Professional Documents
Culture Documents
Sistem Limfatik
Semua jaringan tubuh terendam di dalam cairan jaringan yang terdiri atas konstituen
darah dan materi sisa yang difus dari sel. Sebagian cairan jaringan kembali ke kapiler di
ujung vena dan sisanya berdifusi melalui dinding kapiler limfe yang lebih lebih
Limfe mengalir melalui pembuluh yang ukurannya membesar dan sejumlah nodus limfe
sebelum kembali ke darah. Sistem limfatik terdiri atas : limfe, pembuluh limfe, nodus
limfe, organ limfe, misal limpa dan timus; serta jaringan limfoid difus, misal tonsil,
sumsum tulang. Fungsi sistem limfatik meliputi hal-hal berikut ini.
1. Drainase jaringan
Setiap hari, sekitar 21 liter cairan dari plasma, membawa zat terlarut dan sebagian protein
plasma, keluar dari ujung kapiler arteri dan masuk ke jaringan. Sebagian besar cairan ini
kemali secara langsung ke aliran darah melalui kapiler di ujung venanya, tetapi 3-4 liter
cairan dialirkan melalui pembuluh limfe. Tanpa ini, jaringan akan semakin cepat
tergenang, dan sistem kardiovaskuler mulai mengalami kegagalan karena volume darah
yang turun.
Lemak dan materi larut-lemak, misal vitamin larut-lemak, diabsorpsi ke dalam lakteal
3. Imunitas
Organ limfatik berfungsi dalam produksi dan maturasi limfosit, yaitu sel darah putih yang
bertanggung jawab terhadap imunitas. Karena itu, sumsum tulang dianggap jaringan
protein plasma dan memiliki kompetensi yang serupa dengan cairan interstisial.
dalam aliran darah. Limfe juga membawa partikel yang lebih besar, misal bakteri
dan sisa sel dari jaringan yang rusak, yang kemudian difiltrasi dan dihancurkan
oleh nodus limfe. Limfe mengandung limfosit, yang bersirkulasi di dalam sistem
limfatik dan memungkikannya menjaga area tubuh yang berbeda. Di lakteal usu
1. Pembuluh Limfe
a Kapiler Limfe
Kapiler limfe berasal dari selular buntu di ruang interstisial. Kapiler ini
vena-vena kecil dan memiliki lapisan jaringan yang sama, yaitu serat
yang membungkus, lapisan tengah yang mengandung jaringan otot
memastikan agar limfe hanya mengalir satu arah, yakni menuju tiraks.
Tidak ada pompa, seperti jantung, yang terlibat dalam gerakan limfe ke
Duktus berawal pada kili sisterna, yakni saluran limfe yang berdilatasi
dasar leher. Duktus ini mengaliri limfe dari kedua kaki, rongga pelvis
dan abdomen, sebelah kiri toraks, kepala dan leher, serta lengan kiri.
napas berat, esophagus, dan dinding dada. Sebagian besar limfe dari
payudara melalui nodus aksilaris. Limfe dari rongga pelvis dan
abdomen melalui banyak nodus limfe sebelum masuk ke kili siterna.
Nodus abdomen dan pelvis terutama berhubungan dengan
arteri utama, yaitu aorta dan arteri eksternal serta iliaka internal. Limfe
(nodus inguinalis).
fungsi nodus limfe adalah sebagai berikut :
yang hidup dan mati yang berisi mikroba yang dimakan, dihancurkan
2. Proliferasi limfosit
Limfosit T dan B teraktivasi memperbanyak diri di nodus limfe.
C. Limpa
biasanya memiliki panjang sekitar 12 cm, lebar 7cm, dan tebal 2,5 cm,
serta berat sekitar 200 g. Bentuk limpa sedikit oval dengan hilum di tepi
tengah. Permukaan anterior ditutupin peritoneum. Peritoneum
membungkus kapsul fibroelastik yang melekat pada organ, membentuk
trabekula. Materi selular, terdiri atas limfosit dan makrofag, yang disebut
pulpa splenik, dan terletak di antara trabekula. Pulpa merah merupakan
bagian diliputi darah, sedangkan pulpa putih mengandung area jaringan
limpatik dimana terdapat limfosit dan makrofag di sekitar pemnuluh
darah. Struktur yang masuk dan keluar limpah di hilum adalah sebagai
berikut:
1. Fagositosis.
seperti yang di jelaskan sebelumnya, erittrosit lama dan abnormal dan
vena splenik dan porta. Materi seluler lainnya, misal : leukosit, trombosit,
dan mikroba difgositosis di limpa. Tidak seperti nodus limfe, limpa tidak
memiliki limpatik aferen yang masuk sehingga limpa tidak tepapar
2. Cadangan darah
Limpa mengandung 350 ml darah dan dalam berespons terhadap
stimulasi simpatis dapat dengan cepat mengembalikan volume ini ke
4. Eritropoiesis
limpa dan hati merupakan tempat produksi sel darah janin yang penting.
Selain itu, limpa juga dapat memenuhi fungsi ini pada orang dewasa pada
saat dibutuhkan.
D. Kelenjar Timus.
sternum dan memanjang ke atas hingga dasar leher. Berat kelenjar ini
Struktur.
Timus terdiri atas dua lobus yang disatukan oleh jaringan ikat. Lobus
Fungsi.
Limfosit ini berkembang menjadi limfosit T teraktivasi. Proses
produksi limfosit T mungkin terus terjadi seumur hidup pada populasi sel
benih timus.
Maturasi timus dan jaringan limfoid lain distimulasi oleh timosin, suatu
menjadi berkurang.
timus, yang penting dalam deteksi dini agen penyerang. Akan tetapi,
karena jaringan ini tidak terpapar penyakit yang disebarkan limfe. MALT
ditemukan di sepanjang saluran cerna, di saluran napas, dan saluran
B . Fisiologi
Sistem pertahanan imun menghasilkan proteksi terhadap sel asing dan abnormal dan
membersihkan debris sel. Imunitas mengacu kepada kemampuan tubuh menahan atau
mengeliminasi benda asing atau sel abnormal yang potensial berbahaya.
jaringan (misalnya, jaringan yang rusak oleh trauma atau penyakit). Yang terakhir
ini penting untuk penyembuhan dan perbaikan jaringan.
3. Identifikasi dan destruksi sel abnormal atau mutan yang berasal dari tubuh
sendiri. Fungsi ini, yang diberi nama surveilans imun, adalah mekanisme
pertahanan internal utama terhadap kanker.
4. Respons imun yang tidak sesuai yang menimbulkan alergi, yaitu tubuh bereaksi
Bakteri dan virus patogentik adalah sasaran utama sistem pertahan imun.
Musuh asing utama yang dilawan oleh sistem imun adalah bakteri dan virus. Bakteri
adalah mikro-organisme bersel tunggal yang tidak berinti dan diperlengkapi oleh semua
perangkat yang esensial bagi kelangsungan hidup dan reproduksi mereka. Bakteri
atau mengganggu fungsi sel dan organ yang terkena. Daya suatu pathogen
Virus, berbeda dengan bakteri, bukanlah suatu entitas seluler yang dapat sendiri.
Virus hanya terdiri dari asam nukleat (DNA atau RNA) yang terbungkus di dalam suatu
selubung protein.karena tidak memiliki perangkat untuk menghasilkan energy dan
kecuali jika mereka menginvasi sel pejamu (sel pada individu yang terinfeksi) dan
mengambil alih fasilitas biokimiawi sel tersebut untuk kepentingan mereka sendiri. Virus
tidak saja melemahkan sumber energy sel pejamu, tetapi asam-asam nukleat virus
juga memerintahkan sel pejamu untuk mensintesis protein-protein replikasi virus pada
deplesi komponen sel yang esensial oleh virus; (2) pembentukan zat yang toksik bagi sel
pejamu di bawah perintah virus; (3) transformasi sel-sel pejamu normal menjadi sel-sel
kanker; dan (4) penyatuan virus ke dalam sel sehingga mekanisme pertahanan tubuh
akan menghancurkan sel karena sel-sel tersebut tidak lagi dianggap sebagai sel “diri
normal” (dianggap asing).
1. Neutrophil adalah spesialis fagositik yang sangat mudah bergerak (mobil) dan
4. Limfosit
Suatu leukosit berada dalam darah hanya untuk beberapa saat. Sebagian besar leukosit
keluar dari pembuluh untuk berada dijaringan dalam tugas pertahanannya. Akibatnya,
sel-sel efektor sistem imun tersebar luas diseluruh tubuh dan mampu bertahan di
berbagai tempat.
Hampir semua leukosut berasal dari precursor sel bakal yang umum di sumsum tulang
semula ditempati oleh sel-sel yang berasal dari sumsum tulang. Jaringan limfoid
mengacau secara kolektif pada jaringan yang menyimpan, menghasilkan, atau mengolah
limfosit. Jaringan ini mencakup kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil, adenoid, apendiks
(usus buntu), agregat jaringan limfoid dilapisan dalam saluran pencernaan yang disebut
bercak peyer atau gut associated tissue (GALT), dan sumsum tulang (Gbr.12-1).
Jaringan-jaringan limfoid memiliki letak strategis untuk mencegat mikroorganisme
invasive sebelum mereka memiliki kesempatan untuk menyebar terlalu jauh. Sebagai
contoh, limfosit yang menempati tonsil dan adenoid berada ditempat yang strategis
untuk menyambut mikroba-mikroba yang masuk melalui inhalasi, sedangkan
mikro-organisme yang masuk melalui sistem pencernaan akan segera bertemu dengan
limfe disaring oleh kelenjar-kelenjar limfe, tempat mereka terpajan ke limfosit dan
makrofag yang melapisi bagian dalam saluran-saluran kelenjar limfe. Limpa, jaringan
limfoid terbesar, melakukan fungi imun terhadap darah serupa dengan fungsi yang
dilakukan oleh kelenjar limfe terhadap limfe. Melalui kerjannya pada populasi limfosit
dan makrofag, limpa membersihkan darah yang melewatinya dari berbagai
mikroorganisme dan benda asing lain serta mengeluarkam sel-sel darah merah yang
sudah aus (using). Timus dan sumsum tulang masing-masing berperan penting dalam
jaringan limfoid, yang sebagian dijelaskan di bab 11 dan sebagian akan dibahas di bab
ini.
Respon imun diklasifikasikan sebagai respons imun nonspesifik atau spesifik, bergantung
Respons seperti ini membentuk lini pertama pertahanan terhadap berbagai factor yang
mengancam, termasuk agen infeksi, iritan kimiawi, dan cedera jaringan yang menyertai
trauma mekanis atau lika bakar. Respons imun spesifik, di pihak lain secara selektif
menyerang benda asing tertentu yang telah mereka temui sebelumnya. Respons-respons
spesifik ini diperantarai oleh limfosit, yang, setelah mendapatkan pajanan berikutnya ke
agen yang sama, mengenali dan secara diskriminatif melawan agen tersebut. Kita
komplemen.
Pertahanan-pertahanan nonspesifik yang beraksi tanpa memandang apakah agen
pencetus pernah atau belum pernah dijumpai adalah:
3. Sel natural killer, sel jenis khusus mirip limfosit yang secara spontan dan relative
nonspesifik melisiskan (menyebabkan ruptur) dan menghancurkan sel pejamu
Sistem komplemen dapat secara nonspesifik diaktifkan oleh adanya benda asing.
Sistem ini juga dapat diaktifkan oleh antibody yang dihasilkan sebagai bagian
dari respons imun spesifik terhadap mikro-organisme tertentu.
imun melakukan ineraksi yang erat dan saking bergantung satu sam lain, sehingga
sistem ini sangat canggih dan efektif, tetapi juga rumit dan sulit dipilah-pilah. Dalam
pembahasan mengenai setiap komponen sistem imun juga akan dikemukakan
hubungan yang paling bermakna (signifikan) di antara sel-sel efektor imun. Sebagai
referensi lebih lanjut, apendiks C meringkaskan fungsi-fungsi imun utama dan interaksi.
