You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN

Pada awal tahun 1980-an gangguan obsesif-kompulsif dianggap sebagai


gangguan yang jarang dan berespon buruk terhadap terapi. Sekarang diketahui
bahwa gangguan obsesif-kompulsif adalah sering ditemukan dan sangat responsif
terhadap terapi.3
Suatu obsesi adalah pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang mengganggu
(intrusif). Suatu kompulsi adalah pikiran atau perilaku yang disadari, dibakukan dan
rekuren, seperti menghitung, memeriksa atau menghindari. Obsesi meningkatkan
kecemasan seseorang sedangkan melakukan kompulsi menurunkan kecemasan
seseorang tetapi jika seseorang memaksa untuk melakukan suatu kompulsi,
kecemasan adalah meningkat. Seseorang dengan gangguan obsesif-kompulsif
biasanya menyadari irasionalitas dari obsesi dan merasakan bahwa obsesi dan
kompulsi sebagai ego-distonik. Gangguan obsesif-kompulsif dapat merupakan
gangguan yang menyebabkan ketidakberdayaan karena obsesi dapat menghabiskan
waktu dan dapat mengganggu secara bermakna pada rutinitas normal seseorang,
fungsi pekerjaan, aktivitas sosial yang biasanya atau hubungan dengan teman dan
anggota keluarga.3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Gangguan obsesif-kompulsif merupakan gangguan kecemasan di mana
orang memiliki keinginan yang tidak diinginkan dan diulang-ulang, perasaan, ide,
sensasi (obsesi) atau tingkah laku yang membuat mereka selalu ingin melakukan
sesuatu (kompulsif).1
Istilah obsesi menunjuk pada suatu ide atau bayangan mental yang
mendesak ke dalam pikiran secara berulang. Pikiran atau bayangan obsesi dapat
kekhawatiran yang biasa tentang apakah pintu sudah dikunci atau belum sampai
fantasi aneh dan menakutkan tentang bertindak kejam terhadap orang yang
disayangi. Istilah kompulsi menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak dapat
ditahan untuk melakukan sesuatu. Sering suatu pikiran obsesif mengakibatkan
suatu tindakan kompulsif. Tindakan kompulsif dapat berupa berulang kali
memeriksa pintu yang terkunci, kompor yang sudah mati atau menelepon orang
yang dicintai untuk memastikan keselamatannya.2

B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif-kompulsif pada populasi umum
diperkirakan adalah 2% sampai 3% dimana pria dan wanita memiliki resiko sama.
Beberapa peneliti telah memperkirakan bahwa gangguan obsesif-kompulsif
ditemukan pada sebanyak 10% pasien rawat jalan di klinik psikiatrik. Angka
tersebut menyebabkan gangguan obsesif-kompulsif sebagai diagnosis psikiatrik
tersering yang keempat setelah fobia, gangguan berhubungan zat, dan gangguan
depresif berat. Penelitian epidemiologis di Eropa, Asia, dan Afrika telah
menegakkan angka tersebut melewati ikatan kultural.3,4
Untuk orang dewasa, laki-laki dan wanita sama mungkin terkena; tetapi
untuk remaja, laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesif-kompulsif
dibandingkan perempuan. Usia onset rata-rata adalah kira-kira 20 tahun walaupun
laki-laki memiliki onset usia yang agak lebih awal (rata-rata sekitar usia 19 tahun)

