Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
Muhammad Irham Fanani
20130310087
Disusun oleh :
Nama: Muhammad Irham Fanani
NIM: 20130310087
Disahkan oleh :
Dokter Pembimbing,
2
DAFTAR ISI
1
BAB I
PENJABARAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. AM
Usia : 32 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Suruh
Pekerjaan : Penjahit
Status perkawinan : Menikah
Masuk RS : Tanggal 22 Juni 2018 pukul 19.00 WIB
Bangsal : Cempaka 7-C
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Mual dan muntah >10 kali dam sehari
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan mual, muntah >10x dalam sehari sejak
3 hari SMRS. Muntah didahului dengan mual, lalu keluar berisi makanan
dan air bercampur darah. Mual dan muntah tidak membaik dengan
pemberian makan. Pasien juga mengeluhkan sesak nafas. Sesak nafas
dirasakan terutama ketika beristirahat, pasien mengeluhkan lebih sesak jika
dalam kondisi berbaring, dan sedikit lebih baik jika duduk. Keluhan nyeri
dada sebelah kiri disangkal. Lemas, letih, lesu, dan mudah lelah (+), pusing
geliyer (-). Pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati. Nyeri dirasakan sejak 3
hari SMRS, semakin memberat. BAK sedikit sedikit, kira-kira ± 2 gelas
belimbing per hari. BAB sekarang tidak ada keluhan, tetapi sebulan SMRS
pernah BAB hitam 1x seperti petis dan diare dengan frekuensi lebih dari 3
2
kali dalam sehari tidak disertai lendir dan darah. Riwayat tungkai bengkak
sebelumnya (-). Pasien mengatakan tidak nafsu makan. Batuk kering (+),
pilek (-). Pasien mengatakan BB stabil dan tidak ada penurunan BB yang
drastis.
Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat ke dokter maupun ke pelayan an
kesehatan lainnya. Riwayat berobat dengan obat warung (+), jamu -
jamuan disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa sebelumnya (-)
Riwayat hipertensi (+) tidak terkontrol
Riwayat diabetes mellitus (-) disangkal
Riwayat alergi (-) disangkal
Riwayat sakit flek dengan pengobatan 6 bulan (-) disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa (-) disangkal.
Riwayat HT (+) ayah pasien.
Riwayat DM (-) disangkal.
Riwayat sakit jantung pada keluarga (-) disangkal.
Riwayat Personal Sosial
Kegiatan fisik aktif, kegiatan sosial di kampung (+)
Merokok (-)
Penggunaan alcohol (-)
Riwayat mengkonsumsi obat-obat pegal linu (-), riwayat
mengkonsumsi jamu (-), obat-obatan warung seperti bodrexin
(+)
Ekonomi menengah ke bawah
Biaya pengobatan di rumah sakit ditanggung BPJS
3
Anamnesis Sistem:
Kepala/Leher : Tampak pucat
THT : Tidak ada keluhan
Respirasi : Sesak nafas
Kardiovaskular : Tekanan darah tinggi
Gastrointestinal : Mual, muntah, nyeri ulu hati dan perut kiri
Urogenital : Kencing sedikit-sedikit
Muskuloskeletal : Tidak ada keluhan
Integumentum : Lebam kehitaman di beberapa bagian tubuh
4
Palpasi Pembesaran Limfonodi (-), Trakea teraba di garis
tengah, JVP 5+2
Pulmo
Inspeksi Bentuk dada simetris, tidak terdapat jejas dan
kelainan bentuk, pernapasan thorakoabdominal,
tanda-tanda nafas kusmaul (+)
Palpasi Tidak ada ketertinggalan gerak dan vokal fremitus
tidak ada peningkatan maupun penurunan
Perkusi Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi Suara vesikular dasar (SDV) : +/+ (positif di lapang
paru kanan dan kiri)
Suara ronkhi: -/-
Wheezing : -/-
Cor
Inspeksi Pulsasi tidak terlihat
Palpasi Teraba ictus cordis di SIC VI 3 cm lateral dari linea
midclavicularis sinistra
Perkusi Batas kanan atas : SIC III linea sternalis dextra
Batas kiri atas : SIC III linea sternalis sinistra
Batas kanan bawah : SIC VI linea sternalis dextra
Batas kiri bawah : SIC VI linea axillaris anterior
sinistra
Auskultasi Suara S1 dan S2 terdengar regular dan tidak ada
bising ataupun suara tambahan jantung
Abdomen
Inspeksi Tidak ada kelainan bentuk abdomen. Tidak terdapat
jejas di seluruh lapang abdomen
Auskultasi Bising usus (+)
5
Palpasi Defens muscular (-), nyeri tekan positif pada
kuadran epigastric dan hipocondriac sinistra.
