You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

Masalah defisiensi nutrisi, baik yang menyangkut makronutrien maupun


mikronutrien, masih menjadi perhatian utama di negara berkembang termasuk
Indonesia. Defisiensi ini bukanlah semata-mata hanya karena kuantitasnya saja tetapi
tidak jarang menyangkut ketidakserasian dalam mengkomposisi nutrien secara
optimal yang pada akhirnya berdampak pada asupan gizi secara keseluruhan. (IDAI,
2011).
Sumber bahan makanan seperti karbohidrat, lemak, dan protein adalah bagian
yang penting dalam membantu proses pertumbuhan dan perkembangan pada bayi.
Namun yang sangat penting adalah Vitamin dan Zat Besi yang dibutuhkan dalam
jumlah sedikit pada makanan yang umumnya tidak dapat disintesis oleh jaringan
tubuh.
Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan perkembangan
kehidupan. Tiap vitamin mempunyai tugas spesifik di dalam tubuh. Karena vitamin
adalah zat organik maka vitamin dapat rusak karena penyimpanan dan pengolahan.
Menurut sifatnya vitamin digolongkan menjadi dua, yaitu vitamin larut dalam lemak
vitamin D, E, K dan vitamin larut dalam air yaitu vitamin B dan C. kemudian selain
Vitamin elemen mikronutrien yang penting ialah besi (Fe). Kekurangan besi,
apalagi bila telah menyebabkan anemia terbukti memberikan pengaruh buruk bagi
tumbuh kembang anak dan bayi sampai remaja, khususnya dan segi prestasi dan
kualitas hidup serta kinerja sebagai sumber daya manusia di masa mendatang. (IDAI,
2011).
Vitamin B dan C yang larut dalam air tidak dapat di simpan dalam jumlah
besar dalam tubuh. Sehingga perlu pasokan teratur dari makanan dan kelebihannya
akan di buang melalui air seni. Vitamin D, E, K larut dalam lemak dan kelebihannya
disimpan oleh tubuh, sehingga tidak perlu pasokan setiap hari dari makanan. Dari
keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa vitamin merupakan suatu senyawa
organic kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit. Namun bila kebutuhan
vitamin di dalam tubuh tidak tepenuhi akan mengakibatkan terganggunya proses
dalam tubuh sehingga tubuh mudah sakit.
Disamping itu, kekurangan besi dengan atau tanpa anemia, terutama yang
berlangsung lama dan terjadi pada usia 0-2 tahun dapat mengganggu tumbuh
kembang anak, antara lain menimbulkan defek pada mekanisme pertahanan tubuh

1
dan gangguan pada perkembangan otak yang berdampak negatif terhadap kualitas
sumber daya manusia pada masa mendatang. (WHO; 2001)
Menurut McCann dan Anan (2007), konsentrasi besi di otak jauh lebih tinggi
jika dibandingkan dengan mikronutrien lainnya, kecuali seng (Zn). Di otak, besi
diperlukan oleh enzim untuk fungsi spesifik otak, termasuk mielinisasi dan sintesis
neurotransmitter serotonin (triptofan hidroksilase) serta dopamine (tirosin
hidroksilase). Defisiensi besi tanpa anemia juga menimbulkan banyak dampak negatif
karena besi merupakan nutrien yang penting untuk kehidupan organisme.
Di negara seperti Indonesia dengan angka kejadian defisiensi besi dan anemia
defisiensi besi cukup tinggi seperti dilaporkan dalam berbagai penelitian, dapat
direkomendasikan pemberian suplementasi besi tanpa terlebih dahulu melakukan
pemeriksaan khusus bahkan tanpa perlu melakukan uji tapis. (IDAI. 2011).
Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa vitamin D, E, K dan Zat
Besi mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan
perkembangan seorang anak. Pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan
besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat di ukur, sedangkan
perkembangan merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh (wong,2000)
Dalam tubuh kembang anak, terdapat dua peristiwa, yaitu percepatan dan
perlambatan, yang masing-masing akan berlainan dalam satu organ tubuh namun
masih saling berhubungan. Pertumbuhan dan perkembangan anak terjadi mulai dari
pertumbuhan dan perkembangan secara fisik, intelektual, dan emosional. Dari
penjelasan di atas, maka penulis sangat tertarik untuk membahas “Pengaruh Vitamin
D, E, K dan Zat Besi terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak” Hal ini ditulis
karena Vitamin D, E, K dan Zat Besi merupakan faktor determinasi dan tahap proses
tumbuh kembang anak.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Zat Besi (Fe) pada Anak


