You are on page 1of 37

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
hidayah-Nyalah kami dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario satu kami sebagai hasil
diskusi kami yang berkaitan dengan kegiatan tutorial pada Stase Muatan Lokal. Kami membahas
masalah yang berkaitan dengan barotrauma khususnya Decompresi Sickness.
Kami mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan dalam menggali
semua aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan skenario serta learning
objective yang kami capai. Karena ini semua disebabkan oleh keterbatasan kami sebagai
manusia. Tetapi, kami berharap laporan ini dapat memberi pengetahuan serta manfaat kapada
para pembaca.

Mataram, Juli 2017

Gerbong 3

1
Daftar Isi

Kata pengantar .................................................................................................... 1

Daftar Isi ............................................................................................................. 2

Skenario ............................................................................................................... 3

Mapping concept ................................................................................................. 4

Learning Objective ............................................................................................... 5

Barotrauma......................................................................................................... 6

Decompression Sickness.................................................................................... 17

Arterial Gas Embolism........................................................................................ 23

Terapi Oksigen Hiperbarik.................................................................................. 26

Analisa Skenario................................................. .............................................. 34

Kesimpulan............................................................................................................. 36

Daftar pustaka ....................................................................................................... 37

2
Skenario

Seorang laki-laki berusia 38 tahun dibawa oleh instruktur diver ke suatu klinik swasta
dokter praktek umum dengan keluhan kedua tungkai mendadak lemas, diikuti
berkurangnya sensasi raba dan rasa sejak 30 menit yang lalu. Selain itu terdapat pula
bercak-bercak merah kebiruan pada bagian dada dan paha pasien yang muncul tiga
jam sebelum datang ke IGD yang awalnya terasa gatal (lihat gambar). Pasien juga
mengeluhkan perut bagian bawah terasa nyeri dan pasien belum buang air kecil sejak
beberapa jam yang lalu. Pasien merupakan seorang wisatawan mancanegara yang
berkunjung ke Gili Terawangan untuk menyelam. Dua belas jam sebelumnya, pasien
melakukan scuba-diving pada kedalaman 55 kaki (16.7 m) selama 60 menit.
Penyelaman kedua dilakukan tujuh jam yang lalu pada kedalaman 50 kaki (15.24 m)
selama 45 menit. Pasien selesai menjalani briefing untuk penyelam rekreasional dan
baru menyelam pertama kali.

3
Mapping Concept

4
Learning Objective
Barotrauma

Decompression
Sickness

Arterial Gas Embolism

Tatalaksana
Hiperbarik

Analisis Skenario

5
Barotrauma

Definisi
Barotrauma ialah kerusakan jaringan yang diakibatkan perubahan secara cepat tekanan
udara atau tekanan dalam air, yang dialami selama penerbangan atau pada saat menyelam dalam
air sehingga menyebabkan kegagalan pembukaan tuba eustachius.

Etiologi dan Klasifikasi

Barotrauma dapat terjadi ketika rongga-rongga udara dalam tubuh menjadi ruang tertutup
yang menyebabkan buntunya jaras-jaras ventilasi yang normal. Kelainan ini terjadi pada
keadaan-keadaan :
 Saat Menyelam
Saat seseorang menyelam, ada beberapa tekanan yang berpengaruh yaitu tekanan
atmosfer dan tekanan hidrostatik. Tekanan atmosfer yaitu tekanan yang ada di atas air.
Tekanan hidrostatik yaitu tekanan yang dihasilkan oleh air yang berada di atas penyelam.
Barotrauma dapat terjadi baik pada saat penyelam turun ataupun naik. Diver’s depth
gauges digunakan hanya untuk mengetahui tekanan hidrostatik (kedalaman air) dan
berada pada angka nol pada permukaan laut.
 Saat Penerbangan
Seseorang dalam suatu penerbangan akan mengalami perubahan ketinggian yang
mengakibatkan terjadinya perubahan tekanan udara sekitar. Tekanan udara akan menurun
pada saat lepas landas (naik/ascend) dan meninggi saat pendaratan (turun/ descend).
Tekanan Lingkungan yang menurun, menyebabkan udara dalam telinga tengah
mengembang dan secara pasif akan keluar melalui tuba eustachius. Jika perbedaan
tekanan antara rongga telinga tengah dan lingkungan teralu besar, maka tuba eutachius
akan menciut. Untuk memenuhi regulasi tekanan yang adekuat, terjadi perbedaan tekanan
telinga tengah dengan tekanan atmosfer yang besar selama lepas landas dan mendarat,
menyebabkan ekstensi maksimal membran tympani. Keadaan ini dapat mengakibatkan
6
pendarahan. Pada ekstensi submaksimal, akan timbul perasaan penuh dalam telinga dan
pada ekstensi maksimal berubah menjadi nyeri.
Berdasarkan letak anatomisnya, barotrauma dapat dibagi menjadi :
1. Barotrauma Telinga
 Barotrauma telinga luar
 Barotraumas telinga tengah
 Barotraumas telinga dalam
2. Barotrauma Sinus Paranasalis
3. Barotrauma Pulmonal
4. Barotrauma Odontalgia

Epidemiologi
Self-Contained Underwater Breathing Apparatus (SCUBA) telah dikembangkan sejak
tahun 1943 oleh Jacques Cousteau dan Emile Gagnon di Perancis. Penggunaan SCUBA sampai
saat ini mengalami pertumbuhan yang eksplosif dalam popularitas recreational diving. Amerika
Serikat sendiri memiliki lebih dari 3 juta penyelam aktif, dan lebih dari 250.000 penyelam
terlatih dan bersertifikat setiap tahun. Namun, pertumbuhan ini disertai dengan peningkatan
cedera yang berhubungan dengan diving, cedera yang umumnya melibatkan telinga dan sinus.
Barotrauma pada telinga tengah umumnya yang paling sering ditemukan pada penyelam di
Amerika Serikat tetapi biasanya sembuh secara spontan dan tanpa gejala sisa. Barotrauma pada
telinga dalam lebih jarang terjadi tetapi berpotensi lebih serius dan dapat menjadi permanen dan
menyebabkan disabilitas.
Barotrauma merupakan permasalahan medis yang paling umum yang terkait dengan
perjalanan menggunakan pesawat dan telah menjadi faktor penyebab kecelakaan penerbangan.
Ketika ditanyakan terkait permasalahan pada telinga selama penerbangan sebelumnya, 28 dari 43
(65%) anak-anak dan 166 dari 363 (46%) dewasa dilaporkan mengeluhkan rasa nyeri dan tidak
nyaman. Untuk penerbangan tunggal, insidensi otalgia diantara seluruh penumpang ialah 26-55
persen pada anak dan 20% pada dewasa. Pada suatu studi, 13 dari 50 anak-anak yang dilaporkan
mengeluhan rasa tidak nyaman pada telinga saat penerbangan tunggal, 31% mengalaminya pada
saat proses takeoff atau ascent, dibandingkan dengan 85% yang dialami pada saat descent atau
landing.

