Professional Documents
Culture Documents
Dibimbing Oleh :
dr. Fransiskus Harf Poluan, Sp. THT-KL
Disusun Oleh :
Resi Narasworo Yunus
1361050079
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Indonesia
Jakarta
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tubaeustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. otitis media terbagi atas otitis
mediasupuratif dan non-supuratif, dimana masing-masing memiliki bentuk akut dan kronis.
Otitis media akut termasuk kedalam jenis otitis media supuratif. Selain itu, terdapat
juga jenis otitis media spesifik, yaitu otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitik, dan
otitismedia adhesiva. Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada
saluran pernapasan atas. Pada penelitian terhadap 112 pasien ISPA (6-35 bulan), didapatkan
Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media berusia 1 tahun sekitar 62%,
sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83%.Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak
mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari
mereka mengalaminya tiga kali atau lebih.Di Inggris setidaknya 25% anak mengalami minimal
Resiko kekambuhan otitis media terjadi pada beberapa faktor, antara lain usia <5 tahun,
otitis prone (pasien yang mengalami otitis pertama kali pada usia <6 bulan, 3 kali dalam 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.
Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (daun telinga) dan canalis auditorius eksternus (
liang telinga ). Telinga dalam terdiri dari koklea ( rumah siput) yang berupa dua setengah
Telinga tengah terdiri dari 3 bagian yaitu membran timpani, cavum timpani dan tuba
eustachius.
1. Membrana timpani
Membrana timpani memisahkan cavum timpani dari kanalis akustikus eksternus. Letak
membrana timpai pada anak lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dibandingkan orang
dewasa. Bentuknya ellips, sumbu panjangnya 9-10 mm dan sumbu pendeknya 8-9 mm,
Membran timpani terdiri dari 2 bagian yaitu pars tensa (merupakan bagian terbesar)
yang terletak di bawah malleolar fold anterior dan posterior dan pars flacida (membran
sharpnell) yang terletak diatas malleolar fold dan melekat langsung pada os petrosa. Pars tensa
memiliki 3 lapisan yaitu lapiasan luar terdiri dari epitel squamosa bertingkat, lapisan dalam
dibentuk oleh mukosa telinga tengah dan diantaranya terdapat lapisan fibrosa dengan serabut
berbentuk radier dan sirkuler. Pars placida hanya memiliki lapisan luar dan dalam tanpa lapisan
fibrosa.
Vaskularisasi membran timpani sangat kompleks. Membrana timpani mendapat
perdarahan dari kanalis akustikus eksternus dan dari telinga tengah, dan beranastomosis pada
lapisan jaringan ikat lamina propia membrana timpani. Pada permukaan lateral, arteri
aurikularis profunda membentuk cincin vaskuler perifer dan berjalan secara radier menuju
membrana timpani. Di bagian superior dari cincin vaskuler ini muncul arteri descendent
eksterna menuju ke umbo, sejajar dengan manubrium. Pada permukaan dalam dibentuk cincin
vaskuler perifer yang kedua, yang berasal dari cabang stilomastoid arteri aurikularis posterior
dan cabang timpani anterior arteri maksilaris. Dari cincin vaskuler kedua ini muncul arteri
2. Kavum timpani
Kavum timpani merupakan suatu ruangan yang berbentuk irreguler diselaputi oleh
mukosa. Kavum timpani terdiri dari 3 bagian yaitu epitimpanium yang terletak di atas kanalis
timpani nervus fascialis, hipotimpananum yang terletak di bawah sulcus timpani, dan
tulang pendengaran ini saling berhubungan melalui artikulatio dan dilapisi oleh mukosa telinga
tengah. Ketiga tulang tersebut menghubungkan membran timpani dengan foramen ovale,
Maleus, merupakan tulang pendengaran yang letaknya paling lateral. Malleus terdiri 3
bagian yaitu kapitulum mallei yang terletak di epitimpanum, manubrium mallei yang melekat
pada membran timpani dan kollum mallei yang menghubungkan kapitullum mallei dengan
manubrium mallei. Inkus terdiri atas korpus, krus brevis dan krus longus. Sudut antara krus
brevis dan krus longus sekitar 100 derajat. Pada medial puncak krus longus terdapat processus
lentikularis. Stapes terletak paling medial, terdiri dari kaput, kolum, krus anterior dan posterior,
serta basis stapedius/foot plate. Basis stapedius tepat menutup foramen ovale dan letaknya
- M.tensor timpani, merupakan otot yang tipis, panjangnya sekitar 2 cm, dan berasal dari
kartilago tuba eustachius. Otot ini menyilang cavum timpani ke lateral dan menempel pada
manubrium mallei dekat kollum. Fungsinya untuk menarik manubrium mallei ke medial
- M. Stapedius, membentang antara stapes dan manubrium mallei dipersarafi oleh cabang
nervus fascialis. Otot ini berfungsi sebagai proteksi terhadap foramen ovale dari getaran yang
terlalu kuat.
