You are on page 1of 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
HIV/AIDS telah menjadi penyakit yang menakutkan bagi masyarakat dunia tidak
terkecuali masyarakat Indonesia karena penderita HIV/AIDS di dunia setiap tahunnya
mengalami peningkatan. Jumlah penderita HIV di dunia pada tahun 2012 tercatat sebanyak 35,3
juta orang dan pada tahun 2015 jumlah penderita HIV/AIDS di dunia meningkat menjadi 36,7
juta orang dan jumlah kematian yang disebabkan oleh AIDS sepanjang tahun 2015 sebanyak 1,1
juta orang.
(WHO, 2015)
Berdasarkan data Ditjen P2PL (Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan),
statistik kasus HIV/AIDS yang dilaporkan dari tahun 2011-2012 mengalami peningkatan, yaitu
pada tahun 2011 kasus baru HIV sebesar 21.031 kasus, kemudian meningkat menjadi 21.511
kasus pada tahun 2012. Begitu juga dengan AIDS dari tahun 2011 sebanyak 37.201 kasus,
meningkat menjadi 42.887 kasus pada tahun 2012. Proporsi faktor risiko penderita HIV/AIDS
melalui hubungan heteroseksual merupakan cara penularan dengan persentase tertinggi sebesar
77,75%, diikuti oleh penasun atau injecting drug user (IDU) sebesar 9,16% dan dari ibu ke anak
sebesar 3,76%.
(Kemenkes RI, 2012)
Kasus infeksi HIV/AIDS di Jawa Tengah digambarkan sebagai berikut; pada tahun 2011
terdapat 755 kasus, tahun 2012 menurun menjadi 607 kasus, namun kasus Aquiared Immuno
Devisiency Syndrome (AIDS) terjadi peningkatan dari tahun 2011 sebanyak 521 kasus dan tahun
2012 menjadi 797 kasus. Jumlah kematian karena AIDS di Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak 89
kasus, meningkat menjadi 149 kasus pada tahun 2012.
(Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2012)
HIV/AIDS bisa dicegah dengan cara menjauhi seks bebas, bagi yang sudah menikah setia
pada pasangan, menggunakan kondom pada saat melakukan hubungan intim (untuk
meminimalisir tertularnya virus HIV melalui cairan vagina dan sperma) dan yang terakhir adalah
menjauhi pemakaian narkoba.
(Murni dkk, 2009).

1
Perawatan penderita HIV/AIDS yang tersusun dalam makalah ini diharapkan menjadi
pengetahuan bagi Mahasiswa/Mahasiswi Akper Pragolopati Kab. Pati sebagai gambaran
tindakan keperawatan yang dilakukan oleh mahasiswa ketika praktik di lapangan.

B. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis
memperoleh hasil yang diinginkan, maka penulis mengungkapkan beberapa rumusan masalah.
Rumusan masalah itu adalah :
1. Apa pengertian HIV/AIDS ?
2. Bagaimana klasifikasi HIV/AIDS ?
3. Apa etiologi HIV/AIDS ?
4. Apa saja manifestasi klinis HIV/AIDS ?
5. Bagaimana patofisiologi HIV/AIDS ?
6. Bagaimana pathways HIV/AIDS ?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang HIV/AIDS ?
8. Bagaimana penatalaksanaan HIV/AIDS ?
9. Apa saja komplikasi HIV/AIDS ?
10. Apa saja pengkajian keperawatan pada pasien HIV/AIDS ?
11. Apa saja diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien HIV/AIDS ?
12. Apa saja intervensi keperawatan pada pasien HIV/AIDS ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep dasar dan asuhan keperawatan tentang HIV/AIDS.
2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa :
a. Mampu menjelaskan pengertian HIV/AIDS ?
b. Mampu menjelaskan klasifikasi HIV/AIDS ?
c. Mampu menjelaskan etiologi HIV/AIDS ?
d. Mampu menjelaskan manifestasi klinis HIV/AIDS ?
e. Mampu menjelaskan patofisiologi HIV/AIDS ?

2
f. Mampu menjelaskan pathways HIV/AIDS ?
g. Mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang HIV/AIDS ?
h. Mampu menjelaskan penatalaksanaan HIV/AIDS ?
i. Mampu menjelaskan komplikasi HIV/AIDS ?
j. Mampu menjelaskan pengkajian keperawatan pada pasien HIV/AIDS ?
k. Mampu menjelaskan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien
HIV/AIDS ?
l. Mampu menjelaskan intervensi keperawatan pada pasien HIV/AIDS ?

D. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Disini mahasiswa diharapkan dapat memahami dan bisa membuat cara proses
keperawatan tentang HIV/AIDS agar apabila mereka menemukan masalah mengenai
penyakit dengan HIV/AIDS dapat memposisikan diri bagaimana cara mengikuti alur guna
mencari yang terbaik.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Dalam penyusunan ini diharapkan di profesi keperawatan dapat meningkatkan kinerja
dan dapat membentuk sistem yang lebih care lagi kepada kliens dengan HIV/AIDS, disini
juga diharapkan bahwa di keprofesian dapat menjadikan penyakit ini sebagai bahan yang
perlu diteliti guna meningkatkan kinerja, dan mengembangkan kemampuan pendidikan
dibidang kesehatan.
3. Bagi Masyarakat
Dari pembuatan dan penyusunan ini diharapkan masyarakat dapat mengetahui tentang
penyakit HIV/AIDS, bahayanya penyakit ini, dan bagaimana mereka bersosialisasi dengan
orang-orang yang terdiagnosa dengan penyakit ini.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat menyebabkan AIDS
dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem
kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit
walaupun yang sangat ringan sekalipun.
(Brunner & Suddarth, 2013)
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala atau penyakit
yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus) yang termasuk family retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari
infeksi HIV.
(Aru, 2014)
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem imun
sehingga kekebalan menjadi lemah bahkan sampai hilang. Sedangkan AIDS (Acquired Immune
Deficiency Syndrome) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus yaitu virus HIV.
(Sujana, 2007)

B. Klasifikasi
Klasifikasi infeksi HIV menurut CDC, USA (2014) :
Grup I : Infeksi akut
Grup II : Infeksi kronik asimptomatik
Grup III : Persistent generalized lymphadenopathy
Grup IV : Penyakit lain
Sub grup A : Penyakit konstitusional
Sub grup B : Penyakit neurologis
Sub grup C : Penyakit infeksi sekunder
Sub grup D : Kanker sekunder
Sub grup E : Kondisi-kondisi lainnya

4
Masa inkubasi
Masa inkubasi adalah waktu dari terjadinya infeksi sampai munculnya gejala yang
pertama pada pasien. Pada infeksi HIV hal ini sulit diketahui. Dari penelitian pada sebagian
besar kasus dikatakan masa inkubasi rata-rata 5-10 tahun, dan bervariasi sangat lebar, yaitu
antara 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun. Walaupun belum ada gejala, tapi yang bersangkutan
telah dapat menjadi sumber penularan.
1. Infeksi Akut
Sekitar 30-50% dari mereka yang terinfeksi HIV akan memberikan gejala infeksi akut
yang mirip dengan gejala infeksi mononukleosis, yaitu demam, sakit tenggorokan, letargi,
batuk, mialgia, keringat malam, dan keluhan GIT berupa nyeri menelan, mual, muntah, dan
diare. Mungkin bisa didapatkan adanya pembesaran kelenjar limfe leher, faringitis, macular
rash dan aseptik meningitis yang akan sembuh dalam waktu 6 minggu. Patogenesis simtom
ini tidak jelas diketahui, tapi sangat mungkin akibat adanya reaksi imun yang aktif terhadap
masuknya HIV dalam darah. Saat ini mungkin pemeriksaan antibodi HIV masih negatif, tapi
pemeriksaan Ag p24 sudah positif. Pada saat ini dikatakan pasien ini sangat infeksius.
2. Infeksi Kronik Asimptomatik
Fase akut akan diikuti fase kronik asimptomatik yang lamanya bisa bertahun-tahun.
Walaupun tidak ada gejala, kita tetap dapat mengisolasi virus dari darah pasien dan ini berarti
bahwa selama fase ini pasien juga infeksius. Tidak diketahui secara pasti apa yang terjadi
pada HIV pada fase ini. Mungkin terjadi replikasi lambat pada sel-sel tertentu dan laten pada
sel-sel lainnya. Tapi jelas bahwa aktivitas HIV tetap terjadi dan ini dibuktikan dengan
menurunnya fungsi sistem imun dari waktu ke waktu. Mungkin sampai jumlah virus tertentu
tubuh masih dapat mengantisipasi sistem imun dalam kompensasi.
3. PGL (Pembengkakan Kelenjar Limfe)
Pada kebanyakan kasus, gejala pertama yang muncul adalah PGL. Ini menunjukkan
adanya hiperaktivitas sel limfosit B dalam kelenjar limfe, dapat persisten selama bertahun-
tahun, dan pasien tetap merasa sehat. Terjadi progresi bertahap dari adanya hiperplasia
folikel dalam kelenjar limfe sampai timbulnya involusi dengan adanya invasi sel limfosit T8.
Ini merupakan reaksi tubuh untuk menghancurkan sel dendritik folikel yang terinfeksi HIV.
Disamping itu infeksi pada otak juga sering terjadi. Walaupun dikatakan konsentrasi HIV

