Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. B
Umur : 47 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
No. RM : 13-08-91
Haulussy Ambon
2. SUBJEKTIF
ANAMNESIS (Autoanamnesis):
a. Keluhan Utama :
b. Keluhan Tambahan:
1
Nyeri perut, perut terasa kembung, mual, BAB berwarna hitam, benjolan
c. Anamnesis terpimpin :
kira-kira setengah gelas aqua dan bercampur dengan makanan. Pasien juga
mengeluhkan nyeri perut (+), perut terasa kembung, disertai rasa mual
yag terus-meneru, pusing (+) tanpa rasa berputar, sakit kepala (+), demam
benjolan diperutnya yang sudah ada sejak ± 3 tahun yang lalu SMRS,
besar. Benjolan disertai nyeri yang hilang timbul, sebesar telur puyuh.
Nyeri pinggang (+), BAK banyak, BAB jarang, dalam seminggu hanya 4
e. Riwayat Pengobatan:
bulan.
f. Riwayat keluarga :
2
3. PEMERIKSAAN FISIK
d. Tanda Vital :
- Pernapasan : 22 x/menit
e. Kepala:
- Wajah : Pucat
merata
f. Mata:
3
- Pupil : isokor (3 mm/3 mm), refleks cahaya langsung
g. Telinga:
h. Hidung:
- Perdarahan (-/-), deformitas (-/-), sekret (-/-), deviasi septum nasi (-),
i. Mulut:
- Gigi : intak
4
j. Leher:
k. Dada:
- Bentuk : normochest
l. Paru:
5
- Perkusi : sonor pada paru kanan dan kiri
m. Jantung:
sinistra.
(-)
n. Abdomen:
6
- Palpasi :
- Perkusi : timpani
o. Punggung:
p. Alat kelamin:
r. Ekstremitas:
7
−/−
- Akral hangat (+/+), edema +/+, CRT < 2 detik
RESUME
Seorang laki-laki usia 47 tahun datang dengan keluhan muntah bercampur darah sejak
± 2 minggu yang lalu SMRS. Muntah berwarna merah kehitaman, bergumpal. Mual
(+). Terdapat benjolan di perut yang dialami sejak ± 3 tahun yang lalu SMRS, dan
dirasakan semakin hari semakin membesar serta disertai nyeri. Pasien mengaku BAB
encer berwarna hitam sejak ± 2 minggu yang lalu SMRS. Nyeri ulu hati (-), sakit
Pada pemeriksaan fisik di dapatkan tekanan darah : 150/90 mmHg, wajah pucat.
cm, konsistensi kenyal, tidak mudah bergerak, nyeri (+). Pemeriksaan paru dan
8
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
PDW : 12,3 %
Hitung jenis :
Neutrofil : 76,4 %
Limfosit : 14,9 %
Monosit : 5,1 %
Eosinofil : 3,4 %
Basofil : 0,2 %
9
Pemeriksaan EKG
Axis : 30º
Gelombang P : 0,15
Segmen ST : - 0,5 mm
Gelombang T : 1 mm
10
5. ASSESSMENT
A. Diagnosis :
CKD stage V
Hipertensi Grade II
CHF FC II - III
Hernia umbilikalis
B. Diagnosis Banding
6. TATALAKSANA AWAL
- IVFD RL 20 tpm
- Amlodipin 1 x 10 mg tablet
- Spironolakton 2 x 25 mg
- Kateter urine
7. PROGNOSIS
11
8. PEMERIKSAAN ANJURAN
USG ABDOMEN
Kesan :
12
LEMBARAN FOLLOW UP
pemeriksaan
07/ 5/ 2018 S : mual (+), nyeri perut seperti tertikam-tikam, batuk - IVFD NaCL 0,9% + meylon
berlendir berwarna hijau, belum BAB.
2 flacon 12 tpm
O:
- Omeprazole vial 40 mg/12
TD : 140/80 mmHg
N : 67 x/menit jam/IV
RR : 24 x/ menit
- Furosemid amp 1ml / 12
S : 37,2ºC
jam / iv
SPO2 : 95%
Kepala : wajah pucat, konjungtiva anemis (+/+) - Ondansentron amp / 8 jam/
Thorax : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
iv
COR : BJ1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)
- Amlodipin 10 mg (0-0-1)
Abdomen : supel, Nyeri tekan region epigastrium (+),
bising usus (+) meningkat, benjolan ukuran 5 cm, - Transfuse PRC 3 kantong
konsistensi kenyal, tidak dapat digerakkan disertai nyeri.
sampai Hb ≥ 8
Ekstremitas : edema (-/-), akral hangat, CRT <2”
A:
- CKD grade V
- Hipertensi stage II
- Hernia umbilikalis
- Anemia
- Gastritis akut
13
8/5/2018 S : nyeri perut sedikit berkurang, sudah BAB berwarna - IVFD RL/ NaCL 0,9 % 12
hijau, konsistensi keras.
