Professional Documents
Culture Documents
PRESENTASI KASUS
GANGREN DIABETES
Disusun oleh:
Anton Hilman
105103003393
Pembimbing:
dr. M.Simangunsong, SpB, FINACS, MPH
LEMBAR PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR
Penulis
4
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
STATUS MEDIK
1. Identitas Pasien
Usia : 48 tahun
Status : menikah
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
No. RM : 00973221
2. Anamnesis
kesemutan, namun tidak baal pada kedua kaki. Pasien selama ini jarang
Sekitar tiga minggu SMRS, telapak kaki kiri pasien tertusuk batu
kerikil, kemudian batu kerikil tersebut menancap ke dalam kulit dan batu
7
dikeluarkan oleh pasien. Luka bekas tertusuk batu semakin lama semakin
dan berbau busuk. Pasien selama ini hanya mengobati lukanya dengan
Rumah Sakit.
Pasien mengalami demam (+) naik turun sejak satu minggu SMRS.
manis, tetapi sejak 5 tahun yang lalu, pasien memiliki riwayat sering
buang air kencing pada malam hari (+), cepat merasa lapar dan banyak
makan (+), cepat merasa haus (+). Mual dan muntah (-), pandangan kabur
(-), kelemahan sebelah badan (-), BAB dan BAK tidak ada masalah.
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, jarang olah raga, tidak
3. PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Keadaan Umum
Berat badan : 55 kg
Gizi : baik
Mobilisasi : aktif
Tanda vital:
Nadi : 90x/menit
Pernafasan : 24 x/menit
- sekret (-)
- Tonsil T1/T1
Paru:
Jantung :
sinistra.
Abdomen
terdapat
spider navy
Ginjal: ballottement -
Ekstremitas
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 5-2-2010
( 05 / 02 / 2010)
Kesan
normal.
di peribronchial..
RESUME
Pasien perempuan, 48 tahun datang dengan keluhan telapak kaki
kiri bengkak, keluar nanah sejak 2 minggu SMRS. Demam (+). Riwayat
trauma pada telapak kaki kiri 3 minggu SMRS. Kesemutan pada kedua
kaki sejak 6 bulan SMRS. Gejala polidipsi, poliphagia, poliuria (+) sejak
sekitar 5 tahun yang lalu.
Pemeriksaan fisik :
Tekanan darah :160/90mmHg, nadi :90x/menit , pernafasan : 24 x/menit,
suhu tubuh : 37.5º C, status generalis : dalam batas normal.
Status lokalis :
Pada regio pedis sinistra, ditemukan adanya benjolan berukuran 10 x 10
x 4 cm, warna kebiruan, tampak ulkus di tengahnya, nanah (+), batas tidak
tegas, dengan jaringan nekrotik di tepi luka.
Palpasi: teraba kenyal, hangat, nyeri tekan (+), Perabaan arteri dorsalis
pedis sinistra melemah, sensorik masih baik
DIAGNOSIS KERJA
DIAGNOSIS BANDING
DVT (Deep vein Thrombosis)
Winiwarter-Buerger Disease
PENATALAKSANAAN
PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Laporan Operasi
3. Insisi pada lateral pedis dan plantar pedis sinistra hingga ke dasar
jaringan sehat.
6. Perdarahan dikontrol
8. Operasi selesai
15
Instruksi Post-Op
TD : 160/80 mmHg
RR : 22x/mnt
Suhu : 36,8 o C
Status lokalis :
debridemant hari ke-1, nanah (-), darah (+), jaringan granulasi (-),
Klindamisin 2x 100mg
Hb : 8,6 g/dl
Ht : 28 %
Leukosit : 9.700 / ul
S : Demam (+), nyeri di luka minimal, kesemutan (-), sesak (-), batuk(-).
