You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

Melena yaitu buang air besar berwarna hitam ter yang berasal dari saluran
cerna bagian atas. Hematemesis adalah muntah darah yang berwarna hitam yang
berasal dari saluran cerna bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna
bagian atas adalah saluran cerna di atas (proksimal) dari ligamentum Treitz, mulai
dari jejenum proksimal, duodenum, gaster dan esofagus.
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) merupakan keadaan gawat
darurat yang sering dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk di
Indonesia. Perdarahan dapat terjadi antara lain karena pecahnya varises esofagus,
gastritis erosif, atau ulkus peptikum. Delapan puluh persen dari angka kematian
akibat perdarahan SCBA di bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM berasal
dari pecahnya varises esofagus akibat penyakit sirosis hati dan hepatoma.
Berdasarkan laporan di SMF Penyakit Dalam RSU dr. Sutomo Surabaya,
dari 1673 kasus perdarahan SCBA, penyebab terbanyak adalah 76,9% pecahnya
varises esofagus, 19,2% gastritis erosif, 1,0% tukak peptikum, 0,6% kanker
lambung dan 2,6% karena sebab-sebab lain. Laporan dari RS Pemerintah di
Jakarta, Bandung dan Yogyakarta urutan 3 penyebab terbanyak perdarahan SCBA
sama dengan di RSU dr. Sutomo. Sedangkan laporan dari RS Pemerintah di Ujung
Pandang menyebutkan tukak peptikum menempati urutan pertama penyebab
SCBA. Laporan kasus di RS Swasta yakni RS Darmo Surabaya perdarahan karena
tukak peptikum 51,2%, gastritis erosif

1
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Ny. E
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 45 th
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pekerjaan : IRT
Alamat : Kertapati
Status perkawinan : kawin
MRS : 3 April 2018

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri perut
Keluhan Tambahan
Lemas. BAB hitam sejak 4hari yang lalu dan tidak nafsu makan
Riwayat Kronologis Penyakit
Os datang ke RSUD Palembang BARI dengan keluhan nyeri perrut
yang dirasakan disemua bagian perut lebih dirasakan di ulu hati. Nyeri
sejak 4 hari SMRS, nyeri dirasakan melilit dan hilang timbul. Os
mengeluh buang air besar berwarna hitam seperti aspal. BAB
konsistensinya agak keras berwarna hitam seperti aspal. Dalam sehari
pasien BAB sebanyak 3-4x sehari. Keluhan dirasakan, teutama bila
terlambat makan dan agak sedikit berkurang bila makan dan minum.
Os mengeluh lemas,tidak dapat melakukan aktifitas sehari hari.
Nyeri ulu hati disertai mual dan tidak muntah. Keluhan BAB hitam tidak
didahului. Demam tidak ada, tanda perdarahan seperti mimisan, gusi
berdarah, bintik meraah pada lengan dan kaki tidak ada, dan tidak
terdapat penurunan berat badan yang drastis
Sejak 1 bulan yang lalu os juga mengeluh nyeri ulu hati dan disertai
BAB warna hitam.
Os sering mengkonsumsi jamu dan obat-obatan untuk
menghilangkan pegel linu dan capek sejak 5 tahun terakhir.

Riwayat Penyakit Penyerta


Sejak 2 bulan terakhir, Os mengaku sering merasa sakit pada ulu hati,
terasa pedih, sakitnya hilang timbul dan sakit mereda dengan makanan.
Cepat merasa kenyang dan terkadang perut terasa kembung.

2
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Gastritis (+) Riwayat sakit kuning (hati) di sangkal, riwayat
mengkonsumsi alkohol disangkal, riwayat napas berbunyi (asma)
disangkal, riwayat hipertensi dan kencing manis disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada di keluarga yang mengalami keluhan yang serupa.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kesan umum : tampak lemah dan pucat
2. Kesadaran : kompos mentis, GCS 15
3. Tanda Vital :
Tekanan darah : 130/70 mmHg,
Frekuensi nadi : 98x/menit, regular, isi cukup
Laju respirasi : 20x/menit, tipe torakoabdominal .
Suhu : 36,4oC

