You are on page 1of 12

PRODUK HASIL HUTAN NON-KAYU

“ROTAN”

Makalah

disusun untuk memenuhi tugas


mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Hutan

oleh

Rahmat Darma Wansyah


Muzammil Sidqi
Mardan Syah Putra
Cut Evi Nurjanah

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2013

I. PENDAHULUAN

Rotan merupakan salah satu tumbuhan khas di daerah tropis yang secara
alami tumbuh pada hutan primer maupun hutan sekunder, termasuk pada
perladangan berpindah dan belukar. Secara umum rotan dapat tumbuh pada
berbagai keadaan, seperti di rawa, tanah kering, dataran rendah, pegunungan,
tanah kering berpasir, tanah liat berpasir yang secara periodic digenangi air atau
sama sekali bebas dari genangan air.
Rotan berasal dari bahasa melayu yang berarti nama dari sekumpulan jenis
tanaman famili Palmae yang tumbuh memanjat yang disebut "Lepidocaryodidae".
Lepidocaryodidae berasal dari bahasa Yunani yang berarti mencakup ukuran
buah. Kata rotan dalam bahasa Melayu diturunkan dari kata "raut" yang berarti
mengupas (menguliti), menghaluskan (Menon, 1979 dalam Kalima, 1996).
Akar tanaman rotan mempunyai sistem perakaran serabut, berwarna
keputih-putihan atau kekuning-kuningan serta kehitam-hitaman. Batang tanaman
rotan berbentuk memanjang dan bulat seperti silinder tetapi ada juga yang
berbentuk segitiga. Batang tanaman rotan terbagi menjadi ruas-ruas yang setiap
ruas dibatasi oleh buku-buku. Pelepah dan tangkai daun melekat pada buku-buku
tersebut. Tanaman rotan berdaun majemuk dan pelepah daun yang duduk pada
buku dan menutupi permukaan ruas batang. Daun rotan ditumbuhi duri, umumnya
tumbuh mengahadap ke dalam sebagai penguat mengaitkan batang pada
tumbuhan inang. Rotan termasuk tumbuhan berbunga majemuk. Bunga rotan
terbungkus seludang. Bunga jantan dan bunga betina biasanya berumah satu tetapi
ada pula yang berumah dua. Karena itu, proses penyerbukan bunga dapat terjadi
dengan bantuan angin atau serangga penyerbuk. Buah rotan terdiri atas kulit luar
berupa sisik yang berbentuk trapezium dan tersusun secara vertikal dari toksis
buah. Bentuk permukaan buah rotan halus atau kasar berbulu, sedangkan buah
rotan umumnya bulat, lonjong atau bulat telur (Januminro, 2000).
Rotan merupakan palem berduri yang memanjat dan hasil hutan bukan
kayu yang terpenting di Indonesia (MacKinnon et al., 2000). Rotan dapat
berbatang tunggal (soliter) atau berumpun. Rotan yang tumbuh soliter hanya
dipanen sekali dan tidak berregenerasi dari tunggul yang terpotong, sedangkan
rotan yang tumbuh berumpun dapat dipanen terus –menerus. Rumpun terbentuk
oleh berkembangnya tunas-tunas yang dihasilkan dari kuncup ketiak pada bagian
bawah batang. Kuncup-kuncup tersebut berkembang sebagai rimpang pendek
yang kemudian tumbuh menjadi batang di atas permukaan tanah (Dransfield dan
Manokaran, 1996).
Rotan merupakan salah satu sumber hayati Indonesia, penghasil devisa
negara yang cukup besar. Sebagai negara penghasil rotan terbesar, Indonesia telah
memberikan sumbangan sebesar 80% kebutuhan rotan dunia. Dari jumlah tersebut
90% rotan dihasilkan dari hutan alam yang terdapat di Sumatra, Kalimantan,
Sulawesi, dan sekitar 10% dihasilkan dari budidaya rotan. Nilai ekspor rotan
Indonesia pada tahun 1992 mencapai US$ 208,183 juta (Kalima, 1996). Menurut
hasil inventarisasi yang dilakukan Direktorat Bina Produksi Kehutanan, dari 143
juta hektar luas hutan di Indonesia diperkirakan hutan yang ditumbuhi rotan seluas
kurang lebih 13,20 juta hektar, yang tersebar di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi,
Jawa dan pulau-pulau lain yang memiliki hutan alam.
II. PRODUK/ JENIS