TD : 140/80 mmHg
RR : 20x/mnt
Suhu : 37,3 o C
17
Status lokalis :
debridemant hari ke-9, nanah (-), darah (+), jaringan granulasi (-),
Klindamisin 2x 100mg
Hb : 8,3 g/dl
Ht : 27 %
Leukosit : 17.400 / ul
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Melitus
1. Definisi
2. Faktor Resiko
3. Klasifikasi
Primer
1. diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM tipe 1)
2. diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM tipe 2)
a. NIDDM non obes
b. NIDDM obes
c. Diabetes juvenile awitan dewasa
Sekunder
1. penyakit pancreas
2. kelainan hormonal
3. induksi obat atau zat kimia
4. kelainan reseptor insulin
5. sindroma genetic
a. Etiologi
Diabetes mellitus tipe 1 ditandai dengan kekurangan
absolute insulin endogen akibat destruksi autoimun pada sel beta
pancreas dalam pulau langerhans, atau mungkin bersifat idiopatik
(Schteingart, 2001).
b. Patogenesis
Tahapan patogenesis diabetes mellitus tergantung insulin
1. adanya kerentanan genetik pada diabetes mellitus
2. keadaan lingkungan seperti infeksi virus maupun agen non
infeksius diyakini merupakan suatu mekanisme pemicu
diabetes mellitus
3. rangkaian respon peradangan pancreas disebut insulitis
dengan adanya infiltrasi limfosit T teraktivasi
20
c. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis diabetes mellitus dikaitkan dengan
konsekuensi metabolik defisiensi insulin. Pasien dengan defisiensi
insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa
yang normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat.
Ketika kadar glukosa darah meninggi ke tingkat pada saat jumlah
glukosa yang difiltrasi melebihi kapasitas sel-sel tubulus melakukan
21
a. Etiologi
Diabetes mellitus tipe 2 ditandai dengan resistensi insulin
perifer, gangguan sekresi insulin dan produksi hati yang berlebihan.
Tidak terdapat bukti adanya destruksi sel beta pancreas yang
diperantarai oleh autoimun. Obesitas seringkali berkaitan dengan
tipe ini (Schteingart, 2001).
b. Patogenesis
Makan berlebihan dalam jangka lama oleh seorang yang
gemuk menyebabkan peningkatan sekresi insulin untuk
mempertahankan kadar glukosa darah, yaitu dengan menyimpan
kelebihan zat gizi ini. Sebagai respon terhadap hiperinsulinemia
22
c. Manifestasi klinis
Gejala mulai bertahap dibandingkan pada diabetes tipe1,
dan diagnosis sering dibuat jika individu tanpa gejala ditemukan
mempunyai peningkatan glukosa plasma pada pemeriksaan
laboratorium rutin. Pada hiperglikemika yang lebih berat, pasien
tersebut mungkin menderita polidipsi, poliuri, lemah dan somnolen .
biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien ini
tidak defisiensi insulin secara absolute namun hanya relative.
Sejumlah insulin tetap disekresi dan masih cukup untuk
menghambat ketoasidosis (Schteingart, 2001).
6. Diagnosis
Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu >
200 mg/dl sudah cukup menegakkan diagnosis DM. Hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl juga
digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa
keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu
kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis
24
7. Komplikasi
B. Kaki Diabetes
1. Definisi
3. Patofisiologi
a. Klasifikasi Wagner
Menurut Wagner kaki diabetik dibagi menjadi :
1. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh disertai
dengan pembentukan kalus ”claw”
2. Derajat I : ulkus superfisial terbatas pada kulit
3. Derajat II : ulkus dalam dan menembus tendon dan tulang
4. Derajat III : abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis
5. Derajat IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan
atau tanpa selullitis
6. Derajat V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai
bawah ( Waspadji,2006).
Infections
1 = No symptoms or signs of infection
2 = Infection of skin and subcutaneous tissue only
3 = Erythema> 2 em or infection involving subcutaneous
structure. No systemic sign(s) of inflammatory response
4 = Infection with systemic manifestation: Fever,
leucocytosis, shift to the left Metabolic
33
Impaired Sensation
instability Hypotension,azotemia
1 = Absent
2 = Present
5. Penatalaksanaan
C. Penyakit Buerger
1. Definisi
Penyakit Buerger atau Tromboangitis Obliterans (TAO) adalah
penyakit oklusi kronis pembuluh darah arteri dan vena yang berukuran
kecil dan sedang. Terutama mengenai pembuluh darah perifer ekstremitas
inferior dan superior. Penyakit pembuluh darah arteri dan vena ini bersifat
segmental pada anggota gerak dan jarang pada alat-alat dalam.