4. Pemeriksaan Fisik Khusus


Kulit : warna kulit hitam, pucat , tidak ada sianosis, tidak ada
lesi kulit lain, tidak ada dekubitus.
Kepala : tidak ada deformitas, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
luka
Mata : konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, maata cekung
(-/-) edema palpebral (-/-), isokor (+/+)
Telinga : daun telinga tidak ada kelainan, tidak ditemukan adanya
tanda radang
Hidung : tidak ada kelainan, tidak terdapat sekret
Mulut : sendi rahang dan gigi : tidak ada kelainan
Tenggorokan : tidak ada kelainan, massa (-), tonsil T1-T1
Leher : derajat gerak tidak ada hambatan. Kelenjar tiroid tidak
membesar, tidak ada bekas luka pada tiroid. Massa lain
tidak teraba. Kelenjar getah bening tidak teraba.
Dada : tidak teraba massa dan tidak ada nyeri tekan.
Paru
Inspeksi : tidak ada kelainan bentuk, simetris, tidak ada bagian
paru yang tertinggal pada saat bernapas
Palpasi : tidak ada kelainan, nyeri tekan (-), fremitus
simetris normal ka/ki
Perkusi : sonor di lapang paru kiri dan kanan
Auskultasi : suara dasar vesikuler, tidak ada suara tambahan
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

3
Palpasi : iktus kordis teraba 2 jari di ICS V midclavikula
sinistra
Perkusi : batas jantung kanan di ICS 4 sternal dekstra,
batas jantung kiri atas di ICS 2 parasternal sinistra,
batas jantung kiri bawah di ICS 5 linea
midklavikula sinistra
Auskultasi : irama reguler, murmur (-) ,gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : tidak ada kelainan kulit, tidak terdapat
jaringan parut
Palpasi : nyeri tekan ulu hati, hati tidak teraba, lien tidak
teraba,
Perkusi : tidak ada asites, timpani
Auskultasi : bising usus meningkat, tidak ada bruit
Muskuloskeletal : tidak ada deformitas, gerak tidak terbatas, tidak
ada nyeri, tidak ada benjolan/peradangan
Ekstremitas : akral tidak dingin

Anus/rectum dan alat kelamin tidak dilakukan pemeriksaan

D. Data Penunjang
Laboratorium ( hasil pemeriksaan tgl 4 April 2018)
Hb : 12,3 g/dL Colestrol LDL : 98 mg/dl
Jumlah leukosit : 9000./µL SGOT : 38 u/l
Jumlah trombosit : 398.000/µL SGPT : 50 u/l
Hematokrit : 40% Protein total : 6,7 g/dl
Diffcount : 0/0/2/51/40/7 Albumin : 4,3 g/dl
Ureum : 15 mg/dL Globulin : 2,4 g/dl
Kreatinin : 0,7 mg/dL Na 139 mEq/dl
Gula darah ` : 87 mg/dl K 3,72 MEq/dl
Trigliserida : 135mg/dl
Colestrol total : 158 mg/dl
Colestrol
Urin HDL : 33 mg/dl
Hasil
Warna Kuning
Kejernihan Jernih
Ph 6,5
Berat Jenis 1.015
Sedimen
4
Eritrosit 1-2 /Lpb
Leukosit 1-2 /Lpb
Epitel +
E. DIAGNOSA
Melena et causa Gastritis Erosif

F. DIAGNOSA BANDING
Melena et causa Tukak Peptikum
Melena et causa Varises Esofagus

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Endoskopi

Hasil:
Esofagus : lumen dan mukosa normal, LES baik, refluks (-)
Gaster : Lumen normal, kongesti mukosa hiperemis linner (+)
dikorpus dan antrum, erosi-erosi kecil (+) ulkus (-) massa (-), varises
fundus (-)
Duodenum:
Bulbus :mukosa normal, massa (-)
Pars desenden : lumen dan mukosa normal, massa (-)
Kesimpulan
Gastritis erosif

5
H. TERAPI
a. Suportif
i. Tirah baring
b. Nutrisi
i. Makan- makanan yang lunak dalam porsi kecil sedikit-
sedikit
ii. Hindari mengkonsumsi makanan yang pedas dan asam,
c. Medikamentosa
1. Infus RL 30 gtt/menit,
2. Inj. Omeprazole 2x40mg bolus iv
3. Inj. Kalnex 3x500mg bolus iv
4. Inj. Vitamin K 3x1 amp bolus iv
5. Inj. Cifroflxacin 2x1 amp bolus iv
6. Sulcralfat syr. 3x2 cth
d. Operasi (-)

6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Melena yaitu buang air besar berwarna hitam ter yang berasal dari
saluran cerna bagian atas. Hematemesis adalah muntah darah yang berwarna
hitam yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Yang dimaksud dengan
saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna di atas (proksimal) dari
ligamentum Treitz, mulai dari jejenum proksimal, duodenum, gaster dan
esofagus.

