You are on page 1of 37

REFLEKSI KASUS

INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

Oleh:

Vidi Alfiansyah

20130310104

20174011087

Pembimbing:

dr. Rastri Mahardhika P., Sp.PD

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

RSUD KOTA SALATIGA

2017

1
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan refleksi kasus dengan judul

INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

Disusun oleh:

NIM: 20130310104

NIPP: 20174011087

Telah dipresentasikan

Hari/Tanggal:

31 Oktober 2017

Disahkan oleh:

Dosen Pembimbing,

dr. Rastri Mahardhika P., Sp.PD

2
3
BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS

Nama : Ny. Kh

Usia : 46 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Banjarsari, Bancak Semarang

Pekerjaan :-

Status pernikahan : Menikah

No. RM : 16-17-352249

Tanggal Masuk RS : 16 Oktober 2017

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama

Nyeri pinggul kiri. Nyeri pada saat kencing.

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang wanita berusia 46 tahun datang ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan
nyeri pinggul kiri menjalar hingga ke bawah/kaki, nyeri terus-menerus sejak 4 hari
lalu, mual (-), muntah (-). Nafsu makan menurun (+). Pasien sudah berobat ke
Puskesmas namun tidak membaik. Setelah di Bangsal anamnesa terdapat keluhan

1
nyeri saat BAK sejak 2 hari dengan frekuensi pagi sekali, sore sekali, malam sekali
dan warna keruh seperti teh. Pasien mengaku sering menahan kencing apalagi saat
bepergian jauh. BAB tidak ada keluhan. Terdapat riwayat demam sekitar ± 3 hari
SMRS. Demam dirasakan pada malam hari saja. Pasien juga merasakan pusing (+),
punggung kemeng-kemeng, dan sulit tidur karena nyeri. Pasien memiliki riwayat
penyakit kencing manis tidak terkontrol sejak beberapa tahun yang lalu. Pasien juga
mengaku tidak mengatur jenis makanan yang dikonsumsi termasuk makanan
berlemak seperti gorengan/jeroan.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat Hipertensi disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat keluhan serupa disangkal
 Riwayat Hipertensi, Diabetes Mellitus disangkal
E. Riwayat Sosial Ekonomi

F. Anamnesis Sistem
Kepala leher : nyeri kepala berdenyut
THT : tidak ada keluhan
Respirasi : tidak ada keluhan
Gastrointestinal : nyeri perut bawah
Kardiovaskuler : tidak ada keluhan
Perkemihan : nyeri saat kencing
Sistem Reproduksi : tidak ada keluhan
Kulit dan Ekstremitas : tidak ada keluhan

III.PEMERIKSAAN FISIK
 Kesan Umum : Baik
 Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
 Vital Sign

Tekanan Darah: 140/80 mmHg

2
Nadi : 80 x/menit

Pernapasan : 22 x/menit

Suhu : 36,5 ºC

 Kepala dan Leher

Bentuk kepala : normocephali.

Wajah : simetris, deformitas (-)

Mata

 Tidak ada oedem palpebra dextra dan sinistra


 Conjungtiva anemis -/- , Sklera ikterik -/-
 Pupil isokor, 3 mm
 Pembesaran limfonodi (-)

Leher

 Inspeksi : Bentuk leher tidak tampak ada kelainan, tidak


tampak deviasi trakea
 Palpasi : Trakea teraba di tengah, tidak terdapat pembesaran
limfonodi
Thorax
Inspeksi
 Bentuk thorax simetris, tidak ada pernapasan yang tertinggal
 Tidak tampak retraksi sela iga
 Tidak terdapat kelainan tulang iga dan sternum
 Tidak terlihat spider naevi
Palpasi
 Pada palpasi secara umum tidak terdapat nyeri tekan dan tidak
teraba benjolan pada dinding dada
 Gerak nafas simetris
Perkusi
 Kedua hemithoraks secara umum terdengar sonor
 Batas paru-hepar dalam batas normal

3
 Batas kanan bawah paru-jantung pada ics 5 linea sternalis
kanan, batas kanan atas paru-jantung pada ics 3 linea sternalis kanan
 Batas kiri paru-jantung pada ics 5 linea midcavicularis kiri,
batas atas kiri paru-jantung pada ics 3 linea parasternalis kiri
Auskultasi
 Suara nafas vesikuler +/+ (positif di lapang paru kanan dan
kiri), reguler, ronchi -/- (tidak terdengar dikedua lapang paru),
wheezing-/- (tidak terdengar dikedua lapang paru).
 BJ I, BJ II regular, punctum maksimum pada linea
midclavicula kiri ics 5, murmur (-), gallop (-), splitting (-)

