You are on page 1of 21

MAKALAH

MANAJEMEN SUMBER DAYA PETERNAKAN


(Pengembangan Agribisnis Sapi Potong Melalui Penerapan IPTEK Terpadu
Guna Mendukung Program Sistim Inovasi Daerah Nusa Tenggara Timur)

OLEH
MATHILDA M. SADIPUN
MADE SUDARMA

PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2012

i
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................ i
DAFTAR INDEKS ............................................................................................... ii
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
Latar Belakang ...................................................................................... 1
Tujuan ................................................................................................... 2

PEMBAHASAN ................................................................................................. 3
Potensi Daerah Provinsi NTT ............................................................... 3
Strategi Inovasi IPTEK Berbasis Agribisnis ......................................... 4
Penerapan Kawasan Peternakan Terpadu .................................... 5
Peningkatan Koordinasi Dengan semua Pihak Terkait ............... 9
Peningkatan Sumber Daya Manusia Peternakan ....................... 10
Peningkatan Pola kemitraan Usaha Peternakan Sapi Potong .... 11
Inovasi Teknologi Berbasis Sumber Daya Lokal ............................... 12
Teknologi Reproduksi ............................................................... 12
Sistem Integrasi Tanaman Ternak ............................................. 13
Inovasi Teknologi Pengolahan Pakan ....................................... 14
Inovasi Teknologi Pengolahan Limbah Ternak ........................ 14

PENUTUP ........................................................................................................... 16
Simpulan ............................................................................................... 16
Saran ..................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 18

ii
DAFTAR INDEKS

Indeks
Halaman
1. Tabel Populasi Ternak Sapi Bali di NTT ........................................................ 3
2. Grafik Populasi Ternak Sapi Bali di NTT ....................................................... 3
3. Tabel Luasan Padang Penggembalaan Pada Setiap Kabupaten di NTT ......... 3
4. Desain Pengembangan Agribisnis Peternakan Sapi ......................................... 4
5. Desain Pengelolaan Padang Penggembalaan dan Pengelolaan Pakan .............. 5

iii
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sampai saat ini memiliki tingkat
kemampuan pasokan produksi daging sapi relatif rendah dibandingkan
pertumbuhan permintaan daging sapi yang terus meningkat. Hal ini
menyebabkan wilayah Provinsi NTT menjadi salah satu pasar daging sapi yang
sangat terbuka bagi wilayah lain. Kesenjangan antara produksi dan kebutuhan
daging sapi di Provinsi NTT merupakan tantangan sekaligus peluang yang
cukup besar bagi subsektor peternakan sehingga mampu memenuhi kebutuhan
konsumsi daging sapi di Provinsi NTT. Potensi wilayah dan daya dukung
lahan di Provinsi NTT sangat mendukung dalam pengembangan ternak sapi
potong. Data dari Dinas Peternakan Provinsi NTT tahun 2011, potensi wilayah
dan daya dukung lahan di Provinsi NTT diperkirakan masih dapat menampung
ternak sapi sebanyak 2.664.819 Satuan Ternak (ST) dan baru dimanfaatkan
sebesar 259.545 ST, sehingga masih terdapat peluang pengembangan ternak
sapi potong sebesar 2.405.274 ST. Peluang lain dalam pengembangan sapi potong
di Provinsi NTT diantaranya: jumlah penduduk ± 4.223.833 jiwa pada tahun
2011 merupakan konsumen yang besar dan masih tetap tumbuh sekitar 1,1% per
tahun, kondisi geografis dan sumber daya alam wilayah NTT yang
mendukung usaha dan industry peternakan serta meningkatnya kesadaran dan
pengetahuan masyarakat tentang pentingnya gizi.
Menurut Daryanto (2007), permasalahan utama agribisnis sapi potong
adalah penurunan populasi yang terus-menerus setiap tahun. Program yang
selama ini tidak memberikan dampak yang meyakinkan pada penyelamatan
ternak potong. Permasalahan penurunan populasi sapi potong dimana jumlah
pemotongan yang tinggi dan angka kelahiran yang rendah
Permasalahan lain yang dihadapi dalam pengembangan ternak sapi
potong di Provinsi NTT adalah: pemotongan sapi betina produktif,

