You are on page 1of 18

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Manajemen Sumberdaya Manusia

Manajemen Sumber daya Manusia merupakan bagian dari

manajemen umum yang memfokuskan diri pada unsur sumberdaya manusia.

Perhatian ini mencakup fungsi manajerial, fungsi operasional dan peran serta

kedudukan sumberdaya manusia dalam pencapaian tujuan-tujuan organisasi

secara terpadu. Gomes (2005) menyatakan bahwa manajemen sumberdaya

manusia merupakan suatu gerakan pengakuan terhadap pentingnya unsur

manusia sebagai sumberdaya yang cukup potensial yang perlu dikembangkan

sedemikian rupa sehingga mampu memberikan kontribusi yang maksimal bagi

organisasi dan bagi pembangunan dirinya.\

Manajemen sumberdaya manusia bukan merupakan komponen yang

berdiri sendiri di lingkungan sebuah perusahaan. Manajemen sumberdaya

manusia pada dasarnya merupakan penunjang bagi komponen utama sebuah

perusahaan. Menurut Nawawi (2007), strategi bisnis jangka panjang sebagai

acuan utama strategi manajemen sumberdaya manusia pada dasarnya memuat

komponen-komponen sebagai berikut :

1. Rumusan filsafat perusahaan yang berisi nilai-nilai atau norma-

norma sebagai pegangan utama bagi perusahaan dalam melaksanakan

kegiatan bisnis.

7
2. Rumusan tentang identitas, tujuan dan sarana perusahaan memuat

tentang identitas berupa penegasan dari misi yang dijalankan

perusahaan.

3. Evaluasi kekuatan dan kelemahan, memuat tentang hasil evaluasi

kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dalam mensukseskan bisnis

perusahaan.

4. Merumuskan desain pembidangan dan pembagian kerja, berisi

tentang penetapan unit kerja sehingga dihasilkan struktur organisasi.

5. Pembagian strategi berisi tentang cara mencakup tujuan perusahaan.

6. Penjabaran program, memuat tentang program unit kerja dan cara

menilai atau mengukur tingkat efektifitas pelaksanaannya.

B. Kepemimpinan

1. Pengertian Kepemimpinan

Dalam rangka usaha pencapaian tujuan nasional, diperlukan

pegawai negeri sipil sebagai aparatur negara, abdi negara dan abdi

masyarakat yang penuh kesetiaan dan ketaatan pada Pancasila, UUD

1945, negara, pemerintah serta bersatu padu, bermental baik, berwibawa,

berdayaguna, bersih, bermutu tinggi dan kesadaran tanggung jawabnya

untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan. Demikian pula dalam

pencapaian tujuan organisasi diperlukan seorang pemimpin yang

memancarkan kepemimpinan yang sesuai dengan asas-asas

kepemimpinan yang baik. Seorang pemimpin juga harus mengajak,

mengarahkan, membina, dan mempengaruhi bawahan. Oleh karena itu

8
disimpulkan kepemimpinan memegang peranan yang sangat menentukan

dalam pencapaian tujuan organisasi atau perusahaan. Menurut Malayu

SP. Hasibuan (2009:170) “Kepemimpinan adalah cara seorang

pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama

secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi”. Sedangkan menurut

George R. Terry (Kartini Kartono, 2009:57) menyatakan bahwa

“Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang agar

mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok”. Howard H.

Hoyt (Kartini Kartono, 2009:57) menyatakan bahwa “Kepemimpinan

adalah seni untuk mempengaruhi tingkah laku manusia,kemampuan

untuk membimbing orang”.

2. Tipe Kepemimpinan

Menurut Kartini Katono (2009:80) membagi tipe kepemimpinan

menjadi delapan tipe, yaitu:

a. Tipe Karismatis

Tipe pemimpin karismatis memiliki kekuatan energi, daya tarik,

dan wibawa yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain.

Sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya

dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Disamping itu ia

mempunyai inspirasi, keberanian, dan keyakinan teguh pada

pendirian sendiri.

b. Tipe Paternalistis

9
Yaitu tipe pemimpin yang memiliki sifat kebapakan, sehingga ia

cenderung menganggap bawahannya sebagai anaknya, cenderung

terlalu melindungi serta hampir tidak pernah memberi

kesempatan kepada bawahannya untuk berinisiatif dalam

melaksanakan tugas-tugasnya.

c. Tipe Militeristis

Tipe pemimpin memiliki kecenderungan sistem komando dalam

hal mengintruksikan tugas-tugas yang harus dilaksanakan

bawahannya dengan kurang menghendaki saran, gagasan dari

bawahannya. Pemimpin tipe ini kepemimpinannya didasarkan

kontak pribadi secara langsung dengan bawahannya. Tipe ini

umumnya sangat efektif dan secara relatif sederhana

pelaksanaannya.

d. Tipe Otokratis (Outhoritative, Dominator)

Tipe pemimpin yang memiliki kencenderungan berpegang teguh

pada kehendak diri sendiri, adanya unsur paksaan dan pemimpin

pada tipe ini selalu ingin bermain tunggal serta menjadi

dominator.

e. Tipe Laissez Faire, Pada tipe kepemimpinan laissez faire ini

seorang pemimpin praktis tidak memimpin, ia membiarkan

kelompoknya dan setiap orang berbuat semau sendiri. Pemimpin

laissez faire pada hakikatnya bukanlah pemimpin dalam

pengertian sebenarnya. Sebab bawahan dalam situasi kerja tidak

10
terpimpin, tidak terkontrol, tanpa disiplin, masing-masing orang

orang bekerja semau sendiri dengan irama dan tempo “semau

gue”.

f. Tipe Populistis

Kepemimpinan populistis adalah kepemimpinan yang dapat

membangunkan solidaritas rakyat yang menekankan masalah

kesatuan nasional, nasionalisme dan membangun sikap hati-hati

terhadap kolonialisme dan penindasan penghisapan serta

penguasaan oleh kekuatan asing.

g. Tipe Administratif atau eksekutif

Kepemimpinan administratif adalah kepemimpinan yang mampu

menyelengarakan tugas-tugas administratif secara efektif.

h. Tipe Demokratis

Pemimpin tipe ini berorientasi pada manusia, dan memberikan

bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Disamping itu,

menitik beratkan pada partisipasi kelompok dengan

memanfaatkan pandangan-pandangan atau pendapat-pendapat

kelompok. Kegagalan kepemimpinan dari pemimpin tipe ini

adalah apabila anggota kelompok tidak cakap dan kurang

tergerak untuk bekerjasama.

3. Teori Kepemimpinan

Menurut Veithzal (2003:11), menyatakan teori-teori kepemimpinan

adalah:

11
a. Teori Sifat, Teori yang berusaha untuk mengidentifikasi karakter

khas (fisik, mental, kepribadian) yang dikaitkan dengan

keberhasilan kepemimpinan. Teori ini menekankan pada atribut-

atribut pribadi dari pada pemimpin.

1) Inteligensia,Perbedaan inteligensia yang ekstrim antara

pemimpin dan pengikut dapat menimbulkan gangguan.

2) Kepribadian, Beberapa hasil penelitian menyiratkan bahwa

sifat kepribadian seperti kesiagaan, keaslian, integritas

pribadi, dan percaya diri diasosiasikan dengan kepeminpinan

yang efektif.

