Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Disusun oleh:
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penelitian dengan judul,
“Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Siswa Kelas I (Satu) Terhadap Cuci Tangan
Dengan Sabun Pada Sekolah Dasar Di Kelurahan Bintaro”. Penelitian ini adalah satu
syarat untuk memenuhi program Internsip periode 11 Oktober 2016 – 10 Februari 2017
yang dilaksanakan di Puskesmas Kelurahan Bintaro.
Pada kesempatan kali ini, kami ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:
Penyusun menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Atas semua
keterbatasan yang penyusun miliki, maka semua saran dan kritik yang membangun
akan penyusun terima dengan lapang hati. Besar harapan penyusun semoga
penelitian ini dapat memberi manfaat yang besar pula bagi teman-teman klinik,
pembaca dan kami sendiri.
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
BAB 1
PENDAHULUAN
Kebersihan merupakan suatu keadaan yang terbebas dari kotoran, termasuk debu,
sampah dan bau. Masalah kebersihan di Indonesia selalu menjadi polemik yang
perlu menjaga kebersihan diri agar tubuh menjadi sehat, sehingga tidak
menyebarkan kotoran dan tidak menularkan penyakit, baik bagi diri sendiri ataupun
bagi orang lain. Kebersihan diri merupakan suatu proses pertahanan dan
pemeliharaan kebersihan dan kesehatan antara lain dengan mandi yang teratur,
menjaga kerapian, menggosok dan merawat gigi, berganti pakaian secara teratur
Mencuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara mekanis dari
kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air. Tujuan mencuci tangan
adalah untuk menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan
penyakit seperti diare, Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dan lain-lain.
Mencuci tangan dengan menggunakan sabun dapat mencegah penyakit yang
menyebabkan kematian jutaan anak setiap tahunnya, seperti diare dan Infeksi
Saluran Pernapasan Atas (ISPA) yang dilaporkan telah membunuh 4 juta anak setiap
kuman penyakit dan praktek mencuci tangan dengan menggunakan sabun dapat
Perilaku mencuci tangan yang tidak benar masih tinggi ditemukan pada anak,
pentingnya mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan dapat diterapkan dalam
penyakit sebagai akibat perilaku yang tidak sehat. Dengan merebaknya penyebaran
mereka yang berisiko tinggi untuk terjangkit antara lain anak-anak di sekolah.
Mencuci tangan merupakan salah satu cara untuk menghilangkan kuman dan untuk
menghindari penularan penyakit. Di sekolah anak tidak hanya belajar, tetapi banyak
kegiatan lain yang dapat dilakukan oleh anak di sekolah seperti bermain ataupun
kalkulator, buku-buku dan benda-benda lain akan dengan mudah berpindah dari
tangan satu anak ke anak lainnya, sehingga jika ada anak yang mempunyai penyakit
tertentu akan mudah menular pada anak lainnya. Jadi, mencuci tangan harus dilatih
sejak dini pada anak agar anak memiliki kebiasaan mencuci tangan, sehingga anak
penelitian sebagai berikut : “Apa Hubungan antara Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku siswa kelas 1 Sekolah Dasar
SD di Bintaro
Mengetahui pengetahuan, sikap sampel setelah dilakukan penyuluhan kesehatan di
SD di Bintaro
Melakukan obsservasi perilaku siwa kelas 1 SD berkaitan dengan cuci tangan, dan
dengan sabun dalam rangka menambah kewaspadaan Siswa kelas 1 Sekolah Dasar
ix
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia,
yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar,
pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga (Notoatmodjo, 2011).
Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan
akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian
Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku
baru), dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yang disebut AIETA, yaitu:
x
a. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih
dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah
mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang – nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
e. Adaption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran,
dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2011).
Tingkat Pengetahuan
a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
d. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan
kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian – bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata
xi
lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi –
formulasi yang ada.
Selanjutnya pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterprestasikan dengan skala yang
bersifat kualitatif, yaitu :
3) Kurang : hasil presentasi < 56% (A. Wawan dan Dewi M, 2010)
2.2 Sikap
Sikap diartikan sebagai reaksi terhadap suatu ide atau perlakuan. Manifestasi sikap tidak
dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan. Sikap setiap manusia memiliki kecenderungan
sendiri. Suatu individu akan bertindak dengan pola tertentu terhadap suatu objek akibat
pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut.
Sikap dibagi menjadi sikap positif dan negatif. Sikap positif adalah kecenderungan
melakukan tindakan yang menyetujui, menenangi, dan mendekati objek tertentu yang baik.
Sikap negatif adalah kecenderungan untuk menjauhi, membenci dan menghindari objek
tertentu.
