Professional Documents
Culture Documents
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
SURAT PERNYATAAN
Karya tulis ini disusun berdasarkan suatu pemikim orginal dan merupakan
hak pribadi, dengan ini saya :
Nama :Akhmad Nugraha.
NRP : PO52020201
Program Studi :Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
Menyatakan bahwa tesis ini yang berjudul Pengendalian Mutu Lingkungan di
Kawasan Usaha Perternakan Sapi Perah Cibungbulang Bogor addah merupakan
karya ilmiah saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan Sumber informasi yang
berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalarn Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Akhmad Nugraha
ABSTRAK
Kata kunci :Sapi perah, mutu air, lingkungan ternak, Cigamea, Cibungbulang-
Bogor
ABSTRACT
oleh
AKHMAD NUGRAHA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
Judo1 Tesis : Pengendalian Xutu Lingkungan di Kawasar~Usaha Petemaka1
Sapi Perah C~bungb~rnglang
Bogor.
Nania . AKHMAD NUGRAHA
NIM . P052020201.
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, kerena
atas rahrnat dan karuniaNya jualah penulisan tesis ini dengan judul Pengendaiian
Mutu Lingkungan di Kawasan Usaha Perternakan Sapi Perah
Cibungbulang Bogor dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan ucapan trimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr.Ir.H.Suryahadi, DEA selaku ketua komisi pembimbing .
2. Ibu Dr.Ir.Yuli Retnani, M.Sc, selaku angota komisi pembimbing.
3. Bapak Dr.Ir.Surjono H.Sutjahjo, MS, selaku ketua Program PSL
4. Bapak Dr.Ir.Muladno, staf dosen program studi PSL. Pascasarjana IPB
atas kesediaan sebagai penguji dan memberi saran-saran atas perbaikan
tesis.
5. Pimpinan dan Staf Laboratorium Analisis dan Kalibrasi Industri Agro
Departemen Perindustrian RI..
6. Rekan-rekan sejawat PSL-IPB angkatan 2002.
Tak lupa rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak
Drs.H.Akma1 Indra, kakak-kakak dan adii-adik serta istri yang telah membantu
serta mendoakan, semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis,
mendapat imbalan yang setimpal, amin.
Akhimya penulis berharap, mudah-mudahan tulisan ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak yang memerlukan.
Halaman
DAFTAR IS1..................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................. v
DAFTAR GAMBAR ........................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................... vii
I.PENDAHULUAN ............................................................. 1
1.1. Latar Belakang .......................................................... 1
1.2. Tujuan Penelitian ....................................................... 3
1.3. Kerangka Pemikiran ................................................... 3
1.4. Perurnusan Masalah........................................................ 4
1.5. Hipotesis .................................................................... 5
1.6. Manfaat Penelitian ........................................................ 5
.
111 METODE PENELITIAN ................................................ ..
3.1 Tempat dan Waktu ......................................................
3.2. BahandanAlat ..........................................................
3.3. Metode Pengumpulan Data .............................................
3.3.1. Pengambilan Sarnpel Air .......................................
3.3.2. Wawancara tersetruktur........................................
3.3.3. Data Sekunder...................................................
3.4. Analisis Data .............................................................
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................
4.1 .1. Lokasi Penelitian..................................................
4.1.2. Sejarah KUNAK ..................................................
4.2. Respon Masyarakat Sekitar Teihadap KUNAK .........................
4.2.1. Dampak Terhadap Mobilitas Penduduk.......................
4.2.2. Dampak Terhadap Pemukiman Baru ..........................
4.2.3. Dampak Terhadap Tata Guna Tanah ...........................
4.2.4. Dampak Terhadap Surnber Pekejaan Baru ..................
4.3. Karaktertistik Petemak .................................................
4.4. Pengelolaan Usaha Temak Sapi Perah ..............................
4.4.1. Stmktur Populasi ..................................................
4.4.2. Tenaga Kerja dan Alokasi Waktu Kerja .......................
4.4.3. Pemberian Pakan Temak .........................................
4.4.4. Produktivitas Temak .............................................
4.4.5. Reproduksi dan Pengobatan.....................................
4.4.6. Perakandangan .....................................................
4.5. Manajemen Limbah Temak .......................................
4.6. Keadaan Kualitas Air Sungai Cigamea ..............................
4.7. Arah Pengendalian Lingungan KUNAK Sapi Perah
Cibungbulang................................................................................
4.7.1. Pemenfaatan Limbah Temak Sebagai Pupuk Organik .......
4.7.2. Penggunaan Limbah Temak Sebagai Media Tumbuh
Cacing Tanah .....................................................
