You are on page 1of 31

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke menyebabkan lebih dari satu dari setiap 20 kematian manusia di
Amerika Serikat, di mana patologi stroke hadir sebagai iskemik (87%),
perdarahan intraserebral (10%), atau perdarahan subarachnoid (3%). Stroke
merupakan gangguan fungsional otak fokal maupun global akut yang berlangsung
lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan aliran darah otak. Stroke
terbagi menjadi stroke iskemik dan hemoragik berdasarkan penyebabnya. Stroke
iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang menyebabkan
turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi.
Oklusi dapat berupa trombus, embolus, atau tromboembolus (Setyopranoto I,
2011). Dari seluruh kejadian stroke, 2/3 adalah stroke iskemik dan 1/3 adalah
stroke hemoragik. Perdarahan intracerebral (ICH) adalah didefinisikan sebagai
perdarahan ke dalam parenkim otak.1
Perdarahan intraserebral (ICH), adalah subtype stroke yang kedua paling
umum, terdiri dari 9% sampai 27% dari semua kasus stroke di seluruh dunia.
Penyakit ini sangat mematikan, dengan mortalitas 30 hari di atas 40% dan
2,3
meningkat menjadi 54% dalam 1 tahun.
Perdarahan intraserebral (ICH) dan perdarahan subarachnoid terjadi pada
55.000 sampai 60000 orang di Amerika Serikat setiap tahun. Hanya 20% ICH
yang disebabkan oleh ruptur arteri yang dapat diidentifikasi dengan jelas pada
pencitraan otak atau angiografi serebral. Sebagian besar ICH disebabkan oleh dari
pecahnya arteri penetrasi kecil atau arteriola di dalam otak. ICHs terjadi paling
sering didalam daerah subkorteks yang dalam, serebelum, dan batang otak, dan
diperkirakan mengikuti kerusakan arteri kecil akibat dari hipertensi yang
berkelanjutan. Sebaliknya, hanya 50% sampai 60% kasus dengan perdarahan
4
lobaris atau pendarahan korteks yang memiliki riwayat hipertensi.
Mortalitas stroke hemoragik adalah 40% sampai 54%. Oleh karena itu,
pencegahan stroke hemoragik tetap merupakan cara yang paling penting untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas. Pencegahan yang efektif dapat dilakukan

1
dengan mengetahui dan memodifikasi faktor-faktor yang mendasari terjadinya
stroke pada pasien tersebut.

1.2 Batasan Masalah


Laporan kasus ini membahas tentang definisi, etiologi, gambaran klinis,
diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis stroke hemoragik.

1.3 Tujuan Penulisan


Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami definisi,
epidemiologi, etiologi, faktor resiko, patofisiologi, diagnosis dan penatalaksanaan
stroke hemoragik.

1.4 Metode Penulisan


Makalah ini disusun berdasarkan studi kepustakaan yang merujuk ke
beberapa literatur.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Pembuluh Darah


Sekitar 18% dari total volume darah di sirkulasi tubuh dialirkan ke otak,
sekitar 2% dari berat badan. Darah yang mengalir ke otak membawa
oksigen,nutrisi dan zat lain yang penting untuk menjalan fungsi jaringan otak dan
membawa balik zat hasil metabolit. Kehilangan kesadaran dapat terjadi bila aliran
darah ke otak berhenti kurang dri 15 detik, dan terjadi kerusakan jaringan otak
yang tidak dapat diperbaiki bila aliran darah berhenti selama 5 menit. Penyakit
cerebrovascular atau stroke terjadi ketika aliran darah vascular berkurang atau
5
terjadi perdarahan yang nantinya menyebbakan deficit neurologis.
Sirkulus willisi adalah gabungan beberapa pembuluh darah berbetuk
heksagonal yang terdiri dari semua arteri cerebralis mayor. Pembuluh darah ini
terdiri dari sepasang arteri carotis internal dan arteri basilaris. Selain itu juga
terdapat arteri communicant posterior dari sisi yang lain dan artery communicant
5
anterior.