Pada umumnya sikap positif berarti seseorang memilih untuk berperilaku baik sesuai dengan
nilai nilai dan norma norma kehidupan masyarakat yang berlaku. Disisi lain, sikap negatif
bertentangan dengan norma norma setempat yang berlaku. Dengan demikian, terdapat
xii
hubungan erat antara norma norma atau adat suatu masyarakat dengan sikap warga
masyarakat tersebut.
Sikap positif dan negatif hanya dapat terbentuk apabila seseorang berada dalam masyarakat
tersebut. Pembentukan sikap memerlukan waktu yang lama dan biasanya mulai diajarkan
waktu usia dini. Hal ini ditegaskan menurut Allport dalam Notoatmodjo (2010), yang
mengatakan bahwa sikap ada tiga komponen pokok yaitu :
1. Kepercayaan atau keyakinan. Hal ini bermaksud bahwa pemikiran seseorang terhadap
suatu objek didasari keyakinan dan kepercayaan individu tersebut. Kepercayaan ini
biasanya didasari agama, nilai nilai keluarga ataupun pengetahuan baru.
2. Sisi emosional. Artinya, bagaimana penilaian seseorang yang didalamnya terkandung
faktor emosi terhadap stimulus tertentu.
3. Kecenderungan untuk bertindak. Sikap merupakan komponen yang mendahului
tindakan atau perilaku terbuka. Dalam hal ini, sikap adalah ancang ancang untuk
bertindak dan perilaku.
Pengukuran sikap dapat dilakukan langsung maupun tidak langsung. Pengukuran langsung
dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan tentang stimulus atau ide yang bersangkutan.
Pertanyaan langsung dapat dijawab dengan menggunakan kata “setuju” atau “tidak setuju”
terhadap pertanyaan yang dilakukan. Positif jika jumlah jawaban benar lebih dari setengah
jumlah soal mengenai sikap terhadap suatu objek, sedangkan negatif jika jawaban benar
kurang dari setengah jumlah soal mengenai sikap terhadap suatu objek.
2.3 Perilaku
xiii
2. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian
xiv
6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan
Setelah mengganti atau membersihakan popok, atau membersihkan anak yang setelah
menggunakan toilet
xv
penting, dimana hal ini merupakan transmisi paling sering penyakit infeksi gastrointestinal
dan respirasi. Setengah dari semua jumlah konsultasi pada dokter umum, dan 12% anak usia
0-14 tahun dirawat inap diakibatkan oleh penyakit infeksi. Infeksi saluran pernapasan dan
saluran cerna bertanggung jawab sebanyak 48% dan 29% konsultasi pada layanan primer
pada kelompok usia ini.(1) Hand hygiene penting pada siswa sekolah dasar untuk mencegah
penyebaran penyakit infeksius, dan merupakan kunci pengendalian infeksi yang dianjurkan
selama pandemic influenza. Meningkatkan hand hygiene untuk menurunkan transmisi infeksi
dapat menurunkan absensi siswa sekolah maupun guru, dan juga berpotensi mencegah infeksi
sekunder pada komunitas yang lebih luas, menurunkan biaya pengobatan kesehatan, dan
menurunkan beban keluarga, karena anggota keluarga harus tidak bekerja selama beberapa
hari untuk mengurus anak yang sakit.
Telah dilakukan studi dengan metode uji samar acak klaster untuk menentukan
apakah intervensi dengan edukasi promosi cuci tangan efektif mengurangi angka absensi
antara pelajar dan staf pengajar di sekolah dasar. Studi ini dilakukan di Inggris dengan
menggunakan DVD animasi, stiker, poster, dan pelajaran mengenai kuman dan tangan yang
sehat. Didapatkan penemuan timbulnya sikap perilaku mencuci tangan. Faktor-faktor yang
berkaitan dengan hal ini adalah faktor struktural (waktu, fasilitas, norma sosial) dan agen
(motivasi dan pengingat, edukasi dan informasi, kesadaran dan pengetahuan).
Beragam teori perilaku kesehatan dan sosial telah di implementasikan pada intervensi
perubahan perilaku yang mempromosikan pengendalian infeksi. Teori tindakan yang
beralasan dan perilaku yang direncanakan, contohnya perilaku seseorang ditentukan oleh
tujuannya untuk melakukan perilaku tersebut. Niat atau tujuan seseorang, bergantung pada
sikap seseorang terhadap perilaku tersebut, kepercayaan pada keuntungan atau kerugian
mengadopsi perilaku, norma subjektif dan kepercayaan, adanya sumberdaya dan
keterampilan untuk melakukan perilaku tersebut. Pada studi potong lintang didapatkan untuk
meyakinkan adopsi perilaku cuci tangan yang baik, perlu diperhatikan rintangan individual
dan kontekstual.(2) Pada tingkat individual, penting untuk menentukan hal-hal berbeda yang
dibutuhkan tiap siswa untuk meningkatkan perilaku dan informasi yang dapat membentuk
sikap positif terhadap perilaku cuci tangan yang benar. Promosi cuci tangan dapat
dimasukkan dalam kurikulum sekolah, atau sponsor seperti produsen sabun cuci tangan dapat
diundang untuk berpartisipasi dalam kegiatan edukasi. Rintangan tingkat kontekstual yang
dihadapi populasi ini yaitu fasilitas yang adekuat untuk cuci tangan. Kurangnya fasilitas
untuk mencuci tangan seperti wastafel, sabun cuci tangan, dan air keran tidak hanya dapat
mencegah anak-anak untuk mengadopsi perilaku cuci tangan namun juga menghambat usaha
edukasi promosi kesehatan.(2)
Mencuci tangan merupakan suatu teknik yang paling mendasar untuk menghindari masuknya
kuman ke dalam tubuh. Setiap manusia akan mudah untuk kontak dengan kuman dan bakteri
yang ada dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mencuci tangan secara teratur dengan
langkah yang benar merupakan factor yang paling penting untuk menjaga kesehatan. Salah
xvi
satu manfaat mencuci tangan yang paling penting adalah mencegah terinfeksi suatu penyakit.
