Professional Documents
Culture Documents
ANGKATAN LXXIV
ANGKATAN LXXIV
iv
Penulis
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. iii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iv
DAFTAR ISI ............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. x
vi Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN…................................................................................. . 62
ix Universitas Indonesia
x Universitas Indonesia
1.2. Tujuan
Tujuan pelaksanaan PKPA di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo antara
lain:
a. Memahami tugas dan peran apoteker dalam kegiatan manajemen farmasi
rumah sakit sesuai dengan etika dan ketentuan yang berlaku di dalam sistem
pelayanan kesehatan.
Universitas Indonesia
b. Memahami tugas dan peran apoteker dalam kegiatan farmasi klinik di rumah
sakit sesuai dengan etika dan ketentuan yang berlaku di dalam sistem
pelayanan kesehatan.
c. Memahami tugas dan peran apoteker dalam kegiatan produksi sediaan farmasi
dan pelaksanaan aseptic dispensing di rumah sakit sesuai dengan etika dan
ketentuan yang berlaku di dalam sistem pelayanan kesehatan.
Universitas Indonesia
4 Universitas Indonesia
memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu,
berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, atau jenis penyakit.
Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi rumah
sakit publik dan rumah sakit privat. Rumah sakit publik dikelola oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik
yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan
pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah sakit publik yang
dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan menjadi rumah
sakit privat. Rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan
hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.
Rumah sakit dapat ditetapkan menjadi rumah sakit pendidikan setelah
memenuhi persyaratan dan standar rumah sakit pendidikan yang ditetapkan oleh
Menteri setelah berkoordinasi dengan Menteri yang membidangi urusan
pendidikan. Rumah sakit pendidikan merupakan rumah sakit yang
menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang
pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan
pendidikan tenaga kesehatan lainnya (Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 44, 2009).
Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang
dan fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan
berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit. Setiap rumah sakit
wajib mendapatkan penetapan kelas dari Menteri, dan dapat ditingkatkan kelasnya
setelah lulus tahapan pelayanan akreditasi kelas dibawahnya. Klasifikasi rumah
sakit umum ditetapkan berdasarkan pelayanan, sumber daya manusia, peralatan,
sarana dan prasarana, serta administrasi dan manajemen. Rumah sakit harus
mempunyai kemampuan pelayanan sekurang-kurangnya pelayanan medik umum,
gawat darurat, pelayanan keperawatan, rawat jalan, rawat inap, operasi/bedah,
pelayanan medik spesialis dasar, penunjang medik, farmasi, gizi, sterilisasi, rekam
medik, pelayanan administrasi dan manajemen, penyuluhan kesehatan
masyarakat, pemulasaran jenazah, laundry, ambulance, pemeliharaan sarana
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.2.3 Fungsi
2.2.3.1 Pengelolaan perbekalan farmasi
Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai
dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta
evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Tujuannya adalah mengelola
perbekalan farmasi yang efektif dan efesien, menerapkan farmakoekonomi dalam
pelayanan, meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga farmasi, mewujudkan
Universitas Indonesia
Sistem Informasi Manajemen berdaya guna dan tepat guna, dan melaksanakan
pengendalian mutu pelayanan. Penjelasan mengenai kegiatan pengelolaan adalah
sebagai berikut (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/MENKES/SK/X/2004 , 2004):
a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit.
b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal.
c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan.
d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang
berlaku.
f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian.
h. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
e. Kepala Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan
peraturan-peraturan farmasi baik terhadap pengawasan distribusi maupun
administrasi barang farmasi.
f. Setiap saat harus ada apoteker di tempat pelayanan untuk melangsungkan dan
mengawasi pelayanan farmasi dan harus ada pendelegasian wewenang yang
bertanggung jawab bila kepala farmasi berhalangan.
g. Adanya uraian tugas (job description) bagi staf dan pimpinan farmasi.
h. Adanya staf farmasi yang jumlah dan kualifikasinya disesuaikan dengan
kebutuhan.
i. Apabila ada pelatihan kefarmasian bagi mahasiswa fakultas farmasi atau
tenaga farmasi lainnya, harus ditunjuk apoteker yang memiliki kualifikasi
pendidik/pengajar untuk mengawasi jalannya pelatihan tersebut.
j. Penilaian terhadap staf harus dilakukan berdasarkan tugas yang terkait dengan
pekerjaan fungsional yang diberikan dan juga pada penampilan kerja yang
dihasilkan dalam meningkatkan mutu pelayanan.
Universitas Indonesia
2.3.2 Tujuan
Tujuan Panitia Farmasi dan Terapi di rumah sakit adalah sebagai berikut:
a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat,
serta evaluasi obat.
b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru
yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai kebutuhan.
2.3.4 Kewajiban
a. Memberikan rekomendasi pada Pimpinan Rumah Sakit untuk mencapai
budaya pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional.
b. Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, formularium rumah
sakit, pedoman penggunaan antibiotika, dan lain-lain.
c. Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan obat
terhadap pihak-pihak yang terkait.
d. Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat serta
memberikan umpan balik atas hasil pengkajian tersebut.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
15 Universitas Indonesia
3.1.2 Visi, Misi, Komitmen, dan Nilai Utama RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo
Visi RSCM adalah “Menjadi Rumah Sakit Pendidikan dan Pusat Rujukan
Nasional Terkemuka di Asia Pasifik Tahun 2014”.
Misi RSCM sebagai berikut:
a. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu serta terjangkau oleh
semua lapisan masyarakat.
b. Menjadi tempat pendidikan dan penelitian tenaga kesehatan.
c. Tempat penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat melalui manajemen yang mandiri.
Komitmen RSCM adalah “Kesehatan dan kepuasaan pelanggan adalah
komitmen kami, senantiasa memberikan pelayanan paripurna yang prima untuk
meningkatkan kepuasan dan menumbuhkan kepercayaan pasien sebagai
pelanggan utama kami”. Nilai utama RSCM adalah pasien adalah pelanggan yang
utama dan Good Corporate Culture.
3.1.3 Nilai Budaya, Motto, dan Logo RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Nilai budaya RSCM adalah profesionalisme, integritas, kepedulian,
penyempurnaan berkesinambungan, belajar dan mendidik.
Universitas Indonesia
3.2.1 Visi
Menjadi penyelenggara pelayanan farmasi yang komprehensif dengan
kualitas terbaik dan mengutamakan kepuasan pelanggan.
3.2.2 Misi
a. Menyelenggarakan pelayanan farmasi prima untuk kepuasan pelanggan.
b. Menyelenggarakan manajemen perbekalan farmasi yang efektif dan efisien.
c. Menyelenggarakan pelayanan farmasi klinik untuk meningkatkan keselamatan
pasien dan mencapai hasil terapi obat yang optimal.
d. Menunjang penyelenggaraan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka
meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
e. Memproduksi sediaan farmasi tertentu yang dibutuhkan RSCM sesuai
persyaratan mutu.
f. Berperan serta dalam peningkatan pendapatan rumah sakit.
Universitas Indonesia
3.2.3 Falsafah
Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada
pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu dan terjangkau bagi semua
lapisan masyarakat.
Universitas Indonesia
di rumah sakit seperti Panitia Farmasi dan Terapi serta Panitia Pengendalian
Resistensi Antibiotik (PPRA).
