You are on page 1of 11

Benturan keempat terjadi dari 11-5 Ma (Miosen akhir-Pliosen paling awal) ketika mikro-

kontinen Buton-Tukang Besi dan Banggai-Sula membentur ofiolit Sulawesi Timur. Kedua
mikro-kontinen ini terlepas dari Kepala Burung Papua dan bergerak ke barat oleh Sesar Sorong.
Benturan ini telah membentuk jalur lipatan dan sesar Buton di selatan Sulawesi Timur dan Jalur
Batui di daerah benturan Banggai dan Sulawesi Timur. Kedua benturan ini telah diikuti tectonic
escapes pascabenturan dalam bentuk-bentuk rotasi lengan-lengan Sulawesi, pembentukan sesar-
sesar menndatar besar Palu-Koro, Kolaka, Lawanopo, Hamilton, Matano, dan Balantak, dan
pembukaan Teluk Bone. Gerak sesar-sesar mendatar ini di beberapa tempat telah membuka
cekungan-cekungan koyakan (pull-apart basin) akibat mekanisme trans-tensional seperti danau-
danau Poso, Matano, Towuti juga Depresi Palu.

Gambar 2. Tectonic escape pascabenturan Banggai-Sula dicirikan oleh banyak hal : rotasi
lengan-lengan Sulawesi, pembukaan Teluk Bone, dan pembentukan sesar-sesar mendatar besar
yang memotong pulau ini. Escape tectonics di Sulawesi merupakan gambaran ideal model yang
dikemukakan Molnar dan Tapponnier (1982) dan Tapponnier dkk. (1982). Panah hitam adalah
arah benturan, panah kosong adalah arah escape (Satyana, 2006)
GEOLOGI BANGGAI SULA DAN TUKANG BESI

Kerangka Tektonik

Konsep escape tectonics (extrusion tectonics) yang dikemukakan oleh Molnar dan Tapponnier
(1975), Tapponnier dkk. (1982), dan Burke dan Sengör (1986) dicoba diterapkan di Indonesia
(Satyana, 2006). Escape tectonics adalah konsep tektonik yang membicarakan terjadinya gerak
lateral suatu blok geologi menjauhi suatu wilayah benturan di benua dan bergerak menuju
wilayah bebas di samudra. Karena itu, peneyebutan konsep tektonik ini lebih sesuai bila disebut :
post-collisional tectonic escape (gerak lateral menjauh pascabenturan). Eksplorasi hidrokarbon
di wilayah Indonesia membantu menunjukkan bukti-bukti bahwa telah terjadi escape tectonics
di Indonesia. Secara singkat bisa dikatakan, zone benturan dicirikan oleh jalur sesar-lipatan yang
ketat, sementara hasil escape tectonics dicirikan oleh sesar-sesar mendatar regional, sesar-sesar
normal, dan retakan-retakan atau pemekaran kerak Bumi.

Awang H. Satyana (2007) mengidentifikasi lima peristiwa benturan di Indonesia yang


membentuk atau mempengaruhi sejarah tektonik Indonesia sepanjang Kenozoikum. Benturan
pertama adalah benturan India ke Eurasia yang terjadi mulai 50 atau 45 Ma (Eosen awal-tengah).
Benturan ini telah menghasilkan Jalur Lipatan dan Sesar Pegunungan Himalaya yang juga
merupakan suture Indus. Benturan ini segera diikuti oleh gerakan lateral Daratan Sunda
(Sundaland) ke arah tenggara, sebagai wujud escape tectonics, diakomodasi dan
dimanifestasikan oleh sesar-sesar mendatar besar di wilayah Indocina dan Daratan Sunda,
pembukaan Laut Cina Selatan, pembentukan cekungan-cekungan sedimen di Malaya, Indocina,
dan Sumatra, dan saat ini oleh pembukaan Laut Andaman. Sesar-sesar ini terbentuk di atas dan
menggiatkan kembali garis-garis suture akresi batuandasar berumur Mesozoikum di Daratan
Sunda. Sesar-sesar besar hasil escape tectonics ini adalah : Sesar Red River-Sabah, Sesar Tonle-
Sap-Mekong (Mae Ping), Sesar Three Pagoda-Malaya-Natuna-Lupar-Adang, dan Sesar
Sumatra.