Abdomen

Inspeksi
 Bentuk perut tak tampak distensi, pinggang tampak simetris
dari anterior dan posterior
 Venektasi (-), Caput Medusae (-)
 Umbilikus terletak di garis tengah
 Tidak tampak pulsasi abdomen pada regio epigastrika
Auskultasi
 Bising usus (+) normal
Palpasi
 Dinding abdomen teraba distensi, defans muskular (-)
 Ditemukan nyeri tekan pada regio bawah (hypogastric)
 Nyeri ketok ginjal (-) normal
Perkusi
 Timpani pada semua lapang perut
 Shifting dullness (-)

Ekstermitas

Inspeksi
 Tidak ada pembengkakan sendi pada lutut kiri, deformitas (-)
normal
Palpasi
 Akral hangat
 Pitting edema - -
- -

4
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil laboratorium (17 Oktober 2017)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi
Lekosit 13.05 4.5 – 11
Eritrosit 4.79 3.8 – 5.8
Hemoglobin 14.2 11.5 – 16.5
Hematokrit 40,6 37 – 47 %
MCV 84.8 85 - 100 f/L
MCHC 35.0 30 – 35 g/dl
Trombosit 381 150 – 450 10
Golongan Darah A
Hitung Jenis
Eosinofil % 1.0 1–6%
Basofil % 0.3 0.0 – 1.0 %
Limfosit % 20.9 20 – 45 %
Monosit % 2.6 2–8%
Neutrofil % 75.2 40 – 75 %
Kimia
Glukosa Darah Sewaktu 337 < 140 mg/dl
Ureum 31 10 – 50 mg/dl
Creatinin 0.8 0.6 – 1.1 mg/dl
Cholesterol Total 230 < 200 mg/dl

Trigliserida 163 <150 mg/dl


HDL Cholesterol 42 >45 mg/dl
LDL Cholesterol 193 <100 mg/dl

5
Asam Urat 4.7 2.4 – 5.7
SGOT 11 < 31 U/L
SGPT 14 < 32 U/L

Pemeriksaan Laboratorium ( 18 Oktober 2017)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

URINALISA
Bau Khas
Warna Kuning Kuning
Ph 6.5
Kejernihan Keruh
Berat Jenis 1.020 1.015-1025
Reduksi +4(2000) <15
Bilirubin Negative <0.20
Urobillinogen 0.1 0.2-1.0
Keton +(10) <5
Nitrit Negative Negative
Blood Negative <5
Leukosit-Esterase +(25) <10
Protein-Albumin Negative Negative
MIKROSKOPIS
Epithel 15-20 5-15
Lekosit 10-12 1-4
Erythrosit 2-3 0-1
Kristal Negative
Silinder Negative
Bakteri Positif Negative
Benang Mucus Negative
Lain-Lain Negative Negative

Hasil laboratorium (20 Oktober 2017)

6
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi
Lekosit 17.14 4.5 – 11
Eritrosit 4.69 3.8 – 5.8
Hemoglobin 13.8 11.5 – 16.5
Hematokrit 39.0 37 – 47 %
MCV 83.2 85 - 100 f/L
MCHC 35.4 30 – 35 g/dl
Trombosit 376 150 – 450 10
Hitung Jenis
Eosinofil % 0.1 1–6%
Basofil % 0.2 0.0 – 1.0 %
Limfosit % 13.9 20 – 45 %
Monosit % 1.5 2–8%
Neutrofil % 84.3 40 – 75 %

Pemeriksaan Laboratorium ( 23 Oktober 2017)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

URINALISA
Bau Khas
Warna Kuning Kuning
Ph 6.0
Kejernihan Keruh
Berat Jenis 1.025 1.015-1025
Reduksi +4(2000) <15
Bilirubin Negative <0.20
Urobillinogen 0.1 0.2-1.0
Keton Negative <5
Nitrit Negative Negative
Blood Negative <5
Leukosit-Esterase 1+(25) <10
Protein-Albumin Negative Negative
MIKROSKOPIS
Epithel 4-8 5-15
Lekosit 2-3 1-4
Erythrosit 0-1 0-1
Kristal Negative
Silinder Negative
Bakteri Positif Negative
Benang Mucus Negative
Lain-Lain Negative Negative

7
Hasil Foto Vertebra Lumbosacral AP lateral dan obliq view, kondisi foto cukup.

KESAN:

 Gambaran spondyloarthrosis dengan canal stenosis di setinggi L3-4


sinistra dan L4-SI dextra et sinistra disertai paraspinal musculospasme,
suspect adanya HNP
 Tak tampak gambaran spondylolisthesis lumbalis maupun compressi
corpus vertebra

V. ASSESSMENT

 Sistitis
 Dislipidemia
 Diabetes Mellitus
 Hipertensi grade I
 Spondyloarthrosis

VI. PENATALAKSANAAN

 IGD (16 Oktober 2017)