tpm
O:
- Omeprazone vial 1 gr/ 12
TD : 130/80 mmHg
N : 61 x/menit jam/ iv
RR : 24 x/ menit
- Furosemid 1 gr/ 12 jam/ iv
S : 36,5ºC
- Ranitidine 50mg/ 12 jam/ iv
SPO2 : 95%
Kepala : wajah pucat, konjungtiva anemis (+/+) - Amlodipin 10 mg (0-0-1)
Thorax : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- Spironolakton 2 x 2 gr
COR : BJ1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)
- Meylon 2 flacon drips / 12
Abdomen : supel, Nyeri tekan region epigastrium (+),
bising usus (+) meningkat, benjolan ukuran 5 cm, jam
konsistensi kenyal, tidak dapat digerakkan disertai nyeri.
- Ondansentron amp / 8 jam /
Ekstremitas : edema (-/-), akral hangat, CRT <2”
iv
9/5/2018 S : benjolan di perut sakit seperti tertusuk-tusuk, batuk - IVFD RL : NaCL 0,9 % 12
kering sesekali, BAB warna hijau konsistensi keras.
14
TD : 140/90 mmHg tpm
N : 65 x/menit
- Drips meylon 2 flc/12 jam
RR : 20 x/ menit
dalam NaCL 0,9%
S : 36,5ºC
SPO2 : 97% - Omeprazole vial 40 mg/ 12
Kepala : wajah pucat, konjungtiva anemis (+/+)
jam/ IV
Thorax : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- Furosemid amp 1 gr/ 12
COR : BJ1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : supel, Nyeri tekan region epigastrium (+), jam/iv
bising usus (+) meningkat, benjolan ukuran 5 cm,
- Ranitidine 50 mg/12 jam/iv
konsistensi kenyal, tidak dapat digerakkan disertai nyeri.
- Ondansentron amp / 8
Ekstremitas : edema (-/-), akral hangat, CRT <2”
A: jam/iv
- CKD grade V
- Spironolakton 2 x 2 gr
- Anemia
- Amlodipin 10 mg (0-0-1)
- Hipertensi stage II
- Hernia umbilikalis - Aminosal 3 x 1
11/5/2018 S : nyeri perut seperti tertikam-tikam, perut terasa - IVFD NaCL 0,9% 9 tpm
kembung, BAB berwarna kuning.
- Furosemid ampul/ 12 jam /
TD : 160/90 mmHg
iv
N : 72 x/menit
RR : 20 x/ menit - Amlodipin 10 mg (1 dd 1)
S : 36,5ºC
- Aminosal 3 x 1 tab
SPO2 : 98%
- Bicnat 3 x 1 tab
Kepala : wajah pucat, konjungtiva anemis (+/+)
Thorax : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
15
COR : BJ1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : supel, Nyeri tekan region epigastrium (+),
bising usus (+) meningkat, benjolan ukuran 5 cm,
konsistensi kenyal, tidak dapat digerakkan disertai nyeri.
Ekstremitas : edema (-/-), akral hangat, CRT <2”
Hasil lab post transfuse 2 kantong (10/5/2018)
Hb : 8,2 g/dL
Trombosit : 302.000
Leukosit : 6.400
Neutrofil : 68,9%
Limfosit : 14,2%
Monosit : 8,2 %
Eusinofil : 8,4 %
BAsofil : 0,3%
A:
- CKD grade V
- Hipertensi stage II
- Hernia umbilikalis
12/5/2018 S : nyeri perut berkurang, mual / muntah (-) - IVFD NaCL 0,9% + drip
TD : 160/90 mmHg
meylon 2 flc 9 tpm
N : 70 x/menit
- Furosemid ampul/ 12 jam /
RR : 19 x/ menit
S : 36,5ºC iv
SPO2 : 99%
- Amlodipin 10 mg (1 dd 1)
Kepala : wajah pucat, konjungtiva anemis (+/+)
- Aminosal 3 x 1 tab
Thorax : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
COR : BJ1-2 reguler, murmur (-), gallop (-) - Ketorolak 30 mg/ 8 jam/iv
16
Abdomen : supel, Nyeri tekan region epigastrium (+), - Konsul dokter bedah
bising usus (+) meningkat, benjolan ukuran 5 cm,
konsistensi kenyal, tidak dapat digerakkan disertai nyeri.
