You are on page 1of 31

1

BAB I
LAPORAN KASUS

I.1.IDENTITAS
I.1.1. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. RA
Usia : 8 bulan / 26 Januari 2017
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Koja, Jakarta Utara
Tanggal Masuk : 5 Oktober 2017
Bangsal : Bougenville Bawah

I.1.2. IDENTITAS ORANG TUA/WALI


Nama Ayah/Wali Ibu/Wali
Nama Tn. K Ny. M
Umur 31 Tahun 29 Tahun
Pekerjaan Karyawan Ibu Rumah Tangga
Pendidikan D3 SMA
Penghasilan Rp. 3.000.000,- -
Agama Kristen Kristen
Alamat Koja, Jakarta Utara Koja, Jakarta Utara

I.2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan kedua Orang tua pasien pada
tanggal 6 Oktober 2017 pukul 07.30 WIB di ruangan Bougenville bawah.
Keluhan Utama
Sesak nafas sejak 2 hari SMRS
Keluhan Tambahan
Demam, Batuk, dan Pilek
Riwayat Penyakit Sekarang
10 hari SMRS, pasien mengalami demam yang muncul tiba-tiba dengan suhu terukur
di rumah mencapai 39 C. Demam dirasa menetap sepanjang hari dan hanya turun dengan
obat penurun panas, 3-4 jam kemudian pasien kembali demam. Pasien terlihat lemas dan

2
kurang aktif. Pasien masih mau menetek dan makan bubur tim 2 kali sehari porsi kecil.
Keluhan muntah dan mencret disangkal. Keluhan batuk, pilek dan sesak disangkal. Keluhan
jarang BAB, perut kembung dan perut membesar disangkal. Riwayat kejang sebelumnya
disangkal. BAK sebanyak 6-7 kali sehari, urin berwarna kuning jernih.
8 hari SMRS, pasien sudah tidak mengalami demam dengan suhu tubuh terukur di
rumah 37 C. Pasien mulai terlihat aktif dibandingkan sebelumnya. Pasien mengalami batuk
sesekali dan tidak berdahak. Batuk dialami pada pagi, siang maupun malam hari tanpa
disertai mengi. Keluhan pilek disangkal, keluhan sesak napas disangkal. Pasien masih mau
menetek dan makan bubur tim 2 kali sehari porsi kecil. Ibu pasien membawa pasien berobat
ke puskesmas dan diberikan obat batuk berupa puyer yang diminum 3 kali sehari selama 3
hari.
5 hari SMRS, pasien masih mengalami batuk yang dirasa semakin sering. Batuk yang
dialami pasien menjadi berdahak disertai pilek. Batuk dialami pada pagi, siang, dan malam
hari tanpa disertai mengi. Sekret yang mengalir dari hidung bersifat encer dan berwarna
bening. Pasien mulai terlihat sedikit sesak disertai dengan napas yang lebih cepat
dibandingkan sebelumnya terutama saat pasien tidur. Pasien mulai malas untuk menetek dan
nafsu makan berkurang. Pasien terlihat kembali lemas dan menjadi kurang aktif. Keluhan
mencret dan muntah dahak disangkal.
2 hari SMRS, pasien tiba-tiba mengalami demam dengan suhu terukur di rumah > 38
C. Demam dirasa menetap sepanjang hari dan hanya turun dengan obat penurun panas, 3-4
jam kemudian pasien kembali demam. Pasien masih mengalami batuk berdahak disertai
pilek. Sekret yang mengalir dari hidung pasien terlihat berwarna putih dengan konsistensi
yang mengental. Batuk dirasa semakin sering dengan intensitas yang memberat. Pasien
terlihat semakin sesak dengan laju napas yang terlihat semakin cepat. Pasien malas untuk
menetek dan hanya mau makan 3-4 suap bubur tim sehari. Pasien menjadi sangat rewel dan
sulit tidur.
HMRS, pasien masih mengalami demam dengan suhu terukur di rumah > 39 C.
Demam dirasa menetap dan tidak turun dengan obat penurun panas. Pasien masih mengalami
batuk berdahak disertai pilek. Sekret yang mengalir dari hidung pasien berwarna putih
dengan konsistensi kental. Batuk dirasa sangat sering dengan intensitas yang lebih berat
dibandingkan sebelumnya. Pasien sangat rewel dan sulit tidur. 6 jam SMRS pasien terlihat
sangat sesak disertai cekungan di leher setiap kali pasien bernapas. Laju napas pasien juga
dirasa semakin cepat. Pasien malas untuk menetek dan tidak mau makan sama sekali

3
sehingga kedua orang tua pasien memutuskan membawa pasien ke IGD RSUP Persahabatan.
Pasien sampai di IGD RSUP Persahabatan pada tanggal 5 oktober 2017 pukul 15.00 WIB.
Saat di IGD RSUP Persahabatan, pasien masih mengalami batuk berdahak disertai
pilek. Sesak napas pada pasien dirasa berkurang setelah pasien di uap dan dipasang oksigen
nasal kanul. Pasien mulai terlihat tenang dan laju napas pasien tidak secepat sebelumnya
meskipun cekungan pada leher pasien setiap pasien menarik napas masih ada. Pasien
mengalami demam dengan suhu terukur di IGD >39 C, namun segera turun setelah diberikan
obat. Pasien sudah mulai mau menetek dan mau makan 3-4 suap bubur.

