You are on page 1of 10

UJPH 5 (3) (2016)

Unnes Journal of Public Health


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph

EVALUASI PROGRAM ELIMINASI FILARIASIS DARIASPEK PERILAKU


DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN

Lailatul Munawwaroh , Eram Tunggul Pawenang

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang,
Indonesia

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Filariasis merupakan penyakit menular disebabkan cacing filaria dan ditularkan nyamuk. Untuk menekan
Diterima Mei 2016 jumlah kasus filariasis dilakukan Program Eliminasi Filariasis melalui POMP (Pemberian Obat Massal
Disetujui Juni 2016 Pencegahan) filariasis. Kelurahan Kuripan Yosorejo RW I-V (Kuripan Lor) merupakan daerah endemis
Dipublikasikan Juli 2016 filariasis (Mikrofilaria rate ≥1%)dan menjadi daerah yang diprioritaskan untuk Eliminasi Filariasis.Tujuan
________________ penelitian adalahuntuk mengetahui(1) gambaran Program Eliminasi Filariasis di Kelurahan Kuripan
Keywords: Yosorejo tahun 2011-2015,(2) gambaran perubahan perilaku dan lingkungan setelah pelaksanaan Program
filariasis elimination; Eliminasi Filariasis. Jenis penelitian adalah kualitatif.Jumlah informan adalah 14 informan, 2 informan
environment; behavior utama dan 12 informan triangulasi. Hasil penelitian adalah (1) pelaksanaan Program Eliminasi Filariasis
____________________ tahun 2011-2015 di Kelurahan Kuripan Yosorejosesuai peraturan yang berlaku (2)aspek perilaku masyarakat
yang berubah adalah perilaku minum obat filariasis sedangkan perilaku praktik pencegahan lainya (perilaku
mencegah gigitan nyamuk dan pengelolaan lingkungan) serta aspek lingkungan (kawat kasa, genangan pada
got/SPAL, semak-semak,tanaman air) sudah cukup baik tetapi tidak mengalami perubahan.
Abstract
___________________________________________________________________
Filariasis was an infectious disease caused by the filarial worm and transmitted by mosquitoes. Filariasis
Elimination Programthrough MDA (Mass Drug Administration) was used to reduce the number of
filariasiscases. Kuripan Yosorejo RW I-V village (Kuripan Lor) was endemic filariasis area (Mikrofilaria rate
of≥1%) and became the priority area for Filariasis Elimination Program. The purposes of research were to
know(1)the description of Filariasis Elimination Program, especially in Kuripan Yosorejo villagebetween 2011-
2015, (2)the influence of Filariasis Elimination Program on behavioral and environmental aspect. This
research usedqualitative method. Theinformants were 14.It consisted of2 keyinformants and 12 triangulation
informants. The results of researchwere(1) Filariasis Elimination Program implementation between2011-2015
in the Village Kuripan Yosorejo was appropiate with the regulations,(2) the changing of behavioral aspects in
the society were the behavioral of taking medication of filariasis while the behaviorof other prevention practices
(prevention of mosquitos bites and environmental management) and the environmental aspects (wire netting,
puddles on the waste water pipeline, bushes, water plants) were already good enough but not changed.
© 2015 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 2252-6781
Gedung F5 Lantai 2 FIK Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: mlailatul2@gmail.com