Benturan kedua terjadi pada sekitar 25 Ma (Oligosen akhir) ketika sebuah busur kepulauan
samudra yang terbangun di tepi selatan Lempeng Laut Filipina berbenturan dengan tepi utara
Benua Australia di tengah Papua sekarang. Benturan ini menghasilkan jalur lipatan dan sesar
Pegunungan Tengah Papua dan segera diikuti oleh escape tectonics berupa sesar-sesar mendatar
besar dan pembentukan cekungan akibat runtuhan (collapse) di depan zone benturan. Sesar-sesar
besar tersebut adalah Sesar Sorong-Yapen (bagian awalnya), Sesar Waipoga, Sesar Gauttier, dan
Sesar Apauwar-Nawa. Pembukaan daerah cekungan (basinal area) Papua Utara (termasuk di
dalamnya Cekungan Waipoga, Waropen, Biak, Jayapura) dan Cekungan Akimeugah di selatan
zone benturan Pegunungan Tengah Papua, terbentuk akibat runtuhan untuk mengkompensasi
tinggian akibat benturan. Sesar-sesar mendatar yang terbentuk juga mempengaruhi pembentukan
cekungan-cekungan ini.

Benturan ketiga adalah benturan antara mikro-kontinen Kepala Burung dengan badan Papua
pada sekitar 10 Ma (Miosen akhir). Jalur lipatan dan sesar Lengguru menandai benturan ini.
Sesar-sesar mendatar yang menjauh dari zone benturan ini seperti Tarera-Aiduna, Sorong,
Waipoga, dan Ransiki menunjukkan escape tectonics pascabenturan. Cekungan Bintuni yang
terletak di sebelah barat Jalur Lengguru merupakan foreland basin yang terbentuk sebagai akibat
post-collision extensional structure.

Benturan keempat terjadi dari 11-5 Ma (Miosen akhir-Pliosen paling awal) ketika mikro-
kontinen Buton-Tukang Besi dan Banggai-Sula membentur ofiolit Sulawesi Timur. Kedua
mikro-kontinen ini terlepas dari Kepala Burung Papua dan bergerak ke barat oleh Sesar Sorong.
Benturan ini telah membentuk jalur lipatan dan sesar Buton di selatan Sulawesi Timur dan Jalur
Batui di daerah benturan Banggai dan Sulawesi Timur. Kedua benturan ini telah diikuti tectonic
escapes pascabenturan dalam bentuk-bentuk rotasi lengan-lengan Sulawesi, pembentukan sesar-
sesar menndatar besar Palu-Koro, Kolaka, Lawanopo, Hamilton, Matano, dan Balantak, dan
pembukaan Teluk Bone. Gerak sesar-sesar mendatar ini di beberapa tempat telah membuka
cekungan-cekungan koyakan (pull-apart basin) akibat mekanisme trans-tensional seperti danau-
danau Poso, Matano, Towuti juga Depresi Palu.
Benturan terakhir mulai terjadi pada sekitar 3 Ma (pertengahan-Pliosen) ketika tepi utara Benua
Australia berbenturan dengan busur Kepulauan Banda. Benturan ini telah membentuk jalur
lipatan dan sesar foreland sepanjang Timor, Tanimbar sampai Seram. Di wilaya Seram, jalur ini
juga banyak dipengaruhi oleh benturan busur Seram dengan mikro-kontinen Kepala Burung.
Pembukaan lateral juga terjadi mengikuti benturan busur-benua ini, pembukaan ini adalah
manifestasi tectonic escape. Sesar-sesar mendatar besar terbentuk hampir sejajar dengan orientasi
Pulau Timor. Pengalihan tempat mikro-kontinen Sumba dan pembentukan serta pembukaan
Cekungan Weber, Sawu, dan Laut Banda dapat berhubungan dengan escape tectonics
pascabenturan ini melalui mekanisme extensional structure atau collapse yang mengikuti arc-
continent collision. Kasus-kasus di Indonesia ini menunjukkan bahwa tectonic escapes adalah
gejala dan proses yang penting dalam evolusi wilayah konvergen seperti Indonesia. Konsep
escape tectonics memberikan kontribusi penting untuk pemahaman bagaimana benua terbangun
dan terpotong-potong.

Banggai-Sula Mikrokontinen merupakan bagian dari benua Australia Utara – New


Guinea. Selama zaman Mesozoic Lempeng mikro Banggai-Sula terpisah dan bergerak kearah
barat Lempeng Asia. Periode extensional ini dicirikan dengan sebuah fase transgresi klastika
jurasik dari daratan ke laut dangkal yang berada diatas anoxic shale laut dalam. Secara utama
proses sedimentasi passive margin terjadi dalam Cretaceous hingga Tersier selama
pergerakannya kearah barat.