2
dibandingkan wanita (rata-rata sekitar 22 tahun). Secara keseluruhan, kira-kira
duapertiga dari pasien memiliki onset gejala sebelum usia 25 tahun, dan kurang dari
15% pasien memiliki onset gejala setelah usia 35 tahun. Gangguan obsesif-
kompulsif dapat memiliki onset pada remaja atau masa anak-anak pada beberapa
kasus dapat pada usia 2 tahun. Orang yang hidup sendirian lebih banyak terkena
gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan orang yang menikah, walaupun temuan
tersebut kemungkinan mencerminkan kesulitan yang di miliki pasien dengan
gangguan obsesif-kompulsif dalam mempertahankan suatu hubungan. Gangguan
obsesif-kompulsif ditemukan lebih jarang diantara golongan kulit hitam
dibandingkan kulit putih walaupun tersedianya jalur ke pelayanan kesehatan dapat
menjelaskan sebagian besar variasi tersebut ketimbang perbedaan prevalensi antara
ras-ras. 3
Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif umumnya dipengaruhi oleh
gangguan mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif berat pada
pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah kira-kira 67 % dan untuk fobia
sosial adalah 25 %. Diagnosis psikiatrik komorbid lainnya pada pasien dengan
gangguan obsesif-kompulsif adalah gangguan pengaruh alkohol, fobia spesifik,
gangguan panik, dan gangguan makan.3
Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif biasanya merupakan orang-
orang yang sukses, pemalu, keras kepala, perfeksionis, suka menghakimi, sangat
berhati-hati, kaku, dan pencemas yang kronis yang menghindari keintiman dan
hanya menikmati sedikit kesenangan dalam hidupnya. Mereka suka bimbang dan
banyak permintaannya dan sering kali dianggap sebagai orang yang dingin,
pendiam, dan tidak ramah. 5

C. ETIOLOGI
1. Faktor Biologis
a. Neurotransmiter
Banyak uji coba kinis yang telah dilakukan terhadap
berbagai obat mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi
serotonin adalah terlibat di dalam pembentukan gejala obsesi dan

3
kompulsi dari gangguan. Data menunjukkan bahwa obat
serotonergik lebih efektif dibandingkan obat yang mempengaruhi
sistem neurotransmiter lain. Tetapi apakah serotonin terlibat di
dalam penyebab gangguan obsesif-kompulsif adalah tidak jelas pada
saat ini. Penelitian klinis telah mengukur konsentrasi metabolit
serotonin sebagai contohnya, 5-hydroxyndoleacetic acid (5-HIAA)
di dalam cairan serebrospinal dan afinitas sertai jumlah tempat
ikatan trombosit pada pemberian imipramine(yang berikatan dengan
tempat ambilan kembali serotonin) dan telah melaporkan berbagai
temuan pengukuran tersebut pada pasien dengan gangguan obsesif-
kompulsif. Beberapa penelitian telah mengatakan bahwa sistem
neurotransmiter kolinergik dan dopaminergik pada pasien gangguan
obsesif-kompulsif adalah dua bidang penelitian riset untuk di masa
depan.3

b. Penelitian pencitraan otak


Berbagai penelitian pencitraan otak fungsional, sebagai
contoh PET (positron emission tomography), telah menemukan
peningkatan aktifitas (sebagai contoh, metabolisme dan aliran darah)
di lobus frontalis, ganglia basalis (khususnya kaudata), dan singulum
pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Baik tomografi
komputer (CT scan) dan pencitraan resonansi magnetik (MRI) telah
menemukan adanya penurunan ukuran kaudata secara biateral pada
pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Baik penelitian
pencitraan otak fungsional maupun struktural konsisten dengan
pengamatan bahwa prosedur neurologis yang melibatkan singulum
kadang-kadang efektif dalam pengobatan pasien dengan gangguan
obsesif-kompulsif. Suatu penelitian MRI baru-baru ini melaporkan
peningkatan waktu relaksasi T1 di korteks frontalis. 3

c. Genetika

4
Penelitian kesesuaiaan pada anak kembar untuk gangguan
obsesif-kompulsif telah secara konsisten menemukan adanya angka
kesesuaian yang lebih tinggi secara bermakna pada kembar
monozigotik dibandingkan kembar dizigotik. Penelitian keluarga
pada pasien gangguan obsesif kompulsif telah menemukan bahwa
35 % sanak saudara derajat pertama pasien gangguan obsesif-
kompulsif juga menderita gangguan. 3

d. Data biologis lainnya


Penelitian elektrofisiologis, penelitian elektroensefalogram
(EEG) tidur, dan penelitian neuroendokrin telah menyumbang data
yang menyatakan adanya kesamaan antara gangguan depresif dan
gangguan obsesif-kompulsif. Suatu insidensi kelainan EEG
nonspesifik yang lebih tinggi dari biasanya telah ditemukan pada
pasien gangguan obsesif-kompulsif. Penelitian EEG tidur telah
menemukan kelainan yang mirip dengan yang terlihat pada
gangguan depresif, seperti penurunan latensi REM (rapid eye
movement). Penelitian neuroendokrin juga telah menemukan
beberapa kemiripan dengan gangguan depresif, seperti nonsupresi
pada dexamethasone-suppression test pada kira-kira sepertiga
pasien dan penurunan sekresi hormon pertumbuhan pada infus
clonidine (catapres). 3

