You are on page 1of 29

Laporan Tugas Akhir Muatan Lokal

Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)

Oleh:

Ainun Fahira (H1A012005)

Najmina Amaliya (H1A010031)

Rohmatul Hajiriah Nurhayati (H1A013056)

Shierly Kencana Evelin (H1A013058)

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN MUATAN LOKAL DOKTER KEPULAUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada tahun 1911-1950, terdapat sebuah instirusi di daerah pelabuhan yang bernama
Heven Arts dibawah Heven Master (Departemen perhubungan), yang bertujuan untuk
mencegah dmasuk dan keluarnya penyakit karantina ke Indonesia melalui pelabuhan laut.
Kemundan pada tahun 1962, Heven Artes menjadi perangkat Departemen Kesehatan dan
berubah nama menjadi Dinas Kesehatan Pelabuhan Laut (DKPL). Dinas Kesehatan
Pelabuhan Laut menjalankan fungsinga hingga tahun 1978, dan terjadi perubahan nama
kembali menjadi Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). Kantor kesehatan pelabuhan adalah
unit pelaksana teknis Ditjen PP dan PL Depkes RI, yang mempunyai tugas pokok untuk
mencegah masuk dan keluarnya penyakit, penyakit potensial wabah, surveilan epidemologi,
kekarantinaan, pengendalian dampak risiko lingkungan, pelayanan kesehatan, serta
pengamanan terhadap penyakit baru dan penyakit yang muncul kembali, bioterorisme, unsur
biologi, kimia dan pengamanan radiasi di wilayah kerja pelabuhan, bandara dan pos lintas
batas.1
B. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Hari : Senin
Tanggal : 25 Juni 2018
Waktu : 08.00-12.00
Tempat: Kantor Kesehatan Pelabuhan Mataram

C. Tujuan Kunjungan Lapangan


1. Mengetahui fasilitas kesehatan di KKP Mataram untuk penanganan kasus-kasus
penyelaman
2. Mengetahui indikasi dan kontraindikasi terapi oksigen hiperbarik
3. Mengetahui prosedur persiapan untuk menjalani terapi oksigen hiperbarik
4. Mahasiswa mempresentasikan suatu kasus penanganan pasien dengan terapi oksigen
hiperbarik yang ada di KKP.
BAB II
ISI

A. Alat-alat di fasilitas Hiperbarik KKP Kelas II Mataram untuk Penanganan Kasus-


Kasus Penyelaman
1. Chamber Hiperbarik
Chamber Hiperbarik di KKP kelas II Mataram memiliki kapasitas untuk 1 orang pasien dan 1
orang tender.

Gambar 2.1. chamber hiperbarik yang terdapat di KKP Mataram

2. Tabung Oksigen
Terdapat 3 tabung oksigen yang tersambung ke chamber hiperbarik

Gambar 2.2. Tabung oksigen

3. Pengukur Tekanan
Panel ini berfungsi monitor tekanan pada chamber hiperbarik, tekanan oksigen, suhu
udara dalam chamber, dan keran drain.

1 2
4
6
7 3

5
Gambar 2.3. Pengukur tekanan pada chamber
Keterangan:
1. Monitor tekanan ruang dalam chamber
2. Monitor tekanan suplay udara
3. Monitor tekanan oksigen
4. Alat komunikasi
5. Keran input dan output udara
6. Monitor keseimbangan gas dalam chamber
7. Monitor kadar gas CO2 dalam chamber

4. Timer
Menunjukkan waktu bagi operator

Gambar 2.4. timer

5. Headset dan Telephone


Sarana komunikasi untuk Operator ke tender maupun pasien dalam chamber
Gambar 2.5. Headset

6. Bagian dalam chamber

Tempat berbaring pasien


Masker oksigen

Tempat duduk tender


Gambar 2.6. Bagian dalam chamber dalam keadaan kosong
Pasien

Tender

Gambar 2.7. bagian dalam chamber yang terdapat pasien dan tender

B. Indikasi dan Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik



Indikasi
Secara umum terapi hiperbarik dikategorikan menjadi dua, yaitu terapi
rekompresi akibat gangguan dekompresi dan terapi klinis yang tidak berhubungan dengan
dekompresi. Terapi hiperbarik akibat dekompresi merupakan terapi primer, yang berarti
bahwa terapi hiperbarik merupakan terapi utama yang dibutuhkan untuk mengatasi
penyebab dekompresi tersebut. Sedangkan terapi klinis dengan hiperbarik hanya sebagai
adjuvant terapi atau terapi tambahan yang dapat membantu mempermudah atau
mempercepat proses penyembuhan dari suatu penyakit.2
Berikut merupakan indikasi terapi hiperbarik yang telah di analisa oleh UHMS.3

Sebagai Terapi Rekompresi


TOHB sebagai terapi rekompresi memiliki prinsip yang sama yaitu membuat
kondisi tubuh menjadi seperti berada dalam suasana penyelaman sehingga kembali terjadi
proses kompresi yang membuat udara dalam tubuh menjadi lebih larut terhadap cairan,
yang kemudian dilanjutkan dengan kondisi tekanan udara luar sekitar berkurang secara
bertahap dan perlahan yang mengakibatkan udara di dalam tubuh keluar secara perlahan
dan gelembung yang sudah ada sebelumnya juga dapat mengecil dan dapat dikeluarkan
dari tubuh.2,3
1. Decompression sickness
Penyakit dekompresi terjadi karena pembentukan gelembung gas inert dalam
jaringan dan / atau darah karena terjadi supersaturasi, di mana gelembung gas ini
dapat menyebabkan stress mekanik atau efek sekunder stress mekanik tadi yang
menyebabkan disfungsi organ. Dasar pemikiran untuk pengobatan dengan oksigen
hiperbarik (HBO2) pada DCS adalah untuk mengurangi volume gelembung,
meningkatkan gradien difusi untuk gas inert dari gelembung ke jaringan
sekitarnya, oksigenasi jaringan iskemik dan pengurangan edema SSP.