195
Lailatul Munawwaroh dan Eram Tunggul Pawenang / Unnes Journal of Public Health 5 (3) (2016)

PENDAHULUAN

Filariasis (elephenthiasis/kaki gajah) Pemutusan mata rantai filariasis


merupakan merupakan penyakit menular melalui program Eliminasi Filariasis
menahun yang disebabkan oleh cacing sebaiknya tidak hanya terfokus pada
filaria yang menyerang saluran dan kelenjar POMP, perlu didukung dengan perilaku
getah bening. Terdapat tiga spesies cacing praktik pencegahan lainya seperti perilaku
penyebab filariasis yaituWuchereria brancofti; mencegah dari gigitan nyamuk dan perilaku
Brugia malayi; Brugia timori (Dirjen P2PL, pengelolaan lingkungan untuk
2008).Diperkirakan 1/5 penduduk dunia mengendalikan vektor penularan filariasis
atau 1,1 miliar penduduk di 83 negara yang berpengaruh dengan kejadian
berisiko terinfeksi filariasis (Dirjen P2PL, filariasis(Dirjen P2PL, 2008).Sebagaimana
2008). Dan Profil kesehatan Indonesia teori HL.Blum menyatakan bahwa status
tahun 2013 menyebutkan jumlah kasus kesehatan dipengaruhi oleh empat aspek
filariasis di Indonesia sebanyak 12.714 yaitu lingkungan (lingkungan fisik, biologi,
kasus. Sedangkan pada tingkat provinsi, ekonomi, sosial dan budaya), perilaku,
Jawa Tengah menempati peringkat ke-8 keturunan dan pelayanan kesehatan
dengan jumlah penderita filariasis sebesar (Adnani, 2011).Perilaku praktik
412 penderita serta jumlah kasus pencegahan penularan filariasis oleh Dinkes
mikrofilaria tertinggi berada di Kota Kota Pekalongan sudah disertai kegiatan
Pekalongan (Kemenkes RI, 2014). promosi kesehatan yaitu sosialisasi
Adapun usaha untuk menekan Eliminasi Filariasis di tingkat Kelurahan
jumlah kasus filariasis dengan pelaksanaan oleh Puskesmas setahun sekali sebelum
Program Eliminasi Filariasis melalui dilakukan POMP Filariasis.Teori
POMP (Pemberian Obat Massal modifikasi L.Green dan HL.Blum tentang
Pencegahan) filariasis yaitu memberikan hubungan status kesehatan, perilaku dan
obat DEC dikombinasikan dengan promosi kesehatan menyatakan bahwa
albendazole setiap tahun sekali 5 tahun promosi kesehatan dapat mempengaruhi
berturut – turut.Program Eliminasi perilaku kesehatan dan perilaku kesehatan
Filariasis dilaksanakan di Kota Pekalongan dapat mempengaruhi derajat kesehatan
sejak tahun 2006 untuk tingkat kelurahan seseorang (Adnani, 2011).Harapanya
dan baru pada tahun 2011-2015 berlaku dengan adanya promosi kesehatan dapat
seluruh wilayah di Kota Pekalongan. meningkatkan pengetahuan, sikap dan
Berdasarkan data Dinkes Kota Pekalongan perilaku masyarakat, perorangan atau
tahun 2014, cakupan POMP per Puskesmas lembaga kemasayarakatan untuk aktif
se-Kota Pekalongan rata – rata mencapai > dalam upaya Eliminasi Filariasis(Dirjen
90% dengan jumlah sasaran 257.632 P2PL, 2008).
penduduk dari 290.347penduduk. Akan Terdapat beberapa wilayah di Kota
tetapi dalam pelaksanaannya terdapat Pekalongan yang diprioritaskan dalam
penduduk yang ditunda minum obat program Eliminasi Filariasis dikarenakan
sebesar 25.595 penduduk serta penduduk termasuk wilayah endemis filariasis (Mf rate
tidak minum obat sebesar 10.978 peduduk /Mikrofilaria rate ≥ 1%) salah satunya
(Dinkes Kota Pekalongan, 2014). Kuripan Lor atau Kelurahan Kuripan
Yosorejo RW I-V (Dinkes Kota

196
Lailatul Munawwaroh dan Eram Tunggul Pawenang / Unnes Journal of Public Health 5 (3) (2016)

Pekalongan, 2014). Jika dilihat dari batas mencegah dari gigitan nyamuk (kebiasaan
wilayah, Kelurahan Kuripan Yosorejo keluar malam, menggunakan kelambu,
berbatasan langsung dengan dua Kelurahan menggunakan obat nyamuk, menggantung
endemis filariasis (Mf rate tertinggi di Kota pakaian, mengenakan baju lengan panjang
Pekalongan pada tahun 2012) bahkan dan celana panjang) dan pengelolaan
mendapatkan perhatian dari Dinkes Kota lingkungan serta perubahan lingkungan
Pekalongan dan WHO yaitu Kelurahan meliputi keberadaan kawat kasa, genangan
Jenggot (Mf rate; 5%) dan Kelurahan air (got/SPAL), semak-semak dan tanaman
Kertoharjo Yosorejo (Mf rate; 2%), yang air.
memiliki risiko terjadi penularan filariasis Penelitian dilaksanakan di Kelurahan
dan jumlah kasus filariasis tinggi seperti Kuripan Yosorejo RW I-V atau Kuripan
kedua wilayah endemis tersebut. Lor selama 10 hari sejak tanggal 9-19 Juni
Pada tahun 2015 Kelurahan Kuripan 2015. Jumlah informan adalah 14 orang
Yosorejo melaksanakan Program Eliminasi terdiri dari informan utama yaitu2 Petugas
Filariasis tahap akhir dan perlu dilakukan P2PL Puskesmas Pekalongan Selatan dan
evaluasidari aspek perilaku dan perubahan triangulasi terdiri dari Kepala Kelurahan
lingkungan atau evaluasi keluaran (outcome) Kuripan Yosorejo RW I-V, 2 TPE (Tenaga
Program Eliminasi Filariasis. Karena Pelaksana Eliminasi), 6 warga masyarakat
evaluasi yang sudah dilakukan hanya Kelurahan Kuripan Yosorejo RW I-V, 1
meliputi cakupan POMP setiap tahun Petugas P2P-PL Dinkes Kota Pekalongan,
setelah pengobatan massal, survei cakupan Ketua RT 06 RW 01 dan 1 orang warga RT
POMP tahun pertama dan evaluasi 06 RW 01.
prevalensi Mf rate sebelum dan sesudah Instrumen penelitian ini adalah
POMP tahun ketiga dan kelima.Dari hasil peneliti sendiri dibantu dengan alat
evaluasi keluaran (outcome) ini dapat pengumpul data yaitu panduan wawancara
dijadikan penilaian apakah program mendalam, panduan FGD (focus group
eliminasi filariasis tahun 2011 – 2015 discussion), pandaun observasi, alat perekam
dilaksanakan sesuai rencana, mampu (HP), laptop dan kamera. Teknik
mengubah perilaku praktik pencegahan pengambilan data dilakukan dengan
filariasis meliputi perilaku minum obat, wawancara mendalam, FGD, observasi dan
perilaku pencegahan dari gigitan nyamuk dokumentasi.
dan pengelolaan lingkungan,serta Analisi data penelitian dilakukan saat
mengubah lingkungan di Kelurahan pengumpulan data berlangsung dan setelah
Kuripan Yosorejo setelah pelaksanaan pengumpulan data, terdiri dari (1) reduksi
program Eliminasi Filariasis tahun 2011- data yaitu setelah data hasil wawancara
2015. mendalam, FGD, observasi dan
dokumentasi terkumpulkan, peneliti
METODE PENELITIAN memilah hal-hal pokok, memfokuskan data,
menyederhanakan data untuk kemudian
Jenis penelitian ini merupakan disesuaikan dengan polanya (2) penyajian
penelitian kualitatif. Fokus dalam penelitian data yaitu data hasil penelitian disajikan
ini adalah evaluasi program eliminasi dalam bentuk narasi (kalimat) dilengkapi
filariasis dari aspek perilaku meliputi dengan gambar dan tabel (3)
perilaku minum obat filariasis, perilaku conclusiondrawing atau verification yaitu