5
paling banyak dalam likuor serebrospinal, umumnya sulit mendeteksi kelainan
psikoneurologi pada fase ini.
4. Dengan menurunnya sel limfosit T4, makin jelas nampak gejala klinis yang dapat dibedakan
menjadi beberapa keadaan. Gejala ini dapat dibagi atas :
a. Gejala dan keluhan yang disebabkan oleh hal-hal tidak langsung berhubungan dengan
HIV, seperti: diare, demam lebih dari satu bulan, keringat malam, rasa lelah berlebihan,
batuk kronik lebih dari satu bulan, dan penurunan berat badan 10% atau lebih. Apabila
yang mencolok adalah penurunan berat badan, maka ini merupakan salah satu penyakit
indikator AIDS, dan disebut slim disease, gejala ini yang paling banyak terdapat di
Afrika.
b. Gejala yang langsung akibat HIV, misalnya: mielopati, neuropati perifer, dan penyakit
susunan saraf otak. Hampir 30% pasien dalam stadium akhir akan menderita AIDS
dementia kompleks, yaitu menurun sampai hilangnya daya ingat, gangguan fungsi
motorik dan fungsi kognitif, sehingga pasien sulit berkomunikasi dan tida bisa jalan.
c. Infeksi oportunistik dan neoplasma. Pada stadium kronik simptomatik ini sangat sedikit
keluhan dan gejala yang benar-benar langsung akibat HIV. Sebagian besar adalah akibat
menurunnya sel limfosit T4, sehingga dengan terganggunya sentral sistem imun selular
ini, maka infeksi oportunistik yang sering dialami adalah infeksi virus, parasit, dan
mikrobakterium. Neoplasma yang dikenal sebagai penyakit indikator AIDS adalah
sarkoma kaposi dan limfoma sel B yang terisolasi di otak dan non Hodgkin limfoma.

C. Etiologi
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut HIV dari
kelompok virus yang dikenal retrovirus yang disebut Lympadenopathy Associated Virus (LAV)
atau Human T-Cell Leukemia Virus (HTL-III yang disebut juga disebut Human T-Cell
Lymphotropic Virus (retrovirus). Retrovirus mengubah asam Rebonukleatnya (RNA) menjadi
asam Deoksiribunokleat (DNA) setelah masuk kedalam sel pejamu.
Penularan virus ditularkan melalui:
1. Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa kondom) dengan orang
yang telah terinfeksi HIV.
2. Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian.

6
3. Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV.
4. Ibu menderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat melahirkan atau
melalui air susu ibu (ASI).
(Nurarif, 2015)

D. Manifestasi Klinis
1. Dicurigai AIDS pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala mayor dan satu gejala
minor dan tidak ada sebab-sebab imunosupresi yang lain seperti kanker, malnutrisi berat,
atau pemakaian kortikosteroid yang lama.
Gejala mayor :
a. Penurunan berat badan lebih dari 10%.
b. Diare kronik lebih dari satu bulan.
c. Demam lebih dari satu bulan (kontinyu atau intermiten).
Gejala minor :
a. Batuk lebih dari satu bulan.
b. Dermatitis pruritik umum.
c. Herpes zoster rekurrens.
d. Kandidiasis orofaring.
e. Limfadenopati generalisata.
f. Herpes simpleks diseminata yang kronik progresif.
2. Dicurigai AIDS pada anak, bila terdapat paling sedikit dua gejala mayor dan dua gejala
minor, dan tidak terdapat sebab-sebab imunosupresi yang lain seperti kanker, malnutrisi
berat, pemakaian kortikosteroid yang lama atau etiologi lain.
Gejala mayor :
a. Penurunan berat badan atau pertumbuhan yang lambat dan abnormal.
b. Diare kronik lebih dari satu bulan.
c. Demam lebih dari satu bulan.
Gejala minor :
a. Limfadenopati generalisata.
b. Kandidiasis orofaring.
c. Infeksi umum yang berulang.

7
d. Batuk persisten.
e. Dermatitis generalisata.
f. Infeksi HIV pada ibunya.
(Soeparman, 2007)

E. Patofisiologi
HIV secara signifikan berdampak pada kapasitas fungsional dan kualitas kekebalan
tubuh. HIV mempunyai target sel utama yaitu sel limfosit T4, yang mempunyai reseptor CD4.
Beberapa sel lain yang juga mempunyai reseptor CD4 adalah sel monosit, sel makrofag, sel
folikular dendritik, sel retina, sel leher rahim, dan sel langerhans. Infeksi limfosit CD 4 oleh HIV
dimediasi oleh perlekatan virus kepermukaan sel reseptor CD4, yang menyebabkan kematian sel
dengan meningkatkan tingkat apoptosis pada sel yang terinfeksi. Selain menyerang sistem
kekebalan tubuh, infeksi HIV juga berdampak pada sistem saraf dan dapat mengakibatkan
kelainan pada saraf.
HIV tergolong ke dalam kelompok virus yang dikenal sebagai retrovirus yang
menunjukkan bahwa virus tersebut membawa materi genetiknya dalam asam, ribonukleat (RNA)
dan bukan dalam asam deoksiribonukleat (DNA). Virion HIV (partikel virus yang lengkap yang
dibungkus oleh selubung pelindung) mengandung RNA dalam inti berbentuk peluru yang
terpancung di mana p24 merupakan komponen struktural yang utama. Tombol (knob) yang
menonjol lewat dinding virus terdiri atas protein gp120 yang terkait pada protein gp41. Bagian
yang secara selektif berikatan dengan sel-sel CD4-positif (CD+) adalah gp120 dari HIV.
Limfosit T4 helper ini merupakan sel yang paling banyak diantara ketiga sel di atas. Jadi,
sebelum sel T helper dapat mengenal benda asing HIV, ia lebih dahulu sudah dilumpuhkan. HIV
kemudian mengubah fungsi reseptor di permukaan sel T helper sehingga reseptor ini dapat
menempel dan melebur ke sembarang sel lainnya sekaligus memindahkan HIV. Sesudah terikat
dengan membran sel T4 helper, HIV akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik
kedalam sel T4 helper. Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase,
HIV akan melakukan pemprograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk
membuat double-stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA ini akan disatukan ke dalam nukleus
sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen.