2. Faktor Perilaku
Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah stimuli yang dibiasakan.
Stimulus yang relatif netral menjadi disertai dengan ketakutan atau
kecemasan melalui proses pembiasaan responden dengan memasangkannya
dengan peristiwa yang secara alami adalah berbahaya atau menghasilkan
kecemasan. Jadi, objek dan pikiran yang sebelumnya netral menjadi stimuli
yang terbiasakan yang mampu menimbulkan kecemasan atau gangguan. 3

5
Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda. Seseorang menemukan
bahwa tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan
pikiran obsesional. Jadi, strategi menghindar yang aktif dalam bentuk
perilaku kompulsif atau ritualistik dikembangkan untuk mengendalikan
kecemasan. Secara bertahap, karena manfaat perilaku tersebut dalam
menurunkan dorongan sekunder yang menyakitkan (kecemasan), strategi
menghindar menjadi terfiksasi sebagai pola perilaku kompulsif yang
dipelajari. 3

3. Faktor Psikososial
a. Faktor kepribadian
Gangguan obsesif-kompulsif adalah berbeda dari gangguan
kepribadian obsesif-kompulsif. Sebagian besar pasien gangguan
obsesif-kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid.
Dengan demikian, sifat kepribadian tersebut tidak diperlukan atau
tidak cukup untuk perkembangan gangguan obsesif-kompulsif.
Hanya kira-kira 15 sampai 35 % pasien gangguan obsesif-kompulsif
memiliki sifat obsesional pramorbid.3

b. Faktor psikodinamika
Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan
psikologis utama yang menentukanbentuk dan kualitas gejala dan
sifat karakter obsesif-kompulsif; isolasi, meruntuhkan (undoing),
dan pembentukan reaksi. 3
1) Isolasi
Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang
melindungi seseorang dari afek dan impuls yang
mencetuskan kecemasan. Jika terjadi isolasi, afek dan impuls
yang didapatkan darinya adalah dipisahkan dari komponen
idesional dan dikeluarkan dari kesadaran. Jika isolasi
berhasil sepenuhnya, impuls dan afek yang terkait

6
seluruhnya terepresi, dan pasien secara sadar hanya
menyadari gagasan yang tidak memiliki afek yang
berhubungan dengannya. 3

2) Undoing
Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa
impuls mungkin dapat lolos dari mekanisme primer isolasi
dan menjadi bebas, operasi pertahanan sekunder diperlukan
untuk melawan impuls dan menenangkan kecemasan yang
mengancam keluar ke kesadaran. Tindakan kompulsif
menyumbangkan manifestasi permukaan operasi defensif
yang ditujukan untuk menurunkan kecemasan dan
mengendalikan impuls dasar yang belum diatasi secara
memadai oleh isolasi. Operasi pertahanan sekunder yang
cukup penting adalah mekanisme meruntuhkan (undoing).
Seperti yang disebutkan sebelumnya, meruntuhkan adalah
suatu tindakan kompulsif yang dilakukan dalam usaha untuk
mencegah atau meruntuhkan akibat yang secara irasional
akan dialami pasien akibat pikiran atau impuls obsesional
yang menakutkan. 3

3) Pembentukan reaksi
Pembentukan reaksi melibatkan pola perilaku yang
bermanifestasi dan sikap yang secara sadar dialami yang
jelas berlawanan dengan impuls dasar. Seringkali, pola yang
terlihat oleh pengamat adalah sangat dilebih-lebihkan dan
tidak sesuai. 3