2. Air or Gas Embolism


Ada 2 prinsip penggunaan HBOT sebagai terapi pada emboli gas yakni tekanan
dan hiperoksia. Tekanan hidrostatik yang meningkat akan menyebabkan
penurunan volume emboli. Hiperoksia dapat meningkatkan pengiriman O2 ke
hilir emboli yang menghalangi. Hiperoksia juga memaksimalkan gradien untuk
menghilangkan gas (umumnya nitrogen) di emboli

Sebagai terapi klinis.


1. Keracunan karbon monoksida
Pemberian oksigen tambahan adalah pengobatan keracunan CO, meskipun tidak
ada uji klinis yang menunjukkan hasil yang lebih baik menggunakan terapi
oksigen yang diberikan pada tekanan atmosfer. Hyperbaric oxygen therapy
mempercepat disosiasi COHb dibandingkan dengan menghirup oksigen murni
pada tekanan permukaan laut.

2. Clostridial Myositis and Myonecrosis (Gas Gangrene)


Masalah akut pada gangren gas bukanlah jaringan normal atau jaringan nekrotik,
tetapi phlegmon yang berkembang cepat di antaranya, yang disebabkan oleh
produksi toksin alfa terus menerus di jaringan yang terinfeksi tetapi masih hidup.
Unnik menunjukkan bahwa PO2 jaringan sebesar 250 mmHg diperlukan untuk
menghentikan produksi racun sepenuhnya, satu-satunya cara untuk mencapai ini
adalah dengan memulai terapi oksigen hiperbarik sesegera mungkin. Minimal tiga
sampai empat kali perawatan HBOT diperlukan untuk respons ini.

3. Crush Injury, sindrom kompartemen and trauma iskemia akut lainnya


Oksigen diperlukan untuk semua fungsi metabolik seluler. Jika kebutuhan oksigen
jaringan tidak mencukupi, penyembuhan luka dan respon angiogenesis tidak akan
berjalan. Ketegangan oksigen dalam cairan jaringan lebih besar dari 30 mmHg
diperlukan untuk agar proses penyebmuhan luka dapat berlangsung. Kejadian
biokimia yang kedua adalah cedera reperfusi. Setelah perfusi terganggu untuk
sementara dapat terjadi dalam derajat yang bervariasi pada crush injury dan
sindrom kompartemen, endothelium menjadi peka terhadap terjadinya hipoksia
menghasilkan aktivasi molekul adhesi yang mengarah ke perlekatan neutrofil ke
endotelium. Sehingga memicu neutrofil yang melepaskan spesies oksigen
reaktifnya. Radikal-radikal ini merusak jaringan yang tidak dapat diperbaiki dan
menyebabkan vasokonstriksi yang parah.

Mekanisme terapi HBOT pada crush injury dan sindrom kompartemen ada dua:
Pertama, HBO2 menjaga kecukupan oksigen ke jaringan hipoksia selama periode
pasca awal cedera. Kedua, HBO2 meningkatkan ketegangan oksigen jaringan ke
tingkat yang cukup. Paparan oksigen hiperbarik pada dua atmosfer absolut (ATA)
meningkatkan kandungan oksigen darah (kombinasi hemoglobin dan plasma
membawa oksigen) sebesar 125 persen. Ketegangan oksigen dalam plasma serta
cairan jaringan meningkat 10 kali lipat (1000%). Oksigen yang cukup dapat secara
fisik dilarutkan dalam plasma di bawah kondisi HBO2 untuk menjaga jaringan
tetap hidup tanpa oksigen yang terbawa haemoglobin sehingga dapat
mengkompensasi hipoksia yang terjadi.

4. Arterial Insufficiencies

Pada luka yang sulit sembuh terjadi karena interaksi antara hipoperfusi jaringan,
hipoksia, dan infeksi. Oksigenasi hiperbarik dicapai ketika pasien bernafas 100%
oksigen pada tekanan atmosfer yang meningkat. Secara fisiologis, ini
menghasilkan peningkatan proporsional langsung dalam fraksi volume oksigen
plasma yang diangkut untuk metabolisme sel. Peningkatan PO2 arteri hingga 1500
mmHg atau lebih besar dicapai dengan 2 hingga 2,5 atm absolut dapat
meningkatkan kadar PO2 otot dan jaringan lunak.
5. Anemia berat

Pada awal tahun 1959, Boerema menunjukkan bahwa babi dengan kadar Hgb 0,4
hingga 0,6 g / dL dapat bertahan dalam jangka pendek jika mereka mendapatkan
ventilasi O2 dalam ruang hiperbarik pada 0,3 MPa. Berdasarkan penelitian diatas
terapi HBO2 berguna pada pasien anemia berat yang tidak dapat ditransfusi
dikarenakan dapat mengompensasi oksigen debt pada pasien tersebut

6. Intracranial Abscess (ICA)


Terapi oksigen hiperbarik tambahan (HBO2) dapat memberikan manfaat
terapeutik tambahan pada intracranial abscess. Pertama, tekanan parsial oksigen
yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan kuman penyebab ICA yang
didominasi yang bersifat anaerobik. Kedua, HBO2 dapat menyebabkan penurunan
pembengkakan otak perifocal. Ketiga, HBO2 memiliki potensi untuk
meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh. Namun ada kriteria pasien ICA bisa
mendapatkan terapi HBOT yakni:
 multiple abses
 Abses di lokasi yang dalam atau dominan
 Imunitas host baik
 Dalam situasi di mana operasi merupakan kontraindikasi

 Tidak ada respon atau adanya kerusakan lebih lanjut meskipun telah
dilakukan operasi standar dan pengobatan antibiotik.

