You are on page 1of 33

Laporan Kasus Panjang

LEUKEMIA MIELOBLASTIK KRONIS (C92.1)


DENGAN GIZI BAIK

DISAMPAIKAN PADA EVALUASI NASIONAL

Oleh:
Imanuel Yulius Malino

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I


BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK FK UNUD/RSUP SANGLAH
DENPASAR
17 Desember 2012

0
LAPORAN KASUS
Nama PPDS : dr. Imanuel Yulius Malino

Hari, Tanggal Presentasi Kasus : Senin, 17 Desember 2012

I.a. IDENTITAS KASUS


Nama : ASP
Umur saat dijadikan kasus : 8 tahun 6 bulan (tanggal lahir 28 Mei 2004)
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kalimango Alas Sumbawa
Masuk Rumah Sakit : 29 November 2012 pk. 22.30 WITA
Mulai dijadikan kasus : 10 Desember 2012
Nomor rekam medis : 01.60.34.70

b. IDENTITAS ORANG TUA PENDERITA

Ayah Ibu
Nama SA Almh. NA
Umur 37 tahun -
Pendidikan SMP -
Pekerjaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) -
Suku/ Agama Sunda/Islam -

II. DATA SUBYEKTIF


Heteroanamnesis diperoleh dari ibu angkat (adik almh. ibu), kakek, dan nenek penderita (di
ruang Pudak)
Keluhan Utama: perut membesar
Penderita merupakan rujukan dari RSUD Mataram dengan diagnosis CML. Penderita
mengeluh perutnya membesar sejak sejak dua bulan sebelum masuk rumah sakit (MRS).
Perut dikeluhkan nyeri hilang timbul setiap 1-2 minggu sekali, membaik dalam sehari dengan
pemberian minyak kayu putih. Pembesaran perut dikatakan menetap dan tidak bertambah
atau berkurang dengan perubahan posisi dan aktifitas. Penderita sesekali dikatakan sesak
terutama setelah bermain. Penderita pernah dicurigai cacingan akibat pembesaran perut dan
diberikan Combantrine®, namun perut tetap tidak mengecil. Keluhan pembengkakan di
tempat lain, seperti di daerah leher, ketiak, lipatan paha disangkal.

1
Keluhan panas badan yang berlangsung lama dan hilang timbul sejak beberapa bulan
terakhir sehubungan dengan pembesaran perut disangkal. Penderita pernah dikeluhkan panas
sebelumnya, selama satu hari, dikatakan karena radang tenggorok. Keluhan panas badan
disertai sesak, menggigil, kejang, dan penurunan atau perubahan kesadaran disangkal.
Keluhan pucat awalnya tidak disadari sampai 1 minggu sebelum MRS, yaitu saat
penderita dirawat di RSUD Sumbawa Besar. Pucat awalnya tampak pada kelopak mata dan
bibir, makin lama pucat makin bertambah sehingga tampak pada telapak tangan dan kaki.
Penderita tidak dikeluhkan mual, muntah, nyeri tulang, dan nyeri pada persendian
sebelumnya. Keluhan sesak napas dan lemah saat beraktifitas maupun saat istirahat,
disangkal. Tidak didapatkan nyeri pada pinggang ataupun nyeri saat BAK, tidak didapatkan
riwayat kontak dengan penderita batuk lama. Perdarahan dari hidung, mulut, gusi, kulit,
memar tanpa didahului riwayat benturan sebelumnya disangkal.
Napsu makan dan aktivitas dikatakan mulai menurun sejak sakit. Tidak didapatkan
penurunan berat badan yang progresif sebelum sakit. Tidak didapatkan riwayat minum obat-
obatan tertentu. Penderita dikatakan sering berkeringat pada malam hari saat penderita tidur
akibat suhu udara yang agak panas, dan adik ibu penderita sengaja tidak memakai kipas
angin. Keluhan berkeringat ini dikeluhkan sebelum keluhan perut membesar mulai
dikeluhkan.
Buang air kecil (BAK) terakhir 2 jam sebelum MRS, dengan volume cukup, warna
kuning jernih, BAK kemerahan disangkal. Buang air besar (BAB) terakhir 8 hari sebelum
MRS, konsistensi lembek, warna kuning, BAB warna kehitaman disangkal.
b. Riwayat penyakit sebelumnya
Penderita dikatakan jarang menderita sakit sebelumnya. Penderita tidak pernah dikeluhkan
pucat, lemah, mimisan, memar tanpa didahului riwayat benturan sebelumnya. Sebelum sakit,
napsu makan penderita baik. Riwayat kuning pada mata dan kulit sebelumnya disangkal.
Riwayat malaria sebelumnya disangkal. Riwayat cacingan atau keluar cacing dari dubur
disangkal. Penderita dikatakan tidak memiliki alergi obat atau makanan sebelumnya.
c. Riwayat pengobatan sebelum masuk RSUP Sanglah
Delapan hari sebelum MRS penderita dibawa ke RSUD Sumbawa Besar. Penderita dirawat
selama 4 hari 3 malam di RSUD Sumbawa dan mendapatkan transfusi darah 1 kantong.
Penderita dikatakan memiliki kelainan darah sehingga dirujuk ke RSUD Mataram. Pada
tanggal 26 November 2012, penderita dibawa ke RSUD Mataram dan menjalani perawatan
selama 4 hari (26-29 November 2012), dikatakan mengalami kanker darah dan disarankan
untuk dirujuk ke RSUP Sanglah. Pengobatan selama di RSUD Mataram antara lain: resusitasi

2
cairan RL ± 2 L/LPT: ± 1500 mL/hari, cefotaxim 3 x 750 mg intravena, alopurinol 1 x 200
mg oral, paracetamol cth II oral (kalau perlu).
d. Riwayat penyakit dalam keluarga
Penderita adalah anak tunggal. Penderita tinggal bersama adik dari almarhumah (almh) ibu,
kakek, dan nenek. Ibu penderita meninggal tahun 2007, yaitu 4 hari setelah ibu kembali ke
Sumbawa dari Mekah. Saat itu, penderita berumur 3 tahun. Ibu penderita dikatakan
mengalami sakit liver, dikeluhkan mengalami batuk dan muntah darah hingga mengalami
kurang darah dan akhirnya meninggal pada usia 31 tahun. Ayah penderita adalah seorang
tenaga kerja Indonesia (TKI ) yang bertugas di tempat yang sama dengan ibu penderita. Saat
ini, ayah tidak diketahui kabarnya. Keluarga ibu penderita putus komunikasi dengan ayah
penderita sejak ibu kandung penderita meninggal. Keluhan sakit pada ayah seperti yang
diderita oleh ibu penderita tidak diketahui.
Keluhan perut membesar, transfusi darah berulang, kanker, atau sakit berat pada
keluarga disangkal.
e. Riwayat kehamilan dan kelahiran
Riwayat kehamilan ibu
Penderita merupakan anak dari kehamilan pertama dan satu-satunya dari ibu. Penderita
dilahirkan di Mekah sehingga riwayat pemeriksaan selama kehamilan maupun persalinan
secara lengkap tidak diketahui oleh keluarga. Keluarga hanya mengetahui ibu penderita
dikatakan sehat selama hamil.
Riwayat kelahiran
Penderita lahir di Mekah, dikatakan cukup bulan, segera menangis, dengan berat lahir 3000
gram dan panjang badan tidak diketahui. Saat lahir tidak didapatkan kelainan.
f. Riwayat nutrisi, tumbuh kembang dan pemenuhan kebutuhan dasar anak
Riwayat nutrisi
Riwayat nutrisi penderita sejak lahir sampai dengan usia 3 tahun tidak diketahui oleh
keluarga penderita. Saat ini penderita sudah makan dengan diet dewasa.
Sebelum sakit dikatakan napsu makan penderita baik. Dari food recall di rumah
sebelum sakit, asupan nutrisi penderita per hari berkisar antara 1700-1800 kkal.
Asupan nutrisi di RSUP Sanglah (24-hour recall) sebagai berikut:
Menu Bahan Berat Kalori Protein
(gram) (kkal) (gram)
Pagi Nasi Beras giling 200 360 1
Telur goreng Telur 22,5 37,5 0,75
Snack Buah Buah pepaya 100 25 0

3
Susu full cream 200 (mL) 147,4 4,5
Biskuit 20 91,6 2
Siang Nasi Beras giling 200 360 1
Tumis kacang Tempe 50 74,5 2
Sayur kacang 25 89 0,25
panjang 40 151 1,5
Daging ayam
Snack Buah Susu full cream 100 (mL) 66 2,25
Malam Nasi Beras giling 200 360 1
Ayam goreng Daging ayam 40 151 1,5
Tumis buncis Buncis 50 17,5 0,5
Total 1930,5 18,25

Riwayat tumbuh kembang


Sejak umur 3 tahun hingga sekarang, perkembangan penderita dikatakan normal sesuai
dengan umur dan dengan anak-anak sebayanya. Saat ini, pasien duduk di bangku kelas 2 SD
6 Alas, dapat bersosialisasi dengan baik dengan teman di lingkungan sekitarnya, dengan
prestasi sekolah baik. Penderita mendapat rangking 5 dan tidak pernah tinggal kelas.
Riwayat pemenuhan kebutuhan dasar anak
Asuh : riwayat imunisasi dalam 3 tahun pertama tidak diketahui. Jika sakit, penderita selalu
dibawa ke bidan atau praktek dokter spesialis terdekat. Kebutuhan pangan, sandang,
dan papan terpenuhi. Penderita saat ini tinggal dengan adik almh. ibu yang dianggap
ibu kandung oleh penderita, bersama kakek, dan neneknya.
Asih : penderita sangat disayangi oleh adik almh. ibu penderita, kakek, dan neneknya.
Selama perawatan penderita ditemani oleh kakek dan neneknya.
Asah : sejak kecil sampai umur 3 tahun penderita hidup bersama ayah dan ibunya di
Mekah. Setelah 3 tahun dan selama di Sumbawa penderita dibesarkan dan dididik
oleh adik almh. ibu, kakek, dan neneknya. Pergaulan sehari-hari dengan teman
seumuran dikatakan baik.
g. Riwayat imunisasi
Riwayat imunisasi sampai berumur 3 tahun tidak diketahui karena penderita tinggal bersama
ibu di Mekah. Skar BCG tidak ditemukan. Sejak umur 3 tahun sampai saat ini penderita
belum mendapatkan imunisasi. Riwayat pemberian imunisasi saat masuk sekolah tidak
diketahui.
h. Riwayat sosial dan lingkungan
Penderita merupakan anak pertama dan tunggal. Orangtua kandung penderita bekerja sebagai
tenaga kerja Indonesia (TKI) di Mekah. Sejak lahir sampai berumur 3 tahun tinggal bersama
orangtua kandung di Mekah. Penderita kemudian dibawa oleh ibu pulang kembali ke

4
Sumbawa karena sakit, namun setelah 4 hari di Sumbawa, ibu penderita meninggal oleh
karena sakit liver. Penderita sejak saat itu dirawat oleh adik ibu penderita yang saat ini
berusia 28 tahun, belum menikah, dan bekerja sebagai karyawan swasta di Sumbawa Besar.
Sampai saat ini penderita tidak mengetahui bahwa ibu kandungnya sudah meninggal.
Penderita hanya mengetahui bahwa ibu kandungnya adalah adik dari almh. ibu penderita.
Keberadaan ayah penderita saat ini tidak diketahui, karena putus komunikasi sejak ibu
penderita meninggal.
Penderita tinggal pada bangunan seluas 10 m x 12 m, terdiri dari tiga kamar tidur, satu
ruang keluarga, satu dapur dan satu kamar mandi. Lantai terbuat dari keramik dan tembok
permanen. Sumber air untuk sehari-hari berasal dari sumur, penerangan dengan listrik PLN.
Sawah kakek penderita berjarak sekitar 1 km dari tempat tinggal penderita dan tidak tinggal
di dekat aliran listrik tegangan tinggi. Kakek dan nenek penderita bekerja sebagai petani padi
dan kacang-kacangan, memiliki tanah seluas sekitar 1 hektar, dengan penghasilan sekitar Rp.
10 juta/tahun.