D. GEJALA KLINIS
Obsesif dan kompulsi memiliki ciri tertentu secara umum:

7
1. Suatu gagasan atau impuls yang memaksa masuk ke pikiran secara
bertubi-tubi dan terus-menerus ke dalam kesadaran seseorang.
2. Suatu perasaan ketakutan yang mencemaskan yang menyertai
manifestasi sentral dan seringkali menyebabkan orang melakukan
tindakan kebalikan melawan gagasan atau impuls awal.
3. Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien), yaitu
dialami sebagai suatu yang asing bagi pengalaman seseorang
tentang dirinya sendiri sebagai makhluk psikologis.
4. Tidak peduli bagaimana jelas dan memaksanya obsesi atau
kompulsi tersebut, orang biasanya menyadarinya sebagai
mustahil dan tidak masuk akal.
5. Orang yang menderita akibat obsesi dan kompulsi biasanya
merasakan suatu dorongan yang kuat. 3

Gambaran obsesi dan kompulsi adalah heterogen pada dewasa, pada anak-
anak dan remaja. Gejala pasien individual mungkin bertumpang tindih dan berubah
dengan berjalannya waktu, tetapi gangguan obsesif-kompulsif memiliki empat pola
gejala yang utama. Pola yang paling sering ditemukan adalah suatu obsesi tentang
kontaminasi, diikuti oleh mencuci disertai penghindaran obsesif terhadap objek
yang kemungkinan terkontaminasi. Objek yang ditakuti seringkali sukar untuk
dihindari, sebagai contoh feses, urin, debu atau kuman. Pasien mungkin secara
terus-menerus menggosok kulit tangannya dengan mencuci tangan secara
berlebihan atau mungkin tidak mampu pergi keluar rumah karena takut akan
kuman. Walaupun kecemasan adaloah respon emosional yang paling sering
terhadap objek yang ditakuti, rasa malu dan rasa jijik yang obsesif juga sering
ditemukan. Pasien dengan obsesi kontaminasi biasanya percaya bahwa kontaminasi
ditularkan dari objek ke objek atau orang ke orang oleh kontak ringan. 3
Pola kedua yang sering adalah obsesi keragu-raguan, diikuti oleh
pengecekan yang kompulsi. Obsesi seringkali melibatkan suatu bahaya kekerasan,
seperti lupa mematikan kompor atau tidak mengunci pintu. Pengecekan tersebut
mungkin menyebabkan pasien pulang beberapa kali ke rumah untuk memeiksa

8
kompor. Pasien memiliki keragu-raguan terhadap diri sendiri yang obsesional, saat
mereka selalu merasa bersalah karena melupakan atau melakukan sesuatu. 3
Pola ketiga yang tersering adalah pola dengan pikiran semata-mata pikiran
obsesional yang mengganggu tanpa suatu kompulsi. Obsesi tersebut biasanya
berupa pikiran berulang akan suatu tindakan seksual atau agresi yang dicela oleh
pasien. 3
Pola keempat yang tersering adalah kebutuhan akan simetrisitas atau
ketepatan, yang dapat menyebabkan perlambatan kompulsi. Pasien secara harfiah
menghabiskan waktu berjam-jam untuk makan atau mencukur wajahnya.
Penumpukan obsesi dan kompulsi religius adalah sering pada pasien obsesif-
kompulsif. Trichotillomania (menarik rambut kompulsif) dan menggigit kuku
mungkin merupakan kompulsi yang berhubungan dengan gangguan obsesif-
kompulsif. 3
Terdapat juga beberapa gangguan yang biasa merupakan bagian
merupakan bagian dari atau dengan kuat dihubungkan dengan spectrum GOK
(gangguan obsesif-kompulsif)
1. Gangguan dismorfik tubuh (body Dysmorphic Disorder)
Pada gangguan ini orang terobsesi dengan keyakinan bahwa
mereka buruk rupa atau bagian tubuh mereka berbentuk tidak
normal.
2. Trikhotilomania
Orang dengan Trikhotilomania terus menerus mencabuti
rambut mereka sehingga timbul daerah-daerah botak.
3. Sindrom Tourettes
Gejala sindrom Tourettes meliputi gerakan yang pendek dan
cepat, tik dan ucapan kata-kata kotor yang tak terkontrol. 2

E. DIAGNOSIS
Kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif-kompulsif menurut DSM IV:
1. Salah satu obsesi atau kompulsi

9
Obsesi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:
a. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan yang
rekuren dan persisten yang dialami, pada suatu saat
dimana selama gangguan, sebagai intrusif dan tidak
sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan
penderitaan yang jelas.
b. Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan tidak
semata-mata kekhawatiran yang berlebihan tentang
masalah kehidupan yang nyata.
c. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan
pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan tersebut
untuk mentralkannya dengan pikiran atau tindakan
lain.
d. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau
bayangan-bayangan obsesional adalah keluar dari
pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti
penyisipan pikiran).