Peradangan adalah respons nonspesifik terhadap invasi benda asing atau kerusakan
jaringan.
(baik itu invasi bakteri, cedera kimiawi, atau trauma mekanis), walaupun terdapat
contoh , kita menggunakan invasi bakteri melalui kulit sebagai factor pencetus.
Pertahanan oleh makrofag jaringan residen. Ketika bakteri masuk ke tubuh melalui
suatu kerusakan di kulit, makrofag yang sudah berada di daerah tersebut segera
residen menahan infeksi selama periode sekitar satu jam pertama, sebelum mekanisme
lain dapat dimobilisasi. Makrofag biasanya bersifat agak stasioner, memakan debris dan
kontaminan yang ditemuinya, tetapi apabila diperlukan, sel-sel ini menjadi mobil dan
berdilatasi, sehingga terjadi peningkatan aliran darah ke tempat cedera. Vasodilatasi local
ini terutama disebabkan oleh histamine yang dikeluarkan ke jaringan yang rusak oleh sel
mast, sejenis sel yang terikat ke jaringan dan mirip dengan basophil darah. Peningkatan
penyaluran darah local tersebut menyebabkan lebih banyak leukosit fagositik dan protein
plasma (keduanya penting untuk respons pertahanan) yang tiba ditempat tersebut.
endotel), sehingga protein-protein plasma yang dalam keadaan normal tidak dapat
keluar dari pembuluh darah dapat lolos ke jaringan yang meradang. Edema local protein
plasma yang bocor dan tertimbun di cairan interstisium tersebut menimbulkan tekanan
osmotic koloid. Peningkatan tekanan osmotic local ini, yang disertai dengan peningkatan
tekanan darah kapiler akibat peningkatan aliran darah, cenderung mengingkatan filtrasi
dan menurunkan reabsorpsi cairan menembus kapiler yang bersangkutan. Hasil akhir
manifestasi peradangan lain yang bersifat makro, misalnya kemerahan dan panas,
sebagian besar disebabkan oleh peningkatan aliran darah arteri yang hangat ke jaringan
yang rusak. Nyeri disebabkan oleh distensi local di dalam jaringan yang membengkak
dan oleh efek langsung zat-zat local diujung-ujung reseptor neuron aferen yang
dapat diamatai ini merupakan kejadian yang berkebetulan dengan tujuan utama
perubahan vaskuler di daerah yang cedera untuk meningkatkan jumlah fagosit leukositik
Pembatasan daerah yang meradang protein plasma yang bocor yang paling penting
bagi respons imun adalah protein yang terlibat dalam sistem komplemen dan sistem
kinin(akan dijelakan kemudian) serta faktor Pembekuan dan anti pembekuan. Apabila
terpajan ke tromboplastin jaringan dijaringan yang cedera dank e zat-zat kimia spesifik
yang dikeluarkan oleh fagosit ditempat kejadian, fibrinogen, faktor akhir dalam sistem
diruang-ruang sekitar bakteri pengivasi dan sel yang rusak. Pembatasan (pengenpungan)
daerah yang cedera dari jaringan yang sekitarnya ini mencegah atau atau paling tidak
lambat. Monosit membesar dan berubah menjadi makrofag dalam priode delapan
darah, terutama neutrofil dan monosit, ke bagian dalam lapisan endotel kapiler
dijaringan yang terkena segera leukosit mulai keluar dengan mekanisme yang dikenal
sebagai diapedesis. Leukosit dengan mengambil perilaku mirip amuba. Menjulurkan
suatu tonjolan panjang-ramping menembus pori-pori kapiler, kemudian bagian sel
lainnya mengalir ke dalam tonjolan tersebut. Dengan cara ini leukosit mampu
menyelinap melalui pori-pori itu jauh lebih kecil daripada neutrofil dan bergerak seperti
amuba menuju ketempat kerusakan jaringan dan invasi bakteri. Neutrofil tiba ditempat
peradangan paling awal karena sel ini lebih mudah bergerak daripada monosit.
Migrasi sel-sel fagositik dipandu oleh gaya tarik mediator-mediator kimiwi tertentu,
atau kemotaksin, yang dikeluarkan ditempat kerusakn. Proses ini disebut sebagai
kemotaksin.
Proliferasi leukosit Makrofag jaringan residden serta leukosit yang keluar dari
darah dan bermigrasi ke tempat peradangan segera disusul oleh sel-sel fagositik yang
baru rekrut dari susmsum tulang, dalam beberapa jam setelah awitan respons
peradangan, jumlah neutrofil dalam darah mungkin meningkat empat sampai lima kali
lipat daripada jumlah normalnya. Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh pemindahan
sejumlah besar neutrofil yang sudah ada dari simpanan sumsum tulang ke darah dan
sebagian disebabkan oleh pembentukan neutrofil baru disumsum tulang. Juga terjadi
peningkatan pembentukan monosit yang berlangsung lebih lambat tetapi lebih bertahan
lama disumsum tulang, sehingga lebih banyak lagi tersedia sel-sel prekusor makrofag.
Selain itu,multiplikasi makrofag residen menambah simpanan sel-sel imun yang penting
ini. Ploliferasi neutrofil, monosit, dan makrofag baru serta mobilisasi simpanan neutrofil
dirangsang oleh berbagai mediator kimiawi yang dikeluarkan dari tempat peradangan.
Destruksi bakteri oleh leukosit Neutrofil dan makrofag membersihkan daerah yang
meradang dari zat-zat toksik dan infeksius serta debris jaringan, tindakan pembersihan
ini adalah fungsi primer respons peradangan. Kedua sel tersebut melakukan dengan cara
fagositik dan nonfagositik.
asing dan debris jaringan. Makrofag dapat memakan sebuah bakteri dalam waktu kurang
dari 0,01 detik. Sel-sel fagositik memiliki banyak lisosom, yaitu organel yang berisi
enzim-enzim hidrolitik (jenis yang sama dengan yang menguraikan makanan disaluran
pencernaan). Setelah sebuah fagosit memasukan benda sasaran, terjadi fusi lisosom
dengan membrane yang membungkus benda tersebut dan lisosom mengeluarkan
(misalnya debu, partikel logam, atau xat warna tato) biasanya disimpan tanpa batas
waktu didalam sel fagositik. Pada kenyataannya, bakteri tertentu, terutama penyebab
tuberculosis, dapat dimakan tetapi tidak dapat dihancurakan karena bakteri ini resisten
terhadap zay-zat kimiawi lisosom. Organism ini dapat bertahan hidup dalam fagosit
selama beberapa tahun dan tidak menimbulkan efek yang jelas Karena terperangkap
dalam kapsul fibrosa. Organism tersebut baru menimbulkan penyakit apabila dibiarkan
lolos. Struktur yang sedikit banyak berdinding tersebut dikenal sebagai granuloma.
penguraian benda asing atau pengeluaran secara tidak sengaja zat-zat kimia lisosom
kedalam sitosol. Neutrofil biasanya mati setelah memfagositosis lima sampai dua puluh
lima bakteri, sedangkan makrofag bertahan hidup lebih lama dan dapat memakan
sampai lebih dari seratus bakteri. Makrofag yang hidup lebih lama itu bahkan
membersihkan daerah peradangan dari neutrofil yang mati selain debris jaringan lainnya,
Pus (nanah) yang terbentuk pada luka terinfeksi adalah kumpulan dari sel-sel fagositik
ini, baik yang hidup maupun yang mati; jaringan nekrotik (mati) dicairkan oleh
enzim-enzim lisosom yang dikeluarkan oleh sel fagositik; dan bakteri.
Jelaslah, fagosit harus mampu membedakan antara sel normal dan se lasing atau
abnormal sebelum menjalankan misi destruktifnya. Apabila tidak, mereka tidak dapat
secara selektif menghancurkan zat-zat yang tidak diinginkan. Terdapat beberapa
Pertama, jaringan mati dan banyak benda asing memiliki karakteristik permukaan yang
berbeda dengan sel tubuh normal. Sebagai contoh, kekasaran permukaan yang terjadi
partikel asing secara sengaja ditandai untuk difagositosis dengan melapisinya dengan
mediator-mediator kimiawi yang dihasilkan oleh sistem imun. Zat-zat kimia yang
dihasilkan oleh sistem imun yang menyebabkan bakteri menjadi lebih rentan dikenal
sebagai opsonin. Opsonin yang paling penting adalah antibody dan salah satu protei
dengan sel-sel fagositik. Salah satu bagian molekul opsonin berikatan secara nonspesifik
dengan permukaan bakteri invasive, sementara bagian lain dari molekul opsonin tersebut
berikatan dengan tempat reseptor yang spesifik untuknya dimembran plasma sel
fagositik. Hubungan ini memastikan bahwa korban bakteri tersebut tidak memiliki
mematikannya.
Mediasi respons peradangan aleh zat kimia yang dikeluarkan fagosit fagosit yang
dirangsang oleh mikroba menghasilkan banyak zat kimiawi, yang berfungsi sebagai
mediator respons peradangan. Mediator-mediator kimiawi ini menginduksi berbagai
aktivitas imun yang saling berkaitan, bervariasi dari respons local sampai manifestasi
sistemik yang menyertai invasi suatu mikroba. Berikut ini adalah sebagian fungsi
1. Sebagian zat kimia, yang sangat destruktif, secara langsung mematikan mikroba
yang belum difagosit. Sebagai suatu cara destruksi yang lebih samar, neutrofil
mengeluarkan laktoferin suatu protei yang mengikat erat besi, sehingga tidak
tersedia besi untuk digunakan oleh bakteri. Multiplikasi bakteri bergantung pada
disolusi gradual bekuan fibrosa setelah bekuan tersebut tidak lagi diperlukan.
4. Sekresi fagositik memecah kininogen, yaitu protein plasma prekusor inaktif yang
disintesis dihati, menjadi kinin yang aktif. Kalikrein, yang dihasilkan oleh neutrofil,
infeksi masih belum jelas. Kenyataan bahwa demam merupakan gejala sistemik
ringan mungkin bermanfaat, tidak diragukan lagi bahwa demam yang sangat
tinggi dapat merusak, terutama pengaruhnya pada susunan saraf pusat. Tidak
jarang anak-anak, yang mekanisme pengontrol suhunya belum berkembang
sempurna (stabil) seperti orang dewasa, mengalami kejang akibat demam tinggi.
6. Sekresi fagositik menurunkan konsentrasi besi dalam plasma dengan
mengganggu metabolisme besi dalam hati, limpa, dan jaringan lain, sehingga
dan granulosit lain oleh sumsum tulang. Efek ini sangat penting dalam respons
erat.
9. Sekresi itu meningkatkan proliferasi dan diferensiasi limfosit B dan T, yang pada
Secara spesifik, interleukin 1 (IL-1), suatu produk skretorik yang dikeluarkan oleh
makrofag, berperan menimbulkan efek ini pada limfosit. Yang menarik,IL-1
identik (atau berkaitan erat) dengan EP dan LEM. Tampaknya, zat kimia yang
Daftar proses yang ditingkatkan oleh zat-zat kimia yang dikeluarkan oleh fagosit ini
belum lengkap, tetapi hal ini menggambarkan betapa luas dan kompleks nya respons
yang dicetuskan oleh mediator-mediator itu. Seperti segera akan terlihat, terdapat
intraksi makrofag limfosit lain yang penting yang tidak bergantung pada pengeluaran
zat-zat kimia dari sel fagositik. Dengan demikian,efek fagosit, terutama makrofag, pada
mikroba jauh dari sekedar taktik “makan dan hancurkan” yang mereka perlihatkan.