III. PERJALANAN PENYAKIT PENDERITA SAAT AWAL MRS HINGGA


DIJADIKAN KASUS
Hari ke-2 perawatan (30/11/2012)
Perut membesar (+), nyeri perut (-). Pemeriksaan tanda vital: Kesan umum: sakit sedang,
kesadaran: E4V5M5: 14/14; frekuensi nadi: 88 kali/menit, teratur, isi cukup, frekuensi napas:
28 kali/menit, teratur; suhu aksila: 36,5°C; BB: 19 kg, TB: 115 cm, BBI 21 kg, LLA: 15 cm,
status gizi: gizi cukup (90,5%). Skor nyeri (Wong-Baker): 0 (tidak nyeri), skor jatuh
(Humpty-Dumpty): 11 (risiko rendah untuk jatuh). Pemeriksaan fisik: status general: kepala:
lingkar kepala (LK): 50 cm (normosefali). Mata konjungtiva pucat (-). THT: petekie palatum
(-). Leher: pembesaran kelenjar getah bening (PKGB (-)). Aksila: PKGB (-). Dada: jantung:
precordial bulging tidak tampak, iktus kordis tidak tampak, iktus kordis teraba di SELA IGA
IV MCL S, S1S2 normal, regular, murmur (-). Paru: simetris (+), retraksi (-), bronkovesikuler
(+), rales (-/-), wheezing (-/-). Perut: distensi (+), hepar teraba 1/3-1/3, padat kenyal,
permukaan rata, tepi tajam, tidak nyeri tekan, limpa teraba Schuffner VII, permukaan rata,
padat kenyal, tepi tajam, tidak nyeri. Ekstremitas pembesaran kelenjar getah bening inguinal
(-), akral hangat, capillary refill time <2 detik, pucat (-). Laboratorium: leukosit: 274 K/uL
(neutrofil 248,0 K/µL (90,5%), limfosit 10,3 K/µL (3,8%), basofil 24,94 K/µL (9,1 %), LUC
5,12 K/µL (1,9%)), hemoglobin: 8,0 g/dL, hematokrit: 23,7%, MCV: 78,1 fl; MCH: 27,4 pg;
MCHC: 35,3 g/dL; RDW: 17,1%; trombosit: 882,8x103/µL. Hapusan darah tepi: eritrosit:

5
normokromik normositer, normoblas (+), lekosit: leukositosis, tampak semua stadium seri
mieloid (mieloblas dan promielosit 4%, mielosit, stab, segmen), basofilia (+), trombosit:
kesan jumlah meningkat, giant trombosit (-), Kesan: kecurigaan CML fase kronik, usul:
BMA. Retikulosit: 0,4%. BUN 10,21 mg/dL, kreatinin 0,28 mg/dL, asam urat 3,74 mg/dL.
Assessment: Suspek Leukemia Mielositik Kronik (LMK) diagnosa banding Leukemia
Mieloblastik Akut (LMA) + Gizi baik. Terapi: Resusitasi dengan NaCL 0,9% 3000
mL/m2/24 jam ~ 2280 mL/hari ~ 30 tetes/menit ditambah dengan NaBic 1 flacon setiap 500
mL cairan hidrasi parenteral. Alopurinol 10 mg/KgBB/hari ~ 3x70 mg per oral. Rencana
pemeriksaan penunjang: aspirasi sumsum tulang, DL setiap hari, USG abdomen.
Hari ke -3 perawatan (01/12/2012)
Keluhan (-). Pemeriksaan tanda vital: kesan umum: sakit sedang, kesadaran: E4V5M5:
14/14; frekuensi nadi: 86 kali/menit, teratur, isi cukup, frekuensi napas: 28 kali/menit, teratur;
suhu aksila: 36,5°C; skor nyeri (Wong-Baker): 0 (tidak nyeri), skor jatuh (Humpty-Dumpty):
11 (risiko rendah untuk jatuh). Laboratorium: urinalisis: pH 8,0, eritrosit 10,0 ery/µL,
specific gravity 1,015, sedimen urin: leukosit 0-1/lp, eritrosit 0-1/lp. Gambaran sumsum
tulang: selularitas: hiperseluler, sistem eritroid: aktifitas sedikit menurun, sistem mieloid:
aktifitas meningkat, tampak semua stadium maturasi seri mieloid (mieloblas 3%, promielosit,
mielosit, metamielosit, stab, segmen), tampak basofilia, dan eosinofilia, sistem megakariosit:
aktifitas meningkat. Kesimpulan: gambaran sumsum tulang sesuai dengan CML fase kronik.
Assessment: LMK fase kronik + gizi baik. Terapi: Resusitasi dengan NaCL 0,9% 3000
mL/m2/24 jam ~ 2280 mL/hari ~ 30 tetes/menit ditambah dengan NaBic 1 flacon setiap 500
mL cairan hidrasi parenteral. Alopurinol 10 mg/KgBB/hari ~ 3x70 mg per oral.
Hari ke-5 perawatan (03/12/2012)
Keluhan (-). Pemeriksaan tanda vital: kesan umum: sakit sedang, kesadaran: E4V5M5:
14/14; frekuensi nadi: 88 kali/menit, teratur, isi cukup, frekuensi napas: 26 kali/menit, teratur;
suhu aksila: 36,8°C; skor nyeri (Wong-Baker): 0 (tidak nyeri), skor jatuh (Humpty-Dumpty):
11 (risiko rendah untuk jatuh). Laboratorium: leukosit: 278 K/uL (neutrofil 251,7 K/µL
(90,3%), limfosit 9,21 K/µL (3,3%), basofil 25,82 K/µL (9,3 %), LUC 3,77 K/µL (1,4%)),
hemoglobin: 7,8 g/dL, hematokrit: 23,81%, MCV: 80,3 fl; MCH: 26,5 pg; MCHC: 32,9 g/dL;
RDW: 18,4%; trombosit: 955,8x103/µL. pH urine 7. USG abdomen: hepar kesan
hepatosplenomegali, echo cairan bebas di cavum pelvis, saat ini gall bladder/pankreas/ginjal
kanan kiri/buli tak tampak kelainan. Assessment: LMK fase kronik + gizi baik. Terapi:
Resusitasi dengan NaCL 0,9% 3000 mL/m2/24 jam ~ 2280 mL/hari ~ 30 tetes/menit ditambah
dengan NaBic 1 flacon setiap 500 mL cairan hidrasi parenteral. Alopurinol 10 mg/KgBB/hari

6
~ 3x70 mg per oral. Hidroksiurea 30 mg/kg/hari ~ 1 x 625 mg (1¼ tablet) per oral. Rencana
pemeriksaan: kromosom Philadelphia.
Hari ke -6 perawatan (04/12/2012)
Keluhan (-). Pemeriksaan tanda vital: kesan umum: sakit sedang, kesadaran: E4V5M5:
14/14; frekuensi nadi: 90 kali/menit, teratur, isi cukup, frekuensi napas: 24 kali/menit, teratur;
suhu aksila: 36,°C; skor nyeri (Wong-Baker): 0 (tidak nyeri), skor jatuh (Humpty-Dumpty):
11 (risiko rendah untuk jatuh). Laboratorium: leukosit: 321 K/uL (neutrofil 289,3 K/µL
(90,1%), limfosit 9,51 K/µL (3,0%), basofil 38,86 K/µL (12,1%), LUC 4,07 K/µL (1,3%)),
hemoglobin: 8,1 g/dL, hematokrit: 25,3%, MCV: 79,4 fl; MCH: 25,3 pg; MCHC: 31,9 g/dL;
RDW: 18,4%; trombosit: 1080x103/µL. Assessment: LMK fase kronik + gizi baik. Terapi:
Resusitasi dengan NaCL 0,9% 3000 mL/m2/24 jam ~ 2280 mL/hari ~ 30 tetes/menit ditambah
dengan NaBic 1 flacon setiap 500 mL cairan hidrasi parenteral. Alopurinol 10 mg/KgBB/hari
~ 3x70 mg per oral. Hidroksiurea 30 mg/kg/hari ~ 1 x 625 mg (1¼ tablet) per oral.
Hari ke -8 perawatan (06/12/2012)
Keluhan (-). Pemeriksaan tanda vital: kesan umum: sakit sedang, tampak pucat, kesadaran:
E4V5M5: 14/14; frekuensi nadi: 90 kali/menit, teratur, isi cukup, frekuensi napas: 24
kali/menit, teratur; suhu aksila: 36,°C; skor nyeri (Wong-Baker): 0 (tidak nyeri), skor jatuh
(Humpty-Dumpty): 11 (risiko rendah untuk jatuh). Laboratorium: leukosit: 302 K/uL
(neutrofil 272,2 K/µL (90,1%), limfosit 7,58 K/µL (2,5%), basofil 40,18 K/µL (13,3%), LUC
4,49 K/µL (1,5%)), hemoglobin: 7,5 g/dL, hematokrit: 23,2%, MCV: 79,4 fl; MCH: 25,6 pg;
MCHC: 32,5 g/dL; RDW: 18,6%; trombosit: 1124x103/µL. Assessment: LMK fase kronik +
gizi baik. Terapi: Resusitasi dengan NaCL 0,9% 3000 mL/m 2/24 jam ~ 2280 mL/hari ~ 30
tetes/menit ditambah dengan NaBic 1 flacon setiap 500 mL cairan hidrasi parenteral.
Alopurinol 10 mg/KgBB/hari ~ 3x70 mg per oral. Hidroksiurea 30 mg/kg/hari ~ 1 x 625 mg
(1¼ tablet) per oral.

