You are on page 1of 42

PEMANFAATAN DAUN SIRIH (PIPER BATLE) DAN

GAMBIR (UNCARIA GAMBIR ROXB) SEBAGAI


PEWARNA KAIN DENGAN PENGIKAT SEREHAN

Laporan kegiatan riset


Diajukan dalam rangka menyelesaikan mata kuliah metodologi riset sains

Oleh
Khoirun Nuzulina
4211415006

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017

1
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa isi laporan metodologi riset sains ini
tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk menuntaskan mata kuliah di
suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya yang
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dirujuk kedalam laporan
ini dan yang disebutkan dalam daftar pustaka.

Semarang, Juli 2017

Khoirun Nuzulina
NIM. 4211415006

2
PENGESAHAN
Laporan ini dipertanggung jawabkan dihadapan dosen mata kuliah metodologi
riset sains Jurusan Fisika FMIPA UNNES pada:

Hari :

Tanggal :

Mengetahui,
Pembimbing
Mahasiswa

Dr. Agus Yulianto, M.Si Khoirun Nuzulina


NIP. 196507051990031002 NIM. 4211415006

3
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
 Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan
berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian
itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (Q.Sat-Taubah : 41)
 Perumpamaan seorang alim yang mengajarkan kebaikan kepada manusia,
kemudian ia melupakan dirinya (tidak mengamalkan ilmunya) adalah
seperti lampu (lilin) yang menerangi manusia, namun membakar dirinya
sendiri ( H.R. Ath-Thabrani)

PERSEMBAHAN
 Allah SWT yang telah
memberikan Rahmat dan Hidayah-
Nya.
 Bapak dan Ibu terima kasih atas
Doa dan dukungannya.
 Dosen mata kuliah metodologi
riset sains yang telah membimbing
dalam penelitian.
 Kakak angkatan yang telah
membantu menyelesaikan
penelitian.
 Teman-teman yang selalu
menyamangati saya.

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat, Hidayah, serta inayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

4
laporan penelitian yang berjudul “Pemanfaatan Daun Sirih (Piper Batle) Dan
Gambir (Uncaria Gambir Roxb) Sebagai Pewarna Kain Dengan Pengikat
Serehan”. Laporan ini disusun guna menyelesaikan tugas mata kuliah Metodologi
Riset Sains jurusan Fisika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang.
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan penelitian ini tidak terlepas
dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Untuk itu saya ingin menyampaikan
terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
2. Ketua Jurusan Fisika FMIPA UNNES

3. Bapak Dr. Agus Yulianto, M.Si., selaku pembimbing yang telah


memberikan pengetahuan, bimbingan, dan arahan kepada penulis.
4. Bapak Drs. Ngurah Made Darma Putra, M.Si, Ph.D., sebagai kepala
Laboratorium Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang yang telah
memberi izin peminjaman alat penelitian.
5. Bapak Wasi dan Ibu Lia sebagai tehnisi Laboratorium Fisika FMIPA
UNNES yang telah meminjamkan alat dan banyak membantu dalam
penelitian.
6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini yang
tidak dapat disebutkan satu persatu
Penulis menyadari sepenuhnya atas segala keterbatasan pengetahuan yang
penulis miliki sehingga menghasilkan laporan yang jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, apabila ada kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis
harapkan untuk perbaikan pada kesempatan yang lain. Semoga laporan ini
bermanfaat bagi peneliti dan khusus bagi pembaca pada umumnya.

Semarang, Juli 2017


Penulis

ABSTRAK

5
Khoirun Nuzulina. 2017. Pemanfaatan Daun Sirih (Piper Batle) Dan Gambir
(Uncaria Gambir Roxb) Sebagai Pewarna Kain Dengan Pengikat
Serehan. Laporan penelitian, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri
Semarang. Pembimbing: Dr. Agus Yulianto, M.Si.
Kata kunci: daun, gambir, pengikat warna, pencelupan.
Zat warna alam telah direkomendasikan sebagai pewarna yang ramah baik
bagi lingkungan maupun kesehatan karena kandungan komponen alaminya
mempunyai nilai beban pencemaran yang relatif rendah, mudah terdegradasi
secara biologis dan tidak beracun. Gambir dan daun sirih merupakan salah satu
bahan yang dapat digunakan untuk membuat pewarna kain. Tujuan dalam
penelitian ini adalah (1) Membuat warna alami kain dari gambir dan daun sirih,
(2) Mengetahui pengaruh variasi massa terhadap warna yang dihasilkan dan
tingkat absorbsi pada kain, (3) Mengetahui pengaruh pencelupan terhadap
ketahanan warna pada kain dengan variasi pengikat warna. Metode yang
digunakan dalam penelitian adalah eksperimen.
Hasil pengujian menggunakan VIS-NIR untuk mengetahui nilai absorbsi
nya. Nilai absorbsi tertinggi pada 5 gram gambir dan terendah pada 30 gram
gambir. Sedangkan hasil pengujian menggunakan Luxmeter untuk mengetahui
nilai intensitas cahaya pada kain. Semakin besar nilai intensitas cahayanya maka
semakin cerah warna kain tersebut. Dari enam variasi pengikat warna
menghasilkan semakin banyak kali celup pada air tawar maka nilai intensitas
cahaya nya juga semakin besar. Berdasarkan nilai rata-rata rentang antar kali
pencelupan didapatkan hasil terbaik pada data 6 dengan pengikat warna 125/450
liter.
Kesimpulan dalam penelitian adalah pembuatan warna alami kain
menggunakan daun sirih dan gambir dilakukan dengan cara ekstraksi.
Berdasarkan data penelitian yang didapatkan semakin besar massa gambir yang
digunakan maka warna yang dihasilkan semakin gelap. Pada VIS-NIR, semakin
besar konsentrasi pada larutan maka semakin tinggi pula nilai absorbansinya.
Semakin banyak kali pencelupan kain maka ketahanan warna semakin berkurang
sehingga nilai intensitas cahaya nya semakin besar. Saran dalam penelitian antara
lain: perlu dilakukan penelitian lanjutan dari ekstrak-ekstrak lain untuk
mendapatkan berbagai jenis warna untuk kain, perlu dilakukan pengujian lanjutan
untuk mendapatkan warna dari campuran gambir dan daun sirih yang tahan lama.