A. Definisi
Zat besi (Fe) adalah unsur mineral yang paling penting dibutuhkan oleh
tubuh karena perannya pada pembentukan hemoglobin. Senyawa ini
bertindak sebagai pembawa oksigen dalam darah, dan juga berperan dalam
transfer CO2 dan H positif pada rangkaian trasport elektron yang diatur oleh
fosfat organic. (McCann JC, 2007)
Besi merupakan unsur vital yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk
pembentukan hemoglobin, dan merupakan komponen penting pada sistem enzim
pernafasan. Pada metabolisme besi perlu diketahui komposisi dan distribusi
besi dalam tubuh, cadangan besi tubuh, siklus besi, absorbsi besi dan transportasi
besi. (McCann JC, 2007)

B. Bentuk zat besi dalam tubuh.


Terdapat empat bentuk zat besi dalam tubuh yaitu:
1. Zat besi dalam hemoglobin.
2. Zat besi dalam depot (cadangan) sebagai feritin dan hemosiderin
3. Zat besi yang ditranspor dalam transferin.
4. Zat besi parenkhim atau zat besi dalam jaringan seperti mioglobin dan
beberapa enzim antara lain sitokrom, katalase, dan peroksidase.
Secara alamiah zat besi diperoleh dari makanan. Sumber baik zat besi
adalah makanan hewani, seperti daging, ayam, dan ikan. Sumber lainya adalah
telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah.
Disamping jumlah besi, perlu diperhatikan kualitas besi didalam makanan,
dinamakan juga ketersediaan biologik (bioavailbility). Pada umumnya besi di
dalam daging, ayam, dan ikan mempunyai ketersediaan biologik tinggi, besi di
dalam serealia dan kacang-kacangan mempunyai ketersediaan biologik sedang,
dan besi di dalam sebagian besar sayuran, terutama yang mengandung asam
oksalat tinggi, seperti bayam mempunyai ketersediaan biologik rendah.
Sebaiknya diperhatikan kombinasi makanan sehari- hari, yang terdiri atas
campuran sumber zat besi berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan serta
sumber gizi lain yang dapat membantu absorbsi. Menu makanan di Indonesia

3
sebaiknya terdiri atas nasi, daging, ayam, ikan, kacang-kacangan, serta
sayuran dan buah-buahan yang kaya akan vitamin C. (Raspati H)

Dari tabel ini kelihatan bahwa sebagian besar zat besi terikat dalam
hemoglobin yang berfungsi khusus, yaitu mengangkut oksigen untuk keperluan
metabolisme dalam jaringan-jaringan. Sebagian lain dari zat besi terikat dalam
sistem retikuloendotelial (RES) di hepar dan sumsum tulang sebagai depot besi
(cadangan). Sebagian kecil dari zat besi dijumpai dalam transporting iron
binding protein (transferin), sedangkan sebagian kecil sekali didapati dalam
enzim-enzim yang berfungsi sebagai katalisator pada proses metabolisme dalam
tubuh. Fungsi-fungsi tersebut diatas akan terganggu pada penderita anemia
defisiensi besi. Proses metabolisme zat besi digunakan untuk biosintesa
hemoglobin, dimana zat besi digunakan secara terus-menerus. Sebagian besar
zat besi yang bebas dalam tubuh akan dimanfaatkan kembali (reutilization),
dan hanya sebagian kecil sekali yang diekskresikan melalui air kemih, feses dan
keringat. (Raspati H)

C. Kebutuhan zat besi


Kebutuhan zat besi dalam makanan setiap harinya sangat berbeda, hal ini
tergantung pada umur, sex, berat badan dan keadaan individu masingmasing.
Kebutuhan zat besi yang terbesar ialah dalam 2 tahun kehidupan pertama.