7
IV. DATA OBYEKTIF SAAT DIJADIKAN KASUS ( 10/12/2012 )
PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Present
Kesan umum : kesan sakit sedang
Kesadaran : E4V4M5 13/13 (komposmentis)
Tekanan darah : 100/60 mmHg (P. 95 ~ TB/U : 111/75 mmHg)
Nadi : 88 kali/menit, teratur, isi cukup
Respirasi : 28 kali/menit, teratur
Suhu aksila : 36,8º C
Skala nyeri (Wong Baker) : 0
Skor jatuh (Humpty-Dumpty): 11 (risiko rendah jatuh)

b. Status General
Kepala : bentuk normal, lingkar kepala normal, rambut hitam, kokoh, dan tidak mudah
dicabut, tidak terdapat tanda perdarahan seperti hematom.
Wajah : tidak ada kelainan, tidak ada edema dan tidak tampak ada fasies sindrom-
sindrom tertentu, tidak tampak tanda perdarahan seperti petekie.
Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, celah kelopak mata kanan dan kiri
normal, kedua pupil bulat diameter 2 mm, reflek cahaya kedua pupil normal dan
isokor, tak ada deviation conjugee maupun strabismus, tidak ada tanda
perdarahan pada palpebra dan konjungtiva.
Telinga : tidak ada kelainan bentuk, tidak ada sekret, membran timpani utuh dan bening,
pendengaran kesan normal, tidak teraba kelenjar getah bening di belakang
telinga kiri.
Hidung : tidak ada deviasi septum, tidak ada napas cuping hidung, tidak ada sianosis,
mukosa tidak hiperemi, tidak ada sekret, dan tidak ada perdarahan.
Tenggorok : celah palatum tidak ada, faring tidak hiperemi dan tonsil tidak membesar dan
tidak hiperemi.
Mulut : sianosis tidak ada, gusi tidak ada perdarahan, tidak terdapat stomatitis, tidak
tampak perdarahan di mukosa, tidak terdapat petekie palatum..
Leher : Kaku kuduk tidak ada, tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening.
Dada :
Jantung :

8
Inspeksi : tidak tampak adanya precordial bulging, iktus cordis dan denyut
epigastrium tidak tampak.
Palpasi : ictus cordis teraba di sela iga ke-4 pada perpotongan dengan garis
midklavikula kiri, tidak kuat angkat, tidak teraba thrill, tidak teraba adanya
left ventricle impuls dan right ventricle heave.
Perkusi : batas kanan jantung: parasternal kanan, batas kiri jantung pada garis
midklavikula kiri, batas atas jantung: sela iga ke-2 kiri, batas bawah jantung
terletak pada sela iga ke-4 kiri.
Auskultasi : suara jantung I dan II normal, M1>T1 dan A2>P2, tidak ada bising jantung.
Paru :
Inspeksi : bentuk normal, simetris saat diam maupun bergerak, retraksi dinding dada
tidak ada.
Palpasi : gerakan dada simetris, fremitus vokal normal di kedua sisi.
Perkusi : batas paru hepar setinggi sela iga ke-6 garis aksilaris media mid klavikula
kanan, sonor di kedua sisi dan tidak ada nyeri ketok.
Auskultasi : suara napas bronkovesikuler kanan-kiri, tidak ada rales dan wheezing.
Abdomen :
Inspeksi : distensi tidak ada, tidak tampak pelebaran pembuluh darah.
Auskultasi : suara bising usus normal
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada tahanan otot perut. Hepar teraba 1/3–1/3,
permukaan rata, padat kenyal, tepi tajam, tidak nyeri. Limpa teraba
Schuffner VII, 19 cm dari arkus kosta ke simfisis pubis, permukaan rata,
padat kenyal, tepi tajam, tidak nyeri.
Perkusi : timpani, tes gelombang cairan (-), shifting dullness (-).
Anggota gerak :
Inspeksi : tidak terlihat pembengkakan pada sendi, tidak tampak skar BCG, tidak
terlihat kemerahan pada sendi, tidak ada sianosis, tidak ada jari tabuh, tidak
terlihat pucat, tidak tampak adanya deformitas tulang.
Palpasi : teraba hangat pada akral, tidak ada nyeri tekan pada sendi maupun tulang
panjang dan sendi tidak lebih hangat dibanding kulit sekitarnya, tidak teraba
adanya edema.
Capillary refill time < 2 detik pada kedua anggota gerak bagian bawah.

9
Pemeriksaan neurologis: pada keempat ekstremitas atas dan bawah
Tenaga: 555 555 Tonus N N Tropik N N Refleks fisiologis ++ ++
555 555 N N N N ++ ++
Refleks patologis - -
- -
Tanda perangsangan meningeal (Kaku kuduk, Kernig, Brudzinski I dan II negatif)
Genitalia : tidak ada kelainan, kedua testis turun dan sudah di dalam skrotum, teraba
kenyal dengan diameter 1 cm. Tidak ada pembesaran maupun nyeri tekan
pada kedua testes.
Kulit : teraba hangat, tidak pucat, tidak tampak ikterus, tidak ada petekie, tidak ada
ekimosis, dan tidak tampak hematom.
Status antropometri
Berat badan (BB) : 19 kg
Tinggi badan (TB) : 115 cm
Berat badan ideal menurut TB : 21 kg
Lingkar kepala (LK) (Nellhaus): 20 cm (Median s/d -2SD)
Lingkar lengan atas (LLA) : 15 cm
BB/U (CDC 2000) : < persentil 5 (gagal tumbuh)
TB/U (CDC 2000) : < persentil 3 (perawakan pendek)
BB/TB (CDC 2000) : Persentil 75-85
Status gizi (Waterlow) : 90,5 % (gizi cukup)
Luas permukaan tubuh : 0,78 m2
TB ayah : 160 cm
TB almh. ibu : 155 cm
Potensi tinggi genetik : 164 ± 8,5 cm (155,5-172,5 cm)

V. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Darah rutin


27/11 30/11 3/12 6/12 10/12 12/12 14/12
Leukosit (K/µL) 360 274 278,9 302,2 293,1 331,3 307,6
Neutrofil 306 248,0 251,7 272,2 258,4 294,5 274,0
(K/µL(%)) (85,1) (90,5) (90,3) (90,1) (88,2) (88,9) (89,1)
Limfosit 22,6 10,3 9,21 7,58 7,57 7,87 9,19
(K/µL(%)) (6,28) (3,8%) (3,3) (2,5) (2,6) (2,4) (3,0)
Monosit 13,46 2,72 3,02 3,59 3,34 3,47 3,24
(K/µL(%)) (3,74) (1%) (1,1) (1,2) (1,1) (1,0) (1,1)
Basofil 1,12 24,94 25,82 40,18 21,96 45,01 32,9
(K/µL(%)) (0,312) (9,1 ) (9,3) (13,3) (7,5) (13,6) (10,4)

10
Eosinofil 16,54 8,01 11,15 14,36 18,12 21,15 16,87
(K/µL(%)) (4,6) (2,9) (4,0) (4,8) (6,2) (6,4) (5,5)
LUC 5,12 3,77 4,49 5,66 4,32 4,23
(K/µL(%)) (1,9) (1,4) (1,5) (1,9) (1,3) (1,4)
Hb (g/dl) 8,06 8,0 7,8 7,5 9,3 6,7 6,5
Hematokrit (%) 25,8 23,7 23,8 23,2 20,7 21,1 20,3
MCV (fL) 80,5 78,1 80,3 79,4 79,7 80,5 79,1
MCH (pg) 25,2 27,4 26,5 25,8 35,8 25,6 25,2
MCHC (g/dl) 31,3 35,3 32,9 32,5 44,9 31,8 31,9
RDW (%) 18 17,1 18,4 18,6 18,6 21 20,1
Trombosit
904 882,8 955 1124 1,038 1165 1127
(K/µL)
Retikulosit (%) 0,4
b. Pemeriksaan hapusan darah tepi
28/11/2012 ( di RS Mataram ):
Kesan eritrosit: normositik normokromik. Kesan lekosit: jumlah sangat meningkat, blast
(+), ditemukan semua tahapan seri granulosit (promielosit, mielosit, metamielosit, stab),
dominasi blast, promielosit dan mielosit, eosinofil (+). Kesan trombosit: jumlah sangat
meningkat, penyebaran tidak merata, trombosit besar, giant platelet. Kesimpulan:
gambaran keganasan hematologik kronik (LMK) kemungkinan fase akselerasi.
30/11/2012:
Hapusan darah tepi: eritrosit: normokromik normositer, normoblas (+), lekosit:
leukositosis, tampak semua stadium seri mieloid (mieloblas dan promielosit 4%, mielosit,
stab, segmen), basofilia (+), trombosit: kesan jumlah meningkat, giant trombosit (-),
Kesan: kecurigaan CML fase kronik, usul: BMA.
c. Kimia darah (11/12/2012):
Bilirubin total 0,53 mg/dL, bilirubin indirek 0,44 mg/dL, alkali fosfatase 112 U /L, SGOT
24 U/L, SGPT 14 U/L, gamma GT 20 U/L, total protein (TP) 6,7 g/dL, albumin 4 g/dL,
globulin 2,69 g/dL, LDH 1604 U/L, BUN 10,21 mg/dL, kreatinin 0,28 mg/dL, asam urat
3,74 mg/dL.
d. Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang (1/11/2012):
Selularitas: hiperseluler, sistem eritroid: aktifitas sedikit menurun, sistem mieloid: aktifitas
meningkat, tampak semua stadium maturasi seri mieloid (mieloblas 3%, promielosit,
mielosit, metamielosit, stab, segmen), tampak basofilia, dan eosinofilia, sistem
megakariosit: aktifitas meningkat. Kesimpulan: gambaran sumsum tulang sesuai dengan
LMK fase kronik.
e. USG abdomen atas bawah (3/12/2012):

11
Kesan: hepatosplenomegali, echo cairan di cavum pelvis, saat ini gall
bladder/pankreas/ginjal kanan kiri/buli tak tampak kelainan.

VI. RINGKASAN
Seorang penderita laki-laki, 8 tahun, 6 bulan, masuk RSUP Sanglah tanggal 29/12/2012,
dengan keluhan perut membesar sejak sejak dua bulan sebelum masuk rumah sakit (MRS).
Perut dikeluhkan nyeri hilang timbul setiap 1-2 minggu sekali, membaik dalam sehari dengan
pemberian minyak kayu putih. Pembesaran perut dikatakan menetap dan tidak bertambah
atau berkurang dengan perubahan posisi dan aktivitas. Penderita sesekali dikatakan sesak
napas terutama setelah bermain. Keluhan pucat awalnya tidak disadari sampai 1 minggu
sebelum MRS, yaitu saat penderita dirawat di RSUD Sumbawa Besar. Pucat awalnya tampak
pada kelopak mata dan bibir, makin lama pucat makin bertambah sehingga tampak pada
telapak tangan dan kaki. Napsu makan dan aktivitas dikatakan mulai menurun sejak sakit.
Delapan hari sebelum MRS penderita dibawa ke RSUD Sumbawa Besar Penderita
dirawat selama 4 hari 3 malam di RS Sumbawa, dan mendapatkan transfusi darah 1 kantong.
Penderita dikatakan memiliki kelainan darah sehingga dirujuk ke RSUD Mataram. Pada
tanggal 26 November 2012, penderita dibawa ke RSUD Mataram dan menjalani perawatan
selama 4 hari (26-29 November 2012), dikatakan mengalami kanker darah dan disarankan
untuk dirujuk ke RSUP Sanglah. Pengobatan selama di RSUD Mataram antara lain: resusitasi
cairan RL ± 2 L/LPT: ± 1500 mL/hari, cefotaxim 3 x 750 mg intravena, alopurinol 1 x 200
mg oral, paracetamol cth II oral (kalau perlu).
Pada pemeriksaan tanda vital ditemukan kesan umum: sakit sedang, kesadaran:
E4V5M5: 14/14; frekuensi nadi: 88 kali/menit, teratur, isi cukup, frekuensi napas: 28
kali/menit, teratur; suhu aksila: 36,5°C; BB: 19 kg, TB: 115 cm, BBI 21 kg, LLA: 15 cm,
status gizi: gizi cukup (90,5%). Skor nyeri (Wong-Baker): 0 (tidak nyeri), skor jatuh
(Humpty-Dumpty): 11 (risiko rendah untuk jatuh).
Pemeriksaan darah lengkap didapatkan hiperleukositosis, dengan dominan neutrofil,
basofilia, anemia normokromik normositer, trombositosis. Hapusan darah tepi menunjukkan
kecurigaan CML fase kronik dan gambaran sumsum tulang sesuai dengan CML fase kronik..
Ultrasonografi abdomen menunjukkan hepar kesan hepatosplenomegali, echo cairan bebas di
cavum pelvis, saat ini gall bladder/pankreas/ginjal kanan kiri/buli tak tampak kelainan.