7. Necrotizing Soft Tissue Infections

Hipoksia diketahui mengganggu fagositosis oleh leukosit polimorfonuklear. (1)


Setelah proses infektif dimulai, produk metabolisme aerobik dan anaerobik
cenderung menurunkan potensi oksidasi-reduksi (Eh), yang menyebabkan
penurunan pH, yang menciptakan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan
organisme anaerobik. Ketika suplai darah ke jaringan menurun dan terjadi iskemia
maka ini akan menjadi predisposisi untuk perkembangan proses infeksi dalam
kulit dan jaringan subkutan, diperparah oleh leukosit polimorfonuklear yang tidak
berfungsi. Selain itu terapi oksigen hiperbarik dapat mengurangi jumlah leukosit
yang mengalami disfungsi akibat hipoksia dan memberikan oksigenasi ke area
iskemik, sehingga membatasi penyebaran dan perkembangan infeksi. Selain itu
terapi oksigen hiperbarik dapat bertindak untuk meningkatkan penetrasi antibiotik
ke bakteri target. Peningkatan efek pasca-antibiotik oleh oksigen hiperbarik telah
ditunjukkan untuk aminoglikosida dan Pseudomonas.

8. Osteomyelitis (Refractory)

Neutrofil memerlukan ketegangan oksigen jaringan 30-40 mmHg untuk


menghancurkan bakteri dengan mekanisme pembunuhan oksidatif. Pembunuhan
organisme Gram-negatif dan Gram-positif aerob, termasuk Staphylococcus aureus
dimediasi leukosit akan pulih ketika ketegangan oksigen intrinsik tulang
meningkat ke tingkat fisiologis atau supra-fisiologis. Selain meningkatkan
aktivitas leukosit, HBO2 membantu untuk menambah transportasi antibiotik
tertentu di dinding sel bakteri. Selain itu Ada bukti bahwa HBO2 meningkatkan
osteogenesis. Data pada hewan menunjukkan bahwa mineralisasi tulang dan
penyembuhan dapat dipercepat oleh paparan intermiten ke dari hyperbaric
oxygen. Remodeling tulang oleh osteoklas bergantung pada oksigen. Akibatnya,
ketegangan oksigen yang tidak memadai menghambat debridemen mikroskopik
dari tulang yang mati dan terinfeksi oleh osteoklas.

9. Delayed Radiation Injury (Soft Tissue and Bony Necrosis)

Penyebab pasti dan proses biokimia yang menyebabkan Delayed Radiation Injury
bersifat kompleks yakni obliterasi vaskular dan fibrosis stroma, dampak yang
diketahui dari oksigen hiperbarik dalam merangsang angiogenesis adalah
mekanisme yang jelas dan penting dimana oksigen hiperbarik efektif dalam cedera
radiasi.

10. Compromised Grafts and Flaps

Terapi oksigen hiperbarik (HBO2T) tidak diperlukan dan tidak direkomendasikan


untuk mendukung graft atau flap yang normal. Namun, dalam jaringan
dikompromikan oleh radiasi atau dalam kasus lain di mana ada penurunan perfusi
atau hipoksia, HBOT telah terbukti sangat berguna dalam menyelamatkan flap.
Oksigen hiperbarik dapat membantu memaksimalkan viabilitas jaringan yang
terganggu sehingga mengurangi kebutuhan untuk mengulang atau mengulang
prosedur flap.

11. Acute Thermal Burn Injury

12. Idiopathic Sudden Sensorineural Hearing Loss


Dasar pemikiran untuk penggunaan oksigen hiperbarik untuk mengobati ISSHL
didukung oleh pemahaman tentang metabolisme tinggi dan kurangnya
vaskularisasi ke koklea. Koklea dan struktur di dalamnya membutuhkan pasokan
oksigen yang tinggi. Pasokan vaskular langsung, terutama untuk organ Corti.
Oksigenasi jaringan ke struktur dalam koklea terjadi melalui difusi oksigen dari
jaringan kapiler koklear ke perilymph dan cortilymph. Perilymph adalah sumber
oksigen utama untuk struktur intracochlear ini. Sayangnya, tekanan oksigen
perilymph menurun secara signifikan pada pasien dengan ISSHL. Untuk
mencapai peningkatan konsisten konten oksigen perilymph, perbedaan
konsentrasi oksigen perilymphatic arteri harus sangat tinggi. Ini dapat dipulihkan
dengan terapi oksigen hiperbarik. Pasien dengan ISSHL sedang hingga berat (≥ 41
dB) yang datang dalam 14 hari onset gejala harus dipertimbangkan untuk
mendapatkan terapi hiperbarik. Bukti terbaik mendukung penggunaan HBO2
dalam dua minggu onset gejala.


Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik2,3

Kontraindikasi Alasan Kondisi yang


Absolut Diperlukan
Sebelum HBOT

Untreated  Gas emboli Thoracostomy


pneumothorax  Tension pneumothorax
 Pneumomediastinum
Bleomycin Interstitial pneumonitis Tidak ada
perawatan

Cisplatin Gangguan penyembuhan luka Tidak ada


perawatan
Disulfiram Memblok superoksida Hentikan
dismutase, yang melindungi pengobatan
terhadap toksisitas oksigen