4
selanjutnya selama periode pertumbuhan, kenaikan berat badan pada usia remaja
dan sepanjang masa produksi wanita.
Pada masa pertumbuhan diperlukan tambahan sekitar 0,5 -1 mg / hari,
sedangkan wanita pada masa mensturasi memerlukan tambahan zat besi antara
0,5 -1 mg / hari. Pada wanita hamil kebutuhan zat besi sekitar 3 -5 mg / hari dan
tergantung pada tuanya kehamilan. Pada seorang laki laki normal dewasa
kebutuhan besi telah cukup bila dalam makanannya terdapat 10-20 mg zat besi
setiap harinya.
Asupan zat besi yang masuk ke dalam tubuh kita kira-kira 10 – 20 mg setiap
harinya, tapi ternyata hanya 1 – 2 mg atau 10% saja yang di absorbsi oleh tubuh.
70% dari zat besi yang di absorbsi tadi di metabolisme oleh tubuh dengan proses
eritropoesis menjadi hemoglobin, 10 - 20% di simpan dalam bentuk feritin dan
sisanya 5 – 15% di gunakan oleh tubuh untuk proses lain. Besi Fe3+ yang
disimpan di dalam ferritin bisa saja di lepaskan kembali bila ternyata tubuh
membutuhkannya. Feritin merupakan salah satu protein kunci yang mengatur
hemostasis besi dan juga merupakan biomarker klinis yang tersedia secara luas
untuk mengevaluasi status besi dan secara khusus penting untuk mendeteksi
defisiensi besi. Kadar feritin pada laki-laki dan wanita berbeda, pada laki-laki
dan wanita postmenopause kadar feritin kurang dari 300ng/ml, pada wanita
premonoupase kurang dari 200 ng/ml. (McCann JC, 2007)
1. Definisi
Defisiensi besi (Fe) merupakan suatu keadaan ketidakadekuatan
persedian besi untuk fungsi fisiologis tubuh. Defisiensi dapat disertai anemia
atau tanpa anemia. Bila disertai anemia, kadar hemoglobin dan besi serum
turun dibawah batas normal; sedangkan bila tanpa anemia, terjadi penurunan
cadangan besi dalam jaringan (feritin), tetapi belum menurunkan konsentrasi
hemoglobin. Defisiensi besi yang terjadi dan berlangsung lama pada saat otak
berkembang pesat terutama sampai umur 3 tahun akan menimbulkan deficit
fungsi otak yang menetap sampai dewasa. (Raspati H)
2. Etiologi
Keseimbangan besi di dalam tubuh diatur sedemikian rupa sehingga
absorpsi besi dapat dipastikan cukup untuk mengompensasi besi yang
dikeluarkan oleh tubuh. Keseimbangan besi ini sebagian besar ditentukan oleh
absorpsi besi di bagian proksimal usus halus. Defisiensi besi muncul akibat
absorpsi besi yang tidak adekuat untuk menyesuaikan dengan peningkatan

5
kebutuhan pertumbuhan anak atau akibat keseimbangan besi negatif dalam
waktu lama. Keadaaan tersebut menyebabkan penurunan cadangan besi dalam
tubuh yaitu, feritin. Proses terjadinya defisiensi besi pada anak diperkirakan
sejak dalam kandungan karena defisiensi yang berat pada ibu, ibu penyandang
diabetes, ibu perokok dan ibu penyandang hipertensi.( Bernie Endyarni,
2013).
Anemia gizi besi dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor
penyebab langsung dan faktor penyebab tidak langsung. Faktor penyebab
langsung meliputi jumlah Fe dalam makanan tidak cukup, absorbsi Fe rendah,
kebutuhan naik serta kehilangan darah, sehingga keadaan ini menyebabkan
jumlah Fe dalam tubuh menurun. Menurunnya Fe (zat besi) dalam tubuh akan
memberikan dampak yang negatif bagi fungsi tubuh. Hal ini dikarenakan zat
besi merupakan salah satu zat gizi penting yang terdapat pada setiap sel hidup,
baik sel tumbuh-tumbuhan, maupun sel hewan. Di dalam tubuh, zat besi
sebagian besar terdapat dalam darah yang merupakan bagian dari protein
yang disebut hemoglobin di dalam sel-sel darah merah, dan disebut
mioglobin di dalam sel-sel otot.
Secara fisiologis, cadangan besi (0,5 gram/kgBB pada bayi cukup bulan)
baru terbentuk sejak 3 bulan terakhir kehamilan, sehingga bayi premature
dengan berat badan lahir endah disertai cadangan besi yang rendah beresiko
mengalami defisiensi besi sejak lahir. Bayi yang mendapatkan ASI ekslusif
beresiko mengalami defisensi besi pada saat berumur 4- 6 bulan, sehingga
diperlukan makanan pendamping ASI dan suplementasi besi untuk mencegah
terjadinya defisiensi besi. Perdarahn akut maupun kronis menurunkan
cadangan besi dalam tubuh. Penyebab kondisi ini adalah keadaan yang
patologis, seperti refluks gastroesofageal, intoleransi terhadap susu sapi, dan
parasit usus. Penyebab lain masalah defisensi besi, dengan anemia
maupun tanpa anemia, adalah sosial ekonomi yang rendah, sosio- budaya
yang kurang mendukung (tabu), sanitasi yang buruk. (Bernie Endyarni, 2013)
3. Epidemiologi
Defisiensi besi tanpa anemia masih sulit, sehingga prevalensi
defisiensi tanpa anemia belum diketahui secara pasti. Saat ini, belum ada data
statistic mengenai prevalensi defisiensi besi dan ADB pad bayi berumur
kurang dari 12 bulan. Penelitian oleh Hay dkk. Di Norwegia 2004 pada bayi
aterm mendapatkan prevalensi defisiensi besi pada usia 6 bulan sebesar 4%