197
Lailatul Munawwaroh dan Eram Tunggul Pawenang / Unnes Journal of Public Health 5 (3) (2016)

penarikan kesimpulan oleh peneliti yang jumlah penduduk. Ini berkaitan


disajikan dalam bentuk deskripsi dengan jumlahobat yang
berdasarkan data-data hasil penelitian didistribusikan pada warga
(wawancara mendalam, FGD, observasi Kelurahan Kuripan Yosorejo RW I-
dan dokumentasi) yang mengacu pada V, sehingga tepat sasaran dan tepat
pokok permasalahan yang diteliti. jumlahnya.
2. Koordinasi Puskesmas Pekalongan
HASIL DAN PEMBAHASAN Selatan kepada Kepala Kelurahan
Kuripan Yosorejo terkait
Gambaran Pelaksanaan Program Eliminasi pelaksanaan POMP dan sosialisasi
Filariasis di Kota Pekalongan Khususnya Eliminasi Filariasis.
Kelurahan Kuripan Yosorejo Tahun 2011-2015 3. Sosialisasi POMP Filariasis kepada
Kelurahan Kuripan Yosorejo RW I-V masyarakat Kelurahan Kuripan
termasuk ke dalam wilayah endemis Yosorejo
filariasis (Mf rate ≥ 1%) berdasarkan 4. POMP Filariasis yang setiap
penemuan kasus (1 kasus) pada SDJ Dinkes tahunya dilaksanakan pada bulan
Kota Pekalongan tahun 2010 dan Juni namun pada tahun 2015
penemuan kasus (kurang lebih 4 kasus) oleh dilaksanakan pada bulan Mei
Dinkes Kota Pekalongan bekerjasama terkait bulan puasa yang jatuh pada
dengan UI tahun 2011-2012,kemudian bulan Juni. Pembagian obat
diakumulasikan dan dihasilkan Mf rate ≥ filariasis dilaksanakan selama 3 hari
1%. Sehingga menjadi salah satu wilayah oleh TPE didampingi petugas
yang diprioritaskan untuk dilakukan Puskesmas (tidak semua TPE
eliminasi filariasismelalui Program didapingi petugas Puskesmas)
Eliminasi Filariasis tahun 2011-2015 secara door to door, minum bersama
serentak satu Kota Pekalongan. Program pada acara yasinan atau minum
tersebut berisi kegiatan utama yaitu POMP bersama di sekolah.
(Pemberian Obat Massal Pencegahan) Berdasarkan hasil penelitian di
setahun sekali 5 tahun berturut-turut Kelurahan Kuripan Yosorejo RW I-V,
disertai penyuluhan. Sedangkan 2 kegiatan pelaksanaan program Eliminasi Filariasis
pokok lainya yaitu SDJ (Survei Darah Jari) melalui POMP Filariasis sudah sesuai
dan penanganan kasus kronis filariasis. dengan Kepmenkes No.
Program Eliminasi Filariasis di Kota 1582/Menkese/SK/XI/2005 tentang
Pekalongan khususnya Kelurahan Kuripan Pedoman Pengendalian Filariasis.
Yosorejo sudah dilaksanakan tahun 2011-
2014 dan tahun 2015 merupakan tahap Gambaran Perilaku Masyarakat Kelurahan
akhir. Rangkaian kegiatan pelaksanaan Kuripan Yosorejo RW I-V Setelah
program setiap tahunya hampir sama, Pelaksanaan Program Eliminais Filariasis
yaitu: Tahun 2011-2015
1. Pendataan penduduk pra POMP 1) Perilaku minum obat
filariasisoleh TPE (Tenaga Berdasarkan hasil penelitian
Pelaksana Eliminasi) bertujuan menunjukkan masyarakat Kelurahan
untuk mengetahui apakah ada Kuripan Yosorejo RW I-V termasuk ke
penambahan atau pengurangan dalam orang-orang yang sudah patuh