Perbaikan jaringan tujuan akhir proses peradangan adalah untuk mengisolasi dan
menghancurkan zat-zat perusak dan untuk membersihkan daerah tersebut agar dapat
dilakukan perbaikan jaringan. Disebagian jaringan (sebagai contoh, kulit, tulang dan hati),
sel-sel spesifik organ yang masih sehat disekitar tempat cedera mengalami pembelahan
sel untuk mengganti sel-sel yang hilang, sehingga perbaikannya sering sempurna.
Namun dijaringan yang bersifat nonregeneratif, misalnya saraf dan otot, sel-sel yang
hilang diganti oleh jaringan parut. Fibrolas, sejenis sel jaringan ikat, mulai membelah
secara cepat disekitr tempat cedera mengaeluarkan sejumlah besar protein kolagen.
Yang mengisi bagian yang ditinggalkan oleh sel yang hilang dan menyebabkan
terbentuknya jaringan parut. Bahkan dijaringan yang mudah diganti seperti kulit, jaringan
folikel rambut dan kelenjar keringat, mengalami kerusakan permanen akibat luka dalam.
Silsilat dan glukokortikoid menekan respons peradangan
Berbagai obat dapat menekan proses peradangan; yang paling adalah slisilat dan
senyawa terkaitnya (obat jenis aspirin) dan glukokortikoid (obat yang mirip dengan
hormon steroid kortisol yang dihasilkan oleh korteks adrenal). salisilat mengganggu
Glukokortikoid, yaitu obat anti-inflamasi yang poten, menekan hampir semua aspek
respons peradangan. Selain itu, glukokortikoid menghancurkan limfosit di dalam jaringan
limfosid dan menurunkan produksi antibodi. Obat golongan ini bermanfaat untuk
mengobati respon imun yang tidak diinginkan, misalnya reaksi alergi (sebagai contoh,
asma dan ruam poison ivy) dan peradangan yang berkaitan dengan atritis. Namun,
dengan menekan respon peradangan dan respon imun lain yang melokalisasi dan
mengngeliminasi bakteri, terapi dengan obat ini juga menurunkan kemampuan tubuh
menahan infeksi. Karena itu, glokokortikoid jangan diberikan secara sembarangan.
Dalam hal ini, bagaimana peran normal hormon korteks adrenal kortisol? Apakah
glukokortikoid pada kabar farmakologis (yaitu, pada konsentrasi dalam darah yang
ditimbulkan oleh pemberian obat mirip-kortisol yang lebih tinggi dari pada rentang
fisiologis normal). Namun, hipotesis terbaru mengisyaratkan bahwa kortisol, yang
menimbulkan efek anti-inflamasi bahkan pada kadar fisiologis. Menurut teori ini, efek
anti-inflamasi kortisol memodulasi respon imun yang diaktifkan oleh stres, mencegah
interferon dari sel-sel yang terinfeksi virus. Interferon secara singkat menghasilkan
resistensi nonspesifik terhadap infeksi virus dengan secara sementara menghambat
replikasi virus yang sama atau virus terkait lainnya di sel pejamu lain. Sewaktu virus
menginvasi sebuah sel, keberadaan asam nukleat virus menginduksi perangkat genetik
sel untuk membentuk interferon, yang kemudian dikeluarkan ke dalam cairan ekstrasel.
alkran darah, dan memberi sinyal agar sel-sel tersebut mempersiapkan diri terhadap
kemungkinan serangan virus. Interferon tidak memiliki efek antivirus langsung; zat ini
dengan interferon menginduksi sel-sel lain ini untuk membentuk enzim-enzim yang
dapat merusak RNA messenger virus dan menghambat sintesis protein, yang keduanya
esensial bagi replikasi virus dan menghambat sintesis protein, yang keduanya esensial
bagi replikasi virus. Walaupun masih mampu menginvasi sel-sel yang sudah diberitahu
tersebut, virus tidak mampu mengatur sistesis protein sel untuk replikasi mereka sendiri.
Enzim-enzim inhibitor yang baru dibentuk ini tetap inaktif di dalam sel-sel pejamu
sampai sel-sel tersebut kemudian dimasuki oleh virus, pada saat itu enzim menjadi aktif
oleh keberadaan asam nukleat virus. Perlunya pengaktifan tersebut melindungi RNA
messenger dan perangkat pembentuk protein sel dari inhibisi yang tidak perlu oleh
enzim-enzim tersebut apabila tidak terjadi invasi virus. Karena pengaktifan hanya dapat
berlangsung dalam jangka waktu terbatas, hal ini merupakan makanisme pertahanan
jangka-pendek.
Interferon dikeluarkan secara nonspesifik dari setiap sel yang teinfeksi oleh semua
jenis virus dan, pada gilirannya, selama beberapa saat dapat menginduksi aktivitas
proteksi-diri terhadap banyak jenis virus di setiap sel yang dicapai oleh interferon
dengan cepat berespons dan bersifat umum terhadap invasi virus sampai mekaisme
imun lain. Sebagai contoh, interferon meningkatkan aktivitas fegositik makrofag dan
merangsang pembentukan aktibodi. Interferon juga memiliki efek antikanker selain efek
antivirus. Untungnya, efek antikankernya tidak terbatas pada jenis kanker akibat virus.
Sebagian besar jenis kanker pada manusia tidak disebabkan oleh virus. Interferon sangan
meningkatkan kerja sel-sel pembunuh - sel natural killer dan jenis khusus limfost T, yaitu
sel T sitotoksis - yang menyerang dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus dan sel
kanker. Selain itu, interferon itu sendiri memperlambat pembelahan sel dan menekan
pertumbuhan tumor.
antisipasi mengenai peran potensialnya sebagai senjata ajaib melawan segala musuk dari
virus flu biasa sampai kanker invasif yang fatal. Namun, selama seperempat abad setelah
penemuannya pada tahun 195, para pakar tidak mungkin dapat mengumpulkan iterferon
mausia dalam jumlah yang cukup banyak untuk dilakukan penelitian mengenai
hewan tinggi menghasilkan sejenis interferon yang hanya mampu menimbulkan proteksi
terhadap makhluk lain dari spesies yang sama). selama dekade terakhir, kemajuan
gen bakteri, sehingga bakteri ini kemudian memproduksi interferon manusia. Melalui
teknologi DNA rekombinan ini, bakteri dapat diubah menjadi “pabrik” interferon untuk
memproduksi zat penting ini secara komersial dalam skala besar. Saat ini banyak riset
yang dilakukan untuk memproduksi zat penting ini secara komersial dalam skala besar.
Saat ini banyak riset yang dilakukan untuk menentukan potensi efektivitas interferon
dalam mengobati penyakit virus dan kanker. Penelitian diarahkan untuk pengobatan dan
bukan pencegahan, karena secara ekonomis kita tidak mungkin secara terus menerus
mmperthankan kadar proventif sementara. Namun, walaupun interferon saat ini sudah
berhasil digunakan untuk mengobati satu bentuk leukemia fatal yang jarang terjadi,
Sel natural killer menghancurkan sel yang terinfeksi virus dan sel kanker pada
nonspesifik menghancurkan sel yang terinfeksi virus dan sek kanker dengan secara
langsung melisiskan membran sel-sel tersebut pada sat pertama kali berjumpa. Cara
kerja sel ini dan sasaran utamanya hanya dapat mematikan sel-sel terinfeksi virus atau sel
kanker jenis tertentu yang pernah dijumpai oleh sel tersebut. Selain itu, setelah terpajan,
sel T sitotoksik memerlukan periode pematangan sebelum mampu melancarkan
serangan yang mematikan. Sel natural killer membentuk perthanan yang bersifat segera
dan nonspesifik terhadap sel yang terinfeksi virus dan sel kanker sebelum sel T sitotoksik
yang lebih spesifik dan lebih banyak berfungsi.
nonspesifik sebagai respons terhadap invasi organisme.sistem ini juga dapat diaktifkan
oleh antibodi sebagai bagian dari strstegi imun spesifik. Pada kenyataannya, sistem ini
mendapatkan namanya dari fakta bahwa sistem tersebut melengkapi (complement) kerja
antibodi, yaitu mekanisme primer yang diaktifkan oleh antibodi untuk mematikan sel-sel
asing.
Seperti tradisi pada sistem pembekuan dan antipembekuan serta sistem kinin, sistem
komplemen terdiri dari protein-protein plasma yang dihasilkan oleh hati dan beredar
dalam darah dalam bentuk inaktif. Setelah komponen pertama, C1, diaktifkan, komponen
tersebut akan mengaktifkan komponen berikutnya, C2, dan demikian seterusnya, dalam
suatu jenjang reaksi pengaktifan. Lima komponen terakhir C5 sampai C9, membentuk
kompleks protein besar seperti donat, membrane attack complex, yang menyerang
Teknik membolongi ini menyebabkan membran bocor, terjadi fliks osmotik air ke dalam
sel korban, sehingga sel tersebut membengkak dan pecah. Lisis yang diinduksi oleh
komplemen ini adalah cara utama pembunuhan mikroba tanpa proses fagositosis.
Jenjang komplemen dapat diaktifkan melalui dua cara: (1) dengan memajankannya
memajankannya ke antibodi yang dibentuk untuk melawan zat asing tertentu (jalur klasik,
respon imun spesifik). Melalui keduanya, pengaktifan sistem komplemen menyebabkan
lisis langusng mikroba penginvasi dan penguatan respons peradangan umum lainnya.
dalam jenjang komplemen juga melakukan fungsi penting lain. Selain destruksi lengsung
sel asing yang dilakukan oleh membrane attack comlex, berbagai komponen komplemen
yang sudah aktif juga memperkuat proses peradangan dengan (1) berfungsi sebagai
kemotaksin, yang menarik adan mengarahkan fagosit kemotaksin, yang menarik dan
vaskuler untuk meningkatkan aliran darah ke tempat invasi; (4) merangsang pengeluaran
vaskuler lokal khas untuk peradangan dan (5) mengaktifkan kinin, yang semakin
memperkuat reaksi peradangan.
KONSEP UMUM
Respon imun spesifik mencakup imunitas yang diperantai oleh antibodi yang
dilaksanakan oleh turunan limfosit B dan imunitas yang diperantai oleh sel yang
Respons imun spesifik adalah serangan selektif yang ditujukan untuk membatasi atau
menetralisasi sasaran tertentu yang oeleh tubuh telah dipersiapkan untuk dihadapi
karena tubuh sebelumnya sudah pernah terpajan ke sasaran tersebut. Terdapat dua kelas
respons imun spesifik: imunitas yang diperantarai oleh antibodi atau imunitas humoral
yang melibatkan pembentukan antibodi dan turunan limfosit B yang dikenal sebagai sel
plasma dan imunitas yang diperantarai oleh sel atau imunitas seluler yang melibatkan
pembentukan limfosit T aktif yang secara langsung menyerang sel-sel yang tidak
diinginkan.
Limfosit B dan T (sel B dan T) memiliki riwayat hidup yang berbeda dan, yang lebih
penting, sifat dan fungsi yang juga berbeda. Kedua jenis limfosit, seperti semu sel darah
lainnya, berasal dari sel bakal yang sama di sumsum tulang. Selama masa janin dn pada
masa kanak-kanak dini, sebagian limfosit imatur bermigrasi melalui darah ke timus,
tempat sel-sel tersebut mengalami pengolahan lebih lanjut untuk menjadi limfosit T.
Timus adalah suatu jaringan limfoid yang terletak di garis tengah suatu jaringan limfoid
yang terletak di garis tengah di dalam rongga dada di atas jantung dlam ruang di antara
kedua paru. Limfost yang matang tanpa memperoleh “pendidikan dari timus” menjadi
limfosit B. limfosit B pertama kali diemukan pada burung, tempat proses pematangannya
berlangsung di jaringan limfoid terkait-usus yang khas untuk burung, yaitu bursa
Fabrisius, dari sinilah berasal nama limfosit B. Pada manusia, tempat pematangan dan
diferensiasi sel B masih belum jelas, walaupun secaa umum diperkirakan berlangsung di
sumsum tulang.