Doxorubicin Cardiotoxicity Hentikan


pengobatan

Sulfamylon Gangguan penyembuhan luka Hentikan


pengobatan

Kontraindikasi relative Alasan Kondisi yang


Diperlukan Sebelum
HBOT

Asthma Udara terperangkap saat Control dengan obat


”ascent” dapat obatan
menyebabkan
pneumotoraks

Claustrophobia Anxiety Pengobatan dengan


benzodiazepines

Congenital spherocytosis Hemolisis berat Tidak ada; HBOT hanya


untuk keadaan darurat

Penyakit paru obstruksi Hilangnya dorongan Observasi dalam chamber


kronik (PPOK) hipoksia untuk bernapas

Disfungsi tuba eustachian Barotrauma ke membran Latihan , penggunaan PE


timpani tube

Demam tinggi Risiko kejang yang lebih Berikan obat antipiretik


tinggi

Pacemakers or epidural Kerusakan atau deformasi Pastikan kemampuan alat


pain pump perangkat di bawah dalam tekanan
tekanan
Kehamilan Efek tidak diketahui pada Tidak ada; HBOT hanya
janin untuk keadaan darurat

Kejang dapat menurunkan Kontrol kejang, dapat


ambang kejang diberikan benzodiazepine

Infeksi saluran nafas Barotrauma Resolusi gejala atau


bagian atas dekongestan

C. Prosedur Terapi Hiperbarik4,5


1. Setiap pasien harus mendaftar di loket registrasi.
2. Dokter Terapi Oksigen Hiperbarik (TOHB) memberikan penjelasan terkait rencana
tindakan TOHB, mencakup tujuan tindakan, manfaat, risiko dan efek samping TOHB.
3. Bila pasien setuju maka pasien menandatangani persetujuan pada format informed
consent yang sudah disediakan.
4. Dokter TOHB melakukan pengkajian kepada pasien, mencakup:
a. Anamnesis pasien.
b. Pemeriksaan fisik, berupa keadaan umum, tanda vital, status generalis, status
neurologi dan status lokalis.
c. Pemeriksaan lain terkait indikasi untuk mengetahui ada/tidaknya kontraindikasi terapi
dengan Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT), yaitu dengan pemeriksaan:
- EKG
- Thorax foto
- Laboratorium (sesuai dengan kondisi pasien)
- Pemeriksaan lainnya disesuaikan dengan kasus yang bersangkutan
(audiogram, foto fundus, angiografi, tonometri)
- Penderita Caison Disease/ Arterial Gas Emboli (AGE) yang tidak sadar (status
emergensi) perlu tindakan miringotimi (menggunakan kateter IV sesuai
kebutuhan).
- Dokter merujuk dan mengkonsultasikan ke fasilitas pelayanan hiperbarik yang
lebih mampu jika diperlukan.
5. Perawat TOHB mengarahkan pasien melakukan ekualisasi yaitu upaya menyamakan
tekanan antara telinga bagian tengah dengan tekanan udara di luar. Ekualisasi dapat
dilakukan dengan 2 cara, antara lain:
- Menutup hidung dan mulut lalu menghembuskan udara sehingga udara keluar
melalui kedua lubang telinga.
- Menelan atau minum air beberapa kali.
6. Perawat HBO harus mendampingi pasien selama tindakan terapi hiperbarik dalam
ruang Ruang Udara Bertekanan Tinggi.
7. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a. Selama prosedur HBO berlangsung, komunikasi perawat pendamping, pasien, dengan
operator chamber harus intensif, khususnya pada saat proses kompresi.
b. Apabila dalam prosedur HBO terjadi efek samping/ keluhan pasien/ perawat
pendamping yang bersifat urgen, masker oksigen dilepas dan prosedur HBO harus
dihentikan (dikeluarkan).
c. Selama prosedur HBO berlangsung, perawat pendamping harus senantiasa memantau/
menayakan apakah pasien ada keluhan atau tidak.
d. Apabila prosedur HBO sementara berlangsung dan pasien membutuhkan suplai obat/
makanan/ minuman dari luar, masukkan melalui medical lock.
e. Selama periode isap oksigen, sebaiknya pasien tidak tidur.
f. Selama periode istirahat, pasien boleh makan / minum.
g. Pasien infeksius dan luka yang berbau harus dikondisikan dengan jadwal pasien lain.
h. Pasien yang akan melakukan penerbangan, dilakukan dalam jangka waktu 4-6 jam
setelah prosedur.
i. Pasien sebaiknya dilakukan terapi HBO 1x perhari berturutturut selama 5 hari dan
diistrahatkan 2 hari
8. Tabel terapi yang digunakan tergantung indikasi pasien, ada tabel klinis dan tabel
kompresi.
Gambar 2.8. Tabel terapi klinis yang digunakan di KKP Kelas II Mataram.4

Gambar 2.9. Tabel terapi rekompresi (tabel 5 US NAVY) yang digunakan di KKP Kelas II Mataram. 4
Gambar 2.10. Tabel terapi rekompresi (tabel 6 US NAVY) yang digunakan di KKP Kelas II Mataram.4
BAB III
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R

Umur : 39 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen

Alamat : Gili Trawangan

Tgl. Pemeriksaan : 26 Juni 2014

2. ANAMNESIS (autoanamnesis)
Keluhan utama: nyeri lutut kiri

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien laki-laki berumur 39 tahun datang ke poli KKP Mataram dengan keluhan
nyeri lutut kiri yang dirasakan sejak 4 jam setelah menyelam pada tanggal 25 Juni 2014.
Nyeri lutut terutama dirasakan saat pasien meluruskan kaki dan dirasakan lebih ringan
saat ditekuk. Pasien mulai menyelam pada pukul 07.30 WITA selama 40 menit dengan
kedalaman 20 meter. Pasien naik kedaratan sekitar pukul 08.10 WITA. Sekitar 2 jam
setelah menyelam pasien mengeluhkan timbul kemerahan pada kulit bagian perut kiri
tengah sebesar telapak tangannya. Keluhan lain seperti sesak, mual, muntah, pusing,
kesemutan atau mati rasa pada ekstremitas bawah kiri disangkal. Pasien diketahui tidak
menggunakan dive computer. Pasien juga menyangkal adanya serangan panik. BAB
terakhir pagi hari sebelum melakukan penyelaman dan BAK terakhir pukul 10.00 Wita.