12
VII. DIAGNOSIS
Leukemia mielositik kronik (LMK) (C 92.1 ) dan gizi baik

VIII. PERMASALAHAN
a. Saat ini:
1. Penatalaksanaan hiperleukositosis
2. Penatalaksanaan trombositosis esensial
3. Penatalaksanaan LMK fase kronik
4. Penatalaksanaan gagal tumbuh
b. Jangka panjang:
Penyakit yang dialami penderita ini memerlukan penanganan yang berkesinambungan dan
anak dengan penyakit keganasan sangat rentan terhadap infeksi, sehingga diharapkan
orangtua ikut andil dalam pencegahan terhadap infeksi sekunder dan segera membawa
penderita ke pusat kesehatan terdekat bila penderita sakit.

IX. RENCANA KERJA


a. Saat ini
1. Penatalaksanaan hiperleukositosis
- Pemberian hidrasi dengan cairan parenteral normal salin, sebanyak 2-3 kali kebutuhan
cairan rumatan atau 3 liter/m 2/hari ~ 30 tetes/menit. Alkalinisasi urin dengan
menambahkan sodium bikarbonat ke dalam cairan parenteral sebanyak 25 mEq/500 mL
cairan untuk mempertahankan pH urin antara 6,5-7,5. Pemberian alopurinol dengan dosis
10 mg/kgBB/hari ~ 3x70 mg untuk menurunkan konsentrasi asam urat plasma.
Pemantauan kemungkinan adanya gejala leukostasis (pusing, sakit kepala, muntah, sesak
napas, penglihatan kabur, kesadaran menurun).
2. Penatalaksanaan trombositosis esensial (TE)
Penderita ditemukan TE risiko rendah, yaitu usia kurang dari 60 tahun, tanpa riwayat
kejadian trombosis sebelumnya, dengan trombosit lebih dari 1000 x 10 3/µL. Tata laksana
khusus untuk TE tidak dilakukan pada pasien selain observasi dan pemberian
hidroksiurea yang sebenarnya ditujukan untuk penanganan LMK namun memiliki efek
sebagai penurun trombosit.
3. Penatalaksanaan LMK.
- Pilihan kemoterapi LMK pada kasus ini adalah hidroksiurea dengan dosis awal 30
mg/kgBB/hari ~ 1 x 625 mg (1¼ tablet) per oral, yang rencananya dinaikkan secara
bertahap sesuai dengan respon hematologis, sampai dengan dosis maksimal 50
mg/kgBB/hari. Hidroksiurea diberikan terus menerus sampai jumlah lekosit antara
5.000/mm3 sampai dengan 15.000/mm3.

13
4. Penatalaksanaan gagal tumbuh.
- Gagal tumbuh yang terjadi pada penderita adalah organik akibat adanya keganasan.
Tatalaksana utama dalam gagal tumbuh pada penderita adalah penanganan optimal
terhadap penyebabnya, dalam hal ini LMK. Tunjangan nutrisi optimal diberikan sesuai
dengan RDA menurut TB/U dikalikan berat badan ideal, yaitu: 1800 kkal/hari.
Pemberiannya dilakukan dengan cara dinaikkan secara bertahap disesuaikan dengan
kemampuan pasien.
b. Pemberian KIE dan rencana pemantauan jangka panjang :
- Penjelasan kepada orangtua tentang kemoterapi yang memerlukan waktu lama (2-3
tahun), jenis obat yang diberikan, dan efek samping kemoterapi. Orang tua juga
diberikan edukasi mengenai perjalanan penyakit yang cenderung memburuk, ditandai
dengan perut yang kembali membesar, demam yang berlangsung lebih lama,
kemungkinan timbulnya komplikasi perdarahan akibat trombositopenia, seperti petekie,
perdarahan gusi, mimisan, dan atau perdarahan di saluran cerna, dan kemungkinan
timbulnya kembali anemia serta komplikasi yang mungkin menyertainya.

X. PEMANTAUAN SETELAH DIJADIKAN KASUS


Hari ke-11 perawatan (10/12/2012)
Keluhan (-). Pemeriksaan tanda vital: kesan umum: sakit sedang, kesadaran: E4V5M5:
14/14; frekuensi nadi: 90 kali/menit, teratur, isi cukup, frekuensi napas: 24 kali/menit, teratur;
suhu aksila: 36,9°C; skor nyeri (Wong-Baker): 0 (tidak nyeri), skor jatuh (Humpty-Dumpty):
11 (risiko rendah untuk jatuh). Laboratorium: leukosit: 293 K/uL (neutrofil 258,4 K/µL
(88,2%), limfosit 7,57 K/µL (2,6%), LUC 5,66 K/µL (1,9%)), Hb: 9,3 g/dL, hematokrit:
20,1%, MCV: 79,7 fl; MCH: 35,8 pg; MCHC: 44,9 g/dL; RDW: 18,6%; trombosit:
1038x103/µL. Assessment: LMK fase kronik + gizi baik. Terapi: Resusitasi dengan NaCL
0,9% 3000 mL/m2/24 jam ~ 2280 mL/hari ~ 30 tetes/menit ditambah dengan NaBic 1 flacon
setiap 500 mL cairan hidrasi parenteral. Alopurinol 10 mg/KgBB/hari ~ 3x70 mg per oral.
Hidroksiurea 30 mg/kg/hari ~ 1 x 625 mg (1¼ tablet) per oral.
Hari ke-12 perawatan (11/12/2012)
Keluhan (-). Pemeriksaan tanda vital: kesan umum: sakit sedang, kesadaran: E4V5M5:
14/14; frekuensi nadi: 84 kali/menit, teratur, isi cukup, frekuensi napas: 26 kali/menit, teratur;
suhu aksila: 36,7°C; skor nyeri (Wong-Baker): 0 (tidak nyeri), skor jatuh (Humpty-Dumpty):
11 (risiko rendah untuk jatuh). Laboratorium: leukosit: 284,5 K/uL (neutrofil 253,8 K/µL
(89,2%), limfosit 8,54 K/µL (3,0%), LUC 3,58 K/µL (1,3%)), Hb: 8,1 g/dL, hematokrit:

14
24,1%, MCV: 79,8 fl; MCH: 26,9 pg; MCHC: 33,7 g/dL; RDW: 18,5%; trombosit:
1055x103/µL. Bilirubin total 0,53 mg/dL, bilirubin indirek 0,44 mg/dL, alkali fosfatase 112 U
/L, SGOT 24 U/L, SGPT 14 U/L, gamma GT 20 U/L, total protein (TP) 6,7 g/dL, albumin 4
g/dL, globulin 2,69 g/dL, LDH 1604 U/L, BUN 10,21 mg/dL, kreatinin 0,28 mg/dL, asam
urat 3,74 mg/dL. Assessment: LMK fase kronik + gizi baik. Terapi: Resusitasi dengan NaCL
0,9% 3000 mL/m2/24 jam ~ 2280 mL/hari ~ 30 tetes/menit ditambah dengan NaBic 1 flacon
setiap 500 mL cairan hidrasi parenteral. Alopurinol 10 mg/KgBB/hari ~ 3x70 mg per oral.
Hidroksiurea 30 mg/kg/hari ~ 1 x 625 mg (1¼ tablet) per oral.
Hari ke-13 perawatan (12/12/2012)
Keluhan (-). Pemeriksaan tanda vital: kesan umum: sakit sedang tampak pucat, kesadaran:
E4V5M5: 14/14; frekuensi nadi: 84 kali/menit, teratur, isi cukup, frekuensi napas: 24
kali/menit, teratur; suhu aksila: 36,5°C; skor nyeri (Wong-Baker): 0 (tidak nyeri), skor jatuh
(Humpty-Dumpty): 11 (risiko rendah untuk jatuh). Mata konjungtiva pucat. Dada: jantung:
precordial bulging tidak tampak, iktus kordis tidak tampak, iktus kordis teraba di SELA IGA
IV MCL S, S1S2 normal, regular, murmur (+) ejeksi sistolik di seluruh area gr. II/6, thrill (-),
punctum maximum sela iga III garis mid klavikula kiri. Laboratorium: leukosit: 331,3 K/uL
(neutrofil 294,5 K/µL (88,9%), limfosit 7,87 K/µL (2,4%), LUC 4,32 K/µL (1,3%)), Hb: 6,7
g/dL, hematokrit: 21,1%, MCV: 80,5 fl; MCH: 25,6 pg; MCHC: 31,8 g/dL; RDW: 21%;
trombosit: 1165x103/µL. Assessment: LMK fase kronik + gizi baik. Terapi: Resusitasi
dengan NaCL 0,9% 3000 mL/m2/24 jam ~ 2280 mL/hari ~ 30 tetes/menit ditambah dengan
NaBic 1 flacon setiap 500 mL cairan hidrasi parenteral. Alopurinol 10 mg/KgBB/hari ~ 3x70
mg per oral. Hidroksiurea 35 mg/kg/hari ~ 1 x 700 mg (1½ tablet) per oral.
Hari ke-15 perawatan (14/12/2012)
Keluhan (-). Pemeriksaan tanda vital: kesan umum: sakit sedang tampak pucat, kesadaran:
E4V5M5: 14/14; frekuensi nadi: 88 kali/menit, teratur, isi cukup, frekuensi napas: 28
kali/menit, teratur; suhu aksila: 36,5°C; skor nyeri (Wong-Baker): 0 (tidak nyeri), skor jatuh
(Humpty-Dumpty): 11 (risiko rendah untuk jatuh). Mata konjungtiva pucat. Dada: jantung:
precordial bulging tidak tampak, ictus cordis tidak tampak, ictus cordis teraba di sela iga IV
garis mid klavikula kiri, S1S2 normal, regular, murmur (+) ejeksi sistolik di seluruh area
grade II/6, thrill (-), punctum maximum sela iga III garis mid klavikula kiri. Laboratorium:
leukosit: 307,6 K/uL (neutrofil 274,0 K/µL (89,1%), limfosit 9,19 K/µL (3,0%), LUC 4,23
K/µL (1,4%)), Hb: 6,5 g/dL, hematokrit: 20,3%, MCV: 79,1 fl; MCH: 25,2 pg; MCHC: 31,9
g/dL; RDW: 20,1%; trombosit: 1127x103/µL. Assessment: LMK fase kronik + gizi baik.
Terapi: Resusitasi dengan NaCL 0,9% 3000 mL/m2/24 jam ~ 2280 mL/hari ~ 30 tetes/menit

15
ditambah dengan NaBic 1 flacon setiap 500 mL cairan hidrasi parenteral. Alopurinol 10
mg/KgBB/hari ~ 3x70 mg per oral. Hidroksiurea 35 mg/kg/hari ~ 1 x 700 mg (1½ tablet) per
oral.