6
dan meningkat pada usia 12 bulan menjadi 12 %. Di amerika, prevalensi
defisiensi besi pada anak usia 1 hingga 3 tahun sebesar 6,6% hingga 15,2 %.
WHO memperkirakan prevalensi anemia adalah 25% (sekitar separuhnya
dialami oleh anak prasekolah) dan defisiensi besi merupakan kontributor
utama anemia. (Bernie Endyarni, 2013).
Prevalensi anemia defisiensi besi (ADB) pada anak balita di Indonesia
sekitar 40-45%. Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
menunjukkan prevalens ADB pada bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan, dan anak
balita berturut-turut sebesar 61,3%, 64,8% dan 48,1%.8 Penelitian kohort
terhadap 211 bayi berusia 0 bulan selama 6 bulan dan 12 bulan didapatkan
insidens ADB sebesar 40,8% dan 47,4%.9 Pada usia balita, prevalens tertinggi
DB umumnya terjadi pada tahun kedua kehidupan akibat rendahnya asupan
besi melalui diet dan pertumbuhan yang cepat pada tahun pertama.Angka
kejadian DB lebih tinggi pada usia bayi, terutama pada bayi prematur (sekitar
25-85%) dan bayi yang mengonsumsi ASI secara eksklusif tanpa
suplementasi.11 Rekomendasi terbaru menyatakan suplementasi besi
sebaiknya diberikan mulai usia 4-8 minggu dan dilanjutkan sampai usia 12-15
bulan, dengan dosis tunggal 2-4 mg/kg/hari tanpa melihat usia gestasi dan
berat lahir. Remaja perempuan perlu mendapat perhatian khusus karena
mengalami menstruasi dan merupakan calon ibu. Ibu hamil dengan anemia
mempunyai risiko 3 kali lipat melahirkan bayi anemia, 2 kali lipat melahirkan
bayi prematur, dan 3 kali lipat melahirkan bayi berat lahir rendah sehingga
suplementasi besi harus diberikan pada remaja perempuan sejak sebelum
hamil. (WHO; 2001.)

4. Patogenesis
Pengaruh defisiensi besi terhadap pertumbuhan dan perkembangan
anak bersifat multifaktorial. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
kejadian defisiensi besi adalah faktor lingkungan (sosial ekonomi) yang tidak
menguntungkan, sehingga kemampuan pemberian makan menjadi rendah,
kemampuan pengasuhan rendah, dan meningkatnya depresi maternal. (Raspati
H). Defisiensi besi mempengaruhi fungsi otak melalui gangguan pada
hipokampus dan di luar hipokampus.
a. Pengaruh defisiensi besi pada hipokampus
1) Gangguan metabolisme neuron

7
ADB sejak lahir menurunkan aktivitas enzim sitokrom c oksidase di
hipokampus.
2) Ekspresi gen
Kondisi defisiensi menyebabkan gangguan ekspresi gen yang penting
dalam transkripsi DNA.
3) Sinyal brain- derived neurotrophic factor (BDNF)
Defisiensi besi menyebabkan gangguan pertumbuhan dendritik dan
gangguan koneksi interneural hipokampus, struktur yang berfungsi
dalam memori.
4) Mammalian target of rapamycin (mTOR)
mTOR berfungsi dalam regulasi pertumbuhan sel- sel, regulasi
sintesis protein, dan organisasi aktin untuk diferensiasi neuronal,
maturasi oligodendrosit dan formasi myelin yang berguna untuk
struktur dan plastisitas neuron.
5) Kesehatan mitokondria
Defisiensi besi menyebabkan disfungsi enzim mitokondria.
b. Pengaruh defisiensi pada otak di luar hipokampus
1) Hormon tiroid
Hormon tiroid bermanfaat dalam perkembangan otak, baik pada
seluruh hemisfer otak maupun pada hipokampus. Hormon tiroid
bekerja akibat aktivasi mTOR sehingga adanya gangguan aktivasi
mTOR akibat defisiensi besi menyebabkan gangguan fungsi
hormone tiroid. Akibatnya terjadi deficit kemampuan belajar dan
mengingat.
2) Mielinisasi
Defisiensi besi menyebabkan gangguan mielinisasi yang dimulai dari
masa janin dan berlangsung hingga umur 3 tahun sehingga kecepatan
fungsi neuron terganggu.
3) Dopamin
Defisiensi besi menyebabkan gangguan metabolisme dopamine,
terutama di striatum dan subsatnsia nigra sehingga terdapat
gangguan pada psikomotor dan gangguan tidur.

