You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang

Rumah sakit sebagai institusi yang bergerak di bidang pelayanan kasehatan


mengalami perubahan, pada awal perkembangannya, rumah sakit merupakan lembaga
yang berfungsi sosial, tetapi dengan adanya rumah sakit swasta, menjadikan rumah sakit
lebih mengacu sebagai suatu industri yang bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan
dengan melakukan pengelolaan yang berdasar pada manajemen badan usaha. Seiring
dengan itu, terjadi persaingan antara sesama rumah sakit baik rumah sakit milik pemerintah
maupun rumah sakit milik swasta, semua berlomba-lomba untuk menarik konsumen agar
menggunakan jasanya.

Pada saat ini, rumah sakit berkembang sebagai sebuah industri padat karya, padat
modal, dan padat teknologi. Disebut demikian karena rumah sakit memanfaatkan Sumber
Daya Manusia (SDM) dalam jumlah yang besar dan beragam kualifikasi. Demikian pula
jumlah dana yang digunakan untuk melaksanakan berbagai jenis pelayanan, termasuk
pendapatan (revenue) rumah sakit. Rumah sakit juga memanfaatkan berbagai jenis
teknologi kedokteran mutakhir untuk meningkatkan mutu pelayanannya. Produk umum
industri rumah sakit adalah jasa pelayanan kesehatan (Muninjaya, 2011).

Di sisi lain rumah sakit perlu melakukan suatu upaya untuk tetap bertahan dan
berkembang mengingat besarnya biaya operasional rumah sakit yang sangat tinggi disertai
meningkatnya kompetisi kualitas pelayanan jasa rumah sakit. Adapun upaya yang harus
dilakukan rumah sakit adalah dengan meningkatkan pendapatan dari pasien, karena pasien
merupakan sumber pendapatan dari rumah sakit baik secara langsung (out of pocket)
maupun secara tidak langsung melalui asuransi kesehatan. Oleh sebab itu rumah sakit perlu
untuk mempertahankan dan meningkatkan kunjungan pasien dengan menampilkan dan
memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas (Parasuraman cit Lumpiyoadi, 2010).

1
Jenis jasa pelayanan kesehatan yang disediakan oleh institusi penyedia pelayanan
harus bersifat menyeluruh (comprehensive health services) yang meliputi pelayanan
kesehatan pencegahan (preventive health services), promosi kesehatan (promotive health
services), pengobatan (curative health services), dan rehabilitasi (rehabilitative health
services). Institusi penyedia pelayanan kesehatan juga dibedakan berdasarkan tingkatan
pelayanan yang tersedia yaitu pelayanan strata 1 (primary health care services)
menyediakan pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan strata II (secondary health
care services) menyediakan pelayanan kesehatan spesialis terbatas, dan pelayanan
kesehatan strata III (tertiary health care services) menyediakan pelayanan spesialis lengkap
(Muninjaya, 2011)

Pelayanan kesehatan adalah salah satu kebutuhan utama manusia. Pemberian


pelayanan kesehatan selalu berhubungan erat dengan fasilitas kesehatan, dimana pelayanan
kesehatan yang lengkap tentunya membutuhkan fasilitas yang lengkap. Hal ini tentunya
membutuhkan biaya mahal yang harus ditanggung pasien untuk menggunakan fasilitas
tersebut. Sehingga tidak semua lapisan masyarakat bisa menjangkau pelayanan kesehatan.

Untuk menjamin masyarakat bisa menjangkau pelayanan kesehatan negara


membuat masyarakat bisa menjangkau pelayanan kesehatan masyarakat. Umumnya Sistem
kesehatan nasional bekerja lazimnya asuransi yaitu dengan menyediakan kumpulan dana
yang diberikan oleh semua masyarakat ditambah dengan dana dari pemerintah yang
kemudian dikembalikan kepada masyarakat yang sakit dalam bentuk layanan kesehatan
yang tidak berbaya (Rodwin, 2013).
Di Indonesia sistem kesehatan nasional dinamakan dengan Jaminan Kesehatan
Nasional yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan. Sejauh ini JKN
telah diikuti oleh sejumlah 150 juta peserta yang menjadikan JKN sebagai sistem kesehatan
nasional dengan jumlah peserta terbanyak di dunia (Kompas, 15 Agustus 2015) . BPJS
sebagai sistem kesehatan nasional memiliki dampak terhadap industri kesehatan dan
turunannya dimana ditunjukkan dengan tumbuh pesatnya industri farmasi (Tribunnews, 08
Januari 2016). Himmelstein dan Woolhandler (1989) juga menggambarkan hal serupa
bahwa adanya sistem kesehatan nasional akan berdampak positif terhadap pendapatan dari
industri rumah sakit yaitu pendapatan rumah sakit .

