Professional Documents
Culture Documents
FARMASI PRAKTIS II
SEDIAAN TOPIKAL
OLEH:
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2013
I. PENDAHULUAN
Obat topikal merupakan salah satu bentuk obat yang sering dipakai dalam terapi
dermatologi. Obat ini terdiri dari vehikulum (bahan pembawa) dan zat aktif. Kecermatan
memilih bentuk sediaan obat topikal yang sesuai dengan kondisi kelainan kulit merupakan
salah satu faktor yang berperan dalam keberhasilan terapi topikal, di samping faktor lain
seperti: konsentrasi zat aktif obat, efek fi sika dan kimia, cara pakai, lama penggunaan obat
agar diperoleh efikasi yang maksimal dan efek samping minimal.
Obat topikal terdiri dari vehikulum (bahan pembawa) dan zat aktif. Saat ini,
banyaknya sediaan topikal yang tersedia ditujukan untuk mendapat efi kasi maksimal zat
aktif obat dan menyediakan alternatif pilihan bentuk sediaan yang terbaik.1,2 Obat topikal
merupakan salah satu bentuk obat yang sering dipakai dalam terapi dermatologi. Banyaknya
pilihan bentuk sediaan, memerlukan kecermatan dalam memilih, karena di samping
pertimbangan bahan aktif, bentuk sediaan berpengaruh terhadap keberhasilan terapi.
Kecermatan memilih bentuk sediaan obat topikal yang sesuai dengan kondisi kelainan kulit
diperlukan, karena merupakan salah satu faktor yang berperan dalam keberhasilan terapi
topikal di samping faktor lain seperti: konsentrasi zat aktif obat, efek fi sika dan kimia, cara
pakai, lama penggunaan obat agar diperoleh efi kasi maksimal dengan efek samping
minimal.1,2 Suatu uji coba efektivitas yang membandingkan sediaan losion dan salep untuk
kulit kepala memperlihatkan banyaknya kasus drop out karena ketidaknyamanan terhadap
bentuk sediaan obat. Berbagai laporan mencoba membandingkan efektifi tas berbagai bentuk
sediaan topical pada satu macam penyakit; terlihat bahwa sediaan baru memiliki kelebihan
dibandingkan bentuk konvensional.
II. ISI
Kata topikal berasal dari bahasa Yunani topikos yang artinya berkaitan dengan daerah
permukaan tertentu. Dalam literatur lain disebutkan kata topikal berasal dari kata topos yang
berarti lokasi atau tempat. Secara luas obat topikal didefi nisikan sebagai obat yang dipakai di
tempat lesi.
Obat topikal adalah obat yang mengandung dua komponen dasar yaitu zat pembawa
(vehikulum) dan zat aktif. Zat aktif merupakan komponen bahan topikal yang memiliki efek
terapeutik, sedangkan zat pembawa adalah bagian inaktif dari sediaan topikal dapat berbentuk
cair atau padat yang membawa bahan aktif berkontak dengan kulit. Idealnya zat pembawa mudah
dioleskan, mudah dibersihkan, tidak mengiritasi serta menyenangkan secara kosmetik. Selain itu,
bahan aktif harus berada di dalam zat pembawa dan kemudian mudah dilepaskan. Untuk
mendapatkan sifat zat pembawa yang demikian, maka ditambahkanlah bahan atau unsur senyawa
tertentu yang berperan dalam memaksimalkan fungsi dari zat pembawa
2. Paraben
Paraben (para-hidroksibenzoat) banyak digunakan sebagai pengawet sediaan topikal.
Paraben dapat juga bersifat fungisid dan bakterisid lemah. Paraben banyak dipakai pada
shampo, sediaan pelembab, gel, pelumas, pasta gigi.
3. Petrolatum
Merupakan sediaan semisolid yang terdiri dari hidrokarbon (jumlah karbon lebih dari 25).
