Professional Documents
Culture Documents
1. Batasan
Kriptorkismus adalah malposisi testis, yaitu tidak terabanya testis di dalam skrotum,
dapat unilateral atau bilateral.
2. Etiologi
Disgenesis gonadal (kelainan interseks multipel)
Mekanisme/kelainan anatomis lokal ( perlekatan, kelainan kanalis inguinalis,dsb)
Endokrin/hormonal (kelainan meliputi aksis hipotalamus-hipofisis-testis)
Genetik / herediter
3. Patogenesis
Disgenesis gonadal: penurunan testis tidak terjadi karena testisnya abnormal
Mekanisme/kelainan anatomis lokal: adanya faktor mekanis yang menghambat
Endokrin/hormonal: adanya defisiensi gonadotropin
Genetik / herediter: adanya sindrom dengan atau tanpa kelainan kromosom
4. Bentuk Klinis
Retraktil (varian normal): testis terletak di supraskrotal akibat kontraksi otot
kremaster, dapat dimanipulasi dengan mudah ke dasar skrotum dan dapat menetap
selama beberapa detik tanpa tahanan. Testis rektaktil dapat mengalami penurunan
spontan dengan bertambahnya usia dan berat badan, sehingga tidak perlu terapi,
hanya pemantauan tahunan.
Ektopik: apabila testis tidak teraba sepanjang jalur alamiah penurunan testis
Nonpalpabel: testis yang tidak teraba sama sekali (iintra-abdomen atau anorkia)
Gliding: testis yang dapat diturunkan ke dasar skrotum dengan manipulasi namun
segera kembali ke tempat semula bila dilepaskan.
5. Komplikasi
6. Prognosis
Bila testis tidak diturunkan, saat umur 2 tahun sel-sel testis sudah mulai mengalami
perubahan (secara histologi) dengan resiko terjadinya infertilitas dan tumor testis
meningkat
2-3% penderita dengan riwayat kriptorkismus mengalami carsinoma in situ.
Tumor testis terjadi pada dekade ke-3 dan 4 kehidupan
Infertilitas: Penurunan testis saat pubertas : 35% infertil
Penurunan testis setelah pubertas : 86,5% infertil untuk unilateral,
100% infertil untuk bilateral
7. Diagnosis
Dasar Diagnosis
Pemeriksaan fisis
a) Bedakan dengan testis rektraktil dengan teknik:
Cross leg (tailor) position.
Squatting position.
Kompres hangat pada daerah inguinal.
b) Cari tanda-tanda sindrom-sindrom yang berhubungan dengan kriptokismus,
seperti sindrom Kallman, sindrom Prader-Willi,dll.
Langkah diagnosis
a) Pemeriksaan fisis
b) Pemeriksaan penunjang
USG untuk menentukan lokasi, bila tidak ditemukan dapat dilakukan ct scan
Bila mungkin laparoskopi untuk uji diagnostik inisial
Bila ditemukan kelainan genitalia eksterna seperti hipospadia atau
hiperpigmentasi skrotum, perlu dilakukan analisis kromosom.
Pada kriptorkismus bilateral lakukan pemeriksaan :
Uji HCG
Analisis kromosom (bila perlu)
LH, FSH, testosterone dan elektrolit lengkap. (bila perlu)
Indikasi rawat
torsio testis
8. Penatalaksanaan
Sebelum usia 6 bulan: observasi sampai usia 6 bulan
Jika masih (+) setelah usia 6 bulan:
Berikan terapi hormonal:
HCG 2x/minggu selama 5 minggu dengan dosis
<1 tahun: 250 IU / dosis, intramuskular.
1-5 tahun: 500 IU/ dosis, intramuskular.
> 5 tahun: 1000 IU/ dosis, intramuskular
9. Tindak Lanjut
Pantau komplikasi
Pada usia pubertas: ajarkan pasien untuk memeriksa testis sendiri tiap bulan
untuk deteksi dini keganasan.
1. Batasan
Perawakan pendek atau short stature merupakan panjang badan/ tinggi badan berada
di bawah P3 atau < –2SD pada kurva pertumbuhan yang berlaku pada populasi
tersebut .
