You are on page 1of 19

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal

3.1.1 Makroskopis(3)

Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium


(retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar
(transversus abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah
hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal
(juga disebut kelenjar suprarenal). Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra
T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm,
lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira sebesar kepalan tangan manusia
dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau
kurang lebih beratnya antara 120-150 gram.

Gambar 1. Anatomi ginjal4

Bentuknya seperti biji kacang, dengan lekukan yang menghadap ke


dalam. Jumlahnya ada 2 buah yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar
dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari

1
pada ginjal wanita. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit ke bawah
dibandingkan ginjal kiri untuk memberi tempat lobus hepatis dexter yang
besar. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak
yang tebal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak
perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam guncangan.

Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula


fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap,
dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang
dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut
pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari
lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.

Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu


masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis
renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal.
Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing
akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores.
Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-
piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-
segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap
piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan
bagian terminal dari banyak duktus pengumpul.

2
Gambar 2. Gambaran normal CT-Scan ginjal(3)

3.1.2 Mikroskopis(2)
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-
1,2 juta buah pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap
nefron terdiri dari kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus
kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang
mengosongkan diri keduktus pengumpul.

Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus / kapiler, bersifat


sebagai saringan disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler
tersebut dan disaring sehingga terbentuk filtrat (urin yang masih encer)
yang berjumlah kira-kira 170 liter per hari, kemudian dialirkan melalui
pipa/saluran yang disebut Tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke saluran
Ureter, kandung kemih, kemudian ke luar melalui Uretra. Nefron berfungsi
sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh
dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul
yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan
dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan

3
mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang
kemudian diekskresikan disebut urin.

3.1.3 Vaskularisasi Ginjal(3)


Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi
vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena
kavainferior yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis
masuk kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris
yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata
kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam
korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen
pada glomerulus.

Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian


bercabang membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan
disebut kapiler peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini
akan dialirkan kedalam jalinan vena selanjutnya menuju vena
interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis untuk
akhirnya mencapai vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml
darah permenit suatu volume yang sama dengan 20-25% curah jantung
(5000 ml/menit) lebih dari 90% darah yang masuk keginjal berada pada
korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran darah
ginjal adalah otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol afferen
mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat merubah resistensinya sebagai
respon terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan demikian
mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap.

3.1.4 Persarafan pada Ginjal(3)


Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis (vasomotor), saraf
ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam ginjal,
saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke
ginjal.

4
3.1.5 Fisiologi Ginjal(3)
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat
banyak (sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah
“menyaring/membersihkan” darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2
liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan
filtrat sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini
diproses dalam Tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi
urin sebanyak 1-2 liter/hari.

Fungsi ginjal adalah

a) Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksik atau


racun,
b) Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh,

c) Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan


tubuh

d) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum,


kreatinin dan amoniak.

e) Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.

f)Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.

g) Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel


darah merah.

Tiga tahap pembentukan urine:


1) Filtrasi glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada
glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glomerulus secara relatif
bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup
permeabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam

5
amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood
Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit.
Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui
glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus
(GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman
disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat
antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman, tekanan hidrostatik darah
dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan
oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman serta tekanan
osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh
tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding
kapiler.

2) Reabsorpsi.

Zat-zat yang difiltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non


elektrolit, elektrolit, dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi
selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.

3) Sekresi.

Sekresi tubular melibatkan transpor aktif molekul-molekul dari


aliran darah melalui tubulus ke dalam filtrat. Banyak substansi yang
disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin).
Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan
kalium serta ion-ion hidrogen. Pada tubulus distalis, transpor aktif natrium
sistem carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium
tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari
cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan
tubular perjalanannya kembali jadi, untuk setiap ion natrium yang
diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya.

3.2 Ruptur Ginjal

6
3.2.1 Definisi
Ruptur ginjal adalah robek atau koyaknya jaringan ginjal secara paksa. (3)
Ruptur ginjal dapat terjadi pada ginjal yang normal maupun pada ginjal yang
telah mengalami proses patologis sebelumnya.(8)
3.2.2 Epidemiologi
Frekuensi terjadinya trauma ginjal tergantung pada populasi pasien.
Jumlah trauma ginjal biasanya 3% dari jumlah semua trauma yang ada di seluruh
rumah sakit dan sebanyak 10% dari total pasien yang mengalami trauma
abdomen.(6,9,16)
Pada anak-anak, umumnya lebih mudah terjadi rupture ginjal, terkait dengan
ukuran ginjal anak yang relatif besar, lebih bersifat mobile dan perirenal fat yang
minim.(6,16)