4.7.3. Pemanfaatan Limbah Temak Untuk Produsi Gas Bio ......
Nomor Halarnan
Tabel 1 Patokan Kebutuhan akan Bahan Kering Sapi Perah ................. 7
Tabel 2 Perkiraan Perhitungan Limbah yang Dikeluarkan Ternak............ 8
Tabel 3 Peubah Kualitas Air dan Metoda Analisis yang Digunakan ....... 2
Tabel 4 Populasi dan J m l a h Sampel yang Diambil Peternak Sapi perah
di KUNAKCibungbulang dalam Satuan Temak (ST) .............. 23
Tabel 5 Matriks untuk Identifikasi dan Evaluasi Dampak .................. 23
Tabel 6 Jenis Dampak. ParameterAndikator Dampak dan Cara
Mengukumya ............................................................ 24
Tabel 7 Karakteristik Masyarakat Non Petemak di Sekitar KUNAK ...... 29
Tabel 8 Kondisi Permahan. Penggunaan Sumber Air dan Kesehatan
Masyarakat Nan Peternak KUNAK ................................... 31
Respon Masyarakat Non Petemak Terhadap Keberadaan
KUNAK ........................................................................................ 32
Tabel 10 Kardderistik Peternak di KUNAK ............................................ 36
Tabel 11 Struktur Pemilikan Sapi Petemak KUNAK ................................. 37
Tabel 12 Struktur Populasi Sapi di KUNAK ..................................... 38
Tabel 13 Jumlah Waktu dalam Kegiatan Usaha Temak Sapi Perah pada
KUNAK Cibungbulang ................................................ 39
Tabel 14 Penanganan Limbah Ternak di KUNAK Sapi Perah
Cibungbulang ............................................................................... 44
Tabel 15 Analisis Kualitas Air Pada Stasiun Pengamatan di Sungai
Cigamea Berdasarkan Parameter Fisika,Kimia dan Biologi ....... 47
Tabel 16 Hasil Analisis lndeks Mutu Kualitas Air Sungai Cigamea .......... 50
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Gambar 1 Diagram Alur Kerangka Pemikiran........................................ 4
Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian............................................................ 27
Gambar 3 Instalasi Gasbio......................................................... 43
Gambar 4 Penyaluran Limbah Sapi Perah ....................................... 44
Gambar 5 Denah Lokasi KUNAK ............................................... 45
I. PENDAHULUAN
I I
Kemungkinan Terjadi
Respon Pencemaran Air Sungai
Masyarakat (Fisik, Kimia dan Biologi)
Limbah peternakan seperti urine dan feces bila tidak ditangani secara tepat
dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan, namun sebaliknya bila manajemen
peternakan dan penanganan limbah dapat ditangani secara benar maka limbah
tersebut akan dapat berperan dalam meningkatkan kesuburan tanah, sehingga
dapat meningkatkan produksi rumput di sekitar peternakan. Bila disertai sentuhan
teknologi, feaces tesebut dapat dijadikan kompos/pupuk organik yang bemilai
ekonomis. Mengingat lokasi peternakan dilintasi oleh sungai Cigamea, maka akan
ada peluang terjadiiya pencemaran air sungai tersebut. Namun seberapa jauh
tingkat pencemaran tersebut sangat ditentukan oleh manajemen petemakan,
penanganan limbah dan kondisi fisik (topogrfi, vegetasi, d i m air) di sekitar
peternakan.
Dengan demikian masalah yang akan diiaji dalam penelitian ini adalah : (I)
Kegiatan KUNAK sapi perah yang menghasilkan L i b a h Padat, Cair dan Limbah
Gas, (2) Kegiatan KUNAK sapi perah yang dapat menimbulkan dampak pada
masyarakat sekitar dan (3) Kegiatan KUNAK sapi perah yang dapat
mempengaruhi kualitas air sungai Cigamea.
1.5. Hipotesis
Limbah adalah bahan yang timbul setelah proses utama selesai, umumnya
dibuang oleh masyarakat, dapat berbentuk padat, cair maupun gas (Partoatmodjo,
1991; Nitis, 1992). Lebih lanjut Nitis (1992) menyatakan limbah bisa be~upahasil
sampingan (by-product) dan bahan tidak terpakai (waste) serta bahan sisa
(residual). Henry dan Heinke (1989) menyatakan limbah temak dalam arti sempit
dapat dikatakan kotoran atau tinja (feces) dan air seni (urine) temak. Limbah
petemakan dalam arti luas adalah sisa produksi petemakan setelah diambil hasil
utamanya. Limbah menurut Kustaman (1991) pada dasarnya adalah suatu bahan
yang dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia, maupun proses-proses
alam dan tidak atau belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai
nilai ekonomi.
Tabel 1. Patokan Kebutuhan akan Bahan Kering Sapi Perah
llmur Ternak (bulan) Bobot Hidup (Kg) Kebu~uhanBK (Kg)
Priode Menyusui
0-1
1-2
2-3
3-4
Disapih - 1 tahun
4-6
6-8
8-10
1-3 tahun
12-38
18-24
24-30
30-36
Sumber : Sutardi (1998)
Menurut Jenie dan Rahayu (1993) limbah dapat membahayakan kesehatan
masyarakat. Walaupun tidak terlibat langsung dalam perpindahan penyakit,
namun kandungan bahan organik yang tinggi dapat merupakan sumber makanan
yang baik bagi perkembangan organisme. Limbah yang dibuang ke aliran harus
memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan, karena dapat membahayakan
kehidupan dan dapat mengganggu kelestarian lingkungan hidup. Pembuangan
berbagai jenis zat ke badan perairan penerima akan menyebabkan terjadinya
degradasi kualitas air penerima, sehingga pemanfaatannya merugikan (Hardjo
dkk, 1989).
Pengeeian limbah menurut Mahida (1992) adalah buangan cairan dari suatu
lingkungan. masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah digunakan.dengan
minimal 0,1% bagian berupa zat padat yang terdiri dari senyawa organik dan
anorganik. Limbah merupakan komponen penyebab pencemaran yang terdiri dari
zat yang tidak bermanfaat bagi masyarakat.
Limbah padat adalah semua lirnbah yang berbentuk padatan berupa kotoran
temak, sisa makanan temak, temak yang mati, isi m e n dan isi usus hasil
pemotongan. Limbah cair adalah semua limbah berbentuk cairan atau berada
dalam cair. Limbah cair dalam usaha petemakan berasal dari urine, air pencucian
alat pada nunah potong hewan, air pembersih ruangan dan darah (Soehadji, 1992).
Sapi laktasi yang mempunyai bobot badan 450 kg membutuhkan m p u t
kurang lebih 30 kg, konsentrat 6 kg, air 50 liter untuk memproduksi susu 13 liter
per hari serta menghasilkan urine danfeaces kurang kurang lebih sebanyak 25 kg
per ekor per hari. Menurut Taiganides (1977) limbah padat sapi perah dihitung
9,4% bobot hidup dan menyatakan jumlah kuantitatif limbah yang dihasilkan
temak pada suatu petemakan akan memberikan sumbangan bagi tingkat
pencemaran lingkungan. Limbah yang dihasilkan temak diasumsikan berdasarkan
bobot hidup temak tersebut seperti terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perkiraan Perhitungan Limbah yang Dikeluarkan Temak
Ayam
Limbah Simbul Unit Kerbau Domba Sapi Perah
Babi Petelur
Limbah Basah JKS %BB/hari 5.10 6.60 4.60 3.60 9.40
Total Padatan TTS % BBhari 13.50 25.30 17.20 29.70 9.30
Total Volatil TVS %BBhari 0.69 1.68 0.70 1.07 0.89
% 'ITS 31.80 21.40 16.20 8.80 20.40
% TVS 38.60 29.40 19.60 10.40 25.40
Sumber: Taiganides (1977)
Keterangan : JKS : Jumlah Kotoran Segar TVS : Jumlah Padatan Menguap
TTS : Jumlah Padatan BB : Bobot Hidup
2.4.1 Suhu
2.4.2. Nilai pH
Nilai pH air yang normal adalah sekitar netral berkisar 6-8, sedangkan pH
air tercemar mengalami perubahan, tergantung bahan pencemamya. Nilai pH
suatu perairan mencirikan keseimbangan asam dan basa serta merupakan
pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam air. Adanya karbonat-hidroksida dan
bikarbonat menaikan kebasaan air, sedangkan mineral bebas dan asam karbonat
menaikan kemasaman (Saeni, 1989). Perubahan kemasaman pada air buangan,
baik kearah alkali (pH naik) maupun kearah asam (pH turun) sangat mengganggu
kehidupan ikan dan hewan air di sekitarnya. Air buangan dengan pH rendah
bersifat sangat korosif terhadap baja dan sering menyebabkan pengkaratan pada
pipa-pipa besi (Fardiaz, 1992).