Ekstremitas : edema (-/-), akral hangat, CRT <2”
A:
- CKD grade V
- Hipertensi stage II
- Hernia umbilikalis
14/5/2018 S : nyeri perut di bagian benjolan seperti tertikam-tikam, - IVFD NaCL 0,9% + drip
mual (-), muntah (-), batuk (+)
bicnat 2 flc 9 tpm
TD : 180/90 mmHg
- Furosemid ampul/ 12 jam /
N : 72 x/menit
RR : 22 x/ menit iv
S : 36,5ºC
- Amlodipin 10 mg (1 dd 1)
SPO2 : 98%
- Aminosal 3 x 1 tab
Kepala : wajah pucat, konjungtiva anemis (+/+)
Thorax : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-) - Ketorolak 30 mg/12 jam/iv
COR : BJ1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)
- Kapsul batuk 3 x 1 caps
Abdomen : supel, Nyeri tekan region epigastrium (+),
- Konsul dokter bedah
bising usus (+) meningkat, benjolan ukuran 5 cm,
konsistensi kenyal, tidak dapat digerakkan disertai nyeri. - Cek DR, ur cr ulang
Ekstremitas : edema (-/-), akral hangat, CRT <2”
A:
- CKD grade V
- Hipertensi stage II
- Hernia umbilikalis
17
15/5/2018 S : nyeri perut, batuk (+), lendir (-) makan minum - IVFD NaCL 0,9% 16 TPM
kurang
- Furosemid amp/ 12 jam/ iv
TD : 160/90 mmHg
- Amlodipin 1 x 10 mg
N : 72 x/menit
RR : 24 x/ menit - Candesartan 1 x 16 mg
S : 36,5ºC
- Aminosal 3 x 1 tablet
SPO2 : 98%
- Ketorolak 30 mg/ 24 jam/iv
Kepala : wajah pucat, konjungtiva anemis (+/+)
Thorax : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-) - Capsul batuk 3 x 1 caps
COR : BJ1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)
- Usg abdomen
Abdomen : supel, Nyeri tekan region epigastrium (+),
- Cek ureum creatinin ulang
bising usus (+) meningkat, benjolan ukuran 5 cm,
konsistensi kenyal, tidak dapat digerakkan disertai nyeri.
Ekstremitas : edema (-/-), akral hangat, CRT <2”
16/5/2018 S : nyeri perut pada bagian benjolan seperti tertusuk- - IVFD NaCL 0,9% 16 TPM
tusuk, mual (-), muntah (-), belum BAB.
- Furosemid amp/ 12 jam/ iv
TD : 150/90 mmHg
- Amlodipin 1 x 10 mg
N : 71 x/menit
18
RR : 28 x/ menit - Candesartan 1 x 16 mg
S : 37,2ºC
- Aminosal 3 x 1 tablet
SPO2 : 94%
- Ketorolak 30 mg/ 24 jam/iv
Kepala : wajah pucat, konjungtiva anemis (+/+)
Thorax : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-) - Capsul batuk 3 x 1 caps
COR : BJ1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)
- Sistenol caps 500 mg 3 x 1
Abdomen : supel, Nyeri tekan region epigastrium (+),
caps
bising usus (+) meningkat, benjolan ukuran 5 cm,
konsistensi kenyal, tidak dapat digerakkan disertai nyeri.
Ekstremitas : edema (-/-), akral hangat, CRT <2”
17/5/2018 S : nyeri perut (+), batuk (-), BAK banyak - IVFD NaCL 0,9% 16 TPM
TD : 150/90 mmHg
- Furosemid amp/ 12 jam/ iv
N : 71 x/menit
- Amlodipin 1 x 10 mg
RR : 24 x/ menit
S : 37,5ºC - Candesartan 1 x 16 mg
SPO2 : 95%
- Aminosal 3 x 1 tablet
Kepala : wajah pucat, konjungtiva anemis (+/+)
- Ketorolak 30 mg/ 24 jam/iv
Thorax : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
COR : BJ1-2 reguler, murmur (-), gallop (-) - Capsul batuk 3 x 1 caps
19
Abdomen : supel, Nyeri tekan region epigastrium (+), - Sistenol caps 500 mg 3 x 1
bising usus (+) meningkat, benjolan ukuran 5 cm,
konsistensi kenyal, tidak dapat digerakkan disertai nyeri.
Ekstremitas : edema (-/-), akral hangat, CRT <2”
A:
- CKD grade V
- Hipertensi stage II
- Hernia umbilikalis
19/5/2018 S : Demam, mual (+), nyeri perut disekitar umbilicus. PASIEN MINTA PULANG
TD : 150/70 mmHg
PAKSA
N : 97 x/menit
RR : 28 x/ menit
S : 38,8ºC
SPO2 : 92%
Kepala : wajah pucat, konjungtiva anemis (+/+)
Thorax : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
COR : BJ1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : supel, Nyeri tekan region epigastrium (+),
bising usus (+) meningkat, benjolan ukuran 5 cm,
konsistensi kenyal, tidak dapat digerakkan disertai nyeri.