Patofisiologi
Penyakit yang disebabkan oleh perubahan tekanan secara umum ditemukan oleh hukum
fisika Boyle dan Henry. Hukum boyle menyatakan “suatu penurunan atau peningkatan pada
7
tekanan lingkungan akan memperbesar atau menekan (secara berurutan) suatu volume gas dalam
ruang tertutup” atau P1 x V1 = P2 x V2, dimana P adalah tekanan dan V adalah volume.
Normalnya, tekanan udara di luar dan di dalam telinga sama. Tuba eustachius berfungsi
sebagai penyeimbang kedua sisi tersebut dengan mengeluarkan atau memasukkan udara ke
telinga tengah. Barotrauma dapat terjadi ketika ruang-ruang bersis gas dalam tubuh (telinga
tengah, paru-paru) menjadi ruang tertutup dengan menjadi buntunya jaras-jaras ventilasi normal.
Bila gas tersebut terdapat dalam struktur yang lentur, maka struktur tersebut dapat rusak karena
ekspansi ataupun kompresi. Barotrauma sering terjadi pada telinga tengah, hal ini terutama
karena rumitnya fungsi tuba eustachius. Tuba eustachius secara normal selalu tertutup namun
dapat terbuka pada gerakan menelan, mengunyah, menguap, dan dengan manuver Valsava.
Apabila perbedaan tekanan melebihi 90 mmHg, maka otot yang normal aktivitasnya tidak
mampu membuka tuba. Jika perbedaan tekanan antaara rongga telinga tengah dan lingkungan
sekitar menjadi terlalu besar (sekitar 90 sampai 100 mmHg), maka bagian kartilaginosa dari tuba
eustachius akan menciut. Jika udara tidak dapat masuk melalui tuba eustachius untuk
memulihkan volume telinga tengah, maka struktur-struktur dalam telinga tengah dan jaringan
didekatnya akan rusak dengan makin bertambahnya perbedaan tekanan. Pada keadaan ini terjadi
tekanan negatif di rongga telinga tengah. Pada awalnya membran timpani tertarik ke dalam
menyebabkan membran teregang dan pecahnya pembuluh-pembuluh darah kecil sehingga cairan
keluar dari pembuluh darah kapiler mukosa dan kadang-kadang disertai dengan ruptur pembuluh
darah, sehingga cairan di telinga tengah dan rongga mastoid tercampur darah dan tampak sebagai
gambaran injeksi dan bula hemoragik pada gendang telinga. Dengan makin meningkatnya
tekanan, pembuluh-pembuluh darah kecil pada mukosa telinga tengah juga akan berdilatasi dan
pecah, menimbulkan hemotimpanum. Kadang-kadang tekanan dapat menyebabkan ruptur
membran timpani.
Terdapat dua mekanisme yang dapat menyebabkan barotrauma pada telinga dalam.
Ketika penyelam menyelam ke bawah dan mengalami kesulitan dalam menyeimbangkan tekanan
dan terus melanjutkan menyelam lebih dalam, dalam usaha menyeimbangkan tekanan, dapat
terjadi terbukanya tuba eustachius secara tiba-tiba sehingga udara masuk ke telinga tengah. Hal
ini akan menyebabkan rupturnya salah satu tingkap antara telinga tengah dan telinga dalam entah
fenestra rotundum ataupun fenestra ovalis ke telinga dalam. Kebalikannya, jika penyelam
menyelam lebih dalam dengan kesulitan untuk menyeimbangkan tekanan dan tuba eustachius
8
tidak terbuka, maka tekanan diteruskan melalui cairan spinal, menuju ke saluran koklear ke
ruang perlimfatik pada telinga dalam. tingkap bundar atau lonjong dapat ruptur.
Pasien dengan barotrauma pada penerbangan, gangguan yang terjadi adalah saat
penumpang pesawat mengalami infeksi pernafasan dan pembengkakan mukosa tuba eustachius.
Saat lepas landas, tekanan udara di lingkungan turun dan tekanan pada telinga tengah sangat
tinggi. Akan tetapi, tekanan akan turun oleh tuba eustachius ketika menelan, dan gejala menjadi
tidak terlalu berat. Sayangnya, mukosa tuba bertindak sebagai keran satu arah, dan masalah yang
sebenarnya terjadi ketika pesawat mendarat. Pada saat pesawat hendak mendarat, tekanan
atmosfer di lingkungan meningkat secara cepat dan tuba eustachius yang bengkak pada
nasofaring mencegah aerasi telinga tengah. Hal ini menyebabkan kolapsnya gendang telinga ke
dalam, dan pembuluh darah pada telinga tengah dapat ruptur dan mengalami perdarahan
kemudian menyebabkan hemotimpanum. Hal ini dapat berlangsung hingga berhari-hari.
Hukum henry menyatakan bahwa daya larut udara pada cairan secara langsung sebanding
dengan tekanan pada udara dan cairan. Sehingga, ketika tutup botol soda dibuka, terbentuk
gelembung pada saat udara dilepaskan dari cairan. Sebagai tambahan, ketika nitrogen pada tank
udara penyelam larut pada jaringan lemak atau cairan sinovial penyelam saat menyelam,
nitrogen akan dilepaskan dari jaringan tersebut ketika penyelam naik menuju lingkungan dengan
tekanan yang lebih rendah. Hal ini akan terjadi secara perlahan dan bertahap jika penyelam naik
secara perlahan dan bertahap, dan nitrogen akan memasuki pembuluh darah dan menuju ke paru-
paru dan dikeluarkan saat bernafas. Akan tetapi, jika penyelam naik secara cepat, nitrogen akan
keluar dari jaringan secara cepat dan membentuk gelembung udara. Gelembung yang terbentuk
akan mempengaruhi jaringan dalam banyak cara. Gelembung dapat membentuk obstruksi pada
pembuluh darah yang dapat mengarah ke cedera iskemik. Hal ini dapat berakibat fatal bila terjadi
pada area tertentu pada otak. Kehilangan pendengaran (tuli mendadak) dapat terjadi bila
gelembung udara membentuk oklusi pada pembuluh darah arteri labirin yang kemudian
meyebabkan iskemik pada koklea. Gelembung juga dapat membentuk suatu permukaan dimana
protein dari pembuluh darah dapat melekat, terurai, dan membentuk gumpalan atau sel-sel
radang. Sel-sel radang ini dapat menyebabkan kerusakan endotel dan kerusakan jaringan yang
permanen.

Diagnosis
Anamnesis
9
Pada anamnesis umumnya didapatkan adanya riwayat menyelam atau penerbangan
dimana terdapat perubahan cepat pada tekanan lingkungan. Secara spesifik, barotrauma juga
dapat ditemukan riwayat ventilasi tekanan positif yang mengakibatkan peningkatan tekanan paru
sehingga menyebabkan terjadinya pulmonary barotrauma. Pasien dengan barodontalgia biasanya
memiliki satu atau lebih keadaan sebagai berikut yaitu karies, inflamasi periapikal akut maupun
kronik, kista gigi residual, sinusitis, maupun riwayat operasi gigi dalam waktu dekat. Riwayat
infeksi telinga tengah maupun luar juga dapat menjadi penanda barotrauma telinga tengah
maupun luar. Pada sinus barotrauma biasanya pasien memiliki riwayat rhinitis dan polip nasi.
Tiga gejala klinis yang terdapat pada barotrauma secara umum adalah: efek pada sinus
atau telinga tengah, penyakit dekompresi, dan emboli gas arteri. Barotrauma yang terjadi pada
saat penurunan disebut squeeze, sedangkan barotrauma yang terjadi pada saat penyelam naik dari
kedalaman secara cepat disebut reverse squeeze atau overpressure. Manifestasi klinis pada
barotrauma bergantung pada daerah yang mengalami gangguan yang dijabarkan pada Tabel
berikut.