Collision dari Banggai-Sula dengan Lempeng Asia terjadi dari Miosen Tengah hingga
Pliosen dan dihasilkan dalam kerak samudra Asia, Sulawesi ophiolite, sedang ditekan menuju
timur pada Lempeng mikro Banggai-Sula. Episode compressive merupakan hal yang
mengakibatkan terjadinya struktur sesar yang muncul di paparan Taliabu. Mengikuti aktivitas
pensesaran dan pengangkatan dari Sulawesi timus, kearah timur dihubungkan dengan
pengendapan molasses yang dimulai pada Pliosen awal. Sedimen molasses pada periode Pliosen
dan Pleistosen, mengalami progradasi kearah timur mengisi area cekungan hingga ke bagian
barat pulau Peleng.
Gambar 1. Peta Lokasi Cekungan Banggai

Di bagian utara Banggai-Sula mikrokontinen merupakan batasan dengan lempeng laut


Maluku. Sedimen yang terdeformasi menunjukan bukti obduksi menuju north-dipping bagian
Mesozoik hingga Tersier. Sequence yang terdeformasi mungkin menjadi bagian yang tersusun
atas sedimen imbrikasi dari batuan asal Banggai-Sula tapi lebih menyerupai sebuah mélange
tektonik yang menutupi laut Maluku. Jauh ke utara diketahui kandungan sedimen yang
berasosiasi dengan batuan ultrabasa dan batuan vulkanik.
Gambar 2. Keadaan Tektonik pada Cekungan Banggai.

Ditempat lain, sesar normal periode Pliosen akhir hingga Pleistosen diakibatkan bagian
dari gaya tekanan compressive awal, dihasilkan dari subsidence pada selat Peleng. Kompleks
Collisi / terusan sabuk diinterpretasikan terbentuk sebagai suatu hasil dari proses kolisi, yang
terjadi selama Kala Miosen, dari Lempeng Mikro Kontinen Banggai-Sula dan sebuah Busur
vulkanik Tersier, yang membentuk daerah yang dikenal sebagai Sulawesi Tengah pada saat ini.
Proses Collisi menghasilkan lipatan yang mempengaruhi daerah disekitarnya, penujaman, dan

imbrikasi dari sedimenter, dan juga pada ubduksi dari salah satu massa ophiolit terbesar di dunia,
yakni Sabuk Ophiolit Sulawesi Bagian Timur.

Lempeng Mikro Kontinen Banggai-Sula diinterpretasikan mempunyai lokasi awal yang jauh ke
arah timur dari lokasinya yang sekarang, dipredeksikan di dekat daerah New Guinea Bagian
Tengah, dan membentuk Lempeng Kontinen Mayor dari Australia-New Guinea, dimana lempeng
ini sendiri terbentuk sebagai hasil dari proses pemisahan dari Gondwana, yang terjadi selama
Masa Mesozoikum. Pada saat proses pemisahan berlangsung, lempeng mikro mengalami
pemekaran ke arah barat, dan subduksi kerak oceanic yang cenderung ke arah barat,
berhubungan dengan bagian tepi dari lempeng mikro yang dikenal pada saat sekarang ini dengan
Sulawesi Barat.

Inisial sedimentasi yang berada di atas basement batuan beku atau metamorfik dari Lempeng
mikro Banggai-Sula yang berumur Paleozoikum Akhir dimulai dari sedimen laut dangkal hingga
laut dalam, sedimen klastik berumur Jura, sedimen khas hasil pemisahan, batas pemekaran
sikuen. Batupasir laut dangkal dan material lempung dijumpai pada daerah Peleng Timur dan
fasies laut dalam, termasuk turbidit, dijumpai pada daerah bagian barat dari Sulawesi Timur.
Sedimentasi pasif yang terjadi selama Zaman Kapur hingga Paleogen, sebagai hasil dari proses
pemekaran ke arah barat dari lempeng mikro yang berkesinambungan. Adanya singkapan yang
muncul di permukaan yang terbatas dan data well memperlihatkan bahwa sedimentasi karbonat
dimulai pada Kala Eosen pada bagian selatan dan barat dari wilayah ini, sementara di daerah lain
di bagian timur sedimentasi karbonat tidak jelas terjadi hingga Kala Miosen. Pada

suatu paparan (shelf) dengan kaberadaan karbonat yang ekstensif, dilokalisir oleh pertumbuhan
terumbu karang, mengelilingi wilayah Banggai Sula selama Kala Miosen.