- Inf. Asering 20 tpm
- Inj. Ketorolac 1 amp
- Inj. Ranitidin 1 amp

 BANGSAL
 17 Oktober 2017
- Infus Asering 500 ml
- Inj. Ketorolac 30mg 2x1
- Inj. Ranitidin 2x1
- Inj. Dexamethasone 2x1/2
- Inj. Ceftriaxone 2x1
- Eperisone HCL 3x1
- Meloxicam 15mg 2x1
- Nopres 20mg 1x1

8
 18 Oktober 2017
- Infus Asering 500 ml
- Inj. Ketorolac 30mg 2x1
- Inj. Ranitidin 2x1
- Inj. Dexamethasone 2x1/2
- Inj. Ceftriaxone 2x1
- Urispas 3x1
- Glimiperide 2mg 1x1
- Metformin 500mg 3x1
- Atorvastatin 20mg 1x1
- Eperisone HCL 3x1

 19 Oktober 2017
- Infus Asering 500 ml
- Inj. Ketorolac 30mg 2x1
- Inj. Ranitidin 2x1
- Inj. Dexamethasone 2x1/2
- Inj. Ceftriaxone 2x1
- Urispas 3x1
- Glimiperide 2mg 1x1
- Metformin 500mg 3x1
- Atorvastatin 20mg 1x1
- Eperisone HCL 3x1

 20 Oktober 2017
- Infus Asering 500 ml
- Inj. Ketorolac 30mg 2x1
- Inj. Ranitidin 2x1
- Inj. Ceftriaxone 2x1
- Inj. Dexamethasone 2x1/2
- Urispas 3x1
- Nopres 20mg 1x1
- Metformin 500mg
- Eperisone HCL 3x1
- Meloxicam 15mg 2x1

 21 Oktober 2017
- Infus Asering 500 ml
- Inj. Ketorolac 30mg 2x1
- Inj. Ranitidin 2x1
- Inj. Dexamethasone 2x1/2
- Urispas 3x1
9
- Ofloxacin 200mg
- Nopres 20mg 1x1
- Glimiperide 2mg 1x1
- Valsartan 800mg
- Metformin 500mg
- Eperisone HCL 3x1
- Meloxicam 15mg 2x1
- Atorvastatin 20mg 1x1
- Eperisone HCL

 22 Oktober 2017
- Infus Asering 500 ml
- Inj. Ketorolac 30mg 2x1
- Ofloxacin 200mg
- Glimiperide 2mg 1x1
- Metformin 500mg 3x1
- Atorvastatin 20mg 1x1
- Eperisone HCL 3x1
- Meloxicam 15mg 2x1

 23 Oktober 2017
- Infus Asering 500 ml
- Inj. Ketorolac 30mg 2x1
- Inj. Ranitidin 2x1
- Ofloxacin 200mg
- Glimiperide 2mg 1x1
- Metformin 500mg 3x1
- Atorvastatin 20mg 1x1
- Eperisone HCL 3x1
- Meloxicam 15mg 2x1

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering
ditemukan di praktik umum, walaupun bermacam-macam antibiotika sudah tersedia
luas di pasaran. Data penelitian epidemiologi klinik melaporkan hampir 25-35%
semua perempuan dewasa pernah mengalami ISK selama hidupnya.

Infeksi saluran kemih (ISK) tipe sederhana (uncomplicated type) jarang


dilaporkan menyebabkan insufisiensi ginjal kronik (IGK) walaupun sering
mengalami ISK berulang. Sebaliknya ISK berkomplikasi (complicated type) terutarna
terkait refluks vesikoureter sejak lahir sering menyebabkan insufisiensi ginjal kronik
(IGK) yang berakhir dengan gaga1 ginjal terminal (GGT).

Penggunaan prosedur pencitraan ginjal seperti ultrasonografi (USG) yang


tersebar luas di masyarakat termasuk praktik dokter umum harus berdasarkan indikasi
medis yang kuat dan benar.

1. Infeksi Saluran Kemih (ISK)


a. Definisi
Infeksi saluran kemih adalah invasi mikroorganisme (biasanya bakteri) pada
saluran kemih, mulai dari uretra hingga ginjal. Berbagai istilah pada infeksi saluran
kemih dan definisinya:1

11
1. Pielonefritis: infeksi pada ginjal
2. Ureteritis: infeksi pada ureter
3. Sistitis: infeksi pada kandung kemih/buli
4. Uretritis: infeksi pada uretra1

Bakteriuria bermakna (significant bacteriuria): Bakteriuria bermakna


menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme (MO) murni lebih dari l05 colony
forming units (cfu/ml) pada biakan urin. Bakteriuria bermakna mungkin tanpa
disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria asimtomatik (covert bacteriuria).
Sebaliknya bakteriuria bermakna disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria
bermakna simtomatik. Pada beberapa keadaan pasien dengan presentasi klinis ISK
tanpa bakteriuria bermakna. Banyak faktor yang menyebabkan negatif palsu pada
pasien dengan presentasi klinis ISK.2

 lnfeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah

Presentasi klinis ISK bawah tergantung dari gender: 2

1. Perempuan

- Sistitis. Sistitis adalah presentasi klinis infeksi kandung kemih disertai bakteriuria
bermakna.2