2
Pelaksanaan JKN di Indonesia dilakukan dengan basis INA-CBG’s (Indonesia Case
Base Groups). INA-CBG’s memberikan penggantian kepada rumah sakit sesuai dengan
clinical pathway dari suatu penyakit. INA-CBG's ditentukan berdasar rata-rata pembiayaan
pengobatan penyakit. Pembiayaan ini diberikan tanpa peduli berapa lama pasien dirawat.
Hal ini berbeda dengan fee for service yang mengeluarkan biaya berdasarkan jumlah
pelayanan, yang artinya semakin lama pasien dirawat maka pemasukan rumah sakit makin
besar. Beberapa rumah sakit menganggap bahwa sistem ini menimbulkan defisit dalam
pembiayaan bagi rumah sakit.
1.2.Rumusan masalah
1.) Bagaimana implikasi BPJS terhadap pelayanan kesehatan di Rumah sakit
2.) Bagaimana Proyeksi permintaan kesehatan di bawah sistem BPJS beserta kasus
3.) Bagaimana struktur biaya jasa pelayanan kesehatan beserta kasus
1.3.Tujuan
1.) Mengetahui implikasi BPJS terhadap pelayanan kesehatan di Rumah sakit
2.) Mengetahui Proyeksi permintaan kesehatan di bawah sistem BPJS beserta kasus
3.) Mengetahui struktur biaya jasa pelayanan kesehatan beserta kasus

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fasilitas Kesehatan


Fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan untuk peserta JKN
terdiri atas fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan fasilitas kesehatan rujukan
tingkat lanjutan (FKRTL).
FKTP dimaksud adalah:
1. Puskesmas atau yang setara,
2. Praktik Dokter,
3. Praktik dokter gigi,
4. Klinik Pratama atau yang setara,
5. Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara.

Dalam hal di suatu kecamatan tidak terdapat dokter berdasarkan penetapan Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, BPJS Kesehatan dapat bekerja sama dengan
praktik bidan dan/atau praktik perawat untuk memberikan Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama sesuai dengan kewenangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

Fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL) berupa:


1. Klinik utama atau yang setara,
2. Rumah Sakit Umum,
3. Rumah Sakit Khusus.

2.2. Manfaat Jaminan Kesehatan


Manfaat JKN terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu manfaat medis dan manfaat non-medis.
Manfaat medis berupa pelayanan kesehatan yang komprehensif (promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif) sesuai dengan indikasi medis yang tidak terikat dengan besaran iuran yang
dibayarkan. Manfaat non-medis meliputi akomodasi dan ambulan. Manfaat akomodasi
untuk layanan rawat inap sesuai hak kelas perawatan peserta. Manfaat ambulan hanya

4
diberikan untuk pasien rujukan antar fasilitas kesehatan, dengan kondisi tertentu sesuai
rekomendasi dokter.
1. Manfaat yang dijamin dalam JKN terdiri dari :
a. Pelayanan kesehatan di FKTP merupakan pelayanan kesehatan non-spesialistik yang
meliputi :

1) Administrasi pelayanan;
2) Pelayanan promotif dan preventif;
3) Pemeriksanaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
4) Tindakan medis non-spesialistik, baik operatif maupun non-operatif;
5) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
6) Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis
7) Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama;
8) Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis.

Pelayanan kesehatan tingkat pertama sebagaimana dimaksud diatas untuk pelayanan medis
mencakup:
1) Kasus medis yang dapat diselesakan secara tuntas di pelayanan kesehatan tingkat
pertama;
2) Kasus medis yang membutuhkan penanganan awal sebelum dilakukan rujukan;
3) Kasus medis rujuk balik;
4) Pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan pelayanan kesehatan gigi tingkat pertama;
5) Pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui, bayi, dan anak balita oleh bidan atau dokter;
6) Rehabilitasi medik dasar.

b. Pelayanan Kesehatan di FKRTL/Rujukan Tingkat Lanjutan yang mencakup:

1) Administrasi pelayanan;
2) Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan
subspesialis;

5
3) Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun nonbedah sesuai dengan indikasi
medis;
4) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
5) Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis;
6) Rehabilitasi medis;
7) Pelayanan darah;
8) Pelayanan kedokteran forensik klinik;
9) Pelayanan jenazah (pemulasaran jenazah) pada pasien yang meninggal di fasilitas
kesehatan (tidak termasuk peti jenazah);
10) Perawatan inap non-intensif;
11) Perawatan inap di ruang intensif;
12) Akupunktur medis.

c. Manfaat pelayanan promotif dan preventif


1) Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai
pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.
2) Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan
Hepatitis-B (DPT-HB), Polio, dan Campak.
3) Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, tubektomi,
termasuk komplikasi KB bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga
berencana.
4) Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah.
5) Pelayanan skrining kesehatan tertentu diberikan secara selektif untuk mendeteksi risiko
penyakit dan mencegah dampak lanjutan, yaitu:
a) Diabetes mellitus tipe II;
b) Hipertensi;
c) Kanker leher rahim;
d) Kanker payudara; dan
e) Penyakit lain yang ditetapkan Menteri.