2. Etiologi
Varian normal
Familial/genetic short stature
Constitutional delay of growth and puberty/maturation
Perawakan pendek primer
Sindrom-sindrom yang dihubungkan dengan kelainan kromosom
Sindrom-sindrom yang lain
IUGR, yang disebabkan: genetik, kelainan saat dalam kandungan, disfungsi
plasenta berat
Skeletal dysplasia/osteochondrodysplasia
Storage disorder (jarang)
Perawakan pendek sekunder
Kelainan sistemik (penyakit kronis)
Malnutrisi
Kelainan endoktrin
Metabolic disorders
Iatrogenic short stature
Psychososial short stature atau emotional (psychosocial dwarfism)
Perawakan pendek idiopatik
Tidak dijumpai kelainan
3. Patogenesis
Pertumbuhan merupakan interaksi :
genetik
nutrisi
hormonal
metabolisme
psikis
Pertumbuhan dipengaruhi oleh:
s/d neonatus: terutama oleh faktor nutrisi dan faktor pertumbuhan
Umur 1 tahun s/d pra pubertas: terutama oleh hormon pertumbuhan dan IGF-1
Periode pubertas: terutama oleh hormone pertumbuhan dan hormon sex
hormon-hormon lain yang ikut berperan: hormon tiroid, hormon steroid, hormon
insulin
4. Bentuk klinis
varian normal (umumnya familial atau idiopatik).
primer/intrinsik (kelainan pada sel atau struktur growth plate)
sekunder/eksternal (kelainan karena pengaruh luar dari growth plate)
5. Komplikasi
Bisa mempengaruhi faktor psikis (rasa rendah diri)
6. Prognosis
Makin cepat diketahui adanya penyimpangan pertumbuhan makin cepat terapi
diberikan hasil yang optimum bisa tercapai
7. Diagnosis
Dasar diagnosis
Perawakan pendek :
TB < P3 atau < –2SD
Kecepatan tumbuh < P25
Prakiraan tinggi dewasa dibawah target height
umur tulang (bone age) terlambat
Defisiensi hormon pertumbuhan harus terlebih dahulu ditetapkan :
TB < P3 atau < –2 SD
Langkah diagnosis :
a) Anamnesis
Pola pertumbuhan anak (berat badan dan tinggi badan mulai bayi)
Riwayat nutrisi
Aspek psikososial
b) Pemeriksaan fisis
8. Penatalaksanaan
Medikamentosa
Perawakan pendek variasi normal tidak memerlukan pengobatan
Perawakan pendek kelainan patologis terapi sesuai dengan etiologinya :
Nutrisi
Penyakit organik
Hormonal
Mekanikal/pembedahan
Terapi hormon pertumbuhan (dilakukan atas advis dan pengawasan dokter di
sub endokrinologi anak):
Indikasi :
Defisiensi hormon pertumbuhan
Sindrom Turner, sindrom noonan,
Anak dengan IUGR, gagal ginjal kronik,
Sindrom Prader Willi, sindrom Leriweill.
9. Tindak Lanjut :
Monitoring:
Terapi: terhadap tinggi badan dan efek samping obat
Tumbuh kembang
1. Batasan
Diabetes adalah keadaan akibat tubuh tidak dapat membuat insulin secara cukup atau
insulin tidak dapat bekerja secara optimal sehingga terjadi peningkatan gula darah dan
gangguan metabolisme lemak serta protein.
2. Etiologi
Idiopatik, faktor autoimun setelah infeksi mumps, rubella dan coxsakie B4, genetik,
reseksi pankreas, meningkatnya hormone antiinsulin (GH, glukagon, kortisol dan
epinefrin), obat-obatan.