1
masyarakat peternak masih memposisikan diri sebagai pemelihara, skala
peternakan sapi potong yang masih kecil dan berpencar-pencar, peternak
masih cenderung melakukan pengembangbiakan ternak sapi dengan pola
tradisional (kawin alam) sehingga penggunaan teknologi Inseminasi Buatan
(IB) serta teknologi transfer embrio masih kurang optimal.
Konsep pembangunan agribisnis yang berdaya saing dalam kaitan dengan
otonomi daerah harus diwujudkan dalam bentuk dukungan kebijakan pemerintah
yang setidaknya mencakup empat hal berikut: (1) menciptakan iklim kondusif
bagi pengembangan agribisnis; (2) menciptakan peran yang lebih tinggi bagi
agribisnis dan petani kecil; (3) memperkuat kelembagaan; dan (4) melakukan
investasi dalam infrastruktur publik dan sumber daya manusia (SDM) di bidang
agribisnis (Tampubolon., 2002). Ditinjau dari sisi pembangunan peternakan sapi
potong di Provinsi NTT yang dilaksanakan oleh Dinas Peternakan Provinsi
NTT sebagai unsur pelaksana pemerintah daerah di bidang pembangunan
peternakan dan swasta selama ini dirasakan belum menunjukkan kinerja yang
optimal. Berdasarkan potensi, peluang dan permasalahan dalam pengembangan
ternak sapi potong di Provinsi NTT, maka dipandang perlu untuk merumuskan
suatu strategi agribisnis yang tepat dalam pengembangan peternakan sapi
potong di Provinsi NTT yang melibatkan peran serta dari peternak, perusahaan
swasta, perbankan, pemerintah daerah, serta kalangan perguruan tinggi secara
berkesinambungan dan berkelanjutan.

Tujuan
Makalah ini dibuat untuk menyusun alternatif strategi Pengembangan
Agribisnis Sapi Potong Melalui Penerapan Iptek Terpadu Guna Mendukung
Program Sistim Inovasi Daerah Nusa Tenggara Timur

2
PEMBAHASAN

Potensi Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)


Tabel 1: Populasi Ternak Sapi Bali di NTT
Tahun Populasi Ternak Sapi Bali di NTT
2007 555383
2008 566464
2009 577552
2010 599279
2011 778633
BPS NTT, 2012

Populasi Ternak Sapi Bali di NTT


1000000
800000
600000
400000
200000
0
2007 2008 2009 2010 2011

Grafik 1: Populasi Ternak Sapi Bali di NTT


Tabel 2. Luasan padang penggembalaan pada setiap kabupaten di NTT

No. Kabupaten Luas (Ha)


1. Kupang 227.400
2 TTS 58.243
3 TTU 86.399
4 Belu 24.010
5 Alor 7.149
6 Lembata 23.255
7 Flotim 33.291
8 Sikka 19.389
9 Ende 910
10 Ngada 15.193
11 Manggarai 77.089
12 Sumba Timur 215.797
13 Sumba Barat 83.635
14 Rote Ndao 16.513
Total NTT 888.273
BPS NTT, 2012

3
Provinsi NTT mempunyai potensi yang sangat besar sebagai daerah
pengembangan ternak sapi dan ternak ruminansia lainnya. Hal ini tercermin dari
masih banyaknya lahan semak belukar/alang-alang dan rumput yang mencapai
888.273 ha. Jika luasan lahan tersebut dapat dimanfaatkan secara efisien maka
NTT dapat meningkatkan produktivitas ternak dan kesejahteraan petani-peternak.
Dengan potensi yang ada maka upaya yang akan dilakulan dalam
pengembangannya adalah dengan penerapan sistem agribisnis terpadu.

STRATEGI INOVASI IPTEK BERBASIS AGRIBISNIS DALAM


PENGEMBAGAN PETERNAKAN DI NTT:

Breeding Fattening
Jantan Betina Afkir M
A
R
K
E
Pabrik pakan RPH T
I
N
G
Meat processing
home industry

Gambar Ilustrasi 1. Desain Pengembangan Agribisnis peternakan sapi


berbasis Inovasi IPTEK di NTT (Jelantik. I.G.N 2007)

4
PENGELOLAAN PADANG PENGGEMBALAAN DAN PENGOLAHAN PAKAN BERBASIS AGRIBISNIS

Produksi
Hijauan Lamtoro
Peddock Peddock Peddock dan
Konsentrat

Jagung, dll.

Hay Rumput Unggul


Silase
Suplemen
P3 Pengolahan
Pelet Pakan
Multinutrient
Block
Sapi Bakalan Sapi
Gemukan Pakan
Koperasi Konsentrat Daging PASAR
(beragam kualitas)

Gambar Ilustrasi 1. Desain pengelolaan padang penggembalaan dan


pengolahan pakan berbasis agribisnis inovasi IPTEK di NTT
(Jelantik. I.G.N 2007)

a) Strategi pengembangan usaha ternak sapi potong melalui penerapan


kawasan peternakan terpadu (cluster) yang ditunjang oleh tersedianya
subsistem-subsistem dalam agribisnis peternakan sapi potong dari
subsistem hulu hingga hilir serta jasa penunjang.