198
Lailatul Munawwaroh dan Eram Tunggul Pawenang / Unnes Journal of Public Health 5 (3) (2016)

minum obat. Hal ini berdasarkandata filariasis. Meskipun demikian, terdapat


kecakupan pengobatan massal tahun 2011- usaha TPE membujuk masyarakat agar
2014 diatas target kurang lebih 80% dan meminum obat filariasis didepan
tahun 2015 mencapai 91% (tertinggi). TPE.Sedangkan pada proses pengambilan
Berikut terdapat beberapa faktor yang data survei cakupan POMP Filariasis untuk
mempengaruhi perilaku patuh minum obat mengevaluasi kegiatan POMP filariasis juga
masyarakat Kelurahan Kuripan Yosorejo memiliki kendala yaitu cara bertanya
RW I-V yaitu : penyurvei kurang bisa dipahami oleh
1. Orang memiliki rasa takut terhadap masyarakat.
penyakit kaki gajah, setelah melihat Harapanya dengan pelaksanaan
gambar spanduk POMP filariasis yang sudah 5 tahun ini
2. Orang memiliki kesadaran terhadap dapat menurunkanMf rate di Kota
kesehatan dirinya dan anggota Pekalongan khususnya di Kuripan Yosorejo
keluarganya RW I-V meskipun berdasarkan keterangan
3. Terdapat anggota keluarga dari Puskesmas Pekalongan Selatan, tidak
denganbackgroundpendidikan terdapat laporan adanya kasus filariasis.
kesehatan (faktor pendidikan) Hal ini sejalan dengan penelitian
4. Harus ada kejadian terlebih dahulu Ompungsu, Tuti dan Hasugian (2008),
sehingga akan patuh minum obat bahwa Kabupaten dan Kota (Kabupaten
filariasis Banyuasin, Sumatera Selatan, Kabupaten
5. Peran TPE yang mendukung Tanjung Jabung Barat, Jambi dan Kota
6. Sosialisasi TPE Dumai, Riau) yang sudah melaksanakan
7. Kebijakan Dinkes Kota Pekalongan MDA (Mass Drug Administration) atau
tahun 2015 (penggabungan program POMP filariasis lebih dari satu kali
POMP Filariasis dan program menunjukkan penurunan Mf ratedan
Kecacingan), minum obat filariasis mengurangi penularan filariasis.
dan obat kecacingan bersama tingkat 2) Perilaku Mencegah Gigitan Nyamuk
sekolahan PAUD hingga SMA 1. Kebiasaan Keluar Malam
Namun berdasarkan informasi dari Berdasarkan hasil penelitian,warga
petugas P2P-PL Dinkes Kota Pekalongan masyarakat masih memiliki kebiasaan
terdapat perbedaan hasil berdasarkan survei keluar pada malam hari untuk kegiatan
serta cenderung dibawah target yaitu < seperti bekerja, kegiatan yasinan, sholat di
65%.Adanya kesenjangan antara data hasil masjid, pergi ke warung, kumpul untuk
survei dan cakupan POMP Filariasis dari rapat yang frekuensinya jarang danbukan
Puskesmas-Puskesmas di Kota Pekalongan untuk kumpul-kumpul yang sifatnya
ini dimungkinkan berbagai alasan grumungan.Kebiasaan berada di luar
yaitu.anggota keluarga lupa memberikan rumah sampai larut malam akan
obat filariasis yang telah dibagikan TPE memudahkan gigitan nyamuk, dimana
kepada anggota keluarganya, metode vektor nyamuk Culexsppenyebab filariasis di
pengambilan data cakupan POMP oleh Kota Pekalongan memiliki kebiasaan
TPE dengan mencentang pada form menggigit pada malam hari (nocturnal)
cakupan POMP untuk orang yang beberapa jam setelah matahari terbenam
mendapatkan obat filariasisdikategorikan sampai sebelum matahari terbit dan bersifat
sebagai orang yang telah meminum obat