Pengukuran pH adalah uji parameter yang sangat penting dan praktis,
karena banyak reaksi kimia dan biokimia penting tejadi pada tingkat pH tertentu.
Wardoyo (1982) menyatakan untuk mendukung kehidupan ikan secara wajar
diperlukan perairan dengan pH berkisar 5,O - 9,O. Beberapa jenis ikan ada yang
tahan terhadap suasana asam dan basa, sehingga mempunyai batas toleransi pH
berkisar antara 4,O (acid death point) sampai 11,O (basic death point). Batas
toleransi organisme perairan terhadap pH dipengaruhi beberapa faktor seperti
suhu, DO, alkalinitas dan adanya berbagai anion dan kation serta stadia organisme
tersebut. Namun beberapa jenis organisme makanan ikan seperti Daphnia magna,
tidak dapat hidup layak pada perairan dengan pH h a n g dari 6,O. Pescod (1973)
menyatakan pH perairan yang ideal untuk perikanan berkisar 6,5-8,5. Selanjutnya
Sastrawijaya (1991) menyatakan air dengan pH 6,7-8,6 mendukung populasi ikan
dalam kolam, karena jangkauan pH tersebut pertumbuhan dan pembiakan ikan
tidak terganggu.
2.4.3. Kekeruhan
Nitrogen sebagai salah satu hara yang terdapat dalam protein nierupakan
komposisi utarna plankton, dasar semua jaringan makanan yang terkait dengan air
dan kehidupan (Henry dan Heinke, 1989). Nitrogen dalam air ada dalam bentuk
gas Nz dan segera menjadi niQit (Nod, nitrat (NO<) dan amonia (NH3), yang
sumber utamanya adalah limbah berupa bahan organik-protein dan senyawa
anorganik (Wardoyo, 1982).
Halilintar menyebabkan fiksasi kimia nitrogen. Ledakan petir melafui udara
memberikan energi yang cukup untuk menyatukan nitrogen dan oksegen menjadi
nitrogen oksida ( N o d dan bereaksi dengan air membentuk nitrat (Nod. Nitrat
dalam tanah dan air paling banyak dibentuk oleh mikroorganisme secara biologis,
sedangkan dalam air nitrogen diikat oleh bakteri dan ganggang. Nitrogen dalam
feaces dan urine hewan berakhir menjadi amonia yang baunya tidak sedap
(Wiguna, 1999).
Amonia sulit digunakan oleh mikroorganisme, sehingga terlebih dahulu
diubah oleh bakteri menjadi nitrit dan kemudian menjadi nitrat oleh bakteri
lainnya. Sebagian nitrit diubah manjedi nitrogen bebas di udara oleh jamur.
Sebagai indikator pencemaran yang umum digunakan adalah nitrogen anorganik
seperti nitrit, nitrat dan amonia. Amonia merupakan hasil tambahan penguraian
protein tanaman maupun hewan atau feacesnya. Jadi jika ada amonia dalam air,
maka ada kemungkinan air tersebut tercemar feaces hewan. Disamping itu amonia
juga dapat terbentuk jika urea dan asam urat dalam urine mengurai. Siklus
nitrogen menunjukkan peran penting amonia yang dapat bereaksi dengan klor
sehingga dapat mengurai kemampuan klor untuk membunub bakteri.
Jika manusia membuang kotoran ke dalam air, maka amonia dalam air
meningkat sehingga tingginya konsentrasi amonia dalam air dapat memberikan
petunjuk terjadinya pencemaran limbah. Disamping itu nitrat juga terdapat dalam
pupuk buatan, maka konsentrasi nitrat yang tinggi dalam air juga disebabkan
adanya pengotoran lahan pertanian seperti penggunaan pupuk yang berlebihan.
Kemungkinan lain sebagai penyebab konsentrasi nitrat yang tinggi dalam air
adalah pembusukan sisa tanaman dan hewan serta kotorannya. Pengotoran oleh
1.000 ekor ternak hampir sama dengan pengotoran oleh 5.000 jiwa penduduk
(Sastrawijaya, 1991).
Mahida (1992) menyatakan dalam keadaan aerob, nitrogen amonia
dioksidasi menjadi nitrit oleh bakteri ototrof seperti Nitrosomonas, Nitrospira dan
Nitrococcous. Selanjutnya nitrit diubah menjadi nitrat oleh bakteri Nitrobacter,
Nitrospira dan Nitrococcous, dan proses tersebut disebut nitrifikasi. Nitrat
merupakan suatu senyawa alihan dalam proses p e ~ b a h a nzat organik ke dalam
bentuk yang tetap, sehingga konsentrasi nitrit dalam air adalah sangat rendah.
2.4.6. Kebutuhan Oksigen Biokimiawi (Biochenrical Oxygen Demand)
Sastrawijaya (1991) mengatakan yang terkait erat dengan nilai BOD adalah
Chemical Oxygen Demand (COD). Alaerts dan Santika (1987) juga mengatakan
bahwa angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik
yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis dan
mengakibatkan berkurangnya DO dalam air. Sejalan dengan pemyataan Haryadi
(1995), bahwa peningkatan nilai COD suatu perairan sejalan dengan peningkatan
jumlah bahan organik di perairan tersebut. Hal ini disebabkan karena COD
memberikan gambaran jumlah total bahan organik yang ada, baik yang mudah
maupun yang sulit terurai (non biodegradable).