Barotrauma Gejala Tanda


Penurunan (Squeeze) (Symptom) (Sign)
Telinga Luar  Ear Discomfort  Swelling dan perdarahan
 Nyeri pada Membran Timpani
 Hematom pada MAE
 Retraksi Membran Timpani
ke Lateral
Telinga Tengah  Nyeri (Sebelum  Retraksi Membran Timpani
Ruptur Membran ke Medial
 Dapat Terjadi Perforasi
Timpani)
 Vertigo Membran Timpani
 Tinnitus
Telinga Dalam  Tinnitus  Ruptur Fenestra Ovale dan
 Vertigo Persisten Rotundum
 Tuli Sensorineural
Sinus Paranasalis  Nyeri pada regio sinus  Transluminasi redup
 Ditemukannya sekret pada
yang terkena
 Nyeri pada gigi atas meatus nasi media
 Perdarahan minimal
dari hidung

10
Tabel 3.1 Tanda dan Gejala Klinis pada Squeeze Barotrauma.

11
Barotrauma Saat Naik Gejala Tanda
(Overpressure) (Symptom) (Sign)
Telinga Tengah  Nyeri  Parese Nervus Fasialis
Sinus Paranasalis  Nyeri pada regio sinus  Transluminasi redup
 Ditemukannya sekret pada
yang terkena
 Nyeri pada gigi atas meatus nasi media
 Perdarahan minimal
dari hidung
Tabel Tanda dan Gejala Klinis pada Overpressure Barotrauma.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus disesuaikan dengan riwayat pasien. Pemeriksaan fisis secara
umum harus dilakukan dengan menekankan pada telinga, sinus, dan leher serta paru-paru,
kardiovaskular, dan sistem neurologi. Pada sinus, inspeksi mukosa nasal untuk polip, perdarahan
atau lesi. Palpasi dan transluminasi sinus untuk memeriksa adanya perdarahan. Perkusi gigi atas
dengan spatel untuk melihat adanya nyeri tekan pada sinus. Pada telinga inspeksi secara hati-hati
membran timpani, lihat apakah ada tanda-tanda: kongesti di sekitar umbo, berapa persen
membran timpani yang rusak, jumlah perdarahan di belakang gendang telinga, bukti ruptur
membran timpani. Pemeriksaan fisis dapat ditemukan retraksi, eritema, dan injeksi atau
perdarahan pada membran timpani. Gejala yang lebih berat berupa otitis, hemotimpanum, dan
perforasi membran timpani. Selama inspeksi pada telinga, dapat ditemukan penonjolan ringan ke
arah luar atau ke dalam dari gendang telinga. Jika kondisi memberat, mungkin didapatkan darah
atau memar di belakang gendang telinga. Palpasi untuk mencari nyeri tekan pada tuba eustachius.
Kelainan membran timpani dapat dilihat melalui pemeriksaan otoskopi. Membran
timpani tampak mengalami injeksi dengan pembentukan bleb hemoragic atau adanya darah di
belakang gendang telinga. Kadang-kadang membran timpani akan mengalami perforasi. Bila
gejala menetap setelah perjalanan udara tersebut, biasanya tes garputala audiometrik akan
menunjukkan tuli konduktif ringan di telinga yang terkena. Periksa keseimbangan dan
pendengaran pasien, serta mengevaluasi membran timpani berdasarkan skala Teed yaitu :
 Teed 0 – tidak ada kerusakan yang terlihat, telinga normal

12
 Teed 1 – kongesti sekitar pars flaksida, umbo dan vascular strip
 Teed 2 – kongesti menyeluruh pada membran timpani
 Teed 3 – perdarahan pada telinga tengah
 Teed 4 – perdarahan luas pada telinga tengah disertai gelembung darah yang terlihat di
belakang membran timpani; membran timpani mungkin ruptur
 Teed 5 – seluruh telinga tengah diisi oleh darah yang berwarna gelap (deoksigenasi).

Gambar Derajat Kerusakan Membran Timpani Berdasarkan Skala Ted.


Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita barotrauma yaitu :
 Darah Lengkap
Pasien yang memiliki hematokrit lebih dari 48% memiliki sekuele neurologis yang
persisten selama 1 bulan setelah perlukaan.
 Kadar Serum Creatinin Phosphokinase
Peningkatan kadar serum kreatin fosfokinase menandakan peningkatan kerusakan
jaringan karena mikroemboli.
 Foto Thoraks dan CT Scan

13
Foto x-ray thorax jika pasien mengeluh adanya kesulitan bernafas. Pemeriksaan
penunjang lainnya berupa CT-Scan kepala untuk melihat apakah terdapat embolisme
udara pada otak.
 PTA
PTA dilakukan untuk menentukan apakah terjadi tuli konduktif atau tuli sensorineural.
 Timpanometri
Timpanometri dilakukan untuk melihat apakah ada cairan di dalam cavum timpani serta
untuk melihat fungsi dari tuba.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dapat ditentukan berdasarkan letak anatomis terjadinya barotrauma yaitu :
 Barotrauma Telinga Luar
Pengobatan barotrauma pada meatus akustikus eksternus adalah simtomatik dan dapat
termasuk analgesik topikal (drops) atau dengan steroid topikal (misalnya asam asetat
yang diencerkan dengan hidrokortison). Menyelam dapat dilanjutkan setelah kerusakan
jaringan teratasi.
 Barotrauma Telinga Tengah
Pengobatan barotrauma telinga tengah umumnya simtomatik. Berdasarkan beberapa
studi, penggunaan rutin agen antibiotik dan dekongestan nasal oral atau topikal belum
terbukti berguna. Kebanyakan perforasi telinga sembuh secara spontan. Diving dapat
dilanjutkan setelah kontusio telinga tengah atau perforasi membran timpani telah
sembuh dan setelah kondisi predisposisi (misalnya, septum deviasi atau alergi hidung)
dikendalikan.
 Barotrauma Telinga Dalam
Pengobatan barotrauma telinga dalam terdiri dari istirahat (dengan sedasi, jika perlu)
selama 7 sampai 10 hari. Aktivitas berat dihindari selama 6 minggu. Nose blowing tidak
diperbolehkan, dan bersin dilakukan melalui mulut terbuka. Untuk meminimalkan efek
valsava pada telinga bagian dalam saat buang air besar, penggunaan pencahar
dianjurkan. Pada kasus ini terapi awal yang diberikan ialah kortikosteroid oral, memulai
terapi prednison dengan dosis 60 mg / hari dan meruncing terapi ini untuk 0 mg dalam
waktu 2 minggu. Penggunaan carbogen inhalasi atau histamin sublingual belum terbukti

14
berguna. Jika pasien asimtomatik dan memiliki pendengaran normal di frekuensi
berbicara setelah pengobatan, sebaiknya menyelam dapat dilanjutkan setelah 6 bulan
 Barotrauma Sinus Paranasalis
Agen antibiotik atau dekongestan oral atau nasal tidak secara rutin digunakan,
tergantung pada sejauh mana barotrauma. Penyelam biasanya dapat kembali menyelam
dalam waktu 6 minggu, jika film X-ray menunjukkan bahwa sinus telah bersih (jika
radiografi awalnya dilakukan) dan jika ada kondisi predisposisi yang mendasari telah
diperbaiki (yaitu dengan pengobatan pada coexistent infection, alergi, deviasi septum,
atau polip).