B. EPIDEMIOLOGI
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) merupakan keadaan
gawat darurat yang sering dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia
termasuk di Indonesia. Perdarahan dapat terjadi antara lain karena pecahnya
varises esofagus, gastritis erosif, atau ulkus peptikum. Delapan puluh persen
dari angka kematian akibat perdarahan SCBA di bagian Ilmu Penyakit Dalam
FKUI/RSCM berasal dari pecahnya varises esofagus akibat penyakit sirosis
hati dan hepatoma.
Berdasarkan laporan di SMF Penyakit Dalam RSU dr. Sutomo
Surabaya, dari 1673 kasus perdarahan SCBA, penyebab terbanyak adalah
76,9% pecahnya varises esofagus, 19,2% gastritis erosif, 1,0% tukak
peptikum, 0,6% kanker lambung dan 2,6% karena sebab-sebab lain. Laporan
dari RS Pemerintah di Jakarta, Bandung dan Yogyakarta urutan 3 penyebab
terbanyak perdarahan SCBA sama dengan di RSU dr. Sutomo. Sedangkan
laporan dari RS Pemerintah di Ujung Pandang menyebutkan tukak peptikum
menempati urutan pertama penyebab SCBA. Laporan kasus di RS Swasta
yakni RS Darmo Surabaya perdarahan karena tukak peptikum 51,2%, gastritis
erosif
11,7%, varises esofagus 10,9%, keganasan 9,8%, esofagitis 5,3%,
sindrom Mallori-Weiss 1,4%, tidak diketahui 7%, dan penyebab-penyebab
lain 2,7%.
Di negara barat tukak peptikum menempati urutan pertama penyebab
perdarahan SCBA dengan frekuensi sekitar 50%.
C. DIAGNOSIS

7
Perdarahan saluran cerna bagian atas dapat bermanifestasi sebagai
hematemesis, melena atau keduanya.
Dalam anamnesis yang perlu ditekankan adalah : 1). Sejak kapan
terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar, 2). Riwayat
perdarahan sebelumnya, 3). Riwayat perdarahan dalam keluarga, 4). Ada
tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain, 5). Riwayat penggunaan obat-
obatan NSAIDs dan anti koagulan, 6). Kebiasaan minum alkohol, 7). Mencari
kemungkinan adanya penyakit hati kronik, demam berdarah, demam tifoid,
gagal ginjal kronik, diabetes melitus, hipertensi, alergi obat-obatan, 8).
Riwayat transfusi sebelumnya.
Pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan stigmata penyebab
perdarahan, seperti stigmata sirosis, anemia, akral dingin dan sebagainya.
Status hemodinamik saat masuk ditentukan dan dipantau karena hal ini akan
mempengaruhi prognosis.
Untuk keperluan klinik, maka harus dibedakan apakah perdarahan
beeasal dari varises esofagus dan non-varises, karena antara keduanya
terdapat ketidaksamaan dalam pengelolaan dan prognosisnya.
Untuk membedakan apakah perdarahan yang terjadi berasal dari
saluran cerna bagian atas atau bawah dapat dilakukan cara praktis yaitu
sebagai berikut.
Tabel 1. Perbedaan perdarahan SMB dan SMBB

Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB


Manifestasi klinik pada Hematemesis Hematokesia
umumnya dan/melena
Aspirasi nasogastrik Berdarah jernih
Rasio (BUN/Kreatinin) Meningkat > 35 < 35
Aukultasi usus Hiperaktif Normal

D. SARAN DIAGOSTIK
Sarana diagnostik yang biasa digunakan pada kasus perdarahan
saluran cerna ialah endoskopi gastrointestinal, radiografi dengan barium,
radionuklid, dan anguografi. Pada semua pasien dengan tanda-tanda
perdarahan saluran cerna bagian atas atau yang asal perdarahannya masih