Universitas Indonesia
3.2.8 Organisasi
Susunan organisasi Instalasi Farmasi RSCM (Lampiran 2) terdiri atas:
a. Instalasi Farmasi
b. Sub Instalasi Perbekalan farmasi.
c. Sub Instalasi Produksi.
d. Sub Instalasi Farmasi Klinik dan Diklitbang.
e. Sub Instalasi Administrasi & Keuangan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Dalam melaksanakan tugasnya, Tim PPRA dibantu oleh Pokja PPRA dari
berbagai Departemen/UPT/Instalasi yang pelayanannya berhubungan dengan
penggunaan antimikroba. Pokja departemen terdiri dari Ketua, yang merangkap
sebagai anggota tim PPRA, dan beberapa orang anggota. Pokja PPRA tingkat
Departemen/Instalasi/UPT sebagai berikut (SK No.10281/TU.K/34/VI/2011) :
1. Departemen Penyakit Dalam 9. Departemen Neurologi
2. Departemen Bedah 10. Departemen Urologi
3. Departemen IKA 11. Departemen THT
4. Departemen Obstetri dan Ginekologi 12. ICU
5. Departemen Kulit dan Kelamin 13. Unit Pelayanan Luka Bakar
6. Departemen Gigi dan Mulut 14. Pelayanan Jantung Terpadu
7. Departemen Bedah Saraf 15. Instalasi Gawat Darurat
8. Departemen Mata
Tugas pokok tim PPRA adalah melaksanakan pengendalian resistensi
antimikroba. PPRA meniliki fungsi, antara lain:
a. Menetapkan kebijakan pengendalian penggunaan antibiotik.
b. Menerapkan kebijakan di bidang pengendalian resistensi antimikroba melalui
koordinasi empat pilar.
c. Menyusun program kerja tim PPRA dan Pokja PPRA Departemen/UPT/
Instalasi.
d. Menyebarluaskan dan meningkatkan pemahaman serta kesadaran tentang
prinsip pengendalian resistensi antimikroba yang terkait dengan penggunaan
antibiotik secara bijak.
e. Sebagai konsultan dalam pemilihan antibiotik lini 3.
f. Melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan antibiotik, pola resistensi
kuman, dan insidens MRSA.
Tim PPRA menyelenggarakan pertemuan berkala secara terencana,
minimal satu bulan sekali untuk membahas program dan kegiatan yang telah
ditetapkan dalam PPRA dan menyampaikan rekomendasi hasil keputusan rapat
secara tertulis kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan pihak terkait
(Departemen/UPT/Instalasi Pelayanan dan empat pilar PPRA).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
32 Universitas Indonesia
obat high alert dan obat kanker. Selain itu, terdapat pula pelabelan pada kotak
penyimpanan, yaitu obat LASA (Look Alike Sound Alike).
Universitas Indonesia
Menilai dan
Menyusun merekapitulasi
kebutuhan PF kebutuhan PF Menilai dan Menginstruksi-
Memroses Mengirim
Dept / UPT / Inst merekapitulasi kan kepada
pembelian PF
kebutuhan PF ULP
Menerima
Perlu PF
revisi? Perlu
revisi? Menentukan
pemasok
Ya Tidak
Ya Tidak
GUDANG
PERBEKALAN
Menerima dan
FARMASI
menggunakan LANGSUNG
Menerima
PF Menyimpan
Mendistribusikan PF
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Pada saat pemusnahan, dibuat berita acara yang ditandatangani oleh panitia, saksi,
dan Direktur Utama RSCM.
Universitas Indonesia
langsung menyiapkan TPN yang diminta dan akan diantarkan ke satelit gedung A
untuk diserahkan ke depo. Pelayanan resep yang memerlukan repacking
(pengemasan kembali), misalnya obat antibiotik yang mahal, obat akan disiapkan
di satelit gedung A kemudian dibawa ke bagian produksi untuk dikemas kembali
secara aseptis. Obat yang telah siap diantarkan kembali ke satelit pusat, lalu
diantarkan ke depo. Pada pelayanan resep sitostatika, obat berasal dari satelit
gedung A karena ruang sitostatika di lantai 8 dan depo tidak meyimpan obat
sitostatika. Pada saat pelayanan obat sitostatika, tenaga kefarmasian harus
memahami dengan baik protokol kemoterapi pasien, karena proses perhitungan
pelarut pada saat penyiapan obat kemoterapi harus sesuai dengan konsentrasi yang
tertera pada protokol kemoterapi masing-masing pasien. Pada saat pelayanan obat
sitostatika, petugas harus mengisi formulir pencampuran obat sitostatika Instalasi
Farmasi (Lampiran 8). Pasien juga tidak boleh membawa pulang obat sitostatika.
Apabila obat telah terlanjur disiapkan tetapi proses kemoterapi tertunda, pasien
dapat menitipkan obat sitostatika di ruang sitostatika dengan mengisi formulir
penitipan obat pelayanan aseptik dispensing farmasi CMU 2 (Lampiran 9).
Proses pengerjaan resep dimulai dengan melakukan verifikasi resep yang
mencakup legalitas resep, kesesuaian sediaan farmasetika, kesesuaian obat yang
diresepkan dengan jenis jaminan pasien (untuk pasien jaminan) dan pertimbangan
klinis. Setelah seluruh resep selesai diverifikasi, selanjutnya dilakukan
pengambilan obat dari rak dan obat dimasukkan ke dalam keranjang-keranjang
untuk tiap pasien. Setelah semua obat diambil, dilakukan pengemasan obat ke
dalam bentuk dosis unit serta pemberian etiket. Tahap selanjutnya adalah
pemeriksaan ulang resep yang telah dikerjakan. Orang yang melakukan
pemeriksaan berbeda dengan orang yang mengerjakan resep. Hal tersebut
dilakukan dengan tujuan sebagai pengecekan ganda untuk menghindari
medication error. Kemudian obat diantarkan ke ruang rawat dan dilakukan proses
serah terima obat dengan perawat. Keseluruhan proses tersebut ditandai dengan
melakukan check list dan menuliskan nama petugas yang mengerjakan etiket,
mengambil obat, dan melakukan serah terima pada keterangan V (verifikasi), H
(harga), D (dispensing), S (serah) pada lembar resep.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
sesuai prosedur yang berlaku. Selanjutnya dilakukan input resep ke dalam sistem
informasi farmasi dengan menu resep yang sesuai dengan status pasien (umum
dan jaminan), kemudian dicetak surat penyerahan barang (SPB). Perbekalan
farmasi disiapkan sesuai dengan resep dan aturan kefarmasian. Setelah itu,
perbekalan farmasi yang telah disiapkan dapat diserahkan kepada pasien.
Pendistribusian perbekalan farmasi di ICU dilakukan dengan menerapkan sistem
daily dose, yaitu perbekalan farmasi disiapkan untuk pemakaian pasien selama
satu hari.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
yaitu pasien-pasien BCH, Perinatologi, Unit Luka Bakar (ULB), Bedah Toraks,
Psikiatri, ICCU, ICU (hanya pada malam hari), dan PJT. Sedangkan pasien rawat
jalan yang mendapatkan pelayanan dari satelit farmasi pusat yaitu pasien-pasien
Poli Bedah Tumor, Poliklinik Thalasemia, Hematologi, dan Onkologi.
Pemberian obat-obat khusus seperti obat sitostatika harus melampirkan
protokol pengobatan dan jadwal terapi dari dokter, albumin harus melampirkan
hasil pemeriksaan laboratorium, dan obat-obat mahal harus mendapatkan
persetujuan dari pejabat Dinas Kesehatan DKI Jakarta yang ditunjuk (untuk
pasien Gakin).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
perbekalan farmasi dasar berupa obat topikal dilakukan 2-3 kali seminggu.
Pengadaan untuk lensa dilakukan melalui konsinyasi.
Universitas Indonesia
Keterangan:
= arah pasien masuk
= arah pasien keluar
A = pintu masuk & keluar
B = tempat penyerahan obat & PIO
C= komputer tempat administrasi resep dan cek harga
D = kasir
E = komputer tempat input data pasien jaminan
F = penyimpanan sementara obat/alkes yang didefekta dari gudang
G = penyimpanan obat oral
H = penyimpanan alkes
I = penyimpanan obat topikal dan injeksi
J = lemari pendingin
L = penyiapan obat, etiket, dan monitoring pasien jaminan
Satelit kirana menerima 100-130 resep setiap hari dan dalam setiap
minggunya terdapat resep racikan dengan 3 asisten apoteker. Hasil pengamatan
yang dilakukan selama di Satelit Kirana menunjukkan bahwa pelayanan resep di
Satelit Kirana relatif cukup lambat.
Pengadaan di Satelit Kirana belum optimal karena seringkali terjadi
kekosongan obat. Terkait dengan penyimpanan obat di Satelit Kirana, terdapat
temuan beberapa obat yang seharusnya disimpan dalam lemari pendingin, tetapi
disimpan pada suhu kamar, antara lain Pantocain 0,5%, Polygren EO, Tropin
0,5%, dan Xitrol EO. Penyimpanan obat narkotik sudah tepat, tetapi pengelolaan
kunci narkotik belum memenuhi syarat karena kunci menggantung di lemari
narkotik. Walaupun di Satelit Kirana jarang menerima resep narkotik, tetapi
pengelolaan penyimpanan narkotik harus dilaksanakan dengan disiplin. Penulisan
kartu stok di Satelit Kirana juga masih belum lengkap, yaitu pada kolom paraf
tidak diisi oleh asisten yang mengambil sediaan farmasi.