Riwayat Penyakit Dahulu


2 bulan yang lalu, pasien pernah mengalami hal yang serupa. Batuk, pilek, dan
disertai sesak. Kemudian pasien dibawa ke RS UP Persahabatan, sesampainya di UGD
persahabatan, pasien diberi inhalasi oleh dokter, setelah inhalasi keluhan pasien berkurang.
Pasien tidak dirawat dan dibekali obat-obatan untuk pulang berbentuk puyer. Setelah
beberapa hari, pasien sembuh seperti sedia kala.

Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu dan nenek pasien mempunyai riwayat asma. Asma di derita oleh ibu pasien
semenjak ia kecil. Jika terkena udara dingin dan debu, ibu pasien mengalami sesak nafas
disertai bersin-bersin dan juga pilek berwarna bening. Riwayat TBC dalam keluarga
disangkal.

Riwayat Sosial, Ekonomi dan Lingkungan


Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya. Pasien tinggal di rumah kontrakan yang
padat penduduk, rumah saling berdempetan satu sama lain. Luas rumah pasien sekitar 60
meter persegi, terdiri dari 1 ruang tamu, 1 kamar tidur dan 1 kamar mandi, memiliki 2 buah
jendela dengan luas 1x1.5 m2. Jendela rumah jarang dibuka karena tidak terpasang trails.
Pasien dan keluarga menggunakan air sumur untuk kebutuhan sehari-hari. Ayah pasien
bekerja sebagai karyawan di sebuah toko meble dengan pendapatan kurang lebih
Rp.3.000.000/ bulan, dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sedangkan ibu
pasien tidak bekerja. Ayah pasien juga memiliki kebiasaan merokok didepan rumah kira-kira
1 bungkus perhari.

4
Kesan: Riwayat sosial dan lingkungan pasien kurang baik. Pendapatan Ayah cukup untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari .

Riwayat Antenatal

Status obstetrik ibu G1P1A0


Kontrol kehamilan Ibu kontrol kehamilan di bidan namun ibu tidak
ingat berapa kali kontrol bidan
Penyakit yang diderita selama Demam, nyeri kepala, hipertensi, keputihan dan
masa kehamilan batuk pilek selama kehamilan disangkal.
Riwayat trauma saat kehamilan disangkal
Ibu pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan,
tidak merokok, dan minum-minuman beralkohol.
Kesan : kontrol kehamilan rutin, tidak ada penyakit penyerta selama kehamilan.

Riwayat Persalinan
Tempat kelahiran Bidan
Cara persalinan Spontan
Penolong persalinan Bidan
Masa gestasi Cukup bulan, 37 minggu

Keadaan bayi Berat lahir 2900 gr


Panjang badan 49 cm
Langsung menangis spontan
Kelainan bawaan tidak ada
Kesan : riwayat kelahiran baik

5
Riwayat imunisasi
Imunisasi dilakukan di Puskesmas

0 bulan 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan

Hepatitis B V

BCG V

Polio V V V V

DPT-HB-HiB V V V

Kesan : Riwayat Imunisasi Dasar lengkap di puskesmas sesuai Program Pengembangan


Imunisasi (PPI).

Riwayat Nutrisi
 0-6 bulan : ASI sekehendak
 6-7 bulan: ASI 4 kali/hari, sari buah/buah 2 kali/hari
 7 bulan : ASI 3 kali/hari, sari buah/buah 2 kali/hari, bubur susu 2 kali/hari ½
mangkok kecil
 8 bulan -sekarang bulan :ASI 3 Kali/hari, bubur susu 3 kali/hari ½ mangkok kecil ,
biskuit lembek 2 kali/hari
Kesan : ASI eksklusif, kualitas cukup dan kuantitas cukup

Riwayat Tumbuh Kembang


 Umur 1 bulan : Motorik kasar : tangan dan kaki dapat bergerak aktif
Motorik Halus : Kepala menoleh kesamping
 Umur 2 bulan : Sudah bisa mengangkat kepala dan tersenyum spontan
 Umur 3 bulan : Kepala terangkat
 Umur 4 bulan : Pasien sudah bisa tengkurap sendiri dan bersuara oooo..aaaa..
 Umur 5 bulan : Pasien sudah bisa memegang mainan atau benda dan sudah
bisa melihat sekitar

6
 Umur 6 bulan : Pasien sudah bisa duduk dan memasukkan mainan atau benda
ke dalam mulut
 Umur 7 bulan : pasien sudah mulai bisa tepuk tangan dan mulai bersuara
maa...pa...
 Umur 8 bulan : pasien sudah mulai merangkak dan ingin berdiri merambat
Kesan : perkembangan pasien baik sesuai usia