8
meragukan pemeriksaan endoskopi SCBA merupakan prosedur pilihan.
Dengan pemeriksan ini sebagian besar kasus diagnosis penyebab perdarahan
bisa ditegakkan. Selain itu dengan endoskopi bisa juga dilakukan upaya
terapeutik. Bila perdarahan masih tetap berlanjut atau asal perdarahan sulit
dididentifikasi perlu pertimbangan pemeriksaan dengan radionuklid atau
angiografi yang sekaligus bisa digunakan untuk menghentikan perdarahan.
Tujuan pemeriksaan endoskopi selain menemukan penyebab serta asal
perdarahan, juga untuk menentukan aktivitas perdarahan. Forest membuat
klasifikasi perdarahan tukak peptikum atas dasar temuan endoskopi yang
bernmanfaat untuk menentukan tindakan selanjutnya.3

Tabel 2. Klasifikasi Aktivitas Perdarahan tukak Peptik Menurut Forest

Aktivitas Perdarahan Kriteri Endoskopis


Forest 1a : perdarahan aktif Perdarahan arteri menyembur
Forest 1b : perdarhan aktif Perdarahan merembes
Forest 1c : perdarahan berhenti dan Gumpalan darah pada dasar tukak
masih terdapat sisa-sisa perdarahan atau terlihat pembuluh darah
Forest 1d : perdarahan berhenti tanpa Lesi tanpa tanda sisa perdarahan
sisa-sisa perdarahan

Terapi endoskopi dibagi atas modalitas, yaitu terapi topikal, terapi


mekanik, terapi injeksi, dan terapi termal. Pada terapi mekanik digunakan
hemoklip untuk menjepit tempat perdarahan atau melalui kabel elektrokauter.
Teknik pengikatan dengan rubber band banyak digunakan dalam proses
pengikatan varises.

E. PENATALAKSAAN
Langkah resusitasi berupa pemasangan jalur intravena dengan cairan
fisiologis, bila perlu transfusi PRC, darah lengkap (whole blood), mpacked
cell, dan FFP.
Tindakan yang paling sederhana untuk menghentikan perdarahan
saluran cerna bagian atas adalah bilas lambung dengan air es melalui pipa
nasogastrik. Pemasangan pipa nasogastrik dikerjakan melalui lubang hidung
pasien, kemudian dilakukan aspirasi isi lambung. Bila pada aspirasi terdapat
darah, selanjutnya dulakukan bilas lambung dengan air es sampai isi lambung

9
tampak bersih dari darah atau tampak lebih jernih warnanya. Tindakan
tersebut disebut gastric spooling.
Ada 5 manfaat dari tindakan ini, yaitu :
1. Tindakan diagnostik dan pemantauan apakah perdarahn masih berlangsung
terus atau tidak.
2. Menghentikan perdarahan (efek vasokontriksi dari es)
3. Memudahkan pemberian obat-obatan oral ke dalam lambung.
4. Membersihkan darah dari lambung untuk mencegah koma hepatik.
5. Persiapan endoskopi.
Bilas lambung juga dapat dilakukan dengan menggunakan air suhu
kamar. Berdasarkan percobaan pada hewan, kumbah lambung dengan air es
kurang menguntungkan, waktu perdarahan jadi memanjang, perfusi dinding
lambung menurun, dan bisa timbul ulserasi pada mukosa lambung.
Pada perdarahan saluran cerna ini dianggap terdapat gangguan
hemostasis berupa defisiensi kompleks protrombin sehingga diberikan
vitamin K parenteral dan bila diduga terdapat fibrinolisis sekunder dapat
diberikan asam traneksmat parenteral.
Produksi asam lambung yang meningkat karena stress fisik maupun
psikis ditekan dengan pemberian antasida dan antagonis reseptor H2
(ranitidine, famotidine, atau roksatidine). Antasid diharapkan bermanfaat
untuk menekan asam lambung yang sudah berada di lambung sedangkan
antagonis reseptor H2 untuk menekan produksi asam lambung. Selain itu
dengan pertimbangan bahwa proses koagulasi atau pembentukan fibrin akan
terganggu oleh suasana asam, maka diberikan antisekresi asam lambung,
mulai dari antagonis reseptor H2 sampai penghambat pompa proton
(omeprazole, lansoprazole, pantoprazole). Di samping itu terdapat obat-
obatan yang bersifat meningkatkan defense mukosa (sukralfat) yang dapat
dipakai sebagai regimen alternatif.
Pemberian obat yang bersifat vasoaktif akan mengurangi aliran darah
splanknikus sehingga diharapkan proses perdarahan berkurang atau berhenti.
Dapat dipakai vasipresin, somatostatin, atau okreotid. Vasopresin bekerja
sebagai vasokonstriktor pembuluh splanknik, sedangkan somatostatin dan
okreotid melalui efek menghambat sekresi asam lambung dan pepsin,
menurunkan aliran darah di lambung, dan merangsang sekresi mukus
lambung.2