Selama Kala Miosen Akhir hingga Pliosen Awal, collisi dari lempeng mikro dengan bagian luar,
busur non-vulkanik menghasilkan gaya kompresi yang mengarah ke timur, terobosan dan
imbrikasi dari sedimenter, dan obduksi dari ophiolit mulai dari tepian lempeng Asia ke Lempeng
Mikro Banggai-Sula. Plat Banggai-Sula bersama dengan sedimenter bagian atas pada akhirnya
merupakan plat yang yang berada di dalam overthrust sedimenter Tersier dan Mesozoik dan
batuan beku ultrabasa yang membentuk kompleks collisi pada saat ini. Bersama dengan sedimen
flysch, yang dihasilkan oleh proses erosi dari kompleks collisi, terjadi di depan dari penunjaman
bagian timur. Komponen utama dari sedimen ini adalah debris ophiolit.

1. Stratigrafi

Banggai Sula Mikrokontinen memiliki urutan stratigrafi yang diurutkan berdasarkan


umur dari Paleozoikum hingga Kuarter (Gambar.3).
Batuan alas (basement) merupakan basal klastik berumur Paleogen tipis (Eosen akhir-Oligosen
awal) dan batuan karbonat, dan dalam skala regional berupa batuan karbonat dan klastik
(Kelompok Salodik).

Pra Jurasik

Metamorphic Tanpa Nama

Basement berupa batuan metamorf terdiri atas slate, schist, dan gneiss yang mungkin
sudah mengalami proses deformasi pada periode Paleozoikum Atas. Selama Permian Akhir
hingga Triassic batuan granite bercampur dengan Basement. Tingkat metamofisme tinggi
dihasilkan oleh intrusi ini yang sebagiannya merupakan hornfel. Batuan alas (Basement) dari
Lempeng Mikro Banggai Sula terlihat dalam bentuk outcrop/singkapan di Pulau Peleng dan
beberapa singkapan yang terdapat di Tomori PSC, merupakan sekis primer yang terintrusi oleh
Granit berumur Perm hingga Trias.

Granit Banggai

Granit diperkirakan berumur Permian Akhir hingga Triassic. Terdapat bermacam-macam


intrusi di daerah ini, termasuk Orthoclase merah kaya granit, granadiorit, diorite kuarsa,
mikrodiorit, syenite porphiri, aplite dan pegmatite. Di Banggai dan Selatan Taliabu, granit
terlihat segar dan ini menjadi dalil kemunculannya relatif masih baru sebagai hasil dari proses
pengangkatan dan pensesaran. Terlihat jelas seperti pada pulai Kano, granit mengalami
pelapukan secara intensif, ini memungkinkan terjadi selama periode pembukaan benua yang
berasosiasi dengan rifting pada Jurassic Awal. Variasi outcrop dari batuan yang berumur
Mesozoikum terekam sebagai jendela tektonik di Cekungan Banggai, terutama pada sabuk
ophiolit. Batuan yang berumur Trias hingga Kapur terbentuk dan meliputi batugamping pelagic
dan batulempung, batugamping laut dangkal dan turbidit, dan batupasir. Keduanya merupakan
reservoir potensial dan batuan induk yang terekam. Diperkirakan sekitar 14.000 kaki dari
sedimen Tersier dikenali pada bagian tengah wilayah lepas pantai dari blok Tomori dari
interpretasi seismic. Sedimen-sedimen tersebut cenderung menebal secara signifikan kearah
barat dan barat daya.

Gambar 3. Stratigrafi Regional Cekungan Banggai.

Mangole Vulkanik

Muncul dengan ketebalan sekitar 1000m di Banggai, Taliabu, dan Mangole dan termasuk
didalamnya rhyolite, dasit, ignimbrite lithic tuff dan breksi pada Pulau Bangga yang
mengandung fragmen batuan metamorf. Sedimentasi karbonat terus berlangsung hingga zaman
Kuarter dan pengangkatan pada zaman recent secara ekstensiv memunculkan beberapa dari
endapan-endapan ini.

Formasi Luwuk/Peleng

Terbentuknya batugamping pada Formasi Luwuk dan Peleng ditemukan lebih banyak
pada Pulau Peleng. Tipe sedimen utama digambarkan sebagai karang konglomerat karena ini
terbentuk oleh campuran acak dari karang-karang yang hancur, molusca, algae dan foraminifera.
Pengendapan terjadi dibawah kondisi energy yang tinggi, dalam beberapa kasus kemungkinan
berasosiasi dengan lereng curam sesar aktif yang mengindikasikan seluruh wilayah tetap
menyisakan aktifitas geologi yang aktif.

Endapan Recent, Alluvium

Berupa lempung, lanau, pasir dan gravel yang berasosiasi dengan rawa-rawa, sungai dan
pantai yang muncul dalam lokasi yang bermacam-macam disekitar pesisir dan dekat bibir sung.

DAFTAR PUSTAKA

http://igedemahendrawijaya040590.blogspot.com/2012/09/geologi-regional-banggai-sula.html

You might also like