199
Lailatul Munawwaroh dan Eram Tunggul Pawenang / Unnes Journal of Public Health 5 (3) (2016)

eksofilik (menggigit di luar rumah) dan penelitian Mardiana, Lestari dan


endofilik (menggigit di dalam rumah). Perwitasari (2011) bahwa pemakaian
Penelitian oleh Ramadhani dan kelambu tidak memiliki pengaruh yang
Yunianto (2009), menyatakan bahwa nyata terhadap kejadian filariasis. Antara
aktivitas menggigit nyamuk Culex sp di responden yang pernah terkena filariasis
Kelurahan Pabean Kota Pekalongan lebih memakai kelambu dan tidak memakai
banyak di luar rumah dengan aktivitas kelambu, memiliko risiko sama.
puncaknya yaitu pukul 21.00-22.00 WIB, 3. Kebiasaan Menggunakan Obat
24.00-01.00 WIB dan 02.00-03.00 WIB. Hal Nyamuk
ini sejalan dengan penelitian Windiastuti, Berdasarkan hasil penelitian
Suhartono dan Nurjazuli (2013) yang menunjukkan sebagian besar informan
menunjukkan bahwa responden yang sudah menggunakan obat nyamuk berbagai
memiliki kebiasaan berada di luar rumah jenis (semprot, oles, elektrik dan bakar),
memiliki risiko 9,034 kali lebih besar adapun yang tidak menggunakan
terkena filariasis dibandingkan dengan dikarenakan kondisi rumah yang
responden yang tidak mempunyai menurutnya sedikit nyamuk.Pemakaian
kebiasaan berada di luar rumah. obat nyamuk sebagai pengusir nyamuk
2. Kebiasaan Menggunakan dianggap lebih praktis dibandingkan
Kelambu kelambu.Terdapat alternatif lainnya yaitu
Berdasarkan hasil penelitan menggunakan kipas angin dan minyak
masyarakat tidak menggunakan kelambu telon. Penggunaan obat nyamuk dapat
untuk mencegah gigitan nyamuk karena meminimalisir risiko tertular filariasis.
dianggap tidak praktis, menyesuaikan Hal ini sesuai dengan penelitian dari
dengan kondisi rumah yang sudah penuh Windiastuti, Suhartono dan Nurjazuli
dengan barang-barang rumah tangga dan (2013) menunjukkan responden yang tidak
akanterlihat sesak jika ada kelambu. menggunakan obat anti nyamuk
Padahal pemakaian kelambu efektif dan mempunyai risiko menderita filariasis 6,167
berguna untuk mencegah kontak dengan kali lebih besar daripada yang
nyamuk vektor filariasis yaitu Culex sp menggunakan obat anti nyamuk. Berbeda
ketika tidur baik siang maupun malam hari dengan hasil penelitian dari Riftiani dan
sehingga mengurangi risiko tertular Soeyoko (2010) bahwa orang yang memiliki
filariasis.Karena nyamuk Culex sp ini perilaku baik (mencegah gigitan nyamuk
memiliki kebiasaan selain menggigit di luar vektor filariasis dengan menggunakan obat
rumah (eksofilik) juga menggigit di dalam nyamuk dan kelambu) tidak memiliki
rumah (endofilik) pada malam hari.Puncak hubungan dengan kejadian filariasis
menggigit nyamuk adalah pukul 01.00- (p=0,467) meskipun perilaku yang kurang
02.00 WIB. baik juga dapat meningkatkan risiko
Hal ini sejalan dengan penelitian terinfeksi filariasis 1,425 kali lebih besar
Ardias, Setiani dan Hanani (2012) bahwa dibandingkan orang yang berperilaku baik.
orang yang tidak memiliki kebiasaan 4. Kebiasaan Menggantung
menggunakan kelambu memiliki risiko 3,75 Pakaian
kali lebih besar tertular filariasis Hasil penelitian menunjukkan
dibandingkan dengan orang yang perilaku kebiasaan menggantung pakaian
menggunakan kelambu. Berbeda dengan masih dilakukan warga Kelurahan Kuripan