10
Pemasangan Sengstaken-Blakemore tube (SB tube) dapat dikerjakan
pada kasus yang diduga terdapat varises esofagus. SB tube terdiri dari 2 balon
(lambung dan esopfagus). Balon lambung berfungsi sebagai jangkar agar SB
tube tidak keluar saat balon esofagus dikembangkan. Balon esofagus tersebut
secara mekanik menekan langsung pembuluh darah varises yang robek dan
berdarah. Balon SB tube memiliki 3 lumen, yaitu untuk balon lambung, balon
esifagus, dn untuk memasukkan obat-obatan atau makann ke dalam lambung
atau untuk membilas lambung dengan air es. Komplikasi yang dapt terjadi
adalah pneumonis aspirasi, kerusakan esofagus, dan obstruksi jalan napas.

11
GASTRITIS
A. DEFINISI
Nyeri epigastrium yang hilang timbul / menetap dapat disertai dengan
mual /muntah.

B. PENYEBAB
Penyebab utama gastritis adalah iritasi lambung misalnya oleh makanan yang
merangsang asam lambung, alkohol, obat atau stres. Pada keadaan ini terjadi
gangguan keseimbangan antara produksi asam lambung dan daya tahan
mukosa. Penyakit sistemik, kebiasaan merokok, infeksi kuman Helicobacter
pilori juga berperan dalam penyakit ini.

C. GAMBARAN KLINIS
- Penderita biasanya mengeluh perih atau tidak enak di ulu hati.
- Gastritis erosif akibat obat sering disertai pendarahan.
- Nyeri epigastrium, perut kembung, mual, muntah tidak selalu ada.

D. DIAGNOSIS
Nyeri ulu hati, mual / muntah, kembung dll.

E. PENATALAKSANAAN
- Penderita gastritis akut memerlukan tirah baring. Selanjutnya ia harus
membiasakan diri makan teratur dan menghindarkan makanan yang
merangsang.
- Keluhan akan segera hilang dengan antasida (Al. Hidroksida, Mg
Hidroksida) yang diberikan menjelang tidur, pagi hari, dan diantara waktu
makan.
- Bila muntah sampai mengganggu dapat diberikan tablet metoklopramid 10
mg, 1 jam sebelum makan.
- Bila nyeri hebat dapat dikombinasikan dengan simetidin 200 mg 2 x sehari
atau ranitidin 150 mg 2 x sehari
- Penderita dengan tanda pendarahan seperti hematemesis atau melena perlu

12
segera dirujuk ke rumah sakit karena kemungkinan terjadi pendarahan pada
ukak lambung yang dapat menjadi perforasi.

Sebagian efek samping AINS pada saluran cerna bersifat ringan dan
reversible. Hanya sebagian kesil yang menjadi berat yakni tukak peptic,
perdarahan saluran cerna dan perforasi. Resiko untuk mendapatkan efek
samping AINS tidak sama untuk semua orang. Faktor resiko yang penting
adalah: usia lanjut, digunakan bersama-sama steroid, riwayat pernah
mengalami efek samping AINS, dosis tinggi atau kombinasi lebih dari satu
macam AINS.

Efek samping AINS pada saluran cerna tidak terbatas pada lambung. Efek
samping padalambung memang yang paling sering. Kerusakan mukosa secara
topical terjadi karena AINS bersifat asam dan lipofilik, sehingga
mempermudah trapping ion hydrogen masuk mukosa dan menimbulkan
kerusakan. Efek sistemik AINS tampaknya lebih penting yaitu kerusakan
mukosa terjadi akibat produksi prostaglandin yang menurun . AINS secara
bermakna menekan prostaglandin. Sedangkan prostaglandin sendiri
merupakan substansi sitoprotektif yang amat penting bagi mukosa lambung.
Efek sitoproteksi itu dilakukan dengan cara menjaga aliran darah mukosa,
meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat, dan meningkatkan
epithelial defens.