Dive Profile:
Waktu: 07.30 Waktu: 08.10 Onset gejala: 12.00

Penyelaman Gejala
1. Nyeri sendi
Dept : 20 m 2. Kemerahan di
Tidak ada deco stop
perut

Bottom time : 40 menit

Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat keluhan serupa disangkal oleh pasien, Hipertensi (-), Jantung (-), Asma (-).

Riwayat Pengobatan: terapi hiperbarik (-)

3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis:
KU: baik
Kesadaran: Compos Mentis
TD: 120/70 mmHg
N: 88x/menit
RR: 20x/menit
T: 36, 4 C

Status Lokalis:
Kepala
 Bentuk dan ukuran : normal
 Rambut : normal
 Edema : (-)
 Parese N. VII : (-)
 Hiperpigmentasi : (-)
 Nyeri tekan kepala : (-)
- Mata
 Simetris
 Alis normal
 Exopthalmus : (-/-)
 Ptosis : (-/-)
 Nystagmus : (-/-)
 Strabismus : (-/-)
 Edema palpebra : (-/-)
 Konjungtiva : anemis (-/-), hiperemia (-/-)
 Sclera : ikterus (-), hiperemia (-/-), pterygium (-/-)
 Pupil : Refleks pupil +/+, isokor, bentukbulat, Ø 3 mm, miosis
(-/-), midriasis (-/-)
 Kornea : normal
 Lensa : pseudopakia (-/-), keruh (-/-)
 Pergerakan bola mata : normal kesegalaarah
- Telinga
 Bentuk : normal, simetrisantarakiri dan kanan.
 Liang telinga (MAE) : normal, sekret (-/-), serumen (-/-).
 Nyeri tekan tragus : (-/-)
 Peradangan : (-/-)
 Pendengaran : kesan normal
- Hidung
 Simetris
 Deviasi septum : (-/-)
 Napascupinghidung : (-)
 Perdarahan : (-/-)
 Sekret : (-/-)
 Penciuman : kesan normal
- Mulut
 Simetris
 Bibir : sianosis (-), pucat (-), stomatitis angularis (-), ulkus (-)
 Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-).
 Lidah : glositis (-), atrop ipapillidah (-), lidah berselaput (-),
kemerahan di pinggir (-), tremor (-), lidah kotor (-).
 Gigi geligi : normal
 Mukosa : normal
- Leher
 Simetris
 Deviasitrakea : (-)
 Kaku kuduk : (-)
 Pembesaran KGB : (-)
 JVP : dbn
 Otot SCM : aktif (-), hipertrofi (-)
 Pembesarantiroid : (-)
- Thorax
 Inspeksi:
1) Bentuk dan ukuran dada normal simetris, cutis marmorata (-), vulnus
excoriatum(-)
2) Pergerakan dinding dada simetris.
3) Permukaan dinding dada: scar (-), massa (-), spider naevi (-), ictus cordis
taktampak.
4) Penggunaan otot bantu napas: otot SCM tidak aktif, hipertrofi otot SCM (-)
5) Tulang iga dan sela iga: pelebaran ICS (-), penyempitan ICS (-).
6) Fossa supraklavikula dan infraklavikula cembung simetris, fossa jugularis: deviasi
trakea (-).
7) Tipe pernapasan torako-abdominal dengan frekuensi napas 20 x/menit.
 Palpasi:
1) Posisi mediastinum: deviasi trakea (-), ictus cordis teraba di ICS VI linea
aksilaris anterior sinistra, thrill (-).
2) Nyeri tekan (-), benjolan (-), krepitasi (-), suhu normal.
3) Pergerakan dinding dada simetris
4) Vocal fremitus
Normal Normal
Normal Normal
Normal Normal
 Perkusi:
1) Densitas
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
2) Batas paru-jantung: Dextra → ICS II linea parasternalis dekstra
Sinistra → ICS VI linea aksilaris anterior sinistra
3) Batas paru-hepar:
- Ekspirasi → ICS IV
- Inspirasi → ICS VI Ekskursi: 2 ICS
 Auskultasi:
1) Cor : S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-).
2) Pulmo :
- Vesikuler :
+ +
+ +
+ +
- Rhonkibasah :
- -
- -
- -
- Wheezing :
- -
- -
- -

- Abdomen
 Inspeksi:
1) Distensi (-)
2) Umbilikusmasukmerata
3) Permukaankulit: ikterik (-), cutis marmorata (+) di region lumbal dextra, vulnus
excoriatum (-), bercak luka yang mengering (-), scar (-), massa (-), vena kolateral
(-), caput medusa (-).
 Auskultasi:
1) Bising usus (+) normal
2) Metalic sound (-)
3) Bising aorta (-)
 Perkusi:
1) Timpani (+) pada seluruh lapang abdomen
2) Nyeri ketok (-)
3) Shifting dullness (-)
 Palpasi:
1) Nyeri tekan
- - -
- - -
- - -
2) Massa (-)
3) Hepar/lien/ren tidak teraba
4) Hepatomegali (-), splenomegali (-)

- Ekstremitas
Ekstremitas Atas  Akral hangat : +/+
 Pucat : -/-  Pucat : -/-
 Deformitas : -/-  Deformitas : -/-
 Edema : -/-  Edema : -/-
 Sianosis : -/-  Sianosis : -/-
 Petekie : -/-
 Bercakluka : -/-
 Kekuatan :5/5  Petekie : -/-
 Parasthesia :-/-  Bercak luka : -/-
 Sendi : dbn  Kekuatan :5/5
 RT : < 2 detik  Parasthesia :-/-
Ekstremitas Bawah  Sendi : nyeri tekan
 Akral hangat : +/+ -/+, nyeri saat digerakan -/+

4. DIAGNOSIS

Decompression sickness (DCS) type 1

5. TATALAKSANA
- Terapi Oksigen Hiperbarik

- Neurobion 1 tablet perhari

II. Indikasi Dilakukan Terapi Hiperbarik


Pada kasus ini terapi oksigen hiperbarik yang dilakukan karena pasien mengalami
penyakit dekompresi tipe 1 akibat menyelam.