8
c. Gejala klinis
Manifestasi yang paling menonjol pada anemia defisiensi besi adalah :
1) Pucat
2) Glossitis (lidah tampak pucat, licin, mengkilap, atrofi papil lidah)
3) Stomatitis dan keilitis angular
4) Koilonikia (kuku menjadi cekung ke dalam seperti sendok),
ditemukan pada 18% anemia defisiensi besi
5) Perdarahan dan eksudat pada retina bisa terlihat pada anemia berat
(Hb 5 gram% atau kurang)
6) Gejala Plummer-Vinson yaitu sukar menelan (disfagia)
merupakan gejala yang khas pada anemia defisiensi besi menahun.

Defisiensi besi tanpa anemia memiliki dampak negatif terhadap kognitif


anak. Anak dengan defisiensi besi menunjukkan gejala kesulitan belajar dan
mengingat. Gejala yang tampak pada bayi baru baru lahir dengan
defisiensi besi adalah gangguan membedakan suara ibunya, sedangkan
gejala yang tampak pada bayi umjur 9 dan 12 bulan adalah kesulitan
membedakan wajah ibunya. Pada anak yang mengalami defisiensi besi
sejak lahir, pada umur 3,5 tahun ia akan mengalami kesulitan meniru
kegiatan, mengingat serta belajar. Pada umur 5 tahun, anak dengan
anemia defisiensi besi sejak lahir menunjukkan gejala penurunan
perkembangan bahasa dan motorik halus dibandingkan dengan anak yang
tidak mengalami kekurangan besi sejak lahir. Pada umur 11 sampai 14
tahun, anak dengan anemia defisiensi besi sejak balita mengalami
keterlambatan psikomotor, lebih sering tinggal kelas, dan mengalami
gangguan mengingat visuo spasial, gangguan kecemasan dan perhatian, jika
dibandingkan dengan anak dengan kadar besi yang cukup. (IDAI, 2011).
d. Diagnosis
1) Riwayat faktor predisposisi dan etiologi :
a) Kebutuhan meningkat secara fisiologis terutama pada
masa pertumbuhan yang cepat, menstruasi, dan infeksi kronis.
b) Kurangnya besi yang diserap karena asupan besi dari makanan
tidak adekuat malabsorpsi besi.
c) Perdarahan terutama perdarahan saluran cerna (tukak
lambung, penyakit Crohn, colitis ulserativa).

9
d) Pucat, lemah, lesu,
2) Pemeriksaan fisis
a) Anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limphadenopati b.
stomatitis angularis, atrofi papil lidah.
b) ditemukan takikardi ,murmur sistolik dengan atau tanpa
pembesaran jantung.
3) Pemeriksaan penunjang
Ada tiga uji laboratorium yang dipadukan dengan pemeriksaan kadar
Hb agar hasil lebih tepat untuk menentukan anemia gizi besi. Untuk
menentukan anemia gizi besi yaitu :
a) Serum Ferritin (SF)
Ferritin diukur untuk mengetahui status besi di dalam hati. Bila
kadar SF < 12 mg/dl maka orang tersebut menderita anemia gizi
besi.
b) Transferin Saturation (ST)
Kadar besi dan Total Iron Binding Capacity (TIBC) dalam serum
merupakan salah satu menentukan status besi. Pada saat kekurangan
zat besi, kadar besi menurun dan meningkat, rasionya yang disebut
dengan TS. TS < dari 16 % maka orang tersebut defisiensi zat besi.
c) Free Erythocyte Protophorph
Bila kadat zat besi dalam darah kurang maka sirkulasi FEB
dalam darah meningkat. Kadar normal FEB 35-50 mg/dl RBC.
(IDAI, 2011)
e. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan anemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor
penyebab dan mengatasinya serta memberikan terapi dengan preparat besi.
Pemberian preparat besi dapat dilakukan peroral atau parenteral. (IDAI,
2011)
1) Preparat besi oral
Senyawa zat besi yang sederhana dan diberikan peroral adalah ferrous
glukonat, fumarat dan suksinat dengan dosis harian 4-6 mg/kgBB/hari
besi elemen, yang diberikan dalam 2-3 dosis. Penyerapan akan lebih
baik jika lambung kosong, tetapi cara pemberian ini akan menimbulkan
efek samping pada saluran cerna. Efek samping yang dapat terjadi adalah
iritasi gastrointestinal, yang dapat menyebabkan rasa terbakar, mual