I.3. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 6 Oktober 2017 pukul 08.00 WIB di
Bougenville Bawah
Status Generalis
Keadaan Umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : Nadi: 125 x/menit Suhu: 37,4ºC
RR: 38 x/menit SatO2: 98% (dengan menggunakan O2 nasal
kanul 2 lpm)
Status Gizi : BB: 10 kg TB: 70 cm; berdasarkan kurva WHO:
BB/U: 0 < z-score < 2 gizi baik
TB/U: -2 < z-score < 0 perawakan normal
BB/TB: 1 < z-score < 2 gizi baik
Kepala : Normocephal, lingkar kepala 44 cm (bedasarkan kurva nellhouse z score
lingkar kepala adalah +2 < nellhouse < -2
Rambut : Hitam kecoklatan, lurus, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : Edem palpebra (-/-), alis mata hitam dan tersebar merata, konjungtiva
anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor Ø 3mm / 3mm, refleks
cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+), mata cekung (-/-),
injeksi konjungtiva (-/-), air mata (+/+)
Telinga : Bentuk telinga normal, simetris, lubang telinga lapang, serumen
(-/-), sekret (-/-)
Hidung : Bentuk hidung normal, tidak ditemukan deviasi septum, nafas
cuping hidung (+/+) secret (+/+)
Bibir : Mukosa bibir kering, berwarna merah muda, kering (-), sianosis(-)
Mulut : kebersihan mulut baik, mukosa gusi dan pipi merah muda,

7
perdarahan gusi (-), coated tongue (-), faring hiperemis (-), uvula
letak di tengah, Tonsil T1-T1
Leher : Simetris, JVP normal, pembesaran KGB (-), retraksi suprastrernal (+)
Thorak:
Pulmo
 Inspeksi : Normochest, simetris saat stasis dan dinamis, rektraksi
dada (-)
 Palpasi : gerak dada simetris
 Perkusi : Tidak dinilai
 Auskultasi: vesikuler (+/+) normal, ronkhi basah halus (+/+), wheezing (-/-)
Cor
 Inspeksi :Ictus cordis tidak tampak
 Palpasi :Ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : tidak dinilai
 Auskultasi : Bunyi Jantung I/II reguler
Abdomen
 Inspeksi : Datar
 Auskultasi : Bising usus + ( 6x/menit)
 Palpasi : Dinding perut supel, turgor baik
 Perkusi : Timpani disemua kuadran abdomen
Ekstremitas
 Atas : Simetris, sianosis -/-, akral hangat +/+, gerak : Aktif
 Bawah : Simetris, sianosis -/-, akral hangat +/+,gerak : Aktif
Kulit : Kuning langsat, sianosis (-), ikterik (-), turgor kembali cepat
Perianal : Eritema (-)

8
9
10
I.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal 5 Oktober 2017

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Hematologi
Darah perifer lengkap
Hb 9.1 g/dL 12,5 – 16,1 gr/dl
Ht 28.9% 36 - 47%
Eritrosit 4.84 4,0– 5,2 juta/µL
MCV 59.7 78 – 95 fL
MCH 18.8 26 – 32 pg
MCHC 31.5 g/dL 32 – 36 gr/dL
Trombosit 358.000/µL 150.000 – 350.0000/µL
Leukosit 14.930/µL 4.000 –10.500/µL
Hitung Jenis
Basofil 0,2 1-3 %
Eosinofil 4,2 0-1%
Neutrofil 63,6 52-76 %
Limfosit 27.4 (↓) 20-40 %
Monosit 4.2(↑) 2-8 %
RDW-CV 13,9 <14,5

11
Pemeriksaan Rontgen
Tanggal 6 oktober 2017

Tampak infiltrat perihiler dan parakardial kanan dan kiri


Kesan : Pneumonia

Pemeriksaan Mantoux
Dilakukan pada tanggal 6 oktober 2017 dan dibaca hari senin tanggal 9 oktober
2017 hasilnya indurasi 0,7 mm (negatif)

I.5. DIAGNOSIS KERJA


Pneumonia

12
I.6. TATALAKSANA
Non medikamentosa:
- Edukasi ke keluarga pasien mengenai penyakit pasien dan anjuran rawat inap
- Edukasi mengenai pengobatan yang diberikan
- Meningkatkan kebersihan pasien dan lingkungan
Medikamentosa:
1. IVFD Kaen 1B 14 tpm mikro
Tetes per menit = 1000 x 20 = 14 tpm mikro
24 x 60
2. Paracetamol drop 4x1 ml (jika demam)
Dosis paracetamol 10-15 mg/kg/6 jam, sediaan 100mg/1ml
Dosis pasien (BB:10 kg): 100-150 mg /kali  1 ml
Frekuensi pemberian 4 x 1 ml (diberikan jika demam)
3. Ampicilin injeksi 4x250 mg
Dosis 10-25 mg/kg/x , frekuensi pemberian 4x/hari, sediaan injeksi 1 gram vial
Dosis pasien (BB:10 kg ): 100-250/kali  250 mg/kali
Frekuensi pemberian 4 x 250 mg
4. Kloramfenikol injeksi 4x200 mg
Dosis 50-100 mg/kg/Hari , frekuensi pemberian 4x/hari, sediaan injeksi 1 gram vial
Dosis pasien (BB:10 kg ): 500-1000 mg/hari  800 mg/hari : 4 = 200 mg/kali
Frekuensi pemberian 4 x 200 mg
5. 02 2lpm nasal kanul

I.7. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad functionam : Ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

13
BAB II
LANDASAN TEORI

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak
di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak berusia dibawah lima tahun. Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh
dunia, lebih kurang 2 juta anak balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian
besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001,
27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit
respiratori, terutama pneumoia. Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru.
sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/ bakteri) dan sebagian kecil
disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll). Pada pneumonia yang disebabkan oleh
kuman, menjadi pertanyaan penting adalah penyebab dari pneumonia (virus atau bakteri).
Pneumonia seringkali dipercaya diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami
komplikasi infeksi bakteri. Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bakerial
dengan pneumonia viral. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia
bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, leukositosis, dan perubahan
nyata pada pemeriksaan radiologis.

