Deep-frying, adalah metode menggoreng dengan minyak jumlah banyak sehingga semua bagian makanan yang digoreng terendam di dalam minyak panas. Deep frying diklasifikasikan ke dalam metode memasak kering sebab tidak ada air yang digunakan dalam proses memasak tersebut. Deep-frying banyak digunakan untuk mendapatkan hasil penggorengan yang optimal. Deep frying secara meluas telah banyak digunakan oleh industri pangan dengan menggunakan alat yang lebih canggih yaitu pressure fryer atau Vacum fryer. Makanan yang digoreng dengan cara deep frying, telah menjadi kegemaran masyarakat untuk semua kelompok umur. Selain prosesnya cepat, metode ini juga dapat dilakukan secara terus menerus untuk memasak makanan dalam jumlah banyak. Dalam keadaan darurat, makanan yang digoreng dengan teknik deep frying cukup aman dikonsumsi karena bakteri telah mati pada suhu panas. Makanan yang telah digoreng menjadi lebih steril dan kering sehingga masa simpan menjadi lebih lama. Apabila makanan digoreng dalam minyak untuk waktu lama, maka kandungan air dalam makanan tersebut akan berkurang dan minyak mulai masuk ke dalam makanan. Beberapa bahan makanan ada yang dilapisi dengan tepung atau tepung panir sebelum digoreng. Lapisan luar makanan (tepung/panir) dapat berpengaruh terhadap hasil penggorengan. Hasil pelapisan tersebut dapat menyebabkan makanan bagian luar menjadi krispi dan berwarna coklat sedangkan bagian dalam makanan telah matang namun tetap lunak/lembut. Makanan yang telah mengalami proses deep fried, apabila diangkat dari minyak dan dikeringkan kemudian dipanaskan kembali akan lebih krispi dari keadaan semula. Beberapa makanan seperti kentang, kulit ayam menghasilkan pelapis alami sehingga tidak perlu dilakukan pemaniran atau pencelupan ke dalam tepung. Produk makanan yang telah diproses dengan teknik deep frying secara komersial misalnya potato chips, french fries, nuts, mie instant, dan sebgainya. Setelah makanan ini dikemas, makanan bisa tahan lama, untuk disimpan sebelum didistribusikan. No. Kelebihan Kekurangan 1. Reaksi oksidasinya lebih lambat karna permukaan penggorengan yang dalam dan sempit. Kenaikan suhu awal yang lambat kemudian terjadi kenaikan suhu yang sangat cepat. 2. Suhu penggorengan cepat meningkat sehingga hasil penggorengan dapat matang dengan merata. Terjadi penyerapan minyak yang cukup banyak pada bahan pangan yang diolah menggunakan cara deep fat frying.Akibatnya tekstur bahan pangan menjadi lebih keras. 3. Terjadi proses pematangan secara bersama Penggunaan minyak yang banyak 4. Dapat memberi citarasa dan tekstur yang disukai Minyak goreng mudah menyala (flammable), sehingga apabila temperatur terlalu tinggi dapat menyulut api.
Kerusakan minyak goreng pasca deep fried
Minyak goreng yang telah digunakan pada panas yang terlalu tinggi dan berkali-kali sudah tak baik digunakan untuk menggoreng lagi. Minyak yang telah digunakan berkali-kali akan mengalami kerusakan. Titik asap minyak yang telah digunakan berkali-kali akan semakin turun. Tanda-tanda titik asap yang telah turun dapat diamati yaitu ketika minyak dipanaskan sebentar, minyak sudah berasap dan bila digunakan untuk menggoreng hasil gorengan cepat gosong. Minyak yang disimpan lama dalam keadaan terbuka dapat menyebabkan rancid (tengik) karena telah terjadi oksidasi, polimerisasi dan gangguan lain yang tidak diharapkan atau bahkan tercampur racun seperti acrylamide dari makanan yang bertepung. Beberapa hasil pengujian dan indikator yang menunjukkan adanya kerusakan minyak yang dapat dilihat dengan kasat mata adalah kotor, berasap, berbusa, mengental, dan berasa tengik. (Sekarsari, 2015) 4. Prosedur Percobaan
Adapun prosedur dalam percobaan ini adalah :
1. Pengukuran perubahan kekerasan sampel selama penggorengan
a. Menyiapkan sampel bahan pangan berupa kentang dan nugget mentah
sebanyak 2 (ulangan suhu) x 7 (waktu) x 14 (sampel tiap mengggoreng), 12 sampel digoreng dan 2 sampel tidak digoreng sebagai tawal sama dengan nol untuk setiap sampel bahan pangan.
