Professional Documents
Culture Documents
Fisiologi
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembapan udara
ispirasi.Volume pertukaran udara dalam pentilasi sinus kurang lebih 1/100 volume sinus pada
tiap kali bernapas sehingga di butuhkan beberapa jam udara total dalam sinus.
Sinus paranarsal berpungsi sebagai penahan panas, melindungi orbita dan fosa serebri dari
suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Tetapi bila udara dalam sinus di ganti dengan tulang,
hanya akan memberikan pertabahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini
dianggap tidak bemakna.
Membantu resonansi suara
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan mempengaruhi kualitas
suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, pasisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan
sinus berfungsi sebagai resonator yag efektif.
Fingsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak, misalnya pada waktu
bersin atau membuang ingus.
Mukus yang di hasilkan oleh sinus para narsal memang jumlahnya kecil dibandingkan dengan
mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk membersihkan partikel yang turut masuk
dengan udara inspirasi karena mukus ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling
strategis.
2. Diagnosi dan DD
Sekret mukopurulen
Diagnosis Banding
Berikut ini adalah diagnosis banding dari rinosinusitis akut dan kronis:
Tabel 10.13. Diagnosis banding Rinosinusitis Akut (RSA) dan Rinosinusitis Kronik (RSK)
Rinosinusitis didefinisikan secara klinis sebagai suatu kondisi yang merupakan manifestasi dari
respon keradangan membran mukosa sinus paranasalis yang biasanya dihubungkan dengan
infeksi yang dapat menyebabkan penebalan mukosa dan akumulasi sekret mukus dalam rongga
sinus paranasalis
Klasifikasi
Klasifikasi rinosinusitis lebih didasarkan atas lama berlangsungnya penyakit dari pada
gejala klinis. klasifikasi rinosinusitis adalah sebagai berikut :
· Rinosinusitis Bakterial Akut (RSBA) : infeksi berlangsung kurang dari 30 hari, dengan gejala
ringan atau beratdan merupakan lanjutan infeksi virus (renitis akut).
· RSBA berulang (recurrent rinosinusitis) : beberapa episode infeksi bakteri yang masing-
masing kurang dari 30 hari dan dipisahkan oleh interval asimtomatik sekurang-kurangnya 10
hari.
· Rinosinusitis kronis (RSK) : keradangan yang berlangsung lebih dari 90 hari dan terdapat
gejala sisa berupa batuk, rinore dan buntu hidung
Rinosinusitis dapat disebabkan oleh Alergi (musiman, perenial atau karena pekerjaan tertentu), Infeksi
seperti beberapa bakteri patogen yang sering ditemukan pada kasus kronis adalah Stafilokokus 28%,
Pseudomonas aerugenosa 17% dan S. aureus 30%. Ketiganya ini mempunyai resistensi yang tinggi
terhadap antibiotik, misalnya Pseudomonas aerugenosa resisten terhadap jenis kuinolon. Jenis kuman
gram negatif juga meningkat pada sinusitis kronis demikian juga bakteri aerobik termasuk pada sinusitis
dentogenik. Bakteri rinosinusitis kronis paling sering adalah Peptococci, Peptostreptococci, Bacteriodes
dan Fusobacteria
epidermiologi
Prevalensi rinosinusitis di indonesia cukup tinggi, terbukti pada data penelitian tahun 1996 dari
sub-bagian Rinologi Departemen THT-KL FK-UI/RSCM bahwa dari 496 pasien rawat jalan di sub-
5. faktor resiko
Patogenesis
Pada dasarnya patofisiologi dari sinusitis dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu obstruksi drainase
sinus (sinus ostia), kerusakan pada silia, dan kuantitas dan kualitas mukosa. Sebagian besar
episode sinusitis disebabkan oleh infeksi virus. Virus tersebut sebagian besar menginfeksi
saluran pernapasan atas seperti rhinovirus, influenza A dan B, parainfluenza, respiratory
syncytial virus, adenovirus dan enterovirus. Sekitar 90 % pasien yang mengalami ISPA akan
memberikan bukti gambaran radiologis yang melibatkan sinus paranasal.[4,12] Infeksi virus
akan menyebabkan terjadinya udem pada dinding hidung dan sinus sehingga menyebabkan
terjadinya penyempitan atau obstruksi pada ostium sinus, dan berpengaruh pada mekanisme
drainase dalam sinus.
Patofisiologi
Lendir yang tertahan ketika pada saat infeksi dapat menyebabkan sinusitis. Mekanisme lain
dikemukakan melalui hipotesis bahwa karena sinus kontinu dengan rongga hidung, bakteri yang
membentuk koloni di nasofaring dapat mencemari sinus yang seharusnya steril. Bakteri ini
biasanya disingkirkan oleh pembersihan mukosiliar. Dengan demikian, jika pembersihan
mukosiliar mengalami gangguan, bakteri dapat mengalami inokulasi dan infeksi dapat terjadi,
sehingga menyebabkan sinusitis