6
DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ii

PENGESAHAN iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN iv

KATA PENGANTAR v

ABSTRAK vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang 1

1.2 Perumusan masalah 3

1.3 Tujuan penelitian 3

1.4 Manfaat penelitian 3


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Zat warna 4


2.1.1 Pewarna alami 4

2.1.2 Pewarna sintesis 4

2.2 Daun sirih ( Piper betle ) 6


2.2.1 Klasifikasi ilmiah 6

2.2.2 Klasifikasi sirih 7

2.2.3 Deskripsi tanaman sirih 8

2.3 Gambir ( Uncaria gambir Roxb ) 8

7
2.3.1 Klasifikasi ilmiah 9

2.3.2 Klasifikasi gambir 9

2.3.3 Deskripsi gambir 10

2.3.4 Kandungan dan manfaat 10

2.4 Sarenan 11

2.5 VIS-NIR 11

2.6 Luxmeter 13

2.7 Hipotesis 15
BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Variabel 16

3.2 Tempat dan waktu 16

3.3 Sampel 17

3.4 Teknik pengumpulan data 17


3.4.1 Alat dan bahan 17

3.4.2 Cara kerja 18

3.4.2.1 Persiapkan sirih dan gambir 18

3.4.2.2 Ekstraksi campuran gambir dan daun sirih 18

3.4.2.3 Pengukuran absorbansi pada tiap larutan 19

3.4.2.4 Proses pewarnaan 19

3.4.2.5 Penguncian warna 19

3.4.2.6 Uji ketahanan warna 19

3.5 Analisis data 19


BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

8
4.1 Karakterisasi absorbansi menggunakan VIS-NIR 21

4.2 Karakterisasi intensitas cahaya dengan Luxmeter 23


BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 26

5.2 Saran 26

9
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Langkah-langkah eksperimen 29

Lampiran 2 Hasil setelah dicelupkan di air 32

10
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menginang merupakan tradisi masyarakat dengan


komposisi dasar yakni daun sirih, pinang, gambir, kapur, dan tembakau.
Komposisi tersebut dibungkus dalam daun sirih yang kemudian dikunyah.
Masyarakat pengunyah memiliki alasan tersendiri mengapa mereka
mengunyah sirih pinang. Menurut informan yang diwawancarai di
Kelurahan Sentul, mengunyah sirih telah memberikan manfaat yakni dapat
memberikan kenikmatan seperti orang merokok, sebagai aktifitas di waktu
senggang, dapat menghilangkan bau nafas, mengunyah sirih pinang
dilakukan turun-temurun dan karena adanya kepercayaan bahwa aktifitas
ini dapat memperkuat gigi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di
Inggris pada imigran dari Asia Selatan yang mengunyah sirih pinang,
didapati bahwa mereka mengunyah sirih pinang karena memberikan rasa
yang menyegarkan, sebagai makanan ringan, membantu menghilangkan
stress dan dipercaya dapat memperkuat gigi dan gusi (Flora et al., 2012:
170)
Sejumlah penyakit dihubungkan dengan kebiasaan makan,
gaya hidup dan faktor lingkungan. International Agency for Research on
Cancer (IARC) menyebutkan bahwa mengunyah pinang berdampak pada
kesehatan dan berpotensi menyebabkan kanker. Penelitian yang dilakukan
oleh Girish Parmar, et.al mengindikasikan bahwa tingginya pengunyah
sirih pinang yang menderita perdarahan gusi, bau nafas, kesulitan dalam
membuka mulut dan menelan makanan yang padat, rasa terbakar pada
jaringan lunak dan luka bernanah pada rongga mulut (Parmar et al.,
2008:57).

1
Penelitian yang dilakukan oleh Jul Asdar pada masyarakat
suku Karo di desa Biru- Biru Kabupaten Deli Serdang diketahui bahwa
status kesehatan periodontal pada masyarakat pengunyah sirih pinang yang
termasuk dalam tingkat parah sebanyak 74 orang (80,2%) dan sangat parah
sebanyak 18 orang (19,6%). Tingkat keparahan status periodontal
dipengaruhi oleh adanya kepercayaan dalam masyarakat yang mengakui
bahwa mengunyah sirih pinang adalah budaya yang tidak dapat dilepaskan
dari kehidupan sehari-hari dan tidak mengakui mengunyah sirih pinang
merugikan kesehatan (Samura, 2009).
Berdasarkan pengamatan ketika seseorang menyirih yaitu
menghasilkan warna jingga, dan warna tersebut dapat bertahan lama.
Dengan memanfaatkan warna tersebut sebagai warna kain akan menjadi
solusi dari nginang tersebut, sehingga daun sirih dan gambir tidak lagi
digunakan sebagai menginang melainkan sebagai pewarna kain alami. Hal
tersebut diperkuat dengan warnanya yang dapat bertahan lama.
Setiap tumbuhan dapat merupakan sumber zat pewarna alami
karena mengandung pigmen alam. Potensi sumber zat pewarna alami di-
tentukan oleh intensitas warna yang dihasilkan serta bergantung pada jenis
zat warna yang ada dalam tanaman tersebut (Lemmens & Wulijarni-
Soetjipto, 1999). Zat warna alam telah direkomendasikan sebagai pewarna
yang ramah baik bagi lingkungan maupun kesehatan karena kandungan
komponen alaminya mempunyai nilai beban pencemaran yang relatif
rendah, mudah terdegradasi secara biologis dan tidak beracun
(Rungruangkitkrai & Mongkhol-rattanasi, 2012).
Tumbuhan yang digunakan sebagai pewarna dapat diperoleh di
sekitar lingkungan kita sehingga hemat biaya. Keunggulan dari zat warna
alam antara lain, warna yang dihasilkan sangat variatif dan unik, warna
cenderung kearah soft, intensitas warna terhadap kornea mata terasa sangat
menyejukkan sehingga akan menyehatkan mata, dan mengan-dung
antioksidan sehingga nyaman dan aman apabila dipakai oleh manusia
(Sangita & Satsangi. 2014). Rancangan busana yang menggunakan zat

2
warna alam memiliki nilai jual atau nilai ekonomi yang tinggi karena
memiliki nilai seni dan warna khas, ramah lingkungan sehingga berkesan
etnik dan eksklusif.
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana cara pembuatan warna alami kain dari gambir dan daun
sirih?
2. Bagaimana pengaruh variasi massa gambir terhadap warna yang
dihasilkan dan nilai absorbsinya ?
3. Bagaimana pengaruh pencelupan terhadap ketahanan warna pada kain
dengan variasi pengikat warna ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :


1. Membuat warna alami kain dari gambir dan daun sirih.
2. Mengetahui pengaruh variasi massa terhadap warna yang dihasilkan
dan tingkat absorbsi pada kain.
3. Mengetahui pengaruh pencelupan terhadap ketahanan warna pada kain
dengan variasi pengikat warna.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat penellitian ini adalah :
1. Memberi informasi gambir dan daun sirih yang biasanya digunakan
untuk nginang dapat dijadikan sebagai pewarna alami.
2. Membudidayakan tanaman tradisional khas indonesia salah satunya
gambir dan daun sirih.
3. Memanfaatkan gambir dan daun sirih sebagai warna kain yang dapat
bertahan lama.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Zat Warna
Pigmen atau zat warna adalah zat yang mengubah warna cahaya
tampak sebagai akibat proses absorpsi selektif terhadap panjang
gelombang pada kisaran tertentu. Molekul pigmen menyerap energi pada

3
panjang gelombang tertentu sehingga memantulkan pajang gelombang
tampak lainnya. Secara umum, zat pewarna terbagi atas 2 jenis yaitu
pewarna alami yang aman dan pewarna sintetik yang sebagian besar dari
jenis ini berbahaya jika dikonsumsi.
2.1.1 Pewarna Alami
Pewarna alami merupakan zat warna yang berasal dari ekstrak
tumbuhan (seperti bagian daun, bunga, biji), hewan dan mineral
yang telah digunakan sejak dahulu sehingga sudah diakui bahwa
aman jika masuk kedalam tubuh. Pewarna alami yang berasal dari
tumbuhan mempunyai berbagai macam warna yang dihasilkan, hal
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis tumbuhan, umur
tanaman, tanah, waktu pemanenan dan faktor-faktor lainnya. Oleh
karena itu, Food and Drugs Administration (FDA) Amerika Serikat
menggolongkan zat warna alami ke dalam golongan zat pewarna
yang tidak perlu mendapat sertifikasi atau dianggap masih aman.
Jenis-jenis zat pewarna alami yang banyak digunakan dalam
industri pangan antara lain ialah zat pewarna asal tanaman, seperti
karotenoid, antosianin, klorofil dan curcumin.
Berdasarkan sumbernya, zat pewarna alami dibagi atas:
1. Zat pewarna alami yang berasal dari tanaman, seperti:
antosianin, karotenoid, betalains, klorofil, dan kurkumin.
2. Zat pewarna alami yang berasal dari aktivitas mikrobial, seperti:
zat pewarna dari aktivitas Monascus sp, yaitu pewarna angkak
dan zat pewarna dari aktivitas ganggang.
3. Zat pewarna alami yang berasal dari hewan dan serangga,
seperti: Cochineal dan zat pewarna heme.
Berdasarkan komponen zat pewarnanya, pewarna alami dapat
dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu:
a. Karotenoid: isoprenoid dan derivatnya.
b. Klorofil dan senyawa heme: pigmen porphyrin.
c. Antosianin: 2-fenilbenzopyrylium dan derivatnya.
d. Pewarna tumbuhan lainnya: betalains, cochineal, riboflavin dan
kurkumin.
e. Melanoidin dan karamel: terbentuk selama proses pemanasan
dan penyimpanan.

4
Keuntungan dalam penggunaan pewarna alami adalah tidak
adanya efek samping bagi kesehatan. Selain itu, beberapa pewarna
alami juga dapat berperan sebagai bahan pemberi flavor, zat
antimikrobia, dan antioksidan. Namun penggunaan zat pewarna
alami dibandingkan dengan zat pewarna sintetis memiliki
kekurangan, yaitu pewarnaannya yang lemah, kurang stabil dalam
berbagai kondisi, aplikasi kurang luas dan cenderung lebih mahal.
2.1.2 Pewarna Sintesis
Zat pewarna sintesis merupakan zat warna yang berasal dari
zat kimia, yang sebagian besar tidak dapat digunakan sebagai
pewarna makanan karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan
terutama fungsi hati di dalam tubuh kita. Proses pembuatan zat
warna sintesis biasanya melalui penambahan asam sulfat atau asam
nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat
lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organic
sebelum mencapai produk akhir,harus melalui suatu senyawa
antara dulu yang kadang-kadang berbahaya dan sering kali
tertinggal dalam hasil akhir, atau berbentuk senyawa-senyawa baru
yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang dianggap aman,
ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,00014
persen dan timbal tidak boleh lebih dari 0,001 persen, sedangkan
logam berat lainnnya tidak boleh ada.
Zat warna tekstil adalah semua zat berwarna yang
mempunyai kemampuan untuk diserap oleh serap tekstil dan
mudah dihilangkan kembali. Penyalahgunaan pemakaian zat
pewarna untuk sembarang bahan pangan misalnya zat pewarna
untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan makanan.
Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu
logam berat pada zat pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan
zat pewarna tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan rakyat
mengenai zat pewarna untuk makanan (winarno, 1984).
2.2 Daun Sirih (Piper betle)

5
Sirih merupakan tanaman asli indonesia yang tumbuh
merambat atau bersandar pada batang pohon. Sebagai budaya daun dan
buahnya biasa dikunyah bersama gambir, pinang, tembakau dan kapur.
Namun mengunyah sirih telah dikaitkan dengan penyakit kanker mulut
dan pembentukan squamous cell carcinoma yang bersifat malignan. Juga
kapurnya membuat pengerutan gusi (priodentitis) yang dapat membuat
gigi tanggal, walaupun daun sirihnya mengandung antiseptik pencegah
gigi berlubang. Di Indonesia, sirih merupakan flora khas provinsi
Kepulauan Riau. Walaupun demikian tanaman sirih banyak dijumpai di
seluruh Indonesia,dimanfaatkan atau hanya sebagai tanaman hias.
Berikut ini adalah klasifikasi sirih :
2.2.1 Klasifikasi ilmiah
Tanaman sirih dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan
sebagai berikut :

Gambar 2.1 Daun Sirih


Kingdom : Plantae
(tidak termasuk) : Angiospermae
(tidak termasuk) : Magnoliidae
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : P. Betle
(https://id.wikipedia.org/wiki/Sirih.2017)
2.2.2 Klasifikasi sirih
Sirih atau piper batle merupakan tanaman tropis yang
tumbuh di pantai Afrika, daratan India, Cina, Asia Tenggara,
Australia bagian utara, dan Pasifik. Tanaman ini mempunyai akar

6
lekat yang keluar dari tiap ruas batangnya. Sirih hidup dengan cara
menempel di batang pohon. Tanaman ini mampu beradaptasi
dengan kawasan ekstrem basah ataupun kering. Selama ini
masyarakat mengenal lima varietas tanaman sirih, yaitu sirih hijau,
sirih kuning, sirih kaki merpati, sirih merah, dan sirih hitam. Sirih
banyak khasiatnya dalam bidang pengobatan, baik untuk
pengobatan luar maupun dalam. Di Nusa Tenggara Timur sirih ,
sirih banyak berbuah jadi selain mengonsumsi daun sirih dapat
mengonsumsi buahnya.(Nuning Catur Sri Wilujeng,2013)