Bakteri dapat mengoksidasi bahan organik menjadi C02 dan H20. Adanya
kalium diiomat dapat mengoksidasi bahan organik lebih banyak, sehingga nilai
COD menjadi lebih tinggi pada BOD yang sama. Parameter COD menunjukkan
banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik dalam suatu
larutan. Jika bahan organik terlarut merupakan bahan organik tahan urai dan
sangat lambat mengalami proses penghancuran akan menghasilkan nilai COD
yang tinggi dan nilai BOD yang rendah. Perbandingan antara BOD dan COD
yang rendah kemungkinan bahan tersebut mengandung bahan yang sulit temrai
atau adanya bahan toksik bagi mikroorganisme, sehingga menghambat hasil BOD
(Alaerts dan Santika, 1987).
2.4.8. Coliform
Estetika
Kesehatan
Penyerapan tenaga kerja
Peningkatan pendapatan
Persepsi masyarakat
3.3.3. Data Sekunder
Analisis kualitas air sebelum dan setelah Kunak, dilakukan secara deskriptif
dengan membandingkan~.data kualitas perairan y ~ ada
g dengan peraturan
pemeritah No. 82 tahun 2001 sedangkan untuk menentukan faktor-faktor
penyebab pencemaran air dan penganth cara penanganan limbah terhadap kualitas
air dilakukan dengan analisis deskriptif. Indeks Mutu Kualitas Air Sungai
dihitung berdasarkan National Sanitation Foundation Water Quality Index (NSF -
WQI). Prosedur Penentuan Indeks dengan persarnaan :
IMKAS = C (Wi x Ii)
Keterangan :
0 - 25 : Sangat Buruk
26 - 50 : Buruk
51 - 70 : Sedang
71 - 90 : Baik
91 - 100 : SangatBaik
Ide awal pembangunan KUNAK sapi perah telah dimulai sejak tahun 1988
dan mengalami proses yang cukup panjang hingga akbir pada tahun 1995 baru
dapat diwujudkan awal pembangunannya dan selesai pada tahun 1996. Alasan
yang melatarbelakangi dibentuknya Kawasan Usaha Perternakan KUNAK Sapi
Perah Cibungbulang Bogor adalah : (1) usaha sapi perah secara nasional
berkembang dengan cepat dan meluas serta tidak terkecuali di Kabupaten Bogor
ud-- I'ETILO1;LUll~EhCLIIWi
Kehadiran kawasan usaha peternakan sapi perah tidak hanya merubah hutan
menjadi daerah peternakan dan daerah pemukiman baru, tetapi dampaknya
ternyata lebih luas lagi. Hadimya KUNAK selain menumbuhkan kesempatan
kerja baru di sektor peternakan juga mampu menumbuhkan kesempatan ekonomi
baru di bidang perdagangan dan jasa.
Kepadatan pendudukan di Desa Situ Udik dan Desa Pamijahan disebabkan
oleh adanya penduduk pendatang. Tujuan penduduk pendatang ke daerah ini
selain untuk betemak, juga ada yang sekedar melihat-lihat saja serta ada juga yang
bertujuan untuk berwisata sehingga daerah ini selalu didatangi terus, apalagi pada
hari minggu dan hari libur.
Dari hasil wawancara, responden menyatakan bahwa sebagian besar di
KUNAK adalah dari luar kampung yaitu sebesar 90% dari total peternak yang ada
di lokasi KUNAK. Mereka ini ada yang sebagai pemilik sapi, perawat sapi,
pemerah sapi, pembersih kandang. Walaupun sebagian besar pekerja diambil dari
luar kampung, tetapi ada juga yang berasal dari daerah di sekitar kawasan
KUNAK yaitu sebesar 10% dari total peternak yang berada di lokasi KUNAK.
Merekz ini selain sebagai pemilik ternak juga bekerja sebagai petnerah susu,
penyakit rumput dan satpam.
>loth 0 0 1 17 0 0 1 8
Usaba ternak sapi perah secara umum menempati posisi sebagai pekerjaan
utamalpekerjaan pokok, hasil pengamatan secara keseluruban diketabui bahwa
lebih dari 90% responden menyatakan bahwa pekerjaan beternak merupakan
pekerjaan utamanya. Hanya sebagian kecil (8%) peternak memiliki pekerjaan
lainnya dalam bidang swash.
Secara umum tingkat pengalaman beternak usaba ternak sapi perah pada
KUNAK relatif lama. Dari Tabel 10 diketahui bahwa, secara keseluruhan sebesar
75% responden berpengalarnan beternak antara 5 - 10 tahun, sedangkan sebesar
17% dan 8% baru berpengalaman < 5 tahun dan > 10 tahun.
Dalam perencanaan, KUNAK dibangun untuk anggota KPS Bogor dengan
persyaratan mempunyai sapi laktasi minimal 10 ekor. Dengan demikian anggota
KUNAK sudah mempunyai pengalaman beternak sapi perah, tetapi karena adanya
berbagai kendala, maka sebagian besar anggota KUNAK menjual kapling mereka
kepada orang-orang yang umumnya peternak baru yang sebelumnya beium pernah
betemak sapi perah dan mereka berasal dari luar Bogor seperti Jakarta, Depok dan
Bekasi, tetapi untuk yang merawatnya merupakan orang-orang lama yang sudab
bekerja di kapling-kapling tersebut
4.4. Pengelolaan Usaha Teruak Sapi Perah
Pada umumnya sapi induk yang dipelihara adalah bangsa Fries Ifollund dan
keturunannya, dengan kisaran bobot badan 350-450 kg. Jumlah temak yang
dimiliki peternak adalah antara 1- 18 ekor per petemak (Tabel I I)
Tabel 1 1. Struktur Pemilikan Sapi Peternak KUNAK.