Di negara berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh bakteri.


Bakteri yang sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumonia, Haemophilus
influenzae, dan Staphylococcus aureus. Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri-bakteri
umumnya responsif terhadap pengobatan dengan antibiotik beta-laktam. Di lain pihak,
terdapat pneumonia yang tidak responsif dengan antibiotik beta-laktam dan dikenal sebagai
pneumonia atipik. Pnemonia atipik terutama disebbakan oleh Mycoplasma pneumoniae dan
Chlamydia pneumoniae. Berdasarkan tempat terjadnya infeksi, dikenal dua bentuk
pneumonia, yaitu; 1. Pneumonia masyarakat, 2. Pneumonia RS. Oleh kerana tingginya
mortalitas dan morbiditas pneumonia pada anak, diharapkan dengan pembuatan referat ini
dapat membantu masyarakat untuk dapat mengenali gejala pneumonia serta penangananya
dengan harapan angka mortalitas dan morbiditas pneumonia pada anak dapat menurun.

14
Definisi

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. sebagian besar oleh
mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi,
dll). 1

Etiologi

Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan
kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis dan strategi
pengoatan. Spektrum mikroorganisme penyabab pada neonatus dan bayi kecil berbeda
dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi
Streptococcus gurp B dan bakteri Gram negatif seperti E.colli, Pseudomonas sp, atau
Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh
infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Staphylococcus
aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga
ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae. Dinegara maju, pneumonia pada anak terutama
disebabkan oleh virus, disamping bakteri, atau campuran bakteri virus.1

Terdapat berbagai faktor resiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pneumonia
pada anak balita di negara berkembang. Faktor resiko tersebut adalah: pneumonia yang
terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah, tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat
ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri
patogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap
rokok).1

Tabel Etiologi pneumonia menurut umur


Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir – 20 hari Bakteri Bakteri
E. colli Bakteri an aerob
Streptococcus grup B Haemophillus influenza
Listeria monocytogenes Streptococcus pneumonia
Ureaplasma urealyctims
Virus
3 minggu -3 bulan Bakteri Bakteri

15
Chalmydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumonia Haemophilus influenza tipe B
Virus Moraxella cathralis
Virus adeno Staphylococcus aureus
Virus influenza Ureaplasma urealyctims
Respiratory syncytial virus Virus
Virus parainfluenza 1,2,3 Virus sitomegalo
4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri
Chalmydia trachomatis Haemophilus influenza tipe B
Streptococcus pneumonia Moraxella cathralis
Mycoplasma pneumonia Staphylococcus aureus
Virus Neisseria meningitidis
Virus adeno virus
Virus influenza Virus varisela-Zoster
Respiratory syncytial virus
Virus rinovirus parainfluenza
5 tahun- remaja Bakteri Bakteri
Chalmydia trachomatis Haemophilus influenza tipe B
Streptococcus pneumonia legionella
Mycoplasma pneumonia Staphylococcus aureus
virus
Virus adeno
Virus influenza
Respiratory syncytial virus
Virus rinovirus parainfluenza
Virus Epstein-Barr
Virus Varisela Zoster

Epidemiologi

Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak
balita meningal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia
Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional 2001, 27% kematian bayi, 22,8% kematian
balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit respiratori, terutama pneumonia.1

Patofisiologi

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran


respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi
dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena mengalami
konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema dan ditemukannya
kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hapatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin
semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis
yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya jumlah makrofag

16
meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris
menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru
yang tidak terkena akan tetap normal.

Antibiotik yang diberikan sedini mungkin dapat memotong perjalanan penyakit, sehingga
stadium khas yang telah diuraikan sebelumnya tidak terjadi. Beberapa bakteri tertentu sering
menimbulkan gambaran patologis tertentu bila dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi
streptococcus pneumoniae biasanya bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata
di seluruh lapang paru (bronkopneumonia), dan pada anak besar atau remaja dapat berupa
konsolidasi pada saru lobus (pneumonia lobaris). Pneumatokel atau abses-abses kecil sering
disebabkan oleh Staphylococcus aureus pada neonatus atau bayi kecil, karena Staphylococcus
aureus menghasilakan berbagai toksin dan enzim seperti hemolisis, lekosidin, stafilokinase,
dan koagulase. Toksin dan enzim ini menyebabkan nekrosis, pendarahan, dan kavitas.
Koagulase berinteraksi dengan faktor plasma dan menghasilkan bahan aktif yang
mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin, sehingga terjadi eksudat fibrinopurulen. Terdapat
korelasi antara produksi koagulase dan virulensi kuman. Staphylococcus yang tidak
menghasilkan koagulase jarang menimbulkan penyakit yang serius. Pneumatokel dapat
menetap hingga berbulan-bulan, tetapi biasanya tidak memerlukan terapi lebih lanjut.1

Manifestasi klinis

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga sedang,
sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yan gberat, mengancam kehidupan,
dan mungkinkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS

Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah imaturitas
anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yag luas, gejala klinis yang kadang-
kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif,
etiologi non infeksi yang relatif lebih sering dan faktor patogenesis. Disamping itu, kelompok
usia pada anak merupakan faktor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-
beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya infeksi,
tetapi secara umum adalah sebagai berikut:

17
 Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan napsu
makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare; kadang-kadang
ditemukan gejala infeksi ekstrapulmuner
 Gejala gangguan respiratori untuk batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas
cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.
Pada pemeriksaan dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara napas melemah,
dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia lebih
beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak
ditemukan kelainan.1

Pasien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, rewel, dan sesak nafas. Pada bayi,
gejalanya tidak khas, seringkali tanpa demam dan batuk. Anak besar kadang mengeluh sakit
kepala, nyeri abdomen disertai muntah.2

Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur tertentu. Pada
neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi-
bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu,
retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel.

Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non
produktif/produktif), takipneu, dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dinding dada. Pada
kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif/produktif),
nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi. Pada semua kelompok umur, akan dijumpai
adanya nafas cuping hidung.

Pada auskultasi, dapa terdengar suara pernapasan menurun. Fine creackles (ronki basah
halus) yang khas pada anak besar, bisa tidak ditemukan pada bayi. Gejala lain pada anak
besar adalah dull (redup) pada perkusi, vokal fremitus menurun, suara nafas menurun, dan
terdengar fine creakles (ronkhi basah halus) di daerah yang terkena. Iritasi pleura akan
mengakibatkan nyeri dada; bila berat gerakan dada menurun waktu inspirasi, anak berbaring
ke arah yang sakit dengan kaki fleksi. Rasa nyeri dapat menjalar ke leher, bahu dan perut.2

Diagnosis kerja

18
pneumonia pada anaka umunya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan
keterlibatan sistem respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya
pneumonia adalah demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori berikut: takipnea,
batuk, nafas cuping hidung, retraksi, ronki dan suara nafas melemah. Tandan bahaya pada
anak:1,3
1. usia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan
gizi buruk
2. tanda bahaya pada aak berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, mengi dan demam/badan terasa dingin.
Berikut adalah kalsifikasi pneumonia berdasarkan pedoman diagnosis dari WHO

Usia 2bulan – 5 tahun


 pneumonia berat:
- bila ada sesak nafas
- harus dirawat dan diberikan antibiotik
 pneumonia
- bila tidak ada sesak nafas
- ada nafas cepat dengan laju nafas:
 >50x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun
 >40x/menit untuk anak >1-5 tahun
- Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
 Bukan pneumonia
- Bila tidak ada nafas cepat dan sesak nafas
- Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan
simtomatis seperti penurun panas
Usia < 2 bulan
 Pneumonia
- Bila ada nafas cepat (>60x/menit) atau sesak nafas
- Harus dirawat dan diberikan antibiotik
 Bukan pneumonia
- Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas
- Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis.2,3

19
Diagnosis banding
1. Bronkiolitis
Gejala awal berupa gejala infeksi respiratori atas akibat virus, seperti pilek ringan,
batuk, dan demam. Satu hingga dua hari kemudian timbul batuk yang disertai dengan
sesak napas. Selanjutnya dapat ditemukan wheezing, sianosis, merintih (grunting),
napas berbunyi, muntah setelah batuk, rewel, dan penurunan nafsu makan. Pada
pemeriksaan fisik pada anak yang mengarah ke diagnosis bronkiolitis adalah adanya
takipnea, takikardi, dan peningkatan suhu diatas 38,5 derajad celcius. Selain itu, dapat
juga ditemukan konjungtivitis ringan dan faringitis. Obstruksi saluran respiratori
bawah akibat respon inflamasi akut akan menimbulkan gejala ekspirasi memanjang
hingga wheezing. Usaha-usaha pernapasan yang dilakukan anak untuk mengatasi
obstruksi akan menimbulkan napas cuping hidung dan retraksi interkostal. Selain itu,
dapat juga ditemukan ronki dari pemeriksaan auskultasi paru. sianosis dapat terjadi
dan bila gejala menghebat, dapat terjadi apnea, terutama pada bayi berusia 6 minggu.

Pada rontgen toraks didapatkan gambaran hiperinflasi dan infiltrat, tetapi gambaran
ini tidak spesifik dan dapat ditemukan pada asma, pneumonia viral atau atipikal, dan
aspirasi. Dapat pula ditemukan gambaran atelektasis, terutama pada saat konvalesens
akibat sekret pekat bercampur sel-sel mati yang menyumbat, air trapping, diafragma
datar dan peningkatan diameter antero-posterior.

Sebagian besar tatalaksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif, yaitu pemberian
oksigen, minimal handling pada bayi, cairan intravena dan kecukupan cairan,
penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi oksigen minimal, tunjangan respirasi
bila perlu, dan nutrisi. Setelah itu barulah digunakan bronkodilator, anti-inflamasi
seperti kortikosteroid, antiviral seperti ribavirin, dan pencegahan dengan vaksin RSV,
RSV immunoglobuline, atau humanized RSV monoclonal antibody (palivizumab).4

2. Bronkitis
Bronkitis akut adalah proses inflamasi selintas yang mengenai trakea, bronkus utama
dan menengah yang bermanifestasi sebagai batuk, serta biasanya akan membaik tanpa
terapi dalam 2 minggu. Pemeriksaan auskultasi dada biasanya tidak khas pada
stadium awal. Seiring perkembangan dan progresivitas batuk, dapat terdengar
berbagai macam ronki, suara napas yang berat dan kasar, wheezing, ataupun suatu