2.2.3 Deskripsi tanaman sirih


Tanaman merambat ini bisa mencapai tinggi 15 m. Batang
sirih berwarna coklat kehijauan,berbentuk bulat, beruas dan
merupakan tempat keluarnya akar. Daunnya yang tunggal
berbentuk jantung, berujung runcing, tumbuh berselang-seling,
bertangkai, dan mengeluarkan bau yang sedap bila diremas.
Panjangnya sekitar 5 – 8 cm dan lebar 2 – 5 cm. Bunganya
majemuk berbentuk bulir dan terdapat daun pelindung ± 1 mm
berbentuk bulat panjang. Pada bulir jantan panjangnya sekitar 1,5 –
3 cm dan terdapat dua benang sari yang pendek sedang pada bulir
betina panjangnya sekitar 1,5 – 6 cm dimana terdapat kepala putik
tiga sampai lima buah berwarna putih dan hijau kekuningan.
Buahnya buah buni berbentuk bulat berwarna hijau keabu-abuan.
Akarnya tunggang, bulat dan berwarna coklat kekuningan.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Sirih#Ciri-
ciri_batang.2C_daun.2C_dan_bunga.2Fbuah)

2.3 Gambir (Uncaria gambir Roxb)


Gambir adalah ekstrak air panas dari daun dan ranting tanaman
gambir (Uncaria gambir Roxb). yang diendapkan dan kemudian
dicetak dan dikeringkan, yang berfungsi sebagai astringen. Hampir 95%
produksi dibuat menjadi produk ini, yang dinamakan betel
bite atau plan masala. Bentuk cetakan biasanya silinder,

7
menyerupai gula merah. Warnanya coklat kehitaman atau kekuningan.
Gambir (dalam perdagangan antarnegara dikenal sebagai gambier)
biasanya dikirim dalam kemasan 50kg. Bentuk lainnya adalah bubuk
atau "biskuit". Nama lainnya adalah catechu, gutta gambir, catechu
pallidum (pale catechu).

2.3.1 Klasifikasi ilmiah

Gambar 2.2 Gambir


Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Gentianales
Famili : Rubiaceae
Genus : Uncaria
Spesies : U. Gambir
(https://id.wikipedia.org/wiki/Gambir.2017)
2.3.2 Klasifikasi gambir
Di Indonesia gambir pada umumnya digunakan untuk
menyirih. Kegunaan yang lebih penting adalah sebagai pewarna.
Gambir juga mengandung katekin (catechin), suatu bahan alami yang
bersifat antioksidan. India mengimpor 68% gambir dari Indonesia, dan
menggunakannya sebagai bahan campuran menyirih. Gambir (Uncaria
gambir Roxb) merupakan salah satu komoditas perkebunan rakyat yang
berorientasi ekspor.Varietas unggul gambir menurut Departemen
Pertanian (SK Mentan tahun 2007) adalah varietas udang (berasal dari

8
Muarapaiti, Lima Puluh Kota), varietas Riau (berasal dari Siguntur,
Pesisir Selatan), dan varietas Cubadak (berasal dari Siguntur, Pesisir
Selatan).Sebagian besar gambir ditanam di luar pulau Jawa, terutama di
Sumatera Barat, Sumatera Selatan dan Bengkulu. Hampir 90 %
produksi Gambir dihasilkan dari Sumatera Barat.
2.3.3 Deskripsi gambir
Uncaria gambir berupa tumbuhan perdu setengah
merambat/atau memanjat dengan percabangan memanjang dan
mendatar; batang menyegi empat terutama ketika muda dan
dipersenjatai dengan duri-duri yang melengkung seperti kait. Daun-
daun tunggal, berhadapan, agak seperti kulit, oval hingga jorong lebar,
(6-)9-12(-15) cm x (3.5-)5-7(-8) cm, pangkalnya membundar atau
bentuk jantung, ujungnya meruncing, permukaan tidak berbulu (licin),
dengan tangkai daun pendek. Bunganya tersusun majemuk dalam
bongkol dengan diameter (3.5-) 4-5 cm; mahkota berwarna merah muda
atau hijau; kelopak bunga pendek, mahkota bunga berbentuk corong
(seperti bunga kopi), benang sari lima. Buah berupa kapsula dengan dua
ruang, panjang 14-18 mm, berbiji banyak, bersayap, dan bertangkai
hingga 20 mm.
2.3.4 Kandungan dan manfaat

Kandungan utama ekstrak Gambir adalah katekin sekitar 7-


33%,dan. Selain katekin ekstrak Gambir mengandung ber-macam-
macam komponen, antara lain :Asam kathechu tannat 20-55%,
pyrokatechol 20-30 %, gambir floresen 1-3 %, katechu merah 3-5%,
quersetin 2-4 %, fixed oil 1-2% dan wax 1-2 % (1 ,3,). Ekstrak Gambir
mengandung senyawa fungsional yang termasuk dalam golongan
senyawa polifenol dan senyawa ini merupakan hasil metabolit sekunder
tanaman yang menyusun golongan tanin.Salah satu yang termasuk
dalam senyawa polifenol adalah flavanoid. Katekin merupakan se-
nyawa golongan tanin oligomeric procya-nidin (OPC). Secara
farmakologi, OPC dan monomernya bersifat seperti flavonoid dan

9
seringkali diklasifikasikan sebagai flavonoid. (Ani Isnawati 1, Mariana
Raini,dkk “ karakterisasi tiga jenis ekstrak gambir dari sumatera barat”)
Kegunaan utama adalah sebagai komponen menyirih, yang
sudah dikenal masyarakat kepulauan Nusantara, dari Sumatera
hingga Papua sejak paling tidak 2.500 tahun yang lalu. Diketahui,
gambir merangsang keluarnya getah empedu sehingga membantu
kelancaran proses pencernaan di perut dan usus. Fungsi lain adalah
sebagai campuran obat, seperti sebagai luka bakar, obat sakit kepala,
obat diare, obat disentri,[4] obat kumur-kumur, obat sariawan, serta obat
sakit kulit (dibalurkan). Gambir digunakan pula sebagai bahan
penyamak kulit dan bahan pewarna. Karena warnanya yang dapat
bertahan lama sehingga cocok apabila digunakan sebagai pewarna kain.
2.4 Serehan
Serehan merupakan larutan bening yang dihasilkan dari larutan
kapur gamping. Untuk jumlah serehan yang digunakan tergantung pada
lebar kain yang akan di warnai. Cara pembuatan serehan yaitu dengan
gamping yang dicampurkan dengan air kemudian didiamkan. Serehan
yang baik adalah sarenan yang diamkan semalam/sehari selebihnya kurang
baik karena akan mengurangi kekuatan dalam pengikatan warna.
2.5 VIS-NIR
VIS-NIR merupakan anggota teknik analisis spektroskopik yang
memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-
380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen
spektrofotometer. VIS-NIR melibatkan energi elektronik yang cukup besar
pada molekul yang dianalisis, sehingga VIS-NIR lebih banyak dipakai
untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif.
VIS-NIR adalah alat yang digunakan untuk mengukur transmitansi,
reflektansi dan absorbsi dari cuplikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang. VIS-NIR menggunakan cahaya sebagai tenaga yang
mempengaruhi substansi senyawa kimia. Cahaya yang digunakan
merupakan foton yang bergetar dan menjalar secara lurus dan merupakan
tenaga listrik dan magnet yang keduanya saling tagak lurus. Tenaga foton