200
Lailatul Munawwaroh dan Eram Tunggul Pawenang / Unnes Journal of Public Health 5 (3) (2016)

Yosorejo RW I-V meskipun sudah di luar rumah mempunyai risiko untuk


mengetahui bahwa pakaian yang digantung terinfeksi filariasis 7,3 kali lebih besar
dapat menjadi sarang dibandingkan dengan orang yang memakai
nyamuk.menggantung pakaian pakaian lengkap.
meningkatkan risiko untuk terkena gigitan 3) Pengelolaan lingkungan
nyamuk penular filariasis.Karena pakaian Berdasarkan hasil penelitian,
yang digantung merupakan tempat pengelolaan lingkungan di Kelurahan
bersitirahat nyamuk setelah menghisap Kuripan Yosorejo RW I-V sudah dilakukan
darah sehingga peluangkontak manusia sejak dulu sebelum adanya program
dengan nyamuk vektor filariasis lebih besar. eliminasi filariasis baik secara individu
Hasil penelitian ini sesuai dengan maupun bersama-sama, baik pada
penelitian Ardias, Setiani dan Hanani lingkungan fisik rumah maupun di
(2012) bahwa responden yang disekitar sekeliling rumah.Kegiatan pengelolaan
rumahnya terdapat tempat istirahat nyamuk lingkungan yang sudah dilakukan meliputi
(kandang ternak, semak-semak dan pakaian Jum’at bersih, bersih-bersih area rumah,
yang digantung) memiliki risiko menderita penimbunan tanah, got/SPAL yang sudah
filariasis 4,480 kali lebih besar tertutup dan memasang kawat kasa pada
dibandingkan dengan responden yang ventilasi rumah.
disekitar rumahnya tidak terdapat tempat Pengelolaan lingkungan merupakan
istirahat nyamuk. upaya pengendalian vektor nyamuk dengan
5. Kebiasaan Mengenakan Baju mengurangi tempat perindukanya,
Lengan Panjang dan Celana disebutkan dalam penelitian Amelia (2014)
Panjang bahwa responden yang disekitar rumahnya
Berdasarkan hasil penelitian terdapat tempat perindukan nyamuk
didapatkan fakta bahwa perilaku mempunyai risiko 8,556 kali menderita
mengenakan pakaian panjang dan celana filariasis. Sehingga penting kiranya untuk
panjang ketika keluar rumah sudah biasa lebih meningkatkan kegiatan meniadakan
dilakukan dan menjadi budaya ibu-ibu di tempat perindukan nyamuk dengan 3M
Kota Pekalongan jika sudah menikah maka Plus (Mengubur, Menguras, Mendaur
ketika keluar rumah memakai pakaian yang Ulang dan Mencegah gigitan nyamuk).
menutup aurat.Dan secara tidak langsung
dapat meminimalisir risiko untuk tertular Gambaran Perubahan Lingkungan di
filariasis.Karena mengenakan baju lengan Kelurahan Kuripan Yosorejo RW I-V Setelah
panjang dan celana panjang merupakan Pelaksanaan Program Eliminasi Filariasis
perilakuu praktik pencegahan filariasis. Tahun 2011-2015
Pada penelitian Uloli, Soeyoko dan 1) Keberadaan kawat kasa
Sumarni (2008) menunjukkan terdapat Hasil penelitian menunjukkan
hubungan yang signifikan antara kejadian perilaku pengelolaan lingkungan fisik
filariasis dengan kebiasaan tidak memakai rumah berupa pemasangan kawat kasa
baju lengan panjang. Hal ini juga sesuai pada ventilasi, hanya dilakukan oleh sedikit
dengan penelitian dari Paiting, Setiani dan warga. Keberadaan kawat kasa pada
Sulistyani (2012) menunjukkan orang yang beberapa informan ini sudah ada sejak dulu
tidak mengenakan pakaian lengkap (baju sebelum adanya program eliminasi
panjang dan lengan panjang) ketika aktifitas filariasis. Sehingga masyarakat berisiko