Perumusan strategi ini didasarkan pada potensi daerah yang terdapat di


Provinsi NTT untuk memanfaatkan peluang yang ada dalam pengembangan
ternak sapi potong berwawasan agribisnis di Provinsi NTT (Parimartha, dkk.
2002). Pengembangan dan peningkatan kawasan peternakan terpadu sapi potong
ini dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan, sehingga mengarah
kepada wilayah/daerah yang berkembang, mandiri dan memiliki nilai ekonomis.
(Rangkuti, F. 2005)

5
Penerapan strategi ini di Provinsi NTT dapat dilakukan dengan
penerapan sistem agribisnis sebagai berikut:
a. SUBSISTEM HULU
Pengembangan agribisnis subsistem hulu merupakan subsistem agribisnis
yang melakukan kegiatan ekonomi untuk menghasilkan dan memperdagangkan
sarana produksi ternak (sapronak), jenis usaha pembibitan (dengan pemanfaatan
teknologi rerpoduksi yaitu Inseminasi Buatan (IB), industri pakan ( pengelolaan
padang penggembalaan, pengolahan pakan dalam bentuk Hay, silase dan amoniasi
serta pemanfatan limbah pertanian sebagai pakan dengan metode fermentasi),
industri obat-obatan, dan industri penyedia peralatan ternak.
Pengembangan agribisnis subsistem hulu dalam inovasi IPTEK penerapan
kawasan peternakan terpadu sapi potong (cluster) adalah:
1. Village Breeding Center (VBC);
Pengembangan Village Breeding Center (VBC) dapat dilakukan di
Provinsi NTT karena didukung oleh sumber daya alam yang baik, sumber air
serta tersedianya sumber pakan dan lahan (Gafar, S. 2003). Hal ini ditunjang
oleh luasnya lahan perkebunan di Provinsi NTT sebesar 888.273 Ha pada
tahun 2011 (BPS, 2011). Kebijakan pengembangan usaha pembibitan sapi
potong diarahkan pada suatu kawasan dengan penerapan system reproduksi
secara Inseminasi Buatan (IB) dan Embrio Transfer, baik kawasan khusus
maupun terintegrasi dengan komoditi lainnya serta terkonsentrasi di suatu
wilayah untuk mempermudah pembinaan, bimbingan, dan pengawasan dalam
pengembangan usaha pembibitan sapi potong yang baik (Good breeding practice).
2. Pembangunan pastura dan pengolahan pakan di kawasan pembibitan
dan penggemukan sapi potong.
Pembangunan pastura di kawasan pembibitan dan penggemukan sapi
potong bertujuan untuk pengembangan potensi sumber hijauan dalam
mendukung penyediaan pakan hijauan dengan penerapan teknologi sederhana
seperti pembuatan Hay, Silase dan amoniasi untuk pengembangan kawasan
terpadu ternak sapi potong (Jelantik. I.G.N., 2007)

6
3. Pembangunan sarana dan prasarana pada kawasan pembibitan dan
penggemukan.
Pembangunan sarana dan prasarana pada kawasan pembibitan dan
penggemukan seperti: pembangunan puskeswan, laboratorium Inseminasi Buatan
(IB) dan Transfer Embrio, kandang, jalan dan peralatan pendukung lainnya,
bertujuan untuk mendukung kegiatan pengembangan kawasan tersebut.

b. SUBSISTEM USAHA BUDI DAYA


Program pengembangan usaha budi daya ternak sapi potong di
Provinsi NTT melalui penerapan kawasan peternakan terpadu dimaksudkan
untuk mendukung perkembangan usaha peternakan sapi potong yang sudah
ada serta menumbuhkembangkan usaha baru yang bergerak di hulu dari
agribisnis peternakan sapi potong. Pengembangan agribisnis subsistem usaha budi
daya kawasan peternakan sapi terpadu adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan kawasan khusus penggemukan sapi potong;
Pengembangan Pengembangan kawasan khusus ini bertujuan
meningkatkan produktivitas dan kualitas dari hasil ternak sapi potong yang
digemukkan, dengan penerapan system integrasi agroforestri yang dimana
disediakan pakan suplemen guna mempersingkat waktu penggemukan dan
penggemukan system feedlot (Jelantik. I.G.N., 2007). Dengan pengembangan
kawasan khusus sapi potong diharapkan dapat memenuhi permintaan daging
sapi di Provinsi NTT dan bahkan dapat memenuhi permintaan ekspor dari
negara-negara tetangga.
2. Pengembangan kawasan peternakan sapi terintegrasi dengan tanaman;
Integrasi hewan ternak dan tanaman dimaksudkan untuk memperoleh
hasil usaha yang optimal, dan dalam rangka memperbaiki kondisi kesuburan
tanah. Interaksi antara ternak dan tanaman haruslah saling melengkapi,
mendukung dan saling menguntungkan, sehingga dapat mendorong
peningkatan efisiensi produksi dan meningkatkan keuntungan hasil usaha
taninya.