8
Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi diaktifkan.
Aktivasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen, sitokin, (TNF alfa atau
interleukin 1) atau produk gen virus seperti sitomegalovirus (CMV; cylomegalovirus). Virus
Epstein-Barr, herpes simpleks dan hepatitis. Sebagai akibatnya, pada saat sel T4 yang terinfeksi
diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4 akan dihancurkan. HIV
yang baru dibentuk ini kemudian dilepas kedalam plasma darah dan menginfeksi sel-sel CD4+
lainnya.
Dalam respon imun, limfosit T4 memainkan beberapa perangan yang penting, yaitu:
mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi,
menstimulasi limfosit T sitotoksik, memproduksi limfokin dan mempertahankan tubuh terhadap
infeksi parasit. Kalau fungsi limfosit T4 terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak
menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan sakit
yang serius. Infeksi dan malignasi yang timbul sebagai akibat dari gangguan sistem imun
dinamakan infeksi oportunistik
Fungsi T helper dalam mekanisme pertahanan tubuh sudah dilumpuhkan, genom dari
HIV dan proviral DNA kemudian dibentuk dan diintegrasikan pada DNA sel T helper sehingga
menumpang ikut berkembang biak sesuai dengan perkembangbiakan sel T helper. Sampai suatu
saat ada mekanisme pencetus (mungkin karena infeksi virus lain) maka HIV akan aktif
membentuk RNA, ke luar dari T helper dan menyerang sel lainnya untuk menimbulkan penyakit
AIDS. Karena sel T helper sudah lumpuh maka tidak ada mekanisme pembentukan sel T killer,
sel B dan sel fagosit lainnya. Kelumpuhan mekanisme kekebalan inilah yang disebut AIDS
(Acquired Immunodeficiency Syndrome) atau sindroma kegagalan kekebalan.
(Brunner & Suddarth, 2013)

9
F. Pathways
Hubungan seks, transfusi darah, plasenta ibu, dan jarum suntik bergantian

HIV masuk dalam tubuh lewat peredaran darah

Melekat pada reseptor sel T oleh gp120 HIV

Sel T terinfeksi

Sistem imun seluler, fungsi sel B, makrofag berkurang, dan sel T helper

HIV pindah ke sel T helper dan mengikatnya

HIV menginjeksi 2 utas benang RNA yg identik ke dalam sel T helper

Program ulang materi genetik sel T4 membuat double stranded DNA (DNA utas ganda)
disatukan dalam nukleus sel T4 dan terjadi infeksi permanen

Mekanisme pencetus (infeksi virus lain)

Pembentukan RNA dan menyerang sel2 rentan yang lain diseluruh tubuh

Tidak ada mekanisme pembentukan sel B, T killer, dan sel fagosit lainnya
(Kelumpuhan mekanisme kekebalan)

Perubahan status kesehatan AIDS Sistem imun Resiko infeksi

Kurangnya informasi Menarik diri dari sosial Menyebar ke seluruh sel tubuh
terhadap penularan
HIV/AIDS Perilaku malu Sarkoma kaposi multiorgan

Melekat & merusak sel2 mukosa saluran GI


Defisiensi pengetahuan Isolasi sosial
Iritasi mukosa

Merangsang gerakan peristaltik


Gatal, bersisik Jaringan kulit
Diare
Stimulasi serabut Vesikel pd kulit, herpes
saraf nyeri Pengeluaran cairan & elektrolit
Lesi2 kutaneus
Transmisi impuls Kekurangan volume cairan
saraf ke medula Turgor kulit jelek
spinalis Kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia

Saraf pusat Kerusakan Ketidaknyamanan intake makan


integritas kulit
Respon nyeri Anoreksi

Nyeri akut
Nutrisi inadekuat

10 Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes Laboratorium
Untuk mendiagnosis (Human Immunodeficiency Virus) HIV dan memantau
perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi (Human Immunodeficiency Virus)
HIV.
a. Serologis
1) Tes antibody serum, untuk skrining (Human Immunodeficiency Virus) HIV dan
ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa.
2) Tes blot Western, untuk mengkonfirmasi diagnosa HIV.
3) Sel T-limfosit, untuk penurunan jumlah total (N: 20-40% leukosit atau >2000).
4) Sel T4-helper (indikator sistem imun yang menjadi media banyak proses sistem imun
dan menandai sel B untuk menghasilkan antibody terhadap bakteri asing), jumlah
yang kurang dari 200 mengindikasikan respons defisiensi imun hebat (N: 500-1.300
sel/mm3 atau 38-64%).
5) T8 (sel supresor sitopatik), rasio terbalik (2:1 atau lebih besar) dari sel supresor pada
sel helper (T8 ke T4) mengindikasikan supresi imun (N: 210-590 sel/mm3 atau 15-
33%)
6) P24 (protein pembungkus HIV), peningkatan nilai kuantitatif protein
mengidentifikasikan progresi infeksi (mungkin tidak dapat dideteksi pada stadium
awal dari infeksi HIV).
7) Kadar Ig, umumnya meningkat terutama IgG dan IgA dengan IgM yang normal
ataupun mendekati normal (indikator kemampuan tubuh untuk menunjukkan bila
proses penularan telah lengkap tetapi umumnya digunakan karena faktor-faktor lain
dapat mengubahnya, misal polutan lingkungan).
8) Reaksi rantai polimerase, untuk mendeteksi adanya DNA virus dalam jumlah yang
sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
9) Tes PHS, (pembungkus hepatitis B dan inti antibody, sifilis, CMV mungkin positif).
b. Budaya
Histologis, pemeriksaan sitologis urin, darah, feses, cairan spinal, luka, sputum,
dan sekresi mungkin dilakukan untuk mengidentifikasi kemampuan infeksi. Beberapa
yang paling umum diidentifikasi sebagai berikut:

11
1) Infeksi parasit dan protozoa, seperti PCP kriptosporidiosis, toksoplasmosis.
2) Infeksi jamur, seperti Candida albicans (kandidiasis), Cryptococcus neoformans
(kriptokokosis), Histoplasma capsulatum (hismonelosis).
3) Infeksi bakteri, seperti Mycobacterium avium-intercellulare, TB mikobakterial milier,
Shigella (sigelosis), Salmonella (salmonelosis).
4) Infeksi viral, seperti CVM, herpes simpleks, herpes zoster.
c. Pemeriksaan neurologis
EEG, MRI, Skan CT otak, EMG/pemeriksaan konduksi saraf, diindikasikan untuk
perubahan mental, demam yang tidak diketahui asalnya dan perubahan fungsi
sensori/motor.
d. Tes lainnya
1) Sinar X dada, mungkin normal pada awalnya atau menyatakan perkembangan
infiltrasi interstisial dari PCP tahap lanjut (penyakit yang paling umum terjadi)
ataupun komplikasi pulmonal lainnya.
2) Tes fungsi pulmonal, digunakan pada deteksi awal pneumonia interstisial.
3) Skan gallium, ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk-bentuk
pneumonia lainnya.
4) Biopsis, mungkin dilakukan untuk diagnosa yang berbeda bagi sarkoma kaposi
ataupun lesi neuplastik lainnya.
5) Bronkoskopi/pencucian trakeobronkial, mungkin dilakukan dengan biopsi pada
waktu PCP ataupun diduga adanya kerusakan pada paru-paru.
6) (Menelan barium, endoskopi, kolonoskopi), mungkin dilakukan untuk
mengidentifikasi kemungkinan infeksi (misal candida CMV) atau menentukan tahap
sarkoma kaposi pada sistem GI.
2. Tes Antibodi
a. Tes Enzim-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Bertujuan mengidentifikasi spesifik untuk HIV, dimana tes ini tidak menegakkan
diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi,
orang yang didalam darahnya mengandung antibody HIV disebut seropositif.
b. Western Blot Assay
Bertujuan mengenali antibody HIV dan memastikan seropositif HIV