20
kombinasi. Hasil pemeriksaan radiologis biasanya normal atau didapatkan
peningkatan corakan bronkial. Pada umumnya, gejala akan menghilang dalam 10-14
hari. Bila tanda-tanda klinis menetap hingga 2-3 minggu, perlu dicurigai adanya
proses kronis. Selain itu, dapat juga terjadi infeksi bakteri sekunder.4

Pemeriksaan penunjang
1. darah perifer lengkap
pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma umumnya ditemukan
leukosit dalam batas normal ataus sedikit meningkat. Akan tetapi, pada pneumonia
bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan
predominan PMN. Leukopenia ( >5.000/mm3) menunjukan prognosis yang buruk.
Leukositosis hebat (< 3.000/ mm3) hampir selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri,
sering ditemukan pada keadaan bakteriemi, dan risiko terjadinya komplikasi lebih
tinggi. Pada infeksi Chalmydia pneumoniae kadang-kadang ditemukan eosinofiilia.
Efusi pleura merupakan cairan eksudat dengan sel PMN berkisar antara 300-
100.000/mm3, protein >2,5 g/dl, dan glukosa relatif lebih rendah daripada glukosa
darah. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah (LED) yang
meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak
dapat membedakan antara infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti.
2. C- Reactive Protein (CRP)
CRP adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai respon
infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin,
terutama inteleukin (IL) -6, IL-1, dan TNF. Meskipun fungsi pastinya belum
diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau sel
yang rusak. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri
superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang-kadang digunakan untuk
evaluasi respon terapi antibiotik.
3. Uji serologi
Uji serologi untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik
mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi
streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti
antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Peningkatan titer dapat juga berarti

21
adanya infeksi terdahulu. Untuk konfirmasi diperlukan serum fase akut dan serum
fase konvalesen
4. Pemeriksaan mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan
kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di Rs. Untuk pemeriksaan mikrobiologis
spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah,
pungsi pleura, atau aspirasi paru. diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan
dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru. kecuali pada masa neonatus, kejadian
bakteremia sangat rendah sehingga kultur darah jarang yang positif. Spesimen yang
memenuhi syarat adalah sputum yang mengandung lebih dari 25 lekosit dan kurang
dari 40 sel epitel/ lapangan pada pemeriksaan mikroskopis dengan pemebesaran kecil.
5. Rontgen toraks
Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia di
Instalasi gawat darurat hanyalah pemeriksaan rontgen toraks posisi AP. Posisi lateral
tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakan diagnosis pneumonia pada
anak. Foto AP lateral hanya dilakuakan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik
distress pernapasan.
Gambaran foto rongen toraks pneumonia pada anak meliputi infiltrat ringan pada satu
paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru. pada suatu penelitian ditemukan bahwa
lesi pneumonia pada anak terbanyak berada di paru kanan, terutama lobus atas. Bila
ditemukan di paru kiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal itu merupakan
prediktor perjalanan penyakit yang lebih berat dengan resiko terjadinya pleuritis lebih
meningkat.
Gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi
pneumonia. Penebalan peribronkial, infiltrat intersisial merata dan hiperinflasi
cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidari segmen
atau lobar, bronkopneumonia dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh
bakteri. Pada pneumonia stafilokokus sering ditemukan abses-abses kecil dan
pneumatokel dengan berbagai ukuran. Jika terdapat gambaran retikonodular fokal
pada satu lobus, hal ini cenderung disebabkan oleh infeksi mikoplasma. Demikian
pula bila terlihat gambaran perkabutan atau ground glass consolidation, serta transient
pseudoconsolidation karena infiltrat intersisial yang konfluens, patut dipertimbangkan
adanya infeksi mikoplasma.1

22
Tatalaksana

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap.indikasi perawatan terutama
berdasarkan terat ringannya penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan, tidak mu
makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lina, komplikasi dan terutama
mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis
pneumonia harus dirawat inap. Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan
kausal dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi
pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-
basa, elektrolit dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik.
Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan
adekuat, kompilasi yang mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi.

Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan. Terapi
antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh
bakteri. Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena tidak
tersedianya uji mikroniologis cepat. Oleh karena itu, antibiotik dipilih berdasarkan
pengalaman empiris. Umumnya pemilihan antibiotik empiris didarkan pada kemungkinan
etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta faktor
epidemiologis.1
 Pneumonia rawat jalan
Pada pneumonia rawat jalan dapat diberikan antibiotika lini pertama secara oral, misalnya
amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat jalan, dapat diberikan
antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang mencapai 90%. Penelitian multisenter di
Pakistan menemukan bahwa pada pneumonia rawat jalan, pemberian amoksisilin dan
kotrimoksazol dua kali sehari mempunyai efektifitas yang sama. Dosis amoksisilin yang
diberikan 25mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol adalah 4mg/kgBB TMP-20mg/kgBB
sulfametoksazol). Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru dapat digunakan
sebagai terapi alternatif beta laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan
pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S.pneumoniae dan bakteri atipik.
 Pneumonia rawat inap

23
Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotik golongan beta-laktam atau
kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap beta laktam dan
kolramfenikol dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin, atau
sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan. Terapi antibiotik
diteruskan selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi, meskipun
tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi antibiotik yang optimal.

Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai sesegera
mungkin. Oleh karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis dan meningitis,
antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti kombinasi beta
laktam/klavulonat dengan aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan
sudah stabil, antibiotik dapat diganti dengan antibiotik oral selama 10 hari.

Pada balita dan anak lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik
beta-laktam/klavulanat; pada kasus yang lebih berat diberika beta laktam/klavulanat
dikombinasikan dengna makrolid baru intravena, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila
pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik
oral dan berobat jalan.1

Pada pneumonia rawat inap, berbagai RS di Indonesia memberikan antibiotik beta


laktam, ampisilin, atau amoksisilin, dikombinasikan dengan kloramfenikol.

Tabel . Tatalksana pneumonia menurut etiologinya


Pathogen Rekomendasi terapi Terapi alternative
Streptococcus pneumonia Seftriakson, sefoktaksim, Sefuroksimaxetil,
penisilin G atau penisilin eritromisin, klindamisin, atau
V vaksomisin.
Streptococcus grup A Penisilin G Sefuroksimaxetil,
eritromisin, sefuroksim
Streptococcus grup B Penisilin G
Haemophilus influenza tipe Seftriekson, sefotaksim, Sefuroksimaxetil,,sefuroksim
B
ampisilin-sulbaktam, atau

24
ampisilin
Bakteri aerob gram Sefotaksim dengan Piperacilin-tazobactam
negative ataupun tanpa ditambah sediaan
aminoglikosida aminoglikosid
p. aeroginosa Seftazidim dengan Piperacillin-tazobactam
ataupun tanpa ditambah sediaan
aminoglikosida aminoglikosida
Staphylococcus aureus Nafsilin, sefazolin, Vankomisin (untuk MRSA)
klindamisin (untuk
MRSA)
Chel,ydophilis Eritromisin, azitromisin Doksisiklin (<9 tahun),
pneumonia atau klaritomisin florokuinolon (>18 tahun)
Chalmydia trachomatis Eritromisin, azitromisin,
atau klaritomisin
Herpes simplex virus asiklovir

Komplikasi

komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta,


pneumotoraks, atau infeksi ekstrapulmuner seperti meningitis purulenta. Empiema torasis
merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri

Ilten F dkk. Melaporkan mengenai komplikasi miokarditis yang cukup tinggi pada seri
pneumonia anak berusia 2-24 bulan. Oleh karena miokarditis merupakan keadaan yang fatal,
maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik noninvasif seperti EKG,
ekokardiografi, dan pemeriksaan enzim.1

Prognosis

Pada umumnya anak akan sembuh dari pneumonia dengan cepat dan sembuh sempurna,
walaupun kelainan radiologi dapat bertahan selama 6-8 minggu sebelum kembali ke kondisi
normal. Pada beberapa anak, pneumonia dapat berlangsung lebih lama dari 1 bulan atau dapat
berulang. Pada kasus seperti ini keumgnkinan adanya penyakit lain yang mendasari harus

25
dinvestigasi lebih lanjut, seperti dengan uji tuberkulin, pemeriksaan hidroklorida keringat
untuk penyakit kistik fibrosis, pemeriksaan imunoglobulin serum dan determinasi sub kelas
IgG, bronkoskopi untuk identifikasi kelaianan anatomis atau mencari benda asing, dan
pemeriksaan barium meal untuk refluks gastroeusofageal.5

Pencegahan

Vaksin influenza yang diberikan tiap tahun dianjurkan untuk seluruh anak berusia 6
bulan- 18 tahun. Bayi 6 bulan sampai dengan anak usia 5 tahun memiliki risiko tinggi
terjadinya komplikasi dari influenza yang dilemahkan dapat diberikan pada pasien 2-49
tahun. Beberapa vaksin trivalen telah memiliki lisensi untuk digunakan sejak berusia 6 bulan.
vaksinasi universal sejak masa kanak-kanak dengan vaksinasi H. Influenza tipe B
terkonjungasi dan S.pneumonia telah menurunkan insidens terjadinya pneumonia secara
bermakna. Keparahan suatu infeksi RSV dapat dikurangi dengan menggunakan palivisumab
pada pasien yang beresiko tinggi.5

Upaya mengurangi durasi ventilasi mekanik dan pemberian antibiotik dengan


bijaksana dapat menurunkan pneumonia akibat ventilator. Tempat tidur pada bagian kepala
harus dinaikan setinggi 30-45 derajad pada pasien terintubasi untuk meminimalisasi risiko
aspirasi dan semua instrumen penghisap lendir dan cairan saline harus steril. Cuci tangan baik
sebelum dan setelah kontak dengan setiap pasien dan menggunakan sarung tangan steril
ketika menggunakan prosedur invasif sangat penting untuk mencegah terjadinya penularan
infeksi nosokomial. Staf rumah sakit yang mengalami penyakit respiratori atau menjadi
pembawa penyakit tertentu seperti MRSA (methicillin-resisten S.aureus) harus mematuhi
kebijakan pengendalian infeksi untuk mencegah transmisi penyakit kepada pasien. Sterilisasi
peralatan sumber aerosol (misalnya alat pendingin udara) dapat mencegah terjadinya
pneumonia Legionella.5