III. Prosedur Terapi Hiperbarik Yang dijalankan Pasien


1. Pasien harus mendaftar di loket registrasi.
2. Dokter Hyperbaric oxygen (HbO) memberikan penjelasan terkait rencana tindakan
Hyperbaric oxygen (HbO), mancakup tujuan tindakan, manfaat, risiko dan efek samping
Hyperbaric oxygen (HbO)
3. Bila pasien setuju maka pasien menandatangani persetujuan pada format informed
consent yang sudah disediakan.
4. Dokter Hyperbaric oxygen (HbO) melakukan pengkajian kepada pasien, mencakup:
a. anamnesis pasien.
b. Dokter Hyperbaric oxygen (HbO) melakukan pemeriksaan fisik, berupa keadaan
umum, tanda vital, status generalis, status neurologi dan status lokalis.
c. Dokter melakukan pemeriksaan lain terkait indikasi untuk mengetahui ada / tidaknya
kontraindikasi terapi dengan Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT), yaitu dengan
pemeriksaan:
1) Thorax foto
2) Laboratorium (sesuai dengan kondisi pasien)
5. Menentukan tabel terapi rekompresi. Pada pasien ini menggunakan l tabel 6 US NAVY.
6. Meminta pasien menggunakan pakaian yang nyaman dan melepaskan semua aksesoris
yang terbuat dari logam seperti jam tangan, ikat pinggang, perhiasan dan lain sebagainya.
KIE pasien mengenai tata cara terapi hiperbarik dan hal yang perlu dilakukan saat berada
di dalam chamber.
7. Pasien dimasukkan kedalam ruang chamber dengan bantuan perawat
- Pintu ruangan chamber ditutup rapat
- Diberikan tekanan menggunakan udara tekan sedikit demi sedikit sambil
memperhatikan keadaan umum pasien melalui celah kaca pada alat atau dengan
berkomunikasi melalui radio sampai tekanan mencapai 2,8 ATM (kedalaman 0 s/d 60
feet) pada skala manometer tekanan yang terletak di bagian tengah alat
8. Pasien diminta untuk mulai memasang masker dan menghirup oksigen murni selama 20
menit pertama dengan nafas yang teratur.
9. Pasien diminta untuk istirahat selama 5 menit dengan melepas masker oksigen yang
dipakai dan bernafas secara teratur.
10. Pasien diminta untuk memasang masker dan mulai menghirup oksigen murni untuk 20
menit ke 2 dan bernafas secara teratur.
11. Pasien diminta untuk istirahat ke 2 selama 5 menit dengan melepas masker oksigen yang
dipakai dan bernafas secara teratur.
12. Pasien diminta untuk memasang masker dan mulai menghirup oksigen murni untuk 20
menit ke 3 dan bernafas secara teratur.
13. Pasien diminta untuk istirahat ke 3 selama 5 menit dengan melepas masker oksigen yang
dipakai dan bernafas secara teratur.
14. Pasien diminta untuk memasang masker dan mulai menghirup oksigen murni untuk 30
menit ke 4 dan bernafas secara teratur. Tekanan chamber diturunkan perlahan selama 30
menit hingga mencapai 1,2 ATA.
15. Pasien diminta untuk istirahat ke 4 selama 15 menit dengan melepas masker oksigen
yang dipakai dan bernafas secara teratur.
16. Pasien diminta untuk memasang masker dan mulai menghirup oksigen murni untuk 60
menit ke 5 dan bernafas secara teratur.
17. Pasien diminta untuk istirahat ke 5 selama 15 menit dengan melepas masker oksigen
yang dipakai dan bernafas secara teratur.
18. Pasien diminta untuk memasang masker dan mulai menghirup oksigen murni untuk 60
menit ke 6 dan bernafas secara teratur.
19. Pasien diminta untuk memasang masker dan mulai menghirup oksigen murni untuk 30
menit ke 7 dan bernafas secara teratur. Tekanan chamber diturunkan perlahan selama 30
menit hingga mencapai 1 ATA.
20. Pasien diminta untuk melepas masker oksigen yang dipakai. Pintu chamber terbuka
dengan sendirinya yang menandakan proses terapi telah selesai
21. Terapi oksigen hiperbarik kembali diulang satu hari kemudian dengan menggunakan
tabel 5 US NAVY.