Perkusi Timpani pada semua kuadran abdomen, area traube
timpani, liver span (batas hepar lobus kanan ± 8cm
dan batas hepar lobus kiri ± 4 cm). Nyeri ketok
ginjal (-)
Ekstremitas
Inspeksi Edema anasarka kedua kaki dan tangan serta wajah
Palpasi Pitting edema (+), akral hangat, CTR <2 detik,
turgor kulit menurun.
6
Monosit 1,6 2–8 %
Neutrofil 91,6 40 – 75 %
Kimia
Ureum 121* 10 – 50 mg/dL
Creatinin 7,9* 1,0 – 1,3 mg/dL
SGOT 20 < 31 U/L
SGPT 11 < 32 U/L
Imuno/Serologi
HbsAg (Rapid) Negative Negative
7
Monosit 1,4 2–8 %
Neutrofil 91,6 40 – 75 %
I. Index Eritrosit
MCV = 84,7 fl
MCH = 31,6 pg
MCHC = 37,4 %
(MCV 80-95 fl, MCH 27-34 pg) anemia normositik normokromik
8
tanpa adanya lendir maupun darah. Riwayat tungkai bengkak sebelumnya (-).
Pasien mengatakan tidak nafsu makan. Dari pemeriksaan fisik, didapatkan
Tekanan darah 176/106 mmHg, HR 90x/menit, RR 25x/menit, suhu 36,6 oC,
skor nyeri 7 dengan skala VAS. Pemeriksaan fisik mata didapatkan konjungtiva
pucat (+/+), pada abdomen didapatkan nyeri tekan (+) pada regio epigastrium
dan hipocondriac sinistra, nyeri ketok ginjal disangkal. Hasil pemeriksaan lab
didapatkan Hb 5.0 g/dl, AE 1,58x106/ul, Hct 13,4 vol%, Ureum 121 mg/dl,
Creatinine 7,9 mg/dl. Hasil perhitungan Laju Filtrasi Glomerolus yaitu 10,25
ml/menit/1,73m 2.
3. A (Asessment)
Diagnosis Kerja :
Chronic Kidney Disease grade V
Hipertensi stage II
Anemia Normositik Normokromik
Observasi Hematemsis Melena
4. P (Planning)
Usulan terapi:
Bedrest total ½ duduk
Diet ginjal pembatasan protein dan garam dapur
O2 3 lpm nasal canul
Infus NaCl 0.9% 10 tpm
Inj Ondansetron 8 mg/8 jam
Inj. Furosemid 20 mg/24 jam
Inj. Omeprazol 20 mg/12 jam
Prorenal 3 x 1
Captopril 3 x 25mg
Amlodipin 1 x 10mg
Sucralfat 3 x C II
9
Asam Folat 2 x 1
CaCO3 3 x 1
Planning:
Lab: Darah lengkap, Elektrolit, Gula Darah Sewaktu, Profil Lipid,
Ureum/Creatinin, SGOT/SGPT, Albumin, Urinalisis, Analisa Gas Darah
Pemeriksaan EKG, Pemasangan DC untuk monitoring balance cairan.
Pemeriksaan Pencitraan USG Ginjal : BNO-IVP
Perbaikan KU dan program transfusi WB 2 kolf dengan premedikasi
injeksi furosemid 1 Ampul
Rencana Program Hemodialisis
Pengawasan KU dan VS
RENCANA AWAL
Nama Penderita: Ny. AM No. RM: 18-19-456879
Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah
(meliputi rencana untuk diagnosis, penatalaksanaan
dan edukasi)
No Masalah Rencana Rencana Rencana Rencana
Diagnosis Terapi Monitor Edukasi
ing
1 CKD stage V - Darah - Tirah baring - Balance Menerangkan
ec. Glomerulo lengkap - Diet ginjal cairan - dan
sklerosis - AGDA 1600 kkal dgn 500 cc menjelaskan
akibat HT tak - Elektrolit 40 gr protein keadaan,
terkontrol + - Faal ginjal - O2 2-4 L/i penatalaksan
Anemia ec. - EKG - IVFD NaCl aan dan
Penyakit - Foto 0,9% 10 gtt/i komplikasi
kronik + toraks - Inj.Furosemide penyakit pada
Observasi PA/lateral 1amp/8jam pasien dan
Hematemesis - Konsul - Captopril keluarga
divisi 3x25mg
nefrologi - Amlodipine
dan 1x10mg
hipertensi - Allopurinol
1x100 mg
- HD cito
10
Prognosis
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
12
sakit dalam stadium terminal atau karena memerlukan dialisis. Namun di Amerika
Serikat diperkirakan sekitar 6%dari populasi dewasa menderita gagal ginjal kronik
dengan GFR > 60 mL/min per 1.73m2 (stadium 1 dan 2 ) dan 4.5% berada dalam
stadium 3 dan 4.2
13
beberapa tipe glomerulonephritis atau paparan toksin pada penyakit tertentu) dan (2)
mekanisme progresif berupa hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron yang masih berfungsi.
