You are on page 1of 24

KRIPTORKISMUS

(Undescensus Testis / UDT)

1. Batasan
Kriptorkismus adalah malposisi testis, yaitu tidak terabanya testis di dalam skrotum,
dapat unilateral atau bilateral.

2. Etiologi
 Disgenesis gonadal (kelainan interseks multipel)
 Mekanisme/kelainan anatomis lokal ( perlekatan, kelainan kanalis inguinalis,dsb)
 Endokrin/hormonal (kelainan meliputi aksis hipotalamus-hipofisis-testis)
 Genetik / herediter

3. Patogenesis
 Disgenesis gonadal: penurunan testis tidak terjadi karena testisnya abnormal
 Mekanisme/kelainan anatomis lokal: adanya faktor mekanis yang menghambat
 Endokrin/hormonal: adanya defisiensi gonadotropin
 Genetik / herediter: adanya sindrom dengan atau tanpa kelainan kromosom

4. Bentuk Klinis
 Retraktil (varian normal): testis terletak di supraskrotal akibat kontraksi otot
kremaster, dapat dimanipulasi dengan mudah ke dasar skrotum dan dapat menetap
selama beberapa detik tanpa tahanan. Testis rektaktil dapat mengalami penurunan
spontan dengan bertambahnya usia dan berat badan, sehingga tidak perlu terapi,
hanya pemantauan tahunan.
 Ektopik: apabila testis tidak teraba sepanjang jalur alamiah penurunan testis
 Nonpalpabel: testis yang tidak teraba sama sekali (iintra-abdomen atau anorkia)
 Gliding: testis yang dapat diturunkan ke dasar skrotum dengan manipulasi namun
segera kembali ke tempat semula bila dilepaskan.

Gambar 1. Posisi testis pada kriptorkismus


Pada kriptorkismus juga dapat terjadi kelainan perkembangan skrotum maupun
kelainan genitalia eksterna lainnya seperti hipospadia dan mikropenis.

5. Komplikasi

Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI/RSMH


255
 Risiko jangka pendek: torsio testis (merupakan keadaan kegawatan dan harus
segera diatasi dengan klinis nyeri hebat )
 Risiko jangka panjang: tumor testis, infertilitas
 Problem psikis

6. Prognosis
 Bila testis tidak diturunkan, saat umur 2 tahun sel-sel testis sudah mulai mengalami
perubahan (secara histologi) dengan resiko terjadinya infertilitas dan tumor testis
meningkat
 2-3% penderita dengan riwayat kriptorkismus mengalami carsinoma in situ.
 Tumor testis terjadi pada dekade ke-3 dan 4 kehidupan
 Infertilitas: Penurunan testis saat pubertas : 35% infertil
Penurunan testis setelah pubertas : 86,5% infertil untuk unilateral,
100% infertil untuk bilateral

7. Diagnosis
Dasar Diagnosis
Pemeriksaan fisis
a) Bedakan dengan testis rektraktil dengan teknik:
 Cross leg (tailor) position.
 Squatting position.
 Kompres hangat pada daerah inguinal.
b) Cari tanda-tanda sindrom-sindrom yang berhubungan dengan kriptokismus,
seperti sindrom Kallman, sindrom Prader-Willi,dll.

Langkah diagnosis
a) Pemeriksaan fisis
b) Pemeriksaan penunjang
 USG untuk menentukan lokasi, bila tidak ditemukan dapat dilakukan ct scan
 Bila mungkin laparoskopi untuk uji diagnostik inisial
 Bila ditemukan kelainan genitalia eksterna seperti hipospadia atau
hiperpigmentasi skrotum, perlu dilakukan analisis kromosom.
 Pada kriptorkismus bilateral lakukan pemeriksaan :
 Uji HCG
 Analisis kromosom (bila perlu)
 LH, FSH, testosterone dan elektrolit lengkap. (bila perlu)
Indikasi rawat
 torsio testis

8. Penatalaksanaan
 Sebelum usia 6 bulan: observasi sampai usia 6 bulan
 Jika masih (+) setelah usia 6 bulan:
 Berikan terapi hormonal:
 HCG 2x/minggu selama 5 minggu dengan dosis
 <1 tahun: 250 IU / dosis, intramuskular.
 1-5 tahun: 500 IU/ dosis, intramuskular.
 > 5 tahun: 1000 IU/ dosis, intramuskular

Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI/RSMH


256
 pilihan terapi hormonal lain: GnRH agonis intranasal. Tiga kali sehari
@0.4mg (2 semprot) selama 4 minggu
 atau Gabungan GnRH agonis dan HCG.
 GnRHagonis seperti di atas disertai
 HCG 1500 IU/dosis 1 kali seminggu sebanyak 3 kali
 Lakukan orchidopexy apabila
 Terapi hormonal gagal
 Usia > 2 tahun
 Testis ektopik

9. Tindak Lanjut
 Pantau komplikasi
 Pada usia pubertas: ajarkan pasien untuk memeriksa testis sendiri tiap bulan
untuk deteksi dini keganasan.

Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI/RSMH


257
PERAWAKAN PENDEK

1. Batasan
Perawakan pendek atau short stature merupakan panjang badan/ tinggi badan berada
di bawah P3 atau < –2SD pada kurva pertumbuhan yang berlaku pada populasi
tersebut .