Petrolatum (vaselin), misalnya vaselin album, diperoleh dari minyak bumi. Titik cair 10-50°C,
dapat mengikat kira-kira 30% air.
4. Gliserin
Berupa senyawa cairan kental, tidak berwarna, tidak berbau. Gliserin memiliki 3
kelompok hidroksil hidrofi lik yang berperan sebagai pelarut dalam air. Secara umum, zat
pembawa dibagi atas 3 kelompok, cairan, bedak, dan salep. Ketiga pembagian tersebut
merupakan bentuk dasar zat pembawa yang disebut juga sebagai bentuk monofase. Kombinasi
bentuk monofase ini berupa krim, pasta, bedak kocok dan pasta pendingin.
a. Cairan
Cairan adalah bahan pembawa dengan komposisi air. Jika bahan pelarutnya murni air
disebut sebagai solusio. Jika bahan pelarutnya alkohol, eter, atau kloroform disebut tingtura.
Cairan digunakan sebagai kompres dan antiseptik. Bahan aktif yang dipakai dalam kompres
biasanya bersifat astringen dan antimikroba.
b. Bedak
Merupakan sediaan topikal berbentuk padat terdiri atas talcum venetum dan oxydum
zincicum dalam komposisi yang sama. Bedak memberikan efek sangat superfi sial karena tidak
melekat erat sehingga hampir tidak mempunyai daya penetrasi.
Oxydum zincicum merupakan suatu bubuk halus berwarna putih bersifat hidrofob.
Talcum venetum merupakan suatu magnesium polisilikat murni, sangat ringan. Dua bahan ini
dipakai sebagai komponen bedak, bedak kocok dan pasta.
Indikasi bedak:
Bedak dipakai pada daerah yang luas, pada daerah lipatan.
c. Salep
Salep merupakan sediaan semisolid berbahan dasar lemak ditujukan untuk kulit dan
mukosa. Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok yaitu: dasar
salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang bisa dicuci dengan air dan dasar
salep yang larut dalam air. Setiap bahan salep menggunakan salah satu dasar salep tersebut.
Indikasi salep :
Salep dipakai untuk dermatosis yang kering dan tebal (proses kronik), termasuk likenifi
kasi, hiperkeratosis. Dermatosis dengan skuama berlapis, pada ulkus yang telah bersih.
Kontraindikasi salep:
Salep tidak dipakai pada radang akut, terutama dermatosis eksudatif karena tidak dapat
melekat, juga pada daerah berambut dan lipatan karena menyebabkan perlekatan.
d. Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Formulasi krim ada dua, yaitu sebagai
emulsi air dalam minyak (W/O), misalnya cold cream, dan minyak dalam air (O/W), misalnya
vanishing cream. Dalam praktik, umumnya apotek tidak bersedia membuat krim karena tidak
tersedia emulgator dan pembuatannya lebih sulit dari salep. Jadi, jika hendak menulis resep krim
dan dibubuhi bahan aktif, dapat dipakai krim yang sudah jadi, misalnya biocream. Krim ini
bersifat ambifi lik artinya berkhasiat sebagai W/O atau O/W. Krim dipakai pada kelainan yang
kering, superfi sial. Krim memiliki kelebihan dibandingkan salep karena nyaman, dapat dipakai
di daerah lipatan dan kulit berambut.
Indikasi krim :
Krim dipakai pada lesi kering dan superfi sial, lesi pada rambut, daerah intertriginosa.
e. Pasta
Pasta ialah campuran salep dan bedak sehingga komponen pasta terdiri dari bahan untuk
salep misalnya vaselin dan bahan bedak seperti talcum, oxydum zincicum. Pasta merupakan salep
padat, kaku yang tidak meleleh pada suhu tubuh dan berfungsi sebagai lapisan pelindung pada
bagian yang diolesi. Efek pasta lebih melekat dibandingkan salep, mempunyai daya penetrasi
dan daya maserasi lebih rendah dari salep.
