You are on page 1of 19

MAKALAH

Keperawatan Maternitas II
“HERPES SIMPLEKS”

DOSEN PEMBIMBING : Dina Fithriana,S,Kep.,Ners,.M.Si,Med

OLEH KELOMPOK 2 :

1. RIZKATUL HIKMAH (016.01.3319)


2. TEGUH GAMA ZARKASYI(016.01.3325)
3. FALQURRIATI AINUN (016.01.3293)
4. ERIN SAPUTRA (016.01.3289)
5. EGI DIAH SYAFITRI (016.01.3287)
6. PANDI WIJAYA (016.01.3314)
7. NUR HAFNILAH (016.01.3313)
8. RAHMI (016.01.3317)
9. ERNA LESTARI (016.01.3290)

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN ( STIKES ) MATARAM


PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN
2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hikmah dan
hidayah-Nya atas terselesaikannya penulisan makalah ini yang berjudul “Leukemia” Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Maternitas II.

Dalam penulisan makalah ini kami banyak mengalami hambatan dan kesulitan. Namun, berkat
bantuan semua pihak, kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dan memberi pengarahan serta dukungan
semangat kepada kami, terutama kepada :Akhirnya, dengan segala keterbatasan tersebut, kami
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya untuk proses
pembelajaran.

Mataram, 16 Maret 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………………i

Daftar Isi…………………………………………………………………………ii

BAB I: PENDAHULUAN

1.1. Latar Baelakang ……………………………………………………………..1

1.2 Tujuan…………………………………………………………………… 1

BAB II: PEMBAHASAN

2.1 Pengertian……………………………………………………………………… 2

2.2 Etiologi ………………………………………………………………………... 3

2.3 Klasifikasi…..…………………………………………………………………. 4

2.4 Patofosiologi………………………………………………………………….. 8

2.5 Manifestasi Klinis………….…………………………………………………. 9

2.6 Pemeriksaan Penunjang.………………………………………………………. 9

2.7 Penatalaksanaan..…………………………………………………………….. 10

BAB III: ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian………………………………………………………………….…13

3.2 Diagnosa Keperawatan …………………................………………………… 14

3.3 Rencana Keperawatan ……………………………………………………. 14

BAB VI: PENUTUP

4.1 Kesimpulan …………………………………………………………………20


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes simpleks virus (HSV)
tipe 1 atau tipe 2 yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang
sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan. Penyakit ini menyebabkan kulit
melepuh dan terasa sakit pada otot di sekitar daerah yang terjangkit. Penyakit ini juga bisa
ditularkan melalui hubungan seksual. Herpes atau HSV 2 bisa sangat berbahaya jika tidak
segera ditangani.

Ketika aktif, virus ini akan berkembang dan bergerak di antara sel-sel saraf. HSV
dapat menular dan masuk ke dalam tubuh melalui berbagai membran mukosa. Membran
mukosa adalah jaringan lunak basah yang melapisi bagian terbuka tubuh. Membran
mukosa berada di beberapa bagian tubuh dan bersinggungan langsung dengan kulit, yaitu
pada dinding mulut, bagian dalam kelopak mata, di dalam telinga, dalam saluran urin, di
dinding vagina dan anus. Gejala herpes simpleks yang pertama kali muncul adalah luka
melepuh yang kemerahan dan terasa sakit di sekitar daerah genital. Luka ini bisa pecah
dan menjadi luka terbuka.

Virus herpes simpleks 1 dan 2 (HSV-1 dan HSV-2) adalah dua virus dari famili
herpasvirus, Herpasviridae, yang menyebabkan infeksi pada manusia. HSV-1 dan 2 juga
merujuk pada virus herpes manusia 1 dan 2 (HHV-1 dan HHV-2). Setelah infeksi, HSV
menjadi tersembunyi, selama virus ada pada sel tubuh saraf. Selama reaktivitas, virus
diproduksi di sel dan dikirim melalui sel saraf akson menuju kulit.