XI. PROGNOSIS
Prognosis LMK pada pasien ini secara umum buruk. Tura dan Katarjian mengungkapkan
faktor-faktor prognostik buruk, antara lain: umur lebih dari 60 tahun, limpa lebih dari 10 cm
di bawah arkus kosta, sel blast lebih dari 3% di darah atau lebih dari 5% di sumsum tulang,
basofil lebih dari 7% di darah atau lebih dari 3% di sumsum tulang, trombosit lebih dari
700.000/µL, atau didapatkan salah satu tanda karakteristik dari fase akselerasi. Penemuan
faktor prognosis tersebut merupakan tanda prognostik buruk dalam jangka pendek dan
mempunyai risiko kematian tiga kali lipat dibandingkan yang tidak memiliki tanda-tanda
tersebut. Pada kasus ini, penderita memiliki 3 tanda prognostik buruk, antara lain: sel blast
lebih dari 3% pada hapusan darah tepi, pembesaran limpa lebih dari 10 cm, dan trombosit
lebih dari 700.000/µL, dengan demikian penderita memiliki prognosis yang buruk.

XII. ANALISIS KASUS


Leukemia mielositik kronik (LMK) adalah penyakit sel induk (stem cells) hematopoietik
yang ditandai oleh adanya leukositosis yang disertai imaturitas seri granulosit, basofilia,
anemia, trombositosis, dan splenomegali. LMK merupakan 20% dari semua kasus leukemia
dan 3% dari leukemia pada usia anak-anak. Penyakit ini ditandai oleh terjadinya produksi sel
mieloid yang berlebihan. Insiden penyakit ini adalah 1,5 per 100.000 penduduk per tahun di
dunia dengan perbandingan pria dan wanita 2:1. Biasanya penyakit ini terjadi pada penduduk
usia pertengahan.
Penyebab pasti penyakit ini belum diketahui dengan pasti, diduga berhubungan dengan
paparan terhadap medan elektromagnetik seperti tempat tinggal di jalur listrik
bertegangan tinggi, pemakaian marijuana pada ibu, radiasi dosis tinggi, paparan sinar
rontgen pada abdomen selama kehamilan, peranan infeksi virus (herpes, varisela,
influenza, Epstein Barr) atau bakteri, obat-obatan (sulfa, alkylating agent), peran genetik
(kembar monozigot, kelainan kromosom seperti Trisomi 21), beberapa kondisi perinatal
(penyakit ginjal pada ibu, pemakaian suplemen oksigen, asfiksia berat, berat badan lahir
>4500 g, ibu hamil yang mengonsumsi alkohol, hipertensi pada ibu), dan penggunaan
alkohol selama kehamilan. Paparan pestisida pada ayah atau ibu diduga meningkatkan
risiko kejadian leukemia pada anak. Pada kasus ini, kemungkinan penyebab leukemia

16
adalah paparan pestisida. Kakek dan nenek adalah petani padi dan kacang-kacangan yang
menggunakan pestisida. Penderita dikatakan sering bermain ke sawah saat dilakukan
penyemprotan pestisida.
Leukemia mielositik kronik merupakan gangguan sel induk hematopoetik yang
mengakibatkan peningkatan tidak hanya sel mieloid, namun juga eritroid, dan trombosit
pada darah perifer dan ditandai dengan hiperplasia mieloid di sumsum tulang. Gejala awal
yang muncul biasanya kelemahan, anoreksia, dan pernurunan berat badan, namun sekitar
40% penderita bersifat asimtomatis, dan pada pasien-pasien awalnya ditemukan gambaran
darah rutin yang abnormal. Gejala-gejala pada LMK adalah bertahap menurut kelangsungan
penyakitnya. Pada fase kronik yang dini mungkin tidak ditemukan gejala dan baru diketahui
pada pemeriksaan darah rutin. Gejala LMK dapat berupa rasa penuh di perut, berat badan
turun, cepat lelah, anoreksia, banyak berkeringat, tidak tahan panas. Pada pemeriksaan
hampir selalu ditemukan pembesaran limpa, yaitu pada 90% kasus. Pada kasus ini, penderita
mengeluh perutnya makin membesar sejak 2 bulan yang lalu dan banyak berkeringat.
Gambaran klinis pada LMK juga bergantung pada fase perjalanan penyakitnya.
Perjalanan klinis LMK berawal dari fase kronik selanjutnya fase akselerasi dan kemudian ke
fase krisis blastik (tabel 1). Penderita CML lebih dari 80% terdiagnosis pada fase konik, 10%
pada fase akselerasi, dan 10% pada fase blastik. Pada fase kronik LMK dijumpai kurang dari
10% blast dan promielosit di daerah tepi atau di sumsum tulang. Fase ini dapat terjadi selama
kurang dari 1 tahun sampai lebih dari 10 tahun, rata-rata berlangsung 3 tahun. Fase akselerasi
LMK ditandai dengan peningkatan gejala penyakit seperti demam atau nyeri tulang,
pembesaran limpa yang progresif, ditemukannya lebih dari 10% sel blas dan promielosit di
darah tepi atau di sumsum tulang, adanya trombositopenia, dan lebih dari 20% basofil di
perifer. Fase krisis blastik ditandai dengan ditemukannya lebih dari 30% sel blas dan
promielosit di darah tepi dan sumsum tulang dengan gambaran yang sama dengan fase
akselerasi. Fase akselerasi dan fase krisis blastik disebut juga sebagai fase terminal. Pada
pemeriksaan darah rutin, sekitar 50-70% pasien dengan leukosit lebih dari 100.000/mm 3, 30-
50% dengan trombositosis, dan 20% dengan anemia. Pada kasus ini, penderita berada pada
fase kronis ditunjukkan dengan gambaran klinis, yaitu keluhan perut membesar, belum
ditemukannya gejala demam, nyeri tulang, dan pada pemeriksaan ditemukan
heapatosplenomegali. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan hiperleukositosis, anemia,
dan trombositosis. Pada hapusan darah tepi ditemukan mieloblas 4% dan pada hapusan
aspirasi sumsum tulang ditemukan mieloblas 3%.

17
Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan hapusan aspirasi sumsum tulang. Gambaran
hapusan darah tepi dapat dijumpai rentang lebar diferensiasi sel mieloid antara lainnya basofil
dan eosinofil. Pada hapusan sumsum tulang pada LMK dapat dijumpai adalah hiperselular
akibat hiperplasi seri mielosit. Pada kasus ini, hapusan darah tepi menunjukkan eritrosit:
normokromik normositer, normoblas (+), lekosit: leukositosis, tampak semua stadium seri
mieloid (mieloblas dan promielosit 4%, mielosit, stab, segmen), basofilia, trombosit: kesan
jumlah meningkat, dan tidak dijumpai giant trombosit (-), kesan: kecurigaan LMK fase
kronik. Hapusan aspirasi sumsum tulang menunjukkan selularitas: hiperseluler, sistem
eritroid: aktifitas sedikit menurun, sistem mieloid: aktifitas meningkat, tampak semua
stadium maturasi seri mieloid (mieloblas 3%, promielosit, mielosit, metamielosit, stab,
segmen), tampak basofilia, dan eosinofilia, sistem megakariosit: aktifitas meningkat,
kesimpulan: gambaran sumsum tulang sesuai dengan LMK fase kronik.
Pada 90% pasien LMK terjadi abnormalitas genetik yaitu terbentuknya kromosom
Philadelphia yang merupakan fusi antara gen Breakpoint Cluster Region (BCR) yang terletak
di kromosom 22 pita q11 9 (t(9:22)(q34:q11)), dengan gen Abelson (ABL) yang terletak di
kromosom 9 pita q34 sehingga membentuk gen BCR-ABL. Gen BCR-ABL akan melindungi
sel-sel leukemia dari proses apoptosis dan meningkatkan aktivitas tirosin kinase yang
merupakan salah satu komponen dalam transduksi sinyal dalam sel yang menyebabkan
terjadinya kaskade sinyal ke dalam inti sel yang merangsang proliferasi sel. Proliferasi sel
yang berlebihan dan tidak terkontrol mengakibatkan terjadinya transformasi maligna menjadi
LMK. Lima sampai 10% pasien dengan LMK tidak memiliki kromosom Philadelphia,
namun sepertiga diantaranya memiliki gen BCR positif. Leukemia mielositik kronik, baik
dengan Philadelphia kromososm positif maupun negatif memiliki tatalaksana yang sama
walaupun LMK dengan Philadelphia negatif memiliki kesintasan yang lebih baik. Pada
kasus ini, pemeriksaan kromosom Philadelphia sedang menunggu hasil.
Pilihan terapi pada LMK umumnya terdiri dari kemoterapi saja, interferon α dengan
atau tanpa kemoterapi, penghambat tirosin kinase, dan transplantasi sel induk. Hidroksiurea
atau busulfan merupakan modalitas kemoterapi yang sering dipilih. Hidroksiurea adalah
suatu penghambat sintesis asam deoksiribonukleat (DNA), dengan dosis 30-50 mg/kgBB/hari
yang diberikan terus menerus sampai jumlah lekosit antara 5.000/mm 3 sampai dengan
15.000/mm3. Busulfan merupakan suatu bahan alkilating yang bekerja pada sel progenitor
awal, dengan dosis 0,1 mg/kgBB/hari secara intermitten. Mula-mula diberikan dengan dosis
4-6 mg/hari sampai jumlah lekosit menjadi 30.000/mm3, dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 2 mg dua kali seminggu. Pemberian busulfan dihentikan bila jumlah lekosit