Uraian Skala l(1-5) Skala ll (6-10) Skala 111 (>lo) Keseluruhan
Ekor % Ekor % Ekor % Ekor %
1.Laktasi
Jumlahseluruhnya 15 41.63 39 41.99 27 21.78 81 32.12
Rataan IPeternak 3.8 6.5 13.5 23.8
2.Kering
Jumlah seluruhnya 1 3.27 11 11.76 23 18.74 35 13.97
Rataan I Peternak 0.3 1.8 11.5 13.6
Jantan Dewasa
Jurnlah seluruhnya 1 3.27 3 3.36 3 2.81 8 3.02
Rataan IPeternak 0.3 0.5 1.5 2.3
3.Dara
Jumlahseluruhnya 9 26.12 19 20.16 33 26.93 61 24..28
Rataan I Peternak 2.3 3.2 16.5 21.9
4.Pedet
Jumlahseluruhnya 9 25.21 22 23.18 37 29.98 67 26.67
Rataan I Peternak 2.3 3.7 18.5 24.4
Rataan IPeternak 8.8 15.7 61.5 86.0
Slrukur Populasi ternak diperlihatkan dalam Tabel 12. Ditinjau dari struktur
populasi terlihat ke~nampuan manajemen peternak masih kurang memadai.
Seyogyanya persentase sapi laktasi lebih dari 60%. Rendahnya persentase sapi
laktasi diduga karena manajemen pemeliharaan dan tatalaksana usahatemak yang
kurang baik. Hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa penanganan
usahaternak tidak dilakukan langsung oleh peternak tetapi diserahkan sepenuhnya
kepada pekerja kandang, sehingga diduga tatalaksana usaha ternak yang dilakukan
pekerja kandang kurang baik, karena tingkat pengelolaan dan pengetahuan dalam
pemeliharaan sapi perah masih terbatas. Melihat persentase pemilikan sapi laktasi
maka kondisi di daerah penelitian masih kurang menguntungkan, sehingga perlu
adanya peningkatan persentase sapi laktasi melalui perbaikan tatalaksana
usahaternak sapi perah seperti ulnur beranak pertama, selang beranak, lama lalrtasi
dan niasa kering.
Tabel 12.. Struktur Populasi Sapi di KUNAK (2005)
Produk utama usaha ternak sapi perah adalah susu. Harga susu yang
diberikan KPS Bogor kepada peternak sesuai dengan kualitas susu. Dari hasil
pengamatan rataan harga susu yang diberikan KPS adalah Rp 1.300 sampai Rp
1.800, adanya perbedaan harga ini karena harga susu ditentukan oleh kualitas susu
yang dinilai dari kadar lemak (fat), dan bahan kering tanpa lemak (SNF). Harga
susu pagi hari lebih rendah dari sore hari, karena kadar lemak untuk sore hari
lebih besar dibandingkan dengan pagi. Petemak yang menjual susu keluar KPS
Bogor akan memperoleh harga Rp 2000 sampai Rp 2.500. Rataan produksi susu
pada KUNAK Cibungbulang secara keseluruhan per bulan adalah 1850
literibulan.
Rataan produktivitas secara keseluruhan adalah 9 llekorkari. Terdapat
kecenderungan bahwa semakin besar skala usaha semakin tinggi produktivitas
sapi laktasi yang dipelihara peternak.
Limbah temak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan seperti
usaha pemeliharaan temak, rumah potong hewan, pengolahan produk ternak, dll.
Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti feces, urine, sisa
makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi rumen,
dl1 (Sihombing, 2000). Produksi limbah yang berupa feces, urin dan sisa pakan
dari jumlah populasi sapi perah yang berada di KUNAK sebanyak 1650 ekor
dapat menghasilkan limbah feces lebih kurang 16500 kg per hari, sebagian besar
atau 90,s % limbah tersebut dijadikan sebagai pemupukan mmput yang berada
disekitar kandang.
Pada mulanya hanya sebagian kecil saja (seorang peternak) yang
mempunyai instalasi gasbio yaitu pada kapling no 113. Pada awalnya, instalasi
gasbio ini merupakan percontohan dengan harapan dapat direplikasi pada
beberapa kapling laimya. Namun setelah berjalan, tidak ada penambahan instalasi
gasbio yang dibangun peternak, Manfaat langsung gasbio tersebut belum dapat
dirasakan. Selain itu, biaya investasi masih dipandang mahal. Pada tahun 2005,
kebutuhan adanya pengolahan limbah dalam bentuk gasbio mulai dirasakan
kembali dan saat ini sudah dibangun instalasi gasbio di 10 kapling sebagai
percontohan instalasi yang murah (menggunakan plastik sebagai tempat
fermentasi) seperti terlihat pada Gambar 3.
Gambar 3. lnstalasi Gasbio
Sebagian kecil yang mengolah limbah ternak (feces dan sisa pakan) menjadi
kompos. Penggunaan limbah temak sebagai pupuk langsung, tanpa melalui proses
pengkomposan terlebih dahulu akan mengakibatkan lambatnya daur ulang
(recycling) unsur hara dan akan mengakibatkan banyak bahan organik yang
relatip sulit dirombak akan tertinggal di kebun rumput atau akan terbawa hanyut
ke badan sungai.
Mengingat sebagian besar peternak memiliki kebun rumput, maka semua jenis
limbah tersebut dikembalikan ke kebun rumput. Sebagian besar peternak
menyadari, bahwa pengembalian limbah ternak ke kebun rumput merupakan
tindakan yang tepat, sebagai upaya pemupukan. Sebagian besar peternak,
menyadari pengembalian limbah ternak ke kebun rumput akan mampu menekan
penggunaan pupuk N (urea).
Keberhasilan penangann limbah ternak sangat tergantung pada
penanganan feses. urin dan sisa pakan. Kondisi penanganan limbah di KUNAK
diperlihatkan dalam Tabel 14.
Tabel 14 .Penanganan Limbah Temak di KUNAK Sapi Perah Cibungbulang
kimia dan bahan radiasi lainnya yang kemungkinan berasal dari pemanfaatan
lahan pertanian termasuk peternakan atau kehutanan ( non point sources of
pollution).
Pengukuran Kualitas Air sungai di daerah peneiitian dibagi menjadi 2(dua)
stasiun yaitu Sebelum KUNAK dan Sesudah KUNAK. Pengambilan sampel
dilakukan pada Bulan Agustus selama 3 (tiga) hari berturut-turut.