1.2 Tujuan

1. Mempelajari pastofisiologi gambaran penyakit herpes simpleks secara menyeluruh.


2. Mengetahui konsep dari penyakit herpes simpleks yang sering menyerang pada bagian
mulut, punggung, dan alat kelamin.
3. Mengetahui implikasi pastofisiologi penyakit herpes simpleks dalam bidang
keperawatan dan peranan keperawatan terhadap penyakit tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian

TORCH adalah singkatan dari Toxoplasma gondii (Toxo), Rubella, Cyto Megalo Virus
(CMV), Herpes Simplex Virus (HSV) yang terdiri dari HSV1 dan HSV2 serta kemungkinan
oleh virus lain yang dampak klinisnya lebih terbatas (Misalnya Measles, Varicella, Echovirus,
Mumps, virus Vaccinia, virus Polio, dan virus Coxsackie-B).
Prinsip dari pemeriksaan ini adalah deteksi adanya zat anti (antibodi) yang spesifik
taerhadap kuman penyebab infeksi tersebut sebagai respon tubuh terhadap adanya benda asing
(kuman. Antibodi yang terburuk dapat berupa Imunoglobulin M (IgM) dan Imunoglobulin G
(IgG).
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes simpleks virus (HSV)
tipe I atau tipe II yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang
sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan (Handoko, 2010).
Penyakit herpes simpleks tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun wanita
dengan frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer oleh herpessimpleks virus (HSV) tipe
I biasa pada usia anak-anak, sedangkan infeksi HSV tipe II biasa terjadi pada dekade II atau
III dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual (Handoko, 2010).
Infeksi genital yang berulang 6 kali lebih sering daripada infeksi berulang pada oral-
labial; infeksi HSV tipe II pada daerah genital lebih sering kambuh daripada infeksi HSV
tipe I di daerah genital; dan infeksi HSV tipe I pada oral-labial lebih sering kambuh daripada
infeksi HSV tipe II di daerah oral.Walaupun begitu infeksi dapat terjadi di mana saja pada
kulit dan infeksi pada satu area tidak menutup kemungkinan bahwa infeksi dapat menyebar
ke bagian lain (Habif, 2004).
2.2. Etiologi

Herpes simpleks virus (HSV) tipe I dan II merupakan virus herpeshominis yang
merupakan virus DNA. Pembagian tipe I dan II berdasarkan karakteristik pertumbuhan
pada media kultur, antigenic marker dan lokasi klinis tempat predileksi (Handoko, 2010).
HSV tipe I sering dihubungkan dengan infeksi oral sedangkan HSV tipe II dihubungkan
dengan infeksi genital. Semakin seringnya infeksi HSV tipe I di daerah genital dan
infeksi HSV tipe II di daerah oral kemungkinan disebabkan oleh kontak seksual dengan
cara oral-genital (Habif, 2004).
Menurut Wolff (2007) infeksi HSV tipe I pada daerah labialis 80-90%, urogenital 10-
30%, herpetic whitlow pada usia< 20 tahun, dan neonatal 30%. Sedangkan HSV tipe II
di daerah labialis 10-20%, urogenital 70-90%, herpeticwhitlow pada usia> 20 tahun, dan
neonatal 70%.