Hipertensi sistemik yang terjadi mengakibatkan hipertensi glomerulus. Ginjal
secara normal dilindungi dari hipertensi sistemik dengan adanya mekanisme
otoregulasi. Namun, hal ini tidak terjadi pada tekanan darah yang tinggi. Hipertensi
glomerulus yang terjadi memicu perubahan lokal pada hemodinamik glomerulus
sehingga terjadi kerusakan glomerulus. Respon dari pengurangan jumlah nefron
diperantarai oleh hormon vasoaktif, sitokin, dan faktor pertumbuhan.
Hipertensi glomerulus normalnya merupakan mekanisme adaptasi nefron yang
tersisa untuk meningkatkan kerja glomerulus akibat kehilangan nefron. Dengan
adanya mekanisme adaptasi ini, kehilangan 75% jaringan renal hanya mengakibatkan
turunnya GFR 50% dari normal.6 Hal ini berarti hipertensi sistemik ditranslasikan
secara langsung pada barrier filtrasi glomerulus yang menyebabkan kerusakan
glomerulus. Namun, pada saat ini, terjadi hipertrofi dan hiperfiltrasi renal yang
mengakibatkan jaringan renal lebih terkekspos dengan jumlah zat berbahaya yang
lebih banyak.8
Hipertensi kronik bahkan menyebabkan vasokonstriksi dan sklerosis arteriol
yang menyebabkan atrofi glomerulus dan tubulointerstitial. Faktor pertumbuhan
lainnya seperti angiotensin II, EGF, PDGF, TGF-β, aktivasi kanal ion dan respon gen
awal tertentu terlibat dalam hubungan tekanan darah yang tinggi yang menyebabkan
proliferasi miointima dan sklerosis pembuluh darah.8 Peningkatan aktivitas RAA
yang terjadi juga dapat mengakibatkan hipertrofi dan sklerosis pada nefron yang
masih aktif. Sklerosis yang terjadi disebabkan TGF-β. TGF-β dan faktor pertumbuhan
lainnya penting untuk fibrogenesis glomerulus. Sitokin ini menstimulasi sel
glomerulus untuk memproduksi ECM, menghambat sintesa protease.8
14
DIABETES MELLITUS
15
2.4. Diagnosis Penyakit Ginjal Kronik
Ketika pasien datang yang kita lakukan pertama kali adalah menentukan apa
benar pasien menderita gagal ginjal menyingkirkan diagnosis banding lainnya.