Indikasi pasta :
Pasta digunakan untuk lesi akut dan superficial
f. Bedak kocok
Bedak kocok adalah suatu campuran air yang di dalamnya ditambahkan komponen bedak
dengan bahan perekat seperti gliserin. Bedak kocok ini ditujukan agar zat aktif dapat
diaplikasikan secara luas di atas permukaan kulit dan berkontak lebih lama dari pada bentuk
sediaan bedak serta berpenetrasi kelapisan kulit.
Indikasi bedak kocok :
Bedak kocok dipakai pada lesi yang kering, luas dan superfisial seperti miliaria.
g. Gel
Gel merupakan sediaan setengah padat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel
organik dan anorganik. Gel dikelompokkan ke dalam gel fase tunggal dan fase ganda. Gel fase
tunggal terdiri dari makromolekul organic yang tersebar dalam suatu cairan sedemikian hingga
tidak terlihat adanya ikatan antara molekul besar yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal
dapat dibuat dari makromolekul sintetik (misalnya karbomer) atau dari gom alam (seperti
tragakan). Karbomer membuat gel menjadi sangat jernih dan halus. Gel fase ganda yaitu gel
yang terdiri dari jaringan partikel yang terpisah misalnya gel alumunium hidroksida. Gel ini
merupakan suatu suspensi yang terdiri dari alumunium hidroksida yang tidak larut dan
alumunium oksida hidrat. Sediaan ini berbentuk kental, berwarna putih, yang efektif untuk
menetralkan asam klorida dalam lambung. Gel segera mencair jika berkontak dengan kulit dan
membentuk satu lapisan. Absorpsi pada kulit lebih baik daripada krim. Gel juga baik dipakai
pada lesi di kulit yang berambut.
Berdasarkan sifat dan komposisinya, sediaan gel memilliki keistimewaan:
a. Mampu berpenetrasi lebih jauh dari krim.
b. Sangat baik dipakai untuk area berambut.
c. Disukai secara kosmetika.
h. Jelly
Jelly merupakan dasar sediaan yang larut dalam air, terbuat dari getah alami seperti
tragakan, pektin, alginate, borak gliserin.
i. Losion
Losion merupakan sediaan yang terdiri dari komponen obat tidak dapat larut terdispersi
dalam cairan dengan konsentrasi mencapai 20%. Komponen yang tidak tergabung ini
menyebabkan dalam pemakaian losion dikocok terlebih dahulu. Pemakaian losion meninggalkan
rasa dingin oleh karena evaporasi komponen air. Beberapa keistimewaan losion, yaitu mudah
diaplikasikan, tersebar rata, favorit pada anak. Contoh losion yang tersedia seperti losion
calamin, losion steroid, losion faberi.
j. Foam aerosol
Aerosol merupakan sediaan yang dikemas di bawah tekanan, mengandung zat aktif yang
dilepas pada saat sistem katup yang sesuai ditekan. Sediaan ini digunakan untuk pemakaian lokal
pada kulit, hidung, mulut, paru. Komponen dasar aerosol adalah wadah, propelen, konsentrat zat
aktif, katup dan penyemprot.
Foam aerosol merupakan emulsi yang mengandung satu atau lebih zat aktif
menggunakan propelen untuk mengeluarkan sediaan obat dari wadah. Foam aerosol merupakan
sediaan baru obat topikal. Foam dapat berisi zat aktif dalam formulasi emulsi dan surfaktan serta
pelarut. Sediaan foam yang pernah dilaporkan antara lain ketokonazol foam dan betamethasone
foam.
Keistimewaan foam:
Foam saat diaplikasikan cepat mengalami evaporasi, sehingga zat aktif tersisa cepat
berpenetras
Sediaan foam memberikan efek iritasi yang minimal
2.4. Jalur Penetrasi sediaan topikal
1. Oles
Pengolesan pada lokasi lesi merupakan cara pakai sediaan topikal yang umum dilakukan.