10
dan diare. Karena itu, pemberian besi bisa dilakukan pada saat makan
atau segera setelah makan meskipun akan mengurangi absorpsi obat
sekitar 40-50 %. Preparat besi harus terus diberikan selama 2 bulan
setelah anemia teratasi.

f. Prognosis
Defisiensi besi dengan anemia dan tanpa anemia berakibat jangka panjang,
berupa gangguan kognitif dan keterlambatan psikomotor. Pemberian
suplementasi besi pada anak defisiensi besi dengan anemia dan tanpa anemia
belum terbukti dapat memperbaiki gangguan kognitif dan psikomotor

meskipun anemia telah dikoreksi. 6

g. Pencegahan
Deteksi dini defisiensi besi dengan dan tanpa anemia berupa pemeriksaan
kadar hemoglobin pada usia 1 tahun yang disertai dengan skrining
faktor resiko terjadinya anemia, seperti lahir prematur, berat bayi lahir
rendah, paparan timbal, mendapat ASI ekslusif selama 4 bulan tanpa
suplementasi besi, makanan pendamping ASI yang tidak difortifikasi besi,
gangguan pertumbuhan, gangguan makan dan kondisi sosial ekonomi
rendah. Untuk anak usia 1 hingga 3 tahun, dapat dilakukan skrining
ulang untuk mengidentifikasi resiko defisiensi besi dan anemia defisiensi
besi. (IDAI, 2011)

II. Vitamin D, E, dan K


1. Pengaruh Vitamin D, E, K untuk pertumbuhan dan perkembangan terhadap
anak
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua kata yang berbeda, namun
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pertumbuhan (growth) merupakan semua
hal yang berkaitan dengan perubahan ukuran organisme dan dapat dengan sangat
mudah diamati, seperti perubahan fisik, peningkatan jumlah sel, ukuran,
kuantitatif, tinggi badan, berat badan, dll. Sedangkan perkembangan
(development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diprediksi, sebagai
hasil dari proses pematangan. Seperti halnya perjalanan menjadi dewasa.
Perkembangan ini sanngan bersifat kualitatif, sistematis dan berkesinambungan.

11
Oleh karena itulah, hal ini membutuhkan waktu yang sangat lama. Perkembangan
ini menyangkut adanya proses deferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh,
organ-organ, dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga
masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk perkembangan emosi,
intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan.
Dalam pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini, sangat dibutuhkan
gizi yang cukup dan makanan yang banyak salah satunya adalah vitamin. Vitamin
yang bisa dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu, vitamin yang larut dalam
“lemak” (fat soluble) terdiri dari vitamin A, D, E, dan K serta vitamin yang larut
dalam “air” terdiri dari vitamin B dan C kecuali vitamin B12.
Pada pembahasan ini, kami membahas tentang vitamin A, D, E, dan K atau
yang larut dalam lemak karena banyak peran pada vitamin A, D, E, dan K
terhadap pertumbuhan dan perkembangan yang sangat dibutuhkan pada anak usia
dini.
A. Vitamin D
Vitamin D termasuk dalam kategori vitamin yang “musti”
dikonsumsi oleh anak-anak. Vitamin D memiliki 2 bentuk :
1. Vitamin D2 (ergokalsiferol) yang ditemukan dalam ragi
2. Vitamin D3 (kolekalsiferol) yang terdapat dalam minyak hati ikan dan
kuning telur. Vitamin D3 juga dihasilkan dalam kulit ketika kulit terpapar
sinar ultraviolet (sinar matahari).
Para ahli menduga, bahwa peran vitamin D pada peningkatan efisiensi
penyerapan kalsium telah berlangsung juataan tahun yang lalu. Kalsium
adalah komponen utama kerangka vertebrata (makhluk tulang belakang)
tingkat rendah yang hidup di lautan. Perkembangan kerangka vertebrata
memberi mereka peluang-melalui proses evolusi-untuk pindah ke darat. Untuk
dapat bertahan hidup di daratan, dimana kalsium terbatas. Meraka
berkembang metode yang efisiensi untuk menggunakan kalsium. Vitamin D
bertanggung jawab mengemban tugas tersebut.
Manfaat vitamin D untuk tubuh :
1. Membantu pertumbuhan dan kepadatan tulang yang kuat.
2. Meningkatkan penyerapan kalsium dari usus dan mempermudah
pembentukan tulang normal.
3. Membantu menjaga sistem kekebalan tubuh.