Penulisan aturan pemakaian pada etiket untuk obat mata topikal sudah
baik, tetapi untuk obat oral jarang dilengkapi karena tidak ada signa dalam resep
dokter. Penyerahan dan pelayanan informasi obat dilakukan oleh asisten apoteker.
Farmasi juga belum dilibatkan dalam peracikan obat mata yang diresepkan oleh
dokter. Dari pengamatan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Satelit Kirana
membutuhkan apoteker klinik disamping apoteker manajemen.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Beberapa produk nonsteril yang dibuat yaitu hand rub, kapsul campur,
puyer, sirup omeprazol, OBH, salycil talc, dan lain−lain. Hand rub merupakan
pembersih tangan tanpa air, berbasis alkohol yang dibuat berdasarkan Formula
WHO dan dikemas dalam botol dispenser isi 100 ml dan 500 ml. Hand rub
merupakan salah satu produk unggulan RSCM. Pembuatannya dapat menghemat
hingga satu milyar setiap tahun. Penggunaan Hand rub RSCM telah tersebar luas,
tidak hanya digunakan oleh pasien dan tenaga kesehatan yang berada di RSCM,
tetapi sudah terjual untuk umum dan beberapa rumah sakit lain.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Pasien Rawat Inap Obat yang berasal dari Obat yang berasal dari apotek Obat yang berasal dari
Gedung A satelit ISP Kimia Farma apotek lain
Penyiapan obat
Universitas Indonesia
Penyiapan obat
Hubungi perawat
jika obat telah siap
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
a. Sistem manajemen perbekalan farmasi sudah cukup baik, tetapi masih terdapat
kendala dalam perencanaan pengadaan perbekalan farmasi karena tidak semua
unit pengguna mampu melakukan perencanaannya dengan baik. Penyimpanan
perbekalan farmasi di gudang perbekalan farmasi dan satelit sudah memenuhi
standar JCI dan peraturan perundangan, tetapi masih ditemukan beberapa
sediaan farmasi yang penyimpanannya belum sesuai. Pengaturan ruang
pelayanan di Satelit Kirana kurang baik sebab tidak dipisahkan tempat antara
penyerahan resep dengan pengambilan obat. Pelayanan resep di satelit IGD
dan satelit farmasi pusat masih belum baik dilihat dari adanya komplain
pasien terkait kecepatan dan keramahan petugas dalam memberikan
pelayanan.
b. Kegiatan farmasi klinik meliputi skrining resep, medication history taking,
monitoring terapi obat, ronde/visite pasien, bedside counseling, pelayanan
informasi obat, dan pemantauan penggunaan antibiotik. Kegiatan tersebut
sudah terlaksana dengan baik, tetapi belum semua pasien mendapatkannya
karena keterbatasan sumber daya apoteker.
c. Apoteker memiliki tugas dan peran penting dalam pelaksanaan kegiatan
produksi sediaan farmasi, terutama untuk menjamin tersedianya produk yang
aman dan berkualitas bagi pasien. Produksi yang telah dilakukan meliputi
produksi sediaan farmasi steril, nonsteril, serta pelayanan aseptic dispensing
yang terdiri dari penanganan obat kanker, pelayanan IV admixture, pembuatan
TPN, dan pengemasan kembali. Namun, tidak semua kegiatan aseptic
dispensing dilakukan di Sub Instalasi Produksi, seperti penyiapan obat kanker
di Bedah Tumor dan peracikan obat tetes mata di Kirana.
5.2 Saran
a. Dalam sistem manajemen perbekalan farmasi, perlu dilakukan evaluasi
perencanaan perbekalan farmasi pada setiap unit pengguna. Sistem
59 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Keterangan:
= arah pasien masuk
= arah pasien keluar
A = pintu masuk
B = tempat penyerahan berkas administrasi
C= komputer tempat cek harga
D = kasir
E = komputer tempat input dan pemantauan pasien jaminan
F = tempat penyerahan obat dan PIO
G= penyimpanan sementara obat/alkes yang didefekta dari gudang
H = penyimpanan obat oral
I = penyimpanan alkes
J = penyimpanan obat topikal dan injeksi
K = kulkas
L = penyiapan obat, etiket, dan pemantauan pasien jaminan
M = pintu keluar
Gambar 5.1 Usulan alur dan tata ruang pelayanan di Satelit Kirana
Universitas Indonesia
Kelly, W.N. (2002). Pharmacy, what it is and how it works. Boca Raton: CRC
Press LLC.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340 tahun 2010 tentang
Klasifikasi Rumah Sakit. (2010). Jakarta.
Siregar, C. (2004). Farmasi rumah sakit teori dan penerapan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran ECG.
62 Universitas Indonesia
63
Laporan praktek..., Siti Masitoh, FMIPA UI, 2012
64
Kepala Instalansi
Farmasi
PJ Akuntansi &
IT
PJ Penyimpanan PJ Diklitbang
PJ Aseptic
& Dispensing
Pendistribusian
PJ Satelit
Farmasi
PJ Gas Medis
(a)
(b)
(c)
Keterangan:
(a) : Etiket untuk Obat Dalam
(b) : Etiket untuk Obat Luar
(c) : Etiket untuk Alat Kesehatan
72
Laporan praktek..., Siti Masitoh, FMIPA UI, 2012
73
ANGKATAN LXXIV
Tabel 4.1 Pengaruh Suhu, Udara, Cahaya, dan Kelembaban terhadap Stabilitas Kimia
Obat Suntik Kemas Ulang ................................................................................ 10
1 Universitas Indonesia
suntik kemas ulang. Untuk menjaga keamanan dalam penggunaan obat suntik
kemas ulang di RSCM, dilakukan penelusuran literatur mengenai pengaruh suhu,
udara, cahaya, dan kelembaban terhadap stabilitas obat suntik tersebut.
1.2 Tujuan
Menganalisa pengaruh suhu, udara, cahaya, dan kelembaban terhadap
stabilitas kimia dua puluh tiga obat suntik kemas ulang (repacking) dengan
frekuensi penggunaan tertinggi di RSCM.
Universitas Indonesia
3 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dilakukan dengan menggunakan suatu penyalut pelindung tahan air atau dengan
menutup dan menjaga obat dalam wadah tertutup kuat (Martin, 1983).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
8 Universitas Indonesia
9 Universitas Indonesia
dikarenakan setelah kemasan awal dibuka, obat akan terpapar oleh berbagai faktor
lingkungan seperti suhu, udara, cahaya, dan kelembaban.
Sub Instalasi Produksi RSCM yang melayani pengemasan ulang obat suntik
melakukan pengemasan ulang di tempat yang berbeda antara sediaan padat,
sediaan cair, dan sediaan sitostatik. Sediaan padat dan cair masing-masing di
dalam LAF (Laminar Air Flow), sedangkan obat sitostatik di dalam ruang
Biological Safety Cabinet (BSC)
Universitas Indonesia
Higroskopik
20 Teicoplanin Sensitif n/a Tidak Tidak
Sensitif Higroskopik
21 Tigecycline n/a n/a Tidak Tidak
Sensitif Higroskopik
22 Vancomicin Sensitif n/a Sensitif Higroskopik
23 Vincristin n/a n/a Sensitif Higroskopik
Berdasarkan Tabel 4.1, ada sembilan obat yang sensitif terhadap suhu, satu
obat yang sensitif terhadap udara, enam belas obat yang sensitif terhadap cahaya,
dan sepuluh obat yang sensitif terhadap kelembaban. Untuk menjamin keamanan
obat tersebut terhadap suhu, udara, cahaya, dan kelembaban, perlu ada upaya
untuk menjaga stabilitas obat.
Upaya menjaga stabilitas obat suntik yang sensitif terhadap suhu adalah
menjaga kondisi penyimpanan dan penyiapan sesuai dengan suhu stabilitas obat
suntik tersebut. Suhu dapat mempercepat proses degradasi suatu obat. Menurut
hukum Arrhenius, laju reaksi akan naik 2-3 kali untuk setiap kenaikan suhu 100C.