12
c. Indirect Immunoflouresence
Bertujuan sebagai pengganti pemeriksaan western blot assay untuk memastikan
seropositif HIV.
d. Radio Immuno Presipitation Assay (RIPA)
Bertujuan untuk mendeteksi protein dari antibody
e. Polymerase Chain Reaction (PCR)
Bertujuan untuk DNA dan RNA virus HIV sangat sensitif dan spesifik untuk
infeksi HIV. Tes ini sering digunakan bila tes lain tidak jelas.
f. Pelacakan HIV
Bertujuan untuk mengetahui perjalanan penyakit dan responnya. Protein tersebut
adalah protein virus P24, pemeriksaan P24 antigen capture assay spesifik untuk HIV
sehingga kadar P24 menurun.
(Doengoes, 2012)

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Obat Antiretrovirus
Bila dilihat dari kemungkinan tempat-tempat kerja obat, ada beberapa tempat
yang mungkin diteliti adalah pada reseptor CD4 (dengan CD4 soluble), penghambat
enzim reverse transcriptase (misalnya analog nukleosid seperti AXI, ddl, ddC, dan obat
nukleosid nivarapine). Bisa dengan menghambat translasi dan transkripsi dengan
antagonis Tat, ribosim, dan terapi gen. Dapat dengan protease inhibitor untuk
menghambat pelepasan HIV. Yang sudah dipakai secara luas adalah :
1) Zidovudine (AZT) merupakan analog thymidine, sebagai terapi pertama
antiretrovirus, bila jumlah CD4 < 500/mm3. Efek pemakaian obat ini yang
menguntungkan adalah dapat memperpanjang masa hidup (1-2 tahun), mengurangi
frekuensi dan berat infeksi oportunistik, menunda progresivitas penyakit,
memperbaiki kualitas hidup pasien, mengurangi risiko penularan perinatal,
mengurangi kadar Ag p24 dalam serum dan cairan spinal. Efek samping zidovudine
adalah sakit kepala, nausea, anemia, neutropenia, malaise, fatique, agitasi, insomnia,
muntah, dan rasa tidak enak di perut. Setelah pemakaian jangka panjang dapat timbul

13
miopati. Toksik hepar (jarang) dan pigmentasi kuku. Resistensi akan terjadi bila
jumlah CD4 < 100/mm3. Dosis yang sekarang dipakai 200 mg po tid, dan dosis
diturunkan menjadi 100 mg po tid bila ada tanda-tanda toksik.
2) Didanosine (ddl), Videx
Merupakan terapi kedua untuk yang intoleransi terhadap AZT, atau bisa sebagai
kombinasi dengan AZT bila ternyata ada kemungkinan respon terhadap AZT
menurun. Untuk menunda infeksi oportunistik respon pada ARC dan asimptomatik
hasilnya lebih baik dari pada AZT. Efek sampingnya neuropati perifer, pankreatitis
(7%), nausea, diare.
Dosis : 200 mg po bid (untuk BB > 60 kg) dan 125 mg po bid (untuk BB < 60 kg).
Mulanya hanya dipakai untuk kombinasi dengan AZT. Secara in vitro merupakan
obat yang paling kuat, tapi efek samping terjadinya neuropati (17-31%), dan
pankreatitis. Dosis : 0,75 mg po tid.
b. Obat-obat untuk infeksi oportunistik
Tergantung infeksi oportunistik apa yang timbul. Data dari barat menunjukkan
pola infeksi oportunistik yang paling sering adalah PCP, yang terjadi pada 75% dari
pasien AIDS, dan TBC.
Terapi profilaktik:
Pemberian profilaktik untuk PCP dimulai bila CD4 < 250 mm/mm3, dengan obat
kotrimokzasol dua kali/minggu, dosis 2 tablet, atau dengan aerosol pentamidine 300 mg,
dan dapsone atau fansidar. Profilaksis untuk TBC dimulai bila PPD > = 5 mm, dan pasien
anergik. Dipakai INH 300 mg po qd dengan vit. B6, atau rifampisin 600 mg po qd bila
intolerans INH. Profilaktis untuk MAI (Mycobacterium avium intracelulare), bila CD4 <
200/mm3, dengan flukonazol po q minggu, bila pernah menderita oral kandidiasis,
sebelumnya belum direkomendasikan untuk profilaktis kandidiasis, karena cepat timbul
resistensi obat disamping biayanya juga mahal.
c. Obat untuk kanker sekunder
Pada dasarnya sama dengan penanganan pada pasien non HIV. Untuk sarkoma
kaposi, KS soliter: radiasi, dan untuk KS multipel: kemoterapi. Untuk limfoma maligna,
sesuai dengan penanganan limfoma pada pasien non HIV.
d. Immune Restoring Agents

14
Obat-obat ini diharapkan dapat memperbaiki fungsi sel limfosit, menambah jumlah
limfosit, sehingga dapat memperbaiki status kekebalan pasien. Bisa dengan memakai :
1) - Interferron alpha : Ekstrak kelenjar thymus
- Interferron gamma : loprinosin
- Interleukin 2 : levamisol
2) Mengganti sel limfosit dengan cara transfusi limfosit, transplantasi timus, dan
transplantasi sumsum tulang.
e. Pengobatan Simtomatis dan Suportif
Obat-obatan simtomatis dan terapi suportif sering harus diberikan pada seseorang
yang telah menderita AIDS, antara lain yang sering yaitu analgetik, tranquilizer minor,
vitamin, dan transfusi darah.
(Soeparman, 2007)
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Memberi dukungan nutrisi, seperti membantu pasien dalam mendapatkan atau
mempersiapkan makanannya. Untuk pasien dengan gangguan nutrisi yang lanjut karena
penurunan asupan makanan, sindrom pelisutan atau malabsorpsi saluran cerna yang
berkaitan dengan diare, mungkin diperlukan pemberian makan lewat pembuluh darah
seperti nutrisi parenteral total.
b. Menangani lesi pada kulit yang berkaitan dengan sarkoma kaposi, ekskoriasi kulit
perianal dengan perawatan kulit yang seksama dan rajin, perawatan ini mencakup
tindakan membalikkan tubuh pasien secara teratur, membersihkan dan mengoleskan salep
obat serta menutup lesi dengan kasa steril.
c. Memberikan terapi oksigen, pelatihan relaksasi, dan teknik-teknik menghemat tenaga
pada pasien dengan gejala paru seperti dispnea dan napas pendek yang mungkin
berhubungan dengan sarkoma kaposi serta keadaan mudah letih.
d. Memberi preparat analgetik yang diberikan secara teratur selama 24 jam dengan gejala
rasa nyeri yang menyertai lesi kulit, kram perut, neuropati perifer atau sarkoma kaposi.
e. Melakukan teknik relaksasi dan guided imagery (terapi psikologi dengan cara imajinasi
yang terarah) dapat membantu mengurangi rasa nyeri dan kecemasan pada sebagian
pasien.
(Brunner & Suddarth, 2013)

15
I. Komplikasi
1. Pneumonia Pneumocystis (PCP)
Merupakan penyakit oportunistik pada infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus)
yang disebabkan oleh Pneumonia Pneumocystis terjadi bila kadar CD4 penderita kurang dari
200 sel/mm3. Profilaksis diberikan bila kadar CD4 pada penderita HIV kurang dari 200
sel/mm3. Obat yang digunakan untuk pengobatan PCP antara lain trimetoprim-
sulfametoksazol, primakuin, klindamisin, atavaquon, pentamidin.
2. Tuberculosis (TBC)
Sistem kekebalan tubuh bertugas untuk melawan infeksi yang menyerang tubuh. Usaha
menyerang infeksi dini dapat melemahkan sistem kekebalan, dan menyebabkan jumlah CD4
menurun, walaupun biasanya setelah sembuh, CD4-nya naik lagi. Tetapi bila sistem
kekebalan seorang Odha harus melawan infeksi lain, serangannya terhadap HIV berkurang,
dan viral load juga akan naik. TB dianggap IQ, tetapi penyakit akibat TB dapat muncul
dengan jumlah CD4 yang tinggi termasuk pada orang dengan HIV.
3. Esofagitis
Adalah peradangan pada kerongkongan (esophagus), yaitu jalur makanan dari mulut ke
lambung. Pada individu yang terinfeksi HIV, penyakit ini terjadi karena infeksi jamur (jamur
kandidiasis) atau virus (herpes simpleks-1 atau virus sitomegalo). Ia pun dapat disebabkan
oleh mikrobakteria, meskipun kasusnya langka.
4. Diare
Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV dapat terjadi karena berbagai
penyebab, antara lain infeksi bakteri dan parasit yang umum (seperti Salmonella, Shigella,
Listeria, Kampilobakter, Escherichia coli), serta infeksi oportunistik yang tidak umum dan
virus (seperti Kriptosporidiosis, Mikrosporidiosis, Mycobacterium avium complex, dan Virus
Sitomegalo (CMV) yang merupakan penyebab kolitis).
Pada beberapa kasus, diare terjadi sebagai efek samping dari obat-obatan yang digunakan
untuk menangani HIV, atau efek samping dari infeksi utama (primer) dari HIV itu sendiri.
Selain itu, diare juga dapat merupakan efek samping dari antibiotik yang digunakan untuk
menangani bakteri diare (misalnya pada Clostridium difficile). Pada stadium akhir infeksi
HIV, diare diperkirakan merupakan petunjuk terjadinya perubahan cara saluran pencemaran