12
- Sindrom uretra akut (SUA). Sindrom uretra akut adalah presentasi klinis sistitis
tanpa ditemukan mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis bakterialis.
Penelitian terkini SUA disebabkan MO anaerobik. 2

2. Laki-laki

Presentasi klinis ISK bawah pada laki-laki mungkin sistitis, prostatitis,


epididimitis dan uretritis.2

 lnfeksi Saluran Kemih (ISK) Atas

1. Pielonefitis akut (PNA). Pielonefitis akut adalah proses inflamasi parenkim ginjal
yang disebabkan infeksi bakteri. 2

2. Pielonefritis kronis (PNK). Pielonefitis kronis mungkin akibat lanjut dari infeksi
bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih dan
refluks vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan
jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis kronik yang spesifik.
Bakteriuria asimtomatik kronik pada orang dewasa tanpa faktor predisposisi tidak
pernah menyebabkan pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal. 2

Data epidemiologi klinik tidak pernah melaporkan hubungan antara bakteriuria


asimptomatik dengan pielonefritis kronik. 2

b. Epidemiologi
Infeksi saluran kemih (ISK) tergantung banyak faktor; seperti usia, gender,
prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang rnenyebabkan perubahan struktur
saluran kemih termasuk ginjal.2

13
Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun perempuan
cenderung menderita ISK dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang
dilaporkan, kecuali disertai faktor predisposisi (pencetus). 2

Prevalensi bakteriuri asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan.


Prevalensi selama periode sekolah (school girls) 1% meningkat menjadi 5% selama
periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkai mencapai
30%, baik laki-laki maupun perempuan bila disertai factor predisposisi seperti terlihat
pada Tabel 2. 2

14
c. Mikroorganisme Saluran Kemih
Pola mikroorganisme (MO) bakteriuria seperti terlihat pada Tabel 3. Pada
umumnya ISK disebabkan mikroorganisme (MO) tunggal: 2

 Escherichia coli merupakan MO yang paling sering diisolasi dari


pasien dengan infeksi simtomatik maupun asimtomatik. 2
 Mikroorganisme lainnya yang sering ditemukan seperti Proteus spp
(33% ISK anak laki-laki berusia 5 tahun), Klebsiella spp, dan Stafilokokus
dengan koagulase negative. 2
 Infeksi yang disebabkan Pseudomonas spp dan MO lainnya seperti
Stafilokokus jarang dijumpai, kecuali pasca kateterisasi. 2

15
d. Patogenesis dan Patofisiologi ISK
 Patogenesis Urinary Pathogens

Patogenesis bakteriuri asimtomatik menjadi bakteriuri simtomatik dengan


presentasi klinis ISK tergantung dari patogenitas bakteri dan status pasien sendiri
(host). 2

1. Peranan Patogenisitas Bakteri. Sejumlah flora saluran cerna


termasuk Escherichia coli diduga terkait dengan etiologi ISK. Penelitian
melaporkan lebih dari 170 serotipe 0 (antigen) E coli yang patogen.
Patogenisitas E. Coli terkait dengan bagian permukaan sel polisakarida dari
lipopolisakarin (LPS) seperti terlihat pada Gambar 2. 2

16
Hanya IG Serotipe dari 170 serotipe O/E. Coli yang berhasil diisolasi rutin dari
pasien ISK klinis, diduga strain E.coli ini mempunyai patogenisitas khusus.
Penelitian intensif berhasil menentukan faktor virulensi E. coli dikenal sebagai
virulence determinalis, seperti terlihat pada Tabel 4. 2

17
Bakteri patogen dari urin (urinary pathogens) dapat menyebabkan presentasi
klinis ISK tergantung juga dari faktor lainnya seperti perlengketan mukosa oleh
bakteri, faktor virulensi, dan variasi fase faktor virulensi. 2

Peranan Bakterial attachment of mucosa. Penelitian membuktikan bahwa


fimbriae (proteinaceous hair-like projection from the bacterial surface) seperti terlihat
pada Gambar 2, merupakan salah satu pelengkap patogenesitas yang mempunyai
kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih. Pada umumnya P
fimbriae akan terikat pada P blood group antigen yang terdapat pada sel epitel saluran
kemih atas dan bawah. Fimbriae dari strain E. coli ini dapat diisolasi hanya dari urin
segar. 2

18
Peranan faktor virulensi lainnya. Kemampuan untuk melekat (adhesion)
mikroorganisme (MO) atau bakteri tergantung dari organ pili atau fimbriae maupun
non-fimbriae. Pada saat ini dikenal beberapa adhesion seperti fimbriae (tipe 1, P
dan S), non fembrial adhesions (DR haemaglutinin atau DFA component of DR
bloodgroup), fimbrial adhesions (AFA-1 dan AFA-III),M-adhesions, G-adhesions
dan curli adhesions (2). 2