Setelah dikeluarkan ke dalam darah dari sumsum tulang atau timus, sel B dan T
matang berdiam di jaringan limfoid parifer untuk membentuk koloni. Di sini, stelah
Setelah masa kanak-kanak ini, sebagian besar limfosir baru berasal dari koloni limfosir
Peran timus sampai sekarang masih tidak diketahui karena pengangkatan timus
pada orang dewasa tidak menimbulkan pengaruh yang jelas. Karena sebagian besar
migrsi dan diferensiasi sel T berlangsung pada masa perkembangan dini, timus secara
bertahap mengalami atrofi dan menjadi kurang penting seiring dengan semakin
dewasanya individu. Namun, timus tetap menghasilkan timosin, suatu hormon yang
penting untuk mempertahankan turunan sel T. Timosin meningkatka proliferasi sel T baru
di dalam jaringan limfois perifer dan memperkuat kemampuan imunologik sel-sel T yang
sudah ada.
Limfosit mampu mengenali secara spesifik dan berespons secara selektif terhadap
berbagai agen asing yang jenisnya hampir tidak terbatas serta terhadap sel kanker.
Proses pengenalan dan respons pada sel B dan T berbeda. Secara umum, sel-sel B
mengenali benda-benda asing yang berada dalam keadaan bebas, misalnya bakteri dan
toksin serta beberapa virus, yang mereka lawan dengan mengeluarkan antibodi spesifik
terhadap benda asing tersebut. Sel T mengkhususkan diri mengenali dan
menghancurkan sel-sel tubuh yang mengalami kekacauan, termasuk sel yang terinfeksi
Baik sel B maupun sel T, keduanya harus mampu secara spesifik mengenali sel-sel dan
benda lain yang tidak dibutuhkan untuk dihancurkan atau dinetralisasi karena berbeda
dari sel-sel diri yang normal. Pembedanntersebut dimungkinkan dengan adanya antigen.
Antigen adalah molekul kompleks berukuran besar yang mencetuskan respon imun
spesifik terhadap dirinya sendiri apabila antigen tersebut masuk ke dalam tubuh. Secara
umu, semakin kompleks suatu molekul, semakin besar antigenitasnya. Protein asing
adalah antigen yang paling sering dijumpai karena ukuran dan kompleksitasnya.
Walaupun makromolekul lain, misalnya polisakarida, juga dapat berlaku sebagai antigen.
Antigen dapat berada sebagai molekul tersendiri, misalnya toksin bakteri, atau
merupakan bagian integral dari sebuah struktur makromolekul, misalnya antigen yang
Banyak substansi organik berberat molekul rendah yang tidak bersifat antigenik
dapat menjadi antigen apabila melekat ke potein tubuh. Molekul kecil seperti itu dikenal
sebagai hapten. Antibodi yang terbentuk terhadap kombinasi hapten-protein kemudian
dapat bereaksi dengan hapten saja apabila hapten tersebut masuk kembali ke dalam
tubuh. Contoh hapten adalah toksin poison ivy, berbagai obat (misalnya penisilin), dan
zat-zat lain yang sebenarnya tidak berbahaya, tetapi dapat memicu respons imun
berlebihan yang dikenal sebagai alergi pada individu yang tersensitisasi.
LIMFOSIT B : IMUNITAS YANG DIPERANTAI ANTIBODI
Setiap sel B dan sel T memiliki reseptor di permukaannya untuk mengikat salah satu
jenis antigen. Pada kasus sel B, pengikatan dengan suatu antigen akan menyebabkan sel
berdiferensiasi menjadi sel plasma, yang menghasilkan antibodi yang mampu berikatan
antibodi adalah protein, sel-sel plasma pada dasarnya menjadi pabrik protein yang
antibodi membuat sel tersebut bahkan tidak mampu mempertahankan sintesis protein
kelangsungan hidup dan pertumbuhan sendiri. Akibatnya, sel p mati dalam rentang usia
Antibodi dikeluarkan ke dalam darah atau limfe, bergantung pada lokasi sel plasma
yang aktif, tetapi semua antibodi pada akhirnya memperoleh akses ke darah, tempat
mereka dikenal sebagai globulin gamma atau imunoglobulin. Menurut perbedaan dalam
antigenn melekat dan disekresikan dalam tahap-tahap awal respons sel plasma.
- IgG, imunoglobulin yang paling banyak di dalam darah, dihasilkan dalam jumlah
besar ketika tubuh terpajan ulang ke antigen yang sama.
Bersama-sama, antibodi IgG dan IgM bertanggung jawab bagi sebagian besar
- IgE, adalah mediator antibodi untuk respons alergi, misalnya hay fever, asma,
dan biduran.
Perlu dicatat bahwa klasifikasi ini didasarkan pada cara-cara antibodi berfungsi. Ini
tidak bearti bahwa hanya terdapat lima antibodi yang berbeda. Di dalam setiap subkelas
fungsional tersebut, terdapat jutaan antibodi yang berbeda, yang maisng-masing hanya
dapat berikatan dengan satu jenis antigen khusus.
Protein antibodi dari kelima sebkelas tersebut terdiri dari empat rantai polipeptida
yang saling berhubungan - dua rantai panjang yang berat dan dua rantai pendek yang
ringan - yang tersusun seperti huruf Y. Karakteristik daerah lengan Y menentukan dengan
antigen mana antibodi dapat diikat (yaitu, spesifisitas antibodi yang bersangkutan). sifat
bagian ekor antibodi, di pihak lain, menentukan sifat fungsional antibodi (apa yang
dilakukan antibodi setelah berikatan dengan antigen). Sebuah antibodi memiliki dua
tempat pengikat yang identik, satu di ujung setiap lengan. Fragmen pengikat antibodi ini
(antibody binding fragment. Fab) khas untuk setiap antibodi, sehingga setiap antibodi
hanya dapat berinteraksi dengan satu jenis antigen yang secara spesifik cocok
dengannya, seperti kunci dan anak kunci.variasi yang luar biasa dalam fragmen-fragmen
tempat pengikatan antigen ini membentuk sejumlah besar antibodi yang mampu
Berbeda dengan darah Fab di ujung lengan yang bervariasi, bagian ekor setiap
antibodi dalam setiap subkelas identik satu sama lain. Bagian ekor, yang disebut daerah
mediator-mediator tertentu aktivitas yang diinduksi oleh antibodi, yang bervariasi sesua
antibodi IgG, apabila diaktfkan oleh pengikatan antigen di daerah Fab, akan berika
dengan sel fagositik dan berfungsi sebagai opsonin untuk meningkatkan fagositosis.
Sebaliknya, daerah konstan antibodi IgE berikatan dengan sel mast dan basofil, walaupun
tidak terdapa antigen. Apabila antigen atau hapten yang sesuai masuk ke dalam tubuh
dan berikatan dengan antibodi yang sudah melekat ke sel tersebut, pengikatan tersebut
akan mencetuskan pengeluaran histamin dari sel mast dan basofil yang bersangkutan.
zat kimia berbahaya ini berinteraksi dengan sel yang rentan. Proses ini dikenal sebagai
netralisasi. Demikian juga, antibodi dapat mengikat antigen-antigen permukaan
beberapa jenis virus, sehingga virus-virus tersebut tidak dapat masuk ke dalam sel dan
proses yang terjadi ketika sel-sel asing, misalnya bakteri atau tranfusi sel darah yang
antigen-antibodi semacam ini melibatkan antigen yang larut, misalnya toksin tetanus,
larutannya).
Fungsi antibodi yang paling penting sejauh ini adalah meningkatkan respons imun
nonspesifik yang sudah dimulai oleh masuknya zat asing. Antibodi memberi tanda atau
mengidentifikasi benda asing sebagai suatu sasaran yang harus dihancurkan oleh sistem
1. Pengaktifn sistem komplemen. Apabila suatu antigen yang sesuai berikatan dengan
antibodinya, reseptor di bagian ekor antibodi akan berikatan dengan dan
mengaktifkan 1, komponen pertama sistem komplemen. Hal ini memulai jejang
paling kuat sistem komplemen. Serangan biokimi yang ditujukan pada membran sel
asing ini adalah mekanisme terpenting bagi antibodi untuk melaksanakan fungsi
komplemen yang sama diaktifkan oleh suatu kompleks yang sama diaktifkan oleh
tertentu; sebagai contoh, semua antibodi IgG mengaktifkan sistem komplemen yang
sama.
menghancurkan bakteri atau bahan lain yang tidak diperlukan, dapat menyebabkan
destruksi antigen yang melekat padanya secara spesifik dengan memperkuat mekanisme
dpat merusak sel-sel normal serta sel-sel asing invasif. Kompleks antigen-antibodi yang
terbentuk sebagai respons terhadap masuknya benda asing biasanya disingkirkan oleh
sel-sel fagositik setelah kompleks tersebut dalam jumlah besar, fagosit tidak dapat
antigen-antibodi yang tidak dibersihkan atau terus mengaktifkan, antara lain, sistem
komplemen. Adanya komponen komplemen dan x=zat inflamatif aktif lain dalam jumlah
berlebihan dapat “tumpah”, merusak sel-sel normal di skitarnya selain sel-sel yang
memang tidak diperlukan. Selain itu, destruksi tidak selalu terbtas di tempat peradangan
dan kerusakan jaringan yang luas. Kerusakan yang ditimbulkan olek kompleks imun
semacam ini disebut sebagai penyakit kompleks imun, yang dapat merupakn penyulit
Penyakit kompleks imun juga dapat terjadi akibat aktivitas peradangan yang
berlebihan yang disebabkan oleh adanya kompleks imun yang dibentuk oleh
“antigen-diri” (self-antigen, protein yang disintesis oleh tubuh sendiri dan antibodi yang
terbentuk terhadapnya, Artritis rematoid diperkirkan timbul melalui cara ini.
Setiap antigen merangsang klon limfosit B yang berbeda untuk menghilangkan antibody
kolonal yang sekarang berlaku beranggapan bahwa selama masa perkembangan janin
terhadap antigen tertentu sebelum limfosit tersebut bertemu dengannya. Semua turunan
dari limfosit B tertentu membentuk satu keluarga yang terdiri dari sel-sel identic, atau
kolon, yang memiliki komitmen untuk menghasilkan antibody spesifik yang sama. Sel-sel
B tetap dorman, tidak mengeluarkan produk antibody khusus mereka, kecuali apabila
(atau sampai) mereka berkontak dengan antigen yang sesuai. Jika sesuatu antigen
berhasil masuk ke dalam tubuh, antigen tersebut akan mengaktifkan klon sel B tertentu
Antibody pertama yang dihasilkan oelh sel B yang baru terbentuk adalah
dan berdiferensi menjadi dua jenis sel-sel plasma dan sel pengikat. Sebagian besar
progeny diubah menjadi sel plasma, yaitu penghasil antigen yang memiliki tempat
pengikatan antigen yang sama dengan reseptor permukaan. Walaupun demikian, sel
plasma mengubah produksinya menjadi dari IgM menajdi IgG, yang disekresikan dan
tidak tetap menempel di membaran plasma. Di dalam darah, antibody yang disekresikan
tersebut berikatan dengan antigen bebas (yang tidak melekat ke limfosit), memberi
tanda kepada antigen tersebut agar dapat dihancurkan oleh system komplemen, ingesti
fagositik, atau cara lain.