2. Etiologi
 Varian normal
 Familial/genetic short stature
 Constitutional delay of growth and puberty/maturation
 Perawakan pendek primer
 Sindrom-sindrom yang dihubungkan dengan kelainan kromosom
 Sindrom-sindrom yang lain
 IUGR, yang disebabkan: genetik, kelainan saat dalam kandungan, disfungsi
plasenta berat
 Skeletal dysplasia/osteochondrodysplasia
 Storage disorder (jarang)
 Perawakan pendek sekunder
 Kelainan sistemik (penyakit kronis)
 Malnutrisi
 Kelainan endoktrin
 Metabolic disorders
 Iatrogenic short stature
 Psychososial short stature atau emotional (psychosocial dwarfism)
 Perawakan pendek idiopatik
 Tidak dijumpai kelainan

3. Patogenesis
Pertumbuhan merupakan interaksi :
 genetik
 nutrisi
 hormonal
 metabolisme
 psikis
Pertumbuhan dipengaruhi oleh:
 s/d neonatus: terutama oleh faktor nutrisi dan faktor pertumbuhan
 Umur 1 tahun s/d pra pubertas: terutama oleh hormon pertumbuhan dan IGF-1
 Periode pubertas: terutama oleh hormone pertumbuhan dan hormon sex
 hormon-hormon lain yang ikut berperan: hormon tiroid, hormon steroid, hormon
insulin

4. Bentuk klinis
 varian normal (umumnya familial atau idiopatik).
 primer/intrinsik (kelainan pada sel atau struktur growth plate)
 sekunder/eksternal (kelainan karena pengaruh luar dari growth plate)

Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI/RSMH


258
 perawakan pendek idiopatik.

5. Komplikasi
Bisa mempengaruhi faktor psikis (rasa rendah diri)

6. Prognosis
Makin cepat diketahui adanya penyimpangan pertumbuhan  makin cepat terapi
diberikan  hasil yang optimum bisa tercapai

7. Diagnosis
Dasar diagnosis
 Perawakan pendek :
 TB < P3 atau < –2SD
 Kecepatan tumbuh < P25
 Prakiraan tinggi dewasa dibawah target height
 umur tulang (bone age) terlambat
 Defisiensi hormon pertumbuhan harus terlebih dahulu ditetapkan :
 TB < P3 atau < –2 SD

 Kecepatan tumbuh < P25

 Usia tulang terlambat  2 tahun

 Kadar GH  10 ng/ml pada uji provokasi / stimulasi hormon pertumbuhan

 Tidak ada dismorfik, kelainan tulang maupun sindrom tertentu.

Langkah diagnosis :
a) Anamnesis
 Pola pertumbuhan anak (berat badan dan tinggi badan mulai bayi)

 Riwayat kehamilan ibu

 Riwayat kehamilan dan perkembangan fisis

 Riwayat penyakit kronis, operasi dan obat-obatan

 Riwayat penyakit dalam keluarga

 Riwayat pubertas orang tua

 Riwayat nutrisi

 Aspek psikososial

 Mid parental height (MPH):

TB anak laki-laki = (TB ibu + 13) + TB Ayah


2

TB anak perempuan = (TB ayah – 13 ) + TB Ibu


2

 Potensi tinggi genetik = MPH ± 8.5 cm


(Potensi tinggi genetik adalah rentang nilai tinggi badan akhir seseorang
akibat dari kedua orang tua biologis).

b) Pemeriksaan fisis

Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI/RSMH


259
 Tinggi badan, berat badan, rentang lengan, tinggi duduk (proporsi tubuh),
lingkar kepala tubuh yang tidak proporsional dapat terlihat pada beberapa
kelainan tulang, kelainan dismorfik seperti sindrom-sindrom tertentu.
 Ada tidaknya stigmata dismorfik/sindrom
 Ada tidaknya kelainan tulang
 Ada tidaknya kelainan GIT, paru, jantung, urogenita, kulit dan organ lain
 Ada tidaknya gejala kelainan neurologis
 Status pubertas/tingkat maturasi kelamin
 Pemeriksaan fisis lain.
 Interpretasikan hasil pengukuran :
 Bila TB di antara –2SD dan –3SD: 80% varian normal.
 Bila TB < -3SD: 80% patologis.
 Penurunan kecepatan pertumbuhan antara umur 2 - 12 tahun (memotong
beberapa garis persentil)  dianggap patologis kecuali dibuktikan lain.
 Ratio TB dan BB mungkin mempunyai nilai diagnostik dalam menentukan
etiologi. (Pada kelainan endokrin umumnya tidak mengganggu BB sehingga
anak terlihat gemuk. Kelainan sistemik umumnya lebih mengganggu BB
dibanding TB sehingga anak lebih terlihat kurus)
c) Lakukan pemeriksaan penunjang:
 Lab rutin ( DL, UL, FL ) untuk mencari kelainan sistemik
 Pemeriksaan umur tulang (bone age)
d) Pemeriksaan lanjutan (atas indikasi):
 Fungsi tiroid (T3, fT4, TSH)
 Analisis kromosom (pada wanita): untuk diagnosis sindrom Turner
 Uji stimulasi/provokasi hormon pertumbuhan (pemeriksaan hormon
pertumbuhan secara acak tidak ada manfaatnya samasekali dan tidak bisa
diinterpretasi hasilnya)

8. Penatalaksanaan
 Medikamentosa
 Perawakan pendek variasi normal tidak memerlukan pengobatan
 Perawakan pendek kelainan patologis terapi sesuai dengan etiologinya :
 Nutrisi
 Penyakit organik
 Hormonal
 Mekanikal/pembedahan
 Terapi hormon pertumbuhan (dilakukan atas advis dan pengawasan dokter di
sub endokrinologi anak):
Indikasi :
 Defisiensi hormon pertumbuhan
 Sindrom Turner, sindrom noonan,
 Anak dengan IUGR, gagal ginjal kronik,
 Sindrom Prader Willi, sindrom Leriweill.

Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI/RSMH


260
 Bedah
Pada kasus tertentu misalnya skeletal dysplasia diperlukan koreksi
mekanik/pembedahan (bone lengthening), juga pada kasus tumor
 Suportif.
 Psikososial
 Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya, dll)
 Sesuai dengan etiologi

9. Tindak Lanjut :
Monitoring:
 Terapi: terhadap tinggi badan dan efek samping obat
 Tumbuh kembang

Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI/RSMH


261
DIABETES MELITUS

1. Batasan
Diabetes adalah keadaan akibat tubuh tidak dapat membuat insulin secara cukup atau
insulin tidak dapat bekerja secara optimal sehingga terjadi peningkatan gula darah dan
gangguan metabolisme lemak serta protein.