Kompulsi seperti yang didefinisikan sebagai berikut:


a. Perilaku (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan,
memeriksa) atau tindakan mental (misalnya berdoa,
menghitung, mengulangi kata-kata dalam hati) yang
berulang yang dirasakannya mendorong untuk
melakukannya sebagai respon terhadap suatu obsesi,
atau menurut dengan aturan yang harus dipatuhi
secara kaku.
b. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk
mencegah atau menurunkan penderitaan atau
mencegah suatu kejadian atau situasi yang
menakutkan, tetapi perilaku atau tindakan mental
tersebut tidak dihubungkan dengan cara yang

10
realistik dengan apa mereka dianggap untuk
menetralkan atau mencegah, atau jelas berlebihan.

2. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang telah


menyadari bahwa obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak
beralasan. Catatan: ini tidak berlaku bagi anak-anak
a. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang
jelas, menghabiskan waktu (menghabiskan lebih dari satu
jam sehari), atau secara bermakna mengganggu rutinitas
normal orang, fungsi pekerjaan (atau akademik) atau
aktivitas atau hubungan sosial yang biasanya.
b. Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau
kompulsi tidak terbatas padanya (misalnya preokupasi
dengan makanan jika terdapat gangguan makan, menarik
rambut jika terdapat trikotilomania, permasalahan pada
penampilan jika terdapat gangguan dismorfik tubuh,
preokupasi dengan obat jika terdapat suatu gangguan
penggunaan zat, preokupasi dengan menderita suatu
penyakit serius jika terdapat hipokondriasis, preokupasi
dengan dorongan atau fanatasi seksual jika terdapat parafilia,
atau perenungan bersalah jika terdapat gangguan depresif
berat).
c. Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya
obat yang disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis
umum. Sebutkan jika: Dengan tilikan buruk: jika selama
sebagian besar waktu selama episode terakhir, orang tidak
menyadari bahwa obsesi dan kompulsi adalah berlebihan
atau tidak beralasan. 3

Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III:

11
1. Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau
tindakan kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari
selama sedikitnya dua minggu berturut-turut.
2. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau
mengganggu aktivitas penderita.
3. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:
a. Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.
b. Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak
berhasil dilawan meskipun ada lainnya yang tidak lagi
dilawan oleh penderita.
c. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan
merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan
(sekedar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas, tidak
dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas.
d. Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus
merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan
(unpleasantly repetitive).

4. Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif,


dengan depresi. penderita gangguan obsesif kompulsif seringkali
juga menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya penderita
gangguan depresi berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran
obsesif selama episode depresifnya. Dalam berbagai situasi dari
kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala depresif
umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala obsesif.
Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis
diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu. Diagnosis
gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada
gangguan depresif pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut
timbul. Bila dari keduanya tidak adayang menonjol, maka baik
menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan

12
menahun maka prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan
saat gejala yang lain menghilang.
5. Gejala obsesif ”sekunder” yang terjadi pada gangguan
skizofrenia, sindrom Tourette, atau gangguan mental organk, harus
dianggap sebagai bagian dari kondisi tersebut. 6

F42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan


Pedoman Diagnostik
1. Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan pikiran, atau impuls
(dorongan perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien)
2. Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, umumnya hampir
selalu menyebabkan penderitaan (distress) 6

F42.1 Predominan Tindakan Kompulsif (obsesional ritual)


Pedoman Diagnostik
1. Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan
(khususnya mencuci tangan), memeriksa berulang untuk
meyakinkan bahwa suatu situasi yang dianggap berpotensi bahaya
terjadi, atau masalah kerapian dan keteraturan. Hal tersebut
dilatarbelakangi perasaan takut terhadap bahaya yang mengancam
dirinya atau bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual tersebut
merupakan ikhtiar simbolik dan tidak efektif untuk menghindari
bahaya tersebut.
2. Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai
beberapa jam dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan
ketidakmampuan mengambil keputusan dan kelambanan. 6