Cara ini dilakukan untuk hampir semua bentuk sediaan. Banyaknya sediaan yang dioleskan
disesuaikan dengan luas kelainan kulit. Penambahan cara oles sediaan dengan menggosok dan
menekan juga dilakukan pada obat topikal dengan tujuan memperluas daerah aplikasi namun
juga meningkatkan suplai darah pada area lokal, memperbesar absorpsi sistemik. Penggosokan
ini mengakibatkan efek eksfoliatif lokal yang meningkatkan penetrasi obat.
2. Kompres
Cara kompres digunakan untuk sediaan solusio. Komponen cairan yang dominan
menjadikan kompres efektif untuk lesi basah dan lesi berkrusta. Dua cara kompres yaitu kompres
terbuka dan tertutup. Pada kompres terbuka diharapkan ada proses penguapan. Caranya dengan
menggunakan kain kasa tidak tebal cukup 3 lapis, tidak perlu steril, jangan terlampau erat.
Pembalut atau kain kasa dicelupkan ke dalam cairan kompres, sedikit diperas, lalu dibalutkan
pada kulit lebih kurang 30 menit. Pada kompres tertutup tidak diharapkan terjadi penguapan,
namun cara ini jarang digunakan karena efeknya memperberat nyeri pada lokasi kompres.
4. Mandi
Mandi atau berendam dianggap lebih disukai daripada kompres pada pasien dengan lesi
kulit luas seperti pada penderita lesi vesiko bulosa. Contoh zat aktif yang pernah digunakan
untuk mandi seperti potassium permanganate. Namun cara ini sudah tidak dianjurkan lagi
mengingat efek maserasi yang ditimbulkan
2.6. Pemberian obat topikal pada kulit
Tujuan dari pemberian obat secara topical pada kulit adalah untuk memperoleh reaksi
lokal dari obat tersebut.
(3) Bubuk
Pastikan bahwa permukaan kulit kering secara menyeluruh
Regangkan dengan baik lipatan bagian kulit seperti diantara ibu jari atau bagian
bawah lengan
Bubuhkan secara tipis pada area yang bersangkutan
Pemberian obat melalui mata adalah memberi obat kedalam mata berupa cairan dan salep.
Tujuan pemberian obat pada mata:
a) Untuk mengobati gangguan pada mata
b) Untuk mendilatasi pupil pada pemeriksaan ‘struktur internal mata
c) Untuk melemahkan otot lensa mata pada pengukuran refraksi mata
d) Untuk mencegah kekeringan pada mata
Standar operasional prosedur pemberian obat topical pada mata (tetes mata)
a. Persiapan alat
Botol obat dengan pensteril atau salep dalam tube (tergantung jenis sediaan obat)
Buku obat
Bola kapas kering steril (stuppers)
Bola kapas basah (normal salin) steril
Baskom cuci dengan air hangat
Penutup mata (bila perlu)
Sarung tangan
b. Prosedur kerja
a) Cek instruksi dokter untuk memastikan nama obat, daya kerja dan tempat pemberian.
b) Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
c) Identifikasi klien secara tepat
d) Jelaskan prosedur pengobatan dengan tepat
e) Atur klien dengan posisi terlentang atau duduk dengan hiperektensi leher
f) Dengan kapas basah steril, bersihkan kelopak mata dari dalam keluar
g) Minta klien untuk melihat ke langit – langit
h) Teteskan obat tetes mata :
Dengan tangan dominan anda di dahi klien, pegang penetes mata yang
terisi obat kurang lebih 1-2 cm (0,5 – 0,75 inci) diatas sacus konjungtiva.
Sementara jari tangan non dominan menarik kelopak mata kebawah.
Teteskan sejumlah obat yang diresepkan kedalam sacus konjungtiva.
Sacus konjungtiva normal menahan 1-2 tetes. Meneteskan obat tetes ke
dalam sacus memberikan penyebaran obat yang merata di seluruh mata.