3. Tuba eustachius
Kavitas tuba eustachius adalah saluran yang meneghubungkan kavum timpani dan
30-40 dengan bidang horizontal, dan 45 dengan bidang sagital. 1/3 bagian atas saluran ini
adalah bagian tulang yang terletak anterolateral terhadap kanalis karotikus dan 2/3 bagian
bawahnya merupakan kartilago. Muara tuba di faring terbuka dengan ukuran 1-1,25 cm,
terletak setinggi ujung posterior konka inferior. Pinggir anteroposterior muara tuba membentuk
plika yang disebut torus tubarius, dan di belakang torus tubarius terdapat resesus faring yang
disebut fossa rosenmuller. Pada perbatasan bagian tulang dan kartilago, lumen tuba menyempit
dan disebut isthmus dengan diameter 1-2 mm. Isthmus ini mudah tertutup oleh pembengkakan
mukosa atau oleh infeksi yang berlangsung lama, sehingga terbentuk jaringan sikatriks. Pada
anak-anak, tuba ini lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dibandingkan orang dewasa,
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba ke dalam di nasofaring dan
faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam telinga
tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan antibody. Otitis media akut terjadi karena
faktor pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan tuba Eustachius merupakan faktor penyebab
utama dari otitis media. Karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman
ke dalam telinga tengah terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi
peradangan.
Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran nafas atas. Pada
anak, makin sering anak terserang infeksi saluran nafas, makin besar kemungkinan terjadinya
OMA.
Sembuh / Normal
Fungsi tuba
Tekanan tetap terganggu
Gangguan tuba negative Efusi OME
telinga
tengah
Etiologi :
- Perubahan tekanan
udara tiba-tiba
- Alergi
- Infeksi
OMA Tuba tetap terganggu
- Sumbatan : Sekret dan Infeksi (+)
Tampon Infeksi (-)
Tumor
Sembuh OME OMSK/OMP
Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media.
Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga pencegahan invasi
kuman ke dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu, ISPA juga merupakan salah satu
faktor penyebab yang paling sering. Kuman penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti
Streptococcus hemoliticus, Staphylococcus aureus, Pneumococcus, Haemophilus influenza,
Escherichia coli, Streptococcus anhemolyticus, Proteus vulgaris, Pseudomonas aeruginosa.¹
Sejauh ini Streptococcus pneumonia merupakan organisme penyebab tersering pada semua
kelompok umur. Sedangkan Haemophilus influenza adalah patogen tersering yang ditemukan
pada anak di bawah usia lima tahun. Meskipun juga patogen pada orang dewasa.
Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya
otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba eustachiusnya pendek,
lebar, dan letaknya agak horisontal.
Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena beberapa hal,
yaitu:
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat bakteri
melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga
terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah
putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan
mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah.
Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang
dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang
telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di
telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya
sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan
gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga
akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat
merobek gendang telinga karena tekanannya.
2.2.3. Stadium OMA
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium.
Keadaan ini berdasarkan pada gambaran membran timpani yang diamati melalui liang telinga
luar.
3. Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta
terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membran timpani
menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi, dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di
telinga bertambah hebat. Apabila tekanan pus di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi
iskemia,akibat tekanan pada kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan
nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah
yang lebih lembek dan berwarna kekuningan, di tempat ini akan terjadi ruptur.
Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka
kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar.
Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi
ruptur (perforasi) tidak mudah menutup kembali.
4. Stadium perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman
yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan pus keluar mengalir dari telinga
tengah ke liang telinga luar. Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan
turun dan anak dapat tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut otitis media akut stadium perforasi.
5. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan akan
normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya kering.
Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun
tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan sekret yang
keluar terus-menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa
otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya perforasi.
Gejala klinik
Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak
yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah nyeri telinga, suhu tubuh tinggi dan biasanya ada
riwayat batuk pilek sebelumnya.
