You are on page 1of 13

MAKALAH

ILMU KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN

“TINDAKAN PENCEGAHAN DALAM LINGKUP KEDOKTERAN GIGI”

Disusun Oleh :

SELLY AMELIA

10/305089/KG/8779

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS GADJAH MADA
Yogyakarta

2013

1
I. PENDAHULUAN

A. Pengertian

Kedokteran pencegahan adalah ilmu dan seni mencegah penyakit,

memperpanjang hidup dan meningkatkan kesehatan fisik dan mental dan efisiensi,

untuk berbagai kelompok dan masyarakat oleh petugas kesehatan masyarakat, untuk

perorangan dan keluarga oleh dokter umum dan dokter gigi melalui proses kegiatan

perorangan dan masyarakat.

Kedokteran gigi pencegahan adalah bidang kedokteran gigi yang berfokus

pada prosedur dan praktek-praktek kehidupan yang membantu manusia untuk

pencegahan awal atau perkembangan penyakit mulut. Ini dapat mencakup di

rumah,perawatan gigi dilakukan oleh pasien sendiri, serta perawatan gigi dan

pendidikan oleh staf gigi profesional di kantor atau klinik.Ilmu kesehatan gigi

pencegahan mencakup ilmu-ilmu dasar dan terapan untuk meningkatkan derajat

kesehatan gigi masyarakat dan mencegah penyakit gigi dan mulut di masyarakat.

Dengan bidang kajian yang tidak hanya meliputi individu, tetapi seluruh masyarakat,

dibutuhkan kemampuan untuk upaya terorganisasi di masyarakat dalam upaya

proteksi spesifik dan promosi kesehatan gigi dan mulut, pemberdayaan masyarakat

untuk meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut seluruh keluarga, komunitas

dan penduduk di suatu wilayah.

Perawatan gigi pencegahan harus dimulai pada masa bayi, dalam tahun

pertama kehidupan sebelum gigi pertama muncul, dan terus sepanjang hidup. Bahkan

sebelum gigi meletus, orang tua dapat membersihkan gusi bayi setelah menyusui.

2
perawatan pencegahan pada masa remaja meliputi menyikat gigi dan flossing.

Tindakan pencegahan terhadap penyakit gigi dan mulut perlu dilakukan agar tidak

terjadi gangguan fungsi, aktivitas (belajar atau bekerja) dan penurunan produktivitas

kerja yang tentunya akanmempengaruhi kualitas hidup. Kesehatan mulut dapat

mempengaruhi kondisi kesehatan umum yang tentunya akan berdampak pada kualitas

hidup secara signifikan atau masalah kesehatan mulut akan mempengaruhi kualitas

kehidupan manusia (Kwan dkk., 2005).

B. Klasifikasi Kedokteran Gigi Pencegahan

Leavell dan Clark (1965) mengenalkan konsep yang menarik dalam pemikiran

tentang tindakan pencegahan untuk semua jenis penyakit yang dinamakan LEVELS

OF PREVENTION (tahapan pencegahan). Tahapan pencegahan ini berkelanjutan,

yaitu melalui periode prepatogenesis sampai ke periode rehabilitasi yaitu setelah

penyakitnya sendiri sudah hilang. Menurut Leavell dan Clark, ada 3 tahapan

pencegahan penyakit yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan

primer merupakan pencegahan sesungguhnya dan terjadi pada periode prepatogenesis.

Konsep pencegahan Leavell dan Clark beserta tahapan pencegahannya ini juga

diaplikasikan secara spesifik untuk penyakit gigi dan mulut.

Harris (2004) juga mengklasifikasikan kedokteran gigi pencegahan dalam 3

tahapan, yaitu primer, sekunder dan tersier, namun berdasar pada pemahaman arti

sehat. Konotasi sehat bisa dinterpretasikan oleh seseorang sebagai apa yang

dipikirkan orang tersebut, bukan keadaan kondisi tubuhnya yang senyatanya. Akibat

dari adanya perbedaan konotasi tersebut, maka menurut Harris (2004) kedokteran gigi

pencegahan dapat diklasifikasikan dalam 3 tahapan:

3
1. Primer

Tidakan preventive (pencegahan) primer adalah penggunaan atau strategi-

strategi dan bahan-bahan untuk mencegah permulaan terjadinya penyakit, untuk

membalikkan proses perkembangan penyakit atau untuk menghentikan proses

penyakit sebelum pencegahan sekunder dilakukan (Sriyono, 2007).