Di Indonesia terdapat delapan marga rotan yang terdiri atas kurang lebih
306 jenis, hanya 51 jenis yang sudah dimanfaatkan. Hal ini berarti pemanfaatan
jenis rotan masih rendah dan terbatas pada jenis-jenis yang sudah diketahui
manfaatnya dan laku di pasaran. Diperkirakan lebih dari 516 jenis rotan terdapat
di Asia Tenggara, yang berasal dari 8 genera, yaitu untuk genus Calamus 333
jenis, Daemonorops 122 jenis, Khorthalsia 30 jenis, Plectocomia 10 jenis,
Plectocomiopsis 10 jenis, Calopspatha 2 jenis, Bejaudia 1 jenis dan Ceratolobus 6
jenis (Dransfield 1974, Menon 1979 dalam Alrasjid, 1989). Dari 8 genera tersebut
dua genera rotan yang bernilai ekonomi tinggi adalah Calamus dan Daemonorops.
Soediwinardi (1996) menyatakan bahwa daerah perdagangan bebas ASEAN atau
Asean Free Area (AFTA) akan berlaku penuh pada tahun 2000 yang berarti
produk Indonesia yang masuk dalam pola Perdagangan Preferensi Efektif
Bersama atau Common Effective Preferential Trade (CEPT) harus dapat bersaing
dengan produk jenis dari sesama negara anggota ASEAN. Rotan masuk dalam
pola CEPT tersebut. Untuk menghadapi persaingan tersebut maka jenis rotan apa
saja yang harus ditingkatkan yang produksinya tergantung kepada kebutuhan
pasar. Dari seluruh kebutuhan rotan tersebut, 68% rotan berdiameter besar,
sedangkan rotan yang berdiameter kecil hanya 32%.
Tellu (2005) menyatakan bahwa pengelompokan jenis-jenis rotan
umumnya didasarkan atas persamaan cirri-ciri karakteristik morfologi organ
tanaman, yaitu: akar, batang, daun, bunga, buah dan alat-alat tambahan. Dalam
ilmu taksonomi tumbuhan, rotan diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Arecales
Famili : Palmae (Arecaceae)
Sub Famili : Calamoideae
Genus : Calamus
Spesies : Calamus caesius (rotan sega) merupakan salah satu contoh spesies genus
Calamus
Selain genus Calamus, genus lainnya yang termasuk ke dalam Sub Famili
Calamoideae adalah Daemonorops dan Karthalsia. Salah satu spesies dari genus
Daemonorops adalah Daemonorops robusta Warb (rotan bulu rusa), sedangkan
salah satu genus Korthalsia adalah Korthalsia schaphigera (Plantamor, 2008).
Adapun jenis-jenis rotan yang paling umum yaitu sebagai berikut.
1. Rotan Cacing
Rotan cacing tumbuh secara berumpun dan tumbuh tegak. Dalam satu
rumpun dapat mencapai 30-50 batang. Batang rotan cacing berwarna hijau
kekuningan, setelah dirunti berwarna kuning telur, mengkilap, agak keras dan
kuat. Panjang batang dapat mencapai 50 m dan diameter 0,5-0,9 cm dengan
panjang ruas 15-40 cm. Daun rotan cacing berwarna hijau tua dan tidak
mengkilap, dengan kalsifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Arecidae
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae (suku pinang-pinangan)
Genus : Calamus
Spesies : Calamus melanoloma Mart (Plantamor, 2008).
2. Rotan Sega
Rotan sega tumbuh secara berumpun, panjang tiap batang 19,5 cm
diameter batang ikut pelepah 0,79 cm. Tekstur daun berduri, ujung daun
mempunyai kucir. Warna batang hijau tua, buah berkeping satu yang memiliki
tekstur keras. Rotan sega memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Arecidae
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae (suku pinang-pinangan)
Genus : Calamus
Spesies : Calamus caesius Blume (Plantamor, 2008).
3. Rotan Manau
Rotan manau (Calamus manan) secara umum memiliki warna batang
kuning lansat, dengan diameter batang berkisar 25 mm, panjang ruasnya 35 cm
dengan total panjang batang bila dewasa mencapai 40 meter. Batang tumbuh
dengan cara merambat di antara batang dan ranting pohon. Batang tersebut
tumbuh tunggal dan tidak berumpun. Warna batang hijau tua dan kering menjadi
kekuning-kuningan. Daun Rotan Manau bertipe majemuk menyirip dengan
panjang daun sekitar 4 m, dengan klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom :Plantae
Subkingdom :Tracheobionta
Divisi :Magnoliophyta
Kelas :Monokotil
Ordo :Arecales
Famili :Arecaceae
Genus :Calamus
Spesies : Calamus manan Miq (Plantamor, 2008).
III. POTENSI