Tindakan Preventif
Usaha preventif terhadap barotrauma dapat dilakukan dengan selalu mengunyah permen
karet atau melakukan perasat Valsava, terutama sewaktu pesawat terbang mulai turun untuk
mendarat.
Barotrauma dapat dicegah dengan menghindari terbang ataupun menyelam pada waktu
pilek dan menggunakan teknik pembersihan yang tepat. Jika terasa nyeri, agaknya tuba
eustachius telah menciut. Yang harus dikerjakan jika ini terjadi pada saat menyelam adalah
hentikan menyelam atau naiklah beberapa kaki dan mencoba menyeimbangkan tekanan kembali.
Hal ini tidak dapat dilakukan jika sedang terbang dalam pesawat komersial, maka perlu untuk
mencegah penciutan tuba eustachius. Metode terbaik adalah dengan mulai melakukan manuver-
manuver pembersihan dengan hati-hati beberapa menit sebelum pesawat mendarat. Jika pasien
harus terbang dalam keadaan pilek, maka sebaiknya menggunakan dekongestan semprot hidung
atau oral.. Tindakan prefentif terdiri atas nasal spray vasokonstriktor 12 jam sebelum
penerbangan, dekongestan oral dan mengunyah permen karet ketika mendarat.

Komplikasi
Barotrauma tclinga lcngah tidak jarang menimbulkan kerusakan telinga dalam.
Kerusakan telinga dalarn merupakan tnasalah yang serius dan mungkin memerlukan
pembedahan untuk mencegah kehilangan pcndengaran yang menetap. Tinitus yang rnenetap,
vertigo dan tuli sensorineural adalah gejala-gejala kerusakan telinga dalam.

Prognosis

15
Pada kasus-kasus Barotrauma yang berat (misalnya pada barotrauma telinga dalam),
diperlukan waktu 4-6 minggu untuk proses penyembuhan. Barotrauma umumnya dapat sembuh
tanpa pengobatan (self-limiting).

16
Decompression Sickness / Caisson’s
Dissease

Pengertian penyakit dekompresi (Caisson’s Disease)

Penyakit dekompresi terjadi akibat perubahan tekanan barometrik, biasanya terjadi pada
penyelam.

Faktor-faktor risiko dan penyebab penyakit dekompresi (Caisson’s Disease)

Beberapa faktor risiko yang diyakini dapat meningkatkan insidensi penyakit dekompresi:

1. Lemak tubuh

Terdapat teori bahwa nitrogen dapat tereabsorpsi dengan mudah ke dalam jaringan lemak,
jadi penyelam yang memiliki berat badan berlebih memiliki risiko yang lebih besar untuk
mengalami penyakit dekompresi.

2. Aktivitas

Sangat menarik bahwa aktivitas memiliki efek positif dan negatif. Aktivitas fisik setidaknya
12 jam sebelum menyelam dapat memproduksi protein yang melindungi tubuh dan
menurunkan risiko penyakit dekompresi. Di sisi lain, aktivitas fisik kurang dari 12 jam
sebelum penyelaman dapat meningkatkan sejumlah gas mikronuklei di mana dapat
membentuk gelembung dan meningkatkan insidensi penyakit dekompresi. Melakukan
aktivitas fisik sesaat setelah menyelam dapat meningkatkan risiko pembentukan gelembung
karena tekanan darah meningkat dan gelembung dapat dengan mudah ditransfer dari vena ke
arteri dalam sistem sirkulasi.

3. Jenis kelamin

17
Secara teori, wanita memiliki risiko tinggi mengalami penyakit dekompresi karena wanita
secara khusus memiliki massa lemak tubuh yang lebih tinggi. Tetapi belum ada penelitian
yang dapat membuktikan hal ini.

4. Usia

Secara umum, orang dengan usia tua memiliki risiko tinggi terkena penyakit dekompresi.

Tipe-tipe penyakit dekompresi (Caisson’s Disease)

1. Penyakit dekompresi tipe I

Penyakit dekompresi tipe I ditandai dengan adanya satu atau kombinasi gejala-gejala berikut:
nyeri ringan yang berlangsung selama kira-kira 10 menit, gatal atau kulit seperti tertarik yang
menyebabkan sensasi gatal dan terbakar pada kulit, cutis marmorata yaitu ruam papul/plak
pada kulit berwarna biru-merah yang tersebar pada bagian tubuh. Cutis marmorata ini
disebabkan oleh amplifikasi emboli gas dalam kapiler kutaneus. Keterlibatan kelenjar limfe
jarang dan biasanya ditandai dengan edema pitting yang tidak nyeri. Beberapa ahli
menyebutkan bahwa anoreksi dan kelelahan yang berlebihan usai menyelam merupakan
manifestasi penyakit dekompresi tipe I. Nyeri seperti diikat terjadi pada sebagian besar
penderita (70-85%) dengan penyakit dekompresi tipe I. Nyeri adalah gejala klinis yang
paling sering pada penyakit dekompresi tipe ringan dan biasanya dideskripsikan seperti nyeri
tumpul, nyeri terhujam, dan nyeri seperti sakit gigi dan biasanya terjadi pada persendian,
tendon, dan jaringan. Sendi bahu biasanya merupakan sendi yang paling sering terkena.
Kadangkala penyelam menganggap hal ini sebagai suatu tarikan biasa sebuah otot yang
overexercise.

2. Penyakit dekompresi tipe II Penyakit dekompresi tipe II memiliki karakteristik yaitu gejala-
gejala pulmoner, syok hipovolemia, dan keterlibatan sistem saraf. Gejala-gejala klinis
biasanya mulai segera tetapi bisa juga tertunda sampai 36 jam.

 Sistem saraf

Medulla spinalis adalah lokasi tersering pada penyakit dekomrpesi tipe II, yang gejalanya
menyerupai trauma medulla spinalis. Nyeri pada tulang belakang dapat mulai beberapa

18
menit sampai jam usai menyelam dan dapat berujung pada paresis, paralisis, parestesia,
dan hilangnya kontrol spinchter, dan nyeri pada badan bagian bawah.

 Mata

Ketika penyakit dekompresi mengenai otak, banyak gejala yang dapat terjadi. Skotomata
negatif, nyeri kepala, gangguan penglihatan, pusing, perubahan status mental dapat
terjadi

 Telinga

Jika mengenai labirinti, penyakit dekompresi dapat memberikan gejala mual, muntah,
vertigo, dan nystagmus, serta tinnitus dan ketulian parsial.

 Pulmo

Jika mengenai pulmo, penyakit dekompresi dapat memberikan gejala berupa perasaan
terbakar pada substernal ketika inspirasi, batuk non produktif yang dapat menjadi
paroksismal, dan distres pernapasan yang berat

 Sistem sirkulasi

Dapat terjadi peningkatan hematokrit sesuai dengan kedalaman penyelaman. Hal ini
dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemia.