b. Menyiapkan penggorengan berisi minyak goreng kemudian
memanaskannya hingga mencapai suhu konstan (180°C). Suhu panas diukur dengan thermokopel
c. Menyiapkan dua belas sampel dalam saringan kawat kemudian
mencelupkan dalam minyak yang telah panas secukupnya dengan variasi lama pemanasan 0,1,2,3,4,5,6,7 menit. d. Mengukur kekerasan dengan penetrometer kerucut untuk 6 buah sampel dengan lama waktu penggorengan yang berbeda-beda
2. Pengukuran pengaruh suhu pada laju perubahan kekerasan
a. Melakukan hal yang sama seperti langkah nomor 1 dengan minyak pada suhu 180°C dan 160°C.
b. Melakukan pengamatan yang sama seperti langkah nomor 1 dengan lama
penggorengan yang sama.
c. Membandingkan hasil pengamatan bahan pangan antara kentang dan
nugget pada suhu 180°C dan 160°C. 3. Uji sensori kematangan sampel
a. Menyiapkan sampel hasil penggorengan dari setiap lama penggorenga n.
Mengambil satu sampel oleh salah satu praktikan dari setiap perlakuan, kemudian menncicipi sampel tersebut dengan cara mencicipi untuk menentukan tingkat kematangannya, cukup mengunyah tidak menelannya. Dari pengalaman mencicipi makanan tersebut, menentukan warna sampel, tingkat kematangan.
b. Menghubungkan tingkat skor kematangan dan kekerasan hasil cicip
dengan hasil pengukuran penetrometer kerucut BAB V PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini praktikan akan membahas tentang Kinetika
Penggorengan Produk Pangan dengan Deep Fat Fryer. Deep-frying, adalah metode menggoreng dengan minyak jumlah banyak sehingga semua bagian makanan yang digoreng terendam di dalam minyak panas. Deep frying diklasifikasikan ke dalam metode memasak kering sebab tidak ada air yang digunakan dalam proses memasak tersebut.. Praktikan mendapatkan bagian makan yang di goring yaitu nugget yang masih mentah sebanyak 26 biji. 2 sampel tidak digoreng untuk mengukur kondisi awal dari nugget tersebut atau bias juga disebut kondisi 0 menit. Kemudian yang tersisa terdapat 24 nugget. 12 nugget untuk suhu 160 ° dan 12 nugget lagi untuk di goring pada suhu 180°. Kemudia praktikan sudahdi beri table skor dalam perubahan tiap menitnya jika terdapat perubahan. Skor 1 perubahan warnanya putih , tingkat kematangannya mentah dan kekerasannya sangat keras. Skor 2 perubahan warnanya putih agak kuning, tingkat kematangannya agak mentah dan kekerasannya agak keras. Skor 3 perubahan warnanya kuning, tingkat kematangannya sedang dan kekerasannya sedang. Skor 4 perubahan warnanya coklat muda, tingkat kematangannya agak matang dan kekerasannya agak lunak. Skor 5 perubahan warnanya coklat tua, tingkat kematangannya matang dan kekerasannya lunak. Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan praktikan dengan menggoreng pada suhu 160° didapatkan hasil pada 0 menit pada uji sensori mendapatkan hasil warna dengan skor 2 , kematangan skor 1 dan kekerasan skornya 4 serta mendapatkan nilai rata-rata skornya 2,3 . Uji sensori ini dilakukan dengan indra manusia langsung yaitu mulut dengan meraskaannya langsung. Kemudian praktikan menguji uji kekerasan dengan menggunakan penetrometer kerucut yang menghasilkan 1,5 .Kemudian didapatkan hasil pada 1 menit pada uji sensori mendapatkan hasil warna dengan skor 2 , kematangan skor 2 dan kekerasan skornya 4 serta mendapatkan nilai rata-rata skornya 2,6 serta untuk uji kekerasan menghasilkan 1,05. Setelah itu didapatkan hasil pada 2 menit pada uji sensori mendapatkan hasil warna dengan skor 2 , kematangan skor 3 dan kekerasan skornya 3 serta mendapatkan nilai rata-rata skornya 2,6 serta untuk uji kekerasan menghasilkan 1,1. Setelah itu didapatkan hasil pada 3 menit pada uji sensori mendapatkan hasil warna dengan skor 3, kematangan skor 3 dan kekerasan skornya 2 serta mendapatkan nilai rata-rata skornya 2,6 serta untuk uji kekerasan menghasilkan 0,6. Setelah itu didapatkan hasil pada 4 menit pada uji sensori mendapatkan hasil warna dengan skor 4, kematangan skor 4 dan kekerasan skornya 2 serta