Aliran darah arteri ke otak masuk ke ruangan kranial melalui dua pembuluh
dasar yang berpasangan, yaitu arteri carotis interna, yang merupakan percabangan
dari arteri komunis, dan arteri vertebralis, yang merupakan percabangan dari arteri
subklavia. Hemispher cerebri mendapat pasokan darah dari 3 arteri utama yang
berpasangan: arteri serebral anterior, arteri serebralis media, dan arteri serebralis
posterior. Arteri serebral anterior dan media bertanggung jawab atas sirkulasi
anterior berasal dari percabangan arteri carotid internal supraklinoid. Arteri
serebral posterior berasal dari percabangan arteri basilaris dan membentuk sirkulasi
posterior, yang juga mensuplai darah untuk thalamus, batang otak, dan serebelum.
Tanda angiogram pada gambar di bawah menunjukkan beberapa bagian sirkulasi
yang terlibat dalam stroke hemoragik.6

3
Gambar 1. Sirkulus Wilisi
2.2 Definisi
Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah gangguan
fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal
maupun global, berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian,
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
a. Stroke Iskemik :
 trombosis serebri

 Hipoperfusi serebri

 Emboli serebri
b. Stroke Hemoragik
 Perdarahan intraserebral
 Perdarahan subaraknoid
2. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)

4
c. Stroke in evolution / Progressing Stroke
d. Completed stroke
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebro-basiler

2.3 Epidemiologi
Stroke adalah penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit jantung
koroner dan kanker. Di dunia, 15 juta orang menderita stroke setiap tahunnya
dimana sepertiga meninggal dunia dan sisanya mengalami cacat permanen
(American Heart Association, 2014). Lebih dari 795.000 orang di Amerika
menderita stroke dan membunuh hampir 130.000 penduduk Amerika per tahunnya
(Center for Disease Control and Prevention, 2014). Berdasarkan Riset Kesehatan
Dasar Kementerian Kesehatan di tahun 2013 menunjukkan telah terjadi
peningkatan prevalensi stroke di Indonesia. Dari 8,3 per 1000 penduduk (per mil)
pada 2007 menjadi 12,1 per 1000 penduduk pada tahun 2013. Survei Departemen
Kesehatan RI pada 987.205 subjek dari 258.366 rumah tangga di 33 propinsi
mendapatkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama pada usia > 45
tahun (15,4% dari seluruh kematian). Pada Unit Stroke RSUP Dr Sardjito, sejak
berdirinya pada tahun 2004, terlihat peningkatan jumlah kasus terutama stroke
iskemik akut (Setyopranoto, 2011).

2.3 Faktor Risiko


Faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada perdarahan intraserebral (ICH)
termasuk hipertensi, terapi anti koagulan, terapi trombolitik, asupan alcohol yang
tinggi, riwayat stroke sebelumnya, dan penggunaan obat terlarang (terutama
kokain). Hipertensi adalah penyebab paling umum dari stroke hemoragik, terhitung
sampai 60% dari semua kasus ICH. . Sekitar dua pertiga pasien dengan ICH
memiliki riwayat hipertensi. Hipertensif ICH berasal dari aneurisma kecil yang
pecah dan mengakibatkan perdarahan kedalam ruang intracranial. Terapi
antikoagulan menyebabkan tujuh sampai sepuluh kali lipat meningkatkan risiko
terkena stroke hemoragik. Aneurisma intrakranial biasanya diakibatkan lesi

5
ditemukan di 1-6% pada otopsi postmortem. Sebagian besar tidak pecah sepanjang
umur seseorang dan tetap tidak terdiagnosis. Akan tetapi biasanya terjadi karena
rupture aneurisma yang terjadi di amrika serikat setiap tahunnya. Aneurisma yang
pecah terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya terhitung 5-15% dari kasus stroke
hemoragik. Proses pembentukan aneurisma dan rupturnya aneurisma sampai saat
ini belum dipahami. Namun, hipertensi dan merokok sudah dapat dibuktikan
dengan jelas berhubungan dengan aneurisma cerebral yang pecah dan keduanya
terbukti menyebabkan cacat structural yang mendorong perubahan endovascular.
Lapisan tunika media sering dilibatkan, yang menyebabkan kelemahan
fokus pada dinding pembuluh darah yang dapat mengakibatkan aneurisma
1
menggembung pada bifurkasi arteri. Lokasi umum aneurisma disajikan pada
Gambar 2.2.

Gambar 2.2 . Lokasi umum aneurisma serebral dekat dengan arteri kommunikan
anterior dan arteri serebral anterior, di persimpangan dekat arteri serebral media
8
dan di persimpangan antara arteri basilaris dan arteri serebral posterior.

