Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
Potter & Perry (2005) kompres hangat adalah sepotong balutan kasa yang
aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri dengan
otot tubuh lebih rileks, menurunkan rasa nyeri, dan memperlancar pasokan aliran
darah dan memberikan ketenangan pada klien. Kompres hangat yang digunakan
Smeltzer & Bare (2002), mengemukakan bahwa energi panas yang hilang
atau masuk ke dalam tubuh melalui kulit dengan empat cara, yaitu konduksi,
2.1.3.1 Konduksi
benda-benda yang ada di sekitar tubuh. Biasanya proses kehilangan panas dengan
dampak kehilangan suhu yang kecil karena dua mekanisme, yaitu kecenderungan
tubuh untuk terpapar langsung dengan benda relative jauh lebih kecil dari pada
paparan dengan udara, dan sifat isolator benda menyebabkan proses perpindahan
2.1.3.2 Konveksi
hal ini adalah udara, artinya panas tubuh dapat dihilangkan bergantung pada aliran
udara yang melintasi tubuh manusia. Konveksi adalah transfer dari energy panas
oleh arus udara maupun air. Saat tubuh kehilangan panas melalui konduksi dengan
udara sekitar yang lebih dingin, udara yang bersentuhan dengan kulit menjadi
hangat. Karena udara panas lebih ringan dibandingkan udara dingin, udara panas
berpindah ketika udara dingin bergerak ke kulit untuk menggantikan udara panas.
Pergerakan udara ini disebut arus. konveksi, membantu membawa panas dari
tubuh. Kombinasi dari proses konveksi dan konduksi guna membawa pergi panas
lain.
2.1.3.3 Radiasi
kehilangan panas. Panas adalah energi kinetik pada gerakan molekul. Sebagian
besar energi pada gerakan ini dapat di pindahkan ke udara bila suhu udara lebih
dingin dari kulit. Sekali suhu udara bersentuhan dengan kulit, suhu udara menjadi
sama dan tidak terjadi lagi pertukaran gas, yang terjadi hanya prosespergerakan
udara sehingga udara baru yang suhunya lebih dingin dari suhu tubuh.
2.1.3.4 Evaporasi
panas tubuh. Setiap satu gram air yang mengalami evaporasi akan menyebabkan
kehilangan panas tubuh sebesar 0,58 kilokalori. Pada kondisi individu tidak
menyebabkan kehilangan panas terus menerus dengan kecepatan 12-16 kalori per
jam. Evaporasi ini tidak dapat dikendalikan karena evaporasi terjadi akibat difusi
dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang
aktual dan potensial, menyakitkan tubuh, serta diungkapkan oleh individu yang
karena perasaan nyeri berbeda setiap orang dalam hal skala atau tingkatan dan
hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri
yang dialami (Hidayat, 2009). Nyeri sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika orang tersebut yang pernah
dalam Potter & Perry, 2005), mendefinisikan nyeri sebagai suatu pengalaman
sensori dan emosional yang tidak nyaman yang berhubungan dengan kerusakan
terjadi kerusakan.
bebas pada kulit yang berespon terhadap stimulus yang kuat. Munculnya nyeri
reseptor inilah yang menangkap stimulus nyeri (Prasetyo, 2010). Reseptor nyeri
disebut juga nosiseptor. Reseptor ini dapat dibagi menjadi: (1) exteroreseptor, (2)
panas. Telereseptor merupakan reseptor yang sensitif terhadap stimulus yang jauh.
Propioreseptor merupakan reseptor yang menerima impuls primer dari organ otot,
bagian tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatik dalam (deep somatik) dan pada
daerah viseral. Karena letaknya yang berbeda inilah nyeri yang timbul memiliki
sensasi yang berbeda-beda (Tamsuri, 2012). Serabut A delta adalah serabut yang
bermielin, cepat mengirim sensasi yang tajam, terlokalisasi dan jelas yang
tersebut menghantar komponen cedera akut dengan segera (Jones & Cory, 1990
dalam Poter & Perry, 2005). Sedangkan serabut C menghantar impuls yang
terlokalisasi buruk, viseral dan terus menerus (Puntillo, 1988 dalam Potter &
Perry, 2005). Misalnya, setelah menginjak sebuah paku, seorang individu mula-
mula akan merasakan nyeri yang terlokalisasi dan tajam, yang bernosiseptorkan
serabut A delta. Dalam beberapa detik, nyeri menjadi lebih difus dan menyebar
sampai seluruh kaki terasa sakit karena dinosiseptori oleh serabut C (Potter &
Perry, 2005).