Gejala dan tanda klinis penyakit dekompresi (Caisson’s Disease)

1. Anamnesis

 Lokasi penyelaman
 Waktu kejadian
 Maksimum kedalaman saat penyelaman
 Waktu yang dihabiskan saat penyelaman
 Peralatan-peralatan yang digunakan
 Keadaan pasien sebelum, selama, dan setelah penyelaman
 Pertolongan pertama yang diberikan
 Apakah ada gejala seperti kelelahan, kelemahan, keringat, malaise, atau anoreksia
 Gejala-gejala muskuloskeletal seperti nyeri sendi, tendonitis, krepitus, nyeri tulang
belakang, atau ekstremitas yang memberat
19
 Gejala perubahan status mental seperti kebingungan, tidak sadar, perubahan kepribadian
 Gejala mata dan telinga: diplopia, penglihatan kabur, paresis otot-otot ekstraokular,
tinnitus, atau gangguan pendengaran Gejala-gejala pada kulit seperti gatal
 Gejala-gejala pulmoner, seperti sesak, batuk nonproduktif, atau hemoptisis
 Gejala-gejala kardiak, seperti nyeri dada tertusuk atau terbakar.
 Gejala-gejala gastrointestinal, seperti nyeri perut, inkontinensia alvi, nausea atau muntah
 Gejala-gejala genitourinaria, seperti inkontinensi urine atau retensi urine
 Gejala-gejala neurologis seperti parestesia, parese, paralisis, migrain, vertigo,  disarthria,
atau ataksia
 Gejala-gejala limfatik

2. Pemeriksaan Fisik

 Umum – lemas, atau syok


 Status mental – ada tidaknya disorientasi
 Mata – defek lapangan pandang, perubahan pada pupil, ada tidaknya gelombang udara
pada pembuluh darah retina, atau nystagmus
 Mulut – tanda Liebermeister (daerah pucat yang berbatas tegas pada lidah)
 Pulmo – takipnea, gagal napas, distres pernapasan, hemoptisis
 Jantung – takikardia, hipotensi, disritmia, atau Hamman sign
 Gastrointestinal – muntah
 Genitourinaria – distensi kandung kemih, menurunnya produksi urin
 Neurologi – hiperestesia, hipoestesia, paresis, kelemahan spinchter ani, menghilangnya
refleks bulbocavernosus, defisit motorik dan sensorik, kejang fokal, kejang umum, atau
ataksia
 Muskuloskeletal – menurunnya ROM
 Limfatik – limfadema
 Kulit – gatal, hiperemia, sianosis, atau pucat

Pemeriksaan penunjang pada penyakit dekompresi (Caisson’s Disease)

1. Laboratorium Pada penderita yang dicurigai mengalami penyakit dekompresi yang disertai
dengan perubahan status mental, maka hal-hal yang pelu dievaluasi adalah kadar glukosa
darah, darah lengkap, kadar natrium, magnesium, kalsium, dan fosfor, saturasi oksigen, kadar
etanol dan skrining obat-obatan lainnya, level karboksihemoglobin. Pada penderita yang
dicurigai mengalami penyakit dekompresi yang disertai dengan syok, maka hal-hal yang
perlu dievaluasi adalah kadar glukosa darah, darah lengkap, elektrolit dan ureum kreatinin,
asam laktat, PT/aPTT/INR, level karboksihemoglobin

20
2. Radiologi Foto toraks, untuk mencari bukti adanya pneumotoraks, pneumomediastinum,
emfisema subkutis, pneumoperikardium, perdarahan alveolar, dan menurunnya aliran darah
pulmoner yang disebabkan oleh emboli pulmoner nirogen. CT Scan kepala, jika status
mental tidak membaik dengan menggunakan terapi hiperbarik, pertimbangkan etiologi lain.
MRI, untuk melihat ada tidaknya lesi fokal medulla spinalis, atau kerusakan jaringan otak
akibat embolisasi gas arterial

3. Pemeriksaan penunjang lainnya, meliputi EKG dan/atau evaluasi saturasi oksigen.

Tatalaksana penyakit dekompresi (Caisson’s Disease)

1. Selamatkan pasien dari air dan lakukan imobilisasi bila dicurigai terdapat trauma

2. Berikan oksigen 100%, intubasi bila perlu, dan berikan larutan Ringer Laktat secara
intravena

3. Aspilet sebagai antiplatelet dapat diberikan jika pasien tidak mengalami perdarahan, tetapi
belum ada bukti tentang hal ini. Gelembung nitrogen berinteraksi dengan platelet, dan
menyebabkan adhesi dan aktivasi, yang diduga berkontribusi pada obstruksi venavena mikro
dan menyebabkan iskemia pada penyakit dekompresi.

4. Juga tidak ada data yang mendukung pemberian terapi adjunctive, seperti rekompresi dengan
helium/oksigen dan OAINS.

5. Lakukan resusitasi kardiopulmoner jika perlu, atau needle torakosentesis jika terdapat
pneumotoraks tension

6. Jangan memposisikan pasien pada posisi Trendelenburg. Menempatkan pasien pada posisi
kepala di bawah dulu dilakukan untuk mencegah terjadinya embolisasi udara ke otak. Tetapi
sekarang prosedur ini tidak dilakukan lagi karena dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial dan menyebabkan rusaknya sawar darah otak.

7. Segera transport ke rumah sakit yang memiliki fasilitas hiperbarik.

Komplikasi pada penyakit dekompresi (Caisson’s Disease)


21
Dapat berupa paralisis residual, nekrosis miokardial, dan beberapa komplikasi lainnya
akibat iskemik

22
Arterial Gas Embolism

Definisi

Emboli gas arterial dapat didefinisikan sebagai perluasan gas alveolar, yang masuk ke
pembuluh darah paru yang pecah, bergerak ke sisi kiri jantung, dan masuk ke dalam sirkulasi
sistemik.

Patofisiologi

Tekanan yang berlebih pada paru dapat menyebabkan emboli gas besar . Saat pecah ke
dalam vena pulmonal memungkinkan gas alveolar masuk ke sirkulasi sistemik. Emboli gas bisa
masuk ke arteriole koroner, serebral, dan sistemik lainnya. Gelembung gas ini terus berkembang
seiring dengan turunnya tekanan turun, sehingga meningkatkan keparahan gejala klinis.

Gejala dan tanda tergantung pada tempat emboli . Embolisasi arteri koroner dapat
menyebabkan infark miokard atau disritmia. Emboli arteri serebral dapat menyebabkan stroke
atau kejang. Terjadi ketika seorang penyelam naik dari air dan memperluas gas dicegah melalui

23
rute normal, yaitu glotis. Emboli gas yang dihasilkan biasanya beredar ke otak, dan kurang
umum ke tempat lain. "Tidak mengherankan, pasien dengan AGE sering memiliki gejala mirip
tromboembolik. Oleh karena itu, gejala awal yang umum dapat mencakup defisit motor dan
sensorik unilateral dan bilateral, gangguan bicara dan penglihatan, sakit kepala, kebingungan,
dan kondisi yang lebih serius seperti kejang, koma, dan kematian. Untuk mencegah terjadinya
AGE, Idealnya penyelam harus naik kurang dari 9 m per menit.