Sifat patogenisitas lain dari E.coli berhubungan dengan toksin. Dikenal beberapa
toksin seperti a-haemolisi, cytotoxic necrotizing factor-1 (CNF- l), dan iron uptake
system (aerobactin dan enterobactin). Hampir 95% a-hemolisin terikat pada
kromosom dan berhubungan dengan pathogenicity islands (PAIS) dan hanya 5%
terikat pada gen plasmio. 2

Resistensi uropatogenik E.coli terhadap serum manusia dengan perantara


(mediator) beberapa faktor terutama aktivasi sistem komplemen termasuk membrane
attack complex (MAC). Mekanisme pertahanan tubuh berhubungan dengan
pembentukan kolisin (Col V), K- 1, Tra T proteins dan outer membrane protein
(OHPA). Menurut beberapa peneliti uropatogenik MO ditandai dengan ekspresi
faktor virulensi ganda. Beberapa sifat uropatogen MO; seperti resistensi serum,
sekuestrasi besi, pembentukan hidroksat dan antigen K yang muncul mendahului
manifestasi klinis ISK. Gen virulensi dikendalikan faktor luar seperti suhu, ion besi,
osmolaritas, pH, dan tekanan oksigen. Laporan penelitian Johnson mengungkapkan
virulensi E.coli sebagai penyebab ISK terdiri atas fimbriae type 1 (58%), P-fimbriae
(24%), aero bactin (38%), haemolysin (20%), antigen K (22%), resistensi serum
(25%), dan antigen 0 (28%).2

Faktor virulensi variasi fase. Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan


untuk mengalami perubahan bergantung pada dari respon faktor luar. Konsep variasi
fase MO ini menunjukkan peranan beberapa penentu virulensi bevariasi di antara

19
individu dan lokasi saluran kemih. Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri berbeda
dalam kandung kemih dan ginjal. 2

2. Peranan Faktor Tuan Rumah (host)

Faktor Predisposisi Pencetus ISK. Penelitian epidemiologi klinik mendukung


hipotesis peranan status saluran kemih merupakan faktor risiko atau pencetus ISK.
Jadi faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk
kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bakteria sering mengalami kambuh
(eksaserbasi) bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi
saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat
menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi.
Gambar 3 memperlihatkan dilatasi ureter dan kalises pelvis ginjal pada perempuan
hamil. 2

20
Zat makanan dari bakteri akan meningkat dari normal, diikuti refluks MO dari
kandung kemih ke ginjal. Endotoksin (lipid A) dapat menghambat peristaltik ureter.
Refluks vesikoureter ini sifatnya sementara dan hilang sendiri bila mendapat terapi
antibiotika. 2

Proses pembentukan jaringan parenkim ginjal sangat berat bila refluks


vesikoureter terjadi sejak anak-anak. Pada usia dewasa muda tidak jarang dijumpai di
klinik gagal ginjal terminal (GGT) tipe kering, artinya tanpa edema dengan/tanpa
hipertensi. 2

Status imunologi pasien (host). Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa


golongan darah dan status sekretor mempunyai kontribusi untuk kepekaan terhadap
ISK. Pada Tabel 5 dapat dilihat beberapa faktor yang dapat meningkatkan hubungan
antara berbagai ISK (ISK rekuren) dan status sekretor (sekresi antigen darah yang
larut dalam air dan beberapa kelas imunoglobulin) sudah lama diketahui. Prevalensi
ISK juga meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap
tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah Lewis. 2

21
Kepekaan terhadap ISK rekuren dari kelompok pasien dengan saluran kemih
normal (ISK tipe sederhana) lebih besar pada kelompok antigen darah non-sekretorik
dibandingkan kelompok sekretorik. 2

Penelitan lain melaporkan sekresi IgA urin meningkat dan diduga mempunyai
peranan penting untuk kepekaan terhadap ISK rekuren. 2

e. Patofisiologi ISK
Pada individu normal, biasanya laki-laki maupun perempuan urin selalu steril
karena dipertahankan jumlah dan frekuensi kencing. Uretro distal merupakan tempat
kolonisasi mikroorganisme nonpathogenic fastidious Gram-positive dan gram
negative.2

Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra ke


dalam kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat
mencapai ginjal. Proses ini dipermudah refluks vesikoureter. 2

Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat jarang ditemukan di klinik,


mungkin akibat lanjut dari bakteriemia. Ginjal diduga merupakan lokasi infeksi
sebagai akibat lanjut septikemi atau endokarditis akibat Stafilokokus aureus. Kelainan
ginjal yang terkait dengan endokarditis (Stafilokokus aureus) dikenal Nephritis
Lohlein. Beberapa peneliti melaporkan pielonefiitis akut (PNA) sebagai akibat lanjut
invasi hematogen dari infeksi sistemik gram negatif. 2

f. Presentasi Klinis ISK


Setiap pasien dengan ISK pada laki dan ISK rekuren pada perempuan harus
dilakukan investigasi faktor predisposisi atau pencetus (Tabel 2). 2