Struktur reseptor nyeri somatik dalm meliputi reseptor nyeri yang terdapat
pada tulang, pembuluh darah, saraf, otot dan jaringan penyangga lainnya, karena
struktur reseptornya kompleks, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul
Reseptor ketiga yaitu reseptor visceral, yaitu reseptor yang meliputi organ-
organ visceral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul
dapat menyebabkab nyeri alih (reffered pain) yaitu nyeri yang dapat timbul pada
daerah yang berbeda/jauh dari organ asal stimulus nyeri tersebut. Keadaan ini
terjadi karena adanya sinaps pada jaringan viseral pada medula spinalis dengan
saraf memegang peranan yang sangat penting dalam suatu pengalaman nyeri.
dari (1) Substansi P ditemukan pada neuron nyeri di kornu dorsalis (peptida
ektisator), diperlukan untuk mentransmisi impuls nyeri dari perifer ke otak dan
menyebabkan vasodilatasi dan edema, (2) Serotonin dilepaskan oleh batang otak
endorfin ( morfin endogen) merupakan substansi sejenis morfin yang disuplai oleh
tubuh, diaktivasi oleh daya stress dan nyeri serta terdapat di otak, spinal dan
dilepaskan dari plasma dan pecah di sekitar pembuluh darah yang mengalami
cedera, bekerja pada reseptor syaraf perifer yang dapat meningkatkan stimulus
nyeri dan bekerja pada sel yang menyebabkan reaksi berantai sehingga terjadi
bertindak sebagai reseptor nyeri, dimana saraf-saraf ini diyakini mampu untuk
menerima stimulus nyeri dan menghantarkan impuls nyeri ke susunan saraf pusat.
substansia gelatinosa ke thalamus dan berakhir pada area kortek. Nyeri kemudian
dapat diinterpretasikan dan muncul respon terhadap nyeri. Teori ini tidak
memunculkan karakteristik multidimensi dari nyeri, teori ini hanya melihat nyeri
secar sederhana yaitu melihat nyeri dari paparan biologis saja tanpa melihat
Teori ini dikemukakan pada awal tahun 1900. Teori ini mengemukakan
bahwa terdapat dua serabut nyeri utama yaitu serabut yang menghantar nyeri
secara cepat dan serabut yang menghantar nyeri secara lambat (serabut A delta
Teori ini juga mengenal konsep “Central Summation” dimana impuls perifer dari
kedua saraf disatukan di spinal cord dan dari sana hasil penyatuan impuls
spesifik, teori ini juga tidak memperhatikan perbedaana persepsi dan faktor
Menurut Potter & Perry (2005), Teori Gate Control merupakan impuls
nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat upaya
menghilangkan nyeri.
Menurut Melzack dan Wall (1965 dalam Prasetyo 2010) Teori Gate
Control menerangkan bahwa nyeri dan persepsi nyeri dipengaruhi oleh interaksi
dari dua sistem. Dua sistem tersebut yaitu: substansia gelatinosa pada dorsal horn
di medula spinalis dan sistem yang berfungsi sebagai inhibitor (penghambat) yang
“gerbang” yang menbuka dan menutup berdasarkan prinsip siapa yang lebih
mendominas, serabut taktil A beta ataukah serabut nyeri yang berdiameter kecil.
Apabila impuls yang dibawa serabut nyeri yang berdiameter kecil melebihi impuls
yang dibawa oleh serabut taktil A Beta maka “gerbang akan terbuka sehingga
perjalanan impuls nyeri tidak terhalangi sehingga impuls akan sampai ke otak.