Faktor penting dalam melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi, yaitu :
Pentingnya melakukan cuci tangan dengan metode 6 langkah menggunakan sabun, antara lain
:
Mencuci tangan dapat mencegah penyebaran penyakit menular seperti diare dan
ISPA. Maka pentingnya kegiatan mencuci tangan 6 langkah dijadikan suatu
kebiasaan.
Perilaku cuci tangan pakai sabun ini merupakan salah satu hal penting untuk
menghalangi terjadinya infeksi.
Metode dan teknik promosi kesehatan adalah suatu kombinasi antara cara-cara atau metode
dan alat-alat bantu atau media yang digunakan dalam setiap pelaksanaan promosi kesehatan.
Berdasarkan sasarannya, metode dan teknik promosi kesehatan dibagi
menjadi 3 yaitu :
Metode ini digunakan apabila antara promotor kesehatan dan sasaran atau kliennya dapat
berkomunikasi langsung, baik bertatap muka (face to face) maupun melalui sarana
komunikasi lainnya. Cara ini paling efektif, karena antara petugas kesehatan dengan klien
dapat saling berdialog, saling merespons dalam waktu yang bersamaan. Dalam menjelaskan
masalah kesehatan bagi kliennya petugas kesehatan dapat menggunakan alat bantu atau
peraga yang relevan dengan masalahnya. Metode dan teknik promosi kesehatan individual ini
yang terkenal adalah konseling.
xvii
b. Metode promosi kesehatan kelompok
Teknik dan metode promosi kesehatan kelompok ini digunakan untuk sasaran kelompok.
Sasaran kelompok ini dibedakan menjadi dua, yakni kelompok kecil dan kelompok besar.
Disebut kelompok kecil kalau kelompok sasaran terdiri antara 6 – 15 orang, sedang kelompok
besar bila sasaran tersebut di atas 15 sampai dengan 50 orang. Oleh sebab itu, metode
promosi kesehatan kelompok juga dibedakan menjadi 2 yaitu :
1) Metode dan teknik promosi kesehatan untuk kelompok kecil, misalnya diskusi kelompok,
metode curah pendapat (brain storming), bola salju (snow ball), bermain peran (role play),
metode permainan simulasi (simulation game), dan sebagainya. Untuk mengefektifkan
metode ini perlu dibantu dengan alat bantu atau media, misalnya : lembar balik (flip chart),
alat peraga, presentasi, dan sebagainya.
2) Metode dan teknik promosi kesehatan untuk kelompok besar, misalnya : metode ceramah
yang diikuti atau tanpa diikuti dengan tanya jawab, seminar, lokakarya, dan sebagainya.
Untuk memperkuat metode ini perlu dibantu pula dengan alat bantu misalnya, overhead
projector, slide projector, film, sound system, dan sebagainya.
Apabila sasaran promosi kesehatan adalah massal atau publik, maka metode-metode dan
teknik promosi kesehatan tersebut tidak akan efektif, karena itu harus digunakan metode
promosi kesehatan massal. Metode dan teknik promosi kesehatan untuk massa yang sering
digunakan adalah :
2) Penggunaan media massa elektronik, seperti radio dan televisi. Penyampaian pesan
melalui radio atau TV ini dapat dirancang dengan berbagai bentuk, misalnya: sandiwara
(drama), talk show, dialog interaktif, simulasi, spot, dan sebagainya.
3) Penggunaan media cetak, seperti koran, majalah, buku, leaflet, selebaran, poster, dan
sebagainya.
xviii
BAB III
METODOLOGI
Jenis penelitian yang kita lakukan adalah penelitian cross sectional. Penelitian ini termasuk
dalam cross sectional karena kami mengambil sampel dalam satu waktu tertentu yaitu pada
bulan Desember 2016.