2.3. Klasifikasi

1. HSV-1
a. Gingivostomatitis herpetik akut
Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak kecil (usia 1-3 tahun) dan terdiri
atas lesi-lesi vesikuloulseratif yang luas dari selaput lendir mulut, demam, cepat
marah dan limfadenopati lokal. Masa inkubasi pendek (sekitar 3-5 hari) dan
lesi-lesi menyembuh dalam 2-3 minggu.
b. Keratojungtivitis
Suatu infeksi awal HSV-1 yang menyerang kornea mata dan dapat mengakibatkan
kebutaan.
c. Herpes Labialis
Terjadi pengelompokan vesikel-vesikel lokal, biasanya pada perbatasan mukokutan
bibir. Vesikel pecah, meninggalkan tukak yang rasanya sakit dan menyembuh tanpa
jaringan parut. Lesi-lesi dapat kambuh kembali secara berulang pada berbagai
interval waktu
2. HSV-2
a. Herpes Genetalis
Herpes genetalis ditandai oleh lesi-lesi vesikuloulseratif pada penis pria atau
serviks, vulva, vagina, dan perineum wanita. Lesi terasa sangat nyeri dan diikuti
dengan demam, malaise, disuria, dan limfadenopati inguinal. Infeksi herpes
genetalis dapat mengalami kekambuhan dan beberapa kasus kekambuhan
bersifat asimtomatik. Bersifat simtomatik ataupun asimtomatik, virus yang
dikeluarkan dapat menularkan infeksi pada pasangan seksual seseorang yang telah
terinfeksi.
b. Herpes neonatal
Herpes neonatal merupakan infeksi HSV-2 pada bayi yang baru lahir. Virus HSV-2
ini ditularkan ke bayi baru lahir pada waktu kelahiran melalui kontak dengan lesi
lesi herpetik pada jalan lahir. Untuk menghindari infeksi, dilakukan persalinan
melalui bedah caesar terhadap wanita hamil dengan lesi-lesi herpes genetalis
Infeksi herpes neonatal hampir selalu simtomatik. Dari kasus yang tidak diobati,
angka kematian seluruhnya sebesar 50%.

2.4. Patofisiologi

Transmisi HSV kepada individu yang belum pernah terinfeksi sebelumnya terjadi ketika
virus mengalami multiplikasi di dalam tubuh host (viral shedding). Lama waktu viral
shedding pada tiap episode serangan HSV berbeda-beda. Pada infeksi primer dimana
dalam tubuh host belum terdapat antibodi terhadap HSV, maka viral shedding
cenderung lebih lama yaitu sekitar 12 hari dengan puncaknya ketika muncul gejala
prodormal (demam,lemah, penurunan nafsu makan, dan nyeri sendi) dan pada saat
separuh serangan awal infeksi primer, walaupun > 75 % penderita dengan infeksi primer
tersebut tanpa gejala. Viral shedding pada episode I non primer lebih singkat yaitu sekitar
7 hari dan karena pada tahap ini telah terbentuk antibodi terhadap HSV maka gejala yang
ditimbulkan lebih ringan dan kadang hanya berupa demam maupun gejala sistemik
singkat. Pada tahap infeksi rekuren yang biasa terjadi dalam waktu 3 bulan setelah infeksi
primer, viral shedding berlangsung selama 4 hari dengan puncaknya pada saat
timbul gejala prodormal dan pada tahap awal serangan. Viral shedding pada tahap
asimptomatik berlangsung episodik dan singkat yaitu sekitar 24-48 jam dan sekitar 1-2
% wanita hamil dengan riwayat HSV rekuren akan mengalami periode ini selama
proses persalinan. Seorang individu dapat terkena infeksi HSV karena adanya
transmisi dari seorang individu yang seropositif, dimana transmisi tersebut dapat
berlangsung secara horisontal dan vertikal. Perbedaan dari ke-dua metode transmisi
tersebut adalah sebagai berikut :

1. Horisontal
Transmisi secara horisontal terjadi ketika seorang individu yang seronegatif
berkontak dengan individu yang seropositif melalui vesikel yang berisi virus
aktif (81-88%), ulkus atau lesi HSV yang telah mengering (36%) dan dari sekresi
cairan tubuh yang lain seperti salivi, semen, dan cairan genital (3,6 -25%). Adanya
kontak bahan-bahan tersebut dengan kulit atau mukosa yang luka atau pada beberapa
kasus kulit atau mukosa tersebut maka virus dapat masuk ke dalam tubuh host yang
baru dan mengadakan multiplikasi pada inti sel yang baru saja dimasukinya
untuk selanjutnya menetap seumur hidup dan sewaktu-waktu dapat menimbulkan
gejala khas yaitu timbulnya vesikel kecil berkelompok dengan dasar eritem.