Ekstremitas : edema (-/-), akral hangat, CRT <2”
A:
- CKD grade V
- Hipertensi stage II
- Hernia umbilikalis
20
Gambar 1. Benjolan pada perut pasien
21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Definisi
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya
Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang membutuhkan terapi pengganti
2.1.2. Epidemiologi
kronik diperikrakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat
lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun. 1
penduduk dan 200-250/ 1 juta penduduk. Data dari Third Health and Nutrition
22
bahwa 11% penduduk berumur kurang dari 20 tahun yang di teliti mengidap penyakit
ginjal kronik.2
Menurut laporan tahunan dari Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia (YGDI) pada
sebanyak 150 ribu pasien. Dari jumlah total pasien tersebut 21% berusia 15-34 tahun,
Prevalensi pada kelompok umur 35-44 tahun (0,3%), diikuti umur 45-54 tahun
(0,4%), dan umur 55-74 tahun (0,5%) dan tertinggi pada kelompok umur >75 tahun
(0,6%). Prevalensi gagal ginjal kronis tertinggi di tiga provinsi yaitu provinsi
Sulawesi Tengah yaitu 0,5% kemudian provinsi Aceh, Sulawesi Utara, Gorontalo
yaitu 0,4% dan kemudian provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, DIY, Jawa Timur,
2.1.3. Kriteria
Kriteria Chronic Kidney Disease (salah satu kriteria terjadi > 3 bulan)
Marker/ penanda kerusakan ginjal Albuminuria (AER > 30 mg/24 jam, ACR
> 30 mg/g)
(satu atau lebih ) Hasil sedimen urin abnormal
Elektrolit abnormal dan kelainan yang
berhubungan dengan gangguan tubulus
Ditemukan kelainan pada pemeriksaan
histologi
Ditemukan kelainan pada pemeriksaan
23
pencitraan (imaging test)
Riwayat transplantasi ginjal
2.1.4. Klasifikasi
meningkat
ringan
sedang
berat
24
Klasifikasi atas dasar GFR, yang dihitung dengan mempergunakan rumus
ringan
* relatif pada usia dewasa muda; ** termasuk sindroma nefrotik (biasanya AER >
2200 mg/24 jam, ACR > 220 mg/mmol atau ACR > 2220 mg/g. 1,4
Klasifikasi atas dasar albuminuria, yang dihitung adalah AER dan ACR dengan
25
Kriteria penyakit ginjal kronik berdasarkan penyakit sistemik dan penemuan
PA ginjal. 1,4
Obat-obatan Glomerulosklerosis
Nefropati membranosa
Obat-obatan
aristolohik)
Myeloma
Iskemia
26
Kolesterol
Emboli
Vaskulitis sistemik
Mikroangiopati
trombotik
Sklerosis sistemik
Penyakit fabry
2.1.5. Etiologi
Dua penyebab utama dari penyakit ginjal kronik adalah diabetes dan tekanan
darah tinggi, yang terjadi pada dua dari tiga kasus. Diabetes terjadi ketika gula darah
terlalu tinggi, menyebabkan kerusakan banyak organ dalam tubuh, termasuk ginjal
Tekanan darah tinggi atau hipertensi, terjadi ketika tekanan darah terhadap
dinding pembuluh darah meningkat. Jika tidak terkendali, atau tidak terkontrol,
tekanan darah tinggi dapat menjadi penyebab utama serangan jantung, stroke dan
penyakit ginjal kronik. Penyakit ginjal kronik juga meyebabkan tekanan darah tinggi.
27
Beberapa kondisi yang juga dapat menyebabkan PGK dengan prevalensi yang
d. Kegagalan pembentukan ginjal normal pada bayi yang belum lahir ketika
berkembang di rahim.
f. Jangka panjang penggunaan rutin obat-obatan seperti : obat litium dan NSAID,
primer 14%, nefropati diabetika 27%, nefropati lupus 1%, penyakit ginjal hipertensi
34%, ginjal polikistik 1%, nefropati asam urat 2%, nefropati obstruksi 8%,
2.1.6. Patofisiologi
yang mendasari, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses proses yang terjadi
28
kurang lebih sama. Pengurangan masa ginjal menyebabkan hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa (survivving nefrons) sebagai upaya kompensasi,
yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini
aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti
oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini
akhirnya diikuti oleh penurunan fungsi nefron yang progresif , walaupun penyakit
dasarnya yang sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aksis renin-angiotensin-
factor β (TGF-β). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang
ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau malah
meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi
nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan
(asimptomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 30% mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia,
29
badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan. Sampai pada
LFG dibawah 30%, pasien memperlihatkan tanda dan gejala uremia yang nyata
kalsium, pruritus, mual, muntah, dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena
infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas, maupun infeksi saluran
cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia,
gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah
15% akan terjadi gejala dan koomplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis
atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium
A. Anemia
Hb dan diikuti dengan penurunan kadar hematokrit darah. Selain itu CKD dapat
menyebabkan perdarahan saluran cerna. Adanya toksik uremik pada CKD akan
mempengaruhi masa paruh dari sel darah merah menjadi pendek, pada keadaan
normal 120 hari menjadi 70 – 80 hari dan toksik uremik ini dapat mempunya efek
30
B. Dispneu dan hipertensi
perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal tersebut menyebabkan terjadinya
ADH sehingga menyebabkan retensi NaCl dan air volume ekstrasel meningkat
pulmonalis peningkatan tekanan di kapiler paru edema paru sesak nafas. 1,5,6
C. Hiperlipidemia
D. Hiperuricemia
darah. Kadar asam urat yang tinggi akan menyebabkan pengendapan kristal urat
E. Hiponatremia
peptida natriuretik yang dapat menghambat reabsorpsi natrium pada tubulus ginjal.