F42.2 Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif


Pedoman Diagnostik

13
1. Kebanyakan dari penderita obsesif kompulsif memperlihatkan
pikiran obsesif serta tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan
bialmana kedua hal tersebut sama-sama menonjol, yang umumnya
memang demikian.
2. Apabila salah satu memang jelas lebih dominan,sebaiknya
dinyatakan dalam diagnosis F42.0 atau F42.1. hal ini berkaitan
dengan respon yang berbeda terhadap pengobatan. Tindakan
kompulsif lebih respondif terhadap terapi perilaku. 6

F42.8 Gangguan Obsesif Kompulsif Lainnya


F42.9 Gangguan Obsesif Kompulsif YTT 6

F. TERAPI
1. Farmakoterapi
a. Penggolongan
1) Obat Anti-obsesif kompulsif trisiklik
Contoh: Clomipramine.
2) Obat Anti-obsesif kompulsif SSRI (Serotonin Reuptake
Inhibitors)
Contoh: Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine,
Fluoxetine, Citalopram.7

b. Indikasi Penggunaan
Gejala sasaran (target syndrome): Sindrom Obsesif
Kompulsif.
Butir-butir diagnostik Sindrom Obsesif Kompulsif:
1) Selama paling sedikit 2 minggu dan hampir setiap hari mengalami
gejala-gejala obsesif kompulsif yang memiliki ciri-ciri berikut:
a) Diketahui/disadari sebagai pikiran, bayangan atau impuls
dari diri individu sendiri;

14
b) Pikiran, bayangan, atau impuls tersebut harus merupakan
pengulangan yang tidak menyenangkan (ego-distonik);
c) Melaksanakan tindakan sesuai dengan pikiran, bayangan
atau impuls tersebut diatas bukan merupakan hal yang
memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega
dari ketegangan atau ansietas);
d) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih tidak
berhasil dilawan/dielakkan, meskipun ada lainnya yang tidak
lagi dilawan/dielakkan oleh penderita;

2) Gejala-gejala tersebut merupakan sumber penderitaan (distress)


atau menggangu aktivitas sehari-hari (disability)

Respon penderita gangguan obsesif kompulsif terhadap farmakoterapi


seringkali hanya mencapai pengurangan gejala sekitar 30%-60% dan kebanyakan
masih menunjukkan gejala secara menahun. Namun demikian, umumnya penderita
sudah merasa sangat tertolong. Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang lebih
baik, perlu disertai dengan terapi perilaku (behavior therapy). 7
Clomipramine. Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis 25 sampai
50 mg sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg sehari
setiap dua sampai tiga hari, sampai dosis maksimum 250 mg sehari atau tampak
efek samping yang membatasi dosis. Karena Clopramine adalah suatu obat trisiklik,
obat ini disertai dengan efek samping berupa sedasi, hipotensi, disfungsi seksual
dan efek samping antikolinergik, seperti mulut kering.3
SSRI. Penelitian tentang Fluoxetine dalam gangguan obsesif-kompulsif
menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari untuk mencapai manfaat terapeutik.
Walaupun SSRI mempunyai efek seperti overstimulasi, kegelisahan, nyeri kepala,
insomnia, mual, dan efek samping gastrointestinal, SSRI dapat ditoleransi dengan
lebih baik daripada obat trisiklik. Dengan demikian, kadang-kadang SSRI
digunakan sebagai obat lini pertama dalam pengobatan gangguan obsesif
kompulsif. 3

15
Obat lain. Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak
berhasil, banyak ahli terapi menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain yang dapat
digunakan dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif adalah inhibitor
monoamin oksidase (MAOI = monoamine oxidase inhibitor), khususnya
Phenelzine (Nardil). 3

2. Terapi perilaku
Walaupun beberapa perbandingan telah dilakukan, terapi perilaku
sama efektifnya dengan farmakoterapi pada gangguan obsesif-kompulsif.
Dengan demikian, banyak klinisi mempertimbangkan terapi perilaku
sebagai terapi terpilih untuk gangguan obsesif-kompulsif. Terapi perilaku
dapat dilakukan pada situasi rawat inap maupun rawat jalan. Pendekatan
perilaku utama pada gangguan obsesif-kompulsif adalah pemaparan dan
pencegahan respon. Desensitisasi, menghentikan pikiran, pembanjiran,
terapi implosi, dan pembiasaan tegas juga telah digunakan pada pasien
gangguan obsesif kompulsif. Dalam terapi perilaku pasien harus benar-
benar menjalankannya untuk mendapatkan perbaikan. 3