Diagnosis

Membedakan AGE serebral dari DCS neurologis tipe II biasanya didasarkan pada gejala
yang terjadi tiba-tiba. Gejala AGE biasanya terjadi dalam 10-20 menit setelah muncul. Beberapa
sistem mungkin terlibat. Gambaran klinis dapat terjadi secara tiba-tiba atau bertahap, dimulai
dengan pusing, sakit kepala, dan rasa cemas yang berlebihan. Gejala yang lebih parah, tidak
responsif, shock, dan kejang, dan hal ini bisa terjadi dengan cepat. Gejala neurologis bervariasi,
dan dapat menyebabkan kematian. DCS dari SSP secara klinis serupa dengan AGE. Keduanya
sama-sama memerlukan recompression.

Diagnosis AGE, Secara sederhana, adalah terjadinya gejala neurologis baru yang terjadi
selama atau segera setelah menyelam. Karena diketahui bahwa gejala AGE segera terjadi.
Setelah menyelam, biasanya dalam beberapa menit, Angkatan Laut AS telah mengadopsi
"aturan 10 menit", Yang menyatakan bahwa setiap gejala neurologis yang terjadi dalam waktu 10
menit muncul dari kedalaman menyelam dalam jumlah berapa pun dianggap sebagai hasil AGE.
Gejala neurologis atau hilangnya kesadaran dapat membedakan antara AGE dan near drowning
bisa menjadi tantangan besar bagi tenaga kesehatan untuk mengobati.

Tatalaksana

Semua kasus suspek AGE harus dirujuk untuk dilakukan pengobaatan rekompresi (hiperbarik
oksigen terapi) sesegera mungkin. Yang merupakan pengobatan yang utama dari kondisi
tersebut.Inisial manifestasi neurologik dari AGE dapat kembali normal perlahan.

Penanganan Pre-Hospital

 Sebelum di rekompresi, penyelam diberikan oksigen 10L/m dengan NRM

24
 Jaga posisi pasien di posisi Trendelenberg bergantian dengan posisi supine

 Siapkan alat resusitasi jantung dan advanced airway apabila dibutuhkan

 Telepon fasilitas medis yang memiliki chamber rekompresi

 Apabila evakuasi menggunakan udara, gunakan pesawat atau helicopter unpressurized


dan terbang tidak melebihi ketinggian 305 meter (1000feet) diatas permukaan laut, jika
memungkinkan

 IV access cairan isotonic

 Perhatikan urin output terjaga di 1-2 ml/jam

 Cegah hipotensi

Terapi Rekompresi

Pengobatan hiperbarik terdiri dari meningkatkan secara cepat tekanan ambien


(rekompresi) untuk mengurangi volume gelembung intravascular dan mengembalikan perfusi
jaringan. Menggunakan

Pencegahan Pulmonari Barotrauma dan Arterial Gas Embolism

Penyelam diingatkan bahwa perubahan volume intrathorakal dapat terjadi di kedalaman


dangkal dan dilatih untuk melakukan openairway selama ascent terutama di 3msw terakhir dari
permukaan. Penyelam dapat melakukan exhalasi secara terus menerus saat emergency ascent,
dengan tujuan meningkatkan ventilasi udara di dalam paru.

25
Terapi Oksigen Hiperbarik

Definisi

Oksigen hiperbarik merupakan suatu intervensi dimana seorang individu bernapas dengan
oksigen 100% di dalam ruangan hiperbarik yang diberi tekanan lebih tinggi dari tekanan
permukaan laut (1.4 atmosfer absolut [ATA]).
Terapi Oksigen Hiperbarik merupakan terapi di mana pasien bernapas dengan oksigen 100%
selama berada di suatu ruangan yang bertekanan lebih tinggi dari tekanan permukaan laut.
Indikasi

Secara umum terapi hiperbarik dikategorikan menjadi dua, yaitu terapi rekompresi akibat
gangguan dekompresi dan terapi klinis yang tidak berhubungan dengan dekompresi. Terapi
hiperbarik akibat dekompresi merupakan terapi primer, yang berarti bahwa terapi hiperbarik
merupakan terapi utama yang dibutuhkan untuk mengatasi penyebab dekompresi tersebut,
sedangkan terapi klinis dengan hiperbarik hanya sebagai adjuvant terapi atau terapi tambahan
yang dapat membantu mempermudah atau mempercepat proses penyembuhan dari suatu
penyakit. Berikut merupakan indikasi terapi hiperbarik yang telah di analisa oleh UHMS
(Undersea and Hiperbaric Medicine Society, US).

Sebagai Terapi Rekompresi

TOHB sebagai terapi rekompresi memiliki prinsip yang sama yaitu membuat kondisi tubuh
menjadi seperti berada dalam suasana penyelaman sehingga kembali terjadi proses kompresi
yang membuat udara dalam tubuh menjadi lebih larut terhadap cairan, yang kemudian
dilanjutkan dengan kondisi tekanan udara luar sekitar berkurang secara bertahap dan perlahan
yang mengakibatkan udara di dalam tubuh keluar secara perlahan dan gelembung yang sudah
ada sebelumnya juga dapat mengecil dan dapat dikeluarkan dari tubuh.

1. Decompression sickness

2. Air or Gas Embolism

Sebagai terapi klinis akibat yang lainnya


26
1. Keracunan karbon monoksida (CO)

Gas karbon monoksida dapat berikatan dengan hemoglobin empat kali lebih kuat dari oksigen,
sehingga sel tubuh tidak mendapatkan pasokan oksigen yang cukup. TOHB membuat oksigen
terlarut dalam plasma sehingga dapat menjamin perfusi sel-sel dan jaringan selama
karbonmonoksida berikatan dengan hemoglobin. Selain itu, tekanan yang lebih besar juga
mengakibatkan displacement karbonmonoksida akibat afinitas yang berkurang dan tergantikan
oleh oksigen yang lebih banyak.

2. Gas Gangrene

Gas gangrene atau clostridial myositis dan myonecrosis merupakan bakteri anaerob yang
menghasilkan beberapa toksin yang menyebabkan gangrene atau nekrosis pada jaringan tubuh.
Pemberian oksigen 100% pada terapi TOHB dapat membantu membunuh bakteri dengan
membuat formasi oksigen radikal bebas dalam keadaan tidak adanya enzim pereduksi radikal
bebas seperti superoksida dismutase, katalase, dan peroksidase pada bakteri.

3. Crush Injury, Sindrom Kompartemen, trauma iskemia akut lainnya

Penggunaan oksigen hiperbarik pada crush injury, sindrom kompartemen, atau trauma iskemia
lainnya berfungsi dengan cara menyediakan oksigen ke jaringan yang hipoksia selama periode
pasca cedera awal saat perfusi sel tidak memadai dan juga meningkatkan tegangan jaringan
terhadap oksigen ke tingkat yang cukup untuk respon host agar berfungsi dengan baik.

4. Anemia berat

TOHB dapat membantu perbaikan klinis dengan mengakumulasi kekurangan oksigen pada
anemia berat yang tidak memungkinkan untuk dilakukan transfuse karena keadaan atau
kepercayaan tertentu. Oksigen diakumulasi di jaringan tubuh dengan difusi atau kelarutan
oksigen pada cairan dan jaringan akibat tekanan sekitar yang lebih tinggi.

5. Abses intracranial

Tekanan oksigen yang tinggi pada TOHB dapat menghambat flora yang ditemukan pada abses
intracranial yang sebagian besar bersifat anaerob. Oksigen hiperbarik dapat menyebabkan

27
reduksi pada edema otak perifokal, dan sangat potensial dalam membantu mekanisme host
defence.