2. Vertikal
Transmisi HSV secara vertikal terjadi pada neonatus baik itu pada periode antenatal,
intrapartum dan postnatal. Periode antenatal bertanggung jawab terhadap 5 % dari
kasus HSV pada neonatal. Transmisi ini terutama terjadi pada saat ibu mengalami
infeksi primer dan virus berada dalam fase viremia (virus berada dalam darah)
sehingga secara hematogen virus tersebut dalam masuk ke dalam plasenta mengikuti
sirkulasi uteroplasenter akhirnya menginfeksi fetus. Periode infeksi primer ibu juga
berpengaruh terhadap prognosis si bayi, apabila infeksi terjadi pada trimester I
biasanya akan terjadi abortus dan pada trimester II akan terjadi kelahiran prematur.
Bayi dengan infeksi HSV antenatal mempunyai angka mortalitas ± 60 % dan separuh
dari yang hidup tersebut akan mengalami gangguan syaraf pusat dan mata. Infeksi
primer yang terjadi pada masa-masa akhir kehamilan akan memberikan prognosis
yang lebih buruk karena tubuh ibu belum sempat membentuk antibodi (terbentuk 3-4
minggu setelah virus masuk tubuh host) untuk selanjutnya disalurkan kepada fetus
sebagai suatu antibodi neutralisasi transplasental dan hal ini akan mengakibatkan 30-
57% bayi yang dilahirkan terinfeksi HSV dengan berbagai komplikasinya
(mikrosefali, hidrosefalus, calsifikasi intracranial, chorioretinitis dan
ensefalitis).Sembilan puluh persen infeksi HSV neonatal terjadi saat intrapartum yaitu
ketika bayi melalui jalan lahir dan berkontak dengan lesi maupun cairan genital ibu. Ibu
dengan infeksi primer mampu menularkan HSV pada neonatus 50 %, episode I non
primer 35% , infeksi rekuren dan asimptomatik 0-4%.
Factor pencetus reaktivasi : Etiologi Herpes Simpleks : Transmisi/penularanmelalui :
- Panas badan (demam) HerpesVirus Hominis (HVH)/ Kontak langsungdengan individu
- ISPA HerpesSimplek Virus (HSV) yangterkena virus
- Gangguan GIT (saluran melalui permukaan kulit dan
cerna) mukosadalam sekresi oral,
- Trauma local genital
- Paparan sinar matahari
Herpes Simpleks
- menstruasi

Pengetahuan
Virus masuk tentang penyakit pasien
melalui permukaan kulit yangkurang
dan secretgenital

Masuk ke sel epitelmukosa/permukaan kulit dan


Ansietas
melebur dalammembran sel

Terjadi Replikasi di dalam sel

Menghasilkan banyak Virion

Virion masuk ke dalam intisel neuron


dan ganglia sensoris dan menginfeksi

Sel melepas virus


barusebelum selnya mati

Timbul Vesikula danUlkus Kerusakan


Integritas Kulit

Demam,
myalgia,malaise

Nyeri
2.5. Manifestasi Klinis / Tanda dan Gejala

1. Infeksi herpes simpleks virus berlangsung dalam tiga tahap: infeksiprimer, fase laten
dan infeksi rekuren. Pada infeksi primer herpes simpleks tipe I tempat predileksinya
pada daerah mulut dan hidung pada usia anak-anak. Sedangkan infeksi primer herpes
simpleks virus tipe II tempat prediksinya daerah pinggang ke bawah terutama daerah
genital. Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat sekitar tiga minggu dan
sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malaise dan anoreksia. Kelainan klinis
yang dijumpai berupa vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa,
berisi cairan jernih dan menjadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan dapat mengalami
ulserasi (Handoko, 2010).