Faktor fisik yang diamati yaitu meliputi suhu, kekeruhan, padatan
tersuspensi dan kelembaban. Suhu mempakan salah satu indikator penting dala~n
menentukan kualitas perairan karena mempunyai hubungan dengan kualitas
perairan lainnya seperti oksigen terlarut, kecepatan reaksi kimia, kehidupan
makhluk hidup lainnya di perairan (Ardiaz, 1992). Hasil analisis suhu perairan
menunjukkan bahwa kisaran yang relatif sama yaitu 25 O C.
Kekeruhan perairan berkisar 3,29-3,70 NTU. Turbiditi perairan umumnya
dipengaruhi oleh padatan tersuspensi yang terkandung di dalamnya. Semakin
tinggi kekeruhannya semakin tinggi padatan tersuspensinya. Padatan tersuspensi
mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air, sehingga menghambat proses
fotosintesis, karena terhambatnya transfer cahaya di dalam perairan (Wardoyo,
1992). Penentuan padatan tersusfensi sangat berguna dalam analisis pengairan
tercemar dan dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan air buangan domestik
serta menentukan efisiensi pengolahan limbah (Saeni, 1989).
Rataan padatan tersuspensi berkisar 6,67-11,6 mgll. Hasil analisis ini
berdasarkan PP 82 tahun 2001 masih di bawah baku mutu yaitu 50. Padatan
tersuspensi air sebelum KUNAK 6,67mg/l sementara air setelah KUNAK
11,6mg/l Meskipun nilai ini masih dibawah baku mutu PP 82 tahun 2001 dapat
dilihat bahwa jumlah padatan tersuspensi air sesudah KUNAK lebih tinggi
dibandingkan air sebelum KUNAK. Kondisi ini kemungkinan disebabkan padatan
tersuspensi dalam limbah yang terbuang. Padatan tersuspensi perairan pada
umumnya terdiri dari plankton, kotoran hewan, lumpur, sisa tanaman dan hewan
serta limbah industri
Hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan terhadap kualitas perairan
di 2 (dua) stasiun di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Analisis Kualitas Air Pada Stasiun Pengamatan di Sungai Cigamea
Berdasarkan Paramater Fisika, Kimia dan Biologi.
.. ...
Suhu ("c) 24 25 25 25 24 25 25
01-1 6 7 7 6.6 6 7 7 6.6
Kelernbaban 95 95 95 95 96 96 97 96,3
Kekcruhan (NTU) 3,72 5,l 2,32 3,71 4.16 4,Ol 1,71 3,29
Oksigcn terlarut (DO)(rng/l) 7,29 7,15 7,20 7,21 7,18 7,05 7.22 7,15
Padatan Tersuspensi (rng/l) 7 7 6 6,67 13 12 10 11,6
Arnoniak (mg/l) 0,10 0,04 0,06 0,06 0.02 0.04 0,06 0,04
BODS(mdl) 5,68 3,38 2,58 3,88 5,58 3,58 2,93 4,01
COD (mg/l) 8,90 12,l 6,36 9,12 8,47 - 8,9 8,7
E. Colli (APW100 ml) - 1600 1600 1600 1600 1600 1600 1600
Strmber. :Laboratorium Analisis Indtufri Azro.
k
DEPPERIN
Ket :1,11,111;Hari pefngantbilansanfpel
Peubah kilniawi perairan yang diukur adalah pH, BOD, DO, COD dan
amoniak. Pengukuran pH adalah uji parameter yang sangat penting dan praktis,
karena banyak reaksi kimia dan biokima yang penting terjadi pada tingkat pH
tertentu. Pada pH tinggi, air kemungkinan mengandung sejumlah karbonat dan
basa hidroksil ( Henry dan Neinke, 1989). Hasil penelitian menunjukkan pH rata-
rata adalah 6,6. Nilai pH tersebut tergolong normal karena berada dalam ambang
batas baku mutu air berdasarkan PP 82 tahun 2001. Hal ini sejalan dengan Saeni
(1989), bahwa nilai pH air yang normal adalah berkisar antara 5,O-9,O dan
tergolong netral dan pH air tercemar mengalami perubahan, tergantung bahan
pencemarnya,
Nilai pH yang masih dalam keadaaan normal membuktikan bahwa limbah
peternakan belum ~nembahayakan sehingga perairan ini masih layak untuk
dijadikan keperluan rumah tangga, pertanian dan perikanan. pH suatu perairan
mencirikan keseimbangan antara asam dan basa, dan nilai ini merupakan
pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam air.
Oksigen adalah gas yang tidak benvarna, tidak berbau, tak berasa dan
hanya sedikit larut dalam air ( Satrawijaya, 1991). Semua makhluk yang hidup di
air sangat tergantung pada oksigen terlarut (DO), karena sangat esensial bagi
pernapasan. Disamping itu DO merupakan salah satu komponen utama bagi
metabolisme ikan dan organisme perairan lainnya, sehingga konsentrasi DO dapat
digunakan sebagai indikator mutu air. Hasil penelitian menunjukkan nilai oksigen
terlarut (DO) rata - rata 7,15-7,20 mg/l. Hasil analisis ini telah melampaui baku
mutu lingkungan, yaitu sebesar 6 mg/l berdasarkan PP 82 tahun 2001. Hal ini
kemungkinan terjadi karena adanya aktifitas pembuangan limbah dan
kemungkinan berasal dari proses fotosintesis dalaln perairan dan masuknya
oksigen dari udara karena pembahan tekanan parsial gas di udara maupun di air.
Sejalan dengan pemyataan Fardiaz (1991) dan Haryadi (1995), bahwa DO dalam
air herasai dari hasil fotosintesis tumbuhan air dan difusi dari udara serta riak air
yang menyebabkan aerasi.
