Professional Documents
Culture Documents
Abstrak
Data menunjukkan bahwa angka kejadian penyakit ISPA nasional selalu menunjukkan
peningkatan setiap tahun.Tahun 2013 dengan Provinsi Jawa Tengah menempati posisi ketujuh
dengan jumlah penderita ISPA terbanyak. Angka kejadian ISPA nonpneumonia selama 2011-2013
di Kota Magelang maupun di Puskesmas Kelurahan Magersari selalu menunjukkan peningkatan
dengan sebagian besar penderita adalah balita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa
besar faktor risiko kualitas lingkungan fisik rumah (jenis lantai, atap, dinding, luas ventilasi,
kepadatan hunian) dan pencemaran udara dalam rumah (keberadaan perokok dalam rumah,
pengguaan anti nyamuk bakar, bahan bakar memasak dalam rumah)terhadap kejadian ISPA
nonpneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Magersari, Kota Magelang, Jawa Tengah
tahun 2013. Desain penelitian ini adalah case-control dengan masing-masing sampel berjumlah 50
balita. Case adalah balita yang menderita ISPA nonpneumonia dengan diagnosis dokter
puskesmas, sedangkan control balita yang didiagnosis tidak menderita ISPA. Ada hubungan yang
bermakna antara jenis lantai nilai p 0,000 &OR 15,881 ( 95% CI : 4,949-50,958), jenis atap nilai p
0,000 & OR 13,500 (95% CI 5,087-35,830), jenis dinding nilai p 0,000 &OR 17,484 ( 95% CI
6,314-48,415), kepadatan hunian, nilai p 0,000 &OR 12,250 (95% CI 4,652-32,258), keberadaan
perokok dalam rumah nilai p 0,003 &OR 4,205 ((95% CI 1,692-10,448) dan penggunaan bahan
bakar memasak nilai p 0,000 & OR 11,294 ( 95% CI 2,435-52,379).
Universitas Indonesia
Faktor risiko…, Ema Fiki Munaya, FKM UI, 2014
2
and OR 17.484 (95 % CI 6.314 to 48.415), residential density, p-value 0.000 and OR 12,250 ( 95
% CI 4.652 to 32.258), the presence of smokers in the house p-value of 0.003 and OR 4.205 (95 %
CI 1.692 to 10.448 ) and cooking fuel p value 0,000OR 11,294 (95 % CI 2.435 to 52.379).
Keywords ; risk factors, types of floors, roofs, walls, extensive ventilation, residential density, the
presence of smokers in the home, anti-mosquito, cooking fuel in the house, ARI nonpneumonia.
Pendahuluan
ISPA ( Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan penyakit yang hampir
ada di semua negara di dunia dan banyak diderita oleh balita. WHO tahun 2009
menyebutkan bahwa ISPA merupakan penyebab utama kematian pada balita di
seluruh dunia. Angka kematian akibat ISPA pada balita mencapai dua juta per
tahun dan ISPA merupakan penyakit yang menduduki peringkat pertama pada
penyebab Disability Adjusted Life Years (DALYs) di negara berkembang yaitu
sekitar 94,6 juta jiwa atau 6,3%% dari total populasi.
Tahun 2007 terlapor ada 7,2 juta kasus ISPA di Indonesia. Tahun 2010,
kasus ISPA di Indonesia meningkat menjadi 17,9 juta kasus lalu pada tahun 2011
kasus ISPA di Indonesia meningkat menjadi 18,7 juta kasus. Prevalensi ISPA
tertinggi adalah pada balita (>35%), sedangkan terendah pada kelompok umur 15
- 24 tahun (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI, 2007).
Data dari semua kasus ISPA yang terjadi di masyarakat, 7-13% kasus berat dan
memerlukan perawatan rumah sakit. Episode batuk-pilek pada Balita di Indonesia
diperkirakan 2-3 kali per tahun (Rudan et al , 2008) dan ISPA merupakan salah
satu penyebab utama kunjungan pasien terutama balita di Puskesmas (40%-60%)
dan rumah sakit (15%-30%)(Kementerian Kesehatan RI, 2012).
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa terdapat faktor-faktor
risiko tertentu yang mempengaruhi terjadinya ISPA pada balita. Penelitian yang
dilaksanakan oleh Anders Koch dkk pada tahun 2003 tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian ISPA pada balita di Denmark membuktikan bahwa
kejadian ISPA pada balita dipengeruhi oleh pemberian ASI oleh ibu, keberadaan
perokok dalam rumah dan kepadatan ruang tidur balita. Penelitian lain yang
dilaksanakan di Indonesia oleh Soedjajadi tentang kesehatan perumahan dan
pemukiman pada tahun 2005 menyebutkan bahwa kesehatan rumah yang meliputi
keadaan fisik rumah, sarana sanitasi dan perilaku penghuni rumah berkaitan erat
Universitas Indonesia
Faktor risiko…, Ema Fiki Munaya, FKM UI, 2014
3
dengan kesehatan penghuni rumah, terutama balita. Agustina Lubis dkk pada
tahun 1996 juga melakukan penelitian tentang Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Kejadian ISPA pada Balita pada Tahun 2006 yang membuktikan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara kualitas lingkungan fisik rumah berupa jenis
atap, jenis tembok, lantai, kepadatan hunian dan bahan bakar memasak dengan
kejadian ISPA pada balita.