Kemudian, tentukan juga apakah gagal ginjal tersebut akut atau pun kronik. Penyakit
ginjal akut bersifat reversibel, jadi gejala yang ditimbulkan tidaklah terlalu berarti.9
Berbeda dengan penyakit ginjal kronik yang kronis dan irreversibel, menimbulkan
manifestasi gejala pada seluruh tubuh, baik keseimbangan cairan tubuh maupun
gangguan fungsi organ. Gangguan elektrolit biasanya terjadi apabila jumlah nefron
telah berkurang lebih dari 60-70%.5,7,10
Tabel 2.2 Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik10
Stadium GFR(ml/menit/1,73 m2) Gangguan metabolik
1 >90 Asimptomatik, kadar kreatinin mulai
meningkat
2 60-89 PTH mulai meningkat, kadar urea dan
kreatinin serum telah meningkat
3 30-59 Aborpsi kalsium menurun, malnutrisi,
hipernatremia, hipertensi, LVH, anemia,
mual, muntah
4 15-29 Hiperfosfatemia, asidosis metabolik,
peningkatan trigliserida, hiperkalemia,
pruritus
5 <15 atau memerlukan Uremia atau azotemia
dialisis
16
Keluhan penderita gagal ginjal akut biasanya lebih terorientasi pada penyakit
penyebab gagal ginjal akut. Penderita gagal ginjal akut akibat gangguan prerenal akan
mengeluhkan keadaanya yang sesak karena hipertensi, rasa haus(dehidrasi) karena
diare atau sepsis. Penderita gagal ginjal akut akibat gangguan renal akan
mengeluhkan sesuai gejala dari kerusakan ginjal. Penderita gagal ginjal akut akibat
gangguan postrenal akan mengeluhkan nyeri kolik akibat batunya ataupun Lower
Urinary Tract Syndrome akibat BPH. Akan tetapi, bila penderita gagal ginjal akut
sudah menuju ke tahap L/E dari RIFLE, gejala seperti lemah, lesu, anoreksia, mual,
muntah, gatal-gatal, rentan terhadap pendarahan bahkan bisa terjadi kejang-
kejang.12,13,14
Pasien gagal ginjal kronik yang masih berada dalam stadium 1 dan 2
biasanya masih asimptomatik. Stadium 3 dan 4 terjadi poliuria, nokturia, badan
lemah, nafsu makan berkurang dan penurunan BB. Stadium 4/5 telah terjadi gejala
sistemik uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, mual,
muntah, pruritus, osteomalasia, rentan infeksi, gangguan keseimbangan air dan gejala
terus memburuk sampai indikasi transplantasi ginjal. Penderita gagal ginjal kronik
dengan komplikasi, akan mengehipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung,
asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, klorida). 10,14
Gejala yang dialami penderita gagal ginjal akut dan kondisi akut pada gagal
ginjal kronik biasanya sama. Bedanya, pada kondisi akut gagal ginjal kronik,
penderita akan mengeluhkan sesak nafas yang lebih berat dibanding penderita gagal
ginjal akut. Hal ini akibat komplikasi gagal ginjal kronik pada kardiovaskular yang
progresif. Selain itu, penderita gagal ginjal akut selalu mengeluhkan oliguria atau
anuria, sedangkan urinari penderita gagal ginjal kronik tahap awal masih normal atau
bahkan mengalami poliuria akibat kompensasi nefron. 6,10,15
Setelah itu, eksplorasi faktor risiko untuk menentukan penyebab. Faktor
risiko penderita Acute Kidney Injury terbanyak adalah akibat dehidrasi, hipertensi,
gagal jantung, nekrosis tubular akut dan hanya sedikit yang disebabkan obstruksi
saluran kemih. 50% dari gagal ginjal kronik disebabkan oleh diabetes mellitus, 27%
17
disebabkan hipertensi, 13% disebabkan glomerulonefritis dan penyebab lain hanya
berkisar 10%. Perlu ditanyakan obat-obat yang digunakan sebelumnya seperti
diuretik, NSAIDS, ACE-inhibitor, atau ARB untuk mengidentifikasi obat-obatan
yang nefrotoksik. Selain itu, riwayat keluarga penderita gagal ginjal menjadi suatu
faktor resiko penting timbulnya hal yang sama pada keturunannya.16
Setelah anamnesis, selanjutnya lakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik
dianjurkan dilakukan pada ginjal, jantung, paru dan abdomen untuk menyingkirkan
asumsi penyakit lain dan untuk menentukan apakah terdapat komplikasi pada organ
tersebut. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda vital, inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi. 5,17
Pada pemeriksaan fisik prerenal gagal ginjal akut ditemukan hipertensi,
penurunan tekanan vena jugularis, berkurangnya turgor kulit, dan membran mukosa
yang kering. Untuk gangguan sirkulasi yang menyebabkan prerenal ARF, dapat
ditemukan pada pemeriksaan fisik penyakit hati kronik, gagal jantung lanjut, sepsis,
dan sebagainya(tergantung etiologi). Apabila pada kulit didapati petekie, purpura,
ecchymosis menandakan kemungkinan gagal ginjal akut yang berhubungan dengan
pembuluh darah. Ditemukannya uveitis mengindikasikan adanya nefritis interstitial
dan necrotizing vasculitis. Ocular palsy menandakan keracunan etilen glikol atau
necrotizing vasculitis.5,1018
Umumnya pemeriksaan fisik pada gagal ginjal kronik tidak begitu
membantu namun dapat mengetahui etiologi atau komplikasi yang telah terjadi. Hal
ini disebabkan karena pada stadium awal, penderita gagal ginjal kronik masih belum
menunjukkan kelainan apapun. Tetapi, bila sudah menimbulkan komplikasi, gejala
akan sangat parah. Pada inspeksi penderita gagal ginjal kronik akan tampak pucat.