3. Patogenesis
DM tipe 1 :
Sel beta pankreas mengalami kerusakan (sebagian besar oleh faktor autoimun)
produksi insulin turun penggunaan glukosa sebagai sumber energi terganggu
tubuh menggunakan lemak dan protein sebagai sumber energi metabolisme
tidak sempurna
DM tipe 2 :
Terjadi resistensi insulin relatif fungsi insulin turun dan tidak mencukupi
Akibat insulin yang rendah:
Uptake glukosa primer rendah glukosa darah meningkat
Keadaan katabolisme: mobilisasi lemak llemak total, kolesterol, trigliserida
, asam lemak bebas (FFA) meningkat ketonemia asidosis
Keadaan katabolisme: mobilisasi protein glukoneogenesis glukosa
darah meningkat
Glikogenesis berkurang, glikogenolisis meningkat glukosa darah
meningkat
Stress hormon ( hormon anti insulin ): glukagon, hormon pertumbuhan,
kortisol, katekolamin meningkat glukosa darah meningkat
Efek :
hiperglikemia
kadar glukosa melewati ambang ginjal(>160mg%): glukosuria
osmolaritas darah meningkat poliuria, dehidrasi sel otak
sebagai kompensasi : polifagia dan polidipsia
Efek :
asidosis, dehidrasi sel otak gangguan oksigenasi, gangguan kesadaran
5. Komplikasi
6. Prognosis
30% anak dengan diabetik ketoasidosis (umumnya anak usia < 5 tahun , 6-10%
meninggal dengan diabetik ketosidosis)
Retinopati : 63% pada usia 30 tahun 88% pada usia 50 tahun
Nefropati : 18% pada usia 30 tahun, 50% pada usia 50 tahun
Mortalitas meningkat 2,5 kali lebih besar pada DM yang kontrol tidak teratur
(50% kematian karena gagal ginjal)
7. Diagnosis
Dasar Diagnosis
Diabetes simtomatis/klinis
Gejala klasik: polidipsia, poliuria, polifagia, berat badan turun.
Gula darah puasa >120 mg /dl atau
Gula darah 2 jam PP >200 mg / dl atau
Gula darah sewaktu >200 mg / dl
Diabetes ketoasidosis
Hiperglikemia, ketonemia, asidosis, ketonuria,glukosuria
Diabetes asimtomatis/prediabetes
Curiga bila terdapat 2 gejala pada nomer 1b – OGTT
Langkah diagnosis
Anamnesis : polifagia, poliura / sering kencing malam, polidipdia, berat badan
turun, badan lemas, gatal-gatal, keluarga + DM
Gejala klinis
Laboratorium : kadar gula darah, bila perlu OGTT (bila meragukan) ,gula urine /
reduksi, ketonemia urine , c. peptide, HbA1c, ICA/IAA (kalau mampu)
Indikasi rawat
Pertama kali didiagnosis diabetes untuk mempersiapkan anak/ anggota
keluarga dalam menangani DM dan komplikasi akut yang dapat timbul
8. Penatalaksanaan
Tujuan :
Mencegah komplikasi
Menghilangkan gejala klinis
Pertumbuhan dan perkembangan yang normal ( fisik dan emosi)
Mencapai harapan hidup yang sama dengan bukan penderita diabetes
a) Nutrisi dan exercise
Tujuan:
IDDM: mempertahankan normal lipemia dan mencegah Hiperlipoproteinemia
NIDDM: mencegah overweight dengan pengaturan diet dan exercise .
Jumlah kalori sampai usia 12 tahun : 1000 kalori + [100 x usia (tahun)
Pembagian kalori per 24 jam: 20 % pagi, 20-25% siang, 25-30% malam
(di antaranya 3x makanan kecil masing-masing 10 %)
Komposisi seimbang: karbohidrat 50-55%, lemak 30%, protein 15-20%
b) Insulin
Pertama kali diberikan RI (insulin jangka pendek) / sc 3-4 kali / hari, dosis inisial
0,5-1U/kgBB/hari, kemudian dosis dinaikkan sesuai profil gula darah
Terkontrol bila:
Gula darah puasa 130 mg/dl atau
Gula darah sewaktu 200 mg /dl
Reduksi urine (-)
NIDDM: coba stop insulin, penyesuaian diet dan aktifitas, kalau perlu obat diabet
oral. Bila berat badan sekitar 80% standart, coba stop obat diabet
IDDM:
Dosis tergantung individu masing-masing.