16
menyerap nutrisi, serta mungkin merupakan komponen penting dalam sistem pembuangan
yang berhubungan dengan HIV.
5. Toksoplasmositis
Infeksi HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah laku karena gangguan pada
syaraf (neuropsychiatric sequelae), yang disebabkan oleh infeksi organisme atas sistem
syaraf yang telah menjadi rentan atau sebagai akibat langsung dari penyakit itu sendiri.
Toksoplasmositis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel-satu, yang disebut
Toxoplasma gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan radang otak
akut (toxoplasma ensefalitis), namun ia juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit
pada mata dan paru-paru. Meningitis kriptokokal adalah infeksi meninges (membran yang
menutupi otak dan sumsum tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus neoformans. Hal ini
dapat menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan muntah. Pasien juga mungkin
mengalami sawan dan kebingungan, yang jika tidak ditangani dapat mematikan.
6. Leukoensefalopati multifokal progresif
Adalah penyakit demielinasi, yaitu penyakit yang menghancurkan selubung syaraf
(mielin) yang menutupi serabut sel syaraf (akson) sehingga merusak penghantaran impuls
syaraf. Ia disebabkan oleh virus John Cunningham (JC) yang 70% populasinya terdapat di
tubuh manusia dalam kondisi laten dan menyebabkan penyakit hanya ketika sistem
kekebalan sangat lemah sebagaimana yang terjadi pada pasien AIDS. Penyakit ini
berkembang cepat (progresif) dan menyebar (multilokal) , sehingga biasanya menyebabkan
kematian dalam waktu sebulan setelah diagnosis.
7. Sarkoma Kaposi
Adalah tumor yang paling umum menyerang pasien yang terinfeksi HIV. Kemunculan
tumor ini pada sejumlah pemuda homoseksual tahun 1981 adalah salah satu pertanda pertama
wabah AIDS. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari subfamily gammaherpesvirinae, yaitu
virus herpes manusia-8 yang juga disebut virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV). Penyakit
ini sering muncul di kulit dalam bentuk bintik keungu-unguan, tetapi dapat menyerang organ
lain, terutama mulut, saluran pencernaan, dan paru-paru.
8. Kanker getah bening
Adalah kanker yang menyerang sel darah putih dan terkumpul dalam kelenjar getah
bening, misalnya seperti limfoma burkitt (Burkitt’s lymphomct) atau sejenisnya (Burkitt’s-

17
like lymphoma), difussi large B-cell lymphoma (DLBCL), dan limfoma sistem syaraf pusat
primer lebih sering muncul pada pasien yang terinfeksi HIV. Kanker ini seringkali
merupakan perkiraan kondisi (prognosis) yang buruk. Pada beberapa kasus, limfoma adalah
tanda utama AIDS. Limfoma ini sebagian besar disebabkam oleh virus Epstein-Barr atau
virus Herpes Sarkoma Kaposi. Kanker leher rahim pada wanita yang terkena HIV dianggap
tanda utama AIDS. Kanker ini disebabkan oleh virus papiloma manusia.
9. Kanker Leher Rahim (pada wanita yang terkena HIV)
Adalah kanker yang muncul pada leher rahim wanita. Hampir seluruh kanker rahim
disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV).
(Mansjoer, 2010)

18
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN HIV/AIDS

A. Pengkajian Keperawatan
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Meliputi : nama, tempat/ tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori ditemui
keluhan utama sesak nafas. Keluhan utama lainnya ditemui pada pasien HIV/AIDS
yaitu, demam yang berkepanjangan (lebih dari 3 bulan), diare kronis lebih dari satu
bulan berulang maupun terus menerus, penurunan berat badan lebih dari 10%, batuk
kronis lebih dari 1 bulan, infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan oleh jamur
Candida Albicans, pembengkakan kelenjer getah bening diseluruh tubuh, munculnya
Herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh tubuh.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Dapat ditemukan keluhan yang biasanya disampaikan pasien HIV/AIDS adalah
pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang memiliki
manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyeri dada dan demam, pasien akan
mengeluhkan mual, dan diare serta penurunan berat badan drastis.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya riwayat
penggunaan narkotika suntik, hubungan seks bebas atau berhubungan seks dengan
penderita HIV/AIDS, terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang menderita
penyakit HIV/AIDS. Kemungkinan dengan adanya orang tua yang terinfeksi HIV.
Pengkajian lebih lanjut juga dilakukan pada riwayat pekerjaan keluarga, adanya

19
keluarga bekerja di tempat hiburan malam, bekerja sebagai PSK (Pekerja Seks
Komersial).
c. Pemeriksaan Fisik
1) Gambaran Umum : ditemukan pasien tampak lemah.
2) Kesadaran pasien : Composmentis kooperatif, sampai terjadi penurunan tingkat
kesadaran, apatis, somnolen, stupor bahkan koma.
3) Vital sign :
a) TD : Biasanya ditemukan dalam batas normal (130/80 mmHg).
b) Nadi : Terkadang ditemukan frekuensi nadi meningkat (90x/mnt).
c) Pernafasan : Biasanya ditemukan frekuensi pernafasan meningkat (24x/mnt).
d) Suhu : Biasanya ditemukan Suhu tubuh meningkat karena demam (39oC).
e) BB : Biasanya mengalami penurunan (bahkan hingga 10% BB)
f) TB : Biasanya tidak mengalami peningkatan (tinggi badan tetap)
4) Kepala
a) Inspeksi : Bentuk kepala normal, warna rambut hitam dan halus, tidak terdapat
ketombe, tidak ada alopesia, tidak ada trauma dan pembengkakan pada kepala.
b) Palpasi : Tidak terdapat masaa, tidak ada nyeri tekan.
5) Mata
a) Inspeksi : Mata simetris kiri dan kanan, tidak ada radang pada kelopak mata,
tidak menggunakan alat bantu penglihatan.
b) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tekanan intra okuler baik.
6) Hidung
a) Inspeksi : Bentuk simetris, tidak terdapat sekret, tidak ada radang atau infeksi,
terpasang oksigen 3 liter/mnt.
b) Palpasi : Tidak terdapat massa, tidak ada nyeri tekan.
7) Telinga
a) Inspeksi : Bentuk simetris, aurikula bersih, tidak ada tumpukan serumen.
b) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat massa.
8) Mulut dan Tenggorokan
a) Inspeksi : Tidak tampak sianosis pada bibir, bibir nampak bersih, tidak ada
karies, tidak ada peradangan, lidah nampak bersih serta mukosa berwarna merah.