2. Etiologi
Idiopatik, faktor autoimun setelah infeksi mumps, rubella dan coxsakie B4, genetik,
reseksi pankreas, meningkatnya hormone antiinsulin (GH, glukagon, kortisol dan
epinefrin), obat-obatan.

3. Patogenesis
 DM tipe 1 :
Sel beta pankreas mengalami kerusakan (sebagian besar oleh faktor autoimun) 
produksi insulin turun  penggunaan glukosa sebagai sumber energi terganggu
 tubuh menggunakan lemak dan protein sebagai sumber energi  metabolisme
tidak sempurna
 DM tipe 2 :
Terjadi resistensi insulin  relatif fungsi insulin turun dan tidak mencukupi
Akibat insulin yang rendah:
 Uptake glukosa primer rendah  glukosa darah meningkat
 Keadaan katabolisme: mobilisasi lemak  llemak total, kolesterol, trigliserida
, asam lemak bebas (FFA) meningkat  ketonemia  asidosis
 Keadaan katabolisme: mobilisasi protein  glukoneogenesis  glukosa
darah meningkat
 Glikogenesis berkurang, glikogenolisis meningkat  glukosa darah
meningkat
 Stress hormon ( hormon anti insulin ): glukagon, hormon pertumbuhan,
kortisol, katekolamin meningkat  glukosa darah meningkat
Efek :
 hiperglikemia
 kadar glukosa melewati ambang ginjal(>160mg%): glukosuria
 osmolaritas darah meningkat  poliuria, dehidrasi sel otak
 sebagai kompensasi : polifagia dan polidipsia
Efek :
 asidosis, dehidrasi sel otak  gangguan oksigenasi, gangguan kesadaran

4. Bentuk klinis (pada anak dan remaja)


 DM tergantung insulin/IDDM/DM tipe I: 95- 98 % kasus
 Predisposisi genetik
 Pengaruh lingkungan sebagai trigger faktor
 Kelainan autoimun
 DM tidak tergantung insulin/NIDDM/DM tipe II (resistensi insulin dan defisiensi
insulin relatif): berkisar 2-5 %

Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI/RSMH


262
a.l. maturity onset of youth (MODY/Mason type)
 Faktor genetik
 Obesitas dan gaya hidup
 tipe lain (diabetik sekunder):
Kriteria DM tipe I / II + sindrom genetik/terapi obat/penyakit pankreas/penyakit
lain.

5. Komplikasi

Jangka pendek : hipoglikemia, ketoasidosis, bisa sampai koma


Jangka menengah : gangguan tumbuh kembang
Jangka panjang : mikrovaskuler nefropati, kardiomiopati, mikrovaskuler
Miokard infark, stroke, peripheral gangrene,
dermopathi, candidiasis, mudah infeksi

6. Prognosis
 30% anak dengan diabetik ketoasidosis (umumnya anak usia < 5 tahun , 6-10%
meninggal dengan diabetik ketosidosis)
 Retinopati : 63% pada usia 30 tahun 88% pada usia 50 tahun
 Nefropati : 18% pada usia 30 tahun, 50% pada usia 50 tahun
 Mortalitas meningkat 2,5 kali lebih besar pada DM yang kontrol tidak teratur
(50% kematian karena gagal ginjal)

7. Diagnosis
Dasar Diagnosis
 Diabetes simtomatis/klinis
 Gejala klasik: polidipsia, poliuria, polifagia, berat badan turun.
 Gula darah puasa >120 mg /dl atau
Gula darah 2 jam PP >200 mg / dl atau
Gula darah sewaktu >200 mg / dl
 Diabetes ketoasidosis
 Hiperglikemia, ketonemia, asidosis, ketonuria,glukosuria
 Diabetes asimtomatis/prediabetes
 Curiga bila terdapat 2 gejala pada nomer 1b – OGTT

 Tes autoantibodi insulin (AAI) + HLA+ ICA+L(Islet Cell Antiabody)

Langkah diagnosis
 Anamnesis : polifagia, poliura / sering kencing malam, polidipdia, berat badan
turun, badan lemas, gatal-gatal, keluarga + DM
 Gejala klinis
 Laboratorium : kadar gula darah, bila perlu OGTT (bila meragukan) ,gula urine /
reduksi, ketonemia urine , c. peptide, HbA1c, ICA/IAA (kalau mampu)

Indikasi rawat
 Pertama kali didiagnosis diabetes  untuk mempersiapkan anak/ anggota
keluarga dalam menangani DM dan komplikasi akut yang dapat timbul

Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI/RSMH


263
 Diabetik ketoasidosis/ koma diabetik
 Hipoglikemi yang tidak bisa diatasi dengan terapi oral

8. Penatalaksanaan
Tujuan :
 Mencegah komplikasi
 Menghilangkan gejala klinis
 Pertumbuhan dan perkembangan yang normal ( fisik dan emosi)
 Mencapai harapan hidup yang sama dengan bukan penderita diabetes
a) Nutrisi dan exercise
Tujuan:
 IDDM: mempertahankan normal lipemia dan mencegah Hiperlipoproteinemia
 NIDDM: mencegah overweight dengan pengaturan diet dan exercise .
Jumlah kalori sampai usia 12 tahun : 1000 kalori + [100 x usia (tahun)
Pembagian kalori per 24 jam: 20 % pagi, 20-25% siang, 25-30% malam
(di antaranya 3x makanan kecil masing-masing 10 %)
Komposisi seimbang: karbohidrat 50-55%, lemak 30%, protein 15-20%
b) Insulin
Pertama kali diberikan RI (insulin jangka pendek) / sc 3-4 kali / hari, dosis inisial
0,5-1U/kgBB/hari, kemudian dosis dinaikkan sesuai profil gula darah
Terkontrol bila:
 Gula darah puasa  130 mg/dl atau
 Gula darah sewaktu  200 mg /dl
 Reduksi urine (-)
NIDDM: coba stop insulin, penyesuaian diet dan aktifitas, kalau perlu obat diabet
oral. Bila berat badan sekitar 80% standart, coba stop obat diabet
IDDM:
 Dosis tergantung individu masing-masing.
 Pada anak dapat dipakai insulin intermediat (jangka menengah) atau
kombinasi insulin intermediat + insulin jangka pendek (umumnya 2/3 insulin
intermediat: 1/3 insulin jangka pendek). Sebagai patokan pertama dapat
diberikan dosis pagi 2/3 dosis total perhari dan dosis sore 1/3 dosis total
perhari
 Dosis dapat ditingkatkan secara bertahap (10%) setiap 2/3 hari sekali sampai
dosis optimum, dengan monitoring pemeriksaan gula darah dan reduksi urine.
c) Terapi terhadap penyakit penyerta
Pengobatan seperti standar prosedur masing-masing penyakit
d) Penyuluhan (pasien dan orang tua/keluarga):(merupakan hal yang sangat
penting !
 Tentang penyakit, komplikasi dan penanggulangan diabetes
 Pemakaian insulin (cara, dosis, waktu, efek samping), insulin pada IDDM
diberikan seumur hidup, tetapi hati-hati ada periode “honeymoon”
 Pengaturan makanan, olahraga, home monitoring
 Aspek psikososial
 Tumbuh dan kembang

Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI/RSMH


264
9. Tindak Lanjut
Indikasi pulang
 Kadar gula darah terkontrol
 Anak makan dan minum baik
 Tanda-tanda infeksi tidak dijumpai lagi
 Keluarga / orang tua siap

Monitoring pengamatan rutin


 Idealnya pengukuran gula darah / reduksi urine sebelum makan setiap hari
 (home monitoring )
 Pemeriksaan HbA1c setiap 3 bulan sekali
 Pertumbuhan grafik tumbuh kembang (berat badan-tinggi badan) setiap 6 bulan
 Pemeriksaan perkembangan intelektual, emosional dan fisik
 Pemeriksaan ke bagian Ilmu penyakit mata setiap 6 bulan sekali.
 Pemeriksaan microalbuminuria setiap 1 tahun/kali

Bila memungkinkan ikut dalam kegiatan diabetic camp

Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI/RSMH


265
DIABETES KETOASIDOSIS

1. Batasan
Ketoasidosis diabet adalah keadaan klinis diabetes melitus yang ditandai dengan:
kadar gula darah > 200 mg/dL, pH darah < 7.3 dan/ atau bikarbonat < 15 mmol/L
serta ditemukan ketonemia atau ketonuria

2. Patogenesis
Defisiensi absolut ataupun relatif insulin + meningkatnya hormon-hormon
counterregulatory (glukagon, kortisol, growth hormone, dan katekolamin) 
kekacauan metabolisme, hiperglikemia, diuresis osmotik, dehidrasi hipertonik, dan
ketoasidosis. Pada keadaan ini terdapat hiperglikemia yang nyata (>300 mg/dl),
asidosis (pH < 7.30; bikarbonat < 15 mEq/L), dan ketonemia. Kadar Na dapat
normal, rendah atau tinggi tergantung pada balans cairan. Serum Na menurun karena
efek dilusi dari hiperglikemia dan peningkatan lipid serta protein dalam serum.
Bila tidak terdapat defisiensi total dari K dalam tubuh, K serum yang terukur biasanya
normal atau tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya hemokonsentrasi dan
pergeseran K ke ruang ekstraseluler akibat asidosis dan defisiensi insulin. K yang
terukur meningkat 0,6 mEq/L untuk setiap penurunan 0,1 dari pH, oleh karena itu
serum K yang <3,5 mEq/L adalah tidak lazim dan merupakan keadaan hipokalemia
berat.
Pada DKA umumnya terjadi leukositosis (18.000 - 20.000/mm3), walaupun tidak ada
infeksi (disebabkan karena katekolamin yang ada dalam sirkulasi).

3. Bentuk klinis
 KAD ringan: pH antara 7.3 dan kadar bikarbonat < 15 mmol/L
 KAD sedang: pH darah antara 7.2 dan kadar bikarbonat < 10 mmoll/L.
 KAD berat: pH darah < 7.1 dan kadar bikarbonat <5 mmol/L.

5. Komplikasi
 Syok sampai koma
 Edema serebri

6. Prognosis
Baik bila penanganan benar dan tidak terjadi komplikasi

7. Diagnosis
Dasar diagnosis
 hiperglikemia yang nyata (>300 mg/dl),
 asidosis (pH < 7.30, bikarbonat < 15 mEq/L),
 ketonuria dan ketonemia.