3. Psikoterapi
Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk
pasien gangguan obsesif-kompulsif, walaupun gejalanya memiliki
berbagai derajat keparahan, adalah mampu untuk bekerja dan membuat
penyesuaian sosial. Dengan kontak yang kontinu dan teratur dengan
tenaga yang profesional, simpatik, dan mendorong, pasien mungkin
mampu untuk berfungsi berdasarkan bantuan tersebut, tanpa hal tersebut
gejalanya akan menyebabkna gangguan. Kadang-kadang jika ritual dan
kecemasan obsesional mencapai intensitas yang tidak dapat ditoleraansi,
perlu untuk merawat pasien di rumah sakit sampai tempat penampungan
institusi dan menghilangkan stres lingkungan eksternal menurunkan gejala
sampai tingkat yang dapat ditoleransi. 3

16
Anggota keluarga pasien seringkali menjadi putus asa karena
perilaku pasien. Tiap usaha psikoterapik harus termasuk perhatian pada
anggota keluarga melalui dukungan emosional, penentraman, penjelasan
dan nasihat tentang bagaimana menangani dan berespons terhadap pasien.
3

4. Terapi lain
Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung keluarga,
membantu menurunkan percekcokan perkawinan yang disebabkan
gangguan, dan membangun ikatan terapi dengan anggota keluarga untuk
kebaikan pasien. Terapi kelompok berguna sebagai sistem pendukung bagi
beberapa pasien. 3

5. Cognitive Behavior Therapy


Cognitive Behavior Therapy untuk mengatasi gangguan Obsesif-
Kompulsif. Mendasarkan pada perspektif kognitif dan perilaku, teknik yang
umumnya diterapkan untuk mengatasi gangguan obsesif-kompulsif adalah
exposure with response prevention. Pasien dihadapkan pada situasi dimana
ia memiliki keyakinan bahwa ia harus melakukan tingkah laku ritual yang
biasa dilakukannya namun mereka cegah untuk tidak melakukan ritual itu.
Jika klien dapat mencegah untuk tidak melakukan ritual tersebut dan
ternyata sesuatu yang mengerikannya tidak terjadi. Hal ini dapat membantu
dalam mengubah keyakinan individu akan tingkah laku ritual. Teknik lain
berupa terapi kognitif dimana mengajarkan jalan terbaik dan efektif untuk
merespon pikiran obsesif tanpa perlu sampai ke kompulsif. 8

G. DIAGNOSIS BANDING
1. Kondisi medis
Gangguan neurologis utama yang dipertimbangkan dalam diagnosis
banding adalah gangguan Tourette, gangguan tik lainnya, epilepsi lobus
temporalis, dan kadang-kadang komplikasi trauma dan pascaensefalitik.

17
Gejala karakteristik dari gangguan Tourette adalah tik motorik dan vokal
yang sering dan hampir setiap hari terjadi. 3
2. Kondisi psikiatrik
Pertimbangan psikiatrik utama di dalam diagnosis banding
gangguan obsesif-kompulsif adalah skizofrenia, gangguan kepribadian
obsesif-kompulsif, fobia, dan gangguan depresif. Gangguan obsesif
kompulsif biasanya dapat dibedakan dari skizofrenia oleh tidak adanya
gejala skizofrenik lain, oleh kurang kacaunya sifat gejala, dan oleh tilikan
pasien terhadap gangguan mereka. Gangguan kepribadian obsesif-
kompulsif tidak memiliki derajat gangguan fungsional yang berhubungan
dengan gangguan obsesif-kompulsif. Fobia dibedakan dengan tidak
adanya hubungan antara pikiran obsesif dan kompulsi. Gangguan depresif
berat kadang-kadang dapat disertai oleh gagasan obseisf, tetapi pasien
dengan gangguan obsesif-kompulsif saja tidak memenuhi kriteria
diagnostik untuk gangguan depresif berat. 3
Kondisi psikiatrik lain yang dapat berhubungan erat dengan
gangguan obsesif-kompulsif adalah hipokondriasis, gangguan dismorfik
tubuh, dan kemungkinan gangguan impuls lainnya, seperti kleptomania
dan judi patologis. Pada semua gangguan tersebut pasien memiliki pikiran
yang berulang, sebagai contoh permasalahan tentang tubuhnya, atau
perilaku yang berulang sebagai contoh mencuri. 3