Perlindungan untuk obat-obat yang sensitif terhadap udara (mudah teroksidasi)
antara lain mengganti udara dengan gas inert, melarutkan obat dalam pH yang
sesuai, menghindari pelarut dari cemaran logam, menambahkan antioksidan,
menghindari cahaya, dan menyimpan pada suhu rendah.
Cahaya dapat bekerja sebagai katalis untuk reaksi oksidasi. Reaksi
penguraian seperti oksidasi-reduksi, perubahan struktur cincin, atau modifikasi
dan polimerisasi suatu obat dapat disebabkan karena penyinaran cahaya dengan
panjang gelombang tertentu. Usaha penstabilan untuk obat yang sensitif terhadap
cahaya antara lain mengemas dalam gelas berwarna yang dapat menahan
masuknya cahaya dan membatasi intensitas penyinaran, suhu, serta sumber
radiasi.
Adapun usaha penstabilan pada beberapa obat yang mudah terhidrolisis
antara lain mengetahui pH dimana obat tersebut stabil, menggunakan larutan
dapar pada konstanta seminimal mungkin, menyimpan pada temperatur kamar,
dan menggunakan pelarut bukan berbahan air.
Universitas Indonesia
Namun, usaha menjaga stabilitas obat-obat suntik kemas ulang tidak semua
dapat dijalankan di RSCM, mengingat masih terbatasnya fasilitas dan dana. Usaha
yang masih dapat dilakukan untuk mengoptimalkan kondisi suatu obat agar tetap
stabil secara kimiawi dalam menahan pengaruh suhu, udara, cahaya, dan
kelembapan antara lain:
1. Menjaga suhu obat suntik pada saat proses pengemasan kembali dan
penyimpanan.
2. Menjaga kelembaban relatif ruang pengemasan kembali dan ruang
penyimpanan.
3. Melindungi botol dengan kertas wrap atau menggunakan botol berwarna gelap
untuk obat yang sensitif terhadap cahaya.
4. Memantau adanya perubahan organoleptis, misalnya penggumpalan, perubahan
warna, bentuk, atau bau.
Permasalahan lain yang muncul ketika obat dikemas ulang adalah berapa
lama obat tersebut masih stabil setelah terpapar lingkungan sehingga tidak
mempengaruhi khasiat obat tersebut. Namun, pencarian data mengenai hal ini
masih terbatas. Keterbatasan data ini dapat disebabkan karena obat yang dikemas
kembali di RSCM belum tentu dilakukan juga di rumah sakit lain. Hanya ada dua
obat suntik yang dikemas ulang di RSCM yang diperoleh datanya. Obat tersebut
adalah meropenem dan vincristin.
Pernah ada sebuah penelitian yang membandingkan stabilitas injeksi
kering meropenem repacking dengan pengendalian terhadap kelembaban, suhu,
dan udara antara produk inovator dan paten “X” selama penyimpanan. Reaksi
dekomposisi serbuk meropenem repacking untuk injeksi menunjukkan kinetika
orde satu. Stabilitas produk inovator meropenem yang dikemas ulang adalah 13
hari (minimal) dan pada produk mee too selama 10 hari. Hasil tersebut
menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap t90 dari produk inovator dan
produk me too (Airlangga, 2009).
Sebuah jurnal Eropa menjelaskan bahwa injeksi vincristine (5 mg/5 mL)
dalam vial original memiliki stabilitas kimia (mempertahankan konsentrasi >
95%) 28 hari saat disimpan dalam refrigerator atau suhu ruangan, dengan atau
Universitas Indonesia
tanpa perlindungan cahaya, dengan kondisi vial sampel tersebut telah ditusuk
(menggambarkan vial telah dibuka) (Trittler & Sewell, 2011).
Pada tahun 2005, FDA mengeluarkan draft petunjuk mengenai waktu
kadaluarsa obat kemas ulang unit dosis. Waktu kadaluarsa obat kemas ulang tidak
melebihi 1 tahun dari waktu dibukanya kemasan atau tidak boleh melebihi waktu
kadaluarsa dari kemasan aslinya. Jika tidak ada keterangan mengenai stabilitas
terhadap suhu pada label kemasan, suhu ruangan perlu dikontrol selama proses
pengemasan ulang dan penyimpanan, baik pada sediaan solid maupun liquid. Jika
tidak ada keterangan mengenai stabilitas terhadap kelembaban pada label
kemasan, relative humidity (RH) tidak boleh melebihi 75 % pada suhu 230C
selama proses pengemasan ulang dan penyimpanan sediaan solid (FDA, 2005).
Pada tahun 2010, ada revisi pada ketentuan waktu kadaluarsa dari FDA.
Waktu kadaluarsa obat yang telah dikemas ulang tidak boleh melebihi enam bulan
dan enam bulan periode expired date tersebut tidak boleh lebih dari 25 % waktu
antara waktu repacking dengan waktu kadaluarsa yang tertera pada kemasan
primer obat dengan syarat wadah tersebut belum dibuka kembali setelah proses
pengemasan kembali (FDA, 2010). Misalnya obat akan dikemas ulang pada
Januari 2012 dimana waktu kadaluarsa yang tertera pada kemasan primer adalah
Desember 2012. Obat tersebut masih boleh digunakan selama enam bulan setelah
dikemas ulang yaitu Juni 2012. Namun, karena 25 % waktu antara pengemasan
ulang dengan waktu kadaluarsa tinggal adalah tiga bulan, maka waktu kadaluarsa
dimana obat masih dapat digunakan adalah tiga bulan atau sampai Maret 2012.
Untuk saat ini, RSCM belum menggunakan data stabilitas kimia obat dalam
menentukan waktu kadaluarsa. Waktu kadaluarsa obat suntik kemas ulang yang
digunakan adalah 7 hari untuk sediaan cair dan 28 hari sediaan solid. Kebijakan
ini berdasarkan stabilitas mikrobiologi obat-obat tersebut melalui penelitian yang
pernah dilakukan RSCM.
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
Suhu, udara, cahaya, dan kelembaban dapat mempengaruhi stabilitas
kimia dua puluh tiga obat suntik kemas ulang (repacking) sehingga menyebabkan
perubahan waktu kadaluarsa obat tersebut. Berdasarkan penelusuran literatur, ada
dua obat suntik yang diperoleh data waktu stabilitasnya setelah dibuka yaitu
meropenem dan vincristin, sedangkan dua puluh satu yang lain belum diketahui
waktu stabilitasnya. Untuk memaksimalkan keamanan penggunaan obat suntik
kemas ulang, obat yang tidak diketahui data kestabilannya harus disimpan pada
suhu 230 C dan kelembapan relatif tidak lebih dari 75 %. Sedangkan untuk lama
penyimpanan, disesuaikan dengan data stabilitas mikrobiologinya, yaitu 30 hari
untuk sediaan padat dan 7 hari untuk sediaan cair.
5.2 Saran
Penelitian mengenai stabilitas kimia obat suntik kemas ulang masih
terbatas sehingga keterangan waktu kadaluarsa obat tersebut tidak diketahui.
Untuk itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh lingkungan
terhadap kestabilan masing-masing obat suntik kemas ulang di RSCM.
14 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Ansel, Howard C. 1985. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta : UI
press.
FDA. (2010). CPG Sec. 480.200 Expiration Dating of Unit Dose Repackaged
Drugs. Maret 15, 2012.
http://www.fda.gov/ICECI/ComplianceManuals/CompliancePolicyGuidan
ceManual/ucm074409.htm
Anna, L. K. (2011). Obat Mahal Punya Efek Memiskinkan. April 10, 2012.
http://health.kompas.com/read/2011/10/28/13174413/Obat.Mahal.Punya.E
fek.Memiskinkan.
Lachman, L., Liebermann, H. A., Kanig, J. L. (1994). Teori dan Praktek Farmasi
Industri, Edisi ketiga, diterjemahkan oleh: Suyatmi, S., Jakarta : UI Press.
Siregar, Charles J. P. (2003). Farmasi Rumah Sakit : Teori dan Terapan. Jakarta :
EGC.