20
9) Leher
a) Inspeksi : Tidak ada pembesaran pada kelenjar tiroid, tidak tampak ada
kekakuan.
b) Palpasi : Tidak terdapat massa, dan tidak ada nyeri tekan.
10) Sistem Respirasi
a) Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris kiri dan kanan, frekuensi pernapasan
24x/mnt.
b) Palpasi : Tidak terdapat massa, tidak ada nyeri tekan.
11) Abdomen
a) Inspeksi : Permukaan perut datar, warna kulit sawo matang, tidak tampak adanya
luka, tidak tampak adanya asites.
b) Palpasi : Bunyi peristaltik usus terdengar 6x/mnt.
c) Perkusi : Bunyi timpani.
d) Auskultasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan.
12) Ekstremitas
Ekstremitas atas
a) Inspeksi : Tampak terpasang infus, tidak ada atrofi, tidak ada sianosis pada kuku.
b) Palpasi : Tidak terdapat massa, tidak ada nyeri tekan, klien dapat merasakan
sentuhan.
Ekstremitas bawah
a) Inspeksi : Klien dapat menggerakkan kedua kakinya tetapi kekuatan ototnya
berkurang, tidak tampak ada kekakuan sendi, tidak terdapat atrofi.
b) Palpasi : Tidak terdapat massa atau benjolan, tidak ada nyeri tekan.

2. Pengkajian Pola Fungsional


a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Mudah lelah, intoleransi aktivitas, progresi kelelahan/malaise, perubahan pola
tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologis terhadap aktivitas
seperti perubahan dalam TD, frekuensi jantung, pernafasan.

21
b. Sirkulasi
Gejala : Proses penyembuhan luka yang lambat (bila anemia), perdarahan lama pada
cedera (jarang terjadi)
Tanda : Takikardia, perubahan TD postural, menurunnya volume nadi perifer, pucat/
sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
c. Integritas dan Ego
Gejala : Faktor stress berhubungan dengan kehilangan (dukungan keluarga, hubungan
dengan orang lain, penghasilan, gaya hidup tertentu, dan distress spiritual),
mengkhawatirkan penampilan (alopesia, lesi cacat, dan menurunnya berat
badan), mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya, putus asa, tidak berguna,
rasa bersalah, kehilangan kontrol diri, dan depresi.
Tanda : Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, perilaku marah, postur tubuh
mengelak, menangis, kontak mata yang kurang, gagal menepati janji atau
banyak janji untuk periksa dengan gejala yang sama.
d. Eliminasi
Gejala : Diare yang intermiten, terus-menerus, sering dengan atau tanpa kram
abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.
Tanda : Feses encer dengan atau tanpa disertai mukus atau darah, diare pekat dan sering,
nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rektal, perianal, perubahan jumlah,
warna, dan karakteristik urin.
e. Makanan/Cairan
Gejala : Tidak nafsu makan, perubahan dalam kemampuan mengenali makan, mual
muntah, disfagia, nyeri retrosternal saat menelan, penurunan berat badan yang
cepat/progresif.
Tanda : Dapat menunjukkan adanya bising usus hiperaktif, penurunan berat badan
(perawakan kurus, menurunnya lemak subkutan/massa otot), turgor kulit
buruk, lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih dan perubahan warna,
kesehatan gigi dan gusi yang buruk, adanya gigi yang tanggal, edema (umum,
dependen).
f. Hygiene
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS.

22
Tanda : Memperlihatkan penampilan yang tidak rapi, kekurangan dalam banyak atau
semua perawatan diri, aktivitas perawatan diri.
g. Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, perubahan status mental, kehilangan ketajaman
atau kemampuan diri untuk mengatasi masalah, tidak mampu mengingat,
konsentrasi menurun, kerusakan sensasi atau indera posisi dan getaran,
kelemahan otot, tremor, perubahan ketajaman penglihatan, kebas, kesemutan
pada ekstremitas (kaki tampak menunjukkan perubahan paling awal).
Tanda : Perubahan status mental dengan rentang antara kacau mental sampai demensia,
lupa, konsentrasi buruk, tingkat kesadaran menurun, apatis, retardasi
psikomotor/respons melambat, ide paranoid, ansietas yang berkembang bebas,
harapan yang tidak realistis, timbul refleks tidak normal, menurunnya kekuatan
otot, gaya berjalan ataksia, tremor pada motorik kasar/halus, menurunnya
motorik fokalis, hemiparesis, kejang, hemoragi retina dan eksudat (renitis
CMV).
h. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum/lokal, sakit, rasa terbakar pada kaki, sakit kepala (keterlibatan
SSP), nyeri dada pleuritis.
Tanda : Pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri tekan, penurunan rentang
gerak, perubahan gaya berjalan/pincang, gerak otot melindungi bagian yang
sakit.
i. Pernafasan
Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek yang progresif, batuk (mulai dari
sedang sampai parah), produktif/non-produktif sputum (tanda awal dari adanya
PCP mungkin batuk spasmodik saat napas dalam), bendungan atau sesak pada
dada.
Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan pada bunyi napas/bunyi napas
adventisius, adanya sputum (warna kuning pada pneumonia yang menghasilkan
sputum).

23
j. Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka yang lambat proses penyembuhannya,
riwayat menjalani transfusi darah yang sering/berulang (misal (hemofilia,
operasi vaskuler mayor, insiden traumatis), riwayat penyakit defisiensi imun
(misal kanker tahap lanjut), riwayat/berulangnya infeksi dengan PHS, demam
berulang (suhu rendah, peningkatan suhu intermiten/memuncak, berkeringat
malam).
Tanda : Perubahan integritas kulit (terpotong, ruam, misal ekzema, eksantem, psoriasis,
perubahan warna, perubahan ukuran/warna mola; mudah terjadi memar yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya), rektum, luka perianal/abses, timbulnya
nodul-nodul, pelebaran kelenjar limfe pada dua area tubuh atau lebih (misal
leher, ketiak, paha), menurunnya kekuatan umum, tekanan otot, perubahan
pada gaya berjalan.
k. Seksualitas
Gejala : Riwayat berperilaku seks berisiko tinggi pada pasangan yang positif HIV,
pasangan seksual multipel, aktivitas seksual yang tidak terlindung, seks anal,
menurunnya libido, terlalu sakit untuk melakukan hubungan seks, penggunaan
kondom yang tidak konsisten, menggunakan pil pencegah kehamilan
(meningkatkan kerentanan terhadap virus pada wanita yang diperkirakan dapat
terpajan karena peningkatan kekeringan /friabilitas vagina).
Tanda : Kehamilan/risiko terhadap hamil, genetalia; manifestasi kulit (misal herpes,
kutil); rabas.
l. Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis (misal kehilangan kerabat/orang
terdekat, teman, pendukung), rasa takut untuk mengungkapkannya pada orang
lain, takut akan penolakan/kehilangan pendapatan, isolasi, kesepian, teman
dekat ataupun pasangan seksual yang meninggal karena AIDS,
mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu membuat
rencana.
Tanda : Perubahan pada interaksi keluarga/orang terdekat, aktivitas yang tak
terorganisasi, perubahan penyusunan tujuan.