6
2.3. Segi manajemen RS

Dalam menghadapi era BPJS tidaklah mudah, terlebih untuk rumah sakit, perlu
Pemikiran, strategi, pengertian, kesepahaman dan kesepakatan bersama diseluruh internal
rumah sakit, baik itu Dokter, Staf Perawat, Staf umum dan Manajemen. Jika tidak cermat
dan hati-hati cerita tentang lonjakan pasien rumah sakit namun malah merugi akan menjadi
rangkaian cerita ironi. Dari itulah perlu langkah-langkah strategic dan taktik yang baik
dalam melaksanakan kebijakan JKN.
Sejak di berlakukannya BPJS januari 2014 di Indonesia maka sangat berdampak
bagi tenaga SDM di semua Rumah Sakit baik pemerintah maupun swasta yang bekerjasama
dengan BPJS , program kebijakan pemerintah mengenai JKN (Jaminan Kesehatan
Nasional) yang melahirkan BPJS (Badan Penyelenggara jaminan Sosial)sangat bermanfaat
buat masyarakat khususnya yang tidak mampu yang dahulu disebut KJS,
Jamkesda,Jamkesmas,Gakin.
Namun sangat disayangkan dengan adanya BPJS ini pemerintah kurang melakukan
survey dan dampaknya terhadap semua Rumah Sakit yang bekerjasama dengan BPJS
dalam hal kaitanya dengan jumlah tenaga SDM nya, karena bila dilihat dari masalah BPJS
ini sangat mempengaruhi jumlah tenaga SDM baik medis maupun non medis, missal saja
jumlah tenaga perawat, Dokter,tenaga pendaftaran,penagihan yang kewalahan dengan
bertambahnya peserta BPJS dan apalagi pasien yang pribadi bisa membayar iuran bulanan
sehingga begitu mudah menjadi peserta BPJS. Dengan banyaknya peserta BPJS ini tentu
beberapa Rumah Sakit banyak yang menambah jumlah karyawan salah satu contoh RS
Islam Sukapura yang menambah jumlah tenaga pendaftaran, bagian administrasi
penagihan, perawat,dokter dll.
Pengaruh BPJS tentu menjadi pekerjaan berat untuk direktur Rumah Sakit dalam
mengelolah manajemen Rumah sakit dalam hal kaitanya dengan SDM. Dampak BPJS ini
bila dikaitkan dengan SDM missal saja dibagian unit adiministrasi pasien tentu kerepotan
dalam hal pengumpulan berkas pendukung diagnosa untuk disesuaikan dengan diagnose
INA CBGS karena bila tidak sesuai maka tidak dibayar oleh Askes selaku pengelolah
BPJS, kedua untuk dibagian unit penagihan pengumpulan bukti penunjang diagnose pun

7
harus dilampirkan agar disesuaikan INA CBGS, dengan adanya hal demikian maka jumlah
pegawai dibagian administrasi dan penagihan akhirnya ditambah pegawainya.
BPJS ini dalam mengklaim pembayarannya hanya melalui system Inacbgs dan tidak
mengikuti tarif pembayaran Rumah sakit,sehingga dampak di Rumah Sakit mau tidak mau
melakukan pelatihan untuk karyawan di bagian peng kodingan agar karyawan Rumah Sakit
mampu melakukan koding INACBGS sehingga metode pembayaran klaim BPJS bisa
terlaksana dengan tepat dan cepat sehingga Rumah sakit mendapat ke untungan dari jasa
pasien BPJS. Dampak BPJS bagi tenaga kesehatan yaitu Dokter Spesialis banyak yang
mengeluh karena pembayaran BPJS jauh dari harapan sehingga banyak dokter spesialis
yang keluar dari Rumah Sakit dan mencari Rumah Sakit lain yang lebih menguntungkan
bagi dokter tesebut.