Trittler, R., Sewell, G. (2011). Stability of vincristine (Teva) in original vials after
re-use, and in dilute infusions in polyolefin bags and in polypropylene
syringes. European Journal of Oncology Pharmacy, Volume 5.
Universitas Indonesia
ANGKATAN LXXIV
ii Universitas Indonesia
iv Universitas Indonesia
v Universitas Indonesia
vi Universitas Indonesia
1 Universitas Indonesia
1.2.Tujuan
Menganalisa efektifitas perencanaan alat kesehatan (alkes) dan obat-
obatan yang dibuat oleh unit Pelayanan Jantung Terpadu (PJT) berdasarkan data
distribusi dan pemakaiannya pada periode Juli – Desember 2011.
Universitas Indonesia
3 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
konsumsi obat periode sebelumnya. Dasarnya adalah data riil konsumsi obat
setiap periode yang lalu dengan berbagai penyesuaian dan koreksi.
Selanjutnya data tersebut dikelompokkan dalam kelompok fast moving
maupun slow moving.
c. Metode kombinasi
Metode ini merupakan gabungan dari metode epidemiologi dan metode
konsumsi. Perencanaan pengadaan barang dibuat berdasarkan pola
penyebaran penyakit dan melihat kebutuhan sediaan farmasi periode
sebelumnya.
d. Metode just in time
Perencanaan dilakukan saat obat dibutuhkan dan obat yang ada di apotek
dalam jumlah terbatas. Perencanaan ini untuk obat-obat yang jarang dipakai
atau diresepkan dan harganya mahal serta memiliki waktu kadaluarsa yang
pendek.
4. Evaluasi perencanaan
Setelah dilakukan perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi untuk tahun yang
akan datang, biasanya akan diperoleh jumlah kebutuhan dan idealnya diikuti
dengan evaluasi. Cara evaluasi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Analisa ABC dilakukan dengan mengelompokkan item obat berdasarkan
kebutuhan dananya, yaitu :
Kelompok A adalah kelompok obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah
dana obat keseluruhan.
Kelompok B adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%.
Kelompok C adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah
dana obat keseluruhan.
b. Analisa VEN dilakukan dengan mengelompokkan obat yang didasarkan
kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan, yaitu :
Universitas Indonesia
V E N
A VA EA NA
B VB EB NB
C VC EC NC
Universitas Indonesia
2.3. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang
telah direncanakan dan disetujui. Pengadaan dapat dilakukan melalui pembelian
(baik secara tender oleh Panitia Pembelian Barang Farmasi atau secara langsung
dari pabrik/distributor/Pedagang Besar Farmasi (PBF)/rekanan),
produksi/pembuatan sediaan farmasi (sediaan steril maupun non steril), dan
sumbangan/droping/hibah (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
2.4. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang
telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung,
tender, konsinyasi, atau sumbangan. Pedoman dalam penerimaan perbekalan
farmasi antara lain pabrik harus mempunyai Sertifikat Analisa, barang harus
bersumber dari distributor utama, harus mempunyai Material Safety Data Sheet
(MSDS), khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai Certificate of
Origin, dan expire date minimal 2 tahun (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2004).
2.5. Penyimpanan
Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut
persyaratan yang ditetapkan. Pengaturan perbekalan farmasi dapat dibedakan
menurut bentuk sediaan dan jenisnya, suhunya dan kestabilannya, mudah tidaknya
meledak/terbakar, serta tahan/tidaknya terhadap cahaya (disertai dengan sistem
informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai
kebutuhan) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
2.6. Distribusi
Pendistribusian merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi
di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat
inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Sistem distribusi
dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan
mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada dengan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3.2.Sampel penelitian
Sampel yang digunakan untuk penelitian adalah perbekalan farmasi
spesifik yang memiliki nilai rupiah yang tinggi pada unit PJT RSCM. Total
sampel yang dianalisa sebanyak 424 item yang terdiri dari 273 item alat kesehatan
(alkes) dan 151 item obat-obatan.
3.3.Metode penelitian
Penelitian dilakukan dengan melalui beberapa tahap sebagai berikut:
1. Mengumpulkan data perencanaan, data distribusi (distribusi dari gudang ke
unit PJT atau permintaan unit PJT ke gudang), dan data pemakaian (distribusi
unit kerja ke pasien) perbekalan farmasi periode Juli-Desember (Jul-Des)
2011 serta data perencanaan Januari-Juni (Jan-Jun) 2012. Data perencanaan
dan pemakaian diperoleh dari unit PJT sedangkan data distribusi diperoleh
dari gudang.
2. Memisahkan data alkes dan obat-obatan.
3. Merekap data perencanaan, data distribusi, dan data pemakaian perbekalan
farmasi periode Juli-Desember 2011 serta data perencanaan Januari-Juni
2012.
4. Memasukan nilai rupiah masing-masing perbekalan farmasi dengan
menggunakan harga beli+ppn periode Januari-Juli 2011.
5. Membandingkan kuantitas antara distribusi terhadap perencanaan, pemakaian
terhadap perencanaan, dan pemakaian terhadap distribusi (% penyimpangan).
Jumlah item distribusi
Distribusi terhadap perencanaan = x 100 % (3.1)
Jumlah item perencanaan
Jumlah item pemakaian
Pemakaian terhadap perencanaan = x100 % (3.2)
Jumlah item perencanaan
9 Universitas Indonesia
(3.9)
Selisih nilai rupiah
Pemakaian terhadap perencanaan = x 100 %
Nilai rupiah total perencanaan
(3.10)
Selisih nilai rupiah
Pemakaian terhadap distribusi = x 100 %
Nilai rupiah total distribusi
(3.11)
11. Membandingkan perencanaan Januari-Juni 2012 dengan Juli-Desember 2011.
12. Melakukan analisa.
Universitas Indonesia
Unit Pelayanan Jantung Terpadu (PJT) merupakan salah satu unit kerja
yang menggunaan dana cukup besar dalam pengelolaan perbekalan farmasi. Hal
ini disebabkan karena nilai kebutuhan perbekalan farmasi unit PJT terus
meningkat sehingga mengakibatkan Instalasi Farmasi belum dapat memenuhi
seluruh kebutuhan unit PJT. Melihat hal ini, perlu dilakukan evaluasi efektifitas
perencanaan yang dibuat unit PJT berdasarkan data distribusi dan pemakaian.
Dalam mengevaluasi perencanaan, dibutuhkan data yang dilaporkan secara
tertib oleh unit kerja. Unit PJT merupakan salah satu unit kerja yang tertib
administratif. Unit tersebut membuat perencanaan dan melaporkan pemakaian
perbekalan farmasi setiap periodenya. Data perencanaan dan pemakaian yang
diperoleh dari unit PJT digunakan untuk mengevaluasi efektifitas
perencanaannya.
Evaluasi perencanaan dilakukan dengan membandingkan kuantitas dan
nilai rupiah dari perencanaan, distribusi, dan pemakaian perbekalan farmasi pada
periode Juli-Desember 2011. Evaluasi dilakukan dengan tiga cara yaitu
membandingkan kuantitas dan nilai rupiah distribusi terhadap perencanaan,
membandingkan kuantitas dan nilai rupiah pemakaian terhadap perencanaan, dan
membandingkan kuantitas dan nilai rupiah pemakaian terhadap distribusi. Selain
itu, dilihat juga efektifitas perencanaaan periode Januari-Juni 2012 berdasarkan
perencanaan, distribusi, dan pemakaian periode sebelumnya (Juli-Desember
2011).
Jumlah sampel atau jenis perbekalan farmasi yang dianalisa berjumlah 424
item yang terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu 273 item alkes dan 151 item obat-
obatan. Perbekalan farmasi yang dianalisa adalah perbekalan farmasi spesifik
yang memiliki nilai rupiah yang tinggi pada unit PJT. Perbekalan farmasi spesifik
(khususnya alkes) merupakan perbekalan farmasi yang khusus digunakan oleh
unit PJT untuk pelayanan unit kerja dan tidak dapat digunakan oleh unit kerja lain.
