You are on page 1of 8

C.

DIAGRAM FISHBONE

INPUT
PROSES

Tingkat pendidikan kepala keluarga


Perilaku anak-anak yang masih rendah
biasa bermain dengan tanah Pekerjaan umumnya tani
atau buruh tani
Penghasilan masih di bawah
Kebiasaan tidak
upah minimum kota (UMK)
menggunakan alas kaki
Peningkatan Kejadian
Hookworm Disease
pada siswa SDN
Rejoso

Perilaku buang air besar di


Rumah dengan lahan sekitar rumah
pekarangan atau pertanian
Tanah kering

LINGKUNGAN

Gambar 2.3.: Diagram Fish bone Kejadian Hookworm Disease di Desa Rejoso, Kecamatan Karang, Kabupaten Damai
Analisis Fish Bone

INPUT

1. Tingkat pendidikan kepala keluarga masih rendah


Rendahnya pendidikan formal kepala keluarga yang sebagian besar adalah tamatan
sekolah dasar atau sekolah menengah pertama menyebabkan ketidaktahuan akan perilaku
hidup bersih dan sehat serta kurangnya pengetahuan tentang kesehatan anggota
keluarganya. Dalam kesehariannya hampir tidak pernah memperhatikan berbagai hal
terkait dengan upaya menjaga kesehatan diri terutama anak karena kurangnya edukasi
dalam pola hidup sehat mulai dari cara mencuci tangan dan menjaga lingkungan sekitar
tempat tinggal. Faktor inilah yang diduga mengakibatkan terjadinya infeksi cacing
tambang pada anak tidak pernah terdeteksi sehingga menimbulkan angka infeksi yang
relatif tinggi.

2. Penghasilan masih di bawah Upah Minimum Kota (UMK)


Upah minimum merupakan instrument kebijakan yang digunakan oleh pemerintah untuk
melaksanakan fungsi distribusi pendapatan. Penetapan upah minimum yang dilakukan
pemerintah memiliki tujuan untuk mengurangi kemiskinan, mengurangi ketidaksetaraan
upah, mengurangi pekerjaan berupah rendah, memberi bantuan untuk pendidikan, dan
melindungi pekerja yang memiliki daya tawar rendah. Dengan penghasilan yang masih di
bawah upah minimum kota (UMK) berdampak makin rendahnya tingkat kesejahteraan
pekerja. Infeksi cacing tambang juga berhubungan dengan kemiskinan. Menurut Peter
Hotez (2008), semakin parah tingkat kemiskinan masyarakat maka akan semakin
berpeluang untuk mengalami infeksi cacing tambang. Hal ini dikaitkan dengan
kemampuan dalam menjaga personal higiene dan sanitasi lingkungan tempat tinggal.

3. Pekerjaan umumnya tani atau buruh tani


Jenis pekerjaan kepala keluarga sebagai buruh tani ternyata berhubungan dengan
terinfeksi penyakit cacing tambang. Manakala kepala keluarga kurang memperhatikan
kebersihan diri dalam kehidupan sehari-hari sementara pekerjaan selalu kontak dengan
tanah maka anggota keluarganya berpeluang cukup besar untuk terinfeksi penyakit cacing
tambang. Untuk mengurangi risiko terinfeksi cacing tambang dapat diupayakan dengan
mengurangi kontak kaki secara langsung dengan tanah dengan menggunakan alas kaki
saat bekerja.

PROSES

1. Perilaku anak-anak yang biasa bermain dengan tanah


Anak pada saat bermain di tanah sering menggunakan tangan untuk mengambil dan
membuat mainan dari tanah atau menggunakan tanah untuk bahan mainan. Kontaknya
tangan anak dengan tanah ini sangat memungkinkan anak terinfeksi cacing tambang
melalui tangan. Apabila anak selalu bermain menggunakan media dan mainan tanah
sementara mainan atau pola bermainnya selalu membuat tangan anak kontak dengan
tanah, maka anak semakin berpeluang terinfeksi cacing tambang. Untuk mengurangi
risiko tersebut dapat diupayakan dengan mencuci tangan anak usai bermain dengan tanah.
2. Kebiasaan tidak menggunakan alas kaki
Dalam melakukan pekerjaannya kepala keluarga umumnya tidak menggunakan alas kaki.
Manakala pada tanah sawah tempatnya bekerja mengandung larva infektif cacing
tambang, sangat berisiko terinfeksi cacing tambang. Apalagi bila tidak menjaga personal
higiene dengan tidak langsung mencuci kaki setelah bekerja meningkatkan kemungkinan
larva cacing tambang dapat menembus kulit kaki dan risiko terinfeksinya cacing tambang
semakin meningkat.