31
Bila fungsi ginjal terus memburuk disertai dengan penurunan jumlah nefron,
F. Hiperfosfatemia
fosfat banyak yang berada dalam sirkulasi darah. Jika kelarutannya terlampaui, fosfat
akan bergabung deng Ca2+ untuk membentuk kalsium fosfat yang sukar larut.
Kalsium fosfat yang terpresipitasi akan mengendap di sendi dan kulit yang
G. Hipokalsemia
mobilisasi kalsium fosfat dari tulang, produksinya di plasma tidak berlebihan dan
plasma tetap rendah. Oleh karena itu, rangsangan untuk pelepasan PTH tetap
32
H. Hiperkalemia
maka ion hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel –sel ginjal sehingga
dalam sel ginjal akan menyebabkan peningkatan sekresi hidrogen, sedangkan sekresi
e. Meramalkan prognosis
pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik
Pada awalnya, gagal ginjal mungkin tanpa gejala (tidak menghasilkan gejala
untuk mengatur air dan elektrolit saldo, untuk membersihkan produk sisa dari tubuh,
dan untuk mempromosikan produksi sel darah merah. Kelesuan, kelemahan , sesak
33
napas, pembengkakan dan umum dapat terjadi. Belum diakui atau tidak diobati,
perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal
laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan
hipertensi, SLE dan lainnya. 2) Sindroma uremia yaitu lemah, lethargi, anoreksia,
mual muntah, nokturia, volume overload, neuropati perifer, pruritus, uremic frost,
pericarditis, kejang maupun koma. 3) Gejala komplikasi yang mungkin sudah terjadi
b. Pemeriksaan Laboratorium
yang mendasarinya, penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan ureum dan kreatinin
serum, dan penurunan laju filtrasi glomerolus (LFG) yang dapat dihitung
34
hipokalsemia. Kelainan urinanalisi meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria, dan
silinder. 1,5
yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, klasifikasi
2.1.8. Tatalaksana
35
Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya,
2 60 – 89 Menghambat perburukan
ginjal
Terapi Konservatif
ketika pasien mengalami azotemia, dengan cara memperbaiki penyebab utama dan
36
faktor –faktor yang masih reversible, seperti penurunan volume ekstrasel karena
pemakaian diuretic berlebihan atau pembatasan garam yang terlalu ketat, obstruksi
Penatalaksanaan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi dua tahap. Tahap
pertama terdiri dari tindakan konservatif yang ditujukan untuk meredakan atau
gagal ginjal dan menyelidiki setiap factor yang masih reversible, seperti;penurunan
volume cairan ekstrasel yang disebabkan oleh penggunaan diuretic berlebihan atau
Dilakukan sebelum nilai LFG menurun. Pada ukuran ginjal yang normal,
1. Tatalaksana Dislipidemia
tatalaksana yang berbeda dengan penderita lain karena metabolisme dan eliminasi
lipid lowering drugs pada penderita PGK dapat terganggu, yang dapat mengubah
37
profil keamanannya. Tatalaksana dyslipidemia berupa perbaikan pola hidup, seperti
pengaturan diet, latihan fisik dan menghentikan kebiasaan yang tidak sehat, serta
Mencakup diet rendah lemak, penurunan berat badan, olah raga, menghindari
asupan alkoho berlebih dan berhenti merokok sangat penting dan sering merupakan
diet harus diberikan secara hati-hati mengingat prevalensi malnutrisi pada PGK
stadium lanjut yang tinggi. Diet yang diberikan sebaiknya mengandung kurang dari
7% kalori lemak jenuh/satured fat (SAFA), polyunsatured fat (PUFA) hingga 10%,
monounsatured fat (MUFA) hingga 20% dan total lemak 25-35% dari kalori total.
Diet juga harus mengandung karbohidrat kompleks(50-60% dari kalori total) dan
serat (20-30 g/hari). Kolesterol diet harus kurang dari 200 mg/hari. 9,10
b) Terapi farmakologis
Statin
stadium lanjut menunjukkan rata-rata penurunan kolesterol sebesar 50-55 mg.dl dan
38
juga terbukti dapat meningkatkan HDL hingga 4,84 mg/dl. Efek samping yang dapat
Fibrat
reseptor yang diaktivasi oleh asam lemak bebas dan eicosanoid. Aktivasi PPAR-α
berakibat peningkatan oksidasi asam lemak di hepar, jantung, ginjal, dan otot
meningkatkan HDL. FIbrat juga mempengaruhi ukuran LDL menjadi lebih besar dan
obatan ini berkaitan dengan asam empedu di usus dan menurunkan sirkulasi
reseptor LDL di hepar dan meningkatkan klirens LDL dari plasma. Obat golongan
ini telah dibuktikan menurunkan LDL hingga 10-20 % pada populasi umum.
hiperkolestrolemia berat. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam nikotinat dan
ezetimibe. 9,10
39
2. Menghambat perburukan ginjal
Dimulai ketika LFG ≤60 ml/menit. Jumlah asupan protein yang dianjurkan 0,6-
nilai biologi tinggi. Status nutrisi pasien juga harus dipantau teratur untuk
kelebihan protein terutama diekskresikan melalui ginjal dan bisa terjadi uremia.