H. PROGNOSIS
Gangguan obsesif-kompulsif merupakan penyakit yang kronik dengan
perode dari gejala-gejala yang seiring dengan berjalannya waktu akan mengalami
peningkatan. Penderita gangguan ini tidak biasanya sembuh sempurna atau bebas
dari gejala. Walaupun demikian dengan pengobatan, banyak orang yang mengalami
perbaikan. Perbaikan tersebut berupa gejala yang berbeda seperti cara
merealisasikan suatu obsesif yang berbeda. Diagnosis awal dan terapi yang
dilakukan secepatnya akan memberikan hasil yang lebih baik di mana penekanan
onset usia dini adalah hal yang patut untuk segera didiagnosis. Selain itu, mereka

18
yang bergerak di bidang kesehatan mesti memahami perbedaan antara gangguan
obsesif-kompulsif dengan gangguan kepribadian obsesif-kompulsif yang mana
untuk jenis gangguan kepribadian biasanya dimulai pada saat dewasa muda, yaitu
umur di atas 20 tahun sedangkan untuk gangguan obsesif kompulsif biasanya
dimulai pada usia anak-anak.1,9,10

19
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan obsesif–kompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai


dengan adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana membutuhkan
banyak waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat menyebabkan penderitaan
(distress). Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala–gejala obsesif atau tindakan
kompulsif atau kedua–duanya harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya 2
minggu berturut–turut. Beberapa faktor berperan dalam terbentuknya gangguan
obsesif-kompulsif diantaranya adalah faktor biologi seperti neurotransmiter,
pencitraan otak, genetika, faktor perilaku dan faktor psikososial, yaitu faktor
kepribadian dan faktor psikodinamika. Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan
untuk penatalaksanaan gangguan obsesif–kompulsif antara lain terapi farmakologi
(farmakoterapi) dan terapi tingkah laku. Prognosis pasien dinyatakan tidak bisa
sembuh sempurna. Dengan pengobatan bisa memberikan pengurangan gejala.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Berger FK. Obsessive-Compulsive Disorder. MedlinePlus. 2012 Jul 03.


Diakses pada tanggal 29 Desember 2017 di
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000929.htm

2. Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. 2rd rev. ed.
Surabaya: Airlangga University Press; 2009, 312-313 p.

3. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. 2rd rev. ed. Kusuma M, translator. Jakarta:
Erlangga; 2010, 56-67 p.

4. Katona C, Cooper C, Robertson M. At a Glance Psikiatri. 4th rev. ed. Noviyanti


C dan Hartiansyah Vidya, translator. Jakarta: Erlangga; 2012, 31 p.

5. Tomb DA. Buku Saku Psikiatri (Psychiatry). 6th rev. ed. Nasrun MWS,
translator. Yogyakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004, 238-239 p.

6. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ
– III. 1st ina. ed. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK – UNIKA Atmajaya;
2001, 76-77 p.

7. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik (Psychotropic


Medication). 3rd rev. ed. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK – UNIKA
Atmajaya; 2001, 47-48 p.

8. Robinson L, Smith M, Segal J. Obsessive-Compulsive Disorder (OCD).


Helpguide. 2013 Apr. Diakses pada tanggal 29 Desember 2017 di
http://www.helpguide.org/mental/obsessive_compulsive_disorder_ocd.htm

9. National Colaborating Centre for Mental Health, National Institute for Health
and Clinical Excellence. Obsessive-Compulsive Disorder: Core interventions in
the treatment of obsessive-compulsive disorder and body dysmorphic disorder.
National Clinical Practice Guideline. 2006; 31: 19-20.

10. Rogge T. Obsessive-Compulsive Personaliy Disorder. MedlinePlus. 2012 Nov


11. Diakses pada tanggal 29 Desember 2017 di
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000942.htm

21

You might also like