Penderita gagal ginjal akut, kecuali gagal ginjal akut yang disebabkan anemia, tidak
akan terlihat pucat.Pemeriksaan Pada palpasi dan perkusi ginjal akan dirasakan ginjal
yang semakin mengecil. Pemeriksaan palpasi dan perkusi jantung akan menunjukkan
pembesaran ventrikel kiri. Dan identifikasi murmur saat auskultasi. Pemeriksaan
18
perkusi paru-paru juga sering menimbulkan bunyi redup yang menunjukkan
terdapatnya edema paru.12,13
Setelah pemeriksaan fisik, lanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiologik. Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah
pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan BUN, pemeriksaan kreatinin, pemeriksaan
elektrolit dan urinalisis (protein, sedimen urin dan kultur urin bila terdapat tanda
infeksi). Untuk konfirmasi gagal ginjal termasuk gagal ginjal akut atau gagal ginjal
kronik, lakukan pemeriksaan USG. Untuk pasien yang dicurigai penderita gagal
ginjal kronik, wajib dilakukan pemeriksaan radiologik jantung berupa foto toraks
maupun EKG. Selain itu, pemeriksaan penunjang harus dilakukan juga sesuai dengan
penyakit penyerta. Misalnya, lakukan pemeriksaan KGD atau reduksi urin pada
penderita DM, faal hati (SGOT, SGPT) pada pasien dengan gangguan hati, foto polos
dan IVP pada penderita dengan gangguan ginjal atau obstruksi saluran kemih
(pertimbangkan juga kadar ureum dan kreatinin sebelum melakukan IVP). 7,19,20
Pemeriksaan Hb bisa menjadi suatu patokan awal untuk membedakan gagal
ginjal akut dan gagal ginjal kronik. Hb (normal= 12-16 g/dL)8 yang menurun (anemia
normokrom normositik) dijumpai pada penderita gagal ginjal kronik.6,19 Selain itu,
pada penderita gagal ginjal kronik sering juga ditemukan disfungsi platelet dan
trombositopenia akibat uremia.10 Pemeriksaan leukosit untuk menentukan ada
tidaknya terjadi komplikasi infeksi saluran kemih atau sepsis. Pada pasien gagal
ginjal stadium akhir biasanya menunjukkan keadaan leukopenia.21
Peningkatan BUN (ureum normal=20-40 mg%)13 dan kreatinin merupakan
pertanda khas untuk gagal ginjal, baik gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronik.
Bedanya, penderita gagal ginjal akut menunjukkan penurunan ureum secara tiba-tiba,
sedangkan penderita gagal ginjal kronik menunjukkan peningkatan ureum yang
perlahan.10 False postive terjadi pada pasien dengan intake protein yang tinggi. BUN
juga mungkin meningkat pada pasien dengan perdarahan pada mukosa dan saluran
pencernaan, dan pengobatan steroid. Kadar kreatinin darah diperiksa untuk
menentukan stadium penyakit melalui perhitungan GFR dengan rumus: GFR
19
(ml/menit/1,73m2)= 186 x (Kreatinin serum)-1,154 x (Umur)-0,203 x (0,742 pada wanita)
x (1,21 pada orang kulit hitam).7,13
Pemeriksaan protein urin pada penderita gagal ginjal akut biasanya +2 dan +
pada penderita gagal ginjal kronik. Pemeriksaan sedimen urin penderia gagal ginjal
akut bila terdapat hemautir menunjukkan eritrosit yang banyak dan silinder eritrosit.
Penderita gagal ginjal kronik menunjukkan eritrosit yang sedikit, leukosit pada urin,
waxy xast, broad renal dan failure cast.14
USG merupakan diagnosis pasti untuk membedakan gagal ginjal akut
maupun gagal ginjal kronik. Gejala akut gagal ginjal akut hampir sama dengan gejala
akut pada gagal ginjal kronik. Penting untuk membedakan kedua hal ini sebab akan
sedikit berbeda dalam prosedur diagnosis, penatalaksanaan dan prognosisnya. Yang
dinilai pada USG adalah ukuran ginjal. Pada pasien gagal ginjal kronik, ukuran
ginjalnya telah atropi sebab pengurangan nefron yang irreversibel dan digantikan oleh
jaringan ikat (fibrosis dan sklerosis). Berbeda dengan gagal ginjal akut yang
reversibel, ukuran ginjal masih tampak normal.7,13
Karena komplikasi utama gagal ginjal kronik adalah gangguan gagal ginjal
kronik, pada penderita gagal ginjal kronik harus dilakukan penilaian fungsi jantung.