10
bila mmepengaruhi senyawa kimia, maka akan menimbulkan tanggapan
(respon), sedangkan respon yang timbul untuk senyawa organik ini hanya
respon fisika atau Physical event. Tetapi bila sampai menguraikan senyawa
kimia maka dapat terjadi peruraian senyawa tersebut menjadi molekul
yang lebih kecil atau hanya menjadi radikal yang dinamakan peristiwa
kimia atau Chemical event.
Prinsip kerja VIS-NIR adalah interaksi yang terjadi antara energi
yang berupa sinar monokromatis dari sumber sinar dengan materi yang
berupa molekul. Besar energi yang diserap tertentu dan menyebabkan
elektron tereksitasi dari keadaan dasar ke keadaan tereksitasi yang
memiliki energi lebih tinggi. Serapan tidak terjadi seketika pada daerah
ultraviolet-visible untuk semua struktur elektronik, tetapi hanya pada
sistem-sistem terkonjugasi, struktur elektronik dengan adanya ikatan πdan
non bonding elektron. Prinsip kerja spektrofotometer dapat dilihat pada
gambar 2.3

Gambar 2.3 Sketsa prinsip kerja spektrometer

Ketika cahaya dari sumber radiasi diteruskan menuju monokromator,


cahaya dari monokromator diarahkan terpisah melalui sampel dengan
sebuah cermin berotasi. Detektor menerima cahaya dari sampel secara
bergantian secara berulang-ulang, sinyal listrik dari detektor diproses,
diubah ke digital dan dilihat hasilnya. Di dalam suatu molekul yang
memegang peranan penting adalah elektron valensi dari setiap atom yang

11
ada hingga terbentuk suatu materi. Elektron-elektron yang dimiliki oleh
suatu molekul dapat berpindah (eksitasi), berputar, dan bergetar (vibrasi)
jika dikenai suatu energi. Jika zat menyerap cahaya tampak dan UV maka
akan terjadi perpindahan elektron dari keadaan dasar menuju ke keadaan
tereksitasi. Cahaya yang diserap diukur sebagai absorbansi (A) sedangkan
cahaya yang hamburkan diukur sebagai transmitansi (T), dinyatakan
dengan hukum lambert-beer atau Hukum Beer yang berbunyi, ―jumlah
radiasi cahaya tampak 15 (ultraviolet, inframerah dan sebagainya) yang
diserap atau ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi
eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan. Absorbansi dinyatakan
dengan rumus :
It
A = -log T = −log
Io
dimana I0 merupakan intensitas cahaya datang dan It adalah intensitas
cahaya yang telah melewati sampel (Fatoni, 2015).
Cara kerja alat VIS-NIR yaitu sinar dari sumber radiasi
diteruskan menuju monokromator. Cahaya dari monokromator diarahkan
terpisah melalui sampel dengan sebuah cermin berotasi. Detektor
menerima cahaya dari sampel secara bergantian secara berulang-ulang,
Sinyal listrik dari detektor diproses, diubah ke digital dan dilihat hasilnya,
selanjutnya perhitungan dilakukan dengan komputer yang sudah
terprogram.
2.6 Luxmeter
Cahaya bisa dikatakan sebagai suatu bagian yang mutlak dari
kehidupan manusia. Untuk mendukung teknik pencahayaan buatan yang
benar, tentu saja perlu diketahui seberapa besar intensitas cahaya tersebut
dibutuhkan pada suatu tempat. Maka, untuk mengetahui seberapa besar
intensitas cahaya tersebut itu dibutuhkan suatu alat ukur cahaya dapat
digunakan untuk mengukur besarnya cahaya dalam satuan lux.

Intensitas pencahayaan E dinyatakan dalam satuan lux atau lumen/m2. Jadi


flux cahaya yang diperlukan untuk bidang kerja seluas A m2 ialah:

12
Φ = E.A lumen
Keterangan:
Φ = flux cahaya (lux.m2)
E = intensitas pencahayaan (lux)
A = luas bidang kerja (m2)

Flux cahaya yang dipancarkan lampu tidak semuanya mencapai bidang


kerja sebagian dipancarkan ke dinding, lantai dan langit-langit sehingga
perlu diperhitungkan faktor efisiensi.
Φg
η = Φo

Keterangan :
Φo = flux cahaya yang dipancarkan sumber cahaya (lux.m2)
Φg = flux cahaya berguna (lux.m2)
Selanjutnya didapatkan rumus flux cahaya:
E. A
Φ o= lumen
η
Keterangan :
Φo = fluks cahaya
A = luas bidang kerja dalam m2
E = intensitas pencahayaan yang diperlukan bidang kerja (lux).
Efisiensi pencahayaan juga dipengaruhi oleh penempatan
sumber cahaya pada ruangan dan umur lampu. Jika intensitas pencahayaan
lampu menurun hingga 20% dibawahnya maka perlu diganti atau
dibersihkan.
Alat ukur cahaya ( lux meter ) adalah alat yang digunakan untuk
mengukur besarnya intensitas cahaya di suatu tempat. Besarnya intensitas
cahaya ini perlu untuk diketahui karena pada dasarnya manusia juga
memerlukan penerangan yang cukup. Untuk mengetahui besarnya
intensitas cahaya ini maka diperlukan sebuah sensor yang cukup peka dan
linier terhadap cahaya. Semakin jauh jarak antara sumber cahaya ke sensor