Dari segi manajemen keuangan Hal pertama yang harus dirubah rumus dan pola
pelayanan BPJS adalah merubah dari Fee For Servicess menjadi INA CBG, penjelasannya
adalah Fee For Services : Cost + Profit = Price jika sebelumnya kita membuat tariff rumah
sakit itu dengan Biaya ditambah Keuntungan sama dengan Tarif Rumah Sakit, pada saat era
JKN hal ini tepat lagi dilakukan dan sebaiknya merubah rumusnya dengan tariff - Cost =
Profitmaksudnya adalah tariff rumah sakit dikurangi Biaya sama dengan Keuntungan
rumah sakit, strategi inilah yang digunakan oleh RS An-Nisa Tangerang dibawah
Kepemimpinan dr. Ediansyah MARS yang disampaikan pada saat Kongres PERSI 2015 di
JCC Jakarta.

2.4. Strategi .
Tentukan bisnis model rumah sakit sebagai pengelola rumah sakit kiranya wajib
menentukan bisnis model, sehingga apa yang dilakukan dilapangan dan akibatnya pada
dampak resiko tidak besar. katakanlah saat ini rumah sakit sudah bekerjasama dengan bpjs,
namun demikian tetap harus mempertimbangkan dan menentukan arah kebijakan rumah
sakit mau seperti apa dan dibawa kemana.

8
A. Segmen Pelanggan
Lakukan segmentasi pelanggan, apakah rumah sakit anda terdiri dari pasien jaminan BPJS,
Asuransi lainnya, dan Biaya Pribadi. Presentasikan dan kelompokan masing-masing
pelanggan tersebut dengan menggunakan peta pelaggan.

B. Proposisi Nilai
nilai apa yang akan diberikan oleh rumah sakit kepada pasien yang dilayani, dengan
keunggulan, atau mutu dan kualitas, atau bahkan perbedaan yang menonjol dari rumah sakit
lainnya.

C. Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran pada rumah sakit salah satunya adalah bagaimana bisa membuat dan
mensepakati system rujukan pasien dari PPK 1 ke rumah sakit dan selanjutnya ke rujukan
keatasnya jika diperlukan. Ini tentu harus menjadi kesepakatan dan pemahaman aturan JKN
itu sendiri, tidak terjadi Fraud baik dari sisi Masyarakat, Rumah sakit maupun BPJS itu
sendiri.

D. Hubungan Pelanggan

Pentingnya hubungan pelanggan dalam hal ini masyarakat sebagai pasien rumah sakit.
Hubungan baik itu bisa berupa penyuluhan kepada masyarakat, edukasi, santunan dan
sampai pada pengobatan gratis dan sebagainya. Namun hal yang paling penting dari arti
hubungan pelanggan adalah bagaimana rumah sakit mampu melayani pasien BPJS dengan
PRIMA.

E. Hitung Pendapatan

Menghitung pendapatan tentu saja merupakan aktifitas yang biasa dilakukan oleh semua
bisnis. Namun untuk BPJS perlu lebih cermat dan hati-hati dalam melakukan penghitungan.
BPJS sebaiknya jangan di hitung secara Parsial atau satu persatu pasien melainkan harus

9
dengan Periodik / rentang waktu tertentu sehingga rumah sakit akan bisa melihat nilai
keuntungan rumah sakit.

F. Sumber Utama

Apa yang dimaksud dengan sumber utama ? sumber utama adalah kunci pendapatan utama
rumah sakit saat ini. Jika rumah sakit porsentasenya BPJS lebih tinggi dibandingkan
dengan pasien umum katakanlah 80% - 20% maka sumber utama rumah sakit adalah pasien
BPJS. Manajemen rumah sakit harus sadar betul, bahwa pendapatan utama mereka dari
BPJS. Kesadaran ini harus bisa diterima oleh semua komponen mulai dari pimpinan, staf
dan dokter serta perawat. Jika semuanya sudah memiliki kesadara sama maka, kebijakan
remunerasi juga tentunya akan menyesuaikan dengan pendapatan. Sebagai contoh, jika
pasien BPJS akan sangat sulit bagi rumah sakit jika Dokter yang dibayar harus disamakan
honornya dengan pasien jaminan biaya pribadi. Jadi saat rumah sakit menerima pasien
BPJS sudah harus disiapkan perhitungan honorarium yang menyesuaikan tariff BPJS
sehingga tidak terjadi kerugian bagi rumah sakit.

G. Aktifitas Kunci

Clinical PathwayUrutanoptimaldan waktuintervensioleh dokter, perawatdan disiplin


lainnyauntukdiagnosisatauprosedur tertentu, yang dirancanguntuk
meminimalkanpenundaandan sumber dayapemanfaatan danuntuk memaksimalkankualitas
pelayanan. Aktifitas kunci adalah aktifitas penting dalam proses tersebut.