Ketika konsumsi protein menigkat, terjadi peningkatan aliran darah dan tekanan
protein berasal dari sumber yang sama sehingga harus dibatasi asupan proteinnya. 15
menghambat perburukan penyakit ginjal pada stadium awal, namun tidak pada
stadium lanjut. Pada pasien yang sudah mendekati stadium akhir, asupan protein
ditingkatkan menjadi 0,9 g/kgBB/hari yang terdiri dari protein dengan nilai biologi
tinggi. 15
2. Terapi Farmakologis
menghambat perburukan kerusakan nefron. Hal ini adalah sama pentingnya dengan
dengan pembatasan protein. Sasaran dari terapi ini adalah sebagai antihipertensi dan
40
dengan proteinuria adalah 125/75 mmHg. Obat yang digunakan adalah ACE-i dan
efektif pada pasien gangguan ginjal dengan DM maupun nonDM. Efektivitas obat
terhadap menurunkan proteinuria. Jika pada penggunaan satu jenis obat tidak
ditemukan respons anti proteinuria, maka bisa digunakan kombinasi obat ACE-I dan
ARB. Efek samping ACE-I adlah batuk, angioderma; efek samping ARB:
Metformin, meperidin, dan OHO lain yang dieliminasi di ginjal. OAINS juga harus
dihindari karena dapat memperburuk fungsi ginjal. Dan banyak antibiotic, antiaritmia
masuk sama dengan jumlah air yang keluar. Jumlah air yang keluar dari tubuh yaitu
dari insensible water loss adalah sekitar 500-800 ml/hari,sehingga jumlah air yang
41
masuk adalah 500-800 ml/hari ditambah jumlah urin. Asupan cairan 1-2 L per hari
jantung,sehingga obat-obatan dan makanan yang tinggi kalium harus dibatasi. Jika
GFR menurun 3-4 g/dl dapat menyebabkan edema,hipertensi,dan CHF. Asupan < 1
gr/dL menyebabkan volume depletion dan hipertensi. Untuk pasien yang mendekati
penyakit ginjal tahap akhir, inisial rekomendasi asupan natrium adalah 2 gr/dL. 11,12
3. Anemia
Pada PGK, 80-90% anemia akibat defisiensi eritropoietin (EPO). Penyebab lain
adalah defisiensi besi, kehilangan darah (perdarahan saluran cerna, hematuria), umur
eritrosit yg pendek (misal pada hemolisis), defisiensi asam folat, penekanan sum-sum
tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut maupun kronik,. Evaluasi dapat
dimulai saat Hb≤ 10 g/dl atau hematocrit ≤ 30%. Melakukan evaluasi status besi
morfologi eritrosit. 13
42
hidup.Anemia pada PGK terjadi mulai stadium 3 dan hampir 100% pada stadium 5.
Absolut : Serum transferin (ST) < 20%, feritin serum (FS) < 100ng/mg (PGK
non HD) dan < 200 ng/ml (PGK HD) Fungsional : ST < 200 %, FS ≥ 100 ng/ml
Dalam pemberian EPO ini status besi harus diperhatikan karena EPO perlu besi
EPO biasanya diberikan sebagai injeksi subkutan (25 hingga 125 U/kgBB) tiga
kali seminggu. Indikasi terapi dengan eritropoetin adalah kadar Hb < 10 gr % dengan
penyebab lain sudah diatasi. Syarat pemberian EPO, tidak ada anemia defisiensi besi
absolut, bila masih ada dianjurkan dikoreksi terlebih dahulu; tidak ditemukan infeksi
yang berat. Kontraindikasi terapi dengan eritropoetin adalah kondisi tekanan darah
tinggi, kondisi hiperkoagulasi., adanya respon yang tidak baik terhadap pemberian
kadar Hb. Efek samping pemberian EPO adalah tekanan darah meningkat,
oleh peningkatan viskositas darah dan pulihnya vasodilatasi perifer yang diinduksi
anemia. 13
43
Terapi anemia didasarkan indikasi terapi besi yaitu anemia besi absolut, anemia
hipersensitivitas terhadap besi, gangguan fungsi hati berat, andungan besi tubuh
berlebih. Target Hb pada terapi menggunakan eritropoetin adalah dimulai pada kadar
4. Asidosis
Asidosis metabolic kronik yang ringan pada penderita uremia biasanya akan
menjadi stabil pada kadar bikarbonat plasma 16 sampai 20 mEq/l. Penurunan asupan
protein dapat memperbaiki keadaan asidosis, tetapi bila kadar bikarbonat serum
kurang dari 15 mEq/l, beberapa ahli nefrologi memberikan terapi alkali, baik natrium
bikarbonat maupun sitrat pada dosis 1 mEq/kg/hari secara oral, untuk menghilangkan
efek sakit pada asidosis metabolic, termasuk penurunan masa tulang yang berlebihan.