Langkah Diagnosis
Tetapkan diagnosis dan derajat beratnya KAD berdasarkan:
 Anamnesis

Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI/RSMH


266
 Poliuria, polidipsia dan polifagia disertai dengan berat badan menurun, sesak
napas dengan/ tanpa kesadaran menurun.
 Penderita DM lama dengan riwayat kepatuhan berobat yang kurang atau
riwayat muntah-muntah disertai nyeri perut atau sesak disertai kesadaran
menurun
 Pada kasus rujukan ditanyakan jumlah maupun jenis cairan & insulin, dan
jumlah bikarbonas natrikus yang telah diberikan.
 Pemeriksaan fisis
 Keadaan umum dan tanda vital. Tampak sakit sedang sampai berat, kesadaran
menurun, asidosis, sesak nafas (pernapasan Kussmaul), dehidrasi dengan /
tanpa tanda-tanda renjatan , kejang +/-, pada pH 6,9 dapat terjadi depresi
pernafasan
 Status lokalis. Kadang disertai distensi abdomen.
 Pemeriksaan Penunjang
 Darah.
 Kimia darah: glukosa darah, serum elektrolit, fungsi ginjal
 Darah tepi lengkap.
 Analisis gas darah.
 Urin: keton urin, reduksi urin, poliuria (> 900ml/m2/hari)

8. Tata laksana
 Setiap penderita KAD berat, KAD dengan penurunan kesadaran, KAD berusia
kurang dari 5 tahun, dan KAD dengan kecurigaan edema serebri sebaiknya
dirawat di ICU.
 Fase akut
a) Resusitasi cairan..
 Tentukan status hidrasi dan defisit cairan dalam 48 jam (lihat tabel)
Dehidrasi bayi Anak
Ringan Sedang Berat
5%: 50 ml/kg 10%: 100 ml/kg 15%: 150 ml/kg
3%: 30 ml/kg 6%: 60 ml/kg 9%: 90 ml/kg
 Bila ditemukan renjatan
Berikan cairan (NaCl 0.9% atau RL) 20 ml/kg/jam, dapat diulang sampai
renjatan teratasi.
 Bila tidak ditemukan renjatan/ setelah renjatan teratasi
 Pemberian cairan dilakukan secara gradual dalam 48 jam untuk
menghindari terjadinya edem otak.
 Sisa defisit cairan adalah defisit cairan dalam 48 jam (sesuai tabel di
atas) dikurangi jumlah cairan yang diberikan untuk mengatasi renjatan
 Jumlah cairan yang diberikan dalam 48 jam adalah sisa defisit cairan
ditambah kebutuhan cairan rumat untuk 48 jam kemudian (lihat tabel).
Tabel cairan rumat untuk 48 jam kemudian
Berat badan Jumlah cairan rumat
10 kg pertama 200 ml/kg
10 kg berikutnya + 100 ml/kg
penambahan BB selanjutnya +40 ml/kg

Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI/RSMH


267
 Jenis cairan yang digunakan adalah cairan fisiologis yang isotonis
(NaCl 0,9% atau RL) dan selanjutnya disesuaikan dengan kondisi.
 Lakukan balans cairan setiap 4 jam. Bila ada penurunan kesadaran
perlu dipasang kateter urin.
b) Pemberian insulin.
 Berikan regular insulin 0,1U/kgBB/jam secara intravena (perdrip) dan
diberikan secara terpisah dengan jalur infus untuk resusitasi cairan.
 50 IU insulin dimasukkan dalam 500 ml NS 0.9%, atau
10 IU insulin dalam 100 ml NS 0.9%.
 Berikan dengan kecepatan 1 ml/kg/jam
 Kadar gula darah tidak boleh turun > 100 mg/dL per jam.
 Jumlah cairan untuk pemberian insulin ini diperhitungkan juga,
sehingga tetesan resusitasi cairan perlu dikurangi dengan jumlah
tetesan insulin.
 Insulin tidak boleh dihentikan secara tiba-tiba. Kecepatan pemberian
insulin dapat disesuaikan (misal menjadi 0,05U/kgBB/jam) sesuai klinis.
Penggantian pemberian secara subcutan harus dilakukan dulu 30 menit
sebelumnya baru insulin drip distop.
 Apabila kadar gula darah telah mencapai 250 - 300 mg/dL, cairan
resusitasi ditambahkan dekstrose 5% dalam perbandingan 1:1 dengan
cairan NaCl 0.9%.
 Pertahankan kadar gula darah antara 200 - 250 mg/dl selama pemberian
insulin intravena dengan melakukan monitoring berkala
c) Koreksi gangguan asam basa dan elektrolit
 Gangguan asam basa
 Koreksi asidosis hanya dilakukan apabila pH darah < 6.9
 Koreksi dilakukan secara perlahan dan dosis bikarbonas natrikus yang
diberikan adalah 0.6 x BE x BB.
 Monitoring dilakukan minimal setiap 2-4 jam.
 Gangguan elektrolit.
 Natrium. Pada KAD ditemukan pseudohiponatremia sehingga harus
dilakukan koreksi atas hasil pemeriksaan kadar Natrium yang
ditemukan. Apabila kadar natrium yang sesungguhnya berdasarkan
hasil perhitungan adalah > 125 mEq/l maka tidak dilakukan koreksi.
Rumus:
Kadar Na+(sebenarnya) =
Kadar Na+ (terukur) + 1,6 (kadar gula darah - 100 mg/dl)
100
 Kalium. Apabila miksi ada, maka sebaiknya sejak awal sudah
diberikan kalium yaitu 40 mEq/L (anak < 30 kg) dan 80 mEq/L (anak >
30 kg)
 Lakukan monitoring EKG pada gangguan kalium.
 Kecepatan pemberian kalium tidak boleh melebihi 40 mEq/jam
atau 0.3 mEq/kg/jam.

Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI/RSMH


268
d) Terapi nutrisi. Sebaiknya tidak diberikan makanan oral bila ditemukan nyeri
perut dan distensi abdomen.
e) Monitor.
 Awasi tanda-tanda vital.
 Monitoring gula darah kapiler: dilakukan secara ketat (setiap jam dan hal
ini harus di cross check dengan gula darah vena) pada 4 jam pertama dan
selanjutnya setiap 4 jam.
 Periksa Na, K, Cl, ureum, hematokrit, gula darah, analisis gas darah setiap
2-4 jam. Peningkatan lekosit dapat disebabkan oleh stress, dan tidak dapat
dijadikan sebagai tanda infeksi.
 Waspadai terjadinya edema serebri yang biasanya terjadi pada jam-jam
pertama resusitasi dengan gejala kesadaran menurun dan hipernatremia.
 Bila terjadi edema serebri berikan manitol 0,5-1 g/kgBB/drip dalam 20
menit dan bisa diulang 2 jam kemudian
 Cari faktor pencetus KAD (misal infeksi, noncompliance)

 Fase Subakut
 Pemberian insulin secara intravena dapat diganti secara subkutan apabila
 Penderita sudah tidak mengeluh nyeri perut.
 Kedaruratan asidosis telah teratasi (pernafasan Kussmaul tidak ada, kadar
HCO3 > 15 mEq/L)
 Pemberian nutrisi
 Edukasi

9. Tindak lanjut
Sangat penting dilakukan edukasi pada orangtua, penderita DM, dan lingkungan agar
tercapai kontrol metabolik yang baik dan mencegah terjadinya komplikasi DM
(KAD).
Kontrol metabolik optimal dapat dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
 Insulin
 Pengaturan makan
 Exercise
 Edukasi
 Monitoring gula darah teratur

Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI/RSMH


269
SINEKIA VAGINA

1. Batasan
Sinekia vagina adalah perlekatan labia minora akibat iritasi dan inflamasi
Nama lain: aglutinasi labia minora, adhesi labia minora

2. Etiologi
Radang vulva ringan
Faktor predisposisi
 Higiene daerah sekitar vulvovagina
 Estrogenisasi epitel vagina anak

3. Diagnosis
Dasar diagnosis
Gejala klinis: tampak labia minora tertutup dengan adanya rafe garis tengan
translusen yang nyata pada adhesi

4. Penatalaksanaan
 Lakukan tindakan pemisahan secara traumatik dengan alat tumpul, atau
 Berikan krim estrogen, dioleskan pada malam hari selama 2 minggu dan
dilanjutkan selang sehari selama 2 minggu, atau
 Laser vaporasi dengan anestesi lokal

5. Tindak lanjut
Pencegahan
 Bersihkan genetalia eksterna setiap BAK/BAB
 Gunakan celana dalam longgar dari bahan katun dan diganti bila basah
 Hindari sabun yang bersifat basa
 Pengawasan yang cermat dari ibu terhadap higiene anaknya

Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI/RSMH


270
HIPOTIROID KONGENITAL

1. Batasan
Keadaan dimana kelenjar tiroid gagal untuk mensekresi hormon tiroid secara cukup
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan organ-organ tubuh pada bayi baru lahir.

2. Etiologi
 Hipotiroid permanen
 Disgenesis tiroid (agenesis, hipogenesis, ektopik)  80-90 % kasus
 Dishormogenesis tiroid (inborn defect).
 Defek hipotalamus hipofisis
 Imunologis
 Iatrogenik
 Hipotiroid transien
 Defisiensi iodium
 Idiopatik
 Iatrogenic (goiter): obat antitiroid
 Terapapar iodine
 Maternal Ab induced

3. Patogenesis
Produksi hormon tiroid dimulai saat janin berumur 10-12 minggu.
Dibawah pengaruh TRH (thyroid releasing hormon) dari hipotalamus  merangsang
sekresi TSH (thyroid stimulating hormon) di hipofise anterior  merangsang
kelenjar tiroid memproduksi hormon tirod .
Ada mekanisme umpan balik dari aksis tersebut.
Untuk memproduksi hormone tiroid Perlu iodium (diserap dari plasma secara aktif)
oleh kelenjar tiroid  proses pengikatan dengan tiroglobulin (yang mengandung
tirosin )  terbentuk MIT (monoiodothyrosine) dan DIT (diiodothyrosine) 
Selanjutnya : MIT + DIT  T3 (triidotyrosine) dan DIT + DIT  T4 (tiroksin)
T3 dan T4 disekresi ke sirkulasi darah  sebagian besar terikat dengan protein
plasma, sebagian kecil dalam bentuk bebas (merupakan bentuk yang aktif ) stimulasi
berbagai metabolisme dalam tubuh  dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan.

4. Bentuk Klinis
a. Hipotiroid primer: kelainan pada kelenjar tiroid sendiri (95% kasus).
b. Hipotiroid sekunder: kelainan akibat kegagalan stimulasi hipofise pada kelenjar
tiroid.
c. Hipotiroid tersier: kelainan kerena kegagalan stimulasi dari hipotalamus
(Hipotiroid sekunder dan tersier disebut “central hypothyroid” )

5. Komplikasi
 Kretinisme (retardasi mental dan pertumbuhan)
 Miksedema (mucopolysachaerides pada jaringan subkutan atau pada organ lain)
 Pada jantung  effusi perikardial

Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI/RSMH


271
 Pada saluran nafas  hipoventilasi  apatis s/d koma
 Creatin deafness/tuli sensoneural (+20%)
 Craniostenosis ( bila overtreatment atau dosis terlalu tinggi)

6. Prognosis
Tergantung pada umur saat terapi dimulai dan ada tidaknya komplikasi
Makin dini dimulai pemberian terapi, makin baik prognosisnya.
Apabila terapi dimulai sesudah umur 1 tahun  sulit mencapai IQ yang maksimal.