Untuk mencegah pneumonia perlu partisipasi aktif dari masyarakat atau keluarga
terutama ibu rumah tangga, karena pneumonia sangat dipengaruhi oleh kebersihan di dalam
dan di luar rumah. Pencegahan pneumonia bertujuan untuk menghindari terjadinya penyakit
pneumonia pada balita. Berikut adalah upaya untuk mencegah terjadinya penyakit pneumonia
:
1. Perawatan selama masa kehamilan

26
Untuk mencegah risiko bayi dengan berta badan lahir rendah, perlu gizi ibu selama
kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi yang cukup bagi kesehatan ibu dan
pertumbuhan janin dalam kandungan serta pencegahan terhadap hal-hal yang
memungkinkan terkenanya infeksi selama kehamilan.
2. Perbaikan gizi balita

Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan karena malnutrisi,
sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi neonatal sampai umur 2 tahun.
Karena ASI terjamin kebersihannya, tidak terkontaminasi serta mengandung faktor-faktor
antibodi sehingga dapat memberikan perlindungan dan ketahanan terhadap infeksi virus
dan bakteri. Oleh karena itu, balita yang mendapat ASI secara ekslusif lebih tahan infeksi
dibanding balita yang tidak mendapatkannya.

3. Memberikan imunisasi lengkap pada anak

Untuk mencegah pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi yang


memadai, yaitu imunisasi anak campak pada anak umur 9 bulan, imunisasi DPT (Difteri,
Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.

4. Memeriksakan anak sedini mungkin apabila terserang batuk.

Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang sesuai untuk mencegah
terjadinya penyakit batuk pilek biasa menjadi batuk yang disertai dengan napas
cepat/sesak napas.
5. Mengurangi polusi didalam dan diluar rumah

Untuk mencegah pneumonia disarankan agar kadar debu dan asap diturunkan dengan cara
mengganti bahan bakar kayu dan tidak membawa balita ke dapur serta membuat lubang
ventilasi yang cukup. Selain itu asap rokok, lingkungan tidak bersih, cuaca panas, cuaca
dingin, perubahan cuaca dan dan masuk angin sebagai faktor yang memberi
kecenderungan untuk terkena penyakit pneumonia.
6. Menjauhkan balita dari penderita batuk.

Balita sangat rentan terserang penyakit terutama penyakit pada saluran pernapasan,
karena itu jauhkanlah balita dari orang yang terserang penyakit batuk. Udara napas seperti
batuk dan bersin-bersin dapat menularkan pneumonia pada orang lain. Karena bentuk
penyakit ini menyebar dengan droplet, infeksi akan menyebar dengan mudah. Perbaikan

27
rumah akan menyebabkan berkurangnya penyakit saluran napas yang berat. Semua anak
yang sehat sesekali akan menderita salesma (radang selaput lendir pada hidung), tetapi
sebagian besar mereka menjadi pneumonia karena malnutrisi.1,3,5

28
BAB III
ANALISA KASUS

Faktor predisposisi antara lain : Pada kasus ini, penderita seorang laki-laki
 Kebiasaan ayah merokok didepan dengan usia 8 bulan dengan riwayat
rumah kebiasaan ayah merokok didepan rumah kira-
 Lingkungan kurang memadai kira 1 bungkus per hari. Dan juga tempat
tinggal pasien yang sangat padat penduduk,
jendela yang tidak pernah di buka sehingga
cahaya matahari tidak dapat masuk
merupakan faktor predisposisi untuk pasien
tersebut

Presentasi bervariasi tergantung etiologi, usia Pada pasien didapati :


dan keadaan klinis.  Demam tinggi.
 Demam, suhu tubuh dapat melebihi  Sesak nafas.
400C.  Batuk disertai dahak.
 Sesak nafas bisa disertai dengan nafas  Nafas cuping hidung
tambahan seperti nafas cuping hidung  Retraksi suprasetral
dan adanya retraksi baik retraksi  Pada auskultasi ditemukan Suara
suprasternal, retraksi intercostal, pernafasan: vesikuler di seluruh
maupun retraksi subcostal. lapang paru dextra; vesikuler di
 Batuk dan sputum produktif lapangan atas dan lapangan tengah
 ronki basah . paru sinistra. terdengar: ronki basah
 Leukositosis. di lapang bawah paru sinistra dan
dextra.
 Pada pasien ditemukan kadar leukosit
Leukosit 14.35x10^3/uL (N: 4.000-
12.000)
Pemeriksaan Radiologis. FOTO THORAX

29
• Distibusi infiltrat pada segmen apikal Thorax : Tampak infiltrat perihiler dan
lobus bawah atau inferior lobus. parakardial kanan dan kiri
Kesimpulan : pneumonia

30
Daftar Pustaka
1. Rahajoe N, Supriyanto B, setyanto D. Respirologi anak. Edisi ke-1. Jakarta: IDAI;
2013
2. Santoso M, Kurniadhi D, Tandean M, Oktavia E, Ciulianto R. Panduan kepanitraan
klinik pendidikan dokter. Jakarta: FK Ukrida; 2009
3. Yayasan penyantun anak asma Indonesia. Manajemen kasus respirologi anak dalam
praktek sehari-hari. Jakarta: YAPNAS SUDDHAPRANA; 2007
4. Meadow R, Newell S. Lecture notes pediatrika. Edisi ke-7. Jakarta: Erlangga; 2005
5. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson ilmu kesehatan anak
esensial. Edisi ke-6. Singapura: Elsevier; 2014

31

You might also like