3) Karakteristik fisik, Studi mengenai hubungan antara

kepemimpinan yang efektif dan karakteristik fisik seperti

usia, tinggi badan, berat badan, dan penampilan memberikan

hasil-hasil yang bertolak belakang.

b. Teori Kepribadian Perilaku

Studi dari University of Michigan Telah kepemimpinan yang

dilakukan pada Pusat Riset University of Michigan, dengan

sasaran: melokasi karakteristik perilaku kepemimpinan yang

tampaknya dikaitkan dengan ukuran keefektifan kinerja. Melalui

penelitian mengidentifikasikan dua gaya kepemimpinan yang

berbeda, disebut sebagai job-centered yang berorientasi pada

pekerjaan dan employee-centered yang berorientasi pada

karyawan.

12
1) Pemimpin yang job-centered, Pemimpin yang berorientasi

pada tugas menerapkan pengawasan ketat sehingga bawahan

melakukan tugasnya dengan menggunakan prosedur yang

telah ditentukan. Pemimpin ini mengandalkan kekuatan

paksaan, imbalan, dan hukuman untuk mempengaruhi sifat-

sifat dan prestasi pengikutnya.

2) Pemimpin yang employee-centered.Mendelegasikan

pengambilan keputusan pada bawahan dan membantu

pengikutnya dalam memuaskan kebutuhannya dengan cara

menciptakan lingkungan kerja yang suportif. Pemimpin yang

berpusat pada karyawan memiliki perhatian terhadap

kemajuan, pertumbuhan dan prestasi pribadi pengikutnya.

Tindakan-tindakan ini diasumsikan dapat memajukan

pembentukan dan perkembangan kelompok.

Studi dari Ohio State University Program ini menghasilkan

perkembangan teori dua faktor dari kepemimpinan. Suatu seri

penelitian mengisolasikan dua factor kepemimpinan, disebut

sebagai membentuk struktur dan konsiderasi. Membentuk

struktur Melibatkan perilaku dimana pemimpin

mengorganisasikan dan mendefinisikan hubungan-hubungan

di dalam kelompok, cenderung membangun pola dan saluran

komunikasi yang jelas, dan menjelaskan cara-cara

mengerjakan tugas yang benar. Pemimpin yang memiliki

13
kecenderungan membentuk struktur yang tinggi, akan

berorientasi pada tujuan dan hasil. Konsiderasi, Melibatkan

perilaku yang menunjukkan persahabatan, saling percaya,

menghargai, kehangatan, dan komunikasi antara pemimpin

dan pengikutnya. Pemimpin yang memiliki konsiderasi tinggi

menekankan pentingnya komuikasi yang terbuka dan

partisipasi. Teori Kepemimpinan Situasional, Suatu

pendekatan terhadap kepemimpinan yang menyatakan bahwa

pemimpin memahami perilakunya, sifat-sifat bawahannya,

dan situasi sebelum menggunakan suatu gaya kepemimpinan

tertentu. Pendekatan ini mensyaratkan pemimpin untuk

memiliki keterampilan diagnostik dalam perilaku manusia.

4. Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan menurut Malayu SP. Hasibuan (2009:172),

yaitu:

a. Kepemimpinan Otoriter, Kepemimpinan otoriter adalah jika

kekuasaan atau wewenang, sebagian besar mutlak tetap berada

pada pimpinan atau kalau pimpinan itu menganut system

sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan

hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak

diikutsertakan untuk memberikan saran, ide dan pertimbangan

dalam proses pengambilan keputusan. Falsafah pemimpin ialah

“bawahan adalah untuk pimpinan/atasan”. Bawahan hanya

14
bertugas sebagai pelaksana keputusan yang telah ditetapkan

pimpinan. Pemimpin menganggap dirinya orang yang paling

berkuasa, paling pintar dan paling cakap. Pengarahan bawahan

dilakukan dengan memberikan instruksi / perintah, ancaman

hukuman serta pengawasan dilakukan secara ketat. Orientasi

kepemimpinannya difokusnya hanya untuk meningkatkan

produktivitas kerja karyawan dengan kurang memperhatikan

perasaan dan kesejahteraan bawahan. Pimpinan menganut sistem

manajemen tertutup (closed management), kurang

menginformasikan keadaan perusahaan pada bawahannya.