IV. Perkembangan pasien setelah terapi


Menurut penuturan pasien setelah mendapatkan terapi oksigen hiperbarik tersebut,
keluhan dirasakan semakin berkurang dan telah membaik. Pasien merasakan nyaman dengan
terapi oksigen hiperbarik ini.
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus yang dipilih, pasien merupakan penderita penyakit dekompresi. Penyakit ini
merupakan salah satu penyakit yang terjadi akibat kegiatan penyelaman. Saat kita menyelam,
akibat terjadinya peningkatan tekanan, maka udara yang dihirup lebih banyak dari biasanya.
Seperti kita ketahui bahwa udara yang kita hirup saat menyelam adalah mayoritas Oksigen dan
Nitrogen. Peningkatan oksigen yang dihirup akan berdampak positif bagi metabolisme tubuh,
namun gas nitrogen tidak digunakan oleh tubuh kita. Maka akibatnya, gas Nitrogen akan
terakumulasi didalam tubuh penyelam proporsi dengan durasi menyelam dan kedalaman
penyelaman. Dengan kata lain, semakin dalam kita menyelam, semakin lama kita menyelam,
maka akumulasi nitrogen didalam tubuh penyelam akan semakin banyak.
Hukum Henry menyatakan bahwa kelarutan gas dalam cairan berbanding lurus dengan
tekanan yang didapat gas dan cairan tersebut. Ketika nitrogen di dalam tangki udara penyelam
larut ke jaringan lemak atau cairan sinovial di kedalaman laut, nitrogen akan dilepaskan dari
jaringan-jaringan tersebut seraya dengan naiknya penyelam ke lingkungan dengan tekanan yang
lebih rendah. Hal ini terjadi perlahan dan bertahap bila penyelam juga naik dengan perlahan dan
bertahap, lalu nitrogen akan masuk ke sirkulasi menuju paru dan keluar saat ekspirasi. Namun
bila penyelam naik dengan cepat, nitrogen keluar dari jaringan dengan cepat juga lalu
terbentuklah gelembung-gelembung udara. Bila gelembung sudah terbentuk, mereka dapat
merusak jaringan dengan beberapa cara. Gelembung udara ini akan mempunyai efek pada sistem
organ yaitu gelembung dapat mengganggu sel-sel dan menyebabkan hilangnya fungsi, serta
dapat menjadi emboli dan menghambat sirkulasi terutama di kapiler.
Pasien diatas didiagnosis dengan DCS tipe 1. DCS tipe 1 dapat terjadi bila gelembung udara
terbentuk pada jaringan sekitar sendi kerangka tubuh. Gejala biasanya berupa nyeri pada 1 atau
beberapa sendi sisi unilateral. Tempat yang paling sering terkena adalah lutus, siku dan bahu.
Penyakit dekompresi juga dapat bermanifestasi sebagai kelainan pada kulit. Gelembung nitrogen
dapat menyebabkan bintik-bintik benjolan maupun ruam. Gejala pada kulit menunjukkan adanya
masalah pada daerah lain. Tanda khusus pada kulit yang menggambarkan DCS serius adalah
kutis marmorata, dimana terdapat belang berwarna gelap yang dikelilingi area pucat di
sekelilingnya pada kulit, yang menandakan terbentuknya gelembung udara yang cukup banyak di
dalam tubuh. Jika dibiarkan tanpa penanganan, DCS tipe 1 dapat menjadi tipe 2.
Terapi defintif dari pasien yang mengalami DCS adalah dengan menggunakan terapi
hiperbarik oksigen. Terapi Oksigen Hiperbarik merupakan terapi di mana pasien bernapas
dengan oksigen 100% selama berada di suatu ruangan yang bertekanan lebih tinggi dari tekanan
permukaan laut. Terapi oksigen hiperbarik dengan indikasi rekompresi digunakan untuk
mengurangi ukuran gelembung, tidak hanya melalui tekanan, tetapi juga dengan menggunakan
gradien oksigen. Menurut hukum Boyle, volume gelembung menjadi lebih kecil saat tekanan
meningkat. Gelembung yang menyebabkan DCS diduga terdiri dari nitrogen. Ketika tekanan
atmosfer menurun, nitrogen merembes keluar dari darah, jaringan, atau keduanya. Selama terapi
hiperbarik, pasien menghirup 100% oksigen, menciptakan darah kaya oksigen dan miskin
nitrogen, yang menciptakan perbedaan gradien nitrogen antara darah dan gelembung, sehingga
nitrogen mengalir dari gelembung ke dalam aliran darah, yang pada dasarnya membuat
gelembung menjadi lebih kecil.
Proses terapi hiperbarik dari awal sampai akhir menggunakan tabel terapi. Tabel terapi yang
saat ini direkomendasikan untuk tujuan terapi rekompresi adalah tabel 5 dan 6 US Navy.
Terapi standar untuk DCS tipe 1 dapat dilihat pada Gambar 1. Hal ini berlaku jika seluruh
pemeriksaan neurologis telah dilakukan, namun jika terdapat kelainan pada pemeriksaan
neurologi maka pasien harus diterapi sebagai DCS tipe 2.6 Pada pasien diatas, tidak ditemukan
kelainan pada pemeriksaan neurologis, sehingga diterapi sebagai DCS tipe 1. Pasien melakukan
terapi oksigen hiperbarik sebanyak 2 kali. Pada terapi pertama pasien mengaku terdapat
perbaikan gejala namun gejala tidak hilang. Oleh karena itu pasien menjalankan terapi oksigen
hiperbarik kedua keesokan harinya menggunakan tabel 5. Setelah melakukan terapi, gejala yang
dirasakan pasien jauh lebih membaik.
Gambar 4.1. Terapi Decompression Sicknes Tipe 1

Gambar bagan terapi diatas menunjukkan bahwa penentuan penggunaan tabel terapi
dilakukan setelah pasien berada di dalam chamber saat melakukan terapi hiperberik pada 10
menit pertama berdasarkan respon klinis yaitu apakah terdapat perbaikan gejala atau tidak. Jika
terdapat perbaikan gejala, maka terapi dilanjutkan menggunakan tabel 5, namun jika tidak
terdapat perbaikan gejala maka terapi dilanjutkan dengan tabel 6.6

Indikasi terapi table 5 antara lain:


 DCS tipe 1 (kecuali untuk cutis marmorata)
 Pemeriksaan neurologis tidak menunjukkan adanya kelainan lainnya. Setelah tiba pada
kedalaman 60 feet pemeriksaan neurologis harus dilakukan untuk memastikan tidak ada
gejala neurologis (mis., kelemahan, mati rasa, kehilangan koordinasi). Jika terdapat
gejala neurologis maka harus diobati dengan menggunakan Tabel Pengobatan 6.
 Follow up treatment untuk gejala sisa
 Keracunan karbon monoksida