Asidosis ginjal biasanya tidak diobati kecuali bila bikarbonat plasma turun di bawah
angka 15 mEq/L, ketika gejala-gejala asidosis dapat mulai timbul. Asidosis berat
dapat tercetus bila suatu asidosis akut terjadi pada penderita yang sebelumnya sudah
berlebihan dapat mempercepat timbulnya tetani, kejang, dan kematian. Perlu diingat
44
5. Hiperurisemia
Obat pilihan hiperurisemia pada pGK adalah allopurinol. Obat ini mengurangi
kadar asam urat dengan menghambat sintesis sebagian asam urat total yang
dihasilkan oleh tubuh. Untuk meredakan gejala-gejala artritis gout dapat digunakan
6. Neuropati Perifer
Biasanya simptomatik tidak timbul sampai gagal ginjal mencapai tahap lanjut.
Tidak ada pengobatan yang diketahui untuk mengatasi perubahan tersebut kecuali
neuropati perifer. 13
Penderita gagal ginjal kronik memiliki kerentanan yang lebih tinggi terhadap
infeksi, terutama infeksi saluran kemih. Semua infeksi dapat memperkuat proses
katabolisme dan mengganggu nutrisi yang adekuat serta keseimbangan cairan dan
elektrolit sehingga infeksi harus segera diobati untuk mencegah gangguan fungsi
ginjal lebih lanjut. Namun,deteksi infeksi pada pasien PGK tahap akhir membutuhkan
tingkat kecurigaan dan perhatian yang tingi terhadap indicator yang kurang spesifik
diberikan karena hipotermia merupakan gambaran klinis sindron uremik dan banyak
45
pasien PGK tahap akhir yang tidak memperlihatkan peningkatan temperature tubuh
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
A. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien
GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan
terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi
refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan
kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m²,
B. Dialisis Peritoneal
(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu
pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah
46
shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual
urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-
tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.
C. Transplantasi Ginjal
peritoneum dan kulit akibat penutupan yang inkomplet dan tidak hanya fasia umbilikalis.
Hernia ini terdapat pada kira-kira 20% bayi dan angka ini lebih tinggi lagi pada bayi
prematur. 14
Hernia umbilikalis merupakan penonjolan yang mengandung isi rongga perut yang
masuk melalui cincin umbilikus, paling sering berisi omentum, bisa juga berisi usus halus
atau usus besar, akibat peninggian tekanan intraabdomen, biasanya ketika bayi menangis.
Hernia umumnya tidak menimbulkan nyeri dan sangat jarang terjadi inkerserasi. 14
Hernia umbilikalis pada dewasa lebih sering terjadi akibat operasi (hernia insisional),
lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria. Faktor predisposisi heria umbilikalis anatara
lain multipara, asites, obesitas, dan tumor intraabdomen yang besar. Terapi hernia umbilikalis
pada orang dewasa hanya dengan pembedahan: defek ditutup dengan mesh, dapat melalui
operasi terbuka maupun operasi laparaskopi yang memberikan nyeri minimal dan pemulihan
47
BAB III
DISKUSI
Pasien laki-laki berusia 47 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan muntah
bercampur darah sejak ± 2 minggu yang lalu SMRS. Darah berwarna merah kehitaman
bergumpal, volume kira-kira setengah gelas aqua dan bercampur dengan makanan. Pasien
juga mengeluhkan nyeri perut (+), perut terasa kembung, disertai rasa mual yag terus-
meneru, pusing (+) tanpa rasa berputar, sakit kepala (+), demam hilang timbul disertai
menggigil. Pasien juga mengeluhkan terdapat benjolan diperutnya yang sudah ada sejak ± 3
tahun yang lalu SMRS, awalnya benjolan hanya berukuran kecil dan lama kelamaan menjadi
besar. Benjolan disertai nyeri yang hilang timbul, sebesar telur puyuh. Nyeri pinggang (+),
BAK banyak, BAB jarang, dalam seminggu hanya 4 kali BAB, BAB berwarna hitam encer.
pernapasan : 22x/menit , wajah tampak pucat, konjungtiva anemis (+/+). Pada pemeriksaan
abdomen didapatkan, adanya massa berukuran ± 5cm, konsistensi kenyal, tidak mudah
348.000, leukosit : 7.600, ureum : 132, creatinin 4.3. Hasil USG kesan Nefritis Bilateral.