2. Pada fase laten penderita tidak ditemukan kelainan klinis, tetapi herpessimpleks virus
dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis (Handoko, 2010).
Pada tahap infeksi rekuren herpes simpleks virus yang semula tidak aktif di ganglion
dorsalis menjadi aktif oleh mekanisme pacu (misalnya: demam, infeksi, hubungan
seksual) lalu mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinis yang lebih ringan dan
berlangsung sekitar tujuh sampai sepuluh hari disertai gejala prodormal lokal berupa
rasa panas, gatal dan nyeri. Infeksi rekuren dapat timbulpada tempat yang sama atau
tempat lain di sekitarnya (Handoko, 2010).

3. Gejala umum Herpes simplek adalah bentol berisi cairan yang terasa perih dan panas.
Bentolan ini akan berlangsung beberapa hari. Bintil kecil ini bisa meluas tidak
hanya di wajah tapi bisa di seluruh tubuh. Bisa juga terlihat seperti jerawat, dan
pada wanita timbul keputihan. Rasa sakit dan panas di seluruh tubuh yang
membuat tidak nyaman ini bisa berlangsung sampai beberapa hari disertai sakit saat
menelan makanan, karena kelenjar getah bening sudah terganggu. Gejala ini datang
dan pergi untuk beberapa waktu. Bisa saja setelah sembuh, gejala ini “tidur”
untuk sementara waktu sampai satu tahun lamanya. Namun akan tiba-tiba kambuh
dalam beberapa minggu. Sering terasa gatal yang tidak jelas di sebelah mana, kulit
seperti terbakar di bagian tubuh tertentu disertai nyeri di daerah selangkangan atau
sampai menjalar ke kaki bagian bawah. Gejala herpes dapat melukai daerah penis,
buah pelir, anus, paha, pantat- vagina, dan saluran kandung kemih
2.6. Pemeriksaan Penunjang

Herpes simpleks virus (HSV) dapat ditemukan pada vesikel dan dapatdibiakkan.Pada
keadaan tidak ada lesi dapat diperiksa antibodi HSV.Dengan tes Tzanck dengan
pewarnaan Giemsa dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi
intranuklear (Handoko, 2010). Tes Tzanck dapat diselesaikan dalam waktu 30 menit atau
kurang.Caranya dengan membuka vesikel dan korek dengan lembut pada dasar vesikel
tersebut lalu letakkan pada gelas obyek kemudian biarkan mongering sambil difiksasi
dengan alkohol atau dipanaskan.Selanjutnya beri pewarnaan (5% methylene blue,
Wright, Giemsa) selama beberapa detik, cuci dan keringkan, beri minyak emersi dan
tutupi dengan gelas penutup. Jika positif terinfeksi hasilnya berupa keratinosit yang
multinuklear dan berukuran besar berwarna biru (Frankel, 2006).
Identifikasi virus dengan PCR, mikroskop elektron, atau kultur (Sterry, 2006). Tes
serologi menggunakan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) spesifik HSV tipe
II dapat membedakan siapa yang telah terinfeksi dan siapa yang berpotensi besar
menularkan infeksi (McPhee, 2007).