Jawa Tengah merupakan provinsi yang menempati peringkat ketujuh
dalam kasus ISPA terbanyak di Indonesia (Balitbangkes Kemenkes RI, 2013).
Penderita ISPA di Jawa Tengah sebagian besar merupakan balita. Diketahui
bahwa ISPA di Jawa Tengah mempunyai kontribusi 28% sebagai penyebab
kematian pada bayi < 1 tahun dan 23% pada anak balita (1 - < 5 th) dimana 80% -
90% dari seluruh kasus kematian ISPA disebabkan oleh pneumonia pada Tahun
2012.
Selama tiga tahun terakhir, kasus ISPA non pneumonia di Kota Magelang
selalu mengalami peningkatan yaitu 7.129 kasus pada tahun 2011 meningkat
menjadi 8.480 kasus pada tahun 2012 dan meningkat kembali menjadi 8.626
kasus selama tahun 2013. Kasus ISPA non pneumonia di Puskesmas Magersari
juga mengalami peningkatan 2011-2013. Tahun 2011 ISPA non pneumonia di
Puskesmas Magersari adalah 58 kasus , lalu meningkat menjadi 230 kasus pada
tahun 2012 dan 362 kasus selama tahun 2013. Selama bulan Mei sampai
September 2013 kejadian ISPA nonpneumonia di Puskesmas Magersari juga
cenderung meningkat. Mei 2013, Kasus ISPA di Puskesmas Magersari adalah 15
kasus, meningkat menjadi 75 kasus pada bulan Juli dan 91 kasus pada bulan
September 2013 Dinkes Kota Magelang, 2013). Peningkatan kasus ISPA non
Pneumonia di Puskesmas Magersari serta belum adanya penelitian ISPA di
wilayah kerja Puskesmas Magersari membuat peneliti tertarik untuk meneliti
risiko kualitas lingkungan fisik rumah (jenis lantai, atap, dinding, luas ventilasi,
kepadatan hunian) dan pencemaran udara dalam rumah (keberadaan perokok
dalam rumah, penggunaan anti nyamuk bakar, bahan bakar memasak dalam
rumah) dengan kejadian ISPA non pneumonia pada balita di wilayah Kerja
Puskesmas Magersari, Kota Magelang, Jawa Tengah Tahun 2013.
Tinjauan Teoritis
Universitas Indonesia
Faktor risiko…, Ema Fiki Munaya, FKM UI, 2014
4
Faktor rumah sehat yang dapat mempengaruhi kejadian ISPA antara lain
adalah jenis lantai, jenis dinding, kepadatan hunian, dan jenis bahan bakar yang
digunakan dalam rumah. Dari semua faktor tersebut, kepadatan hunian rumah
adalah yang dianggap paling berpengaruh terhadap kejadian ISPA (Wati, 2008)..
Anak yang tinggal di rumah yang padat (<9m2/orang) akan mendapatkan risiko
ISPA sebesar 1,75 kali dibandingkan dengan anak yang tinggal dirumah yang
tidak padat (Achmadi, 1993 dalam Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 2004 dalam Nasution, 2011 dalam Naufal 2011). Selain itu
pencemaran udara dalam ruang juga mempengaruhi terjadinya ISPA pada balita.
Metode penelitian
Universitas Indonesia
Faktor risiko…, Ema Fiki Munaya, FKM UI, 2014
5
Dengan,
Keterangan :
n = Jumlah sampel minimal kasus dan kontrol
Z1-α/2 = Nilai Z pada derajat kepercayaan 1-α atau batas kemaknaan α.
(Untuk tingkat kepercayaan 95%, nilai Z = 1,96)
Z1-β = Nilai Z pada kekuatan uji 1-β.
Universitas Indonesia
Faktor risiko…, Ema Fiki Munaya, FKM UI, 2014
6
Hasil Perhitungan:
Universitas Indonesia
Faktor risiko…, Ema Fiki Munaya, FKM UI, 2014
7
Hasil Penelitian
Universitas Indonesia
Faktor risiko…, Ema Fiki Munaya, FKM UI, 2014
8
Universitas Indonesia
Faktor risiko…, Ema Fiki Munaya, FKM UI, 2014
9
Tidar, yang dalam peta dilambangkan dengan warna abu-abu berarsir juga
merupakan wilayah Kelurahan Magersari, yaitu RW 8, 11 dan 12 yang tergabung
dalam Dusun Tidar Baru. Profil Kelurahan Magersari menyebutkan, ada diantara
RW diatas yang merupakan pemukiman kumuh.