Tempat penelitian dilakukan di ruang kelas SDN 13, Bintaro, Jakarta Selatan.
xix
Pelajar SD mengisi kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang berisi tentang
pengetahuan, sikap dari anak-anak SD tersebut terhadap kegiatan cuci tangan menggunakan
sabun. Kuesioner ini berisi 10 pertanyaan sederhana yang ditujukan kepada siswa SD kelas 1.
Kuesioner ini memiliki dua komponen yaitu komponen pengetahuan dan komponen sikap.
Siswa SD tersebut diminta untuk mengisi kuesioner tersebut sebelum dan sesudah dilakukan
penyuluhan dan kegiatan edukasi di SD.
Untuk perilaku, kami memiliki kuesioner mengenai penilaian sikap yang dapat dilakukan.
Untuk data baseline, kita meminta guru untuk mengisi penilaian sikap ini. Selanjutnya, untuk
penilaian post-intervensi akan dilakukan oleh tim peneliti dengan pengamatan kegiatan
siswa-siswa SD tersebut selama kurang lebih 1 bulan.
TIdak masuk pada salah satu hari (pengambilan data pre-test ataupun post-test)
Tidak bersedia mengikuti penelitian
Drop out:
Tidak ada dalam periode follow up penleitian yang dilakukan selama waktu 1 bulan
ini
3.6. Intervensi
Dilakukan intervensi pada sampel berupa edukasi kepada sampel tentang manfaat cuci tangan
dan juga peragaan bagaimana cara melakukan cuci tangan yang baik (enam langkah cuci
tangan) dengan sabun. Dilakukan pemutaran video cuci tangan “cuci tangan dengan sabun”
yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
xx
dan warga sekitar)
Setelah data didapatkan, data akan disimpan di cloud berupa dropbox. Data tidak akan
dishare kepada pihak-pihak yang tidak dimaksud untuk membaca data ini tanpa persetujuan
terlebih dahulu. Data direcord tanpa identitas pengenal sehingga bersifat anonim.
Analalisis data dilakukan dengan bantuan SPSS versi 16.0. SPSS. Analisis deskriptif data dan
juga mean changes dilakukan untuk melihat perubahan nilai data sebelum dilakukan edukasi
dan setelah dilakukan edukasi pada pasien.
Dilakukan presentasi dan penggambaran data menggunakan pie-chart, grafik dan juga table
untuk mempermudah penyerapan dari hasil pemeriksaan ini. Presentasi data yang baik ini
menggunakan PowerPoint beserta software pembuatan table/pie charts yang otomatis.
HASIL
xxi
Kita perlu membersihkan 16 (80%) 4 (20%)
tangan dengan
handuk/tisu/lap bersih
sesudah selesai mencuci
tangan
Penelitian ini mencoba melihat lima pernyataan yang menggali tentang pengetahuan
siswa kelas 1 SD sebelum pennyuluhan. Dari 20 siswa-siswi MI Nurul Huda yang telah
mengikuti kuesioner Pre-test tentang pengetahuan terhadap perilaku Cuci Tangan dengan
sabun didapatkan hasil bahwa, 14 anak menyatakan setuju bila mencuci tangan dapat
membunuh kuman penyakit, 6 anak lainnya menyatakan tidak setuju bila mencuci tangan
dapat membunuh penyakit. Terdapat 20 anak menyatakan setuju dengan penyataan harus
menggunakan sabun saat mencuci tangan. Terdapat 15 anak menyatakan setuju bila cuci
tangan perlu dilakukan sebelum dan sesudah makan, 5 anak menyatakan tidak setuju bila cuci
tangan perlu dilakukan sebelum dan sesudah makan. Terdapat juga10 anak menyatakan
setuju bila cuci tangan tidak perlu dilakukan tiap selesai buang air kecil dan buang air besar,
10 anak lainnya menyatakan tidak setuju bila cuci tangan tidak perlu dilakukan tiap selesai
buang air kecil dan buang air besar. Terdapat 16 anak menyatakan setuju bila kita perlu
membersihkan tangan dengan handuk/tisu/lap bersih sesudah selesai mencuci tangan, 4 anak
lainnya menyatakan tidak setuju kita perlu membersihkan tangan dengan handuk/tisu/lap
bersih sesudah selesai mencuci tangan.
xxii
Mencuci tangan membuang 11 (55%) 9 (45%)
waktu saya
xxiii
bahwa, 20 anak menyatakan setuju bila mencuci tangan dapat membunuh kuman penyakit.