12
4. Membantu pengerasan tulang dangan cara mengatur agar kalsium dan
fosfor tersedia di dalam darah untuk diendapkan pada proses pengerasan
tulang.
B. Vitamin E
Vitamin E cukup banyak tersebar di berbagai jenis bahan makanan.
Minyak tumbuh-tumbuhan, terutama minyak kecambah, gandum, dan biji-
bijian adalah sumber utama dari vitamin. Sayuran dan buah-buahan juga
merupakan sumber vitamin E yang bagus. Namun, daging unggas, ikan, dan
kacang-kacangan hanya mengandung vitamin dalam jumlah yang terbatas.
Untuk mengonsumsi vitamin E dalm bentuk segar atau tidak terlalu lama
mengalami kepanasan karena vitamin E mudah rusak pada saat pemanasan
(misal saat digoreng). Sebaiknya proses pemasakan menggunakan air saja,
karena vitamin E tidak larut air.
Manfaat vitamin E untuk tubuh :
1. Mampu sebagai antioksidan.
2. Melindungi sel paru-paru yang secara konstan selalu kontak dengan
oksigen.
3. Melindungi sel darah putih yang bertugas memerangi penyakit.
4. Menjaga organ hati dari kerusakan.
5. Berguna untuk mengawetkan (menjaga gizi) makanan.
6. Juga kemungkinan besar mencegah gejala penuaan dini.
C. Vitamin K
Vitamin K mempunyai kesamaan dengan vitamin D, vitamin K dan D sama-
sama bisa dibuat sendiri oleh tubuh (vitamin D dengan bantuan sinar
matahari) dan vitamin K bisa menghasil satu pertiga vitamin K yang kita
butuhkan dengan bakteri “baik” yang terdapat pada usus besar. Vitamin K,
konsentrasi tinggi terdapat pada susu kedelai, teh hijau, susu sapi serta daging
sapi dan hati. Jenis-jenis makanan probiotik, semisal yoghurt yang
mengandung bakteri sehat aktif bisa membantu menstimulasiproduksi vitamin
K dalam usus besar.
Manfaat vitamin K untuk tubuh :
1. Membantu proses pembekuan darah.
2. Membantu pembentukan protein di dalam tulang dan ginjal sehingga
memengaruhi jumlah kalsium yang diserap tubuh.
3. Mencegah terjadinya pengerasan pada pembuluh darah arteri.

13
4. Membuat kulit tampak sehat dan cantik.
5. Dan juga dibutuhkan untuk pembentukan tulang.
Dari pembahasan diatas tidak hanya protein, karbohidrat, dan lemak
yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini. Vitamin
juga sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini.
Contohnya melindungi permukaan bola mata, pertumbuhan dan reproduksi
normal pada tulang dan gigi, membantu, pengerasan tulang, mencegah
penuaan dini, dan lain-lain. Jadi pengaruh vitamin D, E, dan K pada
pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini sangat berperan.
2. Dampak Negatif Dalam Vitamin D, E, dan K Terhadap Pertumbuhan dan
Perkembangan Anak Usia Dini
Dampak negative dalam vitamin D, E, dan K Terhadap Pertumbuhan dan
Perkembangan Anak Usia Dini jika mengkonsumsinya berlebihan dan
kekurangan.
a. Akibat Kelebihan Vitamin D, E, dan K
Kelebihan vitamin D menyebabkan peningkatan konsentrasi kalsium
di dalam darah sehingga menyebabkan pembulun darah mengeras dan sangat
berbahaya bagi arteri pada hati dan paru-paru yang dapat berakibat fatal yang
akan terjadi pada anak usia dini jika kelebihan vitamin E yaitu, bisa
menyebabkan sakit kepala, pusing, badan lemah, dan mudah lelah, perut
kembung, serta gangguan penglihatannya terganggu.
Pada anak, gejala kelebihan vitamin K ini perlu diperhatikan.
Gejalanya bisa terjadi seperti, mual, muntah, anemia, diare, dan ruam kulit.
Untuk itu jangan sampai mengkonsumsi berlebihan vitamin K dalam bentuk
sintetiknya atau suplemennya.
b. Akibat Kekurangan Vitamin D, E, dan K
Kekurangan vitamin D menyebabkan pertumbuhan tubuh dan kaki yang tidak
normal seperti betis dan kaki akan membentuk huruf O dan X, juga bisa
kehilangan unsur kalsium dan fosfor yang berlebihan di dalam tulang yang
berakibat fakumnya kekuatan tulang. Vitamin E menyebabkan gangguan
kesehatan. Vitamin K akan berakibat pada kesulitan pembekuan darah
saat terjadi luka.