“gerbang” akan menutup sehingga impuls nyeri akan terhalangi. Alasan inilah
yang mendasari mengapa dengan masase dapat mengurangi durasi dan intensitas
nyeri
Gate control
A delta dan C
Trans
sel
A beta
batang otak. Hal ini diyakini bahwa sel-sel di otak tengah dapat diaktifkan oleh
beberapa faktor seperti: opiat, faktor psikologis, bahkan dengan kehadiran nyeri
itu sendiri dapat memberikan sinyal reseptor di medula. Reseptor ini dapat
mengatur serabur saraf di spinal cord untuk mencegah perjalanan transmisi nyeri
(Prasetyo, 2010).
akut dan nyeri kronis (Tamsuri, 2012). Nyeri akut adalah nyeri nyeri yang terjadi
adalah nyeri yang terjadi dalam waktu lebih dari enam bulan. Nyeri akut
umumnya terjadi pada cedera, penyakit akut atau pada pembedahan dengan
awitan yang cepat dan tingkat keparahan yang bervariasi (sedang sampai berat)
dan berlangsung dalam waktu yang singkat. Fungsi dari nyeri akut ialah
memberikan peringatan akan cedera atau penyakit yang akan datang. Nyeri akut
biasanya menghilang dengan atau tanpa pegobatan setelah keadaan pulih pada
Nyeri kronik menurut Prasetyo (2010) terbagi menjadi dua, yaitu: Cronic
acut pain dan cronic non-malignant pain. Cronic acut pain dapat dirasakan setiap
harinya dalam suatu periode yang panjang (beberapa bulan atau tahun). Contoh
pada penderita dengan luka bakar yang parah dan kanker. Nyeri yang diakibatkan
luka bakar yang parah dan kanker akan terus dirasakan sepanjang harinya sampai
kondisi yang mendasari timbulnya nyeri tersebut hilang atau terkontrol. Pada
kasus tertentu, nyeri berakhir hanya dengan berakhirnya hidup klien (kematian),
Cronic non-malignant pain disebut juga dengan cronic benign pain nyeri
ini dirasakan hampir setiap hari selama periode lebih dari 6 bulan dengan
intensitas nyeri ringan sampai berat. Menurut McCaffery dan Pasero (1997 dalam
Prasetyo 2010), terdapat tiga karakteristik khusus pada nyeri kronis non malignan,
dapat berlanjut pada sisa kehidupan. Contoh dari berbagai patofisiologi yang
neuralgia, low back pain, reumatoid artritis, ankylosing spondilitis, nyeri phantom
Nyeri superfisial dapat dirasakan pada seluruh permukaan tubuh atau kulit
klien. Trauma gesekan, suhu yang terlalu panas dapat dijadikan dapat dijadikan
penyebab timbulnya nyeri ini (Prasetyo, 2010). Nyeri jenis ini mempunyai waktu
(Tamsuri, 2012).
dalam biasanya bersifat difus (menyebar) berbeda dengn nyeri superfisial yang
antara lain: tendon, fascia dalam, ligamen, pembuluh darah, tulang periesteum dan
Tulang dan kartilago biasanya sensitif terhadap tekanan yang ekstrim atau
Tabel 2.3 Perbedaan Antara Nyeri Kutaneus dengan Nyeri Somatik Dalam
c. Nyeri Visceral
Nyeri viseral adalah nyeri yang disebabkan oleh organ interna. Nyeri
samar dan bersifat tumpul. Penyebab nyeri visceral adalah semua rangsangan
yang dapat menstimulasi ujung saraf nyeri di daerah visceral. Rangsangan tersebut
dapat berupa iskemia jringan visceral, spasme suatu viscera berongga, rangsang
kimia dan distensi suatu organ viscera. Contoh dari nyeri visceral yaitu:
Nyeri radiasi adalah sensasi nyeri yang meluas dari tempat awal cedera
kebagian tubuh yang lain (Potter & Perry, 2005). Nyeri jenis ini biasanya
dirasakan oleh klien seperti berjalan atau bergerak dari daerah asal nyeri ke
sepanjang tubuh tertentu. Nyeri dapat bersifat intermitten atau konstan (Tamsuri,
2012).
e. Nyeri Fantom
(Asmadi, 2008). Nyeri oleh klien dipersepsikan pada organ yang mengalami
f. Nyeri Alih
Nyeri alih nyeri yang timbul akibat adanya nyeri viseral yang menjalar ke
orang lain, sehingga dirasakan nyeri pada beberapa tempat atau lokasi. Nyeri jenis
ini dapat timbul. Karena masuknya neuron sensori dari organ yang mengalami
nyeri ke dalam medulla spinalis dan mengalami sinapsis dengan serabut saraf
yang berada pada bagian tubuh lainnya. Nyeri timbul biasanya pada beberapa
tempat yang kadang jauh dari lokasi asal nyeri (Tamsuri, 2012).
beberapa kelompok, yaitu: nyeri organik, nyeri neurogenik dan nyeri psikogenik.