18
kurang dari 20.000/mm3, dan diberikan kembali bila jumlah lekosit lebih dari 50.000/mm 3.
Hidroksiurea lebih banyak digunakan dibandingkan busulfan karena dapat mempertahankan
fase kronik dan angka harapan hidup yang lebih lama, serta efek samping yang lebih sedikit
dari busulfan. Pada kasus ini, penderita mendapatkan hidroksiurea dengan dosis awal 30
mg/kgBB/hari yang rencananya dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon hematologis,
sampai dengan dosis maksimal 50 mg/kgBB/hari.
Hiperleukositosis merupakan suatu keadaan dimana kadar leukosit lebih dari
100.000/µL. Keadaan ini ditemukan pada 9-13% anak dengan leukemia limfoblastik akut
(LLA), pada 5-22% anak dengan leukemia mieloblastik akut (LMA) dan pada hampir semua
anak dengan leukemia mielositik kronik (LMK) fase kronik. Hiperleukositosis dapat
menyebabkan terjadinya sindroma leukostasis, yaitu suatu sindroma yang disebabkan oleh
tersumbatnya arteria kecil oleh agregat/trombi sel blast. Otak dan paru merupakan organ yang
paling sering mengalami sindroma lekostasis. Hiperleukositosis dapat menyebabkan
terjadinya berbagai komplikasi yang mengancam jiwa penderita yang memerlukan tindakan
segera sehingga keadaan ini dikategorikan sebagai keadaan kedaruratan onkologi (oncology
emergency) yang disebut dengan sindrom lisis tumor. Sindrom lisis tumor merupakan kondisi
kelainan metabolik sebagai akibat nekrosis sel-sel tumor atau apoptosis fulminan, baik yang
terjadi secara spontan maupun setelah terapi. Tujuan pengelolaan sindrom lisis tumor adalah
mencegah gagal ginjal dan ketidakseimbangan elektrolit. Dengan hidrasi yang adekuat
melalui cairan intravena NaCl 0,9% 3 liter/m2 luas permukaan tubuh perhari akan
memperbaiki gangguan elektrolit, meningkatkan volume intravaskuler, meningkatkan aliran
darah ke ginjal, meningkatkan GFR, dan volume urine dan mengurangi kemungkinan dialisis.
Penggunaan natrium bikarbonat isotonis secara intravena untuk mendorong diuresis alkali
mempunyai efek meningkatkan kelarutan asam urat dan mengurangi pengendapan asam urat
intratubuler. Leukoforesis dapat menurunkan jumlah sel leukosit dengan cepat dan aman
sebesar 20-60% sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya leukostasis. Tindakan ini hanya
akan dapat menurunkan kadar leukosit sementara, sehingga tindakan ini harus diikuti oleh
pemberian sitostatika. Pada kasus ini, terjadi hiperleukositosis dan tindakan yang sudah
diberikan adalah memberikan hidrasi dengan NaCl 0,9% 3 liter/m2. Pada kasus diberikan
natrium bikarbonat untuk meningkatkan kelarutan asam urat dan mengurangi pengendapan
asam urat intratubuler.
Leukemia mielositik kronik merupakan bagian dari sindrom mieloproliferatif dengan
salah satu tandanya adalah trombositosis. Trombositosis berdasarkan etiologi dibagi dalam 2
kelompok, yaitu: 1) trombositosis primer/autonom (esensial), dan 2) trombositosis sekunder

19
(reaktif). Trombositosis esensial (TE) (primer) disebut juga dengan trombositemia, ialah
keadaan dengan jumlah trombosit lebih dari 1000 x 109/L. Trombosit pada umumnya terlihat
besar dan abnormal pada darah tepi, masa perdarahan memanjang, dan agregasi trombosit
biasanya abnormal. Trombositosis esensial biasanya disebabkan oleh adanya defek pada sel
induk (stem cell) dan dihubungkan dengan sindrom mieloproliferatif, seperti idiopatic
thrombocythemia, polisitemia vera, LMK, dan megalofibrosis idiopatik. Trombositosis reaktif
(TR), jumlah trombosit antara 500 x 109/L sampai dengan 1000 x 109/L. Morfologi trombosit
normal, jumlah megakariosit meningkat dengan ukuran lebih kecil dari normal.
Trombositosis sering terjadi pada bayi prematur, infeksi akut atau kronik, hipoksemia,
pembedahan, trauma, penyakit keganasan, perdarahan, defisiensi besi, stres, suntikan
epinefrin (adrenalin), dan splenektomi. Trombositosis esensial pada LMK berhubungan
dengan meningkatnya kecenderungan trombosis dan perdarahan. Umur lebih dari 60 tahun
dan riwayat kejadian vaskular sebelumnya merupakan risiko tinggi yang membutuhkan terapi
sitoreduktif, sedangkan pasien yang lebih muda (kurang dari 60 tahun) tanpa riwayat
trombosis sebelumnya dianggap memiliki risiko rendah untuk mengalami komplikasi
vaskular biasanya ditatalaksanai secara konservatif. Tidak ada terapi spesifik untuk anak.
Pemakaian hidroksiurea dengan dosis 20-30 mg/kgBB, per oral, dosis tunggal, dapat
dipertimbangkan pada anak dengan episode trombotik atau perdarahan. Pemakaian aspirin
dan dypiridamole sebagai penghambat agregasi trombosit dapat dipertimbangkan pada pasien
TE. Pada kasus ini, ditemukan TE risiko rendah, yaitu usia kurang dari 60 tahun, tanpa
riwayat kejadian trombosis sebelumnya, dengan trombosit lebih dari 1000 x 10 3/µL.
Tatalaksana khusus untuk TE tidak dilakukan pada pasien selain observasi dan pemberian
hidroksiurea yang sebenarnya ditujukan untuk penanganan LMK namun dapat bertindak
sebagai penurun trombosit. Kami ingin mengetahui apakah pilihan tata laksana yang lebih
baik pada pasien dengan TE untuk mencegah trombosis pada pasien dengan TE risiko rendah.
Berdasarkan permasalahan tersebut kami melakukan penelusuran jurnal berbasis bukti dan
mendapatkan jurnal berjudul “Observation versus antiplatelet therapy as primary
prophylaxis for thrombosis in low-risk essential thrombocythemia“ oleh Larra AA,
Cervantes F, Pereira A, Rodrigo EA, Andreu VP, Hernandez-Boluda JC, et al, yang diambil
dari Blood 2010;116(8):1205-10, dan melakukan penelaahan kedokteran berbasis bukti.
Kesimpulan jurnal tersebut terapi antiplatelet tidak efektif sebagai profilaksis trombosis pada
pasien risiko rendah lainnya, sehingga dengan melakukan pengamatan terhadap pasien-pasien
ini merupakan pilihan terapi yang tepat. Pada kasus ini, observasi merupakan pilihan yang
tepat dibandingkan memberikan antiplatelet sebagai profilaksis trombosis.

20
Prognosis LMK secara umum buruk dengan median angka harapan hidup sekitar 4-5
tahun. Kematian pada fase kronik diakibatkan oleh komplikasi yang berhubungan dengan
hiperleukositosis, leukostasis, infark atau ruptur limpa, trombosis, dan perdarahan. Pada
LMK, sebagian besar pengobatan tidak menyembuhkan penyakit, tetapi hanya
memperlambat perkembangan penyakit. Sekitar 20-30% penderita meninggal dalam waktu 2
tahun setelah penyakitnya terdiagnosis dan setelah itu sekitar 25% meninggal setiap
tahunnya. Banyak penderita yang bertahan hidup selama 4 tahun atau lebih setelah
penyakitnya terdiagnosis, tetapi pada akhirnya meninggal pada fase akselerasi atau krisis
blast. Angka harapan hidup rata-rata setelah krisis blast hanya 2 bulan, tetapi kemoterapi
kadang bisa memperpanjang harapan hidup sampai 8-12 bulan. Tura dan Katarjian
mengungkapkan faktor-faktor prognostik buruk, antara lain: umur lebih dari 60 tahun, limpa
lebih dari 10 cm di bawah arkus kosta, sel blas lebih dari 3% di darah atau lebih dari 5% di
sumsum tulang, basofil lebih dari 7% di darah atau lebih dari 3% di sumsum tulang,
trombosit lebih dari 700.000/µL, atau didapatkan salah satu tanda karakteristik dari fase
akselerasi. Penemuan faktor prognosis tersebut merupakan tanda prognostik buruk dalam
jangka pendek dan mempunyai risiko kematian tiga kali lipat dibandingkan yang tidak
memiliki tanda-tanda tersebut. Pada kasus ini, penderita memiliki 3 tanda prognostik buruk,
antara lain: sel blas lebih dari 3% pada hapusan darah tepi, pembesaran limpa lebih dari 10
cm, dan trombosit lebih dari 700.000/µL, dengan demikian penderita memiliki prognosis
yang buruk. Kami ingin mengetahui bagaimana prognosis CML dibandingkan tipe leukemia
lainnya. Berdasarkan permasalahan tersebut kami melakukan penelusuran jurnal berbasis
bukti dan mendapatkan jurnal berjudul “The incidence of and mortality from leukaemias in
the UK: a general population-based study” oleh Bhayat F, Gupta ED, Smith C, McKeever
T, Hubbard R, yang dimabil dari BMC Cancer 2009;9(252):1-6, dan melakukan penelaahan
kedokteran berbasis bukti. Kurva Kaplan-Meier pada penelitian ini menunjukkan
LLA memiliki kesintasan yang lebih baik >50%, diikuti perempuan dengan
LLK yang memiliki kesintasan yang lebih baik dibendingkan laki-laki
(HR=0.58, p<0.001, 95%, CI 0,48 s/d 0,71), kemudian LMK yang
menunjukkan penurunan pada borderline yang secara statistik bermakna
(p=0.05), kesintasan terburuk terdapat pada LMA dengan angka kematian
meningkat hampir mencapai 50% (p=0.03). Dengan demikian pada kasus
dengan LMK memiliki kesintasan yang lebih baik dari LMA.

21
Dari segi nutrisi, pengelolaan nutrisi pada keganasan bertujuan untuk: a) pemulihan,
memberikan nutrisi yang adekuat sehingga kekuatan penderita dan respon imun selama
pengobatan terpelihara; b) pemeliharaan, menjaga agar status gizi anak (jangka pendek dan
panjang) tetap dalam keaadaan baik dan kelangsungan hidup penderita terjamin, dan
diupayakan agar tumbuh kembang anak tetap optimal; c) meningkatkan kualitas hasil
pengobatan (operasi, kemoterapi, radioterapi). Pengelolaan diet pada keganasan adalah
dengan memberikan diet seimbang. Pemberiannya dapat diberikan secara oral dan bila
dengan cara ini kebutuhan kalori belum cukup maka kekurangannya dapat diberikan
suplemen nutrisi secara enteral pada penderita dengan saluran cerna yang normal. Pada
kasus ini, status gizi penderita masih dalam batas normal, intervensi nutrisi ditujukan untuk
mencegah kondisi penderita jatuh ke keadaan kurang gizi. Pemberian nutrisi berdasarkan
kebutuhan nutrisi pada keadaan stabil dimana kebutuhan kalori dihitung berdasarkan RDA
untuk umur sesuai TB, yang dikalikan BB ideal menurut TB saat ini, sehingga didapatkan
1800 kkal/hari, diberikan diet menu seimbang.
Gagal tumbuh adalah suatu kondisi klinis, bukan diagnosis penyakit, dimana
pertumbuhan fisik yang tidak adekuat. Indikatornya adalah berat badan yang berada di bawah
persentil 5 standar baku pertumbuhan menurut umur dan jenis kelamin atau pertumbuhan
berat badan menurun 2 garis persentil mayor atau 2 SD dalam periode 3-6 bulan. Pada kasus
ini, didapatkan BB/U kurang dari persentil 5 sehingga memenuhi kriteria gagal tumbuh.
Berdasarkan etiologi, gagal tumbuh dikelompokkan menjadi tiga yaitu gagal
tumbuh organik, non organic, dan kombinasi keduanya. Gagal tumbuh organik
disebabkan oleh suatu penyakit (kelainan pada jantung, paru, gastrointestinal, ginjal,
endokrin, neurologi dll). Gagal tumbuh non organik atau psikososial, biasanya
ditemukan pada anak berusia kurang dari lima tahun tanpa ada penyakit yang
mendasarinya. Berdasarkan patofisiologi, gagal tumbuh disebabkan karena asupan yang
tidak adekuat, gangguan penyerapan, kebutuhan yang meningkat dan gangguan utilitas. Pada
kasus ini, ditemukan adanya peningkatan metabolisme akibat keganasan.
Intervensi dini sangat penting dilakukan pada gagal tumbuh sebelum terjadinya
penutupan epifisis yang mengakibatkan berhentinya proses pertumbuhan. Target kalori yang
harus dicapai pada anak dengan gagal tumbuh disesuaikan dengan RDA terhadap umur. Pada
kasus ini, tunjangan nutrisi optimal diberikan sesuai dengan RDA menurut TB/U dikalikan
berat badan ideal, yaitu: 1800 kkal/hari. Pemberiannya dilakukan dengan cara dinaikkan
secara bertahap disesuaikan dengan kemampuan pasien.