Pengkaderan kurang mendapat perhatiannya.

b. Kepemimpinan Partisipatif, Kepemimpinan partisipatif adalah

apabila dalam kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasif,

menciptakan kerjasama yang serasi, menumbuhkan dan partisipasi

para bawahannya. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa

ikut memiliki perusahaan. Falsafah pemimpin ialah “pimpinan

(dia) adalah untuk bawahan”. Bawahan harus berpartisipasi

memberikan saran, ide dan pertimbangan-pertimbangan dalam

proses pengambilan keputusan. Keputusan tetap dilakukan

pimpinan dengan mempertimbangkan saran atau ide yang

diberikan oleh bawahannya. Pemimpin mengatut sistem

manajemen terbuka (open management) dan desentralisasi

wewenang. Pemimpin dengan gaya partisipasif akan mendorong

15
kemampuan bawahan mengambil keputusan. Dengan demikian,

pimpinan akan selalu membina bawahan untuk menerima

tanggung jawab yang lebih besar.

c. Kepemimpinan Delegatif, Kepemimpinan delegatif bila seorang

pemimpin mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan

agak lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil

keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam

mengerjakan pekerjaannya. Pemimpin tidak peduli cara bawahan

mengambil keputusan dan mengerjakan pekerjaannya,

sepenuhnya diserahkan kepada bawahannya itu. Pada prinsipnya

pemimpin bersikap menyerahkan dan mengatakan kepada

bawahan “Inilah pekerjaan yang harus Saudara kerjakan, saya

tidak peduli, terserah Saudara bagaimana mengerjakannya asal

pekerjaan tersebut bisa diselesaikan dengan baik”. Disini

pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan

pekerjaan kepada bawahan dalam arti pimpinan menginginkan,

agar para bawahan bisa mengendalikan diri mereka sendiri dalam

menyelesaikan pekerjaan tersebut. Pimpinan tidak akan membuat

peraturan-peraturan tentang pelaksanaan pekerjaan itu dan hanya

melakukan sedikit kontak dengan para bawahannya. Dalam hal

ini, bawahan dituntut memiliki kematangan pekerjaan

(kemampuan) dan kematangan psikologis (kemauan).

Kematangan pekerjaan dikaitkan dengan kemampuan untuk

16
melakukan sesuatu yang berdasarkan pengetahuan dan

keterampilan. Kematangan psikologis dikaitkan dengan kemauan

atau motivasi untuk melakukan sesuatu yang erat kaitannya

dengan rasa yakin dan keterikatan.

5. Model Kepemimpinan

Menurut Veithzal (2003:11), menyatakan beberapa model

kepemimpinan yaitu:

a. Model Kepemimpinan Kontingensi, Model ini dikembangkan oleh

Fiedler, model kontingensi dari efektivitas kepemimpinan

memiliki dalil bahwa prestasi kelompok tergantung pada interaksi

antara gaya kepemimpinan dan situasi yang mendukung.

Kepemimpinan dilihat sebagai suatu hubungan yang didasari oleh

kekuatan dan pengaruh. Fielder memberikan perhatian mengenai

pengukuran orientasi kepemimpinan dari seorang individu. Ia

mengembangkan Least-Preferred Co-Worker (LPC) Scale untuk

mengukur dua gaya kepemimpinan: Gaya berorientasi tugas, yang

mementingkan tugas atau otoritatif dan Gaya berorientasi

hubungan, yang mementingkan hubungan kemanusiaan.