Penyakit Tromboangitis Obliterans merupakan kelainan yang
mengawali terjadinya obstruksi pada pembuluh darah tangan dan kaki.
Pembuluh darah mengalami konstriksi atau obstruksi sebagian yang
dikarenakan oleh inflamasi dan bekuan sehingga mengurangi aliran darah
ke jaringan (Hanley,2008).
2. Etiologi
Penyebabnya tidak jelas, tetapi biasanya tidak ada faktor familial
serta tidak ada hubungannya dengan penyakit Diabetes Mellitus.
Penderita penyakit ini umumnya perokok berat yang kebanyakan mulai
merokok pada usia muda, kadang pada usia sekolah . Penghentian
kebiasaan merokok memberikan perbaikan pada penyakit ini.
Walaupun penyebab penyakit Buerger belum diketahui, suatu
hubungan yang erat dengan penggunaan tembakau tidak dapat disangkal.
Penggunaan maupun dampak dari tembakau berperan penting dalam
mengawali serta berkembangnya penyakit tersebut. Hampir sama dengan
penyakit autoimune lainnya, Tromboangitis Obliterans dapat memiliki
sebuah predisposisi genetik tanpa penyebab mutasi gen secara langsung.
Sebagian besar peneliti mencurigai bahwa penyakit imun adalah suatu
endarteritis yang dimediasi sistem imun (Hanley,2008).
35
3. Patogenesis
Mekanisme penyebaran penyakit Buerger sebenarnya belum jelas,
tetapi beberapa penelitian telah mengindikasikan suatu implikasi
fenomena imunologi yang mengawali tidak berfungsinya pembuluh darah
dan wilayah sekitar thrombus. Pasien dengan penyakit ini memperlihatkan
hipersensitivitas pada injeksi intradermal ekstrak tembakau, mengalami
peningkatan sel yang sangat sensitive pada kolagen tipe I dan III,
meningkatkan serum titer anti endothelial antibody sel , dan merusak
endothel terikat vasorelaksasi pembuluh darah perifer. Meningkatkan
prevalensi dari HLA-A9, HLA-A54, dan HLA-B5 yang dipantau pada
pasien ini, yang diduga secara genetic memiliki penyakit ini (Hanley,2008).
Akibat iskemia pembuluh darah (terutama ekstremitas inferior),
akan terjadi perubahan patologis : (a) otot menjadi atrofi atau mengalami
fibrosis, (b) tulang mengalami osteoporosis dan bila timbul gangren maka
terjadi destruksi tulang yang berkembang menjadi osteomielitis, (c) terjadi
kontraktur dan atrofi, (d) kulit menjadi atrofi, (e) fibrosis perineural dan
perivaskular, (f) ulserasi dan gangren yang dimulai dari ujung jari
(Hanley,2008).
4. Manifestasi klinis
Gambaran klinis Tromboangitis Obliterans terutama disebabkan
oleh iskemia. Gejala yang paling sering dan utama adalah nyeri yang
bermacam-macam tingkatnya. Pengelompokan Fontaine tidak dapat
digunakan disini karena nyeri terjadi justru waktu istirahat. Nyerinya
bertambah pada waktu malam dan keadaan dingin, dan akan berkurang
bila ekstremitas dalam keadaan tergantung. Serangan nyeri juga dapat
bersifat paroksimal dan sering mirip dengan gambaran penyakit Raynaud.
Pada keadaan lebih lanjut, ketika telah ada tukak atau gangren, maka
nyeri sangat hebat dan menetap (Hanley,2008).
Manifestasi terdini mungkin klaudikasi (nyeri pada saat berjalan)
lengkung kaki yang patognomonik untuk penyakit Buerger. Klaudikasi kaki
merupakan cermin penyakit oklusi arteri distal yang mengenai arteri
36
5. Kriteria Diagnosis
Diagnosis pasti penyakit Tromboangitis Obliterans sering sulit jika
kondisi penyakit ini sudah sangat parah. Ada beberapa kriteria yang dapat
dijadikan kriteria diagnosis walaupun kriteria tersebut kadang-kadang
berbeda antara penulis yang satu dengan yang lainnya.