Tindakan preventive primer terjadi pada periode prepatogenesis.

Contoh:

a. Promosi kesehatan

Promosi kesehatan (misalnya pemberian intruksi pengambilan plak yang benar

atau menyikat gigi sehar-hari), pendidikan kesehatan dalam hegiene mulut, nutrisi

dengan standart yang baik, rencana diet, skrining atau pemeriksaan secara periodic

(Sriyono, 2007).

b. Proteksi spesifik

Hygiene mulut yang baik, fluoridasi air minum, aplikasi fluor secara topical,

menghindari makanan yang lengket, terutama diantara waktu makan, menyikat gigi

dan berkumur-kumur setelah makan, propilaksis dental, perawatan dari kerentanan

tetapi tidak melibatkan area pada orang yang sangat rentan (silen), ortodonsi preventif

(Sriyono, 2007).

c. Fissure sealants

Sikat gigi tidak dapat memasuki dan membersihkan fisur dan pit pada gigi

karena dimensi fisur terlalu kecil. Sehingga dapat dilakukan fissure sealant sebagai

4
tindakan preventive. Prosedur dari fissure sealant meliputi persiapan dengan

pembersihan gigi, beberapa dilakukan enameloplasty, kemudian aplikasi etsa,

dilanjutkan bonding agent, lalu aplikasi resin.

Meskipun tidak dilakukan secara rutin pada gigi decidui, fissure sealants dapat

digunakan pada molar decidui (terutama molar dua) yang pada satu atau lebih molar

desiduinya telah berkembang suatu karies oklusal (Welbury, 2005).

2. Sekunder

Pencegahan sekunder berkaitan dengan cara perawatan penyakit yang

bertujuan memulihkan kerusakan jaringan akibat dari penyakit tersebut, contoh

mengadakan pemolesan yang sempurna terhadap setiap tambalan untuk mencegah

terjadinya caries sekunder selain itu fissure yang dalam dibuatkan preparasi dan

ditambal dengan amalgam.

3. Tersier

Preventive tersier adalah tindakan yang lebih difokuskan pada membatasi atau

menghentikan progres dari proses karies dengan perawatan atau dengan terapi yang

dapat menginisiasi remineralisasi dari lesi karies yang telah terbentuk (Harris, 2004).

Contoh tindakan preventive tersier yaitu :

Space maintainer

Salah satu penggunaan space maintainer adalah setelah prosedur pencabutan

gigi. Penggunaan ini bertujuan agar tidak terjadi penyempitan ruang dan ruang yang

ada masih terjaga untuk tempat tumbuh gigi pengganti (permanen). Sebagai contoh,

5
setelah pencabutan premolar satu, dipasangkan space maintainer untuk meyakinkan

agar tidak terjadi pergeseran gigi posterior ke arah mesial dan mempersempit space

yang kosong dari bagian distal caninus. Pada kasus demikian, pemberian space

maintainer merupakan sebuah indikasi. Lengkung gigi atas dapat dipasangkan simple

acrylic appliance dengan clasp, tetapi pada lengkung bawah bagian lingual pemakaian

alat ini dapat ditoleransi untuk tidak digunakan. Jika bagian lengkung gigi bawah

ingin dipasangkan space maintainer, maka dapat digunakan lingual arch. Pada kasus

lain seperti pencabutan caninus, pemasangan space maintainer digunakan untuk

mencegah tumbuhnya caninus permanen di bagian buccal akibat penyempitan ruang

tumbuh caninus permanen tersebut(Welbury, 2005).

I. PEMBAHASAN

a. Pencegahan terhadap Karies

Pencegahan karies gigi merupakan hal yang melibatkan beberapa faktor yang

saling berhubungan. Tujuan utama dari pencegahan karies harus dapat mengurangi

jumlah bakteri kariogenik. Pencegahan karies gigi didesain untuk menghambat

demineralisasi gigi yang disebabkan oleh bakteri kariogenik, yang dapat mencegah

terbentuknya lubang di gigi. Metode yang dapat digunakan termasuk :

(1) menghambat pertumbuhan patogen dan

(2) meningkatkan resistensi permukaan gigi terhadap demineralisasi. Di


bawah ini dapat dilihat berbagai metode yang dapat mencegah karies.