Terdapat 20 anak menyatakan setuju dengan penyataan harus menggunakan sabun saat
mencuci tangan. Terdapat 15 anak menyatakan setuju bila cuci tangan perlu dilakukan
sebelum dan sesudah makan, 5 anak menyatakan tidak setuju bila cuci tangan perlu dilakukan
sebelum dan sesudah makan. Terdapat juga 4 anak menyatakan setuju bila cuci tangan tidak
perlu dilakukan tiap selesai buang air kecil dan buang air besar, 16 anak lainnya menyatakan
tidak setuju bila cuci tangan tidak perlu dilakukan tiap selesai buang air kecil dan buang air
besar. Terdapat 16 anak menyatakan setuju bila kita perlu membersihkan tangan dengan
handuk/tisu/lap bersih sesudah selesai mencuci tangan, 4 anak lainnya menyatakan tidak
setuju kita perlu membersihkan tangan dengan handuk/tisu/lap bersih sesudah selesai
mencuci tangan.
xxiv
setuju bila mencuci tangan membuang waktu mereka, sedangkan 12 anak lainnya tidak setuju
bila mencuci tangan membuang waktu mereka.
PRE PENGETAHUAN
Dari 140 siswa-siswi SD Kelurahan Bintaro yang telah mengikuti kuesioner Pre-test
tentang pengetahuan terhadap perilaku Cuci Tangan dengan sabun didapatkan hasil bahwa,
121 anak menyatakan setuju bila mencuci tangan dapat membunuh kuman penyakit, 19 anak
lainnya menyatakan tidak setuju bila mencuci tangan dapat membunuh penyakit. Terdapat
135 anak menyatakan setuju dengan penyataan harus menggunakan sabun saat mencuci
tangan, 5 anak menyatakan tidak setuju dengan pernyataan harus menggunakan sabun saat
mencuci tangan. Terdapat 113 anak menyatakan setuju bila cuci tangan perlu dilakukan
sebelum dan sesudah makan, 27 anak menyatakan tidak setuju bila cuci tangan perlu
dilakukan sebelum dan sesudah makan. Terdapat juga 57 anak menyatakan setuju bila cuci
tangan tidak perlu dilakukan tiap selesai buang air kecil dan buang air besar, 83 anak lainnya
menyatakan tidak setuju bila cuci tangan tidak perlu dilakukan tiap selesai buang air kecil dan
buang air besar. Terdapat 113 anak menyatakan setuju bila kita perlu membersihkan tangan
dengan handuk/tisu/lap bersih sesudah selesai mencuci tangan, 27 anak lainnya menyatakan
tidak setuju kita perlu membersihkan tangan dengan handuk/tisu/lap bersih sesudah selesai
mencuci tangan.
POST PENGETAHUAN
xxv
penyakit
Harus menggunakan sabun saat mencuci tangan 137 3
Dari 140 siswa-siswi kelas 1 SD Kelurahan Bintaro yang telah mengikuti kuesioner
Post-test tentang pengetahuan terhadap perilaku Cuci Tangan dengan sabun didapatkan hasil
bahwa, 133 anak menyatakan setuju bila mencuci tangan dapat membunuh kuman penyakit, 7
anak lainnya menyatakan tidak setuju. Terdapat 137 anak menyatakan setuju dengan
penyataan harus menggunakan sabun saat mencuci tangan, 3 lainnya tidak setuju. Terdapat
113 anak menyatakan setuju bila cuci tangan perlu dilakukan sebelum dan sesudah makan, 27
anak menyatakan tidak setuju bila cuci tangan perlu dilakukan sebelum dan sesudah makan.
Terdapat juga 37 anak menyatakan setuju bila cuci tangan tidak perlu dilakukan tiap selesai
buang air kecil dan buang air besar, 103 anak lainnya menyatakan tidak setuju bila cuci
tangan tidak perlu dilakukan tiap selesai buang air kecil dan buang air besar. Terdapat 127
anak menyatakan setuju bila kita perlu membersihkan tangan dengan handuk/tisu/lap bersih
sesudah selesai mencuci tangan, 13 lainnya tidak setuju.
PRE SIKAP
xxvi
Dari 140 siswa-siswi SD Kelurahan Bintaro yang telah mengikuti kuesioner Pre-test
tentang perilaku Cuci Tangan dengan sabun didapatkan hasil bahwa, 130 anak menyatakan
setuju dengan cuci tangan bermanfaat bagi mereka, 10 anak menyatakan tidak setuju
menyatakan cuci tangan bermanfaat bagi mereka. Terdapat 124 anak yang setuju bahwa
mencuci tangan adalah kegiatan yang menyenangkan, 16 orang tidak setuju bahwa cuci
tangan adalah kegiatan yang menyenangkan. Terdapat 35 orang setuju jika tidak ada keran air
mengalir, sabun, dan lap bersih, membuat mereka menjadi malas cuci tangan, 105 anak
lainnya tidak setuju jika tidak ada keran air mengalir, sabun, dan lap bersih, membuat mereka
menjadi malas cuci tangan. Terdapat 128 anak menyatakan setuju bahwa mereka merasa lebih
sehat setelah mencuci tangan secara rutin, 12 lainnya tidak setuju. Terdapat 56 anak setuju
bila mencuci tangan membuang waktu mereka, sedangkan 84 anak lainnya tidak setuju bila
mencuci tangan membuang waktu mereka.