mendapatkan nilai rata-rata skornya 3,3 serta untuk uji kekerasan menghasilkan 0,9. Setelah itu didapatkan hasil pada 5 menit pada uji sensori mendapatkan hasil warna dengan skor 5, kematangan skor 5 dan kekerasan skornya 2 serta mendapatkan nilai rata-rata skornya 4 serta untuk uji kekerasan menghasilkan 0,9. Setelah itu didapatkan hasil pada 6 menit pada uji sensori mendapatkan hasil warna dengan skor 5, kematangan skor 5 dan kekerasan skornya 1 serta mendapatkan nilai rata-rata skornya 3,6 serta untuk uji kekerasan menghasilkan 1. Selanjutnya praktikan mengukur nugget dengan suhu penggorengan 180°. Maka didapatkan hasil pada menit ke 0 pada uji sensori mendapatkan hasil warna dengan skor 2, kematangan skor 1 dan kekerasan skornya 4 serta mendapatkan nilai rata-rata skornya 2,3 serta untuk uji kekerasan menghasilkan 1,5. Kemudian didapatkan hasil pada menit ke 1 pada uji sensori mendapatkan hasil warna dengan skor 3 , kematangan skor 2 dan kekerasan skornya 4 serta mendapatkan nilai rata-rata skornya 3 serta untuk uji kekerasan menghasilkan 1. Kemudian didapatkan hasil pada menit ke 2 pada uji sensori mendapatkan hasil warna dengan skor 3, kematangan skor 3 dan kekerasan skornya 3 serta mendapatkan nilai rata-rata skornya 3 serta untuk uji kekerasan menghasilkan 0,6. Kemudian didapatkan hasil pada menit ke 3 pada uji sensori mendapatkan hasil warna dengan skor 3, kematangan skor 4 dan kekerasan skornya 2 serta mendapatkan nilai rata-rata skornya 3 serta untuk uji kekerasan menghasilkan 1. Kemudian didapatkan hasil pada menit ke 4 pada uji sensori mendapatkan hasil warna dengan skor 4, kematangan skor 5 dan kekerasan skornya 2 serta mendapatkan nilai rata-rata skornya 3,6 serta untuk uji kekerasan menghasilkan 1,1. Kemudian didapatkan hasil pada menit ke 5 pada uji sensori mendapatkan hasil warna dengan skor 5, kematangan skor 5 dan kekerasan skornya 2 serta mendapatkan nilai rata-rata skornya 4 serta untuk uji kekerasan menghasilkan 1,6. Kemudian didapatkan hasil pada menit ke 6 pada uji sensori mendapatkan hasil warna dengan skor 5, kematangan skor 5 dan kekerasan skornya 1 serta mendapatkan nilai rata-rata skornya 3,6 serta untuk uji kekerasan menghasilkan 1,3. Berdasarkan literatur yang praktikan baca bahwa dengan penggunaan suhu yang tinggi, proses penggorengan tidak hanya memanaskan dan memasak makanan yang digoreng tetapi juga mengeringkannya. Proses pemanasan pada suhu tinggi akan membunuh mikroba dan menginaktivasi enzim yang ada di dalam makanan. Tergantung pada tebal tipisnya makanan yang digoreng, pengeringan dapat mengeringkan bagian permukaan (untuk produk yang tebal) atau seluruh bagian produk (untuk produk yang tipis). Pada bagian yang kering, akan terjadi penurunan jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya (dinyatakan sebagai nilai aw atau aktivitas air) dan kondisi ini menyebabkan terhambatnya pertumbuhan mikroba. Produk berukuran tebal yang digoreng tidak dapat bertahan lama jika disimpan di suhu ruang karena kadar air rendah hanya di permukaan produk sementara bagian dalam masih basah. Kondisi ini dapat memicu pertumbuhan bakteri patogen dan/atau pembusuk di bagian dalam produk. Untuk memperpanjang umur simpan dari produk gorengan seperti ini, maka penyimpanan dilakukan pada suhu tinggi (65°C) atau suhu rendah (suhu dingin (4°C) atau suhu beku (-18°C) jika diinginkan umur simpan yang lebih panjang). BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
1. Deep-frying, adalah metode menggoreng dengan minyak jumlah banyak
sehingga semua bagian makanan yang digoreng terendam di dalam minyak panas. 2. Proses pemanasan pada suhu tinggi akan membunuh mikroba dan menginaktivasi enzim yang ada di dalam makanan. 3. DAFTAR PUSTAKA
Sekarsari, Sandra. 2015. Satuan Operasi Penggorengan. Terdapat pada:
http://foodsciencentechnology2101.blogspot.co.id/2015/05/satuanoperasi- penggorengan.html (Diakses pada tanggal 27 Oktober 2017 pukul 7.15)