13
maka akan semakin kecil nilai yang ditunjukkan lux meter. Ini
membuktikan bahwa semakin jauh jaraknya maka intensitas cahaya akan
semakin berkuran. Alat ini didalam memperlihatkan hasil pengukurannya
menggunakan format digital yang terdiri dari angka, sebuah sensor dengan
sel foto dan layar panel. Sensor tersebut diletakan pada sumber cahaya
yang akan diukur intensitasnya. Cahaya akan menyinari sel foto sebagai
energi yang diteruskan oleh sel foto menjadi arus listrik. Makin banyak
cahaya yang diserap oleh sel, arus yang dihasilkan pun semakin besar.
Prinsip kerja dari lux meter adalah mengubah energi dari foton
menjadi elektron. Idealnya satu foton dapat membangkitkan satu elektron.
Di dalam perangkat lux meter ini terdapat suatu penguat yang berfungsi
memperkuat arus yang masuk sehingga arus dapat terbaca. Tanpa penguat
arus ini arus yang dihasilkan oleh cahaya tidak mungkin terbaca karena
arus yang dihasilkan sangat kecil. Sensor cahaya yang digunakan pada lux
meter adalah Photo dioda. Photo diode digunakan sebagai komponen
pendeteksi ada tidaknya cahaya maupun dapat digunakan untuk
membentuk sebuah alat ukur akurat yang dapat mendeteksi intensitas
cahaya dibawah 1pW/ cm 2 sampai intensitas diatas 10mW/ cm 2 .
Berbagai jenis cahaya yang masuk pada lux meter baik itu cahaya alami
atapun buatan akan mendapatkan respon yang berbeda dari sensor.
Berbagai warna yang diukur akan menghasilkan suhu warna yang berbeda,
dan panjang gelombang yang berbeda pula. Oleh karena itu pembacaan
hasil yang ditampilkan oleh layar panel adalah kombinasi dari efek
panjang gelombang yang ditangkap oleh sensor photo diode.
2.7 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah :
1. H 0=¿ Semakin banyak kain dicelupkan pada air, maka semakin
kecil nilai intensitas cahaya yang menembus kain.
2. H 1=¿ Semakin banyak kain dicelupkan pada air, maka semakin
besar pula nilai intensitas cahaya yang menembus kain.

14
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang
digunakan untuk menyelesaikan masalah yang akan diteliti. Hal-hal yang
akan dibahas pada penelitian ini yaitu variabel penelitian, tempat dan
waktu penelitian, sampel penelitian, teknik pengumpulan data
3.1 Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu satu variabel bebas
dan dua variabel terikat.
a. Variabel bebas
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau sebab
perubahan timbulnya variabel terikat (dependen). Dalam penelitian
ini variabel bebas yang digunakan berupa massa gambir dan
konsentrasi serehan.
b. Variabel terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi akibat dari
adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini menggunakan dua
variabel terikat yaitu daya absorbsi campuran gambir dengan daun
sirih dan intensitas cahaya terhadap kain.
c. Variabel kontrol
Variabel kontrol adalah variabel pengendali. Variabel kontrol yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Volume aquades
2. Massa daun sirih
3. Waktu yang digunakan untuk pencelupan
4. Waktu yang digunakan untuk pengeringan
3.2 Tempat dan waktu
Eksperimen dan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri
Semarang.
3.3 Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sirih (Piper
batle) dan gambir ( Uncaria gambir Roxb). Teknik yang digunakan
dalam sampling adalah probability sampling dengan jenis Simple
random sampling. Simple random sampling merupakan jenis
pengambilan sampel dari sebuah populasi dengan cara tertentu

15
sehingga setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk
terpilih.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
3.4.1 Alat dan Bahan
- Gambir (5 gram, 10 gram, 15 gram, 20 gram, 25 gram, dan 30
gram)
- Daun Sirih (5 gram)
- Aquades
- Neraca digital
- Gelas ukur
- Gelas kimia
- Pembakar spirtus
- Spatula
- Pisau
- Kertas saring
- Luxmeter
- VIS-NIR
- Kain berukuran 12x12 cm
- Gamping (125/200 ml, 125/250 ml, 125/300 ml,125/350 ml,
125/400 ml, 125/450ml )

3.4.2 Cara Kerja


Berikut bagan langkah pembuatan pewarna alami dari kulit buah
naga dan penjelassannya :

Pemilihan, pencucian,
Pengekstrakan campuran
penimbangan gambir dan
gambir dan daun sirih
daun sirih

Pengkarakterisasian ekstrak
Pewarnaan pada kain
campuran gambir dan daun
terhadap ekstrak campuran
sirih
gambir dan daun sirih

3.4.2.1 Persiapan Sirihwarna


dan Gambir Pengujian ketahanan warna
Penguncian dengan
ekstrak campuran gambir
larutan (bening) gamping
dan daun sirih pada kain

16
Memilih daun sirih yang masih segar dan gambir yang masih
keras, kemudian cuci daun sirih tersebut. Timbang daun sirih dan
gambir sesuai dengan variasi yang telah ditentukan.
3.4.2.2 Ekstraksi Campuran gambir dan daun sirih
Proses ekstraksi untuk mengeksplorasi zat pewarna alami
adalah menggunakan daun sirih (5gram) dan gambir (5gram,
10gram, 15gram, 20gram, 25gram, 30gram). Selanjutnya
menumbuk daun sirih dan gambir bersamaan tetapi tidak sampai
halus, kemudian memasukkan hasil tumbukan tersebut ke dalam
panci dengan menambahkan air sebanyak 150 ml. Setelah itu
merebus bahan hingga air berubah warna. Mengulang langkah
tersebut untuk massa gambir yang berbeda. Menyaring larutan
tersebut dengan kasa penyaring untuk memisahkan larutan dengan
sisa bahan. Setelah dingin larutan siap digunakan.

3.4.2.3 Pengukuran Absorbansi Pada Tiap Larutan


Untuk mengetahui nilai absorbansi tiap larutan,
menggunakan alat berupa VIS-NIR. Setelah mengetahui sampel
campuran daun sirih dan gambir dengan nilai absorbansi terbaik,
kemudian melakukan pewarnaan pada kain.
3.4.2.4 Proses Pewarnaan
Proses pewarnaan pada kain yang berukuran 12x12 cm yaitu
dengan cara merendam kain pada larutan selama 30 menit.
3.4.2.5 Penguncian warna
Membuat serenan dari larutan gamping yang bening sebagai
pengikat warna pada kain. Pembuatan sarenan menggunakan
variasi konsentrasi gamping. Tambahkan air 200 ml pada larutan
gamping 125 liter kemudian diamkan selama sehari/semalam.
Setelah itu mengambil larutan bening dan merendam kain pada
larutan tersebut agar warna kain terkunci. Mengulangi langkah
tersebut pada tambahan air yang berbeda.
3.4.2.6 Uji Ketahanan Warna
Untuk menguji ketahanan warna pada kain yang telah
direndam dengan larutan gamping yaitu dengan cara mencelupkan