Hutan Indonesia memiliki potensi hasil hutan bukan kayu yang cukup tinggi.
Walaupun demikian, hasil hutan bukan kayu (HHBK) masih kurang optimal
dimanfaatkan karena pengusahaan hutan selama ini cenderung terorientasi pada
hasil hutan kayu. Di sisi lain, produk HHBK merupakan salah satu sumberdaya
hutan yang memiliki keunggulan komparatif di samping paling bersinggungan
dengan masyarakat sekitar hutan, serta telah terbukti dapat memberikan dampak
pada peningkatan penghasilan masyarakat sekitar hutan dan memberikan
kontribusi yang berarti bagi penambahan devisa negara (Sumadiwangsa dan
Setyawan, 2001).
Tercatat jenis-jenis HHBK yang memiliki potensi untuk dikembangkan
antara lain resin, minyak atsiri, minyak lemak, tanin, getah, tanaman obat,
tanaman hias, hasil hewan, jasa hutan hingga rotan dan bambu. Sampai dengan
saat ini, rotan dan bambu merupakan jenis-jenis HHBK yang memiliki prospek
cukup tinggi untuk dikembangkan. Secara khusus, rotan bahkan dikenal sebagai
primadona HHBK asal Indonesia yang mampu memberikan sumbangan cukup
berarti terhadap devisa negara (Januminro, 2000).
Indonesia merupakan negara penghasil rotan terbesar di dunia,
diperkirakan 80% bahan baku rotan di seluruh dunia dihasilkan oleh Indonesia,
sisanya dihasilkan oleh negara lain seperti Philippina, Vietnam dan negara-negara
Asia lainnya. Rotan merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang
banyak tumbuh di hutan-hutan pada berbagai wilayah Indonesia. Dari 143 juta
hektar luas hutan di Indonesia diperkirakan hutan yang ditumbuhi rotan seluas
13,20 juta hektar, dan tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan
pulau-pulau lain yang memiliki hutan alam (Jasni dan Supriana, 2005).
Aceh memiliki potensi bahan baku rotan yang berlimpah. Ketua Forum
Rotan Aceh, Razali Idris, menyebutkan, dalam setahun Aceh mampu
menghasilkan 200.000 hingga 250.000 ton rotan mentah. Pusat pun berencana
menjadikan Aceh sebagai pilot project pengembangan industri rotan Indonesia
untuk wilayah Barat. sejumlah daerah penghasil rotan di Aceh, yakni Aceh Besar,
Sabang, Pidie, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tamiang, Aceh Jaya,
Aceh Barat, Nagan Raya, Abdya, Aceh Selatan, Singkil, Gayo Lues, Simeulue,
Bener Meriah, dan Subulussalam. Produksi rotan terbanyak dihasilkan di
Kabupaten Pidie, volume produksi rotan di sana diperkirakan mencapai 24.000
ton per tahun. Disusul Aceh Selatan 23.000 ton per tahun, Aceh Barat 21.000 ton,
dan Aceh Singkil 20.000 ton. Namun demikian ditambahkan, tidak semua rotan
yang dihasilkan Aceh diolah. Dari sekian banyak jenis rotan, yang dimanfaatkan
hanya untuk jenis rotan manau, semambu, sega, tabu-tabu, slimit, jernang, dan
rotan cacing.
IV. PEMANFAATAN