POST SIKAP
Dari 140 siswa-siswi SD Kelurahan Bintaro yang telah mengikuti kuesioner Post-test
tentang perilaku Cuci Tangan dengan sabun didapatkan hasil bahwa, 133 anak menyatakan
setuju dengan cuci tangan bermanfaat bagi mereka, 7 anak menyatakan tidak setuju
menyatakan cuci tangan bermanfaat bagi mereka. Terdapat 119 anak yang setuju bahwa
mencuci tangan adalah kegiatan yang menyenangkan, 21 orang tidak setuju bahwa cuci
tangan adalah kegiatan yang menyenangkan. Terdapat 54 orang setuju jika tidak ada keran air
mengalir, sabun, dan lap bersih, membuat mereka menjadi malas cuci tangan, sedangkan 86
anak lainnya tidak setuju jika tidak ada keran air mengalir, sabun, dan lap bersih, membuat
mereka menjadi malas cuci tangan. Terdapat 121 anak menyatakan setuju bahwa mereka
merasa lebih sehat setelah mencuci tangan secara rutin, 19 lainnya tidak setuju. Terdapat 45
anak setuju bila mencuci tangan membuang waktu mereka, sedangkan 95 anak lainnya tidak
setuju bila mencuci tangan membuang waktu mereka.
OBSERVASI PERILAKU
xxvii
Cuci tangan enam langkah 1.66
Cuci tangan dengan sabun 1.33
Cuci tangan dengan air mengalir 0.66
Mengeringkan tangan dengan sempurna 1.33
Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan 1.33
Mencuci tangan sebelum dan sesudah buang air 0.66
besar atau kecil
Pada penelitian ini kita melakukan pengamatan terhadap siswa SD kelas 1 di MI Nurul Huda.
Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali dan dilakukan oleh guru sekolah. Dari tiga kali pengamatan,
didapatkan rata-rata kepatuhan siswa melakukan mencuci tangan enam langkah adalah 1.66, yang
artinya mayoritas siswa melakukan cuci tangan namun tidak sempurna secara 6 langkah. Rata-rata
siswa yang melakukan cuci tangan menggunakan sabun ialah 1.33, yang berarti mayoritas siswa
melakukan cuci tangan menggunakan sabun. Dari hasil ini pun juga masih didapatkan ada siswa yang
mencuci tangan tidak menggunakan sabun.
Didapatkan rata-rata anak yang mencuci tangan dengan air mengalir adalah 0.66, yang artinya
pada dua kali pengamatan siswa tidak mencuci tangan di air mengalir dan pada satu kali pengamatan
ada yang melakukan cuci tangan dengan air mengalir. Rata-rata anak yang mengeringkan tangan
dengan sempurna setelah cuci tangan adalah 1.33, yang berarti pada pengamatan mayoritas anak-anak
mengeringkan tangan namun tidak sempurna, namun didapatkan anak yang tidak melakukan
pengeringan tangan dengan sempurna. Didapatkan kepatuhan anak-anak mencuci tangan sebelum dan
sesudah makan adalah 1.33, yang berarti mayoritas anak-anak melakukan cuci tangan sebelum dan
sesudah makan namun tidak sempurna. Didapatkan kepatuhan anak mencuci tangan sebelum dan
sesudah buang air besar atau kecil adalah 0.66, yang berarti dalam dua kali pengamatan siswa tidak
melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah buang air besar atau kecil namun tidak sempurna, dan
pada satu kali pengamatan ada yang melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah buang air besar atau
kecil dengan sempurna.
xxviii
melakukan cuci tangan menggunakan sabun ialah 1.23, yang berarti mayoritas siswa mencuci
tangan menggunakan sabun.
Didapatkan rata-rata anak yang mencuci tangan dengan air mengalir adalah 1.18,
yang artinya mayoritas siswa mencuci tangan di air mengalir. Sebagian lainnya tidak mencui
tangan di air mengalir dikarenakan fasilitas yang tidak memadai di masing masing SD. Hasil
observasi anak yang mengeringkan tangan dengan sempurna setelah cuci tangan adalah 0.9,
yang berarti didapatkan mayoritas siswa tidak mengeringkan dan sebagian lainnya melakukan
pengeringan setelah mencuci tangan. Didapatkan kepatuhan anak-anak mencuci tangan
sebelum dan sesudah makan adalah 1.09, yang berarti pada tiga kali pengamatan didapatkan
mayoritas siswa melakukan cuci tangan namun tidak sempurna. Didapatkan kepatuhan anak
mencuci tangan sebelum dan sesudah buang air besar atau kecil adalah 0.9, yang berarti
dalam tiga kali pengamatan sebagian besar siswa tidak mencuci tangan sebelum dan setelah
buang air kecil atau besar.