2.4 Patogenesis
ICH terdiri dari tiga fase yang berbeda: (1) Perdarahan awal , (2) ekspansi
hematom, dan (3) peri hematoma edema. Perdarahan awal disebabkan oleh
pecahnya arteri serebral dipengaruhi oleh berbagai factor risiko diatas. Outcome
dari penyakit tergantung pada perkembangan dua fase terakhir terutama pada dua
fase terakhir. Perluasan Hematoma, terjadi beberapa jam setelah onset gejala awal,
termasuk peningkatan tekanan intrakranial (ICP) yang mengganggu integritas

6
jaringan lokal dan sawar darah otak. Selain itu, aliran keluar vena yang terhambat
menginduksi pelepasan tromboplastin jaringan, mengakibatkan koagulopati lokal
Pada sepertiga pasien, perluasan hematoma dikaitkan dengan hiperglikemia,
hipertensi, dan antikoagulan. Ukuran awal perdarahan dan tingkat perluasan
hematoma adalah variabel yang penting dalam menentukan prognosis untuk
memprediksi deteriorisasi neurologis. Hematoma dengan ukuran> 30 ml dikaitkan
dengan peningkatan angka mortalitas pada pasien stroke. Setelah terjadi ekspansi
hematom, edema serebral terbentuk di sekitar hematoma, sebagai efek sekunder
akibat radang dan gangguan pada sawar darah otak. Edema peri hematoma
merupakan etiologi utama yang menyebabkan kerusakan neurologis dan
berkembang selama berhari-hari dari kerusakan awal. Sampai 40% dari kasus ICH,
pendarahan meluas kedalam ventrikel serebral yang menyebabkan perdarahan
intraventricular (IVH). Hal ini terkait dengan hidrosefalus obstruktif dan
memperburuk prognosis secara substansial. ICH dan edema yang menyertainya
mungkin juga mengganggu atau menekan jaringan otak yang berdekatan, yang
menyebabkan disfungsi neurologis. Perpindahan substansi dari parenkim otak
dapat menyebabkan peningkatan Tekanan intrakranial (ICP) dengan potensi
8,9,10
outcome yang fatal yang dapat menyebabkan sindrom herniasi.

2.5 Manifestasi Klinis


Gejala ICH yang umum adalah sakit kepala, perubahan status mental,
kejang, mual dan muntah, dan / atau hipertensi. Onset akut defisit neurologis,
perubahan kesadaran atau status mental lebih sering ditemukan pada stroke
hemoragik. Hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan intrakranial. Defisit
neurologis yang terjadi tergantung daerah otak yang terlibat. Apabila terkena pada
12
hemisfer yang kiri, sindroma berikut dapat terjadi:
1. Hemiparesis kanan
2. Kehilangan sensorik pada bagian kanan tubuh
3. Kecenderungan melihat pada sebelah kiri

4. Kehilangan lapangan pandang sebelah kanan


5. Afasia

7
Apabila terjadi pada hemisfer sebelah kanan, terjadi hal sebaliknya dari
yang telah disebutkan di atas.
Tabel 2.1: Perbedaan stroke hemoragik dan stroke iskemik disajikan dalam tabel
13
berikut:
Gejala Stroke Hemoragik Stroke Iskemik
Permulaan Sangat akut Subakut
Waktu serangan Aktif Bangun pagi
Peringatan - ++
Sebelumnya
Nyeri kepala ++ -
Muntah ++ -
Kejang-kejang ++ -
Kesadaran menurun ++ +/-
Bradikardi +++ (dari hari I) + (terjadi hari ke 4)
Perdarahan di retina ++ -
Papiledema + -
Kaku kuduk, Kernig, ++ -
Brudzinki
Ptosis ++ -
Lokasi Subkortikal Kortikal/subkortikal

2.6 Diagnosis
Seperti halnya keadaan darurat medis, anamnesis yang menyeleruh dan
memunculkan faktor risiko spesifik dan kejadian sebelumnya penting untuk setiap
pasien yang hadir dengan gejala seperti stroke . Faktor risiko penting termasuk
trauma, riwayat stroke sebelumnya, diabetes, merokok, alkohol, penggunaan
narkoba (khusus kokain, warfarin, aspirin, dan antikoagulan lainnya), penyakit
hematologi, penyakit hati, neoplasma. Meskipun faktor risiko dan komorbiditas
pasien memiliki implikasi untuk manajemen klinis dan hasil, manifestasi klinis
hanya saja tidak cukup untuk membedakan stroke dengan penyakit klinis