Sedangkan kondisi situasi terdiri dari tiga faktor utama, yaitu : 1)

Hubungan pemimpin dan anggota, yaitu derajat baik/buruknya

hubungan pemimpin dan bawahan. 2)Struktur tugas, yaitu derajat

tinggi/rendahnya strukturisasi, standarisasi dan rincian tugas

pekerjaan. Kekuatan posisi, yaitu derajat kuat/lemahnya

17
kewenangan dan pengaruh pemimpin atas variabel-variabel

kekuasaan, seperti memberikan penghargaan dan mengenakan

sanksi.

b. Model Partisipasi Pemimpin oleh Vroom dan Yetton Suatu teori

kepemimpinan yang memberikan seperangkat aturan untuk

menentukan ragam dan banyaknya pengambilan keputusan

partisipatif dalam situasi-situasi yang berlainan. Vroom dan

Yetton berasumsi bahwa pemimpin harus lebih luwes untuk

mengubah gaya kepemimpinan agar sesuai dengan situasi. Dalam

mengembangkan modelnya, mereka membuat sejumlah asumsi:

1) Model tersebut harus bermanfaat bagi pemimpin dalam

menentukan gaya kepemimpinan yang harus mereka gunakan

dalam berbagai situasi.

2) Tidak ada gaya kepemimpinan tunggal dapat diterapkan

dalam berbagai situasi.

3) Perhatian utama terletak pada masalah yang harus dipecahkan

dan situasi dimana terjadi permasalahan.

4) Gaya kepemimpinan yang digunakan dalam suatu situasi

tidak boleh bertentangan dengan gaya yang digunakan

dalama situasi yang lain.

5) Terdapat sejumlah proses sosial yang mempengaruhi kadar

keikutsertaan bawahan dalam pemecahan masalah.

18
c. Model Jalur-Tujuan (Path Goal Model). Model ini berusaha

meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi.

Pempimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka

yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan

pengikutnya. Disebut sebagai jalur-tujuan karena memfokuskan

pada bagaimana pemimpin mempengaruhi persepsi pengikutnya

pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk

mencapai tujuan.

d. Teori Kepemimpinan Situasional, Hersey dan Blanchard

mengembangkan model kepemimpinan serta memiliki pengikut

yang kuat di kalangan spesialis pengembangan manajemen.

Model ini disebut teori kepemimpinan situasional. Penekanan

teori kepemimpinan situasional adalah pada pengikut-pengikut

dan tingkat kematangan mereka. Para pemimpin harus menilai

secara benar atau secara intuitif mengetahui tingkat kematangan

pengikut-pengikutnya dan kemudian menggunakan gaya

kepemimpinan yang sesuai dengan tingkatan tersebut.

C. Lingkungan Kerja

1. Pengertian Lingkungan Kerja

Menurut Nitisemito (2002:183) mengemukakan “Lingkungan kerja

adalah segala yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi

dirinya dalam menjalankan tugas yang dibebankan”. Sedangkan

Sedarmayanti (2009:2) mengungkapkan bahwa “Lingkungan kerja

19
adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan

sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan

kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok”.

2. Jenis Lingkungan Kerja

Sedarmayanti (2009:26) mengemukakan bahwa lingkungan kerja

dibagi kedalam dua bagian, yaitu lingkungan kerja fisik dan

lingkungan kerja non fisik. Lingkungan kerja fisik adalah semua

keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang

dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun tidak

langsung. Yang termasuk kedalam lingkungan kerja fisik adalah:

a. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan pegawai (seperti:

pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya)

b. Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut

lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya :

temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan,kebisingan,

getaran mekanis, bau tidak sedap, warna dan lain-lain.

Lingkungan kerja non fisik menurut Sedarmayanti (2001:31)

adalah semua keadaan yang berkaitan dengan hubungan kerja,

baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan

kerja, ataupun hubungan dengan bawahan.

Indikator-indikator lingkungan kerja menurut Nitisemito (2002:183)

terdiri dari: Suasana kerja, Hubungan dengan rekan kerja, Hubungan

20
antar bawahan dengan pimpinan dan Tersedianya fasilitas untuk

karyawan.