Tidak semua limfosit B baru yang dihasilkan oleh pengaktifan klon berdiferensiasi
menjadi sel plasma penghasil antibody. Sebagian kecil limfosit B berubah menjadi sel
pengikat (memory cell), yang tidak ikut serta dalam respons imun yang sedang
berlangsung, tetapi tetap dorman dan memperluas klon spesifiknya. Jika orang yang
bersangkutan kembali bertemu dengan antigen yang sama, sel-sel pengikat ini sudah,
bersiap untuk melakukan tindakan yang lebih cepat daripada limfosit awal dalam klon.
Selama kontak awal dengan antigen antigen mikroba, respon antibody tertunda
selama beberapa jam sampai sel-sel plasma terbentuk dan belum mencapai puncaknya
sampai beberapa minggu. Respon ini dikenal sebagai respon primer. Sementara itu,
gejala-gejala yang khas untuk invasi mikroba menetap sampai mikroba tersebut mati
akibat seragam imun spesifik terhadapnya atau sel-sel yang terinfeksi mati. Setelah
mencapai puncak. Kadar antigen secara bertahap menurun. Walaupun sebagai antibody
dari respon primer ini mungkin tetap beredar untuk jangka waktu yang lama.
terjadi melalui timbulnya penyakit atau setelah divaksinasi. Pada vaksinasi, individu
terhadapnya.
Walaupun setiap diri kita pada dasarnya memiliki kemampuan berbagai klon sel B
yang sama, kumpulan tersebut secara bertahap bergeser untuk berespons secara sangat
efisien terhadap lingkungan antigenetik yang khas untuk setiap individu. Klom-klon
spesifik untuk antigen yang tidak pernah dijumpai oleh seorang akan dominan seumur
hidup. Sedangkan klon spesifik untuk antigen di lingkungan individu tersebut biasanya
akan membesar dan menguat melalui pembentukn sel-sel pengikat yang sangat
responsive.
Sel-sel pengikat tidak dibentuk untuk beberapa penyakit. Sehingga penjanan awal
tidak menimbulkan kekebalan seumur hidup, misalnya pada kasus “radang tenggorokan”.
Perjalanan dan keparahan penyakit akan sama seperti kali individu terinveksi ulang oleh
mikroba yang tidak “diingat” oleh system imun, beberapa jumlah pajanan sebelumnya.
Mengingat adanya jutaan antigen berbeda yang melawan sementara setiap diri kita
memiliki potensi untuk menghasilkan antibody, bagaimana mungkin seseorang
memiliki limfosit B yng sedemikian beragamnya, dengan setiap limfosit tersebut mampu
menghasilkan antibody yang berbeda? Antibody adalah protein yang diproduksi sesuai
cetak biru DNA. Karena semua sel tubuh. Termasuk sel penghasil antibody, memiliki DNA
inti yang sama , sulit dibayangakan beberapa banyak DNA yang harus dikemas dalam
nucleus setiap sel untuk mengkode pembentukan jutaan jenis antiboi, berasamaan
dengan instruksi genetic lainya yang digunakan oleh sel lain.
Pembentukan antibody akibat pajanan ke suatu antigen disebut sebagai imunitas aktif
terhadap antigen tersebut. Cara kedua agar seorang dapat memperoleh antibody adalah
dengan pemindahan langsung antibody yang dibentuk oleh orang lain. Imunitas
“pinjaman” yang diperoleh segera setelah menerima antibody yang sudah jad dikenal
sebagai imunitas pasif. Pemindahan antibody kelas IgG tersebut secara normal terjadi
pada ibu ke janin melewati palasenta selama perkembangan intrauterus. Selain itu
kolostrum ( susu pertama) ibu mengandung antibody IgA yang menambah perlindungan
bayi yang disusui.
Antibody yang dipindahkan secara pasif biasanya diuraikan dalam waktu kurang dari
satu bulan, tetapi sementara itu bayi baru lahir mendapatkan perlindungan imun yang
penting sampai bayi tersebut mendapatkan secara aktif mulai membentuk antibody
belum muncul sebagi setelah satu bulan kelahiran.
orang yang bersangkutan. Biasanya antibody jadi yang diberikan dipanen dari sumber
lain yang telah dipajankan ke bentuk antigen yang sudah dilemahkan. Untuk
memproduksi antigen dalam jumlah besar untuk imunitas pasief sering digunakan kuda
atau sapi. Walaupun penyuntikan serum yang mengandung antibody ini bermanfaat
untuk menghasilkan proteksi segera terhadap penyakit atau toksin tertentu, penerimaan
mungkin membentuk respon imun terhadap antiboid yang diberikan tersebut, karena
antibody itu adalah protein asing. Akibat dapat berupa reaksi alergi hebat, yang dikenal
sebagai serum sickness
Imunitas alamiah sebenarnya adalah kasus khusus imunitas yang didapat secara aktif.
Jika seorang diberi darah yang golongannya tidak sesuai , terjadi dua interaksi
Yang menimbulkan konsekuensi paling serius adalah efek antibody di dalam plasma
repine terhadap eritrosit donor yang masuk. Efek antibody donor pada antigen eritrosit
resipien kurang penting, kecuali jika dilakukan transfuse darah dalam jumlah besar,
karena antibody donor mengalami pengenceran oleh plasma resipien, sehingga hanya
Infeksi antibody dengan antigen yang terkait eritrosit dapat menyebabkan aglunitasi
atau hemolysis sel darah merah yang bersangkutan. Aglunitasi dan hemolysis sel darah
merah donor oleh antibody di plasma resipien dapat menimbulkan reaksi transfuse
pembuluh darah halus. Selain itu keidak kecocokan transfusi adalah gagal ginjal akut
akibat dikeluarkanya sejumlah besar hemoglobin dari eritrosit donor yang rusak.
Apabila kadar hemoglobin bebas dalam plasma melebihi kadar krisis tertentu, terjadi
eritrosit mereka tidak akan diserang oleh antigen anti-A atau anti-B, sehingga mereka
dianggap sebagai donor darah universal. Darah mereka dapat transfusikan ke orang
dengan golongan darah apapun. Namun, orang dengan golongan O, karena antibody
anti-A dan anti-B yang terdapat di dalam plasma mereka akan menyerang antigen A atau
B yang terdapat dalam darah yang di berikan. Sebaliknya orang dengan golongan AB
disebut resipien universal. Karena tidak memiliki antobodi anti-A dan Anti-B, mereka
dapat menerima donor darah golongan apapun, walaupun mereka hanya dapat
Namun, istilah donor universal dan resipien universal sebenarnya agak menyesatkan.
Selain system ABO, terdapat banyak antigen eritrosit dan antibody plasma lain yang
dapat menimbulkan reaksi transfuse, yang terpenting di antaranya adalah factor Rh.
Individu yang memiliki factor Rh dikatakan memiliki darah Rh-positif, sementara yang
tidak memiliki factor Rh dianggap Rh-negatif, beberapa dengan system ABO, tidak dapat
antibody alamiah terhadapa factor Rh. Antibody anti-Rh diproduksi hanya oleh individu
Rh-negatif sewaktu mereka pertama kali terpajam ke antigen Rh asing yang terdapat di
dalam darah Rh-positif. Transfuse darah Rh-positif berikutnya pada dengan Rh-negatif
yang telah tersensitisasi tersebut dapat menimbulkan reaksi transfuse. Individu Rh-positif.
Sebaliknya, tidak pernah menghasilkan antibody terhadap factor Rh yang mereka miliki
sendiri. Dengan demikian, individu Rh-negatif harus diberi hanya darah Rh-negatif.
Sedangkan individu Rh-positif dapat dengan aman menerima darah Rh-positif atau
Rh-negatif. Factor Rh terutama penting dalam dunia kedokteran pada kasus seorang ibu
dengan Rh- negative membentuk antibody terhadap eritrosit janin Rh-positif yang
Kecuali pada kasus-kasus yang sangat darurat, lebih baik dilakukan pencocokan
golongan darah ABO dan Rh-nya sudah diketahui, karena terdapat sekitar duabelas
Limfosit hanya berespons terhadap antigen yang telah diolah dan disajikan kepada
mereka oleh magrofak
Sel B biasanya tidak dapat melakukan tugas mereka menghasilkan antibody tanoa
bantuan dari mafrofag dan pada sebagian besar kasus, juga dari sel T. klon-klon sel B
yang relevan tidak mampu mengenal dan menghasilkan antibody sebagai respons
terhadap antigen asing “ mentah” yang masuk ke dalam tubuh; klon sel B harus secara
antigen asing mula-mula dimakan oleh makrofag, yang berkumpul di sekitar klon sel B
antigen mentah dan kemudian “menyajikan” antigen yang telah diolah dengan
memajankannya di permukaan luar membran plasma magrofak sedemikian rupa,
mediator kimia serba guna yang meningkatkan diferensiasi dan proliferasi klon sel B
yang telah diaktifkan. Interleukin 1 juga sangat berperan dalam menumbulkan demam
dan malese yang menyertai infeksi. Limfosit yang telah diaktifkan mengeluarkan antibody
Banyak antigen juga di sajikan secara serupa terhadap sel T. salah satu jenis khusus
limfosit T, yang telah dis sajikan oleh magrofak. Sel T penolong mengeluarkan suatu
mediator kimiawi, factor pertumbuhan sel B yang semakin memperkuat fungsi sel B
bersama dengan interleukin 1 yang dihasilkan oleh magrofag. Dengan demikian interaksi
suportif di Antara magrofag sel B dan sel T penolong secara sinergistis memperkuat
serangan imun fagosit-antibodi atas benda asing yang masuk.
Tigas jenis sel T khususkan untuk memastikan sel penjamu yang terinfeksi virus serta
lain, limfosit B dan produk antibodinya hanya merupakan separuh dan pasukan
pertahanan imun spesifik yang dimiliki tubuh limfosit T juga sama pentingnya dalam
pertahanan terhadap infeksi sebagai besar firus dan jamur serta berperan penting
Tidak seperti sel B, yang mengeluarkan antibodi yang dapat menyerang antigen yang
terletak jauh, sel T tidak mengeluarkan antibody. Sel-sel ini harus berkontak langsung
dengan sasaran, suatu proses yang dikenal sebagai imunitas yang diperantarai oleh sel.
Seperti sel B. sel T bersifat klonal dan sangat spesifik antigen. Di membrane plasmanya,
setiap sel T memiliki protein-protein reseptor unik, serupa tetap tidak identic dengan
reseptor permukaan di sel B. tidak spesifik sel B, serta sel T diaktfkan oleh antigen asing
hanya apabila hanya apabila antigen tersebut disajikan di permukaan suatu sel yang juga
membawa penanda identitas individu yang bersangkutan; yaitu baik antigen asing
maupun antigen diri harus terdapat di permukaan sel sebelum sel T dapat mengikat
keduanya .selama pematangn timus lah sel T belajar mengenal antigen asing dalm
kombinasi dengan antigen jaringan individu itu sendiri, suatu pelajaran yang diwariskan
ke semua turunan sel T berikutnya. Pentingnya persaratan antigen ganda dan sifat dari
Biasanya diperlukan waktu beberapa waktu beberapa hari setelah pajangan ke antigen
imun seluler. Sewaktu pajanan ke kombinasi antigen spesifik. Sel-sel dari klon sel T
Terdapat tiga subpopulasi sel T, bergantung pada peran mereka setelah diaktifkan oleh
antigen :
1. Sel T sitotoksik yang menghancurkan sel plasma yang memiliki antigen asing
misalnya sel tubuh yang dimasuki oleh virus, sel kanker dan sel cangkokan.
2. Sel T penolong yang meningkatkan perkembangan sel B aktif menjadi sel palasa,
memperkuat aktivasi sel T sitotoksik dan sel T penekan (suprsor) yang sesuai dan
mengaktifkan magrofak.
3. Sel T penekan yang menekankan produksi antibody sel B dan aktivitas sel T
sitotoksik dan penolong.