Biasanya pemeriksaan penunjang yang dipilih adalah foto toraks dan EKG. Biasanya,
hasil pemeriksaan akan mengarah pada pembesaran ventrikel kiri akibat hipertensi
dan anemia dan bisa juga menunjukkan gambaran gagal jantung.10,21
20
Tabel 2.3 Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai dengan Derajatnya5
Derajat LFG (ml/menit/1,73m2) Rencana tatalaksana
1 ≥ 90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,
evaluasi pemburukan (progression) fungsi ginjal,
memperkecil risiko kardiovaskular
2 60-89 Menghambat perburukan(progression) fungsi
ginjal
3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-30 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 < 15 Tetapi pengganti ginjal
21
garam 2-3 gram/hari, kalium 40-70 mEq/kgBB/hari, fosfor 5-10 mg/kgBB/hari,
dan pembatasan jumlah protein sebagai berikut:
Tabel 2.4 Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik23
22
Hemodialisis
23
disekuilibrium, reaksi dialiser, aritmia, tamponade jantung, perdarahan intrakranial,
kejang, hemodialisis, emboli udara, neutropenia, serta aktivasi komplemen akibat
dialisis dan hipoksemia. Kontraindikasi dari hemodialisis adalah perdarahan,
ketidakstabilan hemodinamik, dan aritmia.24
Pasien hemodialisa harus mendapat asupan makanan yang cukup agar tetap
dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang penting untuk terjadinya
kematian pada pasien hemodialisis. Asupan protein diharapkan 1-1,2 g/KgBB/hari
dengan 50% terdiri atas protein dengan nilai biologis tinggi. Asupan kalium diberikan
40-70 mEq/hari.22
Indikasi dilakukannya hemodialisis pada penderita gagal ginjal stadium
terminal antara lain karena telah terjadi:24
o Kelainan fungsi otak karena keracunan ureum (ensepalopati uremik).
o Gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit, misalnya asidosis
metabolik, hiperkalemia, dan hiperkalsemia.
o Kelebihan cairan ( volume overload ) yang memasuki paru-paru sehingga
menimbulkan sesak nafas berat.
o Gejala-gejala keracunan ureum ( uremic symptoms )
Dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari:24
o Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata.
o K serum > 6mEq/L
o Ureum darah > 200 mg/dl
o pH darah < 7,1
o Anuria berkepanjangan (> 5 hari)
o Fluid overloaded atau kelebihan cairan yang memasuki paru-paru sehingga
menimbulkan sesak nafas berat.
24
Peritoneal Dialisis (PD)
Peritoneal Dialisis (beberapa orang menyebutnya sebagai 'cuci perut') merupakan
proses dialisis yang berlangsung di dalam rongga perut memanfaatkan ruang
peritoneum. Cairan dialisis/dialisat dimasukkan kedalam rongga perut melalui suatu
kateter two way (disebut Tenckhoff catheter) yang lembut, untuk kemudian
didiamkan beberapa waktu (disebut dwell time). Antara darah dengan cairan dialisis
dibatasi oleh membran peritoneum yang berfungsi sebagai media pertukaran zat.
Ketika cairan dialisat berada di dalam rongga peritoneum maka terjadi pertukaran zat-
zat, yang berguna akan terserap kedalam darah dan yang tidak berguna (produk
limbah dan racun) serta kelebihan air akan terserap kedalam cairan dialisat melalui
proses ultrafiltrasi. Ketika klep kateter pengeluaran dibuka, maka cairan dialisis
meninggalkan tubuh dengan membawa serta limbah (racun) ditambah ekstra cairan
yang tadi diserap dari dalam darah pasien.24
Indikasi pemakaian dialisis peritoneal dapat digunakan pada pasien:24
o Gagal ginjal akut (dialisat peritoneal akut)
o Gangguan keseimbangan cairan elektrolit atau asam basa
o Intoksikasi obat atau bahan lain
o Gagal ginjal kronik (dialisat peritoneal kronik)
o Keadaan klinis lain dimana DP telah terbukti manfaatnya
Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal telah menjadi terapi pengganti utama pada pasien gagal ginjal
tahap akhir hampir di seluruh dunia. Manfaat transplantasi ginjal sudah jelas terbukti
lebih baik dibandingkan dengan dialisis terutama dalam hal perbaikan kualitas hidup.