Pada anak dapat dipakai insulin intermediat (jangka menengah) atau
kombinasi insulin intermediat + insulin jangka pendek (umumnya 2/3 insulin
intermediat: 1/3 insulin jangka pendek). Sebagai patokan pertama dapat
diberikan dosis pagi 2/3 dosis total perhari dan dosis sore 1/3 dosis total
perhari
Dosis dapat ditingkatkan secara bertahap (10%) setiap 2/3 hari sekali sampai
dosis optimum, dengan monitoring pemeriksaan gula darah dan reduksi urine.
c) Terapi terhadap penyakit penyerta
Pengobatan seperti standar prosedur masing-masing penyakit
d) Penyuluhan (pasien dan orang tua/keluarga):(merupakan hal yang sangat
penting !
Tentang penyakit, komplikasi dan penanggulangan diabetes
Pemakaian insulin (cara, dosis, waktu, efek samping), insulin pada IDDM
diberikan seumur hidup, tetapi hati-hati ada periode “honeymoon”
Pengaturan makanan, olahraga, home monitoring
Aspek psikososial
Tumbuh dan kembang
1. Batasan
Ketoasidosis diabet adalah keadaan klinis diabetes melitus yang ditandai dengan:
kadar gula darah > 200 mg/dL, pH darah < 7.3 dan/ atau bikarbonat < 15 mmol/L
serta ditemukan ketonemia atau ketonuria
2. Patogenesis
Defisiensi absolut ataupun relatif insulin + meningkatnya hormon-hormon
counterregulatory (glukagon, kortisol, growth hormone, dan katekolamin)
kekacauan metabolisme, hiperglikemia, diuresis osmotik, dehidrasi hipertonik, dan
ketoasidosis. Pada keadaan ini terdapat hiperglikemia yang nyata (>300 mg/dl),
asidosis (pH < 7.30; bikarbonat < 15 mEq/L), dan ketonemia. Kadar Na dapat
normal, rendah atau tinggi tergantung pada balans cairan. Serum Na menurun karena
efek dilusi dari hiperglikemia dan peningkatan lipid serta protein dalam serum.
Bila tidak terdapat defisiensi total dari K dalam tubuh, K serum yang terukur biasanya
normal atau tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya hemokonsentrasi dan
pergeseran K ke ruang ekstraseluler akibat asidosis dan defisiensi insulin. K yang
terukur meningkat 0,6 mEq/L untuk setiap penurunan 0,1 dari pH, oleh karena itu
serum K yang <3,5 mEq/L adalah tidak lazim dan merupakan keadaan hipokalemia
berat.
Pada DKA umumnya terjadi leukositosis (18.000 - 20.000/mm3), walaupun tidak ada
infeksi (disebabkan karena katekolamin yang ada dalam sirkulasi).
3. Bentuk klinis
KAD ringan: pH antara 7.3 dan kadar bikarbonat < 15 mmol/L
KAD sedang: pH darah antara 7.2 dan kadar bikarbonat < 10 mmoll/L.
KAD berat: pH darah < 7.1 dan kadar bikarbonat <5 mmol/L.
5. Komplikasi
Syok sampai koma
Edema serebri
6. Prognosis
Baik bila penanganan benar dan tidak terjadi komplikasi
7. Diagnosis
Dasar diagnosis
hiperglikemia yang nyata (>300 mg/dl),
asidosis (pH < 7.30, bikarbonat < 15 mEq/L),
ketonuria dan ketonemia.
Langkah Diagnosis
Tetapkan diagnosis dan derajat beratnya KAD berdasarkan:
Anamnesis
8. Tata laksana
Setiap penderita KAD berat, KAD dengan penurunan kesadaran, KAD berusia
kurang dari 5 tahun, dan KAD dengan kecurigaan edema serebri sebaiknya
dirawat di ICU.
Fase akut
a) Resusitasi cairan..
Tentukan status hidrasi dan defisit cairan dalam 48 jam (lihat tabel)
Dehidrasi bayi Anak
Ringan Sedang Berat
5%: 50 ml/kg 10%: 100 ml/kg 15%: 150 ml/kg
3%: 30 ml/kg 6%: 60 ml/kg 9%: 90 ml/kg
Bila ditemukan renjatan
Berikan cairan (NaCl 0.9% atau RL) 20 ml/kg/jam, dapat diulang sampai
renjatan teratasi.
Bila tidak ditemukan renjatan/ setelah renjatan teratasi
Pemberian cairan dilakukan secara gradual dalam 48 jam untuk
menghindari terjadinya edem otak.