Dalam terapi menggunakan tabel 5 terdapat tiga hal yang diterapkan, yaitu:
 1. Gejala hanya terdiri dari nyeri sendi (assensment neurologis menunjukkan hasil yang
normal)
 2. onset gejala dalam waktu kurang dari 6 jam
 3. terdapat perbaikan gejala dalam waktu 10 menit saat mencapai kedalaman rekompresi
60 fsw

Indikasi terapi tabel 6 diantaranya:


 Emboli gas arterial
 DCS tipe II
 DCS tipe I dimana jika dalam waktu 10 menit pada kedalaman 60 kaki tidak terdapat
perubahan gejala atau nyeri bertambah parah maka rekompresi dengan table 6 harus bisa
dilakukan
 Cutis marmorata
 Keracunan karbon monoksida berat, keracunan sianida, atau inhalasi asap
 Gejala kambuh pada kedalaman yang lebih dangkal yaitu kurang dari 60 fsw

Pasien melakukan terapi oksigen hiperbarik sesuai dengan indikasi yaitu penyakit
dekompresi. Tabel terapi yang digunakan untuk pasien adalah tabel 6. Hal tersebut sesuai dengan
indikasi terapi tabel 6 karena pasien didiagnosis dengan DCS tipe 1 yang disertai adanya kutis
marmorata. Pasien DCS tipe 1 juga diterapi menggunakan tabel 6 apabila tidak terdapat
perbaikan gejala saat 10 menit di kedalaman 60 fsw.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan RI, 2008. Profil Kantor Kesehatan Pelabuhan [Internet]. Available
at: https://kespel.kemkes.go.id/kkp/kkp_public.
2. Undersea and Hyperbaric Medical Society. Indications for Hyperbaric Oxygen Therapy
[Internet]. Available at: https://www.uhms.org/resources/hbo-indications.html
3. Latham E. Hyperbaric Oxygen Therapy [Internet]. 2017. Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/1464149-overview
4. Anonym. Standar prosedur operasional pelayanan hiperbarik chamber RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo Makasar [Internet]. Available at: https://med.unhas.ac.id/
5. Kementrian Kesehatan RI, 2008. Standar Pelayanan Medik Hiperbarik. Available at:
http://www.lshk.or.id/uu/KMK%20No.%20120%20ttg%20Standar%20Pelayanan
%20Medik%20Hiperbarik.pdf.
6. United Stated Navy. 2016. U.S. Navy Diving Manual. Revision 7. Washington. Available
at: http://www.navsea.navy.mil/Portals/103/Documents/SUPSALV/Diving/US
%20DIVING%20MANUAL_REV7.pdf?ver=2017-01-11-102354-393.

You might also like

  • DMK 10
    DMK 10
    Document7 pages
    DMK 10
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet
  • MR TGL 21 Beneran
    MR TGL 21 Beneran
    Document8 pages
    MR TGL 21 Beneran
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet
  • DMK 1
    DMK 1
    Document7 pages
    DMK 1
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet
  • MR TGL 19-05-18
    MR TGL 19-05-18
    Document14 pages
    MR TGL 19-05-18
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet
  • DMK 7
    DMK 7
    Document7 pages
    DMK 7
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet
  • DMK 5
    DMK 5
    Document7 pages
    DMK 5
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet
  • DMK 2
    DMK 2
    Document7 pages
    DMK 2
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet
  • DMK 6
    DMK 6
    Document7 pages
    DMK 6
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet
  • DMK 5
    DMK 5
    Document7 pages
    DMK 5
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet
  • DMK 5
    DMK 5
    Document7 pages
    DMK 5
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet
  • DMK 2
    DMK 2
    Document7 pages
    DMK 2
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet
  • DMK 3
    DMK 3
    Document7 pages
    DMK 3
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet
  • Bab Iv Fix
    Bab Iv Fix
    Document15 pages
    Bab Iv Fix
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Document3 pages
    Daftar Isi
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet
  • JUDUL
    JUDUL
    Document1 page
    JUDUL
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Document7 pages
    Bab Ii
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet
  • DMK 9
    DMK 9
    Document7 pages
    DMK 9
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet
  • KETERSEDIAAN OBAT 20 Indikator
    KETERSEDIAAN OBAT 20 Indikator
    Document1 page
    KETERSEDIAAN OBAT 20 Indikator
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Document6 pages
    Bab Iii
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Document16 pages
    Bab Iv
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet
  • JUDUL
    JUDUL
    Document1 page
    JUDUL
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet
  • DMK 9
    DMK 9
    Document7 pages
    DMK 9
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet
  • DMK 5
    DMK 5
    Document7 pages
    DMK 5
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet
  • Bab Vi
    Bab Vi
    Document3 pages
    Bab Vi
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet
  • Sitasi Atika
    Sitasi Atika
    Document1 page
    Sitasi Atika
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet
  • Petunjuk Praktikum Parasitologi - Pemeriksaan KOH+ Scabies
    Petunjuk Praktikum Parasitologi - Pemeriksaan KOH+ Scabies
    Document5 pages
    Petunjuk Praktikum Parasitologi - Pemeriksaan KOH+ Scabies
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet
  • Gambaran Umum Puskesmas
    Gambaran Umum Puskesmas
    Document7 pages
    Gambaran Umum Puskesmas
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet
  • DMK 9
    DMK 9
    Document7 pages
    DMK 9
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet
  • Laporan Tutorial 1
    Laporan Tutorial 1
    Document57 pages
    Laporan Tutorial 1
    Gerbong 5 Articulatio
    No ratings yet