7
c. SUBSISTEM HILIR
Program pengembangan agribisnis subsistem hilir kawasan peternakan
sapi terpadu ini dimaksudkan untuk mengolah hasil peternakan sapi potong
agar sesuai dengan kebutuhan konsumen sekaligus membuka kesempatan
berusaha dan bekerja pada agribisnis hilir peternakan sapi potong. Dalam
pengembangan agribisnis subsistem hilir kawasan peternakan sapi terpadu
adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan kawasan sentra produksi olahan hasil ternak sapi potong;
Pengembangan industri pengolahan daging sapi di Provinsi NTT dapat
dilakukan dengan membentuk kawasan sentra-sentra penghasil olahan daging
(se’i sapi, dendeng sapi, kerupuk kulit sapi, kerajinan kulit, dan
sebagainya). Pengembangan industri rumah tangga berbasis daging
melalui kelompok merupakan salah satu cara pengembangan industri olehan
dari daging sapi dan ikutannya.
2. Pengembangan Rumah Potong Hewan (RPH);
Pengembangan Rumah Potong Hewan (RPH) merupakan faktor terpenting
dalam pengembangan usaha agribisnis hilir dari ternak sapi potong. Dengan
kondisi dan pelayanan RPH yang baik diharapkan dapat menghasilkan daging
sapi yang memenuhi standar aman, sehat, utuh dan halal (ASUH).
d. SUBSISTEM JASA PENUNJANG
Program pengembangan agribisnis jasa penunjang kawasan peternakan
sapi terpadu dimaksudkan untuk menfasilitasi berkembangnya usaha-usaha
agribisnis ternak sapi potong baik di hulu, budi daya maupun hilir. Program
dan kegiatan yang dapat dilakukan dalam program ini adalah:
1. Penguatan SDM Peternakan;
Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas SDM agribisnis
peternakan seperti peternak, vaksinator, inseminator, penyuluh dan aparat
pengelola pembangunan peternakan. Tujuan dari program dan kegiatan ini
adalah peningkatan kemampuan manajerial peternak, keterampilan inseminasi
bagi inseminator, keterampilan vaksinasi bagi vaksinator, kemampuan penyuluh

8
peternakan, kemampuan promosi dan fasilitator bagi aparat pengelola
pengembangan agribisnis ternak sapi potong.
2. Penguatan kelembagaan peternakan;
Penguatan kelembagaan peternakan dapat dilakukan melalui eksistensi
Dinas Peternakan Provinsi dan Kabupaten/kota. Tujuan peningkatan
kelembagaan peternakan untuk memperjelas tugas dan fungsi dari dinas teknis
yang membidangi peternakan. Dinas Peternakan Provinsi dan Kota/Kabupaten
berfungsi sebagai motivator, fasilitator dan regulator di subsektor peternakan.
3. Distribusi dan transportasi;
Tujuan program distribusi dan transportasi dalam pengembangan
agribisnis kawasan peternakan ternak sapi potong adalah peningkatan pelayanan
distribusi dan transportasi peternakan sapi.

b) Strategi Peningkatan Koordinasi Dengan Semua Pihak Yang Terkait


(Stakeholders) Dalam Memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA),
Perkembangan Teknologi Dan Informasi Dan Jumlah Rumah Tangga
Yang Banyak Untuk Meningkatkan Daya Saing Usaha Peternakan Sapi
Potong.