Harga yang digunakan untuk pengolahan data adalah harga beli Unit
Layanan Pengadaan (ULP) ke distributor dengan memperhatikan diskon yang
11 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Siti Masitoh, FMIPA UI, 2012
12
diberikan dan 10 % pajak yang harus dibayar. Adapun total nilai rupiah alkes dan
obat-obatan dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Nilai rupiah perencanaan, distribusi, dan pemakaian periode Juli–
Desember 2011 dan perencanaan periode Januari-Juni 2012
Nilai rupiah Nilai rupiah Nilai rupiah Nilai rupiah
perencanaan distribusi Jul- pemakaian perencanaan
Jul-Des 2011 Des 2011 Jul-Des 2011 Jan-Jun 2012
Alkes 2.492.117.290 2.733.998.033 3.100.152.311 3.292.588.475
Obat 1.217.659.653 1.403.307.548 1.166.203.214 1.101.381.885
Total 3.709.776.943 4.137.305.581 4.266.355.525 4.393.970.360
5,0
4,5
4,0
Nilai Rupiah (Milyar)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
40%
Presentase (%)
20% % item
0% % penyimpangan
nilai rupiah
-20%
-40%
Kategori
Keterangan : Lain-Lain A : Tidak ada perencanaan, tetapi ada distribusi; Lain-Lain B : Tidak ada
perencanaan dan distribusi, tetapi ada pemakaian.
Gambar 4.2. Grafik perbandingan antara distribusi terhadap perencanaan
alkes unit PJT
Universitas Indonesia
spesifik, hanya dapat digunakan oleh unit PJT. Penyimpanan alkes yang terlalu
banyak di gudang akan menyebabkan ruang penyimpanan untuk alkes lain
ditempati oleh alkes tersebut sedangkan penyimpanan yang terlalu lama di gudang
akan menyebabkan alkes melewati waktu kadaluarsa jika tidak dikontrol dengan
baik. Enam bulan sebelum waktu kadaluarsa, sebaiknya alkes tersebut
dikembalikan ke distributor.
Penyimpangan > 110 % terdapat sebanyak 40 item atau 16 % dari total
alkes dengan range 120 % sampai dengan 1317 %. Selisih rupiah distribusi
terhadap perencanaan sebesar Rp 343.721.036,-. Untuk mengatasi penyimpangan
ini, Instalasi Farmasi melakukan upaya lebih untuk memenuhi kebutuhan unit PJT
dengan menambah jumlah pemesanan alkes tersebut kepada distributor.
Pemesanan ini akan mengakibatkan respon time dalam pelayanan pasien lebih
panjang dan mempengaruhi Key Performance Indicator (KPI) dari Instalasi
Farmasi itu sendiri. Pemesanan yang diluar perencanaan akan menggunakan Uang
Muka Kerja (UMK) sehingga jika selisih antara distribusi dan perencanaannya
besar, maka pemakaian UMK juga akan besar.
Selain dalam kategori diatas, terdapat juga kategori yang memberikan nilai
0 % yang artinya ada perencanaan, tetapi tidak ada distribusi sejumlah 24 item
atau 10 % dari total alkes. Unit PJT belum bisa merencanakan dengan baik
sehingga barang yang direncanakan tidak diminta dari gudang. Alkes yang sudah
dipesan ke distributor akan menumpuk di gudang dan mengakibatkan
meningkatnya dead inventory di dalam gudang. Kondisi ini sama dengan
penyimpangan < 90 %. Jika periode berikutnya alkes tersebut tidak digunakan
oleh unit kerja PJT, sebaiknya alkes tersebut segera dikembalikan ke distributor
untuk mencegah penumpukan barang di gudang dan alkes yang kadaluarsa.
Kategori lain (Lain-Lain A) adalah ada distribusi, tetapi tidak ada
perencanaan sebanyak 68 item atau 27 % dari total alkes. Kategori ini kebalikan
dari kategori 0 %, dimana PJT meminta barang yang tidak ada dalam
perencanaan. Instalasi Farmasi melakukan upaya lebih untuk memenuhi
permintaan unit PJT dengan memesan alkes yang tidak ada dalam perencanaan.
Proses ini cukup panjang karena dilakukan dari awal alur pengadaan perbekalan
farmasi. Pemesanan ini akan mengakibatkan respon time lebih panjang dan
Universitas Indonesia
40%
Presentase (%)
20% % item
0% % penyimpangan
nilai rupiah
-20%
-40%
Kategori
Keterangan : Lain-Lain A : Tidak ada perencanaan, tetapi ada pemakaian; Lain-Lain B : Tidak ada
perencanaan dan pemakaian, tetapi ada pendistribusian.
Gambar 4.3. Grafik perbandingan antara pemakaian terhadap perencanaan
alkes unit PJT
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
% dari total alkes. Instalasi Farmasi melakukan upaya lebih untuk memenuhi
permintaan unit PJT dengan memesan alkes yang tidak ada dalam perencanaan.
Proses ini cukup panjang karena dilakukan dari awal alur pengadaan perbekalan
farmasi. Pemesanan ini akan mengakibatkan respon time lebih panjang dan
mempengaruhi Key Performance Indicator (KPI). Sebaiknya, pada periode
berikutnya, barang-barang tersebut dimasukan dalam perencanaan agar
kebutuhannya dapat terpenuhi lebih baik dan juga tidak mengambil alokasi
anggaran perbekalan farmasi untuk unit lain untuk mencukupi kebutuhannya.
Kategori lainnya (Lain-Lain B) adalah tidak ada perencanaan dan
pemakaian, tetapi ada pendistribusian sebanyak 10 item atau 4 % dari total alkes.
Kategori ini termasuk dalam permintaan insidentil. Instalasi Farmasi melakukan
upaya lebih untuk memenuhi permintaan unit PJT dengan memesan alkes yang
tidak ada dalam perencanaan. Proses ini cukup panjang karena dilakukan dari
awal alur pengadaan perbekalan farmasi. Pemesanan ini akan mengakibatkan
respon time lebih panjang dan mempengaruhi Key Performance Indicator (KPI).
Hal yang menjadi penting pada kategori ini adalah bahwa alkes yang baru dipesan
tersebut tidak digunakan oleh unit PJT. Kategori ini dapat mengakibatkan
penumpukan barang di unit PJT karena barang yang diminta dari gudang tidak
didistribusikan ke pasien. Jika periode berikutnya alkes tersebut tidak digunakan
oleh unit kerja PJT, sebaiknya alkes tersebut segera dikembalikan ke gudang.
Universitas Indonesia
40%
Presentase (%)
20% % item
0% % penyimpangan
nilai rupiah
-20%
-40%
Kategori
Keterangan : Lain-Lain A : Tidak ada pendistribusian, tetapi ada pemakaian; Lain-Lain B : Tidak
ada pendistribusian dan pemakaian, tetapi ada perencanaan.
Gambar 4.4. Grafik perbandingan antara pemakaian terhadap
pendistribusian alkes unit PJT
Universitas Indonesia
terlalu banyak di unit kerja akan menyebabkan penumpukan barang dan alkes
menjadi kadaluarsa.
Penyimpangan > 110 % terdapat sebanyak 50 item atau 20 % dari total
alkes dengan range 111 % sampai dengan 10000 %. Selisih nilai rupiah
pemakaian dengan distribusi sebesar Rp 426.542.934,-. Hal ini menunjukkan
bahwa unit PJT dapat memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi tanpa harus
meminta ke gudang. Hal ini disebabkan unit PJT memiliki buffer stock yang
cukup banyak yang bisa terlihat dari besarnya selisih antara distribusi dan
pemakaian.
Selain dalam kategori diatas, terdapat juga kategori yang memberikan nilai
0 % yang artinya ada pendistribusian, tetapi tidak ada pemakaian sejumlah 11
item atau 4 % dari total alkes. Hal yang menjadi penting pada kategori ini adalah
bahwa alkes yang dipesan tersebut tidak digunakan oleh unit PJT. Kategori ini
dapat mengakibatkan penumpukan barang (dead inventory) di unit PJT karena
barang yang diminta dari gudang tidak didistribusikan ke pasien. Sebaiknya alkes
tersebut segera dikembalikan ke gudang.