Sel T sitotoksik sasaran sel T sitotoksik yang paling sering adalah sel pejamu yang sudah
terinfeksi virus. Ketika suatu virus menginvasi sebuah sel, sebagai berikut keharusan agar
ia dapat bertahan hidup, pembungkus virus yang terdiri dari protein-protein antigenik
menyatu dengan membran permukaan sel pejamu untuk menyerang virus intrasel, sel T
sitotosik harus mengharuskan sel pejamu yang telah terinfeksi tersebut. Sel T sitotosik
dari klon yang spesifik untuk virus tersebut mengenali dan berkaitan dengan antigen
virus dan antigen diri di permukaan sel yang terinfeksi. Setelah disensitisasi oleh antigen
virus, sel T sitotoksik menghancurkan sel korban dengan mengeluarkan zat-zat kimiawi
Sel T penolong sel T penolong meningkatkan banyak aspek respons imun, terutama
melalui sekresi limfokin. Berikut ini adalah sebagian dari zat-zat perantara kimiawi yang
2. Sel T penolong juga mengeluarkan faktor pertumbuhan sel T, yang juga dikenal
sebagai interluekin 2 (II,-2) untuk meningkatkan akitivitas sel T sitotoksik, sel T
penekan, dan bahkan sel T penolong lain yang responsif terhadap antigen yang
3. Sebagai zat kima yang dihasilkan oleh sel T berfungsi sebagai kemotaksin untuk
memiliki kemampuan destruktif yang lebih besar. Sel-sel ini sangat penting
dalam mempertahankan tubuh dari bakteri penyebab tuberkulosis, karena
mikroba semacam ini mampu bertahan hidup terhadap fagositosis biasa yang
Sel T penekan pengetahuan mengenal sel T penekan jauh lebih sedikit dibandingkan
subpopulasi sel T lainnya. Sel-sel ini tampaknya berfungsi membatasi reaksi imun melalui
mekanisme “chek and balance” dengan limfosit yang lain. Sementara sel B, sel T
sitotoksik, dan sel T penekan membatasi respons semua sel imun lain. Melalui metode
umpan balik negatif. Sel T penolong mendorong sel T penekan beraksi; sel T penekan,
pada gilirannya menghambat sel T penolong dan sel-sel lain yang untuk bertugas
dipengaruhi oleh sel T penolong. Karena lengkung umpan balik ini. Rspons imun
cenderung bersifat swasirna. Efek inhibasi oleh sel T penekan membantu mencegah
reaksi imun berlebihan yang dapat membahayakan tubuh. Peningkatan jumlah sel T
penekan sebagai respons terhadap infeksi virus biasanya berlangsung lebih lambat
dibandingkan dengan profilerasi sel T sitotoksik dan sel T penolong. Sehingga sel
penekan membantu menghentikan respons imun setelah respons tersebut melaksanakan
funsinya.
Sistem imun dalam keadaan normal tidak mengahsilkan antibodi atau sel T aktif terhadap
antigen tubuh sendiri. Tetapi mengarahkan serangan destruktifnya hanya kepada antigen
menyarang antigen diri pada beberapa kasus dihancur kan secara permanen
oleh suatu mekanisme yang belum diketahui. Ini adalah mekanisme utama
pembentukan toleransi.
2. Anergi klonal, baru-baru ini didentifikasi bahwa terdapat penunjang delesi klonal,
anergi klonal. Menurut teori ini, sel T harus menerima dua sinyal simultan spesifik
agar dapat diaktifkan (dinyalakan), satu dari antigen kompatibelnya dan satu dari
sel penyaji antigen kedua sinyal tersebut ada untuk antigen asing, yang di
tubuh sendiri yang tidak dieliminasi selama masa perkembangan dini mungkin
1. Penurunan aktivitas sel T penekan atau ketidak seimbangan rasio sel T penekan
terhadap sel T penolong yang spesifik untuk antigen-diri mungkin merupakan
misalnya obat, zat kimia lingkungan, virus, atau mutasi genetik, sehingga
antigen-antigen tersebut tidak lagi dikenal dan ditoleransikan oleh sistem imun.
3. Terpanjangnya antigen diri yang dalam keadaan normal tidak dapat diakses
karena belum pernah bertemu dengan antigen diri yang tersembunyi, sistem
4. Terpajannya sistem imun ke antigen asing yang secara struktural hampir identik
Apakah sifat alamlah antigen diri yang menyebabkan sistem imun belajar untuk
mengenalkan sebagai penanda sel-sel tubuh terdiri? Antigen diri adalah glikoprotein
(protein yang ditempeli oleh gula) yang terikat ke membran plasma; mereka dikenal
sebagai antigen terkait-leukosit manusia (human leukoctyle associated antigen) atau
antigen HLA, karena pertama kali ditemukan di leukosit, tetapi sebenarnya terdapat di
semua sel (kecuali eritrosit, yang tidak memiliki DNA nukleus untuk mengarahkan sintesis
antigen HLA).
Sel T biasanya berikatan dengan antigen_diri HLA hanya apabila antigen tersebut
berhubungan dengan antigen asing, misalnya protein virus, yang juga ditampilkan di
permukaan sel. Pada kasus sel T sitotoksik, hasil akhir pengikatan ini adalah destruksi sel
tubuh yang terinfeksi. Karena sel T tidak berkaitan dengan antigen asing. Sel-sel tubuh
normal akan terlindung dari serangan jantung.
Sel-sel T secara khusus berkaitan dengan antigen HLA yang terdapat di permukaan sel
sebagian sel T “keliru” membaca antigen HLA asing yang terdapat di sel-sel donor karena
antigen tersebut mirip dengan kombinasi antara antigen asing konvesional dan antigen
diri HLA
Apabila terdeteksi secara dini sebelum bermestastasis, tumor ganas dapat diangkat
secara bedah. Sekali sel kanker telah menyebar dan tumbuh di berbagai tempat, tidak
mungkin dilakukan eliminasi kanker secara bedah. Dalam hal ini, digunakan obat-obat
yang menganggu sel yang membelah diri dan tumbuh secara cepat, misalnya obat
pencernaan.
Pada sebagian besar kasus, kanker yang tidak diobati menyebabkan kematian melalui
beberapa sebab yang tidak saling berkaitan. Masa ganas yang tumbuh tidak terkontrol
mendesak sel-sel normal dengan memperebutkan tempat dan makanan, namun sel-sel
kanker tidak dapat mengambil alih fungsih sel-sel yang mereka hancurkan. Sel-sel kanker
biasanya tetap imatur dan tidak mengalami spesialis, sering lebih mirip sel embrionik.
Walaupun banyak sel tubuh mengalami mutasi selama hidup seseorang, sebagian besar
dari mutasi selama hidup seseorang, sebagian besar dari mutasi tersebut tidak
1. Hanya sebagian dari mutasi tersebut yang menyebabkan hilangnya kontrol atas
pertumbuhan dan multiplikasi sel. Yang lebih sering terpengaruh adalah fungsi
2. Bukti mengisyaratkan bahwa suatu sel menjadi kanker hanya setelah akumulasi
lanjut, karena mutasi memiliki lebih banyak waktu untuk berakumulasi di sebuah
turunan sel. Selain itu, beberapa kanker dibuktikan dapat disebabkan oleh
virus-virus tumor, yang secara permanen mengubah sekuens DNA tertentu di sel
permukaan yang baru dan berbeda berdampingan dengan antigen diri yang
normal, baik karena mutasi genetik maupun oleh invasi suatu virus tumor.
Surveilans imun terhadap kanker bergantung pada pengaruh antara tiga jenis sel
imun sel T sitotoksik, sel natural killer,dan makrofag serta interferon.
Karena sel natural killer, tidak seperti sel T sitotoksik, tidak memerlukan pajanan dan
sensitisasi terhadap sel kanker terlebih dahulu sebelum dapat melancarkan seerangan
mematikan, sel-sel ini mungkin merupakan senjata tunggal terpenting tubuh melawan
kanker. Sel T sitotoksik diperkirakan penting dalam pertahanan terhadap beberapa jenis
kanker yang diinduksi oleh virus.
Kenyataan bahwa kanker kadang-kadang tetap muncul memiliki arti bahwa sel kanker
sesekali mampu lolos dari serangan mekanisme imun tersebut. Mengapa atau bagaimana
surveilans imun gagal menghancurkan sel-sel kanker yang baru terbentuk masih belum
jelas. Beberapa aspek lain pada sistem imun mungkin berperan. Sebagai contoh, telah
ditemukan adanya antibodi penghambat (blocking antibodies) yang mengganggu fungsi
sel T. Walaupun sel B dan antibodi diperkirakan tidak berperan langsung dalam
pertahanan terhadap kanker, sel B, sewaktu menemukan suatu sel mutan yang dianggap
asing terhadap sel muatan yang dianggap asing terhadap sel normal.
kompleks yang bekerja di dalam sistem imun itu sendiri. Sampai sekarang, sistem imun
kontrol utama tubuh, sistem saraf dan endokrin.tampaknya, sistem imun mempengaruhi
dan dipengaruhi oleh sistem saraf dan endokrin. Sebagai contoh, interleukin 1 dapat
endokrin yang menyebabkan sekresi kortisol, salah satu hormon utama yang dikeluarkan
selama stres, hubungan antara mediator respons imun dan mediator respons stres ini
sesuai, kortisol memobilisasi simpanan nutrien untuk tubuh, sehingga tersedia cukup
bahan bakar metabolik untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh pada saat seseorang
sakit dan mungkin tidak cukup makan (atau,pada hewan mungkin tidak mampu mencari
makanan), selain itu, kortisol memobilisasi asam amino, yang berfungsi sebagai bahan
sinyal-sinyal dalam arah yang berasal dari sistem saraf dan dari kelenjar endokrin
tertentu, sel-sel imun penting ini memiliki reseptor untuk berbagai neurotransmiter,
hormon, dan zat perantara kimiawi lainnya. Mediator-mediator yang mempengaruhi
aktivitas limfosit di antaranya adalah endorfin dan enkefalin, sekelompok senyawa yang
berfungsi sebagai neurotransmiter di SSP dan disekresikan ke dalam darah sebagai dari
olaraga pada sistem imun, lihat fitur penyerta dalam kotak, lebih dekat tentang fisiologi
olahraga.)
PENYAKIT IMUN.
dua cara :
Penyakit defisiensi dan serangan imun yang tidak sesuai. Penyakit defisiensi terjadi
apabila sistem imun gagal berespon secara adekuat terhadap invansi benda asing.
Keadaan ini dapat bersifat kongenital ( terdapat sejak lahir) atau didapat (nonherediter),
dan mungkin secara spesifik mengenai imunitas humoral, imunitas seluler, atau keduanya.
Pada suatu penyakit herediter jarang yang dikenal sebagai severe combined
immunodeficiency, tidak terdapat baik sel T maupun sel B. penderitaanya memeliki
pertahanan yang sangat terbatas terhadap organisme patogen dan biasanya meninggal
semasa bayi, kecuali apabila hidup dilingkungan yang bebas kuman (yaitu hidup didalam
balon). status defisiensi imun didapat (non-herediter) dapat terjadi akibat destruksi
turunan kortisol, atau akibat terapi kanker yang ditujukan untuk menghancurkan sel-sel
yang cepat membelah (yang sayangnya mengenal limfosit selain sel kanker). penyakit
defisiensi imun yang paling baru dan tragisnya yang paling sering dijumoai adalah AIDS
yang seperti dijelaskan sebelumnya disebebkan oleh HIV suatu virus yang menyerang
Serangan imun yang tidak sesuai terhadap bahan lingkungan yang tidak berbahaya
menimbulkan alergi.
Kategori lain penyakit imun adalah serangan imun spesifik yang tidak sesuai dan
menimbulkan reaksi yang merugikan tubuh. Katagori ini mencakup (1) respon otoimun,
yakni sistem imun menyerang jaringan tubuh sendiri (2) penyakit kompleks imun, yakni
respon anti-bodi yang berlebhan dan “tumpah” merusak jaringan normal dan (3) alergi.