Bila klien berkedip atau menutup mata atau bila tetesan jatuh ke pinggir
luar kelopak mata, ulangi prosedur
Setelah meneteskan obat tetes, minta klien untuk menutup mata dengan
perlahan
Berikan tekanan yang lembut pada duktus nasolakrimal klien selama 30-
60 detik.
Irigasi mata merupakan satu tindakan pencucian kantung konjungtiva mata. Berbagai bentuk
spuit tersedia khusus untuk melakukan irigasi tetapi bila tidak ada dapat digunakan spuit dengan
tabung yang besar. Peralatan yang digunakan harus dalam keadaan steril. Obat mata biasanya
berbentuk cairan (obat tetes mata) dan ointment/ obat saleb mata biasanya diramu dengan
kekuatan yang rendah misalnya 2%.
Untuk irigasi :
Tabung steril untuk tempat cairan.
Bengkok steril.
Perlak
Buka mata dengan jari dengan jari telunjuk dan ibu jari sehingga kantong konjungtiva
dapat dilihat. Pegang irigator yang telah berisi cairan 2,5 cm diatas mata. Arahkan air pada
konjungtiva bawah dari kantus dalam menuju kantus luar. Lanjutkan irigasi sampai air yang
meninggalkan mata tampak bersih. Anjurkan pasien untuk membuka dan menutup mata secara
teratur. Bila sudah selesai , bersihkan sekitar mata dengan bola kapas.
Instalasi
Obat yang diperlukan
a. Periksa nama, kekuatan dan jenis obat. Anjurkan pasien memandang keatas dan
beri pasien sebuah bola kapas.Buka mata dengan cara menarik kelopak mata
bawah dengan jempol atau jari-jari tangan yang tidak memegang obat.Dekatkan
ke mata sampai berjarak 1 sampai dengan 2 cm dari mata lalu teteskan obat sesuai
yang dibutuhkan pada kantung konjungtiva bawah sepertiga dari luar.Bila obat
berupa saleb mata, Pegang pipa saleb diatas kantung konjungtiva atas dan
oleskan sekitar 3 cm saleb dari kantus dalam ke kantus luar. Lalu anjurkan pasien
menutup mata tanpa mengusap obat keluar. Untuk obat cair, pasien dianjurkan
menutup mata selama 30 detik dan menekan hati-hati duktus nasolakrimalis agar
obat tidak masuk keduktus tersebut.
c. Kaji mata pasien. Amati adanya gangguan pada mata misalnya warna merah,
adanya kotoran, bengkak, pandangan kabur, mata sering dikucek-kucek dan lain-
lain.
d. Bersihkan kelopak mata dan bulu mata dengan bola kapasyang telah dibasahi
dengan cairan irigasi dengan arah dari kantus dalam menuju kantus luar.
g. Bereskan alat yang digunakan dan catat tindakan dengan sinkat dan jelas.
2.8. Pemberian obat pada telinga
Tujuan pemberian obat pada telinga:
a) Untuk memberikan effek terapi lokal (mengurangi peradangan, membunuh organisme
penyebab infeksi pada kanal telinga eksternal)
b) Menghilangkan nyeri
a. Cara kerja irigasi dan instalasi telinga
1. Pastikan tentang adanya order pengobatan.
2. Siapkan peralatan
Untuk irigasi:
Tabung berisi cairan irigasi dengan jumlah dan konsentrasi sesuai
yang dikehendaki.
Bengkok
Perlak handuk
Kapas pengusap
Bola kapas
Untuk instalasi:
Obat tetes dalam tempatnya
Bola kapas.
Nearbaken
Handscoon
JHPIEGO. 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir.
Jakarta: Pusdiknakes.
JNPK, KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan
Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Johnson, Ruth Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta: EGC.
Potter. 2000. Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar Edisi III. Alih bahasa Ester Monica.
Penerbit buku kedokteran EGC.
Prharjo, Robert.1995,Tekhnik Dasar Pemberian Obat Bagi Perawat. Jakarta: EGC.