6. Infeksi jaringan lunak nekrotik

Oksigen hiperbarik dapat membantu mengurangi jumlah disfungsi leukosit pada area yang
mengalami hipoksia jaringan dan infeksi dan menyediakan oksigenasi pada area iskemi yang
dapat mengurangi penyebaran dan progresifitas dari infeksi. Difusi oksigen pada plasma dalam
sirkulasi juga membantu jaringan dengan perfusi yang buruk, dan mengurangi toksisitas
sistemik. Pada kasus dengan penggunaan antibiotic, TOHB dapat membantu penetrasi antibiotic
pada bakteri targetnya.

7. Osteomyelitis

TOHB dapat membuat hiperoksigenisasi pada daerah sekitar luka, meredakan peradangan, serta
mengaktivasi osteoklast. Selain itu, TOHB juga membantu menstimulasi produksi growth factors
dan meningkatkan suplementasi ke tulang.

8. Delayed Radiation Injury (Soft tissue and Bony Necrosis)

Terapi oksigen hiperbarik dapat menghambat efek atau cedera akibat radiasi yang akan muncul
belakangan. Cedera akibat radiasi dapat diklasifikasikan menjadi akut, sub akut atau komplikasi
yang lambat. Cedera akut dapat sembuh sendiri dan diberi terapi simptomatis. Cedera sub akut
hanya dapat diketahui pada beberapa sistem organ. Komplikasi radiasi baru dapat terlihat setelah
periode laten atau sekitar enam bulan atau lebih dan bias terus berkembang bertahun-tahun
setelah paparan radiasi. Penyebab cedera tersebut adalah obliterasi vascular dan fibrosis stroma.
Terapi oksigen hiperbarik dapat menstimulasi angiogenesis dan menginduksi neovaskularisasi
pada jaringan yang hipoksia, beberapa penelitian juga menunjukkan TOHB dapat menginduksi
sel punca dengan meningkatkan nitrit oksigen.

9. Arterial insufficiencies

Insufisiensi arteri yang dimaksud adalah untuk oklusi arteri sentral pada retina (CRAO) dan
mempercepat penyembuhan pada luka tertentu. Pada CRAO, oksigen hiperbarik berfungsi untuk
menyuplai oksigen pada sel koroid di mata. Pada penyembuhan luka tertentu, TOHB pada

28
prinsipnya membantu mencegah hipoksia sel dan jaringan, replikasi fibroblast, deposisi kolagen,
membantu proses angiogenesis, dan proses pembunuhan bakteri oleh leukosit intraselular.

10. Compromised Graft and Flaps

TOHB pada prinsipnya membantu mencegah hipoksia sel dan jaringan, replikasi fibroblast,
deposisi kolagen, dan membantu proses angiogenesis skin graft atau flap sehingga dapat
mempercepat proses penyembuhan jaringan yang dilakukan graft atau flap.

11. Trauma luka bakar akut

TOHB membuat hiperoksigenisasi pada daerah sekitar luka, meredakan peradangan, serta
membantu proses epitelisasi jaringan kulit, deposisi kolagen, dan perbaikan kegagalan
mikrosirkulasi akibat dipicu terjadinya angiogenesis pada sel.

12. Idiopathic Sudden Sensorineural Hearing Loss

TOHB mengatasi hipoksia relatif pada badan koklea dan kanalis vestibulum, mengurangi
viskositas cairan endolimfe, serta dapat berfungsi sebagai mekanisme antibacterial.

Chamber (Ruang) Hiperbarik

Chamber hiperbarik terbagi menjadi dua tipe, yaitu monolock atau monoplace dan
multilock atau multiplace chamber. Monolock chamber merupakan chamber hiperbarik yang
terdiri atas satu ruangan saja, sedangkan multilock chamber merupakan chamber hiperbarik
dengan dua atau lebih ruangan. Multilock chamber dapat menampung beberapa pasien dalam
sekali terapi. Secara spesifikasi tekanan dan fungsinya, tidak ada perbedaan antara monoloch dan
multilock chamber, namun multilock chamber memungkinkan transfer orang keluar dan masuk
tanpa mengganggu proses terapi. Chamber hiperbarik berdasarkan mobilitasnya terbagi menjadi
fix dan transportable. Chamber fix hanya dapat berdiam dalam suatu tempat, sedangkan chamber
transportable memungkinkan untuk dipindahkan ke daerah atau tempat dengan kasus yang
membutuhkan terapi dekompresi dengan segera.

Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik

29
TOHB memiliki beberapa kontraindikasi absolute dan kontraindikasi relatif.
Kontraindikasi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel Kontraindikasi TOHB

Pneumotoraks yang tidak diobati dianggap sebagai kontraindikasi absolut karena bisa
pneumotoraks tersebut dapat berkembang menjadi tension pneumotoraks selama proses TOBH.
Foto rontgen toraks harus dilakukan sebelum melakukan TOBH untuk mengetahui ada tidaknya
pneumotoraks pada pasien. Bronkospasme akut merupakan kontaindikasi absolute karena
bronkospasme dapat menyebabkan peningkatan resiko gas terperangkap dalam paru-paru
sehingga akan sangat mudah terjadi barotraumas. Oleh karena itu, sebaiknya di ruang TOBH
tersedia bronkodilator dan steroid sebagai persiapan untuk pasien dengan bronkospasme akut.

Protokol TOBH sebenarnya telah meminimalkan resiko kejadi toksisitas oksigen berat.
Namun, bayi muda dan premature membutuhkan perhatian khusus. Beberapa obat dapat
meningkatkan resiko toksisitas oksigen. Obat-obat tersebut merupakan kontraindikasi absolut
untuk terapi TOBH. Beberapa contoh obat yang dapat meningkatkan resiko toksisitas oksigen
adalah doksorubisin dan bleomycin. Pasien yang masih menjalani pengobatan dengan obat
tersebut tidak diperbolehkan menjalani TOBH.

30
Barotrauma telinga merupakan efek samping yang paling umum dari TBOH. Komplikasi
ini biasanya dicegah dengan mengajarkan pasien mengenai teknik ekualisasi. Untuk pasien yang
tidak mampu melakukan ekualisasi dengan berbagai cara, mungkin diperlukan myringotomy dan
tympanostomy. Barotrauma sinus merupakan efek samping kedua yang paling umum. Nasal
dekongestan nasal topikal sering digunakan untuk mencegah barotrauma telinga atau sinus,
namun belum terbukti efektif. Infeksi saluran napas bagian atas, rhinitis alergi, dan sinusitis
kronis adalah kontraindikasi relatif TBOH yang paling sering. Operasi telinga untuk otosklerosis
juga bisa dapat meningkatkan risiko untuk barotrauma telinga.

Penyakit paru obstruktif kronik, terutama emfisema, telah dianggap sebagai


kontraindikasi TBOH juga. Hal ini disebabkan karena obstruksi saat ekspirasi dapat
meningkatkan risiko untuk barotrauma paru. Riwayat pneumotoraks atau operasi toraks
sebelumnya juga dianggap sebagai kontraindikasi terhadap TBOH. Kondisi ini biasanya tidak
menimbulkan risiko tinggi kecuali masih ada cavitas dalam toraks, namun, dokter dan petugas
harus tetap waspada.