3.2.3 Etiologi
Trauma ginjal merupakan trauma terbanyak pada sistem urogenitalia.
Kurang lebih 10% dari trauma pada abdomen mencederai ginjal. Cedera
ginjal dapat terjadi secara: (1) langsung akibat benturan yang mengenai
daerah pinggang atau (2) tidak langsung yaitu merupakan cedera deselerasi
akibat pergerakan ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga retroperitoneum.
Jenis cedera yang mengenai ginjal dapat merupakan cedera tumpul, luka
tusuk, ataupun luka tembak.(1)
Terdapat dua macam trauma abdominal, yaitu trauma tumpul dan
trauma penetrasi. Trauma tumpul dihasilkan oleh kekerasan yang diberikan
pada tubuh tanpa menyebabkan adanya luka terbuka. Penyebab trauma
tumpul adalah pukulan langsung (akibat olahraga, kekerasan), tekanan
(akibat pekerjaan industrial seperti terperangkap di dalam alat-alat berat),
atau deselerasi (kecelakaan motor atau jatuh dari ketinggian yang signifikan.
(10)

Pada beberapa kejadian namun tak banyak, kehamilan dapat


mengakibatkan ruptur ginjal spontan dan umumnya terjadi pada ginjal

7
kanan. Hal ini bisa saja terjadi pada ginjal dengan atau tanpa didahului
proses patologis pada ginjal. (8)

3.2.4 Patogenesis
Ruptur ginjal adalah robek atau koyaknya jaringan ginjal secara paksa.
(3)

Goncangan ginjal di dalam rongga retroperitoneum menyebabkan


regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri
renalis. Robekan ini akan memicu terbentuknya bekuan-bekuan darah yang
selanjutnya dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta cabang-
cabangnya.(1)
Cedera ginjal dapat dipermudah jika sebelumnya sudah ada kelainan
pada ginjal, antara lain hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor ginjal.(1,11)
Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal
dibedakan menjadi: (1) cedera minor, (2) cedera major, (3) cedera pedikel
atau pembuluh darah ginjal.(1)
Terdapat dua penggolongan derajat pada ruptur ginjal yaitu sebagai berikut.
Tabel 1. Kalsifikasi trauma/cedera ginjal
(6)
Klasifikasi pencitraan Federle Klasifikasi AAST (American
Associate of Surgery)
Kategori Tingkat cedera Derajat Tingkat cedera
I MINOR 1 Kontusio dan/atau hematoma
Kontusi subcapsular
Laserasi korteks (tidak
meluas ke calyx) 2 Laserasi korteks < 1 cm,
MAJOR tidak sampai kaliks
Laserasi korteks (meluas ke
II 3 Laserasi korteks > 1 cm,
calyx)
Ruptur ginjal tidak sampai kaliks
CATHATROPHIC 4 Laserasi korteks hingga
Trauma sampai ke pedikulus corticomedullary junction
ginjal atau hingga collecting system
SHATTERED KIDNEY

8
III Perlukaan sampai di 5 Cedera arteri atau vena
pelviureteric junction renalis disertai perdarahan
Avulsi pedikel ginjal
Ginjal terbelah (shattered
kidney)
IV

Namun klasifikasi yang paling sering digunakan dalam pencitraan


adalah klasifikasi Federle. Sistem Federle mengkategorikan cedera ginjal
menjadi empat kelompok (minor, mayor, catastrophic, dan pelviureteric
junction injuries).(6)

Gambar 1. Klasifikasi cedera ginjal (menurut AAST)(18)

3.2.5 Diagnosis

3.2.5.1 Gambaran Klinis

9
Gambaran klinis yang ditunjukkan oleh pasien trauma ginjal sangat
bervariasi tergantung pada derajat trauma dan ada atau tidaknya trauma pada
organ lain yang menyertainya. Pada trauma derajat ringan mungkin hanya
didapatkan nyeri di daerah pinggang, terlihat jejas berupa ekimosis, dan terdapat
hematuria makroskopik ataupun mikroskopik.(1)
Derajat cedera pada ginjal tidak selalu berbanding lurus dengan parah
tidaknya hematuria yang terjadi; hematuria makroskopik dapat terjadi pada trauma
ginjal yang ringan dan hanya hematuria ringan pada trauma mayor.(11)
Pada trauma mayor atau rupture pedikel sering kali pasien datang dalam
keadaan syok berat dan terdapat hematoma di daerah pinggang yang makin lama
makin membesar. Dalam keadaan ini mungkin pasien tidak sempat menjalani
pemeriksaan IVP karena usaha untuk memperbaiki hemodinamik seringkali tidak
membuahkan hasil akibat perdarahan yang keluar dari ginjal cukup banyak. Untuk
itu harus segera dilakukan eksplorasi laparatomi untuk menghentikan perdarahan.
(1)

Patut dicurigai adanya cedera pada ginjal jika terdapat:(1)


a. Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut
bagian atas dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya jejas pada daerah
itu
b. Hematuria
c. Fraktur costa bawah (T8-12) atau fraktur prosessus spinosus vertebra
d. Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang
e. Cedera deselarasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan
lalu lintas

. 3.2.5.2 Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah urinalisis.