201
Lailatul Munawwaroh dan Eram Tunggul Pawenang / Unnes Journal of Public Health 5 (3) (2016)

tertular filariasis karena penggunaan kawat rumahnya tidak memiliki habitat nyamuk
kasa pada ventilasi rumah efektif (genangan air). Pada penelitian Santoso
menghalangi nyamuk untuk masuk ke (2011) juga menunjukkan hal yang sama
dalam rumah sehingga terhindar dari bahwa keberadaan genangan air (pada
gigitan nyamuk. penampungan air limbah rumah tangga
Hal ini sesuai dengan penelitian yang terbuka, got/SPAL terbuka) di sekitar
dilakukan Juriastuti, Kartika, Djaja dan rumah responden dapat berisiko
Susanna (2010), bahwa orang yang tidak menularkan filariasis, karena genangan air
memiliki kawat kasa di rumahnya berisiko digunakan nyamuk vektor filariasis sebagai
7,2 kali lebih besar menderita filariasis tempat berkembangbiak.
dibandingkan dengan yang menggunakan 3) Semak-semak
kawat kasa pada ventilasi rumah. Penelitian Berdasarkan penelitian, sebagian
ini juga didukung penelitian lainya oleh besar semak-semak di Kelurahan Kuripan
Febrianto, Maharani dan Widiarti (2008) Yosorejo merupakan semak-semak terurus
bahwa pemasangan kawat kasa pada dan dilakukan pembersihan setiap kegiatan
ventilasi rumah sebagai proteksi terhadap Jum’at bersih atau dilakukan pembersihan
gigitan nyamuk akan melindungi 7 kali dari mandiri oleh masyarakat jika sudah terlihat
risiko tertular filariasis. lebat.Sehingga dapat mengurangi risiko
2) Genangan air (got/SPAL) tertular filariasis karena sudah mengurangi
Hasil penelitian menunjukkan tidak tempat istirahat vektor nyamuk
terdapat genangan air pada got/SPAL di filariasis.Karena vektor filariasis biasanya
Kelurahan Kuripan Yosorejo RW I-V, membutuhkan tempat yang lembab dan
sebagian besar got/SPAL tertutup.Adapun basah di luar rumah sebagai tempat
got/SPAL terbuka sebagai irigasi air hujan istirahat pada siang hari.
untuk mengantisipasi banjir ketika musim Penelitian Sipayung, Wahjuni, Devy
hujan.Genangan air pada got/SPAL (2014) menyatakan bahwa orang dengan
digunakan sebagai tempat kondisi lingkungan biologi sekitar
perkembangbiakan vektor filariasis (Culex rumahnya terdapat semak-semak sebagai
sp), vektor ini memiliki kesukaan tempat resting place nyamuk akan
berkembangbiak pada genangan air meningkatkan risiko tertular filariasis 5,481
kotor.Sehingga penting adanya lebih besar dibandingkan yang tidak ada.
pengontrolan pada got/SPAL terbuka agar Penting kiranya untuk dilakukan
tidak terjadi genangan air karena tersumbat pembersihan rutin untuk mengurangi
sampah yang menghambat aliranya. kelebatan semak-semak sehingga tidak
Karena keberadaan genangan air pada dijadikan sebagai resting place nyamuk
got/SPAL terbuka di sekitar rumah dapat vektor filariasis.
meningkatkan risiko tertular filariasis. 4) Tanaman air
Hasil ini sejalan dengan penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Windiastuti, Suhartono dan Nurjazuli tidak terdapat tanaman air di sekitar rumah
(2013) yang menunjukkan bahwa informan. Penemuan ini berbeda dengan
keberadaan habitat nyamuk (genangan air) hasil observasi pra penelitian, peneliti
di sekitar rumah responden memiliki risiko menemukan kolam air pada salah satu
menderita filariasis 8,707 kali lebih besar rumah warga Kelurahan Kuripan Yosorejo
dibandingkan dengan responden yang RW I-V gang 7yang difungsikan sebagai

202
Lailatul Munawwaroh dan Eram Tunggul Pawenang / Unnes Journal of Public Health 5 (3) (2016)

tempat untuk menampung limbah rumah kebiasaan, kondisi rumah serta anggota
tangga dan terdapat tanaman air. Karena keluarga. Aspek lingkungan sudah cukup
musim kemarau, air yang ada di kolam baik akan tetapi tidak mengalami
tersebut hilang dan jika musim hujan akan perubahan dikarenakan masyarakat
muncul kembali beserta tanaman eceng menyesuaikan kebiasaan, kondisi rumah
gondok.Meskipun demikian, penting serta anggota keluarga.
kiranya untuk dilakukan pembersihan
tanaman air dan pembuatan saluran air UCAPAN TERIMAKASIH
limbah ke got/SPAL kelurahan untuk
mengurangi perkembangbiakan nyamuk di Ucapan terima kasih kami sampaikan
tempat tersebut. kepada Dekan Fakultas Ilmu
Penelitian Agustiantiningsih (2013) KeolahragaanProf. Dr. Tandiyo Rahayu,
menunjukkan bahwa praktik pencegahan M.Pd., Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan
filariasis dapat dilakukan dengan Masyarakat Irwan Budiono, S.KM,
membersihkan tempat – tempat perindukan M.Kes.(Epid), dosen pembimbing skripsi
nyamuk vektor filariasis di sekitar rumah. Eram Tunggul Pawenang, S.KM,M.Kes.,
Salah satunya adalah tanaman air serta Petugas P2P-PL Dinkes Kota
(ganggang dan lumut), sehingga menjadi Pekalongan, Petugas P2PL Puskesmas
tempat yang tidak baik untuk Pekalongan Selatan dan seluruh informan
perkembangan nyamuk.Ini berbeda dengan yang terlibat dalam penelitian ini.
penelitian Syuhada, Nurjazuli dan Endah
(2012) bahwa tanaman air tidak menjadi DAFTAR PUSTAKA
salah satu faktor risiko filariasis (p=0,534).
Tanaman air digunakan untuk melindungi Adnani, H. 2011. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
Nuha Medika
kehidupan larva dari sinar matahari,
serangan predator, tempat perindukan Agustiantiningsih, D. 2013. Praktik Pencegahan
nyamuk vektor Mansonia di daerah rawa- Filariasis. Unnes Journal of Public Health. 8 (2):
rawa, sedangkan vektor Culex 190-197
quinquefasciatus di perairan tercemar.
Amelia, R. 2014. Analisis Faktor Risiko Kejadian
Penyakit Filariasis. Unnes Journal of Public
SIMPULAN Health. 3 (1): 1-12