8
lainnya. Kesulitan bagi sebagian besar dokter tidak dapat dibohongi dalam
kemampuan membedakan stroke dengan gejala yang mirip seperti sinkop, sepsis
dan kejang. Untuk membantu akurasi diagnostik dalam diagnosis stroke,
digunanakan alat seperti ROSIER Scale (Tabel 2.2) telah dikembangkan untuk
digunakan di ruang gawat darurat untuk membantu mengurangi jumlah referral
yang tidak perlu untuk kasus non-stroke.
Skala ROSIER adalah alat penilaian cepat yang menggunakan tanda klinis
seperti kelemahan asimetrid, gangguan berbicara dan penglihatan, untuk membantu
menyingkirkan gejala yang mirip stroke. Skala ROSIER berkisar antara -2 sampai
+5 poin, dengan setiap pasien memiliki skor lebih besar dari 0 yang memiliki
kemungkinan 90% stroke. Skala ROSIER memiliki sensitivitas 92%, spesifisitas
dari 86%, nilai prediksi positif (PPV) sebesar 88%, dan negative nilai prediktif
(NPV) sebesar 91%.
8
Tabel 2.2 Skala ROSIER

Komponen Skor
Kelemahan wajah asimetris 1
Kelemahan lengan asimetris 1
Kelemahan kaki asimetris Gangguan 1
ucapan 1
Cacat bidang visual Penyitaan 1
Hilang kesadaran -1
-1

Untuk membedakan stroke iskemik akut dan stroke perdarahan, jika sarana
13
tidak memungkinkan, dapat menggunakan sistem skoring Siriraj Stroke Score
Rumus Siriraj Stroke Score

(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan


darah diastolik) – (3 x tanda ateroma) – 12

9
9
Skor < -1 menunjukkan kemungkinan stroke iskemik Skor > 1
menunjukkankemungkinan stroke perdarahan Catatan:
Variabel Nilai
Derajat Kesadaran Sadar
Mengantuk/stupor Koma/semikoma 0
1
2
Nyeri Kepala
Tidak ada nyeri kepala Ada nyeri kepala 0
1
Tanda atheroma
Tidak ada tanda atheroma Ada tanda 0
atheroma 1
(diabetes, angina, penyakit arteri perifer)

Tes laboratorium harus mencakup hitung darah lengkap (CBC), panel


metabolik, profil pembekuan darah, kadar elektrolit. Pencitraan otak merupakan
langkah penting dalam evaluasi dugaan stroke hemoragik. Pencitraan otak
membantu mendiagnosis perdarahan, dan mungkin mengidentifikasi komplikasi
seperti perdarahan intraventrikular, edema otak, atau hidrosefalus. Baik
pemindaian tomografi terkomputasi nonkontras (NCCT) atau magnetic resonance
14
imaging (MRI) adalah modalitas pilihan.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG)
untuk memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia
miokard memiliki kejadian signifikan dengan stroke.

2.6 Tatalaksana
Setelah evaluasi dan diagnosis pasien, terapi yang dilakukan di ruang gawat
15
darurat adalah:
1. Stabilisasi jalan napas
a. Pemantauan terhadap status neurologis, tanda vital, dan saturasi
oksigen dalam 72 jam pertama pada pasien dengan defisit neurologis

10
10
yang nyata.
b. Pemberian oksigen pada keadaan saturasi oksigen < 95%. Oksigen
diberikan 2 liter/menit.
c. Perbaiki jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring pada pasien
yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang
mengalami penurunan kesadaran.
d. Intubasi ETT (Endotracheal Tube) atau LMA (Laryngeal Mask
Airway) diperlukan pada pasen hipoksia (pO2 < 60 mmHg atau pCO2
> 50 mmHg), yang berisiko terjadi aspirasi atau syok.

2. Stabilisasi Hemodinamik
a. Berikan cairan kristaloid atau koloid. Hindari pemberian cairan
hipotonik seperti dekstrosa.
b. Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter) untuk
memantau kecukupan cairan. Tekanan dijaga 5-12 mmHg.
c. Optimalisasi tekanan darah
d. Bila tekanan darah sistolik < 120 mmHg dan cairan sudah mencukupi,
maka obat-obatan vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti
dopamin dosis sedang/tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target
tekanan darah sistolik sebesar 140 mmHg.
e. Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan salin normal.

3. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)

a. Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral


harus dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda
neurologis pada hari pertama setelah serangan stroke.
b. Monitor TIK harus dilakukan pada pasien dengan GCS < 9 dan
penderita yang mengalami penurunan kesadran karena penurunan
TIK. Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP > 70
mmHg.
c. Penatalaksanaan untuk menurunkan peningkatan TIK:

11
11
- Tinggikan posisi kepala 20-30o

- Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular

- Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik

- Hindari hipertermia

- Jaga normovolemia

- Osmoterapi atas indikasi sebagai berikut:

o Manitol 0,25-0,50 gram/kgBB, selama > 20 menit,


diulangi setiap 4-6 jam dengan target < 310 mOsm/L.
o Kalau perlu, furosemide dengan dosis inisial 1
mg/kgBB/iv

- Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi dapat


mengurangi naiknya TIK dengan mengurangi naiknya tekanan
intratorakal dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking
ventilator.
- Kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk mengatasi edema
otak dan tekanan tinggi intrakranial pada stroke iskemik, dan
dapat diberikan kalau diyakini tidak ada kontraindikasi. Apabila
kejang, dapat diberikan diazepam bolus lambat intravena 5-20
mg dan diikuti pemberian fenitoin loading dose 15-20 mg/kg
bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit. Bila kejang
belum teratasi, rawat di ICU.
4. Pada stroke perdarahan intraserebral, pemberian antikonvulsan profilaksis
dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila
kejang tidak dijumpai selama pengobatan.
5. Pengendalian suhu tubuh:

12
12
a. Setiap pasien demam harus diobati dengan antipiretika dan diatasi
penyebabnya.

b. Berikan asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 37,5-38,5oC.

c. Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur
dan hapusan (trakea, darah, urin) dan diberikan antibiotik.

Penatalaksanaan pada ruang rawat inap.


1. Cairan diberikan cairan isotonis seperti 0,9% salin untk menjaga
euvolemi dengan kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari.
2. Nutrisi

a. Nutrisi enteral paling lambat diberikan dalam 48 jam, nutrisi


oral hanya boleh diberikan setelah tes fungsi menelan baik.
b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran, nutrisi
diberikan melalui pipa nasogastrik.
c. Pada keadaan akut, komposisi kalori 25-30 kkal/kg/hari, dengan
komposisi:
i. Karbohidrat 30-40% dari total kalori

ii. Lemak 20-35% (pada gangguan nafas dapat diberikan


lebih tinggi 35-55%)
iii. Protein 20-30% (pada keadaan stres kebutuhan protein
1,4- 2,0 g/kgBB/hari, pada gangguan fungsi ginjal < 0,8
g/kgBB/hari).

3. Pencegahan dan Komplikasi


a. Mobilisasi untuk mencegah komplikasi subakut malnutrisi,
pneumonia, trombosis vena dalam, emboli, dekubitus perlu
dilakukan

13
13
b. Berikan antibiotika sesuai indikasi.

c. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi

4. Penatalaksanaan medis lain


a. Pemantauan kadar glukosa darah diperlukan. Hiperglikemia
(KGD> 180 mg/dl) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi
insulin. Hipoglikemia berat (<50mg/dL) harus diobati dengan
dekstrosa 40% intravena atau infuse glukosa 10-20%.
b. Analgesik dan antimuntah sesuai indikasi

c. Berikan H2 antagonis sesuai indikasi

d. Hati-hati dalam menggerakkan, penyedotan lendir, atau


memandikan pasien karena dapat mempengaruhi TIK.
e. Kandung kemih yg penuh dikosongkan, sebaiknya dengan
kateterisasi intermiten.

2.7 Prognosis
Prediksi prognosis stroke hemoragik perdarahan intraserebral (PIS) sangat
penting diketahui oleh pasien dan/atau keluarga pasien, khususnya terkait pilihan
terapi operatif atau non-operatif dalam tatalaksana pasien. Beberapa skala atau skor
telah diuji untuk memprediksi angka mortalitas pasien stroke PIS, di antaranya
adalah skor intracerebral hemorrhages (ICH score) yang disusun oleh Hemphill JC,
16
dkk. (2001). Skor tersebut kemudian dimodifikasi oleh José L. RuizSandoval,
17
dkk. (2007) menjadi Intracerebral Hemorrhages – Grading Scale (ICH-GS).
Tingkat mortalitas tiga puluh hari untuk pasien dengan ICH Skor 1, 2, 3,
dan 4 masing-masing adalah 13%, 26%, 72%, dan 97%.