Menurut Tamsuri (2012), nyeri organik adalah nyeri yang diakibatkan adanya
satu atau beberapa organ. Nyeri Neurogenik adalah nyeri akibat gangguan neuron,
misalnya pada neuralgia. Nyeri ini terjadi secara akut amupun kronis. Neuralgia
adalah nyeri yang tajam, seperti spasmus disepanjang satu atau beberapa jalur
saraf (Tamsuri, 2012). Nyeri psikogenik adalah nyeri nyeri yang tidak diketahui
penyebabnya secara fisik. Nyeri ini biasanya timbul karena pengaruh psikologis,
mental, emosi atau faktor perilaku. Nyeri psikogenik kadang dilihat Nyeri
psikologik terkadang dilihat dengan stigma yang salah, di mana nyeri ini dianggap
sebagai suatu yang tidak nyata. Padahal semua nyeri yang dikatakan adalah nyata.
Contoh dari nyeri psikogenik adalah sakit kepala, back pain atau nyeri perut
(Prasetyo, 2010).
Potter & Perry (2005) menyatakan nyeri dipegaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain: (1) usia, (2) jenis kelamin, (3) kebudayaan, (4) makna nyeri, (5)
perhatian, (6) ansietas, (7) keletihan, (8) pengalaman sebelumnya, (9) gaya
pada anak-anak dan lansia. Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga
perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Sedangkan pada lansia cenderung
memendam nyeri yang dialami, karena mereka menganggap nyeri adalah hal
alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat
atau meninggal jika nyeri diperiksakan (Potter & Perry, 2005). Pada klien lansia
& Mobily (1991 dalam Potter & Perry, 2005) klien lansia tidak melaporkan nyeri
karena: (a) klien lansia yakni bahwa nyeri merupakan sesuatu yang mereka harus
diterima, (b) klien lansia mungkin menyangkal bahwa mereka merasakan nyeri
karena tekut akan konsekuensi yang tidak diketahui, (c) klien lansia memilih
untuk tidak mengetahui bahwa mereka merasakan nyeri karena ketakutan akan
mengalami penyakit yang berat atau meninggal, (d) klien lansia menggunakan
lansia yakni bahwa merupakan hal yang tidak dapat diterima apabila
Secara umum jenis kelamin, pria dan wanita tidak berbeda secara
bermakna dalam merespons terhadap nyeri (Gill, 1990 dalam Potter & Perry,
menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis,
sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama. Toleransi
terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor biokimia dan merupakan hal yang unik
pada setiap individu, tanpa memperlihatkan jenis kelamin (Potter & Perry, 2005).
Akan tetapi pada penelitian terakhir memperlihatkan hormon seks pada mamalia
Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh
berbeda dengan nilai-nilai budaya pasien dari budaya lain. Harapan dan nilai-nilai
yang sedang bersalin akan mempersepsikan nyeri yang berbeda dengan seorang
wanita yang mengalami nyeri akibat cedera pukulan pasangannya (Potter & Perry,
2005).
mempengaruhi persepsinya. Konsep ini merupakan salah satu hal yang dapat
dilihat perawat dari beberapa nyeri yang dirasakan pasien sehingga perawat dapat
memberikan intervensi yang tepat seperti relaksasi, massase, dan lain sebagainya.
ansietas. Pola bangkitan otonom adalah sama dalam nyeri dan ansietas (Gil, 1990
dalam Potter & Perry, 2005). Sama hubungan cemas meningkatkan persepsi
terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas. Sulit untuk
sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Hal ini dapat
menjadi masalah umum pada setiap individu yang menderita penyakit dalam
nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan mudah
menerima nyeri pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama
mengalami nyeri yang berat, maka ansietas atau bahkan rasa takut akan muncul.