Hasil analisis antara faktor-faktor yang diteliti dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
ISPA
Total
Variabel Tidak Ya OR 95% CI Nilai-p
N % N % N %
Jenis Lantai
- MS 46 68,7 21 31,3 67 67 - - -
- TMS 4 12,1 29 87,9 33 33 15,881 (4,949-50,958) 0,000
Jenis Atap
- MS 42 75 14 25 56 56 - - -
- TMS 8 18,2 36 81,8 44 44 13,500 (5,087-35,830) 0,000
Jenis Dinding
- MS 43 76,8 13 23,2 56 56 - - -
- TMS 7 15,9 37 84,1 44 44 17,484 (6,314-48,415) 0,000
Luas ventilasi
- MS 48 51,1 46 48,9 94 94 - - -
- TMS 2 33,3 4 66,7 6 6 2,087 (0,365-11,948) 0,687
Kepasatan Hunian
- MS 42 73,7 15 26,3 57 57 - - -
- TMS 8 18,6 35 81,4 43 43 12,250 (4,652-32,258) 0,000
Penggunaan Antinyamuk
Bakar
- MS 44 52,4 40 47,6 84 84 - - -
- TMS 6 37,5 10 62,5 16 16 1,833 (0,611-5,502) 0,414
Keberadaan Perokok
dalam Rumah
- Tidak Ada 24 72,7 9 27,3 33 33 - - -
- Ada 26 38,8 41 61,2 67 67 4,205 (1,692-10,448) 0,003
Bahan Bakar memasak
- MS 48 53,5 34 41,5 82 82 - - -
- TMS 2 11,1 16 88,9 18 18 11,294 (2,435-52,379) 0,00
• MS : memenuhi syarat
• TMS : Tidak memenuhi syarat
Universitas Indonesia
Faktor risiko…, Ema Fiki Munaya, FKM UI, 2014
10
Pembahasan
Desain studi ini adalah case control, sehingga sangat rawan dengan bias
informasi karena kasus sudah terjadi satu tahun hingga 7 bulan sebelum
pengambilan data dilaksanakan. Bias informasi yang terjadi dalam penelitian ini
adalah bias informasi terkait faktor risiko lingkungan fisik rumah. Ada beberapa
keluarga balita yang tidak mengizinkan observasi kamar tidur atau pengukuran
ukuran rumah sehinggan hanya menggunakan pengetahuan dari ibu atau pengasuh
balita tersebut.
Penelitian ini hanya melihat fisik rumah dan pencemaran udara dalam
ruang sebagai faktor risiko terjadinya ISPA nonpneumonia pada balita, sehingga
tidak bisa memunculkan hubungan sebab akibat. Hanya delapan variabel risiko
yang diteliti dalam penelitian ini, sehingga masih sangat sempit dalam
menggambarkan faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian ISPA
nonpneumonia pada balita.
Universitas Indonesia
Faktor risiko…, Ema Fiki Munaya, FKM UI, 2014
11
penelitian ini tidak sesuai dengan Penelitian yang dilaksanakan oleh Epi Ria
Kristina Sinaga pada Tahun 2012. Perbedaan ini bisa disebabkan oleh jumlah
sampel maupun jumlah balita yang menderita ISPA, baik dari kelompok dengan
lantai yang tidak memenuhi syarat maupun dari kelompok balita yang tinggal di
rumah dengan lantai yang memenuhi syarat.
Atap menrupakan salah satu konstruksi rumah yang penting. Hal ini
disebabkan oleh atap yang berfungsi untuk melindungi penghuni rumah dari panas
cahaya matahari maupun hujan. WHO Tahun 2009 menyebutkan bahwa atap yang
buruk memungkinkan hujan maupun debu masuk kedalam rumah yang akan
mengganggu kesehatan rumah mapupun penghuni rumah. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian ini yang menyebutkan bahwa balita yang tinggal di rumah dengan
Universitas Indonesia
Faktor risiko…, Ema Fiki Munaya, FKM UI, 2014
12
atap yang tidak memenuhi syarat 13 kali lebih berisiko untuk menderita ISPA
nonpneumonia dibandingkan dengan balita yang tinggal di rumah dengan atap
yang memenuhi syarat kesehatan. Jumlah balita yang tinggal di rumah dengan
atap yang memenuhi syarat dan yang tidak memenuhi syarat besarnya hampir
sama, yaitu 56% berbanding 44%.