Pengolahan rotan adalah pengerjaan lanjutan dari rotan bulat (rotan asalan)
menjadi barang setengah jadi atau siap pakai atau dijual. Pengolahan dalam
industri yaitu proses pemisahan rotan bulat menjadi bagian-bagian rotan seperti
kulit dan hati, yang masing-masing bahan tersebut diolah lagi sesuai tujuan dan
pemanfaatannya.
Pemanfaatan rotan terutama adalah sebagai bahan baku mebel, misalnya
kursi, meja tamu, serta rak buku. Rotan juga digunakan untuk membuat tali-
temali. Rotan memiliki beberapa keunggulan daripada kayu, seperti ringan, kuat,
elastis / mudah dibentuk, serta murah. Batang rotan juga dapat dibuat sebagai
tongkat penyangga berjalan dan senjata. Berbagai perguruan pencak
silat mengajarkan cara bertarung menggunakan batang rotan.
Bagian kulit dan teras rotan dapat dimanfaatkan dalam pembuatan tikar dan
keranjang. Belakangan ini dilakukan penelitian bahwa kulit rotan juga dapat
digunakan untuk menggantikan fiber glass. Selulosa kulit rotan merupakan Salah
satu serat alam yang sangat potensial bisa menggantikan fiber glass pada
komposit.
Selain batang, jernang pada rotan juga dapat dimanfaatkan untuk keperluan
industri. Jernang (Dragon’s Blood atau Darah Naga) merupakan hasil ekstraksi
buah dari beberapa jenis rotan dari kelompok Daemonorops. Jernang adalah resin
yang mengkilat, bening atau kusam, rapuh, meleleh bila dipanaskan dan mudah
terbakar dengan mengeluarkan asap. Cairan atau getah ini sudah sejak lama telah
digunakan sebagai bahan dalam industry pewarna dan farmasi. Misalnya untuk
pewarna pada biola dan industri keramik.
Secara umum, klasifikasi industri rotan di Indonesia dapat dibedakan
menjadi:
 Pertama, industri pengolahan bahan rotan dan rotan setengah jadi yang sering
disebut sebagai industri antara. Industri antara adalah industri pengolahan rotan
yang menghasilkan bahan baku roran berupa rotan asalan, rotan poles, hati rotan,
kulit rotan, webbing, split, dan sejenisnya. Pengerjaan produk ini biasanya
dikerjakan melalui proses semi mekanis.
 Kedua, industri furnitur rotan. Dalam industri ini menghasilkan perabotan
rumah tangga seperti sofa, meja, kursi, lemari, dan lainya.
 Ketiga, industri barang-barang kerajinan rotan. Industri ini menghasilkan
produk barang kerajinan rotan berdasarkan desain lokal, dan biasanya buatan
tangan.
V. PENUTUP

Rotan merupakan produk hasil hutan bukan kayu yang berperan penting
dalam meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan. Peran Indonesia
sebagai produsen utama rotan, kini bukan lagi sebagai pemasok bahan baku bagi
industri mebel rotan di luar negeri, tetapi sudah beralih menjadi pemasok mebel
rotan dan barang kerajinan.
Laju pemanenan yang begitu cepat perlu diimbangi dengan upaya
pelestarian berupa pemanenan dan efisiensi pemanfaatan. Hal tersebut sangat
diperlukan agar kesinambungan pasokan bahan baku terjamin. Selain itu, perlu
dilakukan pemahaman potensi hutan yang tersedia melalui pengenalan dan
pemanfaatan jenis-jenis rotan yang terdapat di Indonesia. Dari 306 jenis rotan
yang terdapat di Indonesia baru 51 jenis saja yang dimanfaatkan secara komersial.
Proses pengolahan rotan yang dilakukan di industri rotan pada umumnya
sudah baku, yaitu penggorengan, penggosokan dan pencucian, pengeringan,
pengasapan dan pengawetan. Berbagai upaya penyempurnaan tiap tahap proses
pengolahan telah dilakukan agar kualitas produk rotan meningkat.
SUMBER REFERENSI

Kementrian Perindustrian Indonesia. 2011.

You might also like