2.7. Penatalaksanaan

Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topikal berupa salap/krim yang mengandung
preparat idoksuridin (stoxil, viruguent, virunguent-P) atau preparat asiklovir (zovirax).
Pengobatan oral preparat asiklovir dengan dosis 5x200mg per hari selama 5 hari
mempersingkat kelangsungan penyakit dan memperpanjang masa rekuren. Pemberian
parenteral asiklovir atau preparat adenine arabinosid (vitarabin) dengan tujuan penyakit
yang lebih berat atau terjadi komplikasi pada organ dalam (Handoko, 2010).
Untuk terapi sistemik digunakan asiklovir, valasiklovir, atau famsiklovir.Jika pasien
mengalami rekuren enam kali dalam setahun, pertimbangkan untuk menggunakan
asiklovir 400 mg atau valasiklovir 1000 mg oral setiap hari selama satu tahun. Untuk
obat oles digunakan lotion zinc oxide atau calamine. Pada wanita hamil diberi vaksin
HSV sedangkan pada bayi yang terinfeksi HSV disuntikkan asiklovir intra vena (Sterry,
2006).
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
1. Anamnesis
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status
perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa medik.
b. Keluhan utama
Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ketempat pelayanan kesehatan
adalah nyeri pada lesi yang timbul.
c. Riwayat penyakit sekarang
 Kembangkan pola PQRST pada setiap keluhan klien.
 Pada beberapa kasus, timbul lesi/vesikel perkelompok pada penderita yang
mengalami demam atau penyakit yang disertai peningkatan suhu tubuh atau pada
penderita yang mengalami trauma fisik maupun psikis.
 Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang mengalami
peradangan berat dan vesikulasi hebat.
d. Riwayat penyakit dahulu
Sering diderita oleh klien yang pernah mengalami penyakit herpes simplex atau
memiliki penyakit seperti ini.
e. Riwayat penyakit keluarga
Ada anggota keluarga atau teman dekat yang terinfeksi virus ini.
f. Riwayat psikososial
Klien dengan penyakit kulit, terutama yan lesinya berada pada bagian muka atau
yang dapat dilihat orang, biasanya mengalami gangguan konsep diri. Hal itu meliputi
perubahan citra tubuh, ideal diri, harga diri penampilan peran, atau identitas diri.
Reaksi yang mungkin timbul adalah:
a. Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian tubuh.
b. Menarik diri dari kontak social.
c. Kemampuan untuk mengurus diri berkurang
2. Pola fungsi kesehatan
Adapun yang harus dikaji antara lain:
a. Aktivitas/Istirahat
Tanda : Kurang tidur/gangguan tidur; gangguan hubungan seksual, emosional dan
menstruasi pada wanita; sering berganti-ganti pasangan; hubungan seksual yang
tidak aman; malaise
b. Sirkulasi
Tanda : Kulit hangat, demam; peningkatan TD/nadi akibat demam, nyeri, ansietas;
kemerahan di sekitar vulva; sakit kepala.
c. Eliminasi
Tanda : rabas purulent pada wanita; disuria (nyeri saat berkemih); rasa
terbakar/melepuh
d. Makanan/Cairan
Tanda : anoreksia, penurunan BB akibat ansietas
e. Nyeri/ Kenyamanan
Tanda : nyeri pada area vulva/genitalia; nyeri pada otot (mialgia); radang papula
dan vesikel yang berkelompok di permukaan genital; gatal

3. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi, dan daya tahan tubuh
klien. Pada kondisi awal/pada proses peradangan, dapat terjadi peningkatan suhu tubuh
atau demam dan perubahan tanda-tanda vital yang lain. Pada pengkajian kulit,
ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri, dan penglihatan klien.
Untuk mengetahui adanya nyeri, kita dapat mengkaji respon klien terhadap nyeri akut
secara fisiologis atau melalui respon perilaku. Secara fisiologis, terjadi diaphoresis,
peningkatan denyut jantung, peningkatan pernapasan, dan peningkatan tekanan dara.h;
pada perilaku, dapat juga dijumpai menangis, merintih, atau marah. Lakukan
pengukuran nyeri dengan menggunakan skala nyeri 0-10 untuk orang dewasa. Untuk
anak-anak, pilih skala yang sesuai dengan usia perkembangannya, bisa menggunakan
skala wajah untuk mengkaji nyeri sesuai usia; libatkan anak dalam pemilihan.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (herpes simpleks).

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imunodefisiensi.

3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit.

3.3 Rencana Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (herpes simpleks).

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... x 24 jam Nyeri hilang atau
berkurang dengan

Kriteria Hasil :

- Klien mengatakan bahwa nyeri hilang atau berkurang

- Klien tampak tidak meringis

- Klien tampak rileks

Intervensi :

1. Kaji keluhan nyeri, perhatika lokasi atau karakteristik dan intensitas

Rasional :

Nyeri hampis selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan atau
kerusakan tapi biasanya paling berat selama pergantian balutan dan debridemen.
Perubahan lokasi atau karakteristik atau intensitas nyeri dapat mengindikasikan
terjadinya komplikasi

2. Ubah posisi sering dan rentang gerak pasif dan aktif sesuai indikasi

Rasional :
Gerakan dan latihan menurunkan kekakuan sendi dan kelelahan otot tapi tipe latihan
tergantung pada lokasi dan luas cedera.