14
14
18
Tabel 2.3: Skor ICH dan ICH-GS

15
15
19
Tabel 2.3 : Interpretasi skoring ICH-GS

16
16
BAB 3
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. N
Jenis kelamin : Laki laki
Umur : 37 tahun
Suku bangsa : Minangkabau
Alamat : Tanah Datar
Pekerjaan : Wiraswasta
ANAMNESIS

Seorang pasien laki laki berumur 37 tahun dirawat di bangsal Neurologi


RSUP Dr. Mdjamil Padang pada tanggal 23 Juni 2018 dengan:

Keluhan Utama :

Lemah anggota gerak kiri

Riwayat Penyakit Sekarang:

 Lemah anggota gerak kiri sejak 7 hari yang lalu, terjadi tiba-tiba saat
pasien sedang dalam rawatan di RS Batusangkar, dimana pasien kesulitan
untuk mengangkat tungkai dan lengan kiri sehingga berjalan menyeret
tungkai kiri.
 Nyeri kepala ada, muntah tidak ada
 Kejang ada, kejang kaku seluruh tubuh, selama 1 menit, mata melihat ke
atas, mulut tidak berbuih, dan tidak mengompol. Pasien kejang 2 kali,
pertama kejang saat di RS Batusangkar dan yang kedua di bangsal interne
RSUP Mdjamil padang, Saat kejang pasien tidak sadar, kejang pasien
tampak bingung.
 Demam ada sejak 20 hari yang lalu, demam hilang timbul.
 Sesak tidak ada, batuk tidak ada

17
17
Riwayat Penyakit Dahulu :

 Pasien belum pernah menderita seperti ini sebelumnya


 pasien mengalami diare sejak 1 bulan lalu, frekuensi 2-3 kali/hari, lendir
tidak ada, darah tidak ada.
 Riwayat Hipertensi baru diketahui sejak sakit.
 Riwayat trauma kepala tidak ada, Diabetes Melitus tidak ada, penyakit
jantung tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga menderita HT, DM, stroke, dan jantung.

Riwayat Pekerjaan dan Kebiasaan:

Pasien seorang pedagang di jakarta, pasien bertato, pasien riwayat


pengguna narkoba, dan pasien merokok 3-4 batang/hari.

PEMERIKSAAN FISIK
I. Umum
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : GCS 15 (E4 M6 V5)
Kooperatif : Composmentis kooperatif
Tekanan darah : lengan kiri 130/80 mmHg, lengan kanan 130/80 mmHg

Frekuensi nadi : 76 x / menit, reguler, kuat angkat

Frekuensi nafas : 18 x / menit

Suhu : 37,3 derajat


Keadaan gizi : baik
Tinggi badan : 166 cm
Berat badan : 50 kg
Turgor kulit : baik
Kulit dan kuku : pucat (-), sianosis (-)
Kelenjar getah bening
Leher : tidak teraba pembesaran KGB
Aksila : tidak teraba pembesaran KGB

18
18
Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB
Toraks
Paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus sama kanan dan kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama murni, teratur,bising (-)
Abdomen
Inspeksi : tidak membuncit
Palpasi : hepar dan lien tak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Korpus vertebrae
Inspeksi : deformitas (-)
Palpasi : gibus (-)
II. Status Neurologikus
1. Tanda rangsangan selaput otak
 Kaku kuduk : (-)
 Brudzinsky I : (-)
 Brudzinsky II : (-)
 Tanda Kernig : (-)
2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial
 Pupil isokor, diameter 3mm/3mm , reflek cahaya +/+
 Muntah proyektil tidak ada

19
19
3. Pemeriksaan nervus kranialis
N. I (Olfaktorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif Normal Normal
Objektif (dengan bahan) Normal Normal

N. II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam penglihatan Normal Normal

Lapangan pandang Normal Normal

Melihat warna Normal Normal


Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata Bulat Bulat
Ptosis (-) (-)
Gerakan bulbus Normal Normal

Strabismus (-) (-)

Nistagmus (-) (-)

Ekso/endotalmus (-) (-)

Pupil
 Bentuk Bulat Bulat
 Refleks cahaya (+) (+)
 Refleks akomodasi (+) (+)

 Refleks konvergensi (+) (+)

20
20
N. IV (Trochlearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah Normal Normal
Sikap bulbus Ortho Ortho

Diplopia - -

N. VI (Abdusen)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral Normal Normal
Sikap bulbus Ortho Ortho

Diplopia - -

N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
 Membuka mulut Normal Normal
 Menggerakkan rahang Normal Normal
 Menggigit Normal Normal

 Mengunyah Normal Normal

Sensorik
 Divisi oftalmika
- Refleks kornea (+) (+)
- Sensibilitas (+) (+)
 Divisi maksila
- Refleks masetter (+) (+)
- Sensibilitas (+) (+)
 Divisi mandibula
- Sensibilitas (+) (+)

21
21
N. VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Normal Normal
Sekresi air mata (+) (+)
Fissura palpebra (+) (+)

Menggerakkan dahi Normal Normal

Menutup mata (+) (+)