Kategori lain (Lain-Lain A) adalah ada pemakaian, tetapi tidak ada
pendistribusian sebanyak 66 item atau 26 % dari total alkes. Hal ini adalah
kebalikan dari kategori 0 %, dan menunjukkan bahwa unit PJT memiliki buffer
stock untuk memenuhi kebutuhan pasiennya. Selain itu, ada 9 item atau 4 % dari
total alkes yang tidak ada pendistribusian dan pemakaian, tetapi ada perencanaan
(Lain-Lain B). Hal ini menunjukkan unit PJT belum dapat merencanakan
kebutuhan pasien dengan baik karena dapat menyebabkan alkes tersebut
tersimpan dalam gudang karena tidak ada pendistribusian dan pemakaian oleh unit
PJT. Alkes tersebut akan menjadi dead inventory di dalam gudang dan sebaiknya
alkes tersebut segera dikembalikan ke distributor.
Universitas Indonesia
40%
Presentase (%)
20% % Item
0% % penyimpangan
nilai rupiah
-20%
-40%
Kategori
Keterangan : Lain-Lain A : Tidak ada perencanaan, tetapi ada distribusi; Lain-Lain B : Tidak ada
perencanaan dan distribusi, tetapi ada pemakaian.
Gambar 4.5. Grafik perbandingan antara distribusi terhadap perencanaan
obat-obatan unit PJT
tersebut dan dikhawatirkan banyaknya obat kadaluarsa jika tidak digunakan oleh
unit kerja lain. Sebaiknya obat tersebut didistribusikan ke unit kerja lain yang
membutuhkan atau dikembalikan ke distributor untuk mencegah obat yang
kadaluarsa.
Penyimpangan > 110 % terdapat sebanyak 40 item atau 26 % dari total
obat-obatan dengan range 113 % sampai dengan 500 %. Selisih nilai rupiah
distribusi dengan perencanaan sebesar Rp 154.290.047,-. Untuk mengatasi
penyimpangan ini, Instalasi Farmasi melakukan upaya lebih untuk memenuhi
kebutuhan unit PJT dengan menambah jumlah pemesanan obat tersebut kepada
distributor atau menggunakan persediaan obat yang sebenarnya direncanakan oleh
unit kerja lain. Pemesanan ini akan mengakibatkan respon time lebih panjang dan
mempengaruhi Key Performance Indicator (KPI). Pemesanan yang diluar
perencanaan akan menggunakan Uang Muka Kerja (UMK) sehingga jika selisih
antara distribusi dan perencanaannya besar, maka pemakaian UMK juga akan
besar.
Selain dalam kategori diatas, terdapat juga kategori yang memberikan nilai
0 % yang artinya ada perencanaan, tetapi tidak ada distribusi sejumlah 3 item atau
2 % dari total obat-obatan. Unit PJT belum bisa merencanakan dengan baik
sehingga obat yang direncanakan tidak diminta dari gudang. Obat yang sudah
dipesan ke distributor akan menumpuk di gudang dan mengakibatkan
meningkatnya dead inventory di dalam gudang. Kondisi ini sama dengan
penyimpangan < 90 % yang dapat menyebabkan penumpukan obat dan
kemungkinan obat kadaluarsa jika tidak digunakan oleh unit kerja lain.
Kategori lain (Lain-Lain A) adalah ada distribusi, tetapi tidak ada
perencanaan sebanyak 35 item atau 23 % dari total obat-obatan. Hal ini adalah
kebalikan dari kategori 0 %, dimana PJT meminta barang yang tidak ada dalam
perencanaan. Instalasi Farmasi melakukan upaya lebih untuk memenuhi
permintaan unit PJT dengan memesan obat yang tidak ada dalam perencanaan
atau menggunakan persediaan obat yang sebenarnya direncanakan oleh unit kerja
lain. Proses ini cukup panjang sehingga respon time lebih panjang dan
mempengaruhi Key Performance Indicator (KPI). Sebaiknya, pada periode
selanjutnya unit PJT memasukkan barang-barang tersebut ke dalam perencanaan
Universitas Indonesia
agar kebutuhannya dapat terpenuhi lebih baik dan juga tidak mengambil alokasi
anggaran perbekalan farmasi untuk unit lain untuk mencukupi kebutuhannya.
Kategori lainnya (Lain-Lain B) adalah tidak ada perencanaan dan distribusi, tetapi
ada pemakaian. Kategori ini menunjukkan bahwa unit PJT memiliki buffer stock
untuk memenuhi kebutuhan pasien, tanpa harus meminta dari gudang.
40%
Presentase (%)
20% % item
0% % penyimpangan
nilai rupiah
-20%
-40%
Kategori
Keterangan : Lain-Lain A : Tidak ada perencanaan, tetapi ada pemakaian; Lain-Lain B : Tidak ada
perencanaan dan pemakaian, tetapi ada distribusi.
Gambar 4.6. Grafik perbandingan antara pemakaian terhadap perencanaan
obat-obatan unit PJT
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dilakukan dari awal alur pengadaan perbekalan farmasi. Pemesanan ini akan
mengakibatkan respon time lebih panjang dan mempengaruhi Key Performance
Indicator (KPI). Pemesanan yang diluar perencanaan akan menggunakan UMK.
Hal yang menjadi penting pada kategori ini adalah bahwa obat yang baru dipesan
tersebut tidak digunakan oleh unit PJT. Kategori ini dapat mengakibatkan
penumpukan obat di unit PJT karena obat yang diminta dari gudang tidak
didistribusikan ke pasien dan mengakibatkan meningkatnya dead inventory di unit
kerja. Sebaiknya, unit PJT mengembalikan obat tersebut ke gudang untuk
didistribusikan ke unit kerja lain yang membutuhkan.
40%
Presentase (%)
20% % item
0% % penyimpangan
nilai rupiah
-20%
-40%
Kategori
Universitas Indonesia
Alat kesehatan yang belum direncanakan pada periode Jul-Des 2011 tetapi
didistribusikan dan atau dikonsumsi oleh unit PJT, sudah direncanakan pada
periode selanjutnya (Januari-Juni 2012) sebanyak 83 item. Namun, ada juga
beberapa barang yang tidak ada dalam perencanaan Januari-Juni 2012 walaupun
ada data pemakaiannya. Alkes tersebut berjumlah 37 item. Hal ini dapat
disebabkan karena masih adanya sisa stok alkes tersebut di unit PJT pada
pemakaian periode sebelumnya. Namun, sebaiknya alkes tersebut dimasukan ke
dalam perencanaan untuk mencegah pengadaan yang menggunakan UMK dan
sebagai buffer stock di unit kerja PJT.
Obat yang belum direncanakan pada periode Jul-Des 2011 tetapi
didistribusikan dan atau dikonsumsi oleh unit PJT, sudah direncanakan pada
periode selanjutnya (Januari-Juni 2012) sebanyak 17 item. Namun, ada juga
beberapa obat yang tidak ada dalam perencanaan pada periode berikutnya
sebanyak 14 item. Sebaiknya, obat tersebut dimasukan ke dalam perencanaan
untuk mencegah pemakaian obat yang sebenarnya dialokasikan untuk unit kerja
lain.
Evaluasi perencanaan Januari-Juni 2012 dilakukan secara umum dengan
menggunakan metode konsumsi yaitu berdasarkan data pemakaian periode
sebelumnya. Untuk mengevaluasi perencanaan, dibutuhkan juga data stok barang
yang masih ada di unit kerja. Karena keterbatasan waktu dalam analisa, evaluasi
ini hanya melihat perbandingan perencanaan Juli-Desember 2011 dengan
perencanaan Januari-Juni 2012 dari segi kuantitas dan nilai rupiah saja.
Kesulitan yang dialami dalam mengolah data ini antara lain tidak semua
item perbekalan farmasi terdapat harganya pada sistem maupun dokumentasi
IFRS sehingga harga yang dimasukan adalah harga pembelian di bulan terdekat
pada periode Juli-Desember 2011. Hal ini menyebabkan tidak semua nilai rupiah
menggambarkan nilai rupiah aslinya. Namun, karena itemnya tidak terlalu
banyak, nilai rupiah masih dapat menggambarkan data yang sebenarnya. Harga
yang tidak tercatat pada sistem ataupun pendokumentasian dapat disebabkan
karena beberapa hal, misalnya barang tersebut memang diadakan sendiri oleh unit
PJT (sebelum kebijakan satu pintu berlaku) sehingga gudang memang tidak
mendistribusikan barang tersebut ke unit PJT. Selain itu, barang tersebut memang
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
1. Perencanaan alat kesehatan unit PJT periode Juli-Desember 2011 belum
efektif berdasarkan permintaan alkes yang sesuai dengan perencanaan
sebanyak 25 item atau hanya 10 %, pemakaian alkes yang sesuai dengan
perencanaan sebanyak 27 item atau hanya 11 %, dan pemakaian alkes yang
sesuai dengan distribusi sebanyak 59 item atau hanya 24 %..