17
kain pada air kemudian mengeringkannya. Kemudian mengukur
intensitas cahaya terhadap kali pencelupan air (5 kali) dengan
selang waktu 1 hari menggunakan alat luxmeter. Mengulangi
langkah tersebut sampai 5 kali pencelupan.
3.5 Analisis data
Analisis data yang digunakan berupa teknik analisis
deskripsi presentase. Teknik ini digunakan untuk melihat
bagaimana hasil setelah pencelupan, yaitu dilihat dari warna kain
setelah pencelupan yang ditunjukkan dari ketahanan luntur warna.
Teknik ini juga digunakan untuk menampilkan data-data kualitatif
(angka) ke dalam kalimat. Rumus yang digunakan untuk
mendapatkan nilai transmitansi yaitu :
I
A= 0 x 100
I (w)
dengan :
A = Absorbansi
I (ω) = Intensitas gelombang cahaya awal
Io = Intensitas gelombang cahaya akhir
Untuk mengukur intensitas cahaya yang menembus kain menggunakan
lux meter. Sesuai dengan hukum kuadrat fotometri :
I
E= 2
r
dimana :
E = kuat penerangan (lux)
I = intensitas cahaya (lux)
r = jarak dari sumber cahaya (m)

18
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pemanfaatan daun sirih dan gambir pewarna alami pada kain telah
dilakukan dengan cara ekstraksi. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak dari
campuran dari gambir dan daun sirih yang dihasilkan adalah warna jingga
kecoklatan. Berdasarkan gambar, secara kasat mata dapat dilihat semakin
banyak massa dari massa gambir dengan massa daun sirih tetap, maka ekstrak
yang dihasilkan juga semakin pekat. Untuk mengetahui kepekatan dari
pewarna yang dihasilkan, dilakukan karakterisasi menggunakan VIS-NIR
pada rentang panjang gelombang 400-950 nm.

4.1 Karakterisasi Absorbansi Menggunakan VIS-NIR

Cahaya yang diserap diukur sebagai absorbansi (A), dinyatakan


dengan hukum lambert-beer atau Hukum Beer, berbunyi:
“Jumlah radiasi cahaya tampak (ultraviolet, inframerah dan sebagainya)
yang diserap atau ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu
fungsi eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan”.
Berdasarkan hukum Lambert-Beer, rumus yang digunakan untuk
menghitung absorbansi dinyatakan dengan rumus:

Io
Absorbansi ( A ) =log x 100
I1

dimana Io merupakan intensitas cahaya datang dan I1 adalah


intensitas cahaya setelah melewati sampel.

19
Gambar 1. Nilai absorbansi dari ekstrak kulit buah naga dengan
menggunakan alat VIS-NIR (sumbu x menunjukkan nilai panjang
gelombang, sumbu y menunjukkan nilai absorbansi)

20
Ketika cahaya datang dengan berbagai panjang gelombang (cahaya
polikromatis) mengenai suatu zat, maka cahaya dengan panjang
gelombang tertentu saja yang akan diserap. Apabila radiasi atau cahaya
monokromatis dilewatkan melalui laruan berwarna, maka radiasi dengan
panjang gelombang tertentu akan diserap (absorb) secara selektif dan
radiasi lainnya akan diteruskan (transmisi). Nilai absorbansi akan
bergantung pada kadar zat yang terkandung didalamnya. Semakin banyak
kadar zat yang terkandung dalam satu sampel maka semakin banyak
molekul yang akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu.
Nilai absorbansi kan berbanding lurus dengan konsentrasi zat yang
terkandung.
Nilai absorbansi dari ekstrak daun sirih dan gambir yang
dihasilkan semuanya menyerap sinar pada rentang panjang gelombang
400-950 nm. Pergeseran nilai absorbansi melebar seiring dengan
penambahan massa kulit buah naga. Terlihat pada gambar bahwa pada
massa 5 gram menyerap seluruh panjang gelombang pada rentang 400-
950 nm dengan nilai absorbansi yang sangat tinggi. Sedangkan pada
massa 10 gram nilai absorbennya lebih rendah dari massa 5 gram. Nilai
absorbsi terendah pada massa 30 gram.
4.2Karakterisasi Intensitas Cahaya dengan Luxmeter
Dari hasil pengamatan menggunakan alat VIS-NIR didapatkan
bahwa massa 5 gram adalah sampel yang memiliki daya absorbansi
tertinggi. Daya absorbansi dari ekstrak daun sirih dan gambir ini telah
diuji ketahanan warnanya pada kain tekstil menggunakan metode
pencelupan sederhana pada air yang dilakukan secara kontinue selama 5
hari. Kain yang digunakan pada penelitian ini adalah kain mori yang
memiliki daya serap tinggi dan biasanya digunakan untuk membatik.

Intensitas cahaya (Lux)


Dat sebelum 1 kali 2 kali 3 kali 4 kali 5 kali
a pencelupa pencelupa pencelupa pencelupa pencelupa pencelupa
n n n n n n
0 69,4 70,1 71,5 75,8 83,1 105

21
1 41,9 46 46 46,9 50,5 88,4
2 43,9 44,7 45,8 46,8 49,8 68,3
3 44,8 48,6 49,4 57,7 60,7 64
4 46,7 47,7 48,8 49,7 53 57,4
5 36,2 43,2 43,4 48,3 48,6 47
6 36,5 39,5 43 44,7 46,3 46,8

Gambar 2. Tabel nilai intensitas cahaya pada ekstrak gambir dan


daun sirih masing-masing 5 gram terhadap kali pencelupan menggunakan
alat lux meter dengan variasi pengikat warna.
12

10

8 data 0
data 1
data 2
6
data 3
data 4
4 data 5
data 6
2

0
0 2 4 6 8 10 12
Dengan, data 0 = tidak ada pengikat warna
data 1 = dengan pengikat warna 125/200 liter
data 2 = dengan pengikat warna 125/250 liter
data 3 = dengan pengikat warna 125/300 liter
data 4 = dengan pengikat warna 125/350 liter
data 5 = dengan pengikat warna 125/400 liter
data 6 = dengan pengikat warna 125/450 liter

Gambar 3. Grafik nilai intensitas cahaya pada ekstrak gambir dan


daun sirih masing-masing 5 gram terhadap kali pencelupan menggunakan
alat lux meter dengan variasi pengikat warna.