13
BAB IV
ANALISIS KASUS
Dari anamnesis diperoleh data bahwa Os datang ke RSUD Palembang
BARI dengan keluhan nyeri perrut yang dirasakan disemua bagian perut lebih
dirasakan di ulu hati. Nyeri sejak 4 hari SMRS, nyeri dirasakan melilit dan
hilang timbul. Os mengeluh buang air besar berwarna hitam seperti aspal.
BAB konsistensinya agak keras berwarna hitam seperti aspal. Dalam sehari
pasien BAB sebanyak 3-4x sehari. Keluhan dirasakan, teutama bila terlambat
makan dan agak sedikit berkurang bila makan dan minum.
Os mengeluh lemas,tidak dapat melakukan aktifitas sehari hari. Nyeri
ulu hati disertai mual dan tidak muntah. Keluhan BAB hitam tidak didahului.
Demam tidak ada, tanda perdarahan seperti mimisan, gusi berdarah, bintik
meraah pada lengan dan kaki tidak ada, dan tidak terdapat penurunan berat
badan yang drastis
Sejak 1 bulan yang lalu os juga mengeluh nyeri ulu hati dan disertai
BAB warna hitam.
Os sering mengkonsumsi jamu dan obat-obatan untuk menghilangkan
pegel linu dan capek sejak 5 tahun terakhir.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya nyeri tekan pada epigastrium,
dan konjungtiva pucat.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapatkan diagnosa
sementara yaitu Melena et causa Gastritis erosif. Terdapat tanda-tanda fisis
pada pasien yang mengarahkan diagnosa pada Melena et causa Gastritis
erosif yaitu BAB yang berwarna hitam seperti Ter/aspal, mual, nyeri tekan
epigastrium, pernah mengalami riwayat gastritis sebelumnya, serta terdapat
riwayat pemakaian obat-obatan dan jamu untuk mengurangi pegel-pegel
dalam jangka waktu yang lama.
BAB yang berwarna hitam seperti ter juga diakibatkan oleh
tercampurnya darah dengan asam lambung. BAB hitam (melena) baru
dijumpai apabila terjadi paling sedikit perdarahan sebanyak 50-100 mL.
Perdarahan saluran cerna bagian atas juga dapat bermanifestasi sebagai
hematokesia bila perdarahan banyak dan aktif serta waktu transit saluran
cerna yang cepat.

14
Berdasarkan anamnesis juga, diperoleh data bahwa pasien merasa
sakit di daerah ulu hati. Sakit ini sudah dirasakan sejak beberapa bulan
terakhir dan hilang timbul. Sakit dirasakan seperti menusuk-nusuk dan perih.
Sakit hilang bila pasien makan. Kadang-kadang pasien merasa mual. Cepat
merasa kenyang dan terkadang terasa kembung. Berdasarkan keterangan ini
disimpulkan bahwa pasien pernah menderita gastritis. Gastritis adalah
inflamasi dari mukosa lambung. Gambaran klinis yang ditemukan berupa
dispepsia yang dikeluhkan pasien ini. Gastritis terjadi karena terjadi gangguan
keseimbangan faktor agresif dan defensif. Gastritis akut dapat disebabkan
oleh NSAIDs, alkohol, gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung maupun
stress. Gastritis kronik disebabkan oleh Helicobacter pylori.
Kemungkinan terjadi gastritis Akut pada pasien ini karena terdapat
riwayat pemakaian obat-obat maupun jamu pereda pegel linu. Umumnya
obat-obatan tersebut mengandung bahan-bahan yang dapat mengakibatkan
perangsangan asam lambung yang berlebihan ataupun menghambat serta
mengganggu dari fungsi perlindungan mukosa lambung terhadap asam
lambung sehingga dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan lambung.
Kandungan obat-obatan tersebut diantaranya yang terbanyak adalah NSAIDs
(Asam mefenamat) dan berbagai jenis steroid (prednisone, deksametason dll).
Efek samping NSAIDs pada saluran cerna tidak terbatas pada
lambung. Efek samping pada lambung memang yang paling sering terjadi.
NSAIDs merusak mukosa lambung malalui 2 mekanisme yakni : tropikal dan
sistemik. Kerusakan mukosa secara tropikal terjadi karena NSAIDs bersifat
asam dan lipofilik, sehingga mempermudah trapping ion hydrogen masuk
mukosa dan menimbulkan kerusakan. Efek sistemik NSAIDs tampaknya
lebih penting yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat produksi prostaglandin
menurun, NSAIDs secara bermakna menekan prostaglandin. Seperti diketahui
prostaglandin merupakan substansi sitiprotektif yang amat penting bagi
mukosa lambung. Efek sitiproteksi itu dilakukan dengan cara menjaga aliran
darah mukosa, meningkatkan sekresi mukus, dan ion bikarbonat dan
meningkatkan epithelial defense. Aliran darah mukosa yang menurun
menimbulkan adhesi neutrofil pada endotel pembuluh darah mukosa dan