Presentasi klinis ISK atas dan bawah pada pasien dewasa seperti terungkap pada
Gambar 4. 2

22
Pielonefritis akut (PNA). Presentasi klinis PNA seperti panas tinggi (39.5-
40S°C), disertai menggigil dan sakit pinggang. Presentasi klinis PNA ini sering
didahului gejala ISK bawah (sistitis). 2

ISK bawah (sistitis). Presentasi klinis sistitis seperti sakit suprapubik,


polakisuria, nokturia, disuria, dan stranguria. 2

23
Sindrom uretra akut (SUA). Presentasi klinis SUA sulit dibedakan dengan
sistitis. SUA sering ditemukan pada perempuan usia antara 20-50 tahun. 2

Presentasi klinis SUA sangat miskin (hanya disuri dan sering kencing) disertai
cfu/ml urin <l05; sering disebut sistitis abakterialis. Sindrorn uretra akut (SUA) dibagi
3 kelompok pasien, yaitu: a). Kelompok pertama pasien dengan piuria, biakan urin
dapat diisolasi E.coli dengan cfu/ml urin 102-104. Sumber infeksi berasal dari kelenjar
peri-uretral atau uretra sendiri. Kelompok pasien ini memberikan respon baik
terhadap antibiotik standar seperti ampisilin. b). Kelompok kedua pasien lekosituri
10-50/lapang pandang tinggi dan kultur urin steril. Kultur (biakan) khusus ditemukan
Chlamydia Trachomatis atau bakteri anaerobik. c). Kelompok ketiga pasien tanpa
piuri dan biakan urin steril. 2

ISK rekuren. Infeksi saluran kemih (ISK) rekuren terdiri 2 kelompok, yaitu: a).
Re-infeksi. Pada umumnya episode infeksi dengan interval >6 minggu dengan
mikroorganisme (MO) yang berlainan. b). Relapsing infection. Setiap kali infeksi
disebabkan mikroorganisme yang sama, disebabkan sumber infeksi tidak mendapat
terapi yang adekuat. 2

24
g. Komplikasi ISK
Komplikasi ISK tergantung dari tipe yaitu ISK tipe sederhana (uncomplicated)
dan tipe berkornplikasi (complicated). 2

1. ISK sederhana (uncomplicated). ISK akut tipe sederhana (sistitis) yaitu non-
obstruksi dan bukan perempuan hamil merupakan penyakit ringan (self limited
disease) dan tidak menyebabkan akibat lanjut jangka lama. 2

2. ISK tipe berkomplikasi (complicated) ISK selama kehamilan. 2

 ISK selama kehamilan dari umur kehamilan; seperti terlihat Tabel 7. 2


 ISK pada diabetes melitus. Penelitian epidemiologi klinik melaporkan
bakteriuria dan ISK lebih sering ditemukan pada DM dibandingkan
perempuan tanpa DM. 2

Basiluria asimtomatik (BAS) merupakan risiko untuk pielonefritis diikuti


penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG). Komplikasi emphysematous cystitis,
pielonefritis yang terkait spesies kandida dan infeksi Gram-negatif lainnya dapat
dijumpai pada DM. 2

25
Pielonefritis emfisematosa disebabkan MO pembentuk gas seperti E. coli,
Candida spp dan Klostridium tidak jarang dijumpai pada DM. Pembentukan gas
sangat intensif pada parenkim ginjal dan jaringan nekrosis disertai hematom yang
luas. Pielonefritis emfisematosa sering disertai syok septik dan nefropati akut
vasomotor (AVH). 2

Abses perinefrik merupakan komplikasi ISK pada pasien dengan DM (47%),


nefrolitiasis (41%) dan obstruksi ureter (20%).2

h. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis ISK


Analisa urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin segar tanpa putar, kultur urin,
serta jumlah kuman/ml urin merupakan protokol standar untuk pendekatan diagnosis
ISK. Pengambilan dan koleksi urin, suhu, dan teknik transportasi sampel urin harus
sesuai dengan protokol yang dianjurkan. 2

 Urinalisis: Piuria, Bakteriuria, Hematuria, Nitrit (+), Leukosit >5/LPB1


 Kultur Urin (dari urin porsi tengah atau sampel diambil langsung dari
kateter) dapat menegakkan diagnosis definitif ISK apabila:1
- Jumlah koloni ≥ 105/ml dari jenis sampel apapun. Apabila didapatkan
jumlah koloni > 105/ml tetapi banyak spesies bakteri ditemukan, kemungkinan
sampel mengalami kontaminasi
- Pada pasien simtomatik, jumlah koloni 102-104/ml mungkin
mengindikasikan infeksi
- Urin berasal dari pungsi suprapubik: berapapun jumlah koloni
- Urin berasal dari kateter: jumlah koloni 102 - 104 /ml
- Pada pasien yang dicurigai prostatitis, spesimen yang diambil: urin
pertama kali pagi hari, porsi tengah, dan urin setelah masase prostat1