Berdasarkan penelitian yang Ardias, Setiani, O., dan Hanani, Y. 2012. Faktor
Lingkungan dan Perilaku Masyarakat yang
dilakukan dapat disimpulkan
Berhubungan dengan Kejadian Filariasis di
bahwapelaksanaan program Eliminasi Kabupaten Sambas. Jurnal Kesehatan
Filariasis di Kota Pekalongan Tahun 2011- Lingkungan Indonesia. 11 (2): 199-207
2015 khususnya di Kelurahan Kuripan
Yosorejo sudah baik dan sesuai peraturan Dinkes Kota Pekalongan. 2014.Buku Saku Kesehatan
Kota Pekalongan Tahun 2013. Pekalongan:
yang berlaku. Aspek perilaku praktik
Dinas Kesehatan Kota Pekalongan
pencegahan filariasis pada masyarakat yang
berubah adalah perilaku minum obat Dirjen P2PL.2008.Pedoman Program Eliminasi
filariasis, sedangkan perilaku mencegah Filariasis Di Indonesia. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia
gigitan nyamuk dan pengelolaan
lingkungan menyesuaikan dengan

203
Lailatul Munawwaroh dan Eram Tunggul Pawenang / Unnes Journal of Public Health 5 (3) (2016)

Febrianto, B., Maharani, A., dan Widiarti. 2008.


Faktor Risiko Filariasis di Desa Samborejo Riftiani, N., dan Soeyoko. 2010. Hubungan
Kecamatan Tirto Kabupaten Pekalongan Sosiodemografi dengan Kejadian Filariasis di
Jawa Tengah. Buletin Penelitian Kesehatan. 36 Kabupaten Pekalongan. KESMAS. 4 (1): 59-
(2): 48-58 66

Juriastuti, P., Kartika, M., Djaja, I.M., dan Susanna, Santoso. 2011. Hubungan Kondisi Lingkungan
D.2010. Faktor Risiko Kejadian Filariasis Di dengan Kasus Filariasis di Masyarakat
Kelurahan Jati Sampurna.MEKARA (Analisis Lanjut Hasil Riskesdas 2007).
KESEHATAN. 14 (1): 31-36 Aspirator. 3 (1): 1-7

Kemenkes RI. 2014.Profil Kesehatan Indonesia Tahun Sipayung, M., Wahjuni, C.U., dan Devy, S.R.. 2014.
2013.Jakarta Pengaruh Lingkungan Biologi dan Upaya
Pelayanan Kesehatan Terhadap Kejadian
Mardiana, Lestari, E.W., dan Perwitasari, D. 2011. Filariasis Limfatik di Kabupaten Sarmi. Jurnal
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Berkala Epidemiologi. 2 (2): 263-273
Filariasis di Indonesia (Data Riskesdas 2007).
Jurnal Ekologi Kesehatan. 10 (2): 83-92 Syuhada, Nurjazuli dan Endah, N., 2012. Studi
Kondisi Lingkungan Rumah dan Perilaku
Ompungsu, S.M., Tuti, S. Dan Hasugian, A.R. 2008. Masyarakat sebagai Faktor Risiko Kejadian
Endemisitas Filariasis dengan Lama Filariasis di Kecamatan Buaran dan Tirto
Pengobatan Massal Berbeda. Majalah Kabupaten Pekalongan. Jurnal Kesehatan
Kedokteran Indonesia. 58 (11): 413-420 Lingkungan Indonesia. 11 (1): 95-101

Paiting,Y.S.,Setiani, O., dan Sulistyani.2012.Faktor Uloli, R., Soeyoko dan Sumarni. 2008. Analisis
Risiko Lingkungan dan Kebiasaan Penduduk Faktor-faktor Risiko Kejadian Filariasis.Berita
Berhubungan Dengan Kejadian Filariasis di Kedokteran Masyarakat. 24 (1): 44-50
Districk Windesi Kepulauan Yapen Provinsi
Papua.Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. Windiastuti,I.A., Suhartono dan Nurjazuli.
11 (1):76-81 2013.Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah,
Sosial Ekonomi dan Perilaku Masyarakat
Ramadhani, T., dan Yunianto, B. 2009. Aktivitas dengan Kejadian Filariasis di Kecamatan
Menggigit Nyamuk Culex quinquefasciatus di Pekalongan Selatan Kota Pekalongan. Jurnal
Daerah Endemis Filariasis Limfatik Kesehatan Lingkungan Indonesia. 12(1):51-57
Kelurahan Pabean Kota Pekalongan Provinsi
Jawa Tengah. Aspirator. 1 (1): 11-15

204

You might also like