15
memacu lebih jauh proses imunologis. Radikal bebas dan protease yang
dilepaskan akibat proses imunologis tersebut akan merusak mukosa lambung.
Berdasarkan penelitian, terbukti sebagai faktor resiko untuk
mendapatkan efek samping semakin besar dari penggunaan NSAIDs adalah
digunakan secara bersama-sama dengan steroid, usia lanjut > 50 tahun, dan
masih mengkonsumsi obat-obatan tersebut walaupun telah menderita
penyakit gastritis sebelumnya tanpa diberikan obat-obatan pelindung untuk
mukosa lambung.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dikatakan bahwa pasien
mengalami Melena et causa Gastritis Akut erosif.
Menentukan status hemodinamik pada saat pasien datang sangatlah
penting karena hal ini akan mempengaruhi prognosis. Di samping itu, tanda-
tanda gangguan sirkulasi perifer juga harus diwaspadai. Pada saat
pemeriksaan tidak didapatkan tanda-tanda hipovolemik sampai syok, yaitu
tekanan darah masih dalam batas normal, nadi dan napas juga dalam batas
normal serta akral tidak dingin.
Diagnosis banding pasien ini adalah Melena et causa Tukak Peptikum
dan Melena et causa varises esofagus. Berdasarkan penelitian bahwa
penyebab terbanyak dari hematemesis melena adalah diakibatkan oleh
pecahnya varises esofagus, gastritis erosif dan tukak peptikum. Gejala-gejala
yang timbul hampir sama.
Pada Hematemesis Melena yang diakibatkan oleh varises esofagus
terdapat riwayat penyakit atau kelainan hati sebelumnya, dan umumnya darah
yang dimuntahkan berwarna merah segar karena berasal dari pembuluh darah
esofagus yang pecah walaupun terdapat juga warna muntahan darah berwarna
hitam karena ada darah yang mengalir ke lambung dan bercampur dengan
asam lambung. Untuk mengetahui apakah terdapat kelainan pada hati dapat
dilakukan pemeriksaan fungsi hati seperti SGPT, SGOT dan apabila
diperlukan dapat dilakukan USG hati.
Sedangkan Melena yang dikibatkan oleh Tukak Peptikum, untuk
membedakannya dengan gastritis erosif dapat dilakukan pemeriksaan dengan
endoskopi. Pada gastritis erosif dapat dijumpai kongesti mukosa, eresi-erosi
kecil, dan kadang-kadang disertai dengan perdarahan kecil-kecil. Sedangkan