14
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Besi (Fe) adalah salah satu mikronutrien yang penting bagi tubuh, antara
lain pada sintesis DNA, fungsi mitokondria, transportasi oksigen, produksi ATP
dan untuk melindungi sel dari kerusakan akibat oksidasi. Defisiensi besi (Fe)
merupakan suatu keadaan ketidakadekuatan persedian besi untuk fungsi
fisiologis tubuh. Defisiensi dapat disertai anemia atau tanpa anemia. Karena
pertumbuhan dan perkembangan otak yang cepat pada masa bayi dan anak,
defisiensi besi yang terjadi pada masa tersebut dapat mengakibatkan gangguan
fungsi kognitif yang cenderung permanen. Pemberian asupan besi yang adekuat
sejak bayi serta pelaksanaan skrining defisiensi besi dan anemia defisiensi besi
sangat penting untuk pencegahan defisiensi besi itu sendiri.
Dalam pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini, sangat
dibutuhkan gizi yang cukup dan makanan yang banyak salah satunya adalah
vitamin. Vitamin yang bisa dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu, vitamin
yang larut dalam “lemak” (fat soluble) terdiri dari vitamin D, E, dan K serta
vitamin yang larut dalam “air” terdiri dari vitamin B dan C kecuali vitamin B12.
Ada pula dampak negative dalam vitamin A, D, E, dan K Terhadap
Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Dini jika mengkonsumsinya
berlebihan dan kekurangan.

B. Saran
Dari pembahasan diatas, asupan gizi sangat dibutuhkan bagi tubuh
untuk pertumbuhan dan perkembangan terhadap anak usia dini salah satunya
adalah vitamin dan Zat Besi. Untuk para orang tua, harus lebih memerhatikan
anak-anaknya agar anak-anaknya proses pertumbuhan dan perkembangannya
berjalan dengan baik. Dan untuk para pembaca, dimohon kritikan yang
membangun supaya referat ini menjadi lebih baik lagi.

15
DAFTAR PUSTAKA

Andi. 2010. A-Z Multivitamin untuk Anak dan Remaja. Yogyakarta: Andi Offset

Almatsier S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Anfaz,2010.Sehat Secara Alami, (diakses oleh : Aulya Patrisa, 26 Mei 2015, 13.45
WIB) (http://bioalami.blogspot.com/search/label/Vitamin)

Bernie Endyarni, 2013, Mengenal keterlambatan perkembangan pada anak, di akses


dari http://idai.or.id/publicarticles/seputar-kesehatan-anak/mengenal-
keterlambatan perkembangan- umum-pada-anak.html, pada tanggal 29
agustus 2015.
Departemen Kesehatan RI. 2004. Angka Kecukupan Gizi Rata-rata yang
Dianjurkan. Hasil. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII: 17-19
Mei.

Departemen kesehatan RI. 1990. Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Jakarta:
Depkes. FAO. 1972. Food Composition Table for Use in east Asia. Rome:
FAO

Garrow, J.S. dan W.P.T. 1993. James. Human Nutrition and Diettetics. Edinburgh:
Chuchill Livingstone, ed. 9.

Ikatan Dokter anak Indonesia, Suplemen besi untuk anak. IDAI. 2011.

Mirtoplus,2015. Super Lutein Mirto Plus, (diakses oleh : Aulya Patrisa, 26 Mei 2015,
14.45 WIB) (http://www.mirtoplus.net/akibat-kelebihan-vitamin-e/)

McCann JC, Ames BN. “An overview for a causal relation between iron
deficiency during development and deficits ini cognitive or behavioral
function”. Am J Clin Nutr 2007;85:931-45

Raspati H, “Anemia deisiensi besi”, Dalam : Permono HB, Sutaryo, Ugrasena IDG,
Windiastuti E, Abdulsalam M, penyunting, Buku Ajar Hematologi
Onkologi Anak Edisi ke-2.Jakarta:

World Health Organization. Iron deficiency anemia: assessment, prevention, and


control. A guide for programme managers. Geneva: WHO; 2001.

16

You might also like