Perumusan strategi ini didasarkan pada mengatasi kelemahan yang


dimiliki masyarakat petani-peternak, swasta dan Dinas Peternakan Provinsi NTT
untuk memanfaatkan peluang yang ada dalam pengembangan ternak sapi potong
berwawasan agribisnis di Provinsi NTT. Stakeholders yang terlibat dalam
pembangunan peternakan sapi potong tersebut harus memiliki peran yang
jelas dalam pembangunan peternakan sapi potong tersebut. Stakeholders yang
terkait dan berperan penting adalah: Dinas Peternakan Provinsi dan
Kabupaten/kota, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Badan Promosi dan
Investasi, Dewan Legislatif (DPRA Tingkat I dan II), Perguruan Tinggi,
Lembaga permodalan dan peternak/swasta.
Dinas Peternakan Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT memiliki peran
dalam pengembangan usaha ternak sapi potong sebagai insulator sekaligus
sebagai regulator, oleh karena itu fungsi dan kontribusinya adalah
pembangunan kebijakan sektoral dan penyedian dana pengembangan. Dinas

9
Perindustrian dan Perdagangan lebih memiliki peran pada subsistem hilir,
yaitu pengembangan industri hasil olahan daging sapi dan ikutannya dan
system perdagangan dalam maupun luar negeri. Badan Promosi dan Investasi
berperan dalam mempromosikan peluang usaha pengembangan sapi potong
dan produk-produk daging sapi dan olahan lokal dalam rangka menarik
investor untuk menanamkan modalnya di usaha ternak sapi potong di
Provinsi NTT. Dewan Legislatif (DPRA Tingkat I dan II) berperan sebagai
pendukung dan pengawasan dalam kegiatan pengembangan usaha ternak sapi
tersebut. Perguruan Tinggi seperti Universitas Nusa Cendana yang berperan
sebagai konduktor oleh karena itu Perguruan Tinggi harus mampu menjadi
mitra inovatif bagi lembaga lain. Pemberian bantuan kredit merupakan peran
yang diemban oleh lembaga permodalan serta swasta/peternak berperan
sebagai pelaku usaha dalam pengembangan ternak sapi potong di Provinsi
NTT.

c) Strategi peningkatan Sumber Daya Manusia peternakan (peternak,


penyuluh, inseminator, paramedis) melalu pola pembinaan kelompok
peternak, pelatihan- pelatihan, magang dan studi banding dalam
upaya meningkatkan motivasi, kemampuan penguasaan teknologi tepat
guna dan manajerial dari sdm peternakan.

Perumusan strategi ini didasarkan pada pengelolaan kekuatan yang


dimiliki masyarakat petani-peternak, swasta dan dinas Peternakan Provinsi
NTT untuk mengantisipasi ancaman yang ada dalam pengembangan ternak
sapi potong berwawasan agribisnis di Provinsi NTT Peningkatan Sumber
Daya Manusia (SDM) Peternakan khususnya peternak, dilakukan dengan
memberi penyuluhan-penyuluhan, pembinaan intensif kepada peternak,
pelatihan dan peningkatan pengetahuan manajerial dan kelembagaan.
Peningkatan SDM peternak, diharapkan agar peternak dapat mengelola
kelompok atau koperasi dengan baik dan lebih berperan aktif dalam
menerima penyuluhan yang berhubungan dengan pengembangan permodalan,
manajemen usaha ternak sapi potong, distribusi dan pemasaran hasil, serta
mempunyai daya saing dalam memasuki era pasar bebas.

10
Peningkatan penguasaan manajerial dan teknologi dapat dilakukan
dengan cara mengadakan pelatihan teknologi tepat guna dan melaksanakan
magang ke kelompok-kelompok ternak yang sudah maju atau perusahaan
peternakan. Peningkatan pengetahuan dari Tenaga Pelayanan Peternakan
(penyuluh, inseminator, paramedis) dan mempersiapkan kader-kader
peternakan tetap perlu dilakukan, dikarenakan pengetahuan dan teknologi di
bidang peternakan akan terus berkembang. Peningkatan pengetahuan Tenaga
Pelayanan Peternakan (penyuluh, inseminator, paramedis) dapat dilakukan
melalui pendidikan formal maupun non formal. Sehubungan dengan kegiatan
agribisnis sapi potong diperlukan pengetahuan dan keterampilan tentang teknis
peternakan yang mencakup pemilihan lokasi, seleksi bibit, pemeliharaan,
pencegahan penyakit, penanganan pasca panen dan distribusi serta pemasaran.

d) Strategi Penerapan Pola Kemitraan Usaha Peternakan Sapi Potong


Yang Berkesinambungan Yang Dikontrol Dengan Baik Oleh Dinas
Peternakan Provinsi Ntt Dan Kabupaten/Kota.