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imunodefisiensi.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... x 24 jam Kerusakan integritas kulit
teratasi

Kriteria Hasil :

- Kulit menjadi sehat

- Friksi bisa terhindari

- Cedera bisa terhindari

- Kulit bisa terhindari dari sinar UV berlebihan

Intervensi :

1. Kaji ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi
sekitar luka

Rasional :

Memberikan info dasar tentang kebutuhan penanam kulit dan kemungkinan


petunjuk tenang sirkulasi pada area grafitasi

2. Berikan perawatan luka yang tepat dan tindakan kontrol infeksi

Rasional :

Menyiapkan jaringan untuk penanam dan menurunkan resiko infeksi


3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .... x 24 jam Ganguan citra tubuh
teratasi.

Kriteria Hasil :

- klien tidak mengalami gangguan citra diri

- klien memahami kondisi kulitnya

- Klien lebih merasa nyaman

Intervensi :

1. Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri
sendiri.)

Rasional :

Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi
klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.

2. Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan

Rasional :

Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta
pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
BAB 1V

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes simpleks virus
(HSV) tipe 1 atau tipe 2 yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit
yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan. Penyakit ini menyebabkan kulit
melepuh dan terasa sakit pada otot di sekitar daerah yang terjangkit. Penyakit ini juga bisa
ditularkan melalui hubungan seksual. Herpes atau HSV 2 bisa sangat berbahaya jika tidak
segera ditangani.

Ketika aktif, virus ini akan berkembang dan bergerak di antara sel-sel saraf.
HSV dapat menular dan masuk ke dalam tubuh melalui berbagai membran mukosa. Membran
mukosa adalah jaringan lunak basah yang melapisi bagian terbuka tubuh. Membran mukosa
berada di beberapa bagian tubuh dan bersinggungan langsung dengan kulit, yaitu pada dinding
mulut, bagian dalam kelopak mata, di dalam telinga, dalam saluran urin, di dinding vagina dan
anus. Gejala herpes simpleks yang pertama kali muncul adalah luka melepuh yang kemerahan
dan terasa sakit di sekitar daerah genital. Luka ini bisa pecah dan menjadi luka terbuka.

Pencegahan transmisi HSV secara horizontal, bisa dilakukan secara mandiri seperti
sering membersihkan diri dengan mandi menggunakan air yang bersih, idealnya saat musim
panas dua kali pagi dan sore, dan menjaga lingkungan agar tetap bersih. Pencegahan kontak
dengan saliva penderita HSV dapat dilakukan dengan menghindari berciuman dan
menggunakan alat-alat makan penderita serta menggunakan obat kumur yang mengandung
antiseptik yang dapat membunuh virus sehingga menurunkan risiko tertular.
DAFTAR PUSTAKA

Daili Syaiful Fahmi, B.Makes Wresti Indriatmi, Zubier Farida, Edisi Keempat. Infeksi Menular Seksual. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Prof. Dr. dr. Adhi Djuanda, dr. Mochtar Hamzah, Prof. Dr. dr. Siti Aisyah. Edisi Kelima. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Univ. Indonesia.

Brenda B. Spriggs, 2012 (http:///C:/Users/Public/Documents/Chapter%20II.pdf) diaksespada hari Sabtu, 10


Maret 2018 pukul 15.13 WIB

Jakagendon-syahrul, 2012 https://id.wikipedia.org/wiki/Herpes_simpleks. Diakses pada hari Minggu, 11


Maret 2018 pukul 17.15 WIB

Dwinoviakrismawanti, 2010 http://www.alodokter.com/herpes-genital, Diakses pada hari Sabtu, 17 Maret


2018 pukul 19.15 WIB

You might also like