LINGKUNGAN

1. Perilaku buang air besar di sekitar rumah.


Perilaku defekasi atau buang air besar di sekitar rumah atau di sembarang tempat diduga
menjadi faktor risiko dalam infeksi cacing tambang. Secara teoritik, telur cacing tambang
memerlukan media tanah untuk perkembangannya. Adanya telur cacing tambang pada
tinja penderita yang melakukan aktifitas defekasi di tanah terbuka semakin memperbesar
peluang penularan larva cacing tambang pada masyarakat di sekitarnya.

2. Tanah kering
Tanah merupakan media yang mutlak diperlukan oleh cacing tambang untuk
melangsungkan proses perkembangannya. Tanah yang kering dan gembur sangat
memungkinkan menjadi tempat perkembangbiakan cacing tambang mengingat cacing
tambang berkembang biak pada tanah pasir yang gembur, tercampur humus dan
terlindungi dari sinar matahari langsung. Telur cacing tambang yang keluar bersama
feces penjamu (host) mengalami pematangan di tanah. Setelah 24 jam telur akan berubah
menjadi larva tingkat pertama (L1) yang selanjutnya berkembang menjadi larva tingkat
kedua (L2) atau larva rhabditiform dan akhirnya menjadi larva tingkat ketiga (L3) yang
bersifat infeksius. Larva tingkat ketiga disebut larva filariform. Larva filariform dalam
tanah selanjutnya akan menembus kulit tangan dan kaki.

3. Rumah dengan lahan pekarangan atau pertanian


Bila setiap rumah masih memiliki lahan pekarangan atau halaman berupa tanah di
sekeliling rumahnya maka halaman inilah yang nantinya bisa menjadi arena bermain bagi
anak. Manakala pada tanah halaman tersebut mengandung larva infektif cacing tambang,
peluang anak untuk terinfeksi cacing tambang akan semakin besar. Adanya lahan
pertanian di lingkungan rumah juga menjadi faktor risiko terjadinya infeksi cacing
tambang pada anak.

Daftar Pustaka
Hotez P. 2008. Hookworm and Poverty. Departement of Microbiology, Immunology and
Tropical Medicine, The George Washington University, Washington D.C, USA.
A. PEMBAHASAN
Penyakit kecacingan menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Prevalensi penyakit kecacingan masih tinggi, yaitu 60%-70%. Tingginya prevalensi ini
disebabkan oleh iklim tropis dan kelembaban udara tinggi di Indonesia, yang merupakan
lingkungan yang baik untuk perkembangan cacing, serta kondisi sanitasi dan higienitas yang
buruk
Infeksi A. duodenale dan N. americanus merupakan salah satu penyebab anemia
defisiensi besi dan hipoproteinemia yang terjadi akibat kehilangan albumin, karena
perdarahan kronik pada saluran cerna. Anemia defisiensi besi dan hipoproteinemia sangat
merugikan proses tumbuh kembang anak dan berperan besar dalam mengganggu kecerdasan
anak usia sekolah. Prevalensi kecacingan akibat spesies ini masih cukup tinggi di Indonesia,
terutama di daerah pedesaan, khususnya perkebunan sekitar 40%. Penyakit ini menyerang
semua umur dengan proporsi terbesar pada anak.
Berdasarkan kondisi sesuai kasus dan dampak yang dapat ditumbulkan oleh penyakit
cacingtambang ini maka diperlukan upaya pencegahan untuk mengatasinya.

1. Pencegahan Primer
Melakukan promosi kesehatan yaitu memberi informasi tentang cacing tambang,
perbaikan terhadap sanitasi lingkungan, dan mengguakan alas saat kontak dengan tanah.
a. Memberikan promosi kesehatan tentang cacing tambang

Perlunya pemberian informasi mengenai cacing tambang kepada masyarakat Desa

Rejoso karena tingkat pengetahuan masyarakat disini yang masih kurang mengenai

cacing tambang. Salah satu hal yang perlu diketahui masyarakat adalah bagaimana

cara penularan dari infeksi cacing tambang. Dikatakan bahwa penularan dapat terjadi

akibat sering buang air besar di sembarang tempat, tidak menggunakan alas kaki

sehingga menginjak kotoran yang mengandung larva cacing tambang. Promosi

kesehatan di lingkungan masyarakat masih perlu diberikan agar dapat memahami


penularan infeksi cacing tambang dan cara pencegahannya. Di lingkungan

Puskesmas pun juga dapat dilakukan promosi kesehatan, baik berupa leaflet,

baliho/billboard, poster – poster atau juga spanduk. Di Lingkungan Puskesmas yang

dapat dilakukan promosi kesehatan antara lain : di tempat Parkir Puskesmas, di

halaman Puskesmas, di dinding Puskesmas, di pagar pembatas kawasan Puskesmas,

di kantin/kios di kawasan Puskesmas. (Setiati, dkk 2015).