Perumusan strategi ini didasarkan pada mengatasi kelemahan yang


dimiliki masyarakat petani-peternak, swasta dan Peternakan Provinsi NTT
untuk mengantisipasi ancaman yang ada dalam pengembangan ternak sapi
potong berwawasan agribisnis di Provinsi NTT Kemitraan adalah kerjasama
usaha antara usaha kecil dan usaha menengah atau besar yang disertai
dengan pembinaan oleh usaha menengah atau usaha besar tersebut. Hal ini
dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip saling memerlukan, saling
memperkuat dan saling menguntungkan. Secara ekonomi kemitraan hendaknya
harus dapat dijelaskan dengan pemahaman berikut, bahwa esensi kemitraan
terletak pada kontribusi bersama, baik berupa tenaga (labour) maupun benda
(proverty) atau keduanya untuk tujuan kegiatan ekonomi. Kemitraan usaha
ditujukan untuk menumbuhkan, meningkatkan kemampuan dan peranan usaha
kecil dalam perekonomian nasional khususnya dalam mewujudkan usaha kecil
sebagai usaha yang tangguh dan mandiri yang mampu menjadi tulang
punggung dan mampu memperkokoh struktur perekonomian daerah yang
berbasis pada komoditi peternakan.

11
Model kemitraan usaha ternak sapi potong di Provinsi NTT harus
melibatkan usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan bank
sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan kerja sama yang dituangkan
dalam nota kesepakatan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kelayakan
plasma, meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang saling menguntungkan
antara inti dan plasma, serta membantu bank dalam meningkatkan kredit usaha
kecil secara lebih aman dan efisien. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai
pembinaan oleh perusahaan inti, dimulai dari penyediaan sarana produksi,
bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi.

INOVASI TEKNOLOGI BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL


1. Teknologi Reproduksi
Dewasa ini, seiring dengan semakin berkembangnya teknologi, telah
tersedia banyak piilihan teknologi reproduksi yang dapat diterapkan pada ternak,
seperti intensifikasi kawin alam (INKA), inseminasi buatan (IB), fertilisasi in
vitro (FIV), transfer embrio (TE), clonning, transfer gen, dan lainlain. Pemilihan
teknologi reproduksi yang akan diterapkan harus memperhatikan kondisi obyektif
peternak, karena hal ini terkait dengan efektivitas dan efisiensi yang ditimbulkan
akibat penerapan teknologi tersebut. Melihat kondisi obyektif peternakan
tradisional kita di Nusa Tenggara Timur, maka untuk saat ini teknologi IB dan
INKA adalah pilihan yang tepat dibandingkan dengan teknologi reproduksi lain.
Penerapan teknologi reproduksi yang lebih mutakhir belum mendesak karena di
samping tingkat keberhasilan yang masih rendah pada tingkat lapang, juga
memerlukan tambahan biaya yang besar.
Sinkronisasi (penyerentakan) estrus merupakan salah satu teknologi
reproduksi yang sering diterapkan untuk mendukung keberhasilan program IB.
Dengan teknologi ini sekelompok ternak yang memperoleh perlakuan khusus akan
emperlihatkan gejalagejala estrus dalam waktu relatif serentak sekitar dua hari
setelah perlakuan.Sekelompok ternak betina yang estrus serentak akan
memudahkan pelaksanaan IB yang pada akhirnya akan meningkatkan efektifitas
dan efisiensi manajemen peternakan secara keseluruhan. Penerapan teknologi

12
sinkronisasi estrus dan IB secara simultan terhadap ternak dalam jumlah banyak
akan meningkatkan efisiensi peternakan. Hal ini karena dalam waktu bersamaan
peternak akan memiliki sekelompok ternak bunting, melahirkan, dan umur anak
yang relatif seragam, sehingga memudahkan dalam proses pemeliharaan. Dengan
demikian peternak juga dapat mengatur waktu yang tepat kapan melakukan proses
perkawinan, terkait dengan permintaan pasar dan musim dimana ketersediaan
pakan hijauan yang cukup saat melahirkan dan menyusui anaknya, sehingga
diharapkan angka kematian pedet dapat dikurangi.
2. Sistim Integrasi Tanaman - Ternak.
Sistem Integrasi Tanaman-Ternak (SITT) dalam sistem usaha pertanian di
Daerah Nusa Tenggara Timur merupakan ilmu rancang bangun dan rekayasa
sumber daya pertanian yang tuntas. SITT pada dasarnya tidak terlepa sdari
kaidah-kaidah ilmu usaha tani yang berkembang lebih lanjut. Ilmu usaha tani itu
sendiri merupakan suatu proses produksi biologis yang memanfaatkan sumber
daya alam, sumber daya manusia, modal, dan manajemen yang jumlahnya
terbatas. Karena sumber daya tersebut jumlahnya terbatas maka penerapan SITT
dalam proses produksi pertanian tidak terlepas dari prinsip dan teori ekonomi.
Berikut ini hasil-hasil penelitian dan pengembangan dalam upaya
meningkatkan pendapatan petani melalui SITT dalam sistem usaha pertanian di
beberapa daerah di Nusa Tenggara Timur. Dengan pola usaha tani tanaman ternak
petani mampu mengolah lahan 1,5-2,0 ha, yang biasanya hanya mampu 0,7 ha. Di
samping itu, pendapatan petani meningkat hampir dua kali lipat. Bahkan
kontribusi ternak terhadap pendapatan rumah tangga petani menggeser tanaman
pangan menjadi urutan kedua setelah karet (Gafar, S. 2003).
Model usaha tani introduksi ini telahberkembang ke erdaerah-daerah ,
seperti kabupaten Saai.ini telah dikembangkansistem usaha tani terpadu yang
melibatkanternak, baik sebagai komponen utama maupun penunjang di lahan
marginaldengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan petani melalui inovasi
teknologi (Marawali, H.H. 2002)
Program Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Inovasi (P4MI) telah
mampu meningkatkan fungsi dan peran ternak secara signifikan dalam penyediaan