Salah satu diantaranya adalah tercapainya tingkat kesegaran jasmani yang lebih baik.
Misalnya seorang perempuan muda yang menerima transplantasi ginjal bisa hamil
dan melahirkan bayi yang sehat. Manfaat transplantasi ginjal paling jelas terlihat pada
pasien usia muda dan pasien diabetes melitus.
25
Cangkok ginjal adalah mencangkokkan ginjal sehat yang berasal dari manusia
lain (donor) ke tubuh pasien gagal ginjal terminal melalui suatu tindakan bedah
(operasi). Biasanya ginjal cangkokan ditempelkan (dicangkokkan) di sebelah bawah
pada pembuluh darah yang sama dari ginjal lama yang sudah 'tidak' berfungsi
sedangkan ginjal lama dibiarkan ditempatnya.25
Tabel 2.5 Perbandingan Keuntungan Transplantasi Ginjal dan Hemodialisis Kronik.24
Transplantasi Ginjal HD kronik
Prosedur Biasanya satu kali Seumur hidup
Kualitas hidup Baik sekali Cukup baik
(jika berhasil)
Ketergantungan pada minimal Besar
fasilitas medic
Jika gagal Dapat HD kembali atau Meninggal
transplantasi lagi
Angka kematian pertahun 4-8 % 20-25 %
26
urine total protein to
craetinin ratio > 200
mg/g
27
2.7. Prognosis Penyakit Ginjal Kronik
Prognosis pasien dengan penyakit ginjal kronis berdasarkan data epidemiologi
telah menunjukkan bahwa semua penyebab kematian meningkat sesuai dengan
penurunan fungsi ginjalnya.3 Penyebab utama kematian pada pasien dengan penyakit
ginjal kronis adalah penyakit kardiovaskuler (45%), dengan atau tanpa ada kemajuan
ke stage V.30 Penyebab lainnya termasuk infeksi (14%), penyakit cerebrovaskular
(6%), dan keganasan (4%). Diabetes, umur, albumin serum rendah, status sosial
ekonomik rendah dan dialisis inadekuat adalah prediktor signifikan dalam angka
kematian.
Angka kematian lebih tinggi pada pasien yang menjalani dialisis dibandingkan
pada pasien kontrol dengan umur yang sama. Angka kematian setiap tahun adalah
21,2 setiap seratus pasien per tahun. Angka kelangsungan hidup yang diharapkan
pada pasien grup usia 55-64 tahun adalah 22 tahun sementara pada pasien dengan
gagal ginjal terminal angka kelangsungan hidup adalah 5 tahun.6
Sementara terapi penggantian ginjal dapat mempertahankan pasien tanpa waktu dan
memperpanjang hidup, kualitas hidup adalah sangat terpengaruh.6,7 Transplantasi
Ginjal meningkatkan kelangsungan hidup pasien penyakit ginjal kronik stage V
secara signifikan bila dibandingkan dengan pilihan terapi lainnya.8,9 Namun,
transplasntasi ginjal ini terkait dengan mortalitas jangka pendek yang meningkat
(akibat komplikasi dari operasi). Selain transplantasi, intensitas yang tinggi dari home
hemodialysis tinggi tampak terkait dengan peningkatan ketahanan hidup dan kualitas
hidup yang lebih besar, bila dibandingkan dengan cara konvensional yaitu
hemodialiasis dan dialysis peritonial yang dilakukan tiga kali seminggu.29
28
BAB III
PEMBAHASAN
Gejala sesak nafas dapat disebabkan karena gangguan pada organ paru,
jantung maupun di luar kedua organ. Keadaan sesak nafas akibat gangguan paru
biasanya berupa mekanisme asidosis respiratorik yang menunjukkan pola pernafasan
cepat dan dangkal. Keadaan sesak nafas akibat gangguan jantung biasanya
disebabkan gangguan difusi O2 dan CO2 akibat gagal jantung, hipertensi, aritmia,
kardiomiopati maupun perikarditis. Pola sesak nafas yang ditunjukkan berupa
dyspnea on exertion atau orthopnea. Gejala sesak nafas yang muncul selain dari
gangguan paru dan jantung meliputi akibat dari asidosis metabolik, nyeri, penyakit
neuromuskular dan gangguan psikis. Pola seak nafas asidosis metabolik biasanya
menunjukkan ciri Kussmaul breathing, pernafasan cepat dan dalam seperti pasien
pada kasus ini. Gangguan keseimbangan asam basa sering dijumpai pada kasus
gangguan ginjal dan diabetes mellitus.