Biological Oxygen Denland (BOD) adalah kebutuhan oksigen untuk
proses dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Dalam perairan proses
dekomposisi tersebut tidak sekaligus terjadi, tetapi secara bertahap, tergantung
pada jumlah bahan organik yang ada (Haryadi, 1991). BOD juga menggambarkan
jumlah bahan organik di perairan yang mudah teruraikan (biodegradable organic
muter).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai BOD pada masing - masing
stasiun adalah 3,88 dan 4,01 mg/l. Berdasarkan PP NO 82 Tahun 2001 nilai ini
diatas baku mutu untuk kelas I dan I1 tetapi untuk Kelas I11 dan IV masih dibawah
baku mutu. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan pembuangan limbah
petemakan meningkatkan BOD perairan. Kondisi ini kemungkinan karena
tingginya kebutuhan oksigen oleh mikroorganisme aerob untuk mengoksidasi
bahan-bahan organik dalam air yang berasal dari limbah peternakan. Hal tersebut
sejalan dengan Fardiaz (1991), bahwa angka BOD adalah jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme aerob untuk menguraikan hampir semua
senyawa organik terlarut dan sebagian yang tersuspensi, sintesis sel dan oksidasi
sel melalui beberapa reaksi biokimia.
Sastrawijaya (1991) menyatakan bahwa yang terkait dengan nilai BOD
adalah nilai Chemical Oxigen Demand (COD). Nilai COD merupakan ukuran bagi
pencemaran air oleh senyawa organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan
melalui proses kimiawi, sehingga berkurangnya DO dalam air (Alaerts dan
Santika, 1987). Untuk mengetahui jumlah bahan organik dala~n air dapat
dilakukan melalui uji COD, yang merupakan suatu uji untuk menentukan jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh suatu bahan oksidan seperti kalium dikhromat
untuk mengoksidasikan bahan organik dalam air.
Hasil penelitian lnenunjukkan pada air sebelum KUNAK (ST 1) nilai COD
9, 12 mgll sementara nilai COD setelah KUNAK (ST 11) yaitu 8,7. Nilai COD
pada ST 1 masih dibawah baku tnutu berdasarkan PP 82 tahun 2001. Nilai COD
pada S T I1 masih dibawah baku mutu air Kelas I,II, 111 dan IV berdasarkan PP
tahun 82 Tahun 2001. Pada Stasiun I dapat dilihat bahwa COD perairan lebih
tinggi dari stasiun 11. Hal tersebut kemungkinan karena meningkatnya jumlah
bahan organik perairan sebagai akibat pembuangan limbah rumah tangga.
Menurut Hatyadi (1995), bahwa peningkatan nilai COD suatu perairan sejalan
dengan peningkatan jumlah bahan organik di perairan tersebut, karena COD
metnberikan gambaran jumlah total bahan organik yang ada, baik yang mudah
maupun yang sulit terurai (lion biodegaradable).
Unsur Nitrogen lnerupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan bagi
organistne air namuu dalam jumlah yang kecil. Di dalam perairan, nitrogen
dijumpai dalam bentuk senyawa tereduksi yaitu amonia, nitrit dan nitrat. Amonia
di julnpai dalam air dalam bentuk senyawa NH3 dan NH4. Amonia dalam perairan
berjumlah besar dapat mengakibatkan kematian organisme perairan dalam jumlah
besar sehingga senyawa ini merupakan racun bagi organisme perairan. Hasil
pengukuran konsentrasi amonia berkisar antara 0,06 - 0,04. Nilai ini masih berada
dibawah ambang baku mutu lingkungan Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 yaitu
0,5.
Bakteri patogen yang ada dalain air jumlahnya sangat banyak dengan
konsentrasi yang rendah, sehingga sulit untuk dideteksi. Kesulitan tersebut diatasi
dengan menggunakan mikroorganisme indikator colifortn. Hasil penelitian
nienunjukkan total nilai colifornz 1600jm1/100ml. Berdasarkan PP 82 tahun 2001
Penanganali limbah ternak akan spesifik pada jenislspesies, jumlah
ternak, tatalaksana pemeliharaan, areal tanah yang tersedia untuk penanganan
limbah dan target penggunaan limbah. Penanganan limbah padat dapat diolah
menjadi kompos, yaitu dengan menyimpan atau menumpuknya, kemudian
diaduk-aduk atau dibalik-balik. Perlakuan pembalikan ini akan mempercepat
proses pematangan serta dapat meningkatkan kualitas kompos yang dihasilkan.
Setelah itu dilakukan pengeringan untuk beberapa waktu sampai kira-kira terlihat
kering.
Penanganan limbah cair dapat diolah secara fisik, kimia dan biologi.
Pengolahan secara fisik disebul juga pengolahan primer. Proses ini merupakan
proses terinurah dan tennudah, karena tidak memerlukan biaya operasi yang
tinggi. Metode ini hanya digunakan untuk memisahkan partikel-parlikel padat di
dalam limbah. Beberapa kegiatan yang tennasuk dalam pengolahan secara fisik
antara lain : floatasi, sedimentasi, dan filtrasi.
Pengolahan secara kimia disebut juga pengolahan sekunder (secondary
trealmenl) pang bisanya relatif lebih inahal dibandingkan dengan proses
pengolahan secara fisik. Metode ini umumnya digunakan untuk mengendapkan
bahan-bahan berbahaya yang terlarut dalaln limbah cair menjadi padat.
Pengolahan dengan cara ini meliputi proses-proses netralisasi, flokulasi,
koagulasi, dan ekstrasi.
Pengolahan secara biologi merupakan tahap akhir dari pengolahan
sekunder bahan-bahan organik yang terkandung di dalam limbah cair. Limbah
yang hanya meiigandung bahan organik saja dan tidak mengandung bahan kimia
yang berbahaya, dapat langsung digunakan atau didahului denghan pengolahan
secara fisik (Sugiharto, 1987).
Beberapa alternatif dan pengolahan limbah ternak di KUNAK yar.g
kiranya berpeluang mengurangi pencemaran air Sungai Cigamea, serta
bermanfaat secara berkelanjutan bagi usaha peternakan di daerah itu adalah
sebagi berikut.
4.7.1. Pemanfaatau Limbah Ternak Sebagai Pupuk Orgauik
KESIMPULAN
Alaerts, G. dan S.S. Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Penerbit Usaha
Nasional. Surabaya.
Atmadilaga, D. 1970. Politik Peternakan Indonesia. Biro Penelitian dan Afilasi.
Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Bandung.
Clark, J. 1974. Coastal Ecosystem. Ecological Consideration for Managemant of
Coastal Zone. The Conservation Foundation. Washington, DC.
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kerjasama Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Penerbit Kanisus. Yogyakarta.