22
DIAGRAM TUMBUH KEMBANG PENDERITA

Lingkungan

Mikro Mini Meso Makro


Adik Almh. ibu, 28 Ayah, 37 tahun, Lingkungan Fasilitas kesehatan
tahun,sarjana, SMP, TKI, pedesaan  Jamkesmas
karyawan swasta Penghasilan 1 juta Hub.dgn tetangga
/bln dan teman
Rumah memadai sepermainan baik

Kebutuhan dasar
Asuh Asih Asah
Cukup Cukup Cukup

Tumbuh Kembang
Neonatus – bayi-anak-remaja

Leukemia Mielositik Kronik


Tata laksana adekuat: dengan gizi baik Pemantauan :
- Penanganan penyakit - tumbuh kembang
dasar - komplikasi penyakit
- Penanganan
komplikasi penyakit
Tumbuh kembang optimal

Individu Genetik/heredokonstitusional

Gambar 1. Diagram tumbuh kembang penderita

23
Nama : ASP
Umur : 8 tahun 6 bulan
BB : 19 kg
TB : 115 cm
TB ayah : 160 cm
TB almh. ibu: 155 cm
Potensi tinggi genetik: 164 ± 8,5 cm (155,5-172,5 cm)

Gambar 2. Grafik pertumbuhan penderita berdasarkan kurva CDC 2000

24
Gambar 3. Skala nyeri (Wong Baker).

Gambar 4. Hapusan aspirasi sumsum tulang.

Gambar 5. USG abdomen.

25
KAJIAN KRITIS KEDOKTERAN BERBASIS BUKTI

KASUS
Seorang penderita laki-laki, 8 tahun, 6 bulan, masuk RSUP Sanglah tanggal 29/12/2012,
dengan keluhan perut membesar sejak sejak dua bulan sebelum masuk rumah sakit (MRS).
Perut dikeluhkan nyeri hilang timbul setiap 1-2 minggu sekali, membaik dalam sehari dengan
pemberian minyak kayu putih. Pembesaran perut dikatakan menetap dan tidak bertambah
atau berkurang dengan perubahan posisi dan aktifitas. Penderita sesekali dikatakan sesak
napas terutama setelah bermain. Keluhan pucat awalnya tidak disadari sampai 1 minggu
sebelum MRS, yaitu saat penderita dirawat di RSUD Sumbawa Besar. Pucat awalnya tampak
pada kelopak mata dan bibir, makin lama pucat makin bertambah sehingga tampak pada
telapak tangan dan kaki. Napsu makan dan aktivitas dikatakan mulai menurun sejak sakit.
Delapan hari sebelum MRS, penderita dibawa ke RSUD Sumbawa Besar. Penderita
dirawat selama 4 hari 3 malam di RSUD Sumbawa, dan mendapatkan transfusi darah 1
kantong. Penderita dikatakan memiliki kelainan darah sehingga dirujuk ke RSUD Mataram.
Tanggal 26 November 2012 penderita dibawa ke RSUD Mataram dan menjalani perawatan
selama 4 hari (26-29 November 2012), dikatakan mengalami kanker darah dan disarankan
untuk dirujuk ke RSUP Sanglah. Pengobatan selama di RSUD Mataram antara lain: resusitasi
cairan RL ± 2 L/LPT: ± 1500 mL/hari, cefotaxim 3 x 750 mg intravena, alopurinol 1 x 200
mg per oral, paracetamol cth II (kalau perlu) per oral.
Pada pemeriksaan tanda vital ditemukan kesan umum: sakit sedang, kesadaran:
E4V5M5: 14/14; frekuensi nadi: 88 kali/menit, teratur, isi cukup, frekuensi napas: 28
kali/menit, teratur; suhu aksila: 36,5°C; BB: 19 kg, TB: 115 cm, BBI 21 kg, LLA: 15 cm,
status gizi: gizi cukup (90,5%). Skor nyeri (Wong-Baker): 0 (tidak nyeri), skor jatuh
(Humpty-Dumpty): 11 (risiko rendah untuk jatuh).
Pemeriksaan darah lengkap didapatkan hiperleukositosis, dengan dominan neutrofil,
basofilia, anemia normokromik normositer, trombositosis. Hapusan darah tepi menunjukkan
kecurigaan LMK fase kronik dan gambaran sumsum tulang sesuai dengan LMK fase kronik..
Ultrasonografi abdomen menunjukkan hepar kesan hepatosplenomegali, echo cairan bebas di
cavum pelvis, saat ini gall bladder/pankreas/ginjal kanan kiri/buli tak tampak kelainan.

DIAGNOSIS
Leukemia mielositik kronik (LMK) (C 92.1 ) dan gizi baik
PERMASALAHAN
1. Penderita dengan TE, ingin diketahui pilihan tata laksana pada
pasien dengan TE untuk mencegah trombosis pada pasien dengan TE risiko rendah.
2. Penderita dengan LMK, ingin diketahui kesintasan LMK
diantara tipe leukemia lainnya.

26
PICO (Permasalahan 1)
Dari masalah yang ada maka dapat dijabarkan dalam bentuk komponen PICO sebagai
berikut:
PICO
P = anak dengan trombositemia
I =-
C =-
O = trombosis

PERTANYAAN KLINIS
Apakah tatalaksana yang lebih tepat pada anak dengan trombositemia?
STRATEGI PENELUSURAN JURNAL
Kata kunci: “child’ AND “thrombocythemia” AND ”thrombosis”

HASIL PENELUSURAN JURNAL


1. Essential versus reactive thrombocythemia in children: retrospective analyses
of 12 cases.
El-Moneim AA, Kratz CP, Boll S, Rister M, Pahl HL, Niemeyer CM.
Pediatric Blood Cancer 2007;49:52–55.
2. Thrombocytosis and leukocytosis interaction in vascular complications of
essential thrombocythemia.
Carobblo A, Finazzi G, Antonioli E, Guglielmelli P, VannumLhi AM, Delaini F.
Blood 2008;112(8):3135-7
3. Observation versus antiplatelet therapy as primary prophylaxis for thrombosis in
low-risk essential thrombocythemia
Larra AA, Cervantes F, Pereira A, Rodrigo EA, Andreu VP, Hernandez-Boluda JC, et
al,
Blood 2010;116(8):1205-10.
4. Dst.
 Dari beberapa jurnal yang muncul dipilih jurnal yang ke tiga untuk dilakukan
kajian kritis berbasis bukti untuk menjawab masalah yang ada.

RINGKASAN JURNAL
Observation versus antiplatelet therapy as primary prophylaxis for thrombosis in low-risk
essential thrombocythemia
Larra AA, Cervantes F, Pereira A, Rodrigo EA, Andreu VP, Hernandez-Boluda JC, et al,
Blood 2010;116(8):1205-10.

Latar belakang.
Efektivitas terapi antiplatelet sebagai terapi profilaksis primer terhadap trombosis pada pasien
dengan trombositemia esensial (TE) tidak terbukti. Pasien dengan mutasi JAK2 V617F telah
diidentifikasi pada pasien dengan polisitemia vera (PV) dan sebagian pasien dengan TE dan
mielofibrosis primer.
Tujuan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas terapi antiplatelet dalam mencegah
trombosis pada pasien denagn TE risiko rendah.
Metode.
Pada penelitian ini angka insiden dari trombosis vena dan arteri diikuti secara retrospektif
kemudian dianalisis pada 300 pasien TE risiko rendah yang diterapi dengan obat monoterapi

27
antiplatelet (n=198) atau observasi (n=102). Dilakukan pemantauan berkelanjutan pada 802
dan 848 orang-waktu terhadap terapi antiplatelet dan pengamatan.
Hasil.
Angka kejadian trombosis pada terapi antiplatelet adalah 21,2 per 1000 orang-tahun dan pada
pengamatan adalah 17,7 per 1000 orang-tahun (0,6). Pada pasien yang positif JAK2 V617F
yang tidak mendapatkan terapi antiplatelet menunjukkan peningkatan risiko trombosis vena
(incidence rate ratio (IRR) 4,0; IK 95%: 1,2 s/d 12,9; P=0,02). Pasien dengan faktor risiko
kardiovaskular mempunyai peningkatan angka insiden trombosis arteri selama pengamatan
(IRR: 2,5; IK 95%: 1,02 s/d 6,1; P= 0,047). Peningkatan risiko perdarahan masif pada pasien
dengan jumlah trombosit 1000 x 109/L selama pemberian terapi antiplatelet (IRR: 5,4; IK
95%: 1,7 s/d 17,2; P= 0,004).
Simpulan.
Terapi antiplatelet menurunkan kejadian trombosis vena pada pasien dengan TE positif JAK2
dan menurunkan kejadian trombosis arteri pada pasien dengan faktor risiko penyakit
kardiovaskular. Terapi antiplatelet tidak efektif sebagai profilaksis trombosis pada pasien
risiko rendah lainnya, sehingga dengan melakukan pengamatan terhadap pasien-pasien ini
merupakan pilihan terapi yang tepat.