Mencibir/ bersiul Normal Normal

Memperlihatkan gigi Normal Normal

Sensasi lidah 2/3 depan Normal Normal

Hiperakusis Normal Normal

N. VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berbisik Normal Normal

Detik arloji Normal Normal

Rinne tes Normal Normal

Weber tes Normal

Schwabach tes Normal


- Memanjang
- Memendek
Nistagmus (-) (-)
- Pendular
- Vertikal
- Siklikal
Pengaruh posisi kepala (-) (-)

22
22
N. IX (Glossopharyngeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang Normal Normal
Refleks muntah (Gag Rx) Normal Normal

N. X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Normal Normal
Uvula Normal Normal
Menelan Normal Normal
Suara Normal Normal
Nadi Teratur Teratur

N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan Normal Normal
Menoleh ke kiri Normal Normal
Mengangkat bahu kanan Normal Normal
Mengangkat bahu kiri Normal Normal

N. XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Normal Normal
Kedudukan lidah dijulurkan Normal Normal
Tremor (-) (-)
Fasikulasi (-) (-)
Atropi (-) (-)

4. Pemeriksaan koordinasi
Cara berjalan Tidak dilakukan Disartria Tidak dilakukan
Romberg tes Tidak dilakukan Disgrafia Tidak dilakukan

23
23
Ataksia Tidak dilakukan Supinasi-pronasi Tidak dilakukan
Reboundphenomen Tidak dilakukan Tes jari hidung Tidak dilakukan
Test tumit lutut Tidak dilakukan Tes hidung jari Tidak dilakukan

5. Pemeriksaan fungsi motorik


a. Badan Respirasi Teratur
Duduk Normal
b. Berdiri dan Gerakan spontan Tidak dilakukan
berjalan Tremor
Atetosis
Mioklonik
Khorea

c. Ekstremitas Superior Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Aktif Aktif Aktif aktif
Kekuatan 555 444 555 444
Tropi Eutropi Eutropi Eutropi Eutropi

Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus

6. Pemeriksaan sensibilitas
Sensibiltas taktil Normal
Sensibilitas nyeri Normal

Sensiblitas termis Normal

Sensibilitas kortikal Normal

Stereognosis Normal

Pengenalan 2 titik Normal

Pengenalan rabaan Normal

24
24
7. Sistem refleks
a. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea (+) (+) Biseps ++ ++
Berbangkis Triseps ++ ++
Laring KPR ++ ++
Masetter (+) (+) APR ++ ++
Dinding perut Bulbokvernosus
 Atas (+) (+) Cremaster Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
 Tengah (+) (+) Sfingter Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
 Bawah (+) (+)

b.Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri


Lengan Babinski (-) (-)
Hoffmann- (-) (-) Chaddocks (-) (-)
Tromner
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)
Tungkai (-) (-)

8. Fungsi otonom
- Miksi : baik
- Defekasi : baik
- Sekresi keringat: baik
9. Fungsi luhur
Kesadaran Tanda demensia
- Reaksi bicara - Refleks Glabella (-)

25
25
Normal
- Fungsi intelek Normal - Reflaeks Snout (-)

- Reaksi emosi Normal - Refleks mengisap (-)

- Refleks memegang (-)


- Refleks palmomental (-)

10. Algoritma Stroke Gadjah Mada (ASGM)


Pada ASGM hanya ditemukan nyeri kepala positif
III. Pemeriksaan laboratorium
Darah : tanggal 26 juni 2018
Rutin : Hb : 14,1gr/dl
Leukosit : 8.030/mm3
Trombosit : 294.000/mm3
Hematokrit : 41%
Kimia darah : Na : 132
K : 3,9
HbsAg : NR
GDS : 135
Ur/kr : 19/0,8

26
26
IV. Pemeriksaan tambahan
Brain CT Scan

Hasil : Tampak lesi hiperdens di lobus frontal dekstra yang berbatas tegas,
lesi tampak mengobliterasi cornu anterior ventrikel lateral dextra
dan menyebabkan midline shiff ke kiri. Lesi meluas ke ventrikel
lateral dextra dan sinistra, ventrikel III, ventrikel IV. CPA, pons,
cerebellum tak tampak lesi.
Kesan : Perdarahan intracerebral dan pendarahan intraventrikel
V. Diagnosis :
Diagnosis klinis : hemiparese sinistra dan epilepsi simtomatik

Diagnosis topik : lobus frontal dan ventrikel lateral dextra dan


sinistra, ventrikel III, ventrikel IV.