D. Kinerja Karyawan

Kinerja adalah hasil seseorang secara keseluruhan selama periode

tertentu didalam melaksanakan tugas, seperti standar hasil kerja, target

atau sasaran kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah

disepakati bersama (Veithzal, 2005:97). Kinerja karyawan tidak hanya

sekedar informasi untuk dapat dilakukannya promosi atau penetapan gaji

bagi perusahaan. Akan tetapi bagaimana perusahaan dapat memotivasi

karyawan dan mengembangkan satu rencana untuk memperbaiki

kemerosotan kinerja dapat dihindari. Kinerja karyawan perlu adanya

penilaian dengan maksud untuk memberikan satu peluang yang baik

kepada karyawan atas rencana karier mereka dilihat dari kekuatan dan

kelemahan, sehingga perusahaan dapat menetapkan pemberian gaji,

memberikan promosi, dan dapat melihat perilaku karyawan. Penilaian

kinerja dikenal dengan istilah “performance rating” atau “performance

appraisal”. Menurut munandar (2008:287), penilaian kinerja adalah

proses penilaian ciri-ciri kepribadian, perilaku kerja, dan hasil kerja

seseorang tenaga kerja atau karyawan (pekerja dan manajer), yang

dianggap menunjang unjuk kerjanya, yang digunakan sebagai bahan

pertimbangan untuk pengambilan keputusan tentang tindakan-tindakan

terhadap bidang ketenagakerjaan. Suatu perusahaan melakukan penilaian

21
kinerja didasarkan pertimbangan bahwa perlu adanya suatu sistem

evaluasi yang objektif terhadap organisasional. Selain itu, dengan adanya

penilaian kinerja, manajer puncak dapat memperoleh dasar yang objektif

untuk memberikan kompensasi sesuai dengan prestasi yang

disumbangkan masing-masing pusat pertanggungjawaban kepada

perusahaan secara keseluruhan. Semua ini diharapkan dapat membentuk

motivasi dan rangsangan kepada msing-masing bagian untuk bekerja

lebih efektif dan efisien.

Tujuan Penilaian Kinerja Didalam Mangkunegara (2000:10), secara

spesifik, tujuan penilaian kinerja sebagai berikut:

1) Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan

kinerja.

2) Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, , sehingga

mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-

kurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu.

3) Memberikan perluang kepada karyawan untuk mendiskusikan

keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karier

atau pekerjaan yang diembannya sekarang.

4) Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan,

sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan

potensinya.

22
5) Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai

dengan kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian

menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hak yang perlu diubah.

E. Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang akan dijadikan sebagai referensi

sebagai berikut :

1. Sri Lestari (2010) dengan judul Pengaruh Kepemimpinan Dan

Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PDAM Sukoharjo.Hasil

penelitian adalah secara simultan dan parsial ada pengaruh dan

pengaruh antara Kepemimpinan Dan Lingkungan Kerja Terhadap

Kinerja Karyawan PDAM Sukoharjo.

2. Suwesty Yuni (2011) Pengaruh Kepemimpinan Dan Lingkungan Kerja

Terhadap Kinerja Karyawan PDAM Wonosobo. Hasil penelitian adalah

secara simultan dan parsial ada pengaruh dan pengaruh antara

Kepemimpinan Dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan

PDAM Wonosobo.

F. Kerangka Pikir

Adapun alur kerangka pikir pada penelitian ini sebagai berikut :

Kepemimpinan
(X1) Kinerja Karyawan
(Y)
Lingkungan Kerja
(X2)

23
G. Hipotesis

Dari perumusan masalah dan uraian sebelumnya, maka hipotesis

dapat dituliskan sebagai berikut:

H1 : Diduga secara bersama-sama terdapat pengaruh Lingkungan Kerja

dan Kepemimpinan terhadap Kinerja karyawan.

H2 : Diduga secara individu terdapat pengaruh Lingkungan Kerja dan

Kepemimpinan terhadap Kinerja karyawan.

24

You might also like