Dari hasil pemeriksaan ini, maka pasien didiagnosa CKD stage V dengan hipertensi
(140−47 )𝑋 60
LFG (ml/menit/1,73 m2) = 72 𝑋 5 (𝑚𝑔/𝑑𝐿) = = 15
48
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya
Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang membutuhkan terapi pengganti
Ginjal Kronik (chronic kidney disease) lebih banyak terjadi pada rentang usia 35-55
Penyakit Ginjal Kronik lebih sering terjadi pada populasi wanita, dan insidennyaa
Tanda dan gejala yang ditemukan pada pasien sesuai dengan teori bahwa pada
pasien dengan gagal ginjal kronik berat akan disertai dengan azotemia yang sangat
saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan
kardiovaskular.
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal
ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dan muntah masih
belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus
sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan
mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera
49
Mual dan muntah yang dirasakan terus-menerus, bertambah dengan makan atau
minum hal ini merupakan akibat dari akumulasi produk toksik dalam sirkulasi, seperti
urea dimana tidak dapat diekskresikan oleh ginjal. Perut yang dirasakan membesar
dan kaki membengkak merupakan akibat dari fungsi ekskresi ginjal yang mengalami
penurunan sehingga terjadi retensi garam dan air seiring dengan penurunan LFG.
normokrom (Hb= 6,8 g/dL). Hal ini sejalan dengan teori bahwa, anemia pada
penyakit ginjal kronik berkaitan dengan penurunan produksi eritropoietin oleh ginjal
normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada pasien gagal
ginjal kronik. Anemia pada pasien gagal ginjal kronik terutama disebabkan oleh
defisiensi eritropoetin. Hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah
defisiensi besi, kehilangan darah (misal perdarahan saluran cerna, hematuri), masa
hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat,
penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut ataupun
kronik.
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10 g/dL atau
hematokrit < 30 %, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi serum / serum
iron, kapasitas ikat besi total / Total Iron binding Capacity (TIBC), feritin serum),
sebagainya.
50
Pasien mengaku memiliki riwayat hipertensi yang sudah hampir 3 tahun tanpa
meminum obat apapun, hanya menggunakan obat herbal. Saat dilakukan pemeriksaan
fisik didapatkan Tekanan darah : 150/90 mmHg, saat pasien sudah dirawat di rumah
sakit dan telah mendapat terapi antihipertensi, sedangkan pada awal pasien masuk
tekanan daranya adalah : 200/100 mmHg. Menurut klasifikasi JNC VIII, maka pasien
seperti gagal jantung kongestif, gagal ginjal, dan penyakit vaskuler. Berdasarkan
rekomendasi tatalaksana JNC VIII, maka pada pasien ini termasuk dalam
rekomendasi 4 : “pada kelompok usia ≥18 tahun dengan gagal ginjal kronis terapi
farmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan tekanan
darah diastolik <90 mmHg”. Golongan antihipertensi yang dapat diberikan pada
pasien dengan penyakit ginjal kronik adalah golongan ACE inhibitor atau ARB.
Hasil pemeriksaan EKG pada hari pertama saat pasien di UGD menunjukkan
gambaran atrial fibrilasi, sehingga pasien juga di diagnosis dengan CHF FC II-III.
merupakan hal yang paling sering terjadi dengan adanya disfungsi ginjal yang
dilakukannya dialysis dan hampir 30% pasien memiliki bukti menderita CHF saat
onset dialysis. CKD diketahui berhubungan dengan kejadian hipertensi, anemia dan
51
overload volume, hyperparathyroidism dan metabolism kalsium – fosfat yang
abnormal.
hipertensi, atau kelainan glomerolus), ketika kerusakan renal telah terjadi, maka
kaskade kerusakan tersebut akan terus berlanjut. Sebagai respon terhadap kerusakan
beta (TGF-beta), asam lemak, penanda pro inflamasi stress oksidatif, dan protein
scarring) dan kehilangan fungsi ginjal. Semua bentuk CRF juga berhubungan dengan
tetapi diperkirakan disebabkan oleh proses sekunder penurunan aliran darah sebagai
tambahan ifiltrasi limfosit dan mediator inflamasi dimana akan menyebabkan fibrosis
52
Pemilihan terapi pada pasien disesuaikan dengan derajat dari fungsi ginjal yang
dilihat dari GFR yang menunjukkan ESRD dan adanya hipertensi yang merujuk pada
berikut :
1. Diet ginjal 1700 kal/hari. Pada CKD, jumlah energi adalah 35 kal/kgBB
ideal/hari.
2. Diet rendah protein. Untuk pasien non dialisis = 0,6 – 0,75 gr/kgBB
ideal/hari.
asidosis metabolik yang sering terjadi pada pasien ESRD. Bicnat bersifat
alkaloid untuk mengurangi penetral asam yang terjadi pada pasien asidemia.
laju filtrasi glomerulus kurang dari 5 ml/menit, atau salah satu dari kondisi
berikut :
53
f. kelebihan cairan
54