6
Metode-metode pencegahan karies gigi pada berbagai macam model.

(Diadaptasi dari Sturdevant’s Art and Science of Operative Dentistry, 5th Edition)

7
Usaha preventif terhadap karies yaitu :

1. Pengendalian Diet

Pada pasien yang melakukan terapi penyinaran, pengendalian diet yang kaku

tidak akan praktis, Makanan dan minuman manis yang dikonsumsi diantara waktu

makan sangat berbahaya dan harus dihindari oleh pasien yang sangat rentan terhadap

karies. Pada pengendalian diet ini, pasien karies akan dikurangi dan dibatasi konsumsi

gulanya. Misalnya, mengganti makanan manis yang dikonsumsi diantara jam makan

dengan keripik, keju, atau kacang tanah.

2. Pengendalian Plak Secara Kimia

Pada pasien yang mulutnya sangat kering, akan dilakukan pengendalian plak

secara kimia dengan obat kumur yang berisi chlorhexidine gluconate. Chlorhexidine

gluconate bekerja menghambat pembentukan plak pada permukaan gigi. Selain itu

Streptococcus mutans merupakan bakteri yang sangat sensitive terhadap obat kumur

tersebut.

3. Penggunaan Sediaan Fluor

Penggunaan fluor untuk membantu remineralisasi dan menghentikan karies

dini merupakan hal yang sangat penting. Jika kekurangan saliva tidak parah,

pengaturan diet dan penambahan fluor mungkin satu-satunya cara yang diperlukan.

Namun, pada kasus yang ekstrim, penggunaan chlorhexidine juga dibutuhkan.

b. Pencegahan Penyakit Periodontal dan Proses Pembentukan Kalkulus

8
Pencegahan penyakit periodontal diutamakan pada pengontrolan plak. Hal

yang termasuk kedalam pencegahan penyakit periodontal antara lain adalah cara

mendidik pasien agar pasien mengetahui cara-cara menjaga kebersihan mulutnya,

serta upaya memotivasi pasien agar pasien menerapkan nasihat dan petunjuk yang

sudah diberikan oleh dokter gigi.

Dalam hal mendidik pasien, dokter gigi harus memberitahu tentang cara

pengontrolan plak secara mekanis, yaitu yang dilakukan dengan sikat gigi atau dental

floss. Sebelum mengetahui cara menyikat gigi yang baik, dokter gigi haru

memberitahu terlebih dahulu bagaimana sikat gigi yang ideal, yaitu :

• Kepala sikat gigi harus cukup kecil untuk dapat dimanipulasi dengan

efektif di daerah manapun di dalam rongga mulut. Panjang kepala sikat untuk orang

dewasa adalah 2,5 cm, dan untuk anak-anak adalah 1,5 cm.

• Bulu-bulu sikat harus mempunyai panjang yang sama sehingga dapat

berfungsi bergantian.

• Tekstur harus memungkinkan sikat digunakan dengan efektif tanpa

merusak jaringan lunak maupun jaringan keras.

• Sikat harus mudah dibersihkan.

• Pegangan sikat gigi harus enak dipegang dan stabil.

Setelah memberitahukan bagaimana sikat gigi yang ideal, maka dokter gigi

kemudian akan menjelaskan bagaimana cara menyikat gigi yang ideal, yaitu :

9
• Teknik penyikatan harus dapat membersihkan semua permukaan gigi,

khususnya daerah leher gingival dan region interdental.

• Gerakan sikat gigi tidak boleh melukai jaringan lunak maupun jaringan

keras. Metode penyikatan vertikal dan horizontal dapat menimbulkan resesi gingiva

dan abrasi gigi.

• Teknik penyikatan harus sederhana dan mudah dipelajari oleh pasien.

• Metode harus tersusun dengan baik sehingga setiap bagian gigi-geligi

dapat disikat bergantian dan tidak ada daerah yang terlewatkan.

Kemudian, dokter gigi juga harus memberitahukan kepada pasien frekuensi

penyikatan gigi. Secara teoritis, gigi-geligi cukup dibersihkan sehari sekali untuk

mencegah agar plak tidak menempel pada daerah yang dapat merangsang timbulnya

inflamasi gingiva. Meskipun demikian, hanya beberapa individu yang dapat

membersihkan gigi-geliginya dengan sangat baik sehingga seluruh plak dapat

dihilangkan dalam sekali penyikatan. Oleh sebab itu, frekuensi menyikat gigi adalah

minimal dua kali sehari, yaitu pagi saat setelah sarapan, dan malam sebelum tidur.

