operasi dan lebih suka memilih terapi konservatif serta
untuk menghilangkan keluhan yang ada sambil menunggu suatu operasi dapat
dilakukan.
16
Gambar 8. Diunduh pada tanggal 10 februari 2012
http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/09/pessarium.html
2. Pengobatan Operatif1,2,5
Prolapsus uteri biasanya disertai dengan adanya prolapsus vagina,
sehingga jika dilakukan pembedahan untuk prolapsus uteri maka prolapsus vagina
perlu ditangani pula secara bersamaan. Ada kemungkinan terdapat prolapsus
vagina yang membutuhkan pembedahan, padahal tidak ada prolapsus uteri atau
prolapsus uteri yang ada belum perlu dilakukan tindakan operasi. Indikasi untuk
melakukan operasi pada prolapsus uteri ialah jika didapatkan adanya keluhan pada
penderita.
Di bawah ini akan dibicarakan terapi pembedahan pada jenis-jenis
prolapsus genitalis.
a. Sistokel
17
Operasi yang lazim dilakukan ialah kolporafi anterior.
Setelah diadakan sayatan pada dinding vagina depan lalu dilepaskan dari
kandung kencing dan uretra, lalu kandung kencing didorong ke atas dan fascia
puboservikalis sebelah kiri dan kanan dijahit di garis tengah. Sesudah dinding
vagina yang berlebihan dibuang maka dinding vagina yang terbuka ditutup
kembali. Kolporafi anterior dilakukan pula pada uretrokel. Kadang-kadang
tindakan operasi ini tidak mencukupi pada sistokel dengan stress inkontinensia
yang berat.
b. Rektokel
Pada kaus ini operasi yang dilakukan disebut dengan kolpoperineoplastik.
Di mana mukosa dinding belakang vagina disayat dan dibuang berbentuk segitiga
dengan dasarnya batas antara vagina dan perineum dan dengan ujungnya pada
batas atas rektokel. Sekarang fascia rektovaginalis dijahit di garis tengah dan
kemudian muskulus levator ani kiri dan kanan didekatkan di garis tengah. Luka
pada dinding vagina dijahit, demikian pula otot-otot perineum superfisialis
sebelah kanan dan kiri, lalu dihubungkan di garis tengah dan akhirnya luka pada
kulit perineum dijahit.
c. Enterokel
Sayatan pada dinding belakang vagina diteruskan ke atas sampai ke
serviks uteri. Setelah hernia enterokel yang terdiri atas peritoneum dilepaskan dari
dinding vagina lalu peritoneum ditutup dengan jahitan setinggi mungkin. Sisanya
dibuang dan di bawah jahitan itu ligamentum sakrouterina kiri dan kanan serta
fascia endopelvik dijahit di garis tengah.
d. Prolapsus uteri
Seperti telah diterangkan di atas bahwa indikasi untuk melakukan operasi
pada prolapsus uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti umur penderita,
kemungkinannya untuk masih mendapatkan anak lagi atau untuk
mempertahankan uterus, tingkatan prolapsus uteri dan adanya keluhan yang
ditemukan pada penderita.
18
Macam-macam Operasi
a) Ventrofiksasi
Pada wanita yang masih tergolong muda dan masih ingin menginginkan
anak lagi, maka dilakukan tindakan operasi untuk membuat uterus ventrofiksasi
dengan cara memendekkan ligamentum rotundum atau mengikatkan ligamentum
rotundum ke dinding perut.
c) Histerektomi
Operasi ini tepat untuk dilakukan pada prolapsus uteri dalam tingkatan
yang lebih lanjut dan pada wanita yang telah menopause. Setelah uterus diangkat,
puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan dan kiri, bagian
atas pada ligamentum infundebulopelvikum, kemudian tindakan operasi
dilanjutkan dengan melakukan kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk
mencegah terjadinya prolapsus vagina dikemudian hari.
d) Kolpoklesis
Pada waktu obat-obat serta pemberian anestesi dan perawatan pra dan
pasca tindakan operasi belum baik untuk perempuan tua yang seksual tidak aktif
lagi dapat dilakukan operasi sederhana dengan menjahitkan dinding vagina depan
dengan dinding bagian belakang, sehingga lumen vagina tertutup dan uterus
terletak di atas vagina. Akan tetapi tindakan operasi jenis ini tidak akan
19
memperbaiki sistokel atau rektokel sehingga akan dapat menimbulkan
inkotinensia urin. Obstipasi serta keluhan pada prolapsus uteri lainnya juga tidak
akan hilang pada tindakan ini.
e) Purandare
Purandare adalah operasi yang ditujukan bagi nulipara yang mengalami prolaps
uteri. Yang mempunyai dinding abdomen yang baik. Pada operasi ini, uterus
digantungkan dari ligamentum latum ke fascia muskulus rektus abdominis
menggunakan pita mersilene. Operasi efektif selama dinding abdomen masih
kuat. Ketika dinding abdomen tidak kuat, prolaps uterus dapat terjadi kembali.
20
BAB III
TINJAUAN AFTER CARE
21
DAFTAR PUSTAKA
22