KAJIAN KRITIS KEDOKTERAN BERBASIS BUKTI


ASPEK PROGNOSTIK

1. Apakah bukti dari penelitian ini valid?


1.Apakah semua sampel yang Ya, sampel yang terkumpul didefenisiskan cukup
terkumpul didefinisikan cukup dan jelas dan representatif pada satu titik perjalanan
representatif pada suatu titik penyakit yaitu pasien didefinisikan risiko rendah
(biasanya dini) dalam perjalanan bila pasien berumur <60 tahun tanpa riwayat
penyakit? trombosis sebelumnya (h. 1206).
2. Apakah pengamatan pasien dilakukan Ya, pengamatan dilakukan selama 1 tahun,
cukup panjang dan lengkap? secara retrospektif, dengan jumlah 802 pasien
yang mendapat terapi antiplatelet dan sejumlah
848 pasien yang hanya di observasi saja (h.
1205)
3.. Apakah kriteria kesudahan yang Ya, pasien dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu
objektif diterapkan secara “blind”? 1 kelompok diberikan antiplatelet sedangkan
kelompok yang lain hanya diobservasi saja.
Pasien mendapatkan intervensi sesuai dengan
kelompoknya. Penelitian ini dilakukan secara
retrospektif dengan melihat data dari rekam
medis sehingga pasien tidak menyadari bahwa
mereka dijadikan subyek penelitian. (h. 1206)
4. Bila subkelompok dengan prognosis
yang berbeda diidentifikasi: apakah Ya, Kedua kelompok memiliki karakteristik yang
dilakukan penyesuaian (adjustment) sama dalam satu kriteria inklusi.
untuk faktor prognostik yang
penting? Apakah dilakukan validasi
pada kelompok pasien test-set yang
independen?
Penelitian ini valid

28
2. Apakah penelitian ini penting?
1. Seberapa besar kemungkinan Risiko yang dimiliki pasien bertambah seiring
luaran ini terjadi untuk jangka bertambahnya usia dengan batasan 60 tahun sehingga
waktu yang lebih panjang? dalam waktu panjang kemungkinan untuk terjadinya
luaran semakin besar. (h. 1206).
Berdasarkan penelitian ini, pasien dengan hasil JAK2
V617F-positif namun tidak mendapatkan terapi
antiplatelet menunjukkan peningkatan risiko trombosis
vena. IRR 4,0; 95% IK 1,2-12,9; P 0,02. Pasien dengan
faktor risiko kardiovaskuler mengalami peningkatan
risiko untuk terjadiny trombosis arteri selama
observasi. (IRR 2,5; IK 95%; 1,02-6,1; P=0,047).
Terjadi peningkatan risiko perdarahan besar pada
pasien dengan jumlah trombosit >1000x109/ liter yang
mendapat terapi antiplatelet (IRR 5,4; IK 95%; 1,7-
17,2; P=0,004)
2. Seberapa presisi estimasi
prognosis? Presisi estimasi pada penelitian ini cukup sempit yang
menunjukkan cukup baiknya estimasi prognosis pada
penelitian ini.
Penelitian ini penting

3. Apakah penelitian ini dapat diterapkan?


1. Apakah pasien dalam studi
ini mirip dengan pasien kita? Penelitian dilakukan di Spanyol, yang dapat
berbeda secara karakteristik, namun informasi
dalam penelitian ini penting dalam meningkatkan
perhatian terhadap risiko pemberian antiplatelet
sebagai profilaksis primer terhadap trombosis pada
pasien dengan risiko rendah.
2. Apakah bukti ini akan
mempunyai pengaruh yang Ya, berdasarkan hasil penelitian ini kita bisa
penting secara klinis terhadap menawarkan pilihan yang lebih aman (terapi
kesimpulan kita tentang apa observatif) tehadap pasien dengan risiko trombosis
yang perlu ditawarkan atau rendah
diberitahukan kepada pasien
kita?
Penelitian ini dapat diterapkan

Kesimpulan: Jurnal ini valid, penting, dan dapat diterapkan.


Level of Evidence: 3 (penelitian Observasi)

29
PICO (Permasalahan 2)
Dari masalah yang ada maka dapat dijabarkan dalam bentuk komponen PICO sebagai
berikut:
PICO
P = anak dengan LMK
I =-
C =-
O = prognosis

PERTANYAAN KLINIS
Apakah tatalaksana yang lebih tepat pada anak dengan trombositemia?

STRATEGI PENELUSURAN JURNAL


Kata kunci: “child’ AND “chronic myeloblastic leukemia” AND “prognosis”

HASIL PENELUSURAN JURNAL


1. A new prognostic score for survival of patients with chronic myeloid leukemia
treated with interferon alfa.
Hasford J, Pfirrmann M, Hehlmann R, Allan NC, BamLarani M, Kluin-Nelemans JC,
et al.
Journal of the National Cancer Institute 1998;90(11)
2. Prognosis of children with chronic myeloid leukemia: a retrospective analysis
of 75 patients.
Creutzig U, Ritter J, Zimmermann M, Klingebiel T.
Klinische Pediatrie 1996;208(4):236-41
3. The incidence of and mortality from leukaemias in the UK: a general population-
based study.
Bhayat F, Gupta ED, Smith C, McKeever T, Hubbard R.
BMC Cancer 2009;9(252):1-6
4. Dst.
 Dari beberapa jurnal yang muncul dipilih jurnal yang ke tiga untuk dilakukan
kajian kritis berbasis bukti untuk menjawab masalah yang ada.

RINGKASAN JURNAL
The incidence of and mortality from leukaemias in the UK: a general population-based
study
Bhayat F, Gupta ED, Smith C, McKeever T, Hubbard R
BMC Cancer 2009;9(252):1-6

Latar belakang.
Leukemia akut dan kronik berjumlah sekitar 2,5% pada seluruh keganasan dan memiliki
angka kematian 4000 orang per tahun. Di Inggris, data mengenai angka insiden dan angka
mortalitas pada pasien dengan leukemia masih sulit didapatkan dan bervariasi berdasarkan
status sosial ekonomi.
Tujuan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka insiden dan angka mortalitas pada pasien
dengan leukemia di Inggris dan variasinya berdasarkan jenis kelamin, umur, tahun saat
terdiagnosis dan status sosial ekonomi.
Metode.

30
Seluruh kasus leukemia diidentifikasi berdasarkan data “The Health Improvement Network”
(THIN). Angka insiden kasar dan rasio angka insiden (IRR) menggunakan analisis Poisson
Regression berstratifikasi berdasarkan umur, jenis kelamin, dan tahun saat terdiagnosis serta
status sosial ekonomi. Dilakukan perhitungan terhadap median angka keselamatan hidup dan
rasio hazard terhadap risiko kematian (menggunakan regresi Cox) kemudian dikalkulasi dan
distratifikasi.
Hasil.
Terdapat 4162 kasus leukemia, dan sejumlah 2314 (56%) adalah laki-laki. Insiden leukemia
adalah 11,25 per 100.000 orang tahun. Distribusi umur dan jenis kelamin dari LLA, LMA,
LLK dan LMK serupa dengan data register keganasan di Inggris. Median angka harapan
hidup leukemia adalah 6,58 tahun dan angka mortalitas meningkat dengan meningkatnya
umur saat diagnosis. Prognosis dari LMA semakin memburuk dengan penurunan status sosial
ekonomi. Dari kurva Kaplan-Meier LLA memiliki kesintasan yang lebih baik
>50%. Perempuan dengan LLK memiliki kesintasan yang lebih baik
dibandingkan laki-laki (HR 0,58, p < 0,001, IK 95%, 0,48 s/d 0,71).
Kesintasan lebih buruk terjadi seiring peningkatan usia saat erdiagnosis
(P<0.001). Angka kematian LMA meningkat hampir mencapai 50%
(P=0,03). Tidak ditemukan perbedaan tajam dalam hal angka
kelangsungana hidup pasien leukemia. Angka kematian stabil kecuali
pada LMK yang menunjukkan penurunan yang secara statistic bermakna
(P=0,05). Untuk tipe leukemia lainnya mortalitas bersifat independen terhadap status sosial
ekonomi.
Simpulan.
Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang memakai populasi umum untuk
mengetahui angka insiden dan mortalitas dari leukemia di Inggris berdasarkan status sosial
ekonomi. Angka mortalitas yang serupa ditemukan pada semua status ekonomi pasien
leukemia yang menunjukkan tidak ada perbedaan akses terhadap pelayanan kesehatan.
Perkecualian pada pasien AML dimana terdapat kesintasan yang lebih rendah pada pasien
AML yang berasal dari status sosial ekonomi lebih rendah menunjukkan bias kelompok
terapi atau ko-morbiditas yang lebih tinggi pada pasien ini, hasil ini memerlukan penelitian
lebih lanjut.

TELAAH JURNAL KAJIAN KRITIS BERBASIS BUKTI


ASPEK PROGNOSTIK

1. Apakah bukti dari penelitian ini valid?


1. Apakah semua sampel yang terkumpul Ya, Sampel yang terkumpul didefenisiskan
didefinisikan cukup jelas dan representatif cukup jelas dan representatif pada suatu titik
pada suatu titik (biasanya dini) dalam yaitu saat pasien pertama kali tercatat
perjalanan penyakit? terdiagnosis leukemia, paling lama 12 bulan
setelah rekaman dokter umum1987-2006
( hal 2).
2. Apakah pengamatan pasien dilakukan cukup Ya, pengamatan pasien dilakukan cukup
panjang dan lengkap? lama (hal.2), dan telah memotong garis
maya yang memotong titik 0,50 kesintasan
pada kurva Kaplan-Meier.
3. . Apakah kriteria kesudahan yang objektif Ya, peneliti tidak mengetahui dan
diterapkan secara “blind”? menetapkan kesudahan dari setiap pasien
yang ditelitif (1987–2006) (hal. 2).
4. Bila subkelompok dengan prognosis yang

31
berbeda diidentifikasi:
Apakah dilakukan penyesuaian (adjustment) Penelitian ini berbasis populasi terhadap
untuk faktor prognostik yang penting? keseluruhan kasus sehingga tidak dibagi
Apakah dilakukan validasi pada kelompok menjadi subkelompok.
pasien test-set yang independen?

2. Apakah penelitian ini penting ?


1. Seberapa besar kemungkinan luaran ini Dari kurva Kaplan-Meier LLA memiliki
terjadi untuk jangka waktu yang lebih kesintasan yang lebih baik >50%.
panjang? Perempuan dengan LLK memiliki
kesintasan yang lebih baik
dibandingkan laki-laki (HR 0,58, p <
0,001, IK 95%, 0,48 s/d 0,71).
Kesintasan lebih buruk terjadi seiring
peningkatan usia saat erdiagnosis
(P<0.001). Angka kematian LMA
meningkat hampir mencapai 50%
(P=0,03). Tidak ditemukan perbedaan
tajam dalam hal angka kelangsungana
hidup pasien leukemia. Angka
kematian stabil kecuali pada LMK yang
menunjukkan penurunan yang secara
statistic bermakna (P=0,05). Untuk tipe
leukemia lainnya mortalitas bersifat independen
terhadap status sosial ekonomi.
2. Seberapa presisi estimasi prognosis? Presisi estimasi pada penelitian ini sangat sempit
yang menunjukkan tingginya estimasi prognosis
pada penelitian ini.

3. Apakah penelitian ini dapat diterapkan ?

1. Apakah pasien dalam studi ini mirip


dengan pasien kita? Penelitian dilakukan di Inggris, yang dapat
berbeda secara karakteristik, namun informasi
dalam penelitian ini penting sebagai bahan
penyampaian kesintasan pasien ini diantara tipe
leukemia lainnya.
2. Apakah bukti ini akan mempunyai
pengaruh yang penting secara klinis Ya , bukti ini penting secara klinis terhadap
terhadap kesimpulan kita tentang apa kesimpulan awal yang akan diberitahukan
yang perlu ditawarkan atau kepada pasien kita. Sehubungan dengan
diberitahukan kepada pasien kita? prognosis dari penyakit yang diderita oleh pasien
Kesimpulan : Penelitian ini Valid, Penting, dan dapat diterapkan.

Kesimpulan: Jurnal ini valid, penting, dan dapat diterapkan.


Level of Evidence: 3 (penelitian observasi)

32

You might also like