Sisa defisit cairan adalah defisit cairan dalam 48 jam (sesuai tabel di
atas) dikurangi jumlah cairan yang diberikan untuk mengatasi renjatan
Jumlah cairan yang diberikan dalam 48 jam adalah sisa defisit cairan
ditambah kebutuhan cairan rumat untuk 48 jam kemudian (lihat tabel).
Tabel cairan rumat untuk 48 jam kemudian
Berat badan Jumlah cairan rumat
10 kg pertama 200 ml/kg
10 kg berikutnya + 100 ml/kg
penambahan BB selanjutnya +40 ml/kg
Fase Subakut
Pemberian insulin secara intravena dapat diganti secara subkutan apabila
Penderita sudah tidak mengeluh nyeri perut.
Kedaruratan asidosis telah teratasi (pernafasan Kussmaul tidak ada, kadar
HCO3 > 15 mEq/L)
Pemberian nutrisi
Edukasi
9. Tindak lanjut
Sangat penting dilakukan edukasi pada orangtua, penderita DM, dan lingkungan agar
tercapai kontrol metabolik yang baik dan mencegah terjadinya komplikasi DM
(KAD).
Kontrol metabolik optimal dapat dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
Insulin
Pengaturan makan
Exercise
Edukasi
Monitoring gula darah teratur
1. Batasan
Sinekia vagina adalah perlekatan labia minora akibat iritasi dan inflamasi
Nama lain: aglutinasi labia minora, adhesi labia minora
2. Etiologi
Radang vulva ringan
Faktor predisposisi
Higiene daerah sekitar vulvovagina
Estrogenisasi epitel vagina anak
3. Diagnosis
Dasar diagnosis
Gejala klinis: tampak labia minora tertutup dengan adanya rafe garis tengan
translusen yang nyata pada adhesi
4. Penatalaksanaan
Lakukan tindakan pemisahan secara traumatik dengan alat tumpul, atau
Berikan krim estrogen, dioleskan pada malam hari selama 2 minggu dan
dilanjutkan selang sehari selama 2 minggu, atau
Laser vaporasi dengan anestesi lokal
5. Tindak lanjut
Pencegahan
Bersihkan genetalia eksterna setiap BAK/BAB
Gunakan celana dalam longgar dari bahan katun dan diganti bila basah
Hindari sabun yang bersifat basa
Pengawasan yang cermat dari ibu terhadap higiene anaknya
1. Batasan
Keadaan dimana kelenjar tiroid gagal untuk mensekresi hormon tiroid secara cukup
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan organ-organ tubuh pada bayi baru lahir.
2. Etiologi
Hipotiroid permanen
Disgenesis tiroid (agenesis, hipogenesis, ektopik) 80-90 % kasus
Dishormogenesis tiroid (inborn defect).
Defek hipotalamus hipofisis
Imunologis
Iatrogenik
Hipotiroid transien
Defisiensi iodium
Idiopatik
Iatrogenic (goiter): obat antitiroid
Terapapar iodine
Maternal Ab induced
3. Patogenesis
Produksi hormon tiroid dimulai saat janin berumur 10-12 minggu.
Dibawah pengaruh TRH (thyroid releasing hormon) dari hipotalamus merangsang
sekresi TSH (thyroid stimulating hormon) di hipofise anterior merangsang
kelenjar tiroid memproduksi hormon tirod .
Ada mekanisme umpan balik dari aksis tersebut.
Untuk memproduksi hormone tiroid Perlu iodium (diserap dari plasma secara aktif)
oleh kelenjar tiroid proses pengikatan dengan tiroglobulin (yang mengandung
tirosin ) terbentuk MIT (monoiodothyrosine) dan DIT (diiodothyrosine)
Selanjutnya : MIT + DIT T3 (triidotyrosine) dan DIT + DIT T4 (tiroksin)
T3 dan T4 disekresi ke sirkulasi darah sebagian besar terikat dengan protein
plasma, sebagian kecil dalam bentuk bebas (merupakan bentuk yang aktif ) stimulasi
berbagai metabolisme dalam tubuh dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan.