Dua yang pertama sudah dibahas diawal bab ini, sehingga kita sekarang akan
memusatkan perhatian pada alergi.
Alergi adalah akuisisi reaktivitas imun spesifik yang tidak sesuai, atau hipersensitivitas,
terhadap bahan-bahan lingkungan yang dalam keadaan normal tidak berbahaya,
misalnya debu atau serbuk sari, bahan penyebab yang dikenal sebagai alergen, mungkin
merupakan antigen atau berupa hapten yang menjadi antigen hanya apabila berkaitan
dengan suatu protein tubuh. Pajanan ulang ke alergen yang sama pada orang yang
sudah tersentisasi akan mencetuskan suatu serangan imun, yang dapat bervariasi dari
reaksi ringan yang mengganggu sampai reaksi parah yang merusak tubuh dan bahkan
dapat fatal.
dalam waktu 20 menit setelah orang yang tersensitisasi terpajan ke alergen, sementara
pada hipersensitivitas tipe lambat, reaksi biasanya muncul satu hari atau lebih setelah
B atau sel T. reaksi alergi tipe cepat melibatkan sel B dan dicetuskan oleh interaksi
antibodi dengan alergen. Reaksi tipe lambat melibatkan sel T dan proses selular terhadap
alergen yang berlangsung lebih lambat. Marilah kita membahas sebab dan akibat kedua
Hipersensitivitas tipe cepat pada hipersensitivitas tipe cepat, antibodi yang berperan
dan proses-proses yang timbul kemudian setelah pajanan ke alergen berbeda dengan
respons tipikal antibodi terhadap bakteri. Alergen yang paling sering merangsang
hipersensitivitas tipe cepat adalah butir-butir serbuk sari, sengatan lebah, penisilin,
makanan tertentu, kapang debu, dan bulu binatang (unggas atau mamalia). (sebenarnya,
orang yang alergi kucing tidak alergi terhadap bulu kucing, yang mengendap dibulu
sewaktu kucing menjilati badannya. Demkian juga, orang tidak alergi terhadap debu atau
bulu burung sendiri, tetapi terhadap kutu-kutu kecil yang mendiami debu atau bulu
burung dan memakan skuama, atau serpihan kulit yang teres menerus mengelupas).
antigen bakteri. Sewaktu individu dengan kecenderungan alergi terpajan pertamma kali
ke alergen tertentu, sel-sel B kompetibel mensintesis antibodi IgE yang spesifik untuk
alergen tersebut. Yang lebih penting , juga dibentuk sel-sel pengingat yang bersiap
untuk melancarkan respons yang lebih kuat pada pajanan ulang ke alergen yang sama.
Berbeda dengan respons humoral yang dicetuskan oleh antigen bakteri, antibodi
IgEtidak beredar bebas. Bahkan bagian ekor antibodi ini melekat ke sel mast dan basofil.
Pengikatan alergen yang sesuai dengan antibodi IgE yang melekat tersebut mencetuskan
pengeluaran beberapa zat perantara kimiawi dari sel mast dan basofil yang bersangkutan.
Sebuah sel mast (atau basofil) munbgkin dilapisi oleh sejumlah antibodi IgE yang
Dengan demikian, sel mast dapat dipicu untuk mengeluarkan produk-produk kimiawinya
oeh salah satu dari sejumlah alergen berbeda. Berikut ini adalah zat-zat kimia terpenting
Gejala-gejala bervariasi bergantung pada tempat alergen dan mediator yang terlibat.
paling sering reaksi terlokalisasi dibagiantubuh tempat sel-sel pembawa IgE bertemu
untuk pertama kalinya dengan alergen. Apabila reaksi terbatas disaluran nafas atas
setelah seseoarang menghirup suatu alergen, misalnya serbuk sari ragweed, zat-zat kimia
yang dilepaskan akan menimbulkan gejala-gejala yan khas untuk hay fever sebagai
contoh penyumbatan hidung yang disebabkan oleh edema lokal yang dinduksi oleh
histamin dan bersin, serta pilek akibat peningkatansekersi mukosa sebagai respons
terhadap iritasi lokal. Jika reaksi terkonsentrasi dibronkeolus, timbul asma sempit atau
menyebabkan kontriksi saluran nafas tersebut, sehingga individu yang bersangkutan sulit
bernafas. Pembengkakan lokal dikulit akibat pelepasan histamin yang diinduksi alergi
menimbulkan biduran.
Pengobatan reaksi alergi tipe cepat yang terlokalisasi dengan antihistamin sering
serius ditimbulkan oleh SRS-A. mungkin diperlukan obat anti-inflamasi, msalnya turunan
Reaksi sistemik yang mengancam nyawa dapat terjadi jika alergen masuk kedalam
darah atau jika terjadi pengeluaran zat-zat kimia dalam jumlah sangat besar dari tempat
yang terlokalisasi kedalam sirkulasi, apabila jumlah besar mediator kimawi ini
memperoleh askes kedalam darah, timbul reaksi sistemik yang sangat serius (melibatkan
seluruh tubuh) yang dikenal sebagai syok anafilaktik. Terjadi vasodilatasi luas dan
melewatkan udara melalui jalan nafas yang menyempit. Kecuali ada tindakan segera,
atau satu dosis penisilin dapat saja berbahaya bagi individu yang tersenitisasi terhadap
alergen-alergen tersebut
Reaksi Hipersensitivitas Tipe Cepat versus Tipe Lambat
alergen.
Jenis respons imun yang Imunitas yang diperantarai Imunitas yang diperantarai sel
terlibat. antobodi terhadap alergen alergen terhadap sel T
Efektor imun yang terlibat. Sel B, antobodi IgE mast, basofil Alergi kontak misalnya alergi
esonofil tangga
parah
lambat, suatu respons imun yang diperangtarai dengan sel T dan bukan oleh respons
antobodi IgE-sel B tipe cepat. Alergen-alergen tersebut antara lain adalah toksin poison
ivy dan zat kimia tertentu yang sering mengenai kulit, misalnya kosmetik dan bahan
pembersih rumah tangga. Biasana respons ditandai oleh erupsi kulit yang mencapai
puncaknya satu sampai tiga hari kontak dengan alergen terhadap sistem T yang sudah
tersensitisasi. Sebagai ilustrasi, poison ivy adalah suatu hapten yang dapat berkaitan
dengan protein kulit yang berkontak dengannya. Toksin itu sendiri tidak merugikan kulit
sewaktu berkontak, tetapi mengaktifkan sel T spesifik untuk toksin. Interkasi yang terjadi
menyebabkan kerusakan jaringan dan rasa tidak nyaman dan khas untuk penyakit Ini.
Pengobatan terbaik adalah dengan memberikan sediaan anti-inflamasi, misalnya yang
Melalui penyuntikan desensitisasi (allergy shots). rejimen terapetik ini terdiri dari
penyuntikan teratur alergen penyebab dalam jumlah kecil tetapi semakin meningkat.
Melalui proses ini, individu (dengantingkat keberhasilan yang bervariasi) secara bertahap
menjadi semakin kurang sensitif terhadap pajanan alergen yang terjadi secara alamiah.
Tampaknya ironis bahwa pemajanan secara sengaja seseorang ke alergen yang sudah
diketahui dapat menyebabkan orang tersebut menjadi kurang peka terhadap alergen.
Mekanisme bagaimana desentisasi terjadi saat ini belum diketahui pasti, tetapi teori yang
dianut menyatakan bahwa hal tersebut terjadi karena pembentukan antobodi IgG
penghambat yang spesifik untuk alergen yang disuntikan. Sewaktu individu kembali
berikatan dengan alergen dan mencegah alergen tersebut berikatan dengan antibodi IgE
yang melekat ke sel mast dan basofil. Dengan demikian, sel-sel yang banyak
mengandung histamin ini dirangsang untuk mengeluarkan zat-zat kimia mereka yang
dapat menimbulkan gejala. Teori lain menarankan bahwa desensitisasi terjadi akibat
pengaktifan sel T penekan, merintangi sintesisi antobodi IgE yang spesifik terhadap
PERTAHANAN EKSTERNAL
imun yang rumit dan saling terkait yang dapat menghancurkan mikroba yang dapat
masuk ke dalam tubuh. Selain sistem pertahanan tubuh internal, tubuh dilengkapi oleh
paling jelas adalah kulit, atau integumen yang menutupi bagian luar tubuh.
Kulit terdiri dari epidermis protektif di sebelah luar dan dermis jaringan ikat disebelah
dalam.
Kulit, yaitu organ terbesar di tubuh, tidak hanya berfungsi sebagai sawar mekanis antara
lingkungan eksternal dan jaringan dibawahnya, tetapi secara dinamis juga terlibat dalam
mekanisme pertahanan dan berbagai fungsi penting lain. Kulit terdiri dari dua lapisan,
Epidermis terdiri dari banyak lapisan sel epitel. Lapisan epidermis di bagian dalam terdiri
dari sel-sel berbentuk kubus yang hidup dan cepat membelah diri, sementara sel-sel di
lapisan luar mati dan menggepeng. Epidermis tidak mendapat pasokan darah langsung.
Sel-selnya hanya mendapat makanan melalui difusi nutrien dari jaringan pembuluh di
dermis di bawahnya. Sel-sel yang baru trebentuk di lapisan dalam secara terus menerus
mendorong sel-sel yang lebih tua mendekati permukaan dan semakin jauh dari pasokan
makanan. Hal ini, disertai oleh kenyataan bahwa lapisan luar secara kontinu mengalami
tekanan dan “wear and tear” menyebabkan sel-sel tua mati dan menggepeng. Sel-sel
epidermis berikatan erat satu sama lain melalui desmosom titik, yang berhubungan
dengan filamen keratin intrasel untuk membentuk suatu lapisan pembungkus kohesif
yang kuat. Selama pematangan sel penghasil keratin, terjadi akumulasi filamin-filamen
keratin secara prosegif yang saling berikatan silang di dalam sitoplasma. Sewaktu sel-sel
di bagian luar mati, yang tertinggal hanya inti kerati fibrosa yang membentuk skuama
keras-gepeng dan menjadi lapisan keratinisasi produktif kuat. Skuama pada lapisan
kreatinisasi paling luar ya g terkelupas atau tanggal akibat abrasi, secara terus-menerus
diganti melalui pembelahan sel, dan dengan demikian ketebalan lapisan keratinisasi ,
berbeda-beda untuk berbagai bagian tubuh. Lapisan ini paling tebal pada
tempat-tempat di bagian kulit mendapat tekanan paling besar misalnya di telapak kaki.
Lapisan keratinisasi bersifat kedap udara, cukup kedap air, dan sulit ditembus oleh
sebagian besar bahan. Lapisan ini berfungsi menahan lewatnya nahan dalam kedua arah
antara tubuh dan lingkungan eksternal. Sebagai contoh, lapisan ini memperkecil
kehilangan air dan konstituen vital lain dari tubuh. Manfaat lapisan keratinisasi protektif
dalam menahan cairan tubuh ini akan jelas tampak pada luka bakar luas. Pada jaringan
bakteri, tetapi juga terjadi pengeluaran air tubuh dan protein plasma, yang keluar dari
Demikian juga, sawar kulit mengganggu masuknya sebagian besar bahan yang
berkontak dengan kulit termasuk bakteri dan zat kimia toksik, ke dalam tubuh. Umumnya
kulit memodifikasi senyawa-senyawa yang berkontak dengannya. Sebagai contoh,
senyawa yang tidak berbahaya. Namun sebagian bahan, terutama yang larut lemak,
mampu menembus kulit utuh. Obat-obat yang dapat diserap oleh kulit kadang-kadang
diberikan dalam bentuk “patch” (tempelan) kulit yang berisi obat yang bersangkutan.