Untuk lebih membersihkan gigi, terutama di bagian interdental yang agak sulit

dijangkau oleh sikat gigi, maka pasien dapat diajari cara pemakaian dental floss.

Awalnya, dokter gigi lah yang mempraktekkan cara pemakaian dental floss di gigi-

geligi pasien, kemudian ketika pasien telah mengerti cara menggunakannya, maka

pasien dapat mencoba menggunakan dental floss dengan diawasi oleh dokter gigi,

sehingga jika pemakaiannya sudah benar, maka pasien tersebut dapat menggunakan

dental floss di rumah.

10
Kalkulus adalah plak dental yang telah mengalami mineralisasi. Plak yang

lunak menjadi keras karena pengendapan garam-garam mineral, yang biasanya

dimulai antara hari pertama sampai hari keempat belas dari pembentukan plak.

Proses kalsifikasi mencakup pengikatan ion-ion kalsium ke senyawa

karbohidrat-protein dari matriks organik, dan pengendapan kristal-kristal garam

kalsium fosfat. Kristal terbentuk pertama sekali pada matriks interseluler dan pada

permukaan bakteri, dan akhirnya diantara bakteri.

Saliva merupakan sumber mineralisasi untuk kalkulus supragingival, dimana

serum transudat yang disebut cairan gingival crevicular menyediakan kalsium untuk

kalkulus subgingiva. Plak memiliki kemampuan untuk mengkonsentrasikan kalsium

2-20 kali level yang ada pada saliva.

Menimbang bahwa kesehatan mulut terkait dengan kesehatan secara

keseluruhan, kedokteran gigi pencegahan penting untuk Anda secara keseluruhan

kesejahteraan. Penyakit oral dapat mengganggu makan, berbicara, aktivitas sehari-

hari. Berikut ini beberapa manfaat kedokteran gigi pencegahan6 :

1. Membantu menjaga gigi alami agar tetap sehat

2. Menekan biaya perawatan yang mungkin terjadi apabila tidak

melakukan pencegahan terhadap kelainan di rongga mulut.

3. Dapat mengurangi atau meminimalisir resiko kelainan kelainan yang

terjadi dirongga mulut

4. Dapat mendiagnosa kelainan gigi dari awal

11
5. Mendapatkan pengetahuan mengenai makanan yang baik untuk gigi

dan tata cara penyikatan gigi yang benar

II. Kesimpulan

 Kedokteran gigi pencegahan adalah bidang kedokteran gigi yang berfokus

pada prosedur dan praktek-praktek kehidupan yang membantu manusia untuk

pencegahan awal atau perkembangan penyakit mulut.

 Tindakan kedokteran gigi pencegahan terbagi tiga yaitu pencegahan

primer,pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.

 Manfaat kedokteran gigi pencegahan diantaranya adalah dapat mengurangi

atau meminimalisir resiko kelainan-kelainan yang terjadi dirongga mulut,

Menekan biaya perawatan yang mungkin terjadi apabila tidak melakukan

pencegahan terhadap kelainan di rongga mulut, dll.

12
IV. DAFTAR PUSTAKA

Baum Phillips Lund. Buku Ajar Ilmu konservasi Gigi, ahli Bahasa, Resinta

tarigan, Ed.3, Jakarta:EGC,1997.

G.J. Mount, W.R. Hume. Preservation and Restoration of Tooth Structure.

Mosby. 2005

J.D Manson. Buku Ajar Periodonti. Edisi 2. Jakarta : Hipokrates. 1993. P.105-

122

Kidd EAM, Bechal SJ. Dasar-dasar karies penyakit dan penanggulangannya.

Cetakan 2. Jakarta: EGC; 1992

Michael G. Newman, dkk. Caranza’s Clinical Periodontology. 10th Ed.

Missouri : Saunders Elsevier. 2006. P.371-2

Saidina Hamzah Dalimunthe. Periodonsia. Edisi Revisi. Medan : Departemen

FKG USU. 2008. P.121-2

13

You might also like