Jika rumah sakit Type D ya rumah sakit harus melayani pasien sesuai dengan kelas
rujukannya. Atau sebaliknya rumah sakit karena tidak mau rugi maka pasien main rujuk ke
rumah sakit diatasnya. Saat penerimaan pasien rumah sakit harus menggunakan

10
H. Mitra Utama

Rumah sakit harus memiliki hubungan harmonis dengan mitra kunci atau mitra utama,
dalam hal ini mitra utama rumah sakit adalah Pemerintah, Dokter, Farmasi dan Karyawan.
Perusahaan yang bekerjasama dan semua mitra yang dianggap turut serta memiliki peran
lebih dalam berbisnis.

I. Struktur Biaya

Struktur biaya dalam pengelolaan rumah sakit harus benar secara kaidah akuntasi
keuangan, mampu memilah pembiyaan yang prioritas dan yang tidak. Diharapkan didukung
dengan system dan teknologi informasi yang memadai akan memudahkan pengelola rumah
sakit dalam melihat performance keuangan bisnisnya.

2.4.1. Strategi kompetitif

Dalam menjalankan rumah sakit pengelola harus menemukan strategi apa yang ingin
dibuat, apakah Low Cost / berbiaya rendah, atau pelayanan bermutu atau focus pada
segmen pelanggan tertentu, petakan pelanggan kemudian tentukan strategi apa yang akan
digunakan.

2.4.2. Strategi fungsional

Berbicara Bisnis Strategi tentunya harus didukung dengan Fungsional Strategi. Strategi
fungsional apa yang harus disiapkan

a. Strategi Sumber Daya Manusia


Pengetahuan manajemen dalam rangka menjalan rumah sakit sangatlah penting,
kemampuan dan keahlian dari sumber daya manusia yang menduduki fungsi masing-
masing menjadi factor utama. Usahakan jangan sampai salah melakukan penetapan

11
sumberdaya mansusia dimasing-masing bagian. Terutama para manager yang secara teknis
harus memahami dan menguasai pekerjaan mereka.

b. Strategi Operasional
Strategi operasional terkait dengan operasional yang ramping, struktur manajemen yang
tidak terlalu lebar rentang kendalinya, sehingga bisa lebih efektif. Suplay chain
management menjadi penting sehingga efisien dan efektifitas bisa terwujud dan akibatnya
adalah kendali biaya bisa diwujudkan dengan baik.

c. Strategi Pemasaran
Apakah di era BPJS peran marketing atau pemasaran hilang, Peran pemasaran tidak hanya
mempromosikan, mengajak dan memastikan orang untuk memutuskan berobat di rumah
sakit melainkan masih banyak tugas dan tanggungjawabnya salah satunya adalah
memastikan pelayanan dan kepuasan pelanggan terpenuhi. Mampu secara responsive
terhadap keluhan dan complain pasien. Terus menerus memberikan informasi, promosi
kesehatan dan bimbingan kepada masyarakat. Selain itu harus mampu menarik informasi
dari luar untuk memberikan masukan kepada manajemen dengan tujuan membangun
pelayanan yang bermutu kepada pasien.

d. Strategi Keuangan
Strategi keuangan pada tiap bisnis mungkin berbeda, namun intinya sama, seluruh bisnis
tidak terkecuali rumah sakit tentu ingin mendapatkan profit, keuntungan dari usaha yang
dijalankannya. Namun ada hal yang paling pundamental dari bisnis rumah sakit ini adalah
strategi keuangan harus mampu melakukan kendali keuangan rumah sakit. Kendali
keuangan rumah sakit menjadi penting karena berkaitan dengan operasional dan
keberlangsungan hidup rumah sakit itu sendiri. Manajer keuangan ditingkat fungsional
harus mampu menjadi filtering awal dan mampu menganalisa kebutuhan prioritas rumah
sakit. Mampu membuat laporan keuangan sesuai dengan kaidah keuangan yang benar.

12
2.5.Hukum

Rumah Sakit Wajib Melayani Peserta BPJSPresiden Joko Widodo mengatakan bahwa
untuk RS Swasta yang tidak mau bekerjasama atau melayani Pasien BPJS akan dikenakan
sanksi, seperti pencabutan ijin operasional. Ini sesuai dengan UU Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan mengamanatkan RS tidak boleh menolak pasien yang membutuhkan
pelayanan gawat darurat. “Kalau RS menolak maka terancam sanksi pidana. Pasal 32 ayat
(2) mengatur bahwa dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah
maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka. Jika larangan ini
dilanggar, maka berdasarkan Pasal 190, Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau
tenaga kesehatan dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan denda
paling banyak Rp200 juta. Ancaman pidana lebih berat jika akibat penolakan itu, pasien
mengalami kecacatan atau kematian, yakni pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda
paling banyak Rp1 miliar.