Sebaliknya, apabila individu mengalami nyeri dengan jenis sama dan berulang
tetapi nyeri tersebut dapat hilang akan lebih mudah bagi individu tersebut
menginterpretasikan sensasi nyeri dan akibatnya pasien akan lebih siap untuk
apabila pasien tidak pernah mengalami nyeri maka persepsi pertama nyeri dapat
berbeda tentang orang menumpahkan keluhan mereka tentang nyeri yang dialami
(Meinhart dan McCaffery, 1983 dalam Siregar, 2014). Individu yang mengalami
nyeri sering kali bergantung pada anggota keluarga atau teman dekat untuk
Respon fisik timbul karena pada saat impuls nyeri ditransmisikan oleh
medula spinalis menuju batang otak dan talamus, sistem saraf otonom
terhadap stress. Pada nyeri skala ringan sampai moderat serta pada nyeri
Fight or Flight), dengan merangsang sistem saraf simpatis. Sedangkan pada nyeri
yang berat dan tidak dapat ditoleransi serta nyeri yang berasal dari organ viseral,
Reaksi Efek
Simpatis
Dilatasi lumen bronkus, Memungkinkan penyediaan oksigen
peningkatan frekuensi napas yang lebih banyak
Denyut jantung meningkat Memungkinkan transport oksigen lebih
besar ke dalam jaringan tubuh (sel)
Vasokonstriksi perifer Meningkatkan tekanan darah dengan
memindahkan suplai darah dari perifer
ke organ viseral, otot dan otak
Peningkatan glukosa darah Memungkinkan penyediaan energi
tambahan bagi tubuh
Diaforesis Mengendalikan suhu tubuh selama
Tegangan otot meningkat stress
Dilatasi pupil Menyiapkan otot untuk mengadakan
aksi
Penurunan motilitas usus Menghasilkan kemampuan melihat
Respon prilaku yang timbul pada klien yang mengalami nyeri dapat
menggambarkan 3 fase perilaku terhadap nyeri yaitu: antisipasi, sensasi, dan fase
pasca nyeri. Fase antisipasi merupakan fase yang paling penting dan merupakan
dapat menyebabkan peringatan sensasi nyeri yang terjadi pada klien dan atau
tindakan ulang yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi nyeri menjadi
kurang efektif. Pada saat terjadi nyeri, banyak perilaku yang diungkapkan oleh
meringkukkan badan, menjerit, dan bahkan mungkin berlari-lari. Pada fase pasca
nyeri, individu biasa saja mengalami trauma psikologis, takut, depresi, serta dapat
nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi individu. Individu yang mengartikan nyeri
sebagai sesuatu yang negatif cenderung memiliki suasana hati sedih, berduka,
ketidakberdayaan, dan dapat berbalik menjadi rasa marah dan frustasi. Sebaliknya
pada individu yang memiliki persepsi nyeri sebagai pengalaman positif akan
Menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4), UU No. 13 Tahun 1998 tentang
Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia
lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008). Sedangkan menurut J.W.Santrock (2002
dalam Iladjamu 2011) ada dua pandangan tentang definisi orang lanjut usia atau
lansia, yaitu menurut pandangan orang barat dan orang Indonesia. Pandangan
orang barat yang tergolong orang lanjut usia atau lansia adalah orang yang sudah
orang yang berumur lebih dari 60 tahun. Usia yang dijadikan patokan untuk lanjut
diantara nya adalah sebagai berikut, yaitu World Health Organization (WHO)
usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia 45-59 tahun, usia lanjut
(elderly) adalah kelompok usia 60-74 tahun, usia lanjut tua (old) adalah kelompok
usia 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) adalah kelompok usia di atas 90 tahun.
menjadi usia 60-74 disebut the young-old, usia 75-84 disebut the middle-old dan
berusia antara 45-59 tahun, Lansia adalah Seseorang yang berusia 60 tahun atau
lebih, lansia risiko tinggi, yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan, lansia
potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan yang
dapat menghasilkan barang dan jasa, lansia tidak potensial merupakan lansia yang
tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang
lain.
proses penuaan, yaitu teori biologi, teori psikologis, teori sosial, dan teori spritual
fungsi dan struktur, usia dan kematian (Cristofalo, 1996 dalam Stanley 2006).