2. Perencanaan obat-obatan unit PJT periode Juli-Desember 2011 belum efektif
berdasarkan permintaan obat-obatan yang sesuai dengan perencanaan
sebanyak 20 item atau hanya 13 %, pemakaian obat-obatan yang sesuai
dengan perencanaan sebanyak 20 item atau hanya 13 %, dan pemakaian obat-
obatan yang sesuai dengan distribusi sebanyak 64 item atau hanya 42 %.
5.2. Saran
1. Untuk mempermudah evaluasi perencanaan oleh IFRS, diperlukan laporan
mutasi kerja untuk mengetahui asal seluruh perbekalan farmasi yang
digunakan unit kerja.
2. Evaluasi perencanaan dapat juga dilakukan dengan metode analisa ABC
dengan mengelompokan perbekalan kesehatan berdasarkan nilai rupiah
dan metode analisa VEN dengan mengelompokan perbekalan kesehatan
berdasarkan dampak tiap jenis obat terhadap kesehatan.
3. Untuk meningkatkan efektivitas perencanaan, unit PJT perlu
memperhatikan data pemakaian periode sebelumnya, data stok yang masih
ada di unit kerja, buffer stock, dan kemungkinan adanya pengembangan
pelayanan pada unit kerjanya.
4. Permintaan yang melebihi perencanaan sebaiknya melalui jalur khusus
dalam permohonan pengadaan perbekalan farmasi untuk mendisiplinkan
unit kerja agar membuat perencanaan yang lebih baik di periode
selanjutnya.
29 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Universitas Indonesia
NILAI RUPIAH
JUMLAH NILAI RUPIAH % PENYIMPANGAN
NO KATEGORI KETERANGAN % item PERENCANAAN SELISIH (D-P)
ITEM DISTRIBUSI (D) NILAI RUPIAH
(P)
Ada perencaaan,
1 0% tetapi tidak ada 24 10% -10,11%
251.954.986 - (251.954.986)
distribusi
2 < 90 % 1 % - 87 % 43 17% 1.240.488.751 457.080.292 (783.408.459) -31,44%
3 90 - 100 % 90 % - 98 % 11 4% 439.993.675 413.901.604 ](26.092.072) -1,05%
4 100 % - 110 % 100 % - 109 % 14 6% 122.983.450 127.654.105 4.670.655 0,19%
5 >110 % 120 % - 1317 % 40 16% 436.696.428 780.417.464 \343.721.036 13,79%
Tidak ada
6 Lain-Lain A perencanaan, tetapi 68 27% 954.944.568 954.944.568 38,32%
-
ada distribusi
Tidak ada
perencanaan dan
7 Lain-Lain B 51 20% - #VALUE! #VALUE!
distribusi, tetapi ada -
pemakaian
TOTAL 251 100% 2.492.117.290 2.733.998.033 (241.880.743)
Universitas Indonesia
32
Laporan praktek..., Siti Masitoh, FMIPA UI, 2012
Lampiran 2. Analisa Pemakaian Terhadap Perencanaan Alat Kesehatan Unit Pelayanan Jantung Terpadu
33
Laporan praktek..., Siti Masitoh, FMIPA UI, 2012
Lampiran 3. Analisa Distribusi Terhadap Pemakaian Alat Kesehatan Unit Pelayanan Jantung Terpadu
NILAI RUPIAH
JUMLAH NILAI RUPIAH % PENYIMPANGAN
NO KATEGORI KETERANGAN % item PEMAKAIAN SELISIH (K-D)
ITEM DISTRIBUSI (D) NILAI RUPIAH
(K)
Tidak ada
1 0% pemakaian, tetapi ada 11 4% 27.505.486 (27.505.486) -1,01%
-
pendistribusian
2 < 90 % 10 % - 89 % 56 22% 1.654.854.778 1.324.150.837 (330.703.941) -12,10%
3 90 - 100 % 90 % - 99 % 15 6% 336.669.292 320.397.141 (16.272.150) -0,60%
4 100 % - 110 % 100 % - 110 % 44 18% 374.349.582 386.962.992 12.613.410 0,46%
5 >110 % 111 % - 10000 % 50 20% 340.618.895 767.161.829 426.542.934 15,60%
Tidak ada
6 Lain-Lain A pendistribusian, 66 26% 301.479.512 301.479.512 11,03%
tetapi ada pemakaian
Tidak ada
pendistribusian dan
7 Lain-Lain B 9 4% 0,00%
pemakaian, tetapi ada - - -
perencanaan
TOTAL 251 100% 2.733.998.033 3.100.152.311 366.154.278
Universitas Indonesia
34
Laporan praktek..., Siti Masitoh, FMIPA UI, 2012
Lampiran 4. Analisa Distribusi Terhadap Perencanaan Obat-Obatan Unit Pelayanan Jantung Terpadu
NILAI RUPIAH
JUMLAH NILAI RUPIAH % PENYIMPANGAN
NO KATEGORI KETERANGAN % item PERENCANAAN SELISIH (D-P)
ITEM DISTRIBUSI (D) NILAI RUPIAH
(P)
Ada perencanaan,
1 0% tetapi tidak ada 3 2% -0,31%
3.791.700 - (3.791.700)
distribusi
2 < 90 % 8 % - 89 % 49 32% -13,85%
455.435.404 286.744.012 (168.691.393)
3 90 - 100 % 90 % - 99 % 12 8% -0,93%
223.888.967 212.590.484 (11.298.483)
4 100 % - 110 % 101 % - 109 % 8 5% 1,22%
166.345.137 181.249.345 14.904.209
5 >110 % 113 % - 500 % 40 26% 12,67%
368.198.445 522.488.492 154.290.047
Tidak ada
6 Lain-Lain A perencanaan, tetapi 35 23% 16,44%
- 200.235.215 200.235.215
ada distribusi
Tidak ada
perencanaan dan
7 Lain-Lain B 4 3% 0,00%
permintaan, tetapi - - -
ada pemakaian
TOTAL 151 100% 1.217.659.653 1.403.307.548 185.647.895
Universitas Indonesia
35
Laporan praktek..., Siti Masitoh, FMIPA UI, 2012
Lampiran 5. Analisa Pemakaian Terhadap Perencanaan Obat-Obatan Unit Pelayanan Jantung Terpadu
36
Laporan praktek..., Siti Masitoh, FMIPA UI, 2012
Lampiran 6. Analisa Pemakaian Terhadap Distribusi Obat-Obatan Unit Pelayanan Jantung Terpadu
NILAI RUPIAH
JUMLAH NILAI RUPIAH % PENYIMPANGAN
NO KATEGORI KETERANGAN % item PEMAKAIAN SELISIH (K-D)
ITEM DISTRIBUSI (D) NILAI RUPIAH
(K)
Tidak ada
1 0% pemakaian, tapi ada 12 8% -9,54%
133.835.327 - (133.835.327)
pendistribusian
2 < 90 % 20 % - 89 % 47 31% -6,43%
507.395.629 417.218.590 (90.177.039)
3 90 - 100 % 90 % - 99 % 44 29% -2,92%
576.444.696 535.446.447 (40.998.250)
4 100 % - 110 % 100 % - 109 % 20 13% 0,60%
157.598.642 166.001.931 8.403.289
5 >110 % 113 % - 1133 % 21 14% 1,28%
28.033.253 45.986.006 17.952.753
Tidak ada
6 Lain-Lain A pendistribusian, 7 5% 1.550.240 1.550.240 0,11%
-
tetapi ada pemakaian
7 TOTAL 151 100%
1.403.307.548 1.166.203.214 (237.104.334)
Universitas Indonesia
37
Laporan praktek..., Siti Masitoh, FMIPA UI, 2012