16
pada tukak peptik dapat dijumpai erosi yang lebih luas dan dalam atau luka
terbuka.
Nyeri pada tukak duedonum umumnya tidak terlokalisasi, rasa sakit
timbul waktu merasa lapar, biasanya terjadi setelah 90-3 jam post prandial
dan nyeri dapat berkurang sementara sesudah makan, minum susu atau
minum antasida. Nyeri spesifik timbul dini hari, antara tengah malam dan jam
3 dini hari yang dapat membangunkan pasien, dan rasa sakit terletak pada
daerah sebelah kanan garis tengah perut. Sedangkan rasa sakit pada tukak
lambung timbul setelah makan, dan terjadi pada daerah sebelah kiri dari garis
tengah perut.
Pemeriksaan penunjang yang diusulkan adalah Darah lengkap,
hemostasis (waktu perdarahan, pembekuan, protrombin), elektrolit (Na, K,
Cl), Fungsi hati (SGPT/SGOT, albumin, globulin), endoskopi dan USG hati.
Pemeriksaan darah berguna untuk menilai keadaan sekaligus sebagai
panduan untuk terapi. Sebagai contohnya kadar Hb dapat digunakan untuk
panduan kapan harus dilakukan tranfusi darah. Karena pasien mengalami
kehilangan darah baik melalui muntah ataupun feses, atau perdarahan di
dalam lambung maka pada pemeriksaan Hb yang diharapkan adalah
terjadinya penurunan kadar Hb. Elektrolit juga diperiksa karena ketika pasien
muntah akan terjadi juga defisit elektrolit yang hilang bersama muntahan
tersebut. Defisit elektrolit ini juga harus dikoreksi.
Pemeriksaan fungsi hati diperlukan, untuk menilai apakah telah terjadi
kelainan pada hati dan sebagai pertimbangan dalam pemberian terapi
khususnya pada obat-obatan yang di metabolisme di hati.
Endoskopi dilakukan untuk mengetahui asal tempat terjadinya sumber
perdarahan, penyebab perdarahan, aktivitas perdarahan dan sebagai
diagnostik pasti. USG hati dilakukan apabila ada indikasi untuk melihat
gambaran keadaan hati.
Terapi kausal yang diberikan pada pasien ini adalah golongan obat
penghambat pompa proton seperti Omeprazoole / Lansoprazole. Mekanisme
kerja PPI adalah memblokir enzim K+H+ATP ase yang akan memecah
K+H+ATP menghasilkan energi yang akan digunakan untu mengeluarkan
enzim HCL dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung.
Selain itu diberikan juga obat-obatan pelindung mukosa lambung
seperti sucralfate yang mekanisme kerjanya melalui pelepasan kutub

17
alumunium hidroksida yang berikatan dengan kutub positif molekul protein
membentuk lapisan fisiokokemikal pada daerah erosi, yang melindunginya
dari pengaruh agresif asam lambung. Atau dapat diberikan obat-obatan analog
prostaglandin seperti misoprostol yang dapat mengurangi sekresi asam
lambung, menambah sekresi mukus, bikarbonat dan meningkatkan aliran
darah mukosa serta pertahanan dan perbaikan mukosa lambung.
Selain itu diberikan juga obat-obatan antasida yang mempunyai
kemampuan untuk menetralkan asam lambung atau mengikatnya, seperti
Magnesium hidroksida atau Alumunium hidroksida.
Pemberian vitamin K pada kasus-kasus perdarahan saluran cerna
bagian atas diperbolahkan, dengan peetimbangan pemberian tersebut tidak
merugikan dan relatif murah. Vitamin K bermanfaat dalam proses pembekuan
darah dan dapat mengembalikan masa protrombin menjadi normal. Faktor
pembekuan darah yang bergantung pada vitamin K adalah faktor II, VII, IX,
dan X. Apabila terjadi defisiensi vitamin K maka proses pembekuan akan
berlangsung lama dan perdarahan dapat terjadi terus-menerus.
Pemberian obat-obatan antasida dan antagonis reseptor H2 tidak boleh
diberikan pada waktu yang bersamaan, karena obat-obatan antasida dapat
menghambat absorbsi dari obal-t-obatan lain. Pemberian dapat dilakukan
dengan tenggang waktu 1-2 jam. Sebagai contoh pemberian antasida
dilakukan 1 jam sebelum makan dan obat-obatan antihistamin H 2 diberikan 1
jam setelah makan. Untuk obat-obatan antagonis H 2 dan cytoprotective agent
pemberiannya boleh dilakukan secara bersama-sama. Apabila kita
menggunakan sucralfate, maka pemberiannya juga jangan diberikan
bersamaan dengan antasida, karena sucralfate membutuhkan PH asam untuk
aktivasi.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Sastroamoro, S dkk., 2007., Panduan Pelayanan Medis Departemen


Penyakit Dalam RSUP Nasional dr. Cipto Mangunkusumo., Jakarta
2. Mansjoer, A dkk., 2001., Hematemesis Melena dalam Kapita Selekta
Kedokteran Edisi ketiga Jilid I., Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia : Media Aesculapius hal.634-636
3. Adi, P., 2006., Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV., Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia., Jakarta., hal.289-292
4. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia., 2008., ISO Farmakoterapi., PT.ISFI :
Jakarta.
5. Mubin, AH., 2006., Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Edisi 2 :
Diagnosis dan Terapi, EGC : Jakarta
6. Mycek, MJ., Harvey, RA., Champe, PC., 2001., Farmakologi Ulasan
Bergambar Edisi 2., Widya Medika : Jakarta

19

You might also like