24
m. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Kegagalan untuk mengikuti perawatan, melanjutkan perilaku seks berisiko
tinggi (misal seksual ataupun penggunaan obat-obatan IV),
penggunaan/penyalahgunaan obat-obatan IV, saat ini merokok,
penyalahgunaan alkohol.
Pertimbangan rencana pemulangan; DRG menunjukkan rerata lama dirawat
10,2 hari (memerlukan bantuan keuangan, obat-obatan/tindakan, perawatan
kulit/luka, (peralatan bahan berupa transportasi, belanja makanan dan
persiapan), perawatan diri, prosedur keperawatan teknis, tugas
perawatan/pemeliharaan rumah, perawatan anak; perubahan fasilitas hidup).
(Doengoes. 2012)

B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis karena infeksi akibat oleh jamur di
kulit.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi (imunitas didapat tidak adekuat).
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan turgor kulit.
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien.
6. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi terhadap penularan
HIV/AIDS.
7. Isolasi sosial berhubungan dengan status perubahan mental.
(NANDA, 2016)

25
C. Intervensi
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi (NIC)
Keperawatan Hasil (NOC)
1 Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan 1. Pain Level Pain Manajement
dengan agens 2. Pain Control 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
cedera biologis 3. Comfort Level komprehensif termasuk lokasi, karakte
karena infeksi Kriteria Hasil : ristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
akibat oleh 1. Mampu mengontrol faktor presipitasi.
jamur di kulit nyeri (tahu penyebab 2. Observasi reaksi nonverbal dari
nyeri, mampu ketidaknyamanan.
menggu-nakan tehnik 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
non-farmakologi untuk mengetahui pengalaman nyeri
untuk mengurangi pasien.
nyeri, mencari 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon
bantuan). nyeri.
2. Melaporkan bahwa 5. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
nyeri berkurang dan menemukan dukungan.
dengan menggunakan 6. Ajarkan tentang teknik non farmakologi.
manajemen nyeri 7. Berikan analgetik untuk mengurangi
3. Mampu mengenali nyeri.
nyeri (skala, 8. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.
intensitas, frekuensi 9. Tingkatkan istirahat.
dan tanda nyeri). 10. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
4. Menyatakan rasa keluhan dan tindakan nyeri tidak
nyaman setelah nyeri berhasil.
berkurang. 11. Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri.

Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karateristik, kualitas, dan

26
derajat nyeri sebelum pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi.
3. Cek riwayat alergi.
4. Pilih analgesic yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesic ketika
pemberian lebih dari satu.
2 Risiko infeksi NOC : NIC :
berhubungan 1. Immune Status Infection Control (Kontrol Infeksi)
dengan 2. Knowledge: Infection 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
imunosupresi Control pasien lain
(imunitas 3. Risk Control 2. Pertahankan teknik isolasi
didapat tidak Kriteria Hasil : 3. Batasi pengunjung bila perlu
adekuat) 1. Klien bebas dari 4. Instruksikan pada pengunjung untuk
tanda dan gejala mencuci tangan saat berkunjung dan
infeksi setelah berkunjung meninggalkan pasien
2. Mendeskripsikan 5. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci
proses penularan tangan
penyakit, faktor yng 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
mempengaruhi tindakan keperawatan
penularan serta 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
penatalaksanaannya pelindung
3. Menunjukkan 8. Ganti letak IV perifer dan line central dan
kemampuan untuk dressing sesuai dengan petunjuk umum
mencegah timbulnya 9. Gunakan kateter intermiten untuk
infeksi menurunkan infeksi kandung kencing
4. Jumlah leukosit 10. Tingkatkan intake nutrisi
dalam batas normal 11. Berikan terapi antibiotik bila perlu
5. Menunjukkan
perilaku hidup sehat Infection Protection (proteksi terhadap
infeksi)

27
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
dan lokal
2. Monitor hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Pertahankan teknik aspesis pada pasien
yang berisiko
5. Pertahankan teknik isolasi k/p
6. Berikan perawatan kulit pada area
epidema
7. Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
8. Dorong masukan nutrisi yang cukup
9. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
10. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
11. Ajarkan cara menghindari infeksi
3 Kerusakan NOC : NIC :
integritas kulit 1. Tissue Integrity : Skin Pressure Management
berhubungan and Mucous 1. Anjurkan pasien menggunakan pasien
dengan 2. Membranes yang longgar
gangguan 3. Hemodyalis Akses 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
turgor kulit Kriteria Hasil : 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
1. Integritas kulit yang kering
baik bisa 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
dipertahankan setiap dua jam sekali
(sensasi, elastisitas, 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
temperature, hidrasi, 6. Oleskan lotion atau minyak pada daerah
pigmentasi) yang tertekan
2. Tidak ada luka/lesi 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
pada kulit 8. Memandikan pasien dengan sabun dan air

28
3. Perfusi jaringan baik hangat
4. Menunjukan 9. Monitor status nutrisi pasien
pemahaman dalam
proses perbaikan kulit Insision Site Care
dan mencegah 1. Membersihkan, memantau, dan
terjadinya cidera meningkatkan proses penyembuhan pada
berulang luka yang ditutup dengan jahitan, klip,
5. Mampu melindungi atau straples
kulit dan 2. Monitor proses kesembuhan area insisi
mempertahankan 3. Monitor tanda dan gejala infeksi pada
kelembaban kulit dan area insisi
perawatan alami 4. Bersihkan area sekitar jahitan atau
straples, menggunakan lidi kapas steril
5. Gunakan preparat antiseptik, sesuai
program
6. Ganti balutan pada interval waktu yang
sesuai atau biarkan luka tetap terbuka
(tidak dibalut) sesuai program
4 Kekurangan NOC : NIC :
volume cairan 1. Fluid balance Fluid Management
berhubungan 2. Hydration 1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
dengan 3. Nutritional status : 2. Pertahankan catatan intake dan output
kehilangan food and fluid yang akurat
cairan aktif 4. Intake 3. Monitor status hidrasi (kelembaban
Kriteria Hasil : membran mukosa, nadi adekuat, tekanan
1. Mempertahankan urin darah ortostatik), jika diperlukan
output sesuai dengan 4. Monitor vital sign
usia dan BB, BJ urin 5. Monitor masukan makanan/cairan dan
normal, HT normal hitung intake kalori harian
2. Tekanan darah, nadi, 6. Kolaborasi pemberian cairan IV
suhu tubuh dalam 7. Berikan cairan IV pada suhu ruangan

29
batas normal 8. Dorong masukan oral
3. Tidak ada tanda-tanda 9. Berikan penggantian nasogatrik sesuai
dehidrasi, elastisitas output
turgor kulit baik, 10. Dorong keluarga untuk membantu pasien
membran mukosa 11. Kolaborasi dengan dokter
lembab, tidak ada
rasa haus yang Hipovolemia Management
berlebihan 1. Monitor status cairan termasuk intake dan
output cairan
2. Pelihara IV line
3. Monitor tingkat Hb dan hematrokit
4. Monitior tanda vital
5. Monitor respon pasien terhadap
penambahan cairan
6. Monitor berat badan
7. Dorong pasien untuk menambah intake
oral
8. Pemberian cairan IV, monitor adanya
tanda dan gejala kelebihan volume cairan
9. Monitor adanya tanda gagal ginjal
5 Ketidakseimba NOC : NIC :
ngan nutrisi 1. Nutritional Status Nutrition Management
kurang dari 2. Nutritional Status : 1. Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan food and fluid intake 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
tubuh 3. Intake menentukan jumlah kalori dan nutrisi
berhubungan 4. Nutritional Status : yang dibutuhkan pasien
dengan nutrient intake 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
ketidak- 5. Weight Control intake Fe
mampuan Kriteria Hasil : 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
mengabsorpsi 1. Adanya peningkatan protein dan vitamin C
nutrien berat badan sesuai 5. Berikan substansi gula

30
dengan tujuan 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung
2. Berat badan ideal tinggi serat untuk mencegah konstipasi
sesuai dengan tinggi 7. Berikan makanan yang terpilih (sudah
badan dikonsultasikan dengan ahli gizi)
3. Mampu 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat
mengidentifikasi catatan makanan harian
kebutuhan nutrisi 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
4. Tidak ada tanda-tanda kalori
malnutrisi 10. Berikan informasi tentang kebutuhan
5. Menunjukkan nutrisi
peningkatan fungsi 11. Kaji kemampuan pasien untuk
pengecapan dari mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
menelan
6. Tidak terjadi Nutrition Monitoring
penurunan berat 1. BB pasien dalam batas normal
badan yang berarti 2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Monitor interaksi anak atau orang tua
selama makan
4. Monitor lingkungan selama makan
5. Jadwal pengobatan dan tindakan tidak
selama jam makan
6. Monitor mual dan muntah
7. Monitor kadar albumin, total protein, Hb
dan kadar Ht
8. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
9. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
10. Monitor kalori dan intake nutrisi
11. Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papilla lidah dan cavitas oral
12. Catat jika lidah berwarna magenta,