7. Diagnosis
Dasar Diagnosis
 TSH ↑, T4/fT4 ↓
 fT4 ↓, TSH ↓, (suspek pituitary/sekunder hipotiroid, isolated TSH deficiency atau
tersier hypothyroid ↓  evaluasi ulang  fT4
 T4/fT4 normal, TSH ↑  evaluasi ulang 2-3 minggu T4/fT4 ↓, TSH ↑ (immature
feedback mechanism)
Catatan: fT4 lebih disarankan dibanding T4

Langkah diagnosis:
 Anamnesis
 Asal daerah gondok endemik?
 Riwayat kelainan kelenjar tiroid pada ibu, obat selama kehamilan
 Pertumbuhan dan perkembangan anak
 Pemeriksaan fisis :
 Tentukan diagnosis hipotiroid berdasarkan scoring neonatal hypothyroid
index:
Klinis Score
 Feeding problema 1
 Constipation 1
 Inactivity 1
 Hypotonia 1
 Umbilical hernia (>0.5) 1
 Enlarge tongue 1
 Dry skin 1,5
 Skin mottling 1
 Open posterior fontanella 1,5
 Typical facies 3

Bila total nilai score  4  dicurigai hipotiroid  lakukan pemeriksaan laboratorium


untuk memastikan
b. Bayi baru lahir
Gejala klinis sering belum jelas, dapat berupa
 Ikterus fisiologis yang memanjang
 Hipotermi sementara (suhu rektal<35,5oC) dalam 0-45 jam pasca lahir
 Ubun-ubun besar melebar (>0,5 cm) terutama fontanella posterior
 Makroglosi, kesulitan minum, sering keselek dan sering kesulitan bernafas

Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI/RSMH


272
Suara besar dan parau, tangis serak
Hernia umbilikalis (hipotoni otot). Sering obstipasi, distensi abdomen.
Reflek tendon melambat
Nadi lambat, kulit kering dan dingin, terdapat mottling ( bercak-bercak).
Miksedemia/sembab pada wajah, hipertelorisme.
ECG (tidak spesifik): low voltage, prolonged conduction time
Foto toraks: bayangan jantung membesar
c. Masa bayi dan anak
 Gangguan pertumbuhan dan perkembangan (motorik, mental, gigi, tulang,
pubertas)
 Miksedemia, sering obstipasi
 Ubun-ubun besar terlambat menutup
 Makroglosi
 Kesulitan belajar, anemia
 Aktivitas lambat, retardasi mental makin jelas

Catatan: goiter jarang dijumpai (tetapi bayi dengan goiter sering didapat pada
ibu Grave yang diobati dengan PTU )

 Lakukan pemeriksaan penunjang


 Laboratorium: TSH, fT4 atau T4
 Untuk skrining bisa dimulai dengan pemeriksaan TSH dulu
 Bila TSH > 20  kemungkinan hipotiroid besar
 TSH >100  95 % merupakan hipotiroid walaupun gejala masih negatif
 Radiologi: bone age, foto toraks, thyroid scanning (atas indikasi)
 Lain-lain: BERA/tes pendengaran, EMG (Elektromiografi) atas indikasi

8. Penatalaksanaan
 Berikan hormon tiroid: Tiroksin (0,1 mg) dengan dosis awal:
usia: 0 - 3 bulan  8 – 10 ug/kg BB/hari
3 – 6 bulan  7 – 11 ug/kg BB/hari
6 – 12 bulan  6 – 8 ug/kg BB/hari
1 – 5 tahun  4 – 6 ug/kg BB/hari
 kemudian dosis ditingkatkan atau diturunkan tergantung evaluasi klinis dan
pemeriksaan laboratorium
 Bila terdapat kelainan jantung atau pada hipotiroid berat (dengan miksedema)
dosis dimulai dengan ¼ dosis rumatan dan ditingkatkan secara bertahap tiap 5
hari sampai tercapai dosis optimum.

9. Tindak Lanjut
Selama terapi harus selalu dievaluasi :
a) Klinis :
 Gejala timbulnya hipotiroid (bila dosis terlalu rendah / tidak teratur berobat)
 Gejala timbulnya hipertiroid ( bila dosis terlalu tinggi)
 Pertumbuhan dan perkembangan termasuk :
 Motorik kasar

Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI/RSMH


273
 Motorik halus
 Bicara
 Perkembangan sosial
b) Laboratorium: T4/fT4, TSH  4 – 6 minggu sekali untuk 3 bulan pertama,
kemudian setiap 3 bulan dan 4 bulan sekali untuk tahun kedua, seterusnya setiap
6 bulan selama 5 tahun
c) Radiologis: Bone age / maturasi tulang  2 tahun sekali
d) Psikometri: dimulai sejak usia 12-18 bulan setiap 2 tahun
e) BERA / tes pendengaran: sedini mungkin dan evaluasi setiap tahun
f) EMG (Bila mungkin)  untuk evaluasi “ conducting nerve “
g) EEG (Atas indikasi )

Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI/RSMH


274
HIPERTIROID

1. Batasan
Hipertiroid adalah keadaan dimana terjadi kelebihan hormon tiroid dalam sirkulasi
darah.

2. Etiologi
 Produksi yang berlebihan atau didapat dari sumber luar.
 Adanya aktor genetik yang dipicu oleh lingkungan (infeksi,obat, stress, bahan
kimia )
Misalnya :
 Neonatal/kongenital: transplasental TSH receptor stimulating immunoglobulin
dari ibu yang menderita penyakit Grave (bersifat transien)
 Didapat: penyakit Grave/ tirotoksikosis autoimmun (kasus terbanyak), fungsional
adenoma, tiroiditis subakut, tumor hipofise yang memproduksi TSH atau hipofise
resisten thyroxine

3. Patogenesis
Penyebab tersering tirotoksikosis pada anak adalah Penyakit Grave.
Penyakit Grave (kelainan autoimmun)  penurunan fungsi T lymphocyte supressor
sel  terjadi produksi thyrotropin receptor stimulating antibodi (TRAb) terhadap
TSH receptor di sel folikel yang merupakan IgG (walau penyebab terbentuknya
antibodi ini belum jelas diketahui .)
TRAb mempunyai kapasitas mengikat TSH receptor dan menstimulasi sel folikel
cAMP yang analog dengan TSH  terjdi hiperplasia kelenjar tiroid yang difus 
terjadi hipertiroidism.
Oftalmopati disebabkan oleh antibodi yang terikat pada otot extra okuler dan fibroblas
orbita. Histopatologi meperlihatkan terjadi penumpukan glycosaminoglycans(GAGs)
pada jaringan ikat otot dan lemak dari orbita.