27
27
Diagnosis etiologi : PIS dan PIV

Diagnosis Sekunder : hipertensi stage II


VI. Diagnosis Banding :-
VII. Prognosis :
Quo ad vitam : dubia ed bonam
Quo ad sanam : dubia ed bonam
Quo ad fungsionam : dubia ed bonam
VIII. Terapi :
1. Umum
- Elevasi kepala 30 derajat
- IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf
- Diet MB 1800 kkal
2. Khusus
- Paracetamol 3 x 750 mg
- Codein 30 mg k/p
- Ranitidin inj 2x50 mg IV
- Fenitoin 1 x 100 mg
- Asam folat 2 x 5 mg
- Candesartan 1 x 6 mg
- Verbesser 1x200 mg
- HCT 1x25 mg

28
28
BAB IV
DISKUSI

Telah diperiksa seorang pasien laki-laki umur 37 tahun yang dirawat di


bangsal neurologi RSUP M. Djamil Padang dengan diagnosis klinik : hemiparese
sinistra dan epilepsi simtomatik, diagnosis topik : lobus frontal dan ventrikel
lateral dextra dan sinistra, ventrikel III, ventrikel IV, diagnosis etiologi :
Pendarahan Intraserebral dan pendaraha intraventrikel, diagnosis sekunder:
hipertensi stage II.

Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.


Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien ada mengalami kejang, kejang kaku
seluruh tubuh, selama 1 menit, mata melihat ke atas berulang. Penyebab kejang
dapat disebabkan oleh Drugs, Infection, Metabolic, Withdrawal, Intracranial
Hemorrhage, Trauma, Structural, Pregnacy eclampsia. Pada pasien ini ditemukan
kejang disebabkan oleh intracranial hemorage. Pasien juga mengeluhkan nyeri
kepala bagian belakang. Menurut International Headzche Society (HIS),
klasifikasi nyeri kepala terbagi atas primary headache, secondary headache dan
neuropathies & facial pains. Pada pasien ini nyeri kepala yang dikeluhakan
merupakan secondary headache yang disebabkan oleh pendarahan intraserebral
dan perdarahan intraventrikuler
Dari riwayat penyakit dahulu didapatkan bahwa pasien memiliki riwayat
penyakit hipertensi yang baru diketahui selama sakit.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, tingkat


kesadaran komposmentis kooperatif, tekanan darah 160/100 (hipertensi), tanda
rangsangan meningeal, tanda peningkatan tekanan intra kranial tidak ditemukan.
Kelemahan anggota gerak ditemukan (lengan dan tungkai kiri) yang disebabkan
oleh perdarahan lobus frontal.

Berdasarkan Algoritma Stroke Gajah mada, pada pasien hanya ditemukan


nyeri kepala yang mengarahkan kemungkinan diagnosis pendarahan intraserebral.
Pada pemeriksaan penunjang dilakukan Brain CT scan ditemukan gambaran
hiperdens pada intraserebral (lobus frontal) dan intraventrikel (ventrikel).

29
29
Diagnosis etopik pada pasien ini adalah lobus frontal dan ventrikel di
subkortek karena ditemukan kelemahan ektremitas. Pemeriksaan untuk
menentukan jenis stroke ASGM bertujuan untuk memperkirakan kemungkinan
stroke. Namun sebenarnya pemeriksaan pasti untuk menilai jenis stroke adalah
dengan CT scan.

Penatalaksanaan umum elevasi kepala 30 derajat, IVFD NaCl 0,9%


12jam/kolf, Diet MB 1800 kkal. Penatalaksanaan secara khusus yaitu Paracetamol
3 x 750 mg, Codein 30 mg k/p, Ranitidin inj 2x50 mg IV, Fenitoin 1 x 100 mg,
Asam folat 2 x 5 mg, Candesartan 1 x 6 mg, Verbesser 1x200 mg, HCT 1x25 mg.

30
30
BAB V

PENUTUP

1. Kesimpulan
1. Stroke adalah gangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda
dan gejala klinis baik fokal maupun global, berlangsung lebih dari 24 jam atau
dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak.
2. Berdasarkan penyebabnya stroke hemoragik dibagi atas 2 yaitu Stroke
hemoragik merupakan penyakit yang didasari pada gangguan pembuluh darah.
3. Gejalanya meliputi nyeri kepala, mual, kejang dan gejala neurologis fokal atau
general.
4. Diagnosis stroke hemoragik ditegakkan berdasarkan keluhan dan gejala yang
didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, kemudian dikonfirmasi
dengan ditemukannya darah berupa gambaran hiperdens pada brain CT scan.
5. Stroke hemoragik adalah kegawatadaruratan medis yang memerlukan terapi
segera.

31
31

You might also like