Beberapa hal di bawah ini dapat dijadikan dasar untuk mendiagnosis
penyakit Buerger :
1. Adanya tanda insufisiensi arteri
2. Umumnya pria dewasa muda
3. Perokok berat
38
6. Diagnosis Banding
Penyakit Buerger harus dibedakan dari penyakit oklusi arteri kronik
aterosklerotik. Keadaan terakhir ini jarang mengenai ekstremitas atas.
Penyakit oklusi aterosklerotik diabetes timbul dalam distribusi yang sama
seperti Tromboangitis Obliterans, tetapi neuropati penyerta biasanya
menghalangi perkembangan klaudikasi kaki (Hanley,2008).
7. Pemeriksaan Penunjang
Tidak terdapat pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk
mendiagnosis penyakit Buerger. Tidak seperti penyakit vaskulitis lainnya,
reaksi fase akut (seperti angka sedimen eritrosit dan level protein C
reaktif) pasien penyakit Buerger adalah normal.
Pengujian yang direkomendasikan untuk mendiagnosis penyebab
terjadinya vaskulitis termasuk didalamnya adalah pemeriksaaan darah
lengkap; uji fungsi hati; determinasi konsentrasi serum kreatinin,
peningkatan kadar gula darah dan angka sedimen, pengujian antibody
39
8. Terapi
Terapi medis penderita penyakit Buerger harus dimulai dengan
usaha intensif untuk meyakinkan pasien untuk berhenti merokok. Jika
pasien berhasil berhenti merokok, maka penyakit ini akan berhenti pada
bagian yang terkena sewaktu terapi diberikan. Sayangnya, kebanyakan
pasien tidak mampu berhenti merokok dan selalu ada progresivitas
penyakit. Untuk pembuluh darahnya dapat dilakukan dilatasi (pelebaran)
dengan obat vasodilator, misalnya Ronitol yang diberikan seumur hidup.
Perawatan luka lokal, meliputi mengompres jari yang terkena dan
menggunakan enzim proteolitik bisa bermanfaat. Antibiotic diindikasikan
untuk infeksi sekunder (Hanley,2008).
Terapi bedah untuk penderita buerger meliputi debridement
konservatif jaringan nekrotik atau gangrenosa , amputasi konservatif
dengan perlindungan panjang maksimum bagi jari atau ekstremitas, dan
kadang-kadang simpatektomi lumbalis bagi telapak tangan atau
simpatetomi jari walaupun kadang jarang bermanfat.
Revaskularisasi arteri pada pasien ini juga tidak mungkin dilakukan
sampai terjadi penyembuhan pada bagian yang sakit. Keuntungan dari
bedah langsung (bypass) pada arteri distal juga msih menjadi hal yang
kontroversial karena angka kegagalan pencangkokan tinggi.
Bagaimanapun juga, jika pasien memiliki bebrapa iskemik pada pembuluh
darah distal, bedah bypass dengan pengunaan vena autolog sebaiknya
dipertimbangkan (Hanley,2008).
Simpatektomi dapat dilakukan untuk menurunkan spasma arteri
pada pasien penyakit Buerger. Melalui simpatektomi dapat mengurangi
nyeri pada daerah tertentu dan penyembuhan luka ulkus pada pasien
penyakit buerger tersebut, tetapi untuk jangka waktu yang lama
keuntungannya belum dapat dipastikan.
41
9. Prognosis
Pada pasien yang berhenti merokok, 94% pasien tidak perlu
mengalami amputasi; apalagi pada pasien yang berhenti merokok
sebelum terjadi gangrene, angka kejadian amputasi mendekati 0%. Hal ini
tentunya sangat berbeda sekali dengan pasien yang tetap merokok,
sekitar 43% dari mereka berpeluang harus diamputasi selama periode
waktu 7 sampai 8 tahun kemudian, bahkan pada mereka harus dilakukan
multiple amputasi. Pada pasien ini selain umumnya dibutuhkan amputasi
tungkai, pasien juga terus merasakan klaudikasi (nyeri pada saat berjalan)
atau fenomena raynaud’s walaupun sudah benar-benar berhenti
mengkonsumi tembakau (Hanley,2008).