Cahaya akan menyinari sel foto sebagai energi yang diteruskan oleh
sel foto menjadi arus listrik, maka semakin banyak cahaya yang diserap
oleh sel, arus yang dihasilkan pun semakin besar.
Teknik celup yang dilakukan untuk aplikasi ekstrak gambir 5 gram
dan daun sirih 5 gram sebagai pewarna kain yang terdapat pada gambar 2
dan gambar 3 menunjukkan bahwa pada variasi pengikat warna yang

22
pertama (125/200 liter) sebelum warnanya di kunci memiliki nilai
intensitas cahaya cukup besar yaitu sebesar 69,4 Lux. Setelah dilakukan
pengujian ketahanan warna yaitu dengan cara mengeringkan kain yang
sudah dicelupkan ke pewarna kemudian di celupkan pada air tawar
kemudian diuji intensitas cahanya dengan menggunakan Lux meter
didapatkan nilai intensitas cahaya sebesar 70,1 Lux. Kemudian
melakukan pengujian dengan cara yang sama sehingga pada pencelupan
ke air tawar yang ke dua diperoleh nilai intensitas cahaya sebesar 71,5
Lux. Pencelupan ke air tawar yang ke tiga, ke empat, dan ke lima
diperoleh nilai intensitas masing-masing adalah 75,8 Lux, 81,1 Lux,dan
105 Lux. Semakin tinggi nilai intensitas cahaya maka menunjukkan
warna kain semakin terang.
Berdasarkan gambar 3 menunjukkan pada masing-masing variasi
pengikat warna memiliki kenaikan nilai intensitas cahaya sehingga dari
data 0 sampai data 6 grafinya naik. Jadi, pengujian ketahanan warna
ekstrak daun sirih dan gambir dengan cara sederhana didapatkan hasil
bahwa setiap kali pencelupan kain pada air tawar setiap hari memiliki
nilai intensitas cahaya yang menembus kain semakin meningkat. Rata-
rata rentang antar kali pencelupan pada data 0 = 7,12, data 1 = 9,3, data 2
= 4,88, data 3 = 3,84, data 4 = 2,14,data 5 = 2,52, data 6 = 2,06.
Berdasarkan nilai rata-rata rentang antar kali pencelupan didapatkan hasil
terbaik pada data 6 dengan pengikat warna 125/450 liter. Rentang pada
kali percobaan menunjukkan ketahanan warna pada kain. Semakin tinggi
rentangnya maka semakin buruk hasil yang didapatkan, dan semakin
kecil rentangnya maka semakin baik hasil yang didapatkan.

23
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan
yang telah diuraikan pada Bab IV dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pembuatan warna alami kain menggunakan campuran gambir dan
daun sirih dilakukan dengan cara ekstraksi.
2. Berdasarkan data penelitian didapatkan semakin besar massa
gambir yang digunakan maka warna yang dihasilkan semakin
gelap. Pada VIS-NIR, semakin besar konsentrasi pada larutan
maka semakin tinggi pula nilai absorbansinya.
3. Semakin banyak kali pencelupan kain maka ketahanan warna
semakin berkurang sehingga nilai intensitas cahanya semakin
besar. Hal tersebut berlaku pada semua jenis variasi pengikat
warna yang dibuktikan dengan adanya grafik naik pada setiap
variasi pengikat warna.
5.2 Saran
Ada beberapa saran yang diajukan untuk memperbaiki penelitian ini
antara lain:
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dari ekstrak-ekstrak lain untuk
mendapatkan berbagai jenis warna untuk kain.
2. Perlu dilakukan pengujian lanjutan untuk mendapatkan warna dari
campuran gambir dan daun sirih yang tahan lama.

DAFTAR PUSTAKA

24
Atmam, Zulfahri. Analisis Intensitas Penerangan dan Penggunaan
Energi Listrik Di Laboratorium Komputer Sekolah Dasar
Negeri 150 Pekanbaru. Jurnal Sains. Vol.13, No.1, hlm.1-8.
Fatoni, A. 2015. Analisa Secara Kualitatif Dan Kuantitatif Kadar
Kafein Dalam Kopi Bubuk Lokal Yang Beredar Di Kota
Palembang Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Laporan
Penelitian mandiri. Sekolah tinggi ilmu farmasi bhakti pertiwi.
Palembang. 28 hlm.
Flora, Meerjady S, Christopher Tylor, Mahmudur Rahman.2012. Betel
Quid Chewing andIts Risk Factors in Bangladeshi Adults.
WHO South East-Asia Journal of Public Health.1(2):162-181.
Karlingger, Fred N. 1987. Asas-Asas Penelitian Behavioral.
Yogyakarta UGM
Lemmens, H.MJ.dan W.N.Soetjipto, 1999.Sumber Daya Nabati Asia
Tenggara, No 3 “Tumbuhan Penghasil Pewarna dan Tanin”,
Balai Pustaka. Jakarta.
Lismawenning Deska, Agus Yulianto, Sulhadi, (2013). Aplikasi
Ekstrak Daun Jati (Tectona Grandis) Sebagai Film Kaca Non
Permanen. Unnes Physics Journal:Semarang.
Parmar.G,Sangwan. P, Vashi.P, Kulkarni, K.S, (2008).”Effect of
chewing a mixture of areca nut and tobacco on periodontal
tissues and oral hygiene status”. Journal of Oral Science,
50(1):57-62.
Rungruangkitkrai, N.and R.Mongkholrattanasi,2012.Eco-Friendly of
Textiles Dyeing and Printing with Natural Dyes. RMUTP
International Conference: Textiles & Fashion July 3-4,
Bangkok Thailand.
Samura, J. A. P, (2009). Pengaruh Budaya Makan sirih terhadap
Status Kesehatan Periodontal pada Masyarakat Suku Karo di
Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang. Tesis. Medan:
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.
Sangita S.S.,&P.Satsangi.2014.Sesbania Aculeata: A Plant for
Colouring Cotton and Silk. International Journal of Emerging

25
Technology and Advanced Engineering. Volume 4, Issue 10,
141-145.
Wilujeng, Nunung Catur Sri. 2013. Sirih Pinang di Indonesia dan
Taiwan.Yogyakarta: Lembaga Pengembangan dan Penjaminan
Mutu Pendidikan UNY.

Lampiran 1
Langkah-langkah eksperimen

1. Menentukan massa

26
2. Merebus campuran gambir dan daun sirih

3. Menyaring larutan

27
4. Larutan siap digunakan

5. Melakukan penguncian warna

28
Lampiran 2
Hasil setelah di celupkan air

1. Sebelum diberi pengikat warna

29
2. Setelah satu kali pencelupan

3. Setelah 2 kali pencelupan

30
4. Setelah 3 kali pencelupan

5. Setelah 4 kali pencelupan

31
6. Setelah 5 kali pencelupan

32

You might also like