Investigasi lanjutan terutama renal imaging proce- dures tidak boleh rutin, hams
berdasarkan indikasi klinis yang kuat (Tabel 8). Renal imaging procedures untuk
investigasi faktor predisposisi ISK: 2

 Ultrasonogram (USG)

26
 Radiografi
- Foto polos perut
- Pielografi IV
- Micturating cystogram
 Isotop scanning.2
 Sistografi1

i. Manajemen ISK
1. Terapi Farmakologis
lnfeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah
Prinsip manajemen ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak, antibiotika
yang adekuat, dan kalau perlu terapi simtomatik untuk alkalinisasi urin: 2

 Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan


antibiotika tunggal; seperti ampisilin 3 gram, trimetoprim 200 mg
 Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisis (lekosuria) diperlukan
terapi konvensional selama 5- 10 hari
 Pemeriksaan mikroskopik urin dan biakan urin tidak diperlukan bila
semua gejala hilang dan tanpa lekosiuria.2

Sistitis Akut Nonkomplikata. Pilihan antibiotik per oral, antara lain: 1

a. Kotrimoksazol 2x960 mg selama 3 hari1


b. Siprofloksasin 2x250 mg selama 3 hari1
c. Nitrofurantoin 2x100 mg selama 7 hari1

27
Sistitis Akut Rekurens pada Perempuan, diperlukan antibiotik profilaksis
untuk pencegahan: 1

d. Nitrofurantoin 50 mg/hari1
e. Kotrimoksazol 240 mg/hari atau tiga kali seminggu1
f. Apabila terjadi infeksi ditengah masa profilaksis, dapat diberikan
Siprofloksasin 125mg/hari.1

lnfeksi Saluran Kemih (ISK) Atas

Pielonefritis akut. Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan


rawat inap untuk memelihara satus hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling
sedikit 48 jam. Indikasi rawat inap pielonefritis akut seperti terungkap pada Tabel 9.2

The Infectious Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga alternatif
terapi antibiotik IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam sebelum diketahui MO
sebagai penyebabnya: 2

 Fluorokuinolon: Siprofloksasin 2x250 mg selama 7 hari dengan gejala


ringan1,2
 Amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin1
 Sefalosporin dengan spektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida:
Seftriakson 1x1gram. 1,2

28
ISK pada Laki-Laki:
a. Kotrimoksazol atau Siprofloksasin selama 7 hari.1

Bakteriuria Asimtomatik:

a. Tata laksana hanya diberikan pada perempuan hamil, sebelum


tindakan bedah urologi, dan setelah tranplantasi ginjal.1

ISK pada Perempuan Hamil:

a. Co-amoxiclav, nitrofurantoin, sefalosporin oral atau fosfomisin dosis


tunggal1
b. Piolenefritis: antibiotik IV sampai pasien afebris selama 24 jam diikuti
terapi oral 10-14 hari.1
c. Antibiotik kontraindikasi: Sulfonamid dan Quinolon.1

ISK pada Pasien Diabetes1

Diobati dengan medikamentosa atau terapi pembedahan.1

2. Terapi Nonfarmakologis1
 Asupan cairan yang banyak.1

29
 Penggantian kateter yang teratur pada pasien yang
menggunakannya1
 Pencegahan rekurensi ISK: menjaga kebersihan dan higiene
daerah uretra dan sekitarnya.1
j. Prognosis
Prognosis pada umumnya baik, kecuali bila higiene genital tetap buruk, ISK
dapat berulang atau menjadi kronis.

BAB III
PEMBAHASAN

30
Seorang wanita berusia 46 tahun datang ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan
nyeri pinggul kiri menjalar hingga ke bawah/kaki, nyeri terus-menerus sejak 4 hari
lalu, mual (-), muntah (-). Nafsu makan menurun (+). Pasien sudah berobat ke
Puskesmas namun tidak membaik. Setelah di Bangsal anamnesa terdapat keluhan
nyeri saat BAK sejak 2 hari dengan frekuensi pagi sekali, sore sekali, malam sekali
dan warna keruh seperti teh. Pasien mengaku sering menahan kencing apalagi saat
bepergian jauh. BAB tidak ada keluhan. Terdapat riwayat demam sekitar ± 3 hari
SMRS. Demam dirasakan pada malam hari saja. Pasien juga merasakan pusing (+),
punggung kemeng-kemeng, dan sulit tidur karena nyeri. Pasien memiliki riwayat
penyakit kencing manis tidak terkontrol sejak beberapa tahun yang lalu. Pasien juga
mengaku tidak mengatur jenis makanan yang dikonsumsi termasuk makanan
berlemak seperti gorengan/jeroan.