Materi yang dapat diberikan berupa pengetahuan tentang gejala infeksi cacing

tambang. Gejala awal dapat berupa rasa gatal pada tempat masuknya larva. Setelah 2

minggu dapat timbul gejala paru yaitu batuk kering, asma, dan demam. Manifestasi

klinis utama adalah nyeri abdomen (Setiati, dkk 2015).

Cara mendapatkan pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang kecurigaan

terkena infeksi cacing tambang dapat langsung berobat ke Puskesmas. Dalam

pengobatan, pendistribusian obat didampingi oleh petugas puskesmas sebagai

supervisor puskesmas, pemberian obat pada penduduk yang tidak hadir (sweeping),

monitoring reaksi obat, puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan siap 24 jam,

rujukan efek samping ke RS, dan penguatan sistim rujukan berjenjang. (Setiati, dkk

2015).

b. Perbaikan sanitasi lingkungan

Sanitasi rumah merupakan salah satu faktor resiko penyebab kejadian infeksi

cacing tambang, anak yang tinggal dalam rumah dengan sanitasi yang buruk

mempunyai resiko sebesar 3,5 kali lebih besar untuk terkena 39 infeksi cacing

tambang dibandingkan dengan anak yang tinggal dalam rumah dengan sanitasi yang

baik. (Setiati, dkk 2015).


Untuk mencegah terjadinya infeksi atau pun penyebaran dari hookworm disease

harus dilakukan perbaikan sanitasi lingkungan. Salah satunya yakni penyediaan air

bersih. Penyediaan air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat juga

sebagai media penularan melalui mulut menyertai makanan atau minuman yang

terkontaminasi oleh tinja yang mengandung telur cacing.Salah satu cara untuk

memutuskan rantai daur hidup STH adalah dengan cara menjaga kebersihan dengan

menyediakan cukup air bersih di kakus, untuk mandi dan cuci tangan. (Setiati, dkk

2015).

Penularan hookworm disease juga dapat terjadi melalui tanah yang terkontaminasi

dengan tinja. Sampai saat ini belum terdapat cara yang praktis untuk membunuh telur

cacing yang terdapat di tanah, terutama bila telur-telur terdapat pada tanah liat

dengan lingkungan yang sesuai (hangat dan lembab).Kebiasaan seperti defekasi di

sekitar rumah dapatmenyebabkan reinfeksi secara terus-menerus terutama pada anak

balita. Menurut studi pada anak sekolah di Desa Rejosari, Kecamatan Karangawen

Demak menunjukkan bahwa kebiasaan defekasi di kebunatau tanah mempunyai

faktor risiko sebesar 2,9 kali terhadap infeksi cacing tambang daripada anak yang

tidak defekasi di kebun atau tanah. Perbaikan sanitasi lingkungan juga dapat

dilakukan dengan pengadaan jamban/WC. Ketersediaan WC sangat di perlukan

sebagai sarana tempat pembuangan tinja. Pembuangan tinja yang kurang memenuhi

syarat kesehatan, misalnya : tanah tergolong hospes perantara atau tuan rumah

sementara, tempat berkembangnya telur-telur atau larva cacing sebelum dapat

menular dari seseorang ke orang lain, yaitu larvanya yang ada di tinja menembus

kulit memasuki tubuh. Pembuangan tinja yang memenuhi persyaratan akan


mengurangi jumlah infeksi dan jumlah cacing. Hal ini penting di perhatikan terutama

bila berhubungan dengan anak-anakyang melakukan defekasi di tanah. (Setiati, dkk

2015).

c. Menggunakan alas kaki saat kontak dengan tanah

Kaki merupakan bagian dari tubuh kita pertama yang melakukan kontak langsung

dengan tanah. Maka untuk menghindari masuknya telur atau larva cacing melalui

perantaraan kulit kaki perlu di lakukan upaya penggunaan alas kaki bagi para petani.

Necator americanus yang Infeksi cacing tambang terjadi di daerah lembab,

khususnya di daerah pedesaan, dimana sanitasi yang tidak memadai dan kurangnya

alas kaki adalah lazim. (Setiati, dkk 2015).

2. Pencegahan Sekunder
Deteksi dini terhadap orang yang mempunyai risiko terkena penyakit cacing
tambang.

3. Pencegahan Tersier
Memberikan terapi farmakologis untuk mengatasi masalah penderita penyakit
cacing tambang. Terapi yang dapatdiberikan antara lain, 1) Albendazole dosis tunggal
400 mg atau harian diberikan selama 3 hari 2) Mebendazole 100 mg dua kali
sehariselama 3 hari (lebih efektif daripada bila diberikan dosis tunggal 500mg), 3)
Pyrantelpamoate 11 mg/kg dosis, biasanya lebih dari 3 hari.

You might also like