Luas ventilasi dalam penelitian ini adalah luas ventilasi kamar tidur balita
karena diestimasikan balita paling banyak menghabiskan waktunya untuk tidur
dan beraktifitas adalah di dalam kamar tidur. Luas ventilasi kamar tidur balita
menunjukkan hubungan yang tidak signifikan dengan kejadian ISPA
nonpneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Magersari. Hal ini tidak
sejalan dengan penelitian yang dilaksanakan oleh Kristina (2011) dan Hetti
(2011). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilaksanakan oleh Epi Ria
Universitas Indonesia
Faktor risiko…, Ema Fiki Munaya, FKM UI, 2014
13
Rumah yang sehat minimal memiliki luas ventilasi 10% dari luas lantai
rumah. Begitu juga kamar, minimal memiliki ventilasi dengan luas minimal 10%
dari luas lantai. 10% disini adalah termasuk dengan ventilasi yang tidak permanen
seperti pintu dan jendela (Kepmenkes Nomor 829 Tahun 1999). Peran ventilasi
adalah untuk pertukaran udara, yaitu menjaga keseimbangan oksigen untuk
bernapas para penghui rumah.
Universitas Indonesia
Faktor risiko…, Ema Fiki Munaya, FKM UI, 2014
14
Universitas Indonesia
Faktor risiko…, Ema Fiki Munaya, FKM UI, 2014
15
Kesimpulan
Saran
Universitas Indonesia
Faktor risiko…, Ema Fiki Munaya, FKM UI, 2014
16
sebagian atap dengan bahan yang tembus cahaya matahari agar cahaya bisa masuk
ke dalam rumah sehingga mengurangi kelembaban dan pertumbuhan bakteri
dalam rumah.Bagi masyarakat yang masih menggunakan antinyamuk bakar, agar
menggantinya dengan klabu agar balita terhindar dari gigitan nyamuk. Para
penghuni rumah yang merokok juga disarankan untuk tidak merokok di dalam
rumah, terutama ketika balita ada di dalam rumah. Bagi masyarakat yang masih
menggunakan kayu bakar atau arang untuk memasak, disarankan membuat lubang
asap diatas tungku yang dapat mengalirkan asap keluar rumah bagi masyarakat
yang masih menggunakan kayu bakar atau arang untuk memasak. Ibu balita agar
rajin membawa balita ke Posyandu, supaya balita mendapat imunisasi yang
lengkap dan mendapat makanan penunjang gizi untuk balita. Lebih baik pula agar
ibu balita selalu memberika asi eksklusif bagi balita paling tidak selama 6 bulan
pertama, agar menghindarkan balita dari ISPA.
Daftar Referensi
Universitas Indonesia
Faktor risiko…, Ema Fiki Munaya, FKM UI, 2014
17
Jackson, S., & et all. (2013). Risk Factor for Severe Acute Lower Respiratory
Infection for Children. CMI, 110-121.
Jamison, Heachem, & Makgoba. (2006). Diases and Mortality in Subsaharan-
Africa 2bd Edition. Washington DC: World Bank.
Kaman, S. (2005). Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Volume 2 No.1, 29-42.
Universitas Indonesia
Faktor risiko…, Ema Fiki Munaya, FKM UI, 2014
18
Universitas Indonesia
Faktor risiko…, Ema Fiki Munaya, FKM UI, 2014
19
Sinaga, Epi Ria Kristina. (2012). Kualitas Lingkungan Fisik Rumah dengan
kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Kelurahan Warakas Kecamatan Tanjung Priok Jakarta
Utara Tahun 2011.Skripsi : Universitas Indonesia.
Susanto, Cornelius Eko. (2012). “Perubahan Iklim Picu Sakit Pernapasan”. Media
Indonesiaedisi 22 sept 2012.
http://www.mediaindonesia.com/read/2012/09/22/350237/265/114/
Perubahan-Iklim-Picu-Sakit-Pernapasan. Diunduh pada pada 8 Oktober
2012 pukul 22.35 WIB..
Suharto, I. (2011). Limbah Kimia dalam Pencemaran Udara dan Air. Yogyakarta:
ANDI Yogyakarta.
Sukamawa, A. A., Sulistyorini, L., & Keman, S. (2006). Determinan Sanitasi
Rumah dan Sosial Ekonomi Keluarga terhadap Kejadian ISPA pada anak
Balita serta Manajemen Penanggulanannya di Puskesmas. Jurnal
kesehatan Lingkungan No.1 Volume 3, 49-58.
Supariyasa. (2002). Penentuan Status Gizi. Jakarta: EGC.
Universitas Indonesia
Faktor risiko…, Ema Fiki Munaya, FKM UI, 2014