Dari autoanamnesis maupun alloanamnesis didapatkan informasi bahwa pasien


juga mengalami nyeri kepala berdenyut sudah lama dan punggung mengalami
kemeng kemeng.

Pada pemeriksaan laboratorium Hematologi didapatkan bahwa terjadi


peningkatan angka Leukosit yang dapat menunjukkan adanya tanda inflamasi, dan
pada laboratorium Urinalisa ditemukan adanya Lekosit yang meningkat yaitu 15-
20/LPB, dan ditemukannya Bakteri dalam urine positif yang menandakan adanya
infeksi MO pada saluran kemih bagian bawah yang menyebabkan pasien mengeluh
nyeri saat BAK.

Hasil Glukosa Darah Sewaktu > 140 mg/dl yang menandakan pasien juga
menderita Diabetes Mellitus (DM). Hasil pemeriksaan laboratorium juga
menunjukkan adanya peningkatan kadar Cholestrol Total, Trigliserid, dan LDL
Cholestrol yang mengarah ke diagnose Dislipidemia. Sering mengkonsumsi makanan
berlemak, gorengan atau jeroan adalah salah satu faktor risikonya.

31
Terapi farmakologi yang diberikan pada pasien yaitu injeksi Ceftriaxone yaitu
antibiotik golongan Sefalosporin dan Ofloxacin antibiotik golongan Fluorokuinolon
generasi ke 2. Ceftriaxone bekerja dengan cara menghambat sintesis Mucopeptide di
dinding sel bakteri. Dan Ofloxacin bekerja dengan cara menghambat enzim DNA
Topoisomerase. Obat ini dapat melawan sebagian besar bakteri gram negatif aerob
dan bakteri gram positif. Pasien juga diberikan Urispas yaitu obat spasmolitik saluran
kemih yang dapat meredakan gejala seperti disuria, urgensi, nokturia, inkontinesia
dan nyeri kandung kemih yang disebabkan oleh infeksi atau peradangan.

Penatalaksanaan DM pada kasus ini yaitu menggunakan Glimepiride dan


Metformin untuk menurunkan kadar gula darahnya. Valsartan obat golongan ARB
untuk mengontrol tekanan darah tinggi.

Pemeriksaan penunjang pada pasien ini juga sudah dilakukan pemeriksaan


radiologi, yaitu telah dilakukan foto Vertebra Lumbosacral AP lateral, karena
pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan di tulang belakang untuk
mengetahui penyebab dari Low Back Pain pada pasien ini.

KESIMPULAN

32
Pada kasus ini pasien mengalami infeksi saluran kemih dengan diagnosis
sistitis disertai DM dan dislipidemia berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang yang ditemui pada pasien. Penatalaksanaan pada pasien
ini adalah dengan membunuh bakteri penyebab infeksi pada saluran kemih pasien,
mengontrol kadar gula darah, hipertensi dan dislipidemia.
Eradikasi bakteri dengan terapi farmakologis pada pasien ini sudah sesuai
yaitu menggunakan Ceftriaxon dan Ofloxacin. Urispas digunakan sebagai
antispasmodik untuk merelaksasi otot polos saluran kemih. Pengontrolan gula darah
dengan terapi farmakologis yang diberikan pada pasien ini menggunakan Metformin
dan Glibenclamid, dan untuk dislipidemianya sendiri sudah diberikan terapi
menggunakan Atorvastatin.
Pemberian edukasi kepada pasien dan keluarga pasien juga sangat dibutuhkan
dalam proses pelaksanaan terapi antara lain: 1) edukasi tentang penyebab dan faktor
risiko penyakit infeksi saluran kemih. Penyebab infeksi saluran kemih yang paling
sering karena masuknya flora anus ke kandung kemih melalui perilaku atau higiene
pribadi yang kurang baik. Pada saat pengobatan diharapkan pasien tidak melakukan
hubungan seks. 2) waspada terhadap tanda-tanda infeksi saluran kemih bagian atas
(nyeri pinggang) dan pentingnya untuk kontrol kembali. 3) patuh dalam pengobatan
antibiotik yang telah direncanakan 4) menjaga higiene pribadi dan lingkungan.3

DAFTAR PUSTAKA

33
1. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, et al (2016). Infeksi Saluran Kemih. In Tanto
C, Made Hustrini N, Kapita Selekta Kedokteran (pp. 640-641). Jakarta: Media
Aesculapius.

2. Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, Alwi I, et al (2009). Infeksi Saluran Kemih pada


Pasien Dewasa. In Sukandar E, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (pp. 1008-1015).
Jakarta: Interna Publishing.

3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2016). Infeksi Saluran Kemih. In


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter
Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (pp. 662-664). Jakarta:
Kemenkes RI.

34

You might also like