Perubahan yang terjadi dalam tubuh termasuk perubahan molekuler dan sirkuler
dalam sistem organ serta kemampuan tubuh untuk berfungsi secara adekuat dalam
Teori biologi mencakup (a) Teori Genetik dan Mutasi, menurut teori ini
menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh
molekul-molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi
suatu kemunduran dalam sistem imun yang berhubungan dengan penuaan. Ketika
mengalami penurunan. Hal ini mengakibatkan tubuh mereka lebih rentan untuk
menderita berbagai penyakit (Burnet, 1970 dalam Stanley, 2006). (c) Teori Stress,
Teori ini menyatakan bahwa menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa
sel-sel tubuh menjadi lelah (Maryam, 2008). (d) Teori Radikal Bebas,
menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan regenerasi (Maryam, 2008). Teori ini
senyawa pengoksidasi (Potter & Perry, 2005). (e) Teori Rantai Silang, menurut
teori ini reaksi kimia sel-sel yang tua tau usang menyebabkan ikatan yang kuat,
individu terdiri atas motivasi dan intelegensi dapat menjadi karakteristik konsep
diri dari seorang lansia. Konsep diri yang positif dapat menjadikan seorang lansia
mampu berinteraksi dengan mudah terhadap nilai-nilai yang ada ditunjang dengan
mengngkapkan bahwa lansia sendiri merupakan beban bagi orang lain dan
dengan proses penuaan, yaitu (a) Teori Interaksi Sosial (Social Exchange Theory),
dan prestise pada lansia, hal ini menyebabkan interaksi sosial mereka juga
proses penuaan yang berhasil apabila seorang lansia menarik diri dari kegiatan
terdahulu, dapat memusatkan diri pada persoalan pribadi dan mempersiapkan diri
Theory), teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung dari
seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi
lansia. Hal ini dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang
ternyata tidak berubah meskipun ia telah menjadi lansia (Maryam, 2008). (e) Teori
fase kehidupannya. (f) Teori Stratifikasi Usia (Age Stratification Theory) Pada
teori ini melihat bahwa seseorang yang menua sebagai seorang individu dalam
dalam proses sosial. Selain itu, teori ini juga menjelaskan bagaimana lansia dapat
saling mempengaruhi satu sama lain dalam berbagai cara (Lueckennotte, 2000).
hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi individu tentang arti
atau demensi spritual adalah suatu kekuatan yang memberi arti bagi kehidupan
seseorang. Perkembangan spritual pada lansia berada pada tahap penjelmaan dari
Pada saat menua, terjadi beberapa perubahan pada lansia, yaitu perubahan
fisik, perubahan mental, dan perubahan pada psikososial lansia. Terkait dengan
terjadi pada lansia seperti, tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh,
dan menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami skelerosis, atrofi serabut otot
perubahan ini menimbulkan nyeri, kurang perawatan diri dan berisiko jatuh
utama poliarthritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh (Manjoer, 1999).
reaksi autoimun yang terjadi di jaringan sinovial. Artritis Reumatoid (AR) adalah
suatu penyakit autoimun (penyakit yang terjadi pada saat tubuh diserang oleh
lama pada sendi. Penyakit ini menyerang persendian dan anggota gerak. Penyakit
ini menimbulkan rasa nyeri dan kaku pada sistem muskuloskeletal yang terdiri
dari sendi, tulang, otot, dan jaringan ikat (Sakasmita, 2012 dalam Wisdanora
2010).
metabolik, dan infeksi virus (Suratun, et al, 2008). Reumatoid artritis merupakan
manifestasi respon terhadap suatu agen infeksiosa pada pejamu telah diperkirakan
toleransi diri normal yang menimbulkan reaktivitas terhadap antigen diri di dalam
et al, 2000).
klinis tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan. Manifestasi klinis
fungsi pada sendi merupakan gambaran klinis yang klasik untuk reumatoid artritis
lemah, lesu, takikardi, berat badan menurun, anemia (Suratun, et al, 2008). Pola
khas pada reumatoid artitis dimulai pada persendian kecil di tangan, pergelangan,
dan kaki. Secara progresif mengenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku,
biasanya akut, bilateral dan simetris. Persendian dapat teraba hangat, bengkak,
Stadium sinovitis, yaitu pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan
sinovial yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak
maupun istirahat, bengkak dan kekakuan. Stadium destruksi, yaitu pada stadium
ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan
sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon. Stadium deformitas, yaitu pada
stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan
Deformitas dapat terjadi pada tangan dan kaki. Beberapa deformitas yang sering
Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius terjadi
pada lanjut usia menurut Buffer (2010), yaitu: sendi terasa kaku pada pagi hari,
bermula sakit dan kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan
kaki, juga pada jari-jari, mulai terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba
2.4.4 Patofisiologi
sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. (Smeltzer & Bare (2001). Panus
meradang dan kemudian meluas ke sendi (Price & Wilson, 1995). Pannus akan
menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan
turut terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan
menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare
2001).
adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang
sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Namun pada
sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai dengan kerusakan
sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Long, 1996).
pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus
pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus
pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus
pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus
(1987) apabila menunjukkan 4 gejala dari 7 gejala yang ada minimal selama 6
Kriteria Defenisi
Kaku pagi hari (Morning stiffness) Kekakuan pada pagi hari pada
persendian dan disekitarnya,
sekurangnya selama 1 jam sebelum
perbaikan maksimal
Artritis pada 3 daerah Pembengkakan jaringan lunak atau
persendian atau lebih efusi (bukan
pertumbuhan tulang), sekurang-
2010). Nyeri akut dan nyeri kronik memerlukan pendekatan terapi yang berbeda.