4. Bentuk klinis
Gejala lebih ringan dari dewasa dan muncul perlahan (6-12 bulan )
Krisis tiroid dan hipertiroid apatik jarang dijumpai
Adanya Trias : Goiter ( diffus), tirotoksikosis, oftalmopati + dermopati ( jarang)
Gejala mayor : Struma , Takikardi, Tekanan nadi melebar, Eksoftalamus, Nervositas.
Gejala minor : Tremor, Intoleransi panas, Berat badan menurun
Gejala lain : nafsu makan meningkat , banyak berkeringat, Kulit panas, Prestasi
belajar menurun, emosi labil, Sering buang air besar, diare,Menstruasi tidak teratur

5. Komplikasi
 Decompensatio cordis
 Krisis tiroid
 Pada neonatus
 Maturasi tulang cepat / advanced
 Penutupan sutura sebelum waktunya

Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI/RSMH


275
 Gangguan pertumbuhan
 Hipotiroid (bila overtreatment)

6. Prognosis
Angka remisi setelah terapi cukup tinggi. Keberhasilan terapi tergantung besarnya
goiter dan kadar antibodi terhadap tiroid (TRAb)

7. Diagnosis
Dasar Diagnosis :
 T4 atau fT4 ↑, T3 ↑, TSH ↓
 Uptake RAI naik 34 - 40%
 Pada saat sakit T3 meningkat (merupakan tes terbaik untuk skrining)
 Ada thyroid stimulating Ig, TRAb

Langkah Diagnosis :
 Anamnesis
 Pemeriksaan fisis /gejala klinis
 Laboratorium fungsi tiroid
 USG tiroid dan skintigrafi kalau perlu
 EKG bila perlu
 Pemeriksaan imunologi ( bila fasilitas ada )

8. Penatalaksanaan
a) Konservatif/medikamentosa dengan obat anti tiroid/ATD:
Beri propiltiourasil (PTU) dengan dosis:
 Anak kecil: 5-7 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis, dosis ditingkatkan atau
diturunkan bertahap sesuai dengan evaluasi klinis dan laboratorium
 Anak besar : pada umumnya 3x 100 mg/hari
Gejala klinis berkurang setelah 1-2 minggu, kelainan laboratorium normal setelah
4-6 minggu (perlu dipantau T3, fT4, TSH dan BMR
Bila fT4 rendah perlu diperiksa TSH untuk menilai over treatment
Dosis PTU diturunkan sesuai hasil pemantauan klinis dan laboratorium .
30 – 40 % pasien remisi setelah 2-3 tahun dan di tappering 6 bln – 1 th sehingga
bila distop tidak terjadi hipertiroid

Obat lain yang sering digunakan :

1. Obat  Adrenergic antagonis misalnya propanolol


Merupakan obat tambahan yang dapat diberikan selain ATD.
Kerjanya menurunkan gejala hipertiroid dan obat distop setelah eutiroid.
Dosis propanolol 0,5-3 mg/kg/hari
Hati-hati pada pasien asma atau gagal jantung.

Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI/RSMH


276
2. Obat yang mengandung iodide

Inorganic Iodide misalnya iopanoic acid dan sodium ipodate


Indikasi pada neonatal Graves: dosis iopanoic acid (Telepaque) 500 mg /po
tiap 3 hari, dan diberikan juga dengan propanolol. Obat distop dalam 60 hari.
Efek samping: diare

3. Potassium iodide dan lugol ‘s solution


Indikasi: pasien yang akan dilakukan pembedahan atau pada krisis tirotoksik.
Dosis 0,1-0,3 ml (iodine 5% dan 10% potassium iodide dalam air) 3 hari
sekali

4. Glukokortikoid
Indikasi: krisis hipertiroid dan progressive severe Grave’s opthalmopathy

b) Pembedahan (tiroidektomi)
Dipertimbangkan bila 2-3 tahun terapi konservatif tidak terjadi remisi
Persiapan :
 Sebelum pembedahan pasien harus tirah baring dengan diet cukup 1-3 minggu
Pra pembedahan hingga 1 minggu pasca bedah diberi larutan KY jenuh 10
tetesan untuk mencegah timbulnya thyroid storm
 Thyroid storm → keadaan darurat
Terapi :
 Sodium iodida iv 1-2 gram
 Dexamethason
 Propanolol
 kontrol hypertermi dan cairan (infus)
 Setelah tiroidektomi perlu observasi
 Hipotiroid akibat reseksi berlebih (harus diberi hormon tiroid seumur
hidup)
 Tirotoksikosis berulang karena reseksi tiroid kurang
 hipoparatiroid ( kelenjar paratiroid secara tidak sengaja terambil.)

c) Ablasi terapi dengan radioactive iodine (RAI)


Diindikasikan pada tirotoksikosis rekuren setelah pembedahan
Digunakan 131 I atau 123 I (14)
Efek biologi dari 131 I adalah  partikel radiasi i necrosis dan kegagalan
replikasi dari folikel sel yang tidak dirusak.
Sasaran terapi adalah membuat euthyroid atau hipothyroid .
Hipotiroid biasanya terjadi dalam 6 bulan – satu tahun (10%-20%) dan bisa
transien atau permanen sehingga perlu tiroksin sepanjang hidupnya .

9. Tindak Lanjut
 Monitor efek samping obat
ES PTU: agranulositopenia, hepatitis, cholestasis jaundice, trombositopenia,

Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI/RSMH


277
anemia aplastik (sangat jarang), gatal, urtikaria, atralgia, demam
(dapat dikurangi dengan mengganti jenis obat tionamida lain )
 Monitor kemungkinan relaps
 Monitor pertumbuhan

Standar Profesi Ilmu Kesehatan Anak FK UNSRI/RSMH


278

You might also like