13
BAB III
KASUS

3.1. Proyeksi permintaan kesehatan di bawah sistem BPJS


Dampak Tekanan Masyarakat dan Media Massa terhadap Pelaksana Pelayanan Kesehatan
Akibat Kebijakan JKN; Perspektif Pelaksana

Ketua Komite Medis RSUD Pasar Rebo Dr. Yudi Amiarno, SpU memaparkan hasil
penelitiannya terhadap 73 orang dokter yang bekerja di RS. Menurut Dr. Yudi, dokter
adalah profesi yang terikat sumpah. Bahkan IDI Jakarta Timur menerapkan kebijakan bagi
setiap dokter yang akan memperpanjang ijin prakteknya untuk mengucapkan kembali
sumpah dokter, dengan tujuan agar selalu teringat akan isi dan makna sumpah tersebut.

Di RSUD Pasar Rebo, Komite Medis memiliki kegiatan rutin untuk membahas
morbiditas, mortalitas dan lain-lain, mulai dari pertemuan Reboan, pertemuan siang klinik,
audit medis hingga diskusi ilmiah. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sejak
berlakunya program Kartu Jakarta Sehat pada November 2012, hampir 60% dokter
mengaku semakin sedikit waktu untuk mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut. Hal ini karena
semakin banyaknya jumlah pasien yang harus ditangani padahal jumlah tenaga tidak
ditambah.

Sebagai gambaran, kunjungan pasien rawat jalan sejak dilaksanakannya Program


KJS meningkat hampir dua kali lipat. Sebanyak 63% dokter harus melayani lebih dari 100
pasien rawat jalan per hari dan 30% melayani 50-100 pasien per hari. Sebanyak 55% dokter
menggunakan 5-6 menit waktu untuk bertemu pasien (anamnese dan sebagainya). Hanya
27% yang mengaku berbicara dengan pasien selama 30 menit.

Padahal menurut Kepmenkes No. 81/2004, ada standar baku yang diatur untuk itu.
Sebagai contoh, dokter spesialis penyakit dalam berdasarkan Kepmenkes tersebut harus
menggunakan setidaknya 8 menit per pasien lama dan 9 menit per pasien baru di poliklinik.
Alokasi waktu ini belum termasuk waktu untuk melakukan tindakan, misalnya pemasangan

14
kateter. Ini menyebabkan 69% dokter merasa ada peningkatan beban kerja yang melebihi
kewajaran dan 60% dokter merasa mudah lelah.

Banyaknya kunjungan pasien menyebabkan masyarakat datang ke RS lebih pagi


(pukul 4-5 pagi) untuk mendapatkan nomor antrian awal. Karena ada jeda waktu beberapa
jam dengan jam buka pelayanan, pasien semakin menumpuk di ruang tunggu sehingga
banyak yang lesehan di lantai karena tidak kebagian tempat duduk. Bahkan banyak yang
membawa bekal untuk sarapan karena akan menunggu sangat lama. Dilain pihak,
pertambahan bean kerja ini tidak berdampak pada peningkatan pendapatan dokter.
Setidaknya, hal ini diakui oleh 60% responden yang terlibat dalam penelitian ini. Dampak
lebih jauh, 70% dokter merasa mutu pelayanan menurun, dimana layanan disini diartikan
sebagai layanan RS (antrian pendaftaran, obat, parkir dan lainnya) serta layanan klinis.

Dr. Yuda menutup presentasinya dengan memaparkan harapan para dokter, bahwa
program KJS perlu dilanjutkan (78%) karena jelas mendatangkan manfaat bagi masyarakat
tidak mampu, namun harus dievaluasi terlebih dahulu (70%) khususnya mengenai tarif,
kesejahteraan dokter, mutu yang harus dijaga, serta sistem rujukan.

Dari seluruh unit pelayanan di RS, Instalasi Gawat Darurat merupakan salah satu
unit yang paling menunjukkan adanya peningkatan beban kerja secara kasat mata. Menurut
Dr. Deddy, Kepala IGD RSUD Koja, sejak diterapkanny aprogram KJS ia menerima 150-
200 pasien per hari. Untuk melayani pasien-pasien ini, IGD-nya diperkuat oleh 14 orang
dokter umum, 30 perawat, 5 petugas entri, 1 petugas pos dan 14 orang petugas call center.
IGD memiliki fasilitas OK cito, radiologi dan laboratorium.