Pada anak yang lebih besar atau orang dewasa disamping rasa nyeri terdapat pula gangguan
pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas
OMA adalah suhu tubuh tinggi sampai 39,5 °C (stadium supurasi), anak gelisah dan sulit tidur, tiba-
tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang. Bila terjadi ruptur membran timpani maka sekret
mengalir ke liang telinga luar, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.
2.2.4. Diagnosis
2.2.5. Penatalaksanaan
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Tujuan dari pengobatan yaitu
menghilangkan tanda dan gejala penyakit, eradikasi infeksi, dan pencegahan komplikasi.
Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali tuba
eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak
<12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak yang berumur >12 thn atau
dewasa. Selain itu, sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.
Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgesik. Bila
membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Antibiotik yang
diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi
dengan asam klavunalat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin IM agar
konsentrasinya adekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Pada anak
diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau eritromisin
4x40 mg/kgBB/hari.
Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk dilakukan
miringotomi bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala- gejala klinis lebih
cepat hilang dan rupture dapat dihindari. Selain itu, analgesik juga perlu diberikan agar nyeri
dapat berkurang.
Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani agar terjadi
drainese sekret telinga tengah. Miringotomi dilakukan bila ada cairan yang menetap di telinga
setelah 3 bulan penanganan medis dan terdapat gangguan pendengaran. Miringotomi harus
dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak harus tenang dan dapat dikuasai agar membran
timpani dapat terlihat dengan baik. Biasanya pada anak kecil dignakan anastesi umum. Lokasi
miringotomi adalah di kuadran posteroinferior.
Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta
antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali
dalam waktu 7-10 hari.
Stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada
lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak
sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membrane timpani. Pada keadaan ini
antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu.
2.2.6. Komplikasi
Sebelum ada antibiotika komplikasi dapat terjadi dari yang ringan hingga berat tetapi
setelah ada antibiotika komplikasi biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari otitis media
supuratif kronis.
OMA dengan perforasi membran timpani dapat berkembang menjadi otitis media
supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal ini berkaitan dengan
beberapa faktor antara lain higiene, terapi yang terlambat, pengobatan yang tidak adekuat, dan
daya tahan tubuh yang kurang baik.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah mastoidis, paralisis nervus fascialis, komplikasi
ke intrakranial seperti abses ekstradural, abses subdural, meningitis, abses otak, trombosis
sinus lateralis, otittis hidrocephalus, labirintis dan petrosis.
BAB III
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. L
b. Umur : 39 tahun
c. Alamat : Jl. Bala Jawa, Jakarta Timur
d. Pekerjaan : Swasta
e. Pendidikan terakhir : SMA
f. Suku : Jawa
g. Agama : Islam
h. Status : Menikah
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama : keluar cairan dari telinga kiri sejak 2 hari SMRS
b. Keluhan Tambahan : nyeri pada telinga kiri, berdenging
6. Pemeriksaan Fisik
STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Suhu : 36,7oC
Kepala : Normocephali
Thorak :
Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Bising nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing-/-
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 1 jari di Linea Mid-clavicularis Sinistra
ICS V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung dalam batas normal, tidak terdapat
bunyi jantung tambahan
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar
Palpasi : Hati dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) 5x/menit
Ekstremitas
Reflex fisiologis : +/+
Reflex patologis : -/-
Oedem tungkai : -/-
Akral hangat : +/+
Sianosis : -/-
Telinga
Hidung
Hidung Dalam
Sinus paranasal
DEKSTRA SINISTRA
Permukaan Rata
Tonsil Ukuran T1 T1
Perlengketan
Tidak ada Tidak ada
dengan pilar
Medikamentosa :
Obat cuci telinga H202 (2x3 tetes)
Obat tetes telinga Otopain (3x3 tetes)
Antibiotik sistemik Cefradoxil 500 mg (2x1
Analgetik oral Asam Mefenamat (3x1)
10. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanasionum : dubia ad bonam
Ad fungsionum : dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA
Boies, dkk. 1997. Buku ajar penyakit THT Edisi 6. Jakarta : EGC
Djaafar, ZA. 2007. Kelainan Telinga Tengah. Telinga Hidung Tenggorokan, Edisi ke 6. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Sosialisman & Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H. Efiaty Arsyad Soepardi, Sp.THT & Prof. dr. H.
Nurbaiti Iskandar, Sp.THT (editor). Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006