Pada penderita nyeri akut, diperlukan obat yang dapat menghilangkan nyeri
dengan cepat. Pasien lebih dapat mentolerir efek samping obat daripada nyerinya.
Pada penderita kronik, pasien kurang dapat mentolerir efek samping obat (Adnan,
menurut Isselbacher, et, al (1992), yaitu: (1) Penggunaan aspirin dan obat anti
dosis rendah untuk mengontol tanda dan gejala dan proses peradangan lokal
prostaglandin yang mencegah timbulnya peradangan dan efek samping obat ini
artritis saja seperti nyeri pada sendi, kaku sendi pada pagi hari, lemas, dan tidak
nafsu makan. Cara kerja obat Kortikosteroid dengan menekan sistem kekebalan
tubuh sehingga reaksi radang pada penderita berkurang (Handono & Isbagyo,
tulang menjadi keropos, tekanan darah menjadi tinggi, kerusakan arteri pada
pembuluh darah, infeksi, dan katarak. Penghentian pemberian obat ini harus
dilakukan secara bertahap dan tidak boleh secara mendadak (Bruke & Laramie,
dan siklofosfamid adalah obat yang terbukti efektif pada pasien reumatoid artritis.
Efek samping penggunaan obat ini pasien sering mengalami neoplasma maligna
lebih besar (Perry & Potter, 2005). Menggunakan terapi modalitas maupun terapi
komplementer yang digunakan pada kasus dengan reumatoid artritis pada lansia
mencangkup:
a. Terapi Komplementer
jenis herbal yang bisa membuat mengurangi dan menghilangkan nyeri pada
Reumatoid artritis misalnya jahe dan kunyit, biji seledri, daun lidah buaya, aroma
terapi, rosemary, atau minyak juniper yang bisa menghilangkan bengkak pada
tubuh. Tekanan yang diberikan pada alur energi yang terkongesti untuk
memberikan kondisi yang sehat pada penderita ketika titik tekanan di sentuh,
nadi dibeberapa titik akan terasa berbeda, tetapi karena terus-menerus dipegang
nadi akan menjadi seimbang, setelah titik tersebut seimbang dilanjutkan dengan
2010).
3) Relaxasi Progresive.
trauma otot extrim secara berurutan dengan gerakan peregangan dan pelemasan.
Realaxasi progresiv dilakukan secara berganitan. Terapi ini memilki tujuan untuk
pernapasan, dan perut serta melancarkan sistem pembuluh darah dan mengurangi
b. Terapi Modalitas
1) Diit makanan
penderita Reumatoid artritis (Burke & Laramie, 2000 dalam Afriyanti, 2009).
Prinsip umum untuk memperoleh diit seimbang bagi pederita dengan reumatoid
artritis adalah penting di mana pengaturan diit seimbang pada penderita akan
berat badan dapat menambah tekanan pada sendi panggul, lutut, dan sendi-sendi
ternak, ikan, banyak buah dan sayuran segar (5 porsi per hari), kacang-kacangan dan
sedapat mungkin menggunakan minyak zaitun. Konsumsi makanan kaya akan omega
3, seperti Sumber omega 3 seperti ikan sarden, salmon dan tuna. Konsumsi kaya akan
zat besi, seperti daging merah, telur, sayur-sayuran hijau, kacang-kacangan, buncis.