BAB V
DISKUSI
Pada negara miskin, diare dan infeksi saluran nafas akut menjadi 2/3 penyebab
kematian pada anak dibawah umur 5 tahun.1 Penyakit tersebut dapat dicegah apabila para ibu/
pengasuh dan anak-anak dibiasakan mencuci tangan dengan sabun pada saat-saat yang
penting seperti sebelum memberi makan anak, memasak, atau makan.
Populasi pada sampel penelitian ini ialah anak sekolah dasar kelas satu, dimana
rentang usia sampel antara 6-8 tahun. Terdapat sebuah penelitian di Peru yang mempelajari
mengenai promosi perilaku mencuci tangan dengan strategi komunikasi dan pemasaran yang
menargetkan populasi yang luas. Penelitian tersebut melakukan intervensi melalui media
massa dan intervensi tingkat komunitas dan sekolah dasar. Didapatkan hasil bahwa intervensi
pada tingkat komunitas dan sekolah lebih sukses mencapai target audiens daripada
masyarakat yang menerima paparan melalui radio, pamflet, atau acara publik. Perilaku
mencuci tangan didapatkan meningkat pada rumah-rumah yang memiliki anak yang
bersekolah di sekolah yang memiliki kurikulum mencuci tangan. Hal ini juga mendukung
hipotesis bahwa anak yang menghadiri sekolah tersebut dapat berperilaku sebagai agent
perubahan perilaku untuk saudaranya di rumah.3
xxix
5.2 Pengaruh faktor demografis dalam hasil ini
Dari hasil diatas, dapat kita lihat bahwa perubahan pengetahuan yang muncul setelah
edukasi pada pasien ini signifikan secara statistik. Perubahan pengetahuan ini umumnya
terjadi akibat faktor kognitif yang mungkin berperan penting terhadap tingkat pengetahuan
pasien ini. Metode edukasi juga saya duga berperan penting dalam mempengaruhi
pengetahuan/sikap dan perilaku anak-ankak. Dari penelitian ini didapatkan bahwa metode
edukasi yang dilakukan pada peserta penelitian cukup baik. Didapatkan bahwa terdapat
peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku hampir pada semua subjek penelitian. Namun,
apakah metode edukasi berupa kuliah/ pemutaran film audiovisual ini adalah metode yang
terbaik? Belum tentu.
Penelitian ini akan membahas tentang komponen pengetahuan, sikap dan perilaku dari
murid SD di seluruh Bintnaro. Ada beberapa faktor yang diketahui mempengaruhi
pengetahuan, sikap dan perilaku dari murid-murid SD di Bintaro. Dari studi literature yang
kita lakukan, didapatkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan, sikap
dan perilaku seseorang:
1. Tingkat edukasi
Diketahui bahwa tingkat edukasi subjek berpengaruh sangat tinggi terhadap pengetahuan,
sikap dan perilaku seseorang. Penelitian di Nigeria mendapatkan bahwa faktor yang paling
penting dalm pengetahuan seseorang adalah tingkat edukasi. Mereka yang memiliki tingkat
edukasi yang lebih tinggi cenderung untuk memiliki pnengethauan,sikap dan perilaku yang
lebih tinggi. https://wjso.biomedcentral.com/articles/10.1186/1477-7819-4-11
2. Kebudayaan
Kebudaan juga berpengaruh besar terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku. Didapatkan di
tempat yang membudayakan cuci tangan sebagai suatu kebiasaan yang positif didapatkan
bahwa pengetahuan, sikap dan perilakunya cenderung lebih tinggi nilainya dibandingkan
dengan mereka yang tidak memilki budaya tersebut. Di negara-negara Eropa Barat seperti
Prancis, Belanda dan juga Belgia didapatkan bahwa kebudayaan mencuci tangan di daerah-
xxx
daerah tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara Asia Selatan dan Asia Timur.
Sangsi sosial yang dibuat oleh orang dan lingkungan terhadap mereka yang tidak mencuci
tangan diketahui berperan penting dalam membentuk budaya cuci tangan.
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0195670109001868
3. Mengetahui Manfaat
Apabila subjek penelitian mengetahui manfaat cuci tangan sepenuhnya maka Ia menjadi lebih
mungkin untuk melakukannya dibandingkan dengan mereka yang tidak mengetahu. Pada
penelitian ini namun, tidak terdapat kemaknaan yang signifikan antara mengetahui manfaat
dengan sikap dan perilaku seseorang. Hal ini mungkin disebabkan ketidaklengkapan fasilitas
mencuci tangan yang ada di beberapa sekolah tersebut.