31
scarlet
6 Defisiensi NOC : NIC :
pengetahuan 1. Knowledge : Disease Teaching : Disease Process
berhubungan Process 1. Berikan penilaian tentang tingkat
dengan 2. Knowledge : Health pengetahuan pasien tentang proses
kurangnya Behavior penyakit yang spesifik
informasi Kriteria Hasil : 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
terhadap 1. Pasien dan keluarga bagaimana hal ini berhubungan dengan
penularan menyatakan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
HIV/AIDS pemahaman tentang tepat
penyakit, kondisi, 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
prognosis, dan muncul pada penyakit, dengan cara yang
program pengobatan tepat
2. Pasien dan keluarga 4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara
mampu melaksanakan yang tepat
prosedur yang 5. Sediakan informasi pada pasien tentang
dijelaskan secara kondisi, dengan cara yang tepat
benar 6. Hindari jaminan yang kosong
3. Pasien dan keluarga 7. Sediakan bagi keluarga atau SO informasi
mampu menjelaskan tentang kemajuan pasien dengan cara
kembali apa yang yang tepat
dijelaskan 8. Diskusikan perubahan gaya hidup yang
perawat/tim mungkin diperlukan untuk mencegah
kesehatan lainnya komplikasi di masa yang akan datang dan
atau proses pengontrolan penyakit
9. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
10. Dukung pasien untuk mengeksplorasi
atau mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
11. Rujuk pasien pada grup atau agensi di

32
komunitas lokal, dengan cara yang tepat
12. Instruksikan pasien mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara yang
tepat
7 Isolasi sosial NOC : NIC :
berhubungan 1. Sosial Interaction Socialization Enhacement
dengan status Skills 1. Fasilitas dukungan kepada pasien oleh
perubahan 2. Stresss Level keluarga, teman dan komunitas
mental 3. Sosial Support 2. Dukung hubungan dengan orang lain yang
4. Post-Trauma mempunyai minat dan tujuan yang sama
Syndrome 3. Dorong melakukan aktivitas sosial dan
Kriteria Hasil : komunitas
1. Iklim sosial keluarga : 4. Berikan uji pembatasan interpersonal
lingkungan yang 5. Berikan umpan balik tentang peningkatan
mendukung yang dalam perawatan dan penampilan diri atau
bercirikan hubungan aktivitas lain
dan tujuan anggota 6. Hadapkan pasien pada hambatan
keluarga penilaian, jika memungkinkan
2. Partisipasi waktu 7. Dukung pasien untuk mengubah
luang : menggunakan lingkungan seperti pergi jalan-jalan dan
aktivitas yang bioskop
menarik, 8. Fasilitasi pasien yang mempunyai
menyenangkan, dan penurunan sensori seperti penggunaan
menenangkan, untuk kacamata dan alat pendengaran
meningkatkan 9. Fasilitasi pasien untuk berpartisipasi
kesejahteraan dalam diskusi dengan grup kecil
3. Keseimbangan ala 10. Membantu pasien mengembangkan atau
perasaan : mampu meningkatkan ketrampilan sosial
menyesuaikan interpersonal
terhadap emosi 11. Kurangi stigma isolasi dengan

33
sebagai respon menghormati martabat pasien
terhadap keadaan 12. Gali kekuatan dan kelemahan pasien
tertentu dalam berintraksi sosial
4. Keparahan kesepian :
mengendalikan
keparahan respon
emosi sosial atau
eksitensi terhadap
isolasi
5. Penyusuaian yang
tepat terhadap
tekanan emosi
sebagai respon
terhadap keadaan
tertentu
6. Tingkat persepsi
positif tentang status
kesehatan dan status
hidup individu
7. Partisipasi dalam
bermain, penggunaan
aktivitas oleh anak
usia 1-11 tahun untuk
meningkatkan
kesenangan, hiburan
dan perkembangan
8. Meningkatkan
hubungan yang
efektif dalam prilaku
pribadi, interaksi
sosial dengan orang,

34
kelompok, atau
organisasi
9. Ketersediaan
peningkatan
pemberian aktual
bantuan yang andal
dari orang lain
10. Mengungkapkan
penurunan perasaan
atau pengalaman
diasingkan
(Sue Moorhead., dkk & Gloria Bulechek., dkk, 2016)

35
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang hanya hidup dalam tubuh
manusia, yang dapat merusak daya tahan kekebalan tubuh manusia. AIDS (Acquired Immune
Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala menurunnya gejala kekebalan tubuh terhadap
serangan penyakit dari luar.
Tanda dan gejala penyakit AIDS, seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan
umumnya tidak memberikan tanda dan gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam
selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV
tersebut.
Hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk serum maupun vaksin yang
dapat menyembuhkan manusia dari virus HIV, penyebab penyakit AIDS yang ada hanyalah
pencegahannya saja.

B. Saran
Untuk mahasiswa, mahasiswa D3 Keperawatan Akper Pragolopati Pati, kami berharap
makalah kami ini dapat dijadikan bahan bacaan yang menambah wawasan.
Untuk perawat, perawat dalam melakukan asuhan keperawatan dan tindakan keperawatan
kepada pasien dengan HIV harus berhati-hati dan sesuai dengan SOP, agar keamanan pasien dan
keamanan perawat terjaga. Selain masalah fisiologis pada pasien, perawat juga harus mampu
melakukan asuhan keperawatan terhadap masalah psikologis dan sosial dari pasien.
Untuk masyarakat, masyarakat dihimbau agar tetap waspada pada penyakit HIV,
senantiasa menjaga kesehatan dan menghindari faktor-faktor yang dapat menyebabkan terinfeksi
virus HIV. Masyarakat tidak perlu resah akan banyaknya masalah kesehatan yaitu HIV, karena
HIV tidak akan menular jika kita dapat menghindari faktor-faktor yang dapat menyebabkan
infeksi dari HIV tersebut. Masyarakat juga harus memberikan dukungan kepada orang-orang
yang terkena HIV, karena mereka membutuhkan dorongan dari orang sekitar selama hidupnya
bukan mengisolasi dan mengucilkan di lingkungan tempat tinggal dan di masyarakat.

36
DAFTAR PUSTAKA

Aru, W Sudoyo, 2014. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : Interna Publishing.
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC.
Centres for Disease Control and Prevention (CDC), 2014. Preexposure Prophylaxis for the
Prevention of HIV Infection in The United States. Accessed at May, 2016.
Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2012. Profil Kesehatan Jawa Tengah 2012. Semarang : Dinkes
Provinsi Jawa Tengah.
Doenges, M, 2012. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan.
Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta : EGC.
Gloria Bulechek, Howard Butcher, Joanne Dochterman and Cheryl Wagner, 2016. Nursing
Interventions Classification (NIC), 6th Indonesian edition. Singapore: Elsevier. Pte Ltd.
Kemenkes RI, 2012. Laporan Perkembangan HIV-AIDS Triwulan I Tahun 2012. Jakarta :
Kemenkes RI.
Mansjoer, Arif., 2010. Kapita Selekta Kedokteran (Ed 4). Jakarta : Media Aesculapius.
Murni, Suzanna, dkk., 2009. Hidup dengan HIV/AIDS. Jakarta : Yayasan Spirita.
NANDA, 2016. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017, Ed. 10. Jakarta :
EGC.
Nurarif. H, dkk, 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
Nic-Noc, Edisi Revisi Jilid 1,2,3. Yogyakarta : Mediaction Jogja.
Soeparman, Sarwono. W, 2007. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta : FKUI.
Sue Moorhead, Marion Johnson, Meridean L. Maas, Elizabeth Swanson. 2016. Nursing
Outcomes Classification (NOC), 5th Indonesian edition. Singapore : Elsevier. Pte Ltd.
Sujana, Arman., 2007. Kamus Lengkap Biologi. Jakarta : Mega Aksara.
World Health Organization (WHO), 2015. Country Fact Sheet HIV/AIDS in Indonesia. World
Health Organization.

37

You might also like