4. Bentuk Klinis
a. Hipotiroid primer: kelainan pada kelenjar tiroid sendiri (95% kasus).
b. Hipotiroid sekunder: kelainan akibat kegagalan stimulasi hipofise pada kelenjar
tiroid.
c. Hipotiroid tersier: kelainan kerena kegagalan stimulasi dari hipotalamus
(Hipotiroid sekunder dan tersier disebut “central hypothyroid” )
5. Komplikasi
Kretinisme (retardasi mental dan pertumbuhan)
Miksedema (mucopolysachaerides pada jaringan subkutan atau pada organ lain)
Pada jantung effusi perikardial
6. Prognosis
Tergantung pada umur saat terapi dimulai dan ada tidaknya komplikasi
Makin dini dimulai pemberian terapi, makin baik prognosisnya.
Apabila terapi dimulai sesudah umur 1 tahun sulit mencapai IQ yang maksimal.
7. Diagnosis
Dasar Diagnosis
TSH ↑, T4/fT4 ↓
fT4 ↓, TSH ↓, (suspek pituitary/sekunder hipotiroid, isolated TSH deficiency atau
tersier hypothyroid ↓ evaluasi ulang fT4
T4/fT4 normal, TSH ↑ evaluasi ulang 2-3 minggu T4/fT4 ↓, TSH ↑ (immature
feedback mechanism)
Catatan: fT4 lebih disarankan dibanding T4
Langkah diagnosis:
Anamnesis
Asal daerah gondok endemik?
Riwayat kelainan kelenjar tiroid pada ibu, obat selama kehamilan
Pertumbuhan dan perkembangan anak
Pemeriksaan fisis :
Tentukan diagnosis hipotiroid berdasarkan scoring neonatal hypothyroid
index:
Klinis Score
Feeding problema 1
Constipation 1
Inactivity 1
Hypotonia 1
Umbilical hernia (>0.5) 1
Enlarge tongue 1
Dry skin 1,5
Skin mottling 1
Open posterior fontanella 1,5
Typical facies 3
Catatan: goiter jarang dijumpai (tetapi bayi dengan goiter sering didapat pada
ibu Grave yang diobati dengan PTU )
8. Penatalaksanaan
Berikan hormon tiroid: Tiroksin (0,1 mg) dengan dosis awal:
usia: 0 - 3 bulan 8 – 10 ug/kg BB/hari
3 – 6 bulan 7 – 11 ug/kg BB/hari
6 – 12 bulan 6 – 8 ug/kg BB/hari
1 – 5 tahun 4 – 6 ug/kg BB/hari
kemudian dosis ditingkatkan atau diturunkan tergantung evaluasi klinis dan
pemeriksaan laboratorium
Bila terdapat kelainan jantung atau pada hipotiroid berat (dengan miksedema)
dosis dimulai dengan ¼ dosis rumatan dan ditingkatkan secara bertahap tiap 5
hari sampai tercapai dosis optimum.
9. Tindak Lanjut
Selama terapi harus selalu dievaluasi :
a) Klinis :
Gejala timbulnya hipotiroid (bila dosis terlalu rendah / tidak teratur berobat)
Gejala timbulnya hipertiroid ( bila dosis terlalu tinggi)
Pertumbuhan dan perkembangan termasuk :
Motorik kasar
1. Batasan
Hipertiroid adalah keadaan dimana terjadi kelebihan hormon tiroid dalam sirkulasi
darah.
2. Etiologi
Produksi yang berlebihan atau didapat dari sumber luar.
Adanya aktor genetik yang dipicu oleh lingkungan (infeksi,obat, stress, bahan
kimia )
Misalnya :
Neonatal/kongenital: transplasental TSH receptor stimulating immunoglobulin
dari ibu yang menderita penyakit Grave (bersifat transien)
Didapat: penyakit Grave/ tirotoksikosis autoimmun (kasus terbanyak), fungsional
adenoma, tiroiditis subakut, tumor hipofise yang memproduksi TSH atau hipofise
resisten thyroxine
3. Patogenesis
Penyebab tersering tirotoksikosis pada anak adalah Penyakit Grave.
Penyakit Grave (kelainan autoimmun) penurunan fungsi T lymphocyte supressor
sel terjadi produksi thyrotropin receptor stimulating antibodi (TRAb) terhadap
TSH receptor di sel folikel yang merupakan IgG (walau penyebab terbentuknya
antibodi ini belum jelas diketahui .)