Dermis adalah lapisan jaringan ikat yang mengandung banyak serat elastin (untuk
peregangan) dan serat kolagen (untuk kekuatan), serta jumlah besar pembuluh darah
dan ujung-ujung saraf khusus. Pembuluh darah dermis tidak hanya memasok darah ke
dermis dan epidermis, tetapi juga berperan penting dalam mengatur suhu. Kaliber
pembuluh-pembuluh darah ini, dan dengan demikian volume darah yang mengalir di
perifer serat saraf aferen di dermis mendeteksi tekanan, suhu, nyeri dan masukan
pengaturan suhu. Jumlah keringat yang diproduksi dapat diatur dan bergantung pada
suhu lingkungan, jumlah panas yang dibentuk oleh aktivitas otot, dan berbagai faktor
emosi misalnya orang yang sering bekeringat apabila cemas. Suatu jenis kelenjar keringat
khusus yang terletak di daerah aksilan(ketiak) dan pubis menghasilkan keringat kaya
protein yang menunjang pertumbuhan bakteri permukaan, yang menyebabkan
timbulnya bau badan badan khas. Sebaliknya, sebagian besar keringat serta sekresi dari
kelenjar sebasea mengandung zat-zat kimia yang secara umum sangat toksik bagi
bakteri.
Sel-sel kelenjar sebasea menghasilkan sekresi berminyak yang dikenal sebagai sebum
yang disalurkan ke folikel rambut didekatnya. Dari sini sebum berminyak tersebut
mengalir ke permukaan kulit, meminyaki rambut dan lapisan keratinisasi luar untuk
dan pecah-pecah. Kurangnya proteksi oleh sebum dapat terlihat pada tangan atau bibir
yang pecah-pecah. Kelenjar sebasea terutama aktif selama masa remaja, sehingga di
Setiap folikel rambut dilapisi oleh sel-sel khusus penghasil keratin, yang mengeluarkan
keratin dan protein lain yang membentuk batang rambut. Rambut meningkatkan
kepekaan permukaan kulit terhadap rangsangan taktil (sentuhan). Pada beberapa spesies
yang lebih rendah, fungsi ini mungkin lebih disempurnakan. Sebagai contoh, sungut
kucing sangat peka dalam hal ini. Peran rambut yang lebih penting pada hewan-hewan
rendah adalah konservasi panas, tetapi fungsi ini tidak bermakna bagi manusia yang
relatif tidak berbulu. Seperti rambut, kuku juga produk keratinisasi khusus yang berasal
Sel-sel khusus di epidermis menghasilkan keratin dan melamin serta berperan dalam
pertahanan imun.
Epidermis mengandung empat jenis sel residen, melanosit, keratinosit, sel langerhans,
dan sel granstein ditambah limfosit T transien yang tersebar di seluruh epidermis dan
corak warna cokelatdi kulit berbagai ras. Selain ditentukan secara herediter, kandungan
melanin juga dapat ditingkatkan secara singkat, oleh pajanan ke berkas sinar ultraviolet
dari matahari. Melanin tambahan ini yang penampakan luarnya menyebabkan timbulnya
“tan” (warna cokelat, melaksankan fungsi produktif, yaitu menyerap berkas sinar
ultraviolet yang berbahaya.
Sel epidermis yang paling banyak jumlahnya adalah keratinosit, yang seperti diisyaratkan
oleh namanya, mengkhususkan diri menghasilkan keratin. Pada saat mati, sel-sel ini
membentuk lapisan keratinisasi protektif di bagian luar kulit. Sel-sel ini juga berperan
menghasilkan rambut dan kuku. Fungsi keratinosit yang baru-baru ini ditemukan adalah
perannya dalam proses imunologis. Keratinosit mengeluarkan interleukin 1 (suatu produk
yang juga dihasilkan oleh makrofag), yang mempengaruhi pematangan sel T yang
cenderung terlokalisasi di kulit. Yang menarik, sel-sel epitel timus dibuktikan memiliki
Dua jenis sel epidermis lain juga berperan dalam imunitas. Sel Langerhans, yang
bermigrasi ke kulit dari sumsum tulang, dan Sel Granstein , jenis sel epidermis terakhir
yang ditemukan dan paling sedikit diketahui, berfungsi sebagai sel penyaji antigen. Sel
Langerhans menyajikan antigen ke sel T penolong dan mempermudah ketanggapan
respons imun yang diaktifkan oleh kulit. Sel Langerhans lebih peka terhadap kerusakan
yang ditimbulkan oleh radiasi ultraviolet (misalnya dari matahari) dibandingkan dengan
sel Granstein. Hilangnya sel Langerhans akibat pajanan ke radiasi ultraviolet dapat
dipahami, karena kulit berfungsi sebagai permukaan tubuh utama yang berhadapan
yang menghasilkan vitamin D maasih belum diketahui . vitamin D, yang berasal dari
molekul prekursor yang berkaitan erat dengan kolesterol, mendorong penyerapan Ca++
dari saluran pencernaan ke dalam darah. Biasanya diperlukan suplemen vitamin D melalui
makanan karena kulit biasanya tidak cukup mendapat pajanan sinar matahri untuk
menghasilkan vitamin ini dalam jumlah adekuat.
Sistem pertahanan tubuh manusia harus melindungi tubuh dari masuknya patogen
potensial tidak saja dari permukaan luar tubuh, tetapi juga dari rongga-rongga internal.
Air liur yang dikeluarkan ke dalam mulut di pintu masuk saluran pencernaan
mengandung suatu enzim yang melisiskan bakteri tertentu. Banyak bakteri yang dapat
bertahan hidup dan tertelan akan dibunuh oleh getah lambung yang sangat asam. Lebih
terakhir dari saluran pencernaan, tempat mereka terus berkembang biak. Yang
mengejutkan, populasi mikroba normal ini membentuk suatu sawar alamiah terhadap
infeksi di dalam usus bagian bawah. Flora residen yang tidak berbahaya ini secara
kompetitif menekan pertumbuhan patogen potensial yang berhasil lolos dari serangan
resisten-antibiotik.
Didalam sistem genitourinaria (reproduksi dan kemih), mikroba yang masuk akan
menemui lingkungan yang tidak ramah karena urin dan sekresi vagina yang asam.
Organ-organ genitourinaria juga menghasilkan mukus lengket yang seperti kertas
partikel-partikel tersebut dimakan oleh fagiosit atau di sapu ke luar sewaktu organ
mengosongkan isinya (misalnya, partikel-partikel tersebut disiram ke luar dengan aliran
urin).
terhadap partikel yang terhirup. Sistem pernapasan adalah permukaan terluas pada
tubuh yang berkontak langsung dengan lingkungan eksternal yang semakin terpolusi.
Luas permukaan sistem pernapasan yang terpajan ke udara adalah tiga puluh kali lebih
besar daripada luas permukaan kulit. Partikel-partikel di udara yang berukuran besar
akan tersaring oleh rambut-rambut yang terdapat di pintu masuk hidung. Organ limfoid,
yakni “tonsil” dan “adenoid” membentuk proteksi imunologis terhadap patogen yang
terhirup di awal sistem pernapasan, terdapat jutaan tonjolan halus mirip bulu yang
dikenal sebagai silia. Yang secara terus menerus bergerak menyapu ke arah luar. Saluran
pernapasan diliputi oleh suatu lapisan mukus kental-lengket yang dikeluarkan oleh
sel-sel epitel dinding saluran pernapasan. Lapisan mukus ini, yang dipenuhi oleh semua
debris berbentuk partikel yang terhirup (misalnya debu) dan melekat kepadanya, secara
konstan digerakkan ke atas tenggorokan oleh gerakan silia. Tangga berjalan mukus ini
juga dikenal sebagai eskalator mukus. Ukus yang kotor tersebut dikeluarkan (diludahkan)
atau biasanya tertelan tanpa disadari oleh orang yang bersangkutan. Setiap benda asing
berbentuk partikel yang tidak dapat dicerna kemudian akan dikeluarkan melalui feses.
Selain menjaga agar paru tetap bersih, mekanisme ini juga penting untuk pertahan
terhadap serangan bakteri, karena banyak bakteri masuk ke dalam tubuh melalui partikel
debu. Yang juga berperan dalam pertahanan infeksi saluran pernapasan adalah antibodi
yang dikeluarkan ke dalam mukus. Selain itu, terdapat banyak spesialis fagositosik yang
disebut makrofag alveolusyang melakukan pembersihan didalam kantung udara
(alveoulus) paru. Pertahanan pernapasan yang lain adalah batuk dan bersin. Mekanisme
refleks yang sering terjadi ini adalah ekspulsi (pengeluaran) kuat berbagai benda sebagai
usaha untuk menyingkirkan iritan dari trakea (batuk) atau hidung (bersin).
Merokok menekan mekanisme-mekanisme pertahanan pernapasan normla. Asap dari
sebatang rokok dapat melumpuhkan silia selama beberapa jam, dan pajanan berulang
asap rokok akhirnya dapat menyebabkan kerusakan silia. Kegagalan aktivitas silia untuk
menyapu ke luar mukus yang dipenuhi partikel akan menyebabkan berbagai karsinogen
tetap berada di dalam saluran pernapasan untuk jangka lama. Selain itu, merokokok juga
melemahkan makrofag alveoulus. Partikel-partikel yang terdapat didalam asap rokok
tidak saja membajiri makrofag ttetapi komponen tertentu dalam asap rokok juga
memiliki efek toksik langsung pada makrofag, sehingga kemampuan sel ini memakan
benda asing berkurang. Selain itu, bahan-bahan tertentu di dalam asap tembakau
mengiritasi lapisan mukosa saluran pernapasan, sehingga terjadi produksi mukus
berlebihan yang dapat menyumbat saluran pernapasan secara parsial. Batuk perokok
(smoker’s cough) adalah usaha untuk mengeluarkan mukus stasioner yang berlebihan ini.
Efek ini dan efek toksik langsung lainya pada jaringan paru menyebabkan peningkatan
insidens kanker paru dan penyakit pernapasan kronik yang berkaitan dengan merokok.
Polutan udara mencakup sebagian dari bahan-bahan yang juga dijumpai di dalam asap
rokok dan dapat mempengaruhi sistem pernapasan dengan cara yang sama.
Kita tidak akan dapat bertahan hidup melewati awal masa bayi apabila kita tidak memiliki
mengeliminasi benda-benda asing yang potensial berbahaya, yang denganya kita terus
menerus berkontak dilingkungan eksternal yang tidak ramah ini. Mekanisme tersebut
juga menghancurkan sel-sel abnormal yang sering muncul didalam tubuh. Homeostasis
dapat secara optimal dipertahankan dan dengan demikian hidup juga dapat
dipertahankan, hanya jika sel-sel tidak megalami cedera fisik atau terganggu fungsinya
oleh mikroorganisme patogenik atau tidak diganti oleh sel-sel yang berfungsi abnormal,
misalnya sel yang mengalami trauma atau sel kanker. Sistem pertahanan imun yaitu
untuk mempertahankan lingkungan internal yang stabil. Sistem imun melindungi sel-sel
sehat lain dari benda asing yang berhasil masuk ke dalam tubuh, mengeliminasi sel-sel
kanker yang baru tumbuh, dan membersihkan sel yang cedera atau mati untuk
Kulit berperan secara tidak langsung pada homeostasis dengan berfungsi sebagai sawar
protektif anatara lingkungan eksternal dan sel-sel tubuh lainnya. Kulit membantu
mencegah bahan asing yang berbahaya, misalnya patogen dan zat kimia toksik, masuk
ke dalam tubuh dan membantu mencegah hilangnya cairan tubuh dan membantu
mencegah hilangnya cairan tubuh. Kulit juga berperan secara langsung pada homestasis
Sistem lain yang memiliki rongga internal yang berhubungan dengan lingkungan