Pada Januari 2011, terdapat 2400-an kunjungan pasien dan pada bulan Desember
2700-an. Pada tahun ini kunjungan terbanyak adalah 2900-an pasien sebulan. Pada tahun
2012 kunjungan tertinggi dalam satu bulan mencapai angka 4959 pasien.

15
3.2. Contoh struktur biaya jasa pelayanan kesehatan.

Tarif Sewa Kamar Rawat Inap RSUD Sunan Kalijaga per Hari
Jenis Kamar Tarif/hari
Kelas VVIP 250,000
Kelas VIP 150,000
Kelas I 75,000
Kelas II 45,000
Kelas III 30,000

Sumber : RSUD Sunan Kalijaga Demak

16
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Pembahasan proyeksi permintaan kesehatan di bawah sistem BPJS.

Dampak tekanan pemerintah terhadap pelayanan di IGD :

1. RS menjadi sangat crowded karena tidak boleh menolak pasien.


2. Pasien yang dirujuk menjadi tanggung jawab RS perujuk. Diakui bahwa ini
memang adalah prosedur yang benar, sehingga RSUD Koja telah menyiapkan
dokumen yang dibutuhkan secara lengkap, tanpa membebani keluarga pasien.
Namun, jika rujukan tersebut dikirim ke RS swasta, RS penerima meminta
kehadiran keluarga pasien dan ini sering menimbulkan komplain dari keluarga.
3. Boleh menitipkan pasien ke kelas yang lebih tinggi jika kelas III telah penuh.
Masalahnya adalah kapasitas kelas III sudah mencapai 400 TT dan sering penuh,
sedangkan kelas II hanya30 TT.
4. Pejabat sering menitipkan keluarga atau kerabatnya yang sakit dan minta
didahulukan untuk mendapatkan kamar. Ini sering menyalahi aturan yang berlaku
dimana priositas didasarkan pada indikasi medis.

Tenaga kesehatan di IGD terganggu dengan adanya berbagai tekanan tersebut.


Tidak jarang terjadi konflik antara petugas dengan pengunjung yang berakhir pada adu
fisik. Untuk itu, saran yang diajukan adalah adanya sosialisasi yang lebih intensif kepada
seluruh pihak tersebut agar terjadi pengertian yang seimbang terhadap fungsi pelayanan dan
pembiayaan.

RSUD PR telah membuat SPM dan SOP sampai dengan penulisan resep untuk obat
generik atau obat terendah dan di-cross-check dengan DPHO. Hal ini karena saat itu
manlak KJS belum ada. RSUD PR juga mengalami peningkatan jumlah pasien, dimana
tahun 2011 ada 264.971 kunjungan pasien (24.923 diantaranya gakin) dan tahun 2012
meningkat meniadi 272.711 kunjungan (33.502 diantaranya gakin). Tahun 2013 hingga
bulan Juli sudah terdapat 177.704 kunjungan (53.455 diantaranya gakin).

17
Jumlah kunjungan rawat inap juga tidak kalah fantastis. Tahun 2011 terdapat 16.811
kunjungan (2.439 diantaranya gakin), tahun 2012 terdapat 16.195 kunjungan (3.954
diantaranya KJS) dan 2013 (hingga Juli) terdapat 9.035 kunjungan (3.997 diantaranya
KJS). Hal ini berdampak pada jam pelayanan yang menjadi lebih panjang, dimana jam
buka poliklinik lebih panjang satu jam dan jam pelayanan farmasi lebih panjang 3,5 jam
dari jam kerja resmi.

Jumlah kunjungan pasien yang meningkat tidak diimbangi oleh penambahan jumlah
SDM, sarana yang memadai serta ketersediaan tenaga pengganti (jika ada petugas yang
sakit karena kelelahan).Dengan beban kerja yang meningkat tersebut, angka kesakitan
perawat menjadi lebih tinggi sehingga produktivitasnya menurun. Masalah lain yang
dikemukakan adalah bahwa BPJS tidak mengakomodir perawat dalam kapitas, hanya
dokter dan bidan.