Epilepsi telah lama dianggap sebagai kontraindikasi terhadap TBOH. Sebenarnya, belum
terdapat cukup bukti klinis yang menunjukkan bahwa pasien dengan epilepsi memiliki risiko
lebih besar kejang hyperoxic. Studi eksperimental menyarankan mekanisme epilepsi dan
hiperoksik kejang berbeda.Dalam prakteknya, pasien dengan epilepsi yang secara medis
terkontrol dengan baik dapat menjalani TBOH. Bayi muda dan prematur biasanya mampu untuk
menoleransi TBOH, namun berisiko untuk terjadi toksisitas ocular. Tekanan oksigen yang lebih
rendah dan decostop yang lebih sering akan menurunkan kejadian toksisitas ocular tersebut.
Claustrofobia dan serangan panic harus diatasi terlebih dahulu sebelum pasien masuk TBOH.

Tabel terapi TOHB

Tabel terapi 6 US Navy

31
Tabel terapi 5 US Navy

Tabel terapi kindwall


32
33
Analisis Skenario

Terdapat dua hukum fisika, hukum Boyle dan hukum Henry berkenan dengan patofisiologi AGE
dan DCS. Hukum Boyle menjelaskan tentan patofisiologi dari AGE dan penyait barotrauma
lainnya. Hukum ini menjelaskan bahwa volume gas berbanding terbalik dengan tekanan yang
diberikan dalam keadaan temperatur yang tetap. Hukum Henry sangat penting dalam
menjelaskan patofisiologi DCS. Hukum ini menjelaskan bahwa solubilitas suatu gas di dalam
cairan berbanding lurus dengan tekanan parsial dari gas tersebut dengan kondisi suhu dalam
keadaan tetap atau konstan.
Rasa gatal; rasa gatal yang timbul pada pasien merupakan manifestasi awal yang sering muncul
pada pasien deng DCS. Rasa gatal ini mucul karena gelembung nitrogen yang terbentuk
merangsang pelepasan histamin dan senyawa kimia lain yang menyerupa reaksi alergi.
Rash yang muncul pada pasien ini juga disebabkan oleh gelembung nitrogen yang menyebabkan
peningkatan volume intravaskular yang kemudian meningkatkan permeabilitas pembuluh darah.
Gelembung nitrogen ini juga menyebabkan kerusakan pada endotel yang kemudian menagtifasi
jalur fibrinolisis dan koagulasi yang dalam kondisi parah menyebabkan terjadinya DIC.
Rasa kebas dan lumpuh pada pasien disebabkan karena gelembung nitrogen menyebabkan
penyumbatan aliran darah ke korda spinalis melalui kongesti vena sehingga menyebabkan
ischemia corda spinalis. Selain itu geala neurologis ini dapat disebabkan oleh karena narkosis
nitrogen, dimana nitrogen memiliki afinitas yang tinggi terhadap sel saraf, karena mengandung
lamak pada lapisan seringomelinnya, hal ini menyebabkan gangguan dalam penghantaran impuls
saraf. Dalam corda spinalis ini berjalan berbagai jaras yang fungsinya termasuk dalam
penghantaran impuls untuk sensoris dan motoris.
Rasa nyeri pada perut bagian bawah disebabkan oleh distensi dari organ pencernaag yang
termasuk organ berongga. Ketika seorang melakukan penyelaman ia menghirup udara didalam
air memasuki organ pencernaan, yang kemudian udara ini akan bertambah volumenya ketika
penyelam naik ke permukaan. Bertambahnya volume ini menyebabkan distensi dari organ-organ
yang berongga ini sehingga mengakibatkan nyeri.

34
Terkait dengan riwayat penyelaman pasien, pasien melakukan penyelaman pada kedalaman 55
feet (16,7 meter) selama 60 menit penyelaman kedua dilakukan pada kedalaman 50 feet (15,24
meter) selama 45 menit, selang waktu antara penyelaman pertama dan kedua sebesar 5 jam.
Berdasarkan tabel No Decompression Limit, pasien masuk dalam group designation J, untuk
repetitive diven pasien masuk kedalam new group designation C dengan Residual Nitrogen Time
sebesar 21 menit (Bottom time penyelaman kedua lebih besar dibandingkan dengan residual
nitrogen timenya).

35
KESIMPULAN

Terdapat dua hukum fisika, hukum Boyle dan hukum Henry berkenan dengan
patofisiologi AGE dan DCS. Penyakit dekompresi terjadi akibat perubahan tekanan barometrik,
biasanya terjadi pada penyelam. Emboli gas arterial dapat didefinisikan sebagai perluasan gas
alveolar, yang masuk ke pembuluh darah paru yang pecah, bergerak ke sisi kiri jantung, dan
masuk ke dalam sirkulasi sistemik.

Salah satu terapi yang tepat pada permasalahan scenario ini adalah Terapi Oksigen
Hiperbarik (TOHB) yaitu terapi di mana pasien bernapas dengan oksigen 100% selama berada di
suatu ruangan yang bertekanan lebih tinggi dari tekanan permukaan laut. TOHB sebagai terapi
rekompresi memiliki prinsip yang sama yaitu membuat kondisi tubuh menjadi seperti berada
dalam suasana penyelaman sehingga kembali terjadi proses kompresi yang membuat udara
dalam tubuh menjadi lebih larut terhadap cairan. Dalam terapi ini tetap perlu diperhatikan
indikasi maupun kontraindikasi sebelum menjalani terapi.

DAFTAR PUSTAKA

36
.1 Paparella MM, George LA, Samuel CL. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid dalam
BOIES: Buku Ajar Penyakit THT edisi keenam. Penerbit : Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
2008. hlm 88-118.
.2 Djaafar ZA, Helmi, Ratna DR. Kelainan Telinga Tengah dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher edisi keenam. Penerbit : Balai Penerbitan FK UI,
Jakarta. 2008. hlm 64-77.
.3 Edmonds, Carl MD, et al. Physics Chapter 2 dalam Diving Medicine for SCUBA Divers 5 th
Edition. Australia: National Library of Australia. 2013.
.4 Kaplan J. Barotrauma. 2015. Tersedia di: http://emedicine.medscape.com/article/768618-
overview
.5 Edmonds, Carl MD, et al. Ear Barotrauma Chapter 9 dalam Diving Medicine for SCUBA
Divers 5th Edition. Australia: National Library of Australia. 2013.
.6 Edmonds, Carl MD, et al. Sinus Barotrauma Chapter 10 dalam Diving Medicine for SCUBA
Divers 5th Edition. Australia: National Library of Australia. 2013.
.7 Caisson Dissease. http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/09/Bahan-
Ajar-Penyakit-Dekompresi.pdf
.8 UHMS. 2014. Hyperbaric Oxygen Therapy Indication 13th Edtion. USA: UHMS. Available
at:
https://www.uhms.org/images/indications/UHMS_HBO2_Indications_13th_Ed._Front_Matte
r__References.pdf. [Accessed 7th July 2017]
.9 Hardy, K. 2008. “The Physics of Hyperbaric Oxygen Therapy” in Tom S, Neuman (editor),
“Physiology and Medicine of Hyperbaric Oxygen Therapy”. USA: Saunders Elsevier
Philadelphia.

37

You might also like