Pasien pada kasus ini juga mengeluhkan BAK yang menurun drastis dalam 2
hari terakhir. Untuk penyebabnya sendiri, pada pasien ini dihipotesiskan disebabkan
oleh hipertensi nefropati dan nefropati uric acid mengikut pada riwayat gejala
hipertensi tak terkontrol yang dialami sekarang.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai konjungtiva palpebra inferior anemis (+/+)
dengan HB ; 5,0, Untuk penegakan diagnosis, dilakukan pemeriksaan penunjang
seperti pemeriksaan darah lengkap, AGDA, elektrolit, dan faal ginjal. Hasil
pemeriksaan penunjang menunjukkan kesan anemia dan gangguan fungsi ginjal.
Khusus untuk faal ginjal, perhitungan dengan rumus Kockcroft gault menghasilkan
perkiraan GFR = 10,25 ml/menit/1,73 m2. Perhitungan GFR menunjukkan pasien
telah berada dalam stadium akhir pada CKD (End Stage of Kidney Disease) dan telah
mengalami manifestasi klinis pada berbagai organ.
29
Penurunan Hb pada pasien dengan CKD hampir terjadi pada 80% kasus.
Penyebanya multifaktorial, termasuk defisiensi produksi eritropoietin, faktor dalam
sirkulasi yang tampaknya menghambat eritropoietin, pemendkan waktu paruh sel
darah merah, peningkatan kehilangan darah saluran cerna akibat kelainan trombosil,
defisiensi asam folat dan besi, dan kehilangan darah dari hemodialisis atau sampel uji
laboratorium. Meskipun semua faktor yang terdaftar dapat berperan pada penurunan
Hb, namun defisiensi eritropoietin diyakini merupakan penyebab utamanya. Pada
pasien ini, diketahui terjadi penurunan Hb yang tidak disertai dengan penurunan
MCV, MCH, dan MCHC. Ini menandakan adanya anemia normokromik normositik.
Namun demikian, kembali pada definisi dan kriteria diagnosis CKD, maka
pasien ini dapat didiagnosa CKD sebab telah memenuhi kriteria diagnosisnya, yakni4:
Etiologi dari penyakit ginjal kronik pada kasus ini sehubungan dengan faktor
risiko yang ada pada pasien, berupa riwayat hipertensi tak terkontrol maka etiologi
yang kemungkinannya lebih besar adalah disebabkan oleh kerusakan nefron akibat
hipertensi (hipertention nephropathy).
Pasien harus dirujuk untuk mendapat terapi dialisis dan pengaturan diet ketat
oleh nefrologis dan ahli gizi. Pasien dianjurkan rawat inap pada saat kondisi akut dan
30
dianjurkan untuk melakukan hemodialisis segera. Setelahnya, pasien harus diedukasi
untuk rehabilitasi mengenai diet dan penatalaksanaan untuk kontrol.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Vijay Kher. End stage renal disease in developing countries. Kidney Int
2002;62:350-62.
2. Santoso D, Mardiana N, Irwanadi C, Pranawa, Yogiantoro, & Soewanto Referral
Pattern in chronic dialysis patients (Abstract). Annual meeting nephrology 2001.
Medan November 1-3, 2003.
3. Study on the prevalence of non insulin dependent diabetes mellitus and impaired
glucose tolerance. Highlighting the specific marker of the early renal
involvement. Doctoral dissertation. 1996. University Antwerp.
4. Perkovic V, Cass A, Patel A, Colman S, Chadban S, Neal B. Prevalence and
distribution of renal impairement in Thailand-The Interasia study. Nephrology
2004;9(Sppl):P34.
5. Suwitra K, Markum HMS. Penyakit ginjal kronik; Gagal ginjal akut. In: Sudoyo
AR, Setiyohadi N, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid 1 edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 574-580.
6. http://www.merckmanuals.com/professional/genitourinary_disorders/renal_failur
e/chronic_kidney_disease.html
7. Work Group and Evidence Review Team of National Kidney Foundation-Kidney
Disease Outcomes Quality Initiative. K/DOQI Clinical Practice Guidelines for
Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification and Stratification. American
Journal of Kidney Disease [serial on the internet]. 2002 [cited 2010 September
01]; 39(1):[about 356 p.]. Available from:
http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/pdf/ckd_evaluation_classification_str
atification.pdf
8. Matovinovic MS. 2001. Pathophysiology and Classification of Kidney Disease.
Electronic Journal of IFCC 20(1): 1-10.
32