13
pupuk, pemanfaatan sisa/limbah pertanian, dan sumber pendapatan. Sistem
integrasi tanaman-ternak di lahan marginal, di Nusa Tenggara Timur, kini
berkembang hampir di setiap kabupaten lokasi kegiatan P4MI (Whirdayati., et al
2001). Dengan demikian,lahan dan teknologi usaha sapi potong sudah tersedia,
tinggal bagaimana sebenarnya kondisi, prospek, dan arah pengembangan sapi
potong di Indonesia.
3. Inovasi teknologi Pengolahan Pakan
Inovasi teknologi pakan sudah banyak dihasilkan, terutama terkait dengan
pengembangan lumbung pakan (feed bank), strategi pemberian pakan yang
ekomnomis(feedind strategy), pengkayaan pakan (feed enrichments),
pengembangan legume tree, atau yang terkait dengan model tiga strata dan food
feed system. Namun pengembangan inovasi ini belum member dampak yang
memadai, karena impor bahan pakan(unggas) justru makin besar, terutama
bungkil kedelei, jagung, tepung, ikan.
Bahan pakan sumber serat juga banyak yang terbuang seperti jerami padi.
Potensi pakan ini harus dimanfaatkan sebagai basis pengembngan ternak, baik
melalui suatu inovasi teknologi, strategi pengembangan, atau kebijakan yang lebih
berpihak dalam menguatkan industri peternakan yang tangguh berbasis
sumberdaya lokal.Pengembangan inovasi teknologi berbasis bibit dan pakan lokal
diharapkan mampu meningkatkan daya saing produk peternakan, karena
kontribusi pakan dan bibit dalam biaya produksi sekitar 70-80%.
4. Inovasi Teknologi Pengolahan Limbah Ternak.
Pengembangan peternakan sapi potong akan terus meningkat sehingga
alternative inovasi teknologi pengolahan limbah ternak sapi sangat besar
manfaatnya dalam memperbaiki efisiensi penggunaan energy rumah tangga. Pada
gilirannya, inovasi ini akan berdampak pada : 1). Efisiensi dalam n daya saing
produk 2).keberlnjutan terkait dengan masalah kesuburan, 3).dampak lingkungan
dalam proses pengolahan limbah, 4).aspek social ekonomi yang berhubungan
dengan penyediaan biogas sebagai energy rumah tangga. Inovasi teknologi
pengolahan limbah ternak dapat menjadi benang merah dari hulu sampai ke hilir,
yaitu : 1).petani termotivasi untuk mempertahankan kesuburan lahan pertanian

14
dengan cara memperbaiki pola budidaya dan mempertahankan kandungan bahan
organik; 2). Penggunaan pupuk kima dilakukan secara benar dan diimbangi
dengan penambahan bahan organic (kompos dari kotoran ternak sapi) yang
mampu meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk dan menurunkan biaya
produksi; 3). Penggunan kompos membuka peluang pasar baru dan mendorong
masyarakat pedesaan untuk mengembangkan industry kompos dengan
memelihara sapi; 4).usaha pengolahan limbah ternak dapat dipandang sebagai
usaha investasi yang tidak terkena invlasi, mampu menciptakan lapangan kerja
baru di pedesaan.