Vitamin C banyak terdapat dalam sayuran dan buah-buahan. Makan makanan kaya
akan kalsium, seperti susu, keju, yogurt dan produk susu lainnya, sayur-sayuran hijau,
almond, ikan seperti sarden dan teri. Suplemen mineral dan multivitamin, seperti
vitamin antioksidan atau suplemen mineral pada pengobatan gejala AR. Suplemen
minyak ikan, dimana yang mengandung omega-3, EPA dan DHA. Kenali makanan
istirahat dan beraktivitas. Saat lansia merasa nyeri atau pegal maka harus
mengurangi nyeri (Brunner & Suddarth, 2002). Pilihan terapi panas dan dingin
kekakuan pada pagi hari, tetapi kompres dingin mengurangi nyeri akut dan sendi
Menurut Junaidi (2006 dalam Wisdanora 2010) gejala klinis RA pada saat
peradangan bersifat simetris. Jika suatu sendi pada sisi kiri tubuh terkena, sendi
yang sama di kanan tubuh juga meradang. Yang pertama kali meradang adalah
sendi-sendi kecil di jari tangan, jari kaki, tangan, kaki, pergelangan tangan, siku,
dan pergelangan kaki. Sendi yang meradang biasanya menimbulkan nyeri dan
menjadi kaku secara simetris, terutama pada saat bangun tidur atau setelah lama
membesar dan segera terjadi kelainan bentuk. Jari-jari pada kedua tangan
penyakit jaringan ikat dicerminkan dalam bentuk proses inflamasi yang tersebar
bagian tubuh lainnya seperti vaskulitis, jantung, paru, ginjal (Smeltzer & Bare,
2001). Sekitar 10% AR muncul secara akut sebagai poliartritis, yang berkembang
cepat dalam beberapa hari. Pada sepertiga pasien, gejala mula-mula monoartritis
lalu poliartritis. Terjadi kekakuan paling parah pada pagi hari, yang berlangsung
diselingi oleh remisi. Rentang gerak berkurang, tebentuk benjolan rematoid ekstra
imunologik pada sinovial (Harry, 2008 dalam Wisdanora 2010). Tahap pertama
pembentukan pannus, penghancuran kartilago dan erosi tulang (Smeltzer & Bare,
2001)
sendi, tendon dan ligamen. Nyeri jenis ini berhubungan dengan konsep nyeri
membahayakan atau terjadinya kerusakan. Oleh karena adanya nyeri ini, maka
kerusakan lebih lanjut. (2) Penekanan saraf atau serabut saraf (radiks). (3)
Perubahan postur yang menyebabkan fungsi untuk mengatur kontraksi otot tidak
akibat dari penyakit kronis yang meninggalkan kecacatan ini. Pada prinsipnya
pengobatan diperlukan istirahat setiap hari, dilakukan kompres panas dan dingin,
diberikan obat nyeri, obat antiinflamasi nonsteroid atau steroid sistemik atau
beberapa sendi untuk mencegah kekakuan (Junaidi, 2006 dalam Wisdanora 2010).
Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat meningkat pada saat istirahat,
sehingga penderita dapat terbangun dari tidur atau bahkan sulit tidur. Oleh karena
itu, cara-cara mengurangi nyeri sangat berharga bagi penderita, misalnya dengan
Skala nyeri merupakan suatu alat atau instrument yang digunakan untuk
nyeri dan tipe nyeri. Alat pengkajian skala nyeri berupa numeris, deskriptif,
analog visual. Klien menetapkan suatu titik pada skala yang berhubungan dengan
(Potter & Perry, 2005). Menurut Flaherty (2012) dari The Hartford Institute for
Geriatric Nursing, New York University, College of Nursing skala nyeri yang
paling umum digunakan untuk lansia adalah Numeric Rating Scale (NRS), the
Verbal Descriptor Scale (VDS) and the Faces Pain Scale-Revised (FPS-R). a.
dengan nilai angka dari 0 indikasi tidak ada nyeri dan 10 nyeri tidak dapat
ditahankan. Menurut Flaherty (2012) untuk mengkaji nyeri pada lansia skala nyeri
yang menyebabkan spasme otot. Pemberian terapi hangat pada lansia RA sangat
mudah diaplikasikan baik oleh pihak tenaga kesehatan ataupun oleh pasien dan
tidak mahal. Penggunaan terapi ini pada tubuh dapat memperbaiki fleksibilitas
dan panas tersebut dapat menyebabkan pelepasan endorfin, opium yang sangat
kuat, seperti bahan kimia yang memblok transmisi nyeri. Secara umum
peningkatan aliran darah dapat terjadi pada bagian tubuh yang dihangatkan karena
(2001), kompres panas dapat membantu untuk meredakan rasa nyeri, kaku, dan
spasme otot. Panas superfisial dapat diberikan dalam betuk kompres hangat.