Dari aspek keuangan, program KJS menimbulkan selisih antara piutang dengan
realisasi pembayaran yang semakin meningkat. Tahun 2011, RSUD PR memiliki piutang
sebesar Rp8,7 M dan dibayar (oleh Dinkes) sebesar Rp8,5M sehingga terdapat selisih
Rp197 juta yang belum terbayar. Tahun 2012, piutang RS berjumlah Rp17,9M dan yang
dibayar adalah sebesar Rp17,9M (selisih Rp1,1M). Tahun 2013 (sampai dengan Juni)
piutang RS telah mencapai Rp20M dan yang telah dibayar sebesar Rp10,6M (selisih
Rp9,4M).
Tentunya ini mengganggu cash flow RS yang mengakibatkan RS tidak bisa
membayar supplier secara tepat waktu. Dampaknya, supplier menghentikan pasokan bahan
habis pakai sehingga akhirnya pelayanan jadi terganggu. RS tersebut melakukan upaya
yang intinya adalah untuk mengendalikan mutu dan biaya. Upaya-upaya tersebut antara lain
membuat clinical pathway sebagai acuan (namun diakui bahwa hal ini tidak mudah),
disiplin dalam menggunakan BHP dan obat serta sosialisasi penulisan diagnosis secara
lengkap untuk melengkapi rekam medis.
Harapan yang disampaikan dari perspektif pengelola pelayanan antara lain
menyangkut evaluasi prgram KJS terutama dari sisi tarif, ketersediaan SDM, tarif INA-
DRGs berdasarkan unit cost tiap RS/regional, jangan ada perbedaan terlalu besar antara

18
tarif kelas bawah dengan kelas atas, penyederhanaan administrasi, pemahaman masyarakat
terhadap kebijakan, syarat dan alur pelayanan yang harus ditingkatkan serta peran media
massa untuk bekerjasama dengan RS dalam mensosialisasikan kebijakan tersebut dengan
informasi yang lebih detil. Selain itu juga ada saran yang disampaikan antara lain jumlah
petugas verifikasi disesuaikan dengan jumlah pasien (beban kerja), pengendali dilapangan
serta adanya SIM RS yang online.

4.2. Cara penghitungan struktur biaya jasa pelayanan kesehatan.


4.2.1. Cara penghitungan struktur biaya jasa pelayanan kesehatan. Menggunakan teknik
ABC

19
20
21
22
23
24
4.2.2. Teknik penghitungan struktur biaya jasa pelayanan kesehatan.

Activity Based Costing (ABC)


Activity Based Costing menurut Rudianto (2013) menyatakan bahwa :
“Activity Based Costing adalah pendekatan penentuan biaya produk yang membebankan
biaya ke produk atau jasa berdasarkan konsumsi sumber daya oleh aktivitas. Dasar
pemikiran pendekatan penentuan biaya ini adalah bahwa produk atau jasa perusahaan
dilakukan oleh aktivitas, dan aktivitas yang dibutuhkan tersebut menggunakan sumber daya
yang menyebabkan timbulnya biaya”

Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Activity Based Costing adalah
metode perhitungan yang menerapkan konsep aktivitas akuntansi dengan tujuan
menghasilkan perhitungan harga produk yang akurat. Tidak hanya informasi harga produk
yang dihasilkan dalam sistem Activity Based Costing, tapi dalam sisi manajerial sistem
Activity Based Costing juga memberikan informasi tentang biaya dan kinerja dari
aktivitas dan sumber daya serta dapat menelusuri biaya-biaya secara akurat ke objek biaya
selain produk.

Analisis Perhitungan Tarif Sewa Kamar di RSUD Sunan Kalijaga Demak Menggunakan
Metode ABC
1. Menganalisis tarif rawat inap rumah sakit saat ini.
2. Mengidentifikasi biaya berdasarkan aktivitas
3. Mengidentifikasi cost driver
4. Membebankan biaya ke produk menggunakan tarif cost driver dan aktivitas

5. Membandingkan metode perhitungan rumah sakit yang lama dengan metode activity
based costing.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman-Pelaksanaan-Program-JKN.pdf ; PERATURAN MENTERI


KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 Tahun 2014
2. https://www.bpjskesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/bd905482f8126cfcdc03a92
42d175389.pdf
3. Pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas melalui kepuasan pasien
pengguna bpjs di rawat inap rsud dr. moewardi. Diunduh dari
http://eprints.ums.ac.id/31410/4/4_BAB_1_TESIS.pdf
4. Perbandingan profitabilitas pasien bpjs dan pasien umum di rumah sakit
brawijaya surabaya dengan pendekatan customer profitability analysis;
Muhammad Saiful Hakim Jurusan Manajemen Bisnis; Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Sukolilo Surabaya, Indonesia
5. http://manajemenrumahsakit.net/2013/09/dampak-tekanan-masyarakat-dan-
media-massa-terhadap-pelaksana-pelayanan-kesehatan-akibat-kebijakan-jkn-
perspektif-pelaksana/
6. diunduh dari http://www.kompasiana.com/dr_awan1982/dampak-bpjs-terhadap-
sdm-di-rumah-sakit_54f6de1ea33311df5b8b49e9

26

You might also like