42
1. Definisi
Trombosis vena dalam adalah suatu keadaan terjadinya gumpalan
darah (trombus) pada pembuluh darah balik (vena) dalam di daerah
tungkai bawah. Setiap tahunnya diperkirakan terdapat 1 di antara 1000
orang menderita kelainan ini. Dari jumlah tersebut, kurang lebih satu
sampai lima persen penderita meninggal akibat komplikasi yang
ditimbulkan (Sukrisman, 2006, NHLBI,2007).
Trombus yang terbentuk di tungkai bawah tersebut dapat lepas dari
tempatnya dan berjalan mengikuti aliran darah, disebut dengan emboli.
Emboli yang terbentuk dapat mengikuti aliran darah hingga ke jantung dan
paru. Biasanya emboli tersebut akan menyumbat di salah satu atau lebih
pembuluh darah paru, menimbulkan suatu keadaan yang disebut dengan
embolisme paru (pulmonary embolism) (Sukrisman, 2006).
Tingkat keparahan dari embolisme paru tergantung dari jumlah dan
ukuran dari emboli tersebut. Jika ukuran dari emboli kecil, maka akan
terjadi penyumbatan pada pembuluh darah paru yang kecil, sehingga
menyebabkan kematian jaringan paru (pulmonary infarction). Namun jika
ukuran emboli besar maka dapat terjadi penyumbatan pada sebagian atau
seluruh darah dari jantung kanan ke paru, sehingga menyebabkan
kematian (Sukrisman, 2006).
2. Etiologi
Ada 3 faktor yang dapat menyebabkan terjadinya trombosis vena dalam,
yaitu :
1. Cedera pada pembuluh darah balik
Pembuluh darah balik dapat cedera selama terjadinya tindakan
bedah, suntikan bahan yang mengiritasi pembuluh darah balik,
atau kelainan-kelainan tertentu pada pembuluh darah balik.
2. Peningkatan kecenderungan terjadinya pembekuan darah
Terdapat beberapa kelainan yang dapat menyebabkan
43
3. Manifestasi Klinis
5. Diagnosis
Diagnosis dari trombosis vena dalam dapat ditegakkan dari
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan fisik
ditujukan untuk menemukan adanya tanda dan gejala trombosis vena
dalam.
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk
membantu diagnosis trombosis vena dalam antara lain:
Ultrasonografi. Pemeriksaan ini menggunakan gelombang suara
untuk membentuk gambaran aliran darah melalui pembuluh darah
arteri dan pembuluh darah balik pada bagian tungkai yang terkena.
Tes D-Dimer. Pemeriksaan ini mengukur kadar D-Dimer dalam
darah yang biasanya dikeluarkan ketika bekuan darah memecah.
Venografi. Pemeriksaan ini merupakan suatu standar baku (gold
standard) pada trombosis vena dalam. Pada pemeriksaan ini suatu
pemindai akan diinjeksikan ke dalam pembuluh darah balik,
kemudian daerah tersebut akan dirőntgen dengan sinar X. Jika
pada hasil foto terdapat area pada pembuluh darah balik yang tidak
terwarnai dengan pemindai maka diagnosis trombosis vena dalam
dapat ditegakkan (Sukrisman, 2006, Kinnealley,2001).
6. Penatalaksanaan
Tujuan terapi untuk trombosis vena dalam adalah untuk mencegah
pembentukan bekuan darah yang lebih besar, mencegah terjadinya
emboli paru, serta mencegah terjadinya bekuan darah di masa yang akan
datang.
Beberapa obat dapat digunakan untuk mencegah dan mengobati
trombosis vena dalam. Obat-obatan yang paling sering digunakan adalah
golongan antikoagulan seperti warfarin atau heparin. Obat antikoagulan
berguna untuk mencegah terjadinya gumpalan darah. Perlu diperhatikan
pula bahwa obat-obatan golongan antikoagulan dapat menyebabkan
terjadinya efek samping perdarahan (Sukrisman, 2006, Kinnealley,2001).
46
Daftar Pustaka
47
NHLBI. What is deep vein thrombosis. National Heart Lung and Blood
Institute 2007
http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/DVT_WhatIs.htm
Diakses tanggal 10 Februari 2010
48