4. Keberadaan Fasilitas
Keberadaan fasilitas yang terbatas juga mendororng tidak dilakukannya mencuci tangan pada
suatu sekolah. Salah satunya adalah MI Manarul Huda yang tidak memiliki fasilitas
pencucian tangan yang memadai. Hal ini mendorong budaya cuci tangan tidak terbentuk di
MI tersebut. Meskipun sudah dilakukan edukasi mengenai manfaat dan akibat tidak cuci
tangan dengan baik, apabila fasilitas tidak memadai maka cukup sulit untuk melakukan cuci
tangan secara baik. Demikian pula sebaliknya, beberapa SD yang memiliki fasilitas baik
cenderung memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku yang tinggi juga. Salah satunya adalah
SDN 13.
5. Keberadaan Sanksi
Sanksi yang tegas yang diberikan oleh sekolah terhadap murid yang tidak melakukan
kegiatan cuci tangan denga baik diduga merupakan salah satu faktor pendorong. Namun,
sayangnya di SD-SD yang kami teliti belum menerapkan sanksi yang ketat terhadap siswa-
siswa SD tersebut.
Tingkat kepahaman dan kemampuan baca tulis sampel penelitian ini yaitu siswa kelas
1 SD yang berbeda-beda terhadap pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner membuat penelitian
ini menjadi lebih lama dari target waktu yang ditentukan. Namun, hal ini tidak akan
berpengaruh terhadap hasil penelitian.
xxxi
5.5 Penelitian kedepan
Selain pengetahuan, sikap, dan perilaku, diharapkan penelitian kedepan juga akan membahas
tentang faktor-faktor lain apa saja yang mempengaruhi anak untuk mencuci tangan. Faktor-
faktor lain seperti pola asuh orang tua, pemahaman tentang adanya peraturan di sekolah,
pemahaman tentang adanya media informasi di sekolah, dan peran guru di sekolah mengenai
cuci tangan.
Kedepannya, perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat faktor-faktor yang lain yang
mungkin berpengaruh pada pengetahuan, sikap, dan perilaku anak di sekolah. Beberapa
faktor yang diduga berperan penting pada pengetahuan, sikap, dan perilaku anak di sekolah
pemahaman tentang adanya peraturan di sekolah, pemahaman tentang adanya media
informasi di sekolah, dan peran guru di sekolah mengenai cuci tangan. Sebaiknya
kedepannya dilakukan penelitian terhadap faktor-faktor ini pada pasien untuk melihat apakah
ada hubungan dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku anak di sekolah.
Penelitian ini dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner atau melakukan wawancara
kepada orang tua anak serta guru di sekolah. Nanti, kita menghubungkan antara faktor-faktor
lain yang mempengaruhi anak untuk mencuci tangan ini terhadap pengetahuan, sikap, dan
perilaku mencuci tangan.
xxxii
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Di SDN 13 didapatkan bahwa pengetahuan, sikap dan perilaku siswa SD kelas 1 cukup baik.
Perilaku ini ditunjang dengan fasilitas lengkap yang terdapta di SDN 13 yang mendukung
terlaksananya program cuci tangan ini.
6.2. Saran
Ekspansi program ini ke SDN lain dapat meningkatkan cakupan program ini ke masyarakat
dan meningkatkan ekspansi program ini. Kedepannya, ada baiknya dilakukan penelitian lebih luas
mengenai faktor kebudayaan. Penelitian lanjutan mengani faktor-faktor budaya dan pengaruhnya
terhadap program ini perlu dilakukan.
xxxiii
LAMPIRAN
Lampiran 1:
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
xxxiv
10. Mencuci tangan
membuang waktu
saya
Lampiran 2:
0 1 2
Siswa melakukan cuci
tangan 6 langkah
Setelah mencuci
tangan, siswa
mengeringkan tangan
di handuk kering
xxxv
REFERENSI
1. Pittet D, Simon A, Hugonnet S, Pessoa-Silva C, Sauvan V, Perneger TV. Hand hygiene among
physicians: Performance, beliefs, and perceptions. Annals of Internal Medicine. 2004;141(1):1-8.
2. Dreibelbis R, Kroeger A, Hossain K, Venkatesh M, Ram PK. Behavior Change without Behavior
Change Communication: Nudging Handwashing among Primary School Students in
Bangladesh. International Journal of Environmental Research and Public Health: 2016. p. 2-7
3. Water and Sanitation Program. Promoting Handwashing Behavior: The Effect of Mass Media
and Community Interventions in Peru. 2012. p. 4-6
Referensi :
1. Chittleborough CR, Nicholson AL, Basker E, Bell S, et al. Factors influencing hand
washing behavior in primary schools: process evaluation within a randomized trial.
Europe PubMed Central. 2013. p. 1055-1068
2. Lopez-Quintero C, Freeman P, Neumark Y. Hand Washing Among School Children in
Bogota, Colombia. American Journal of Public Health. 2009. p. 94-101
Daftar Pustaka
Wawan, A dan Dewi, M. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia..
Yogyakarta : Nuha Medika.
xxxvi
xxxvii