15
PENUTUP

Kesimpulan
Dari Hasil analisis dengan menggunakan matriks SWOT, diidentifikasi
alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam pengembangan agribisnis sapi
potong melalui penerapan iptek terpadu guna mendukung program sistim inovasi
daerah nusa tenggara timur , yaitu:
(a) Pengembangan usaha ternak sapi potong melalui penerapan kawasan
peternakan terpadu (cluster) yang ditunjang oleh tersedianya subsistem-
subsistem dalam agribisnis peternakan sapi potong dari subsistem hulu
hingga hilir serta jasa penunjang;
(b) peningkatan koordinasi dengan semua pihak yang terkait (stakeholders)
dalam memanfaatkan Sumber Daya Alam (SDA), perkembangan teknologi
dan informasi dan jumlah rumah tangga peternak yang banyak untuk
meningkatkan daya saing usaha peternakan sapi potong;
(c) Peningkatan Sumber Daya Manusia Peternakan (peternak, penyuluh,
inseminator, paramedis) melalui pola pembinaan kelompok peternak,
pelatihan-pelatihan, magang dan studi banding dalam upaya
meningkatkan motivasi, kemampuan penguasaan teknologi tepat guna dan
manajerial dari SDM peternakan; dan
(d) Penerapan pola kemitraan usaha peternakan sapi potong yang
berkesinambungan yang dikontrol dengan baik oleh Dinas Kesehatan
Hewan dan Peternakan Provinsi NTT dan kabupaten/kota.
Penentuan prioritas strategi yang dilakukan dengan analisis QSPM, didapat
strategi yang menjadi prioritas utama yang dapat diimplementasikan dalam
pengembangan ternak sapi potong berwawasan agribisnis yaitu;
pengembangan usaha ternak sapi potong melalui penerapan kawasan
peternakan terpadu (cluster) yang ditunjang oleh tersedianya subsistem-
subsistem dalam agribisnis peternakan sapi potong dari subsistem hulu
hingga hilir serta jasa penunjang.

16
(e) Inovasi teknologi berbasis sumber daya lokal
Teknologi Reproduksi
Sistim Integraasi Tanaman- Ternak.
Inovasi teknologi Pengolahan Pakan
Inovasi Teknologi Pengolahan Limbah Ternak.

Saran
Dalam rangka pengembangan ternak sapi potong berwawasan agribisnis
di Provinsi NTT, lebih lanjut disarankan adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan kawasan terpadu peternakan sapi potong di Provinsi NTT
harus dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan, sehingga
mengarah kepada wilayah/daerah yang berkembang, mandiri dan memiliki
nilai ekonomis.
2. Pengidentifikasian daerah pengembangan pembibitan maupun penggemukan
sapi potong dengan memperhatikan ketersediaan pakan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, 2011. NTT Dalam Angka 2011. Kupang NTT
Daryanto, A. 2007. Peningkatan Daya Saing Industri Peternakan. Penerbit
PT. Permata Wacana Lestari. Jakarta.
Dinas Peternakan NTT, 2011. Laporan Tahunan 2011. Kupang NTT
Gafar, S. 2003. Strategi Pengembangan Ternak Sapi Potong Berwawasan
Agribisnis Di Propinsi Sumatera Barat. Magister Manajemen Agribisnis.
Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Jelantik. I.G.N 2007., Rancangan Pengembangan Pusat Pembibitan (Breeding
Farm) Sapi Bali Timor Konotuef Dinas Peternakan Kabupaten Timor
Tengah Utara. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sapi Timor Lembaga
Penelitian UNDANA
Marawali, H.H. 2002. Analisis Penggemukan Sapi Potong Dalam Program
Sistem Usaha Pertanian di Kabupaten Kupang. Thesis Program
Pascasarjana UGM Yogyakarta, 2002
Parimartha, K.W., L. Cyrilla dan H.P. Perjaman. 2002. Analisis Strategi
Bisnis
Rangkuti, F. 2005. Analisa SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis.
Gramedia, Jakarta.
Sapi Potong Pada PT. Lembu Jantan Perkasa Jakarta. Dalam
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak. Diakses pada tanggal 2 November 2012.
Saragih, B. 2001. Suara Dari Bogor: Membangun Sistem Agribisnis.
EdisiMilenium. Penerbit Pustaka Wirausaha Muda, Bogor.
Tampubolon, SMH. 2002. Suara dari Bogor: Sistem dan Usaha Agribisnis,
Kacamata Sang Pemikir. Penerbit Pusat Studi Pembangunan-Institut
Pertanian Bogor dan USESE Foundation. Bogor.
Wirdahayati, el al . 2001. Evaluasi dan Prospek Pengembangan Sapi Brahman di
Kabupaten Sumba Timur Propinsi Nusa Tenggara Timur.

18

You might also like