TRAb mempunyai kapasitas mengikat TSH receptor dan menstimulasi sel folikel
cAMP yang analog dengan TSH terjdi hiperplasia kelenjar tiroid yang difus
terjadi hipertiroidism.
Oftalmopati disebabkan oleh antibodi yang terikat pada otot extra okuler dan fibroblas
orbita. Histopatologi meperlihatkan terjadi penumpukan glycosaminoglycans(GAGs)
pada jaringan ikat otot dan lemak dari orbita.
4. Bentuk klinis
Gejala lebih ringan dari dewasa dan muncul perlahan (6-12 bulan )
Krisis tiroid dan hipertiroid apatik jarang dijumpai
Adanya Trias : Goiter ( diffus), tirotoksikosis, oftalmopati + dermopati ( jarang)
Gejala mayor : Struma , Takikardi, Tekanan nadi melebar, Eksoftalamus, Nervositas.
Gejala minor : Tremor, Intoleransi panas, Berat badan menurun
Gejala lain : nafsu makan meningkat , banyak berkeringat, Kulit panas, Prestasi
belajar menurun, emosi labil, Sering buang air besar, diare,Menstruasi tidak teratur
5. Komplikasi
Decompensatio cordis
Krisis tiroid
Pada neonatus
Maturasi tulang cepat / advanced
Penutupan sutura sebelum waktunya
6. Prognosis
Angka remisi setelah terapi cukup tinggi. Keberhasilan terapi tergantung besarnya
goiter dan kadar antibodi terhadap tiroid (TRAb)
7. Diagnosis
Dasar Diagnosis :
T4 atau fT4 ↑, T3 ↑, TSH ↓
Uptake RAI naik 34 - 40%
Pada saat sakit T3 meningkat (merupakan tes terbaik untuk skrining)
Ada thyroid stimulating Ig, TRAb
Langkah Diagnosis :
Anamnesis
Pemeriksaan fisis /gejala klinis
Laboratorium fungsi tiroid
USG tiroid dan skintigrafi kalau perlu
EKG bila perlu
Pemeriksaan imunologi ( bila fasilitas ada )
8. Penatalaksanaan
a) Konservatif/medikamentosa dengan obat anti tiroid/ATD:
Beri propiltiourasil (PTU) dengan dosis:
Anak kecil: 5-7 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis, dosis ditingkatkan atau
diturunkan bertahap sesuai dengan evaluasi klinis dan laboratorium
Anak besar : pada umumnya 3x 100 mg/hari
Gejala klinis berkurang setelah 1-2 minggu, kelainan laboratorium normal setelah
4-6 minggu (perlu dipantau T3, fT4, TSH dan BMR
Bila fT4 rendah perlu diperiksa TSH untuk menilai over treatment
Dosis PTU diturunkan sesuai hasil pemantauan klinis dan laboratorium .
30 – 40 % pasien remisi setelah 2-3 tahun dan di tappering 6 bln – 1 th sehingga
bila distop tidak terjadi hipertiroid
4. Glukokortikoid
Indikasi: krisis hipertiroid dan progressive severe Grave’s opthalmopathy
b) Pembedahan (tiroidektomi)
Dipertimbangkan bila 2-3 tahun terapi konservatif tidak terjadi remisi
Persiapan :
Sebelum pembedahan pasien harus tirah baring dengan diet cukup 1-3 minggu
Pra pembedahan hingga 1 minggu pasca bedah diberi larutan KY jenuh 10
tetesan untuk mencegah timbulnya thyroid storm
Thyroid storm → keadaan darurat
Terapi :
Sodium iodida iv 1-2 gram
Dexamethason
Propanolol
kontrol hypertermi dan cairan (infus)
Setelah tiroidektomi perlu observasi
Hipotiroid akibat reseksi berlebih (harus diberi hormon tiroid seumur
hidup)
Tirotoksikosis berulang karena reseksi tiroid kurang
hipoparatiroid ( kelenjar paratiroid secara tidak sengaja terambil.)
9. Tindak Lanjut
Monitor efek samping obat
ES PTU: agranulositopenia, hepatitis, cholestasis jaundice, trombositopenia,