Farida, E. 2000. Pengaruh Penggunaan Feses Sapi dan Campuran Limbah
Organik Lain Sebagai Pakan atau Media Produksi Kokon dan Biomassa
Cacing Tanah (Eiseliia.foe/ida savipy). [Skripsi] Jurusan Ilmu Nutrisi
dan Makanan Ternak. IPB, Bogor.
I-Iarahap F M, Apandi dan S. Ginting. 1978. Teknologi Gasbio. Pusat Teknologi
Pemnbangunan Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Iiardjo, S., N.S. Indrasti dan T. Bantacut. 1989. Biokonversi Pemanfaatan Limbah
Industri Pertanian Depdikbud. Dirjen Dikti PAU Pangan dan Gizi IPB.
Bogor.
I-Iaryadi, S. 1995. Metode dan Teknik Analisis Laboratorium (2) Parameter kimia
dan analisis sedimen. Materi pelatihan Pengendalian Pencemaran Laut dan
I'esisir. Fakaltas Perikanan IPB dan Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan (Bapedal) 2-9 Oktober 1995..
Henry, J.G. and G.W. Heinke. 1998. Environmental Science and Engeneering.
Prentice-Hall International, Inc. the University of Toronto.
I-Iusin, Y.A. 1990. Metode dan teknik analisis kualitas air. Kursus Penyusunan
Aualisis Mengenai Danlpak Liilgkungan Angkatan VIII. 18 Sep-24 NOV
1990. Pusat Penelitian Lingkungan Nidup, Institut Pertanian Bogor.
Jackson, M.IJ., G.P. Morris, P.G. Smith, J.F. Crawford. 1989. Environmental
Iiealth Reference Book. Butterworth. London, Boston, Singapura, Sydney,
Toronto, Welington.
Jenie, 13.S.1. dan W.P. Rahayu. 1993. Penanganan Limball Industri Pangan.
Kansius. Jakarta.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2004. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Penceinaran Air. Jakarta.
Kustaman, E. 1991. Metode dan Teknik Analisis Kualitas Air. Pusat
Pengembangan Lingkungan Hidup-Lembaga Penelitian, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Lingaiah V. and P. Rajasekaran. 1986. Biodigestion of cowdung and organic
wastes mixed with oil cake in relation to energy in Agricultural Wastes
17(1986): 161-173.
Mahida, U. N. 1992. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Rajawali
Press. Jakarta.
Maranba, F.D. 1978. Biogas and Waste Recycling. Maya Farm. Manila,
Philippines.
Mubyarto. 1982. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3S. Jakarta.
Munn, R., E., [ed]., 1979. Enviromental Impact Assessment. Principles and
Procedures, edisi ke-2. SCOPE Report. 5. John Wiley & Sons, New York.
Nitis, Md. 1992. Produksi dan Persediaan Limbah Pertanian dan Limbah Industri
Pertanian di Indonesia. Makalah/Materi Short Course on Recycling of
Agricultural and Industrial By-Products and Waste for Animal Feed in
Relation to Environmental Sanotation, Fakultas Petemakan Unud 3-28
Pebruari 1992.
Ott, W.R. 1978. Environmental Indices Theory and Practice. Ann Arbor Science
Publisher Inc. Michigan.
Par-toatmodjo, S. 1991. Pemanfaatan Ulang dan Pendaurulangan Sumberdaya.
Pusat Penelitian Lingkungan Hidup. Institut Pertanian Bogor.
Peavy, H.S., D.R. Rowe and G. Tchobanoglous. 1986. Environmental
Engineering. Mc. Graw Hill-Book Con~pany,New york.
Pescod, M.B. 1973. Investigation of Rational Effluent Stream Standards for
Tropical Countries. A.I.T. Bangkok, Thailand.
Rand, M.C., A.E. Greenberg and M.J. Taras. 1975. Standard Methods for The
Examination of Water and Wastewater. American Public Health
Assosiation, Washington, D.C.
Saeni, M.S. 1989. Kimia Lingkungan. Depdikbud Dirjen Dikti. PAU Ilmu Hayati.
Institut Pertanian Bogor.
Sastrawijaya, A.T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta.
Sihombing D T H. 2000. Teknik Pengelolaan Limball K e g i a t d s a h a
Petemakan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian,
Institut Pertanian Bogor.
Simamora S. 1989. Pengelolaan Limbah Petemakan (Animal Waste
Management). Teknologi Energi Gasbio. Fakultas Politeknik Pertanian
IPB. Bekerjasama dengan Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen P dan K.
Soehadji. 1992. Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Industri Petemakan
dan Penanganan Limbah Petemakan. Direktorat Jenderal Petemakan.
Departemen Pertanian. Jakarta.
Sudono, A. 1985. Produksi Sapi Perah. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. UI Press. Jakarta.
Suratmo, F.G. 1998. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Cet. Kedelapan
(revisi) Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Suryahadi, 1 994. Kuliah Kerja Usaha Mahasiswa Peternakan. Laporan Kegiatan
KKU. Lembaga Pengabdian Masyarakat IPB.
Sutamihardja, R.T.M. 2001. Pengukuran Biochenzical O~ygenDemand (BOD)
Air Sungai Ciliwung. Bahan Kuliah Kualitas & Pengelolaan Pencemaran
Lingkungan. PSL-IPB.
Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Fakultas Peternakan.
IPB. Bogor.
Taiganides, R.E. 1977. Animal Wastes. Applid Science Publisher. LTD. London.
Todd, D.K. 1980. Ground Water Hidrology. 2"d ED. John Welly and Sons, New
York. Chischester Brisbane, Toronto.
Van den Ban A.W. dan H.S. Nawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Cet. Pertama.
Penerbit Kanisus Yogyakarta.
Vanderzant, C. d m D.F. Spilittstoesser. 1992. Compendium of Method for The
Microbiology Examination of Food 3rdEd. American Public Health
Assosiatiou.
Wardana, W.A. 1999. Dampak Pencemaran Lingkungan. Cet. Kedua, Penerbit
Andi Yogyakarta, Perct. Andi Offset, Yogyakarta.
Wardoyo, S.T.H. 1982. Kriteria Kualitas Air untuk Keperluan Pertanian d m
Perikanan. Training Analisis Dampak Lingkungan, PPLH-PUSDI-PSL,
IPB, Bogor, 19 Jan-5 Peb. 1982.