Pada pemeriksaan ini diperhatikan kekeruhan, warna, pH urin, protein,
glukosa dan sel-sel. Hematuria makroskopik atau mikroskopik seringkali
ditemukan pada pemeriksaan ini. Jika hematuria tidak ada, maka dapat
disarankan pemeriksaan mikroskopik. Meskipun secara umum terdapat
derajat hematuria yang dihubungkan dengan trauma traktus urinarius, tetapi

10
telah dilaporkan juga kalau pada trauma (ruptur) ginjal dapat juga tidak
disertai hematuria. Akan tetapi harus diingat kalau kepercayaan dari
pemeriksaan urinalisis sebagai modalitas untuk mendiagnosis trauma ginjal
masih didapatkan kesulitan.(2,11)
3.2.6. Penatalaksanaan
3.2.6.1 Non-Operatif dan Konservatif
Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini
dilakukan observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, suhu tubuh),
kemungkinan adanya penambahan massa di pinggang, adanya pembesaran
lingkaran perut, penurunan kadar hemoglobin darah, dan perubahan warna
urin pada pemeriksaan urine serial.(1)
3.2.6.2 Operatif
Penanganan operatif pada ruptur ginjal ditujukan pada trauma ginjal
mayor dengan tujuan untuk segera menghentikan perdarahan. Selanjutnya,
mungkin dilakukan debridement, reparasi ginjal (berupa renorafi atau
penyambungan vaskuler) atau tidak jarang harus dilakukan nefrektomi
parsial bahkan nefrektomi total karena kerusakan ginjal yang sangat berat.
(1)

3.2.7 Prognosis
Dengan follow-up yang dilakukan secara hati-hati, kebanyakan kasus
ruptur ginjal memiliki prognosis yang baik, dengan proses penyembuhan
yang berlangsung secara spontan dan mengembalikan fungsi ginjal.
Pengawasan terhadap excretory urography dan tekanan darah juga dapat
menjamin deteksi dan manajemen yang tepat akan kejadian hidronefrosis
dan hipertensi.(11)

11
BAB 4
TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Gambaran Radiologi


Adapun indikasi untuk dilakukan pemeriksaan radiologi adalah apabila
ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:(5)

 Luka tembus dengan hematuria


 Trauma tumpul dengan hematuria dan hipotensi
 Hematuria mikroskopik dengan peritoneal lavage (+)
 Trauma tumpul yang berhubungan dengan perlukaan ginjal
(kontusio/hematoma di daerah pinggang, fraktur costa bagian bawah, dan
fraktur vertebra thoracolumbal)

A. Foto Konvensional
Pemeriksaan Intra Venous Urography (IVU) mungkin akan berguna pada
kasus ruptur ginjal.(12)
Gambaran yang terlihat adalah pembengkakan pada ginjal, kontras yang
ekstravasasi keluar, tampakan massa perdarahan juga bisa terlihat, serta tampak
kelainan ekskresi jika dibandingkan dengan ginjal sebelah.(13)
Apabila terdapat dugaan jumlah produksi urin yang sedikit, IVU dapat
menemukan letak kelainan dan mengestimasi jumlah kehilangan cairan
tersebut. Namun, walaupun IVU sangat mudah dan banyak digunakan, harus
diingat bahwa IVU memberikan ekspose radiasi yang cukup tinggi sehingga
harus dipertimbangkan jika ingin dilakukan pada anak-anak. IVU juga harus
diperhatikan pemakaiannya pada orang-orang dengan gangguan fungsi ginjal,
neuropati, dan alergi yang mungkin akan sangat berbahaya jika menerima
ekspose radiasi.(12)

12
Gambar 4. Gambar radiografi ruptur ginjal spontan. (a) psoas line kiri
terlihat normal (panah hitam), psoas line kanan tidak terlihat (panah
merah). (b,c) IVU diambil pada menit ke-15 dan 45, terlihat ekstravasasi
meluas di peripelvis dan perirenal(12)

B. Ultrasonografi (USG)
Tingkat keparahan pada trauma ginjal sangat beraneka ragam, oleh
karena itu terdapat kemungkinan terdeteksi dengan USG. Ada keadaan
dimana ruptur ginjal disebabkan oleh trauma langsung, sehingga akan
didapatkan darah dan/atau urin yang mengalami ekstravasasi ke perinephric
space. Cairan-cairan tersebutlah yang akan diidentifikasi oleh ultrasound. Jika
terdapat urin maupun hematoma yang banyak dapat dilakukan drainase secara
percutaneus.(14)
Penggunaan USG Doppler berwarna juga dapat sangat berguna untuk
mendiagnosis ruptur ginjal. Pada pemeriksaan USG Doppler, akan terlihat
seperti semburan (jet effect) pada bagian sisi ginjal yang ruptur ketika ada
sedikit kompresi oleh urinoma.(12)

13
Gambar 5. Penampakan ruptur ginjal spontan. (a,b) terlihat defek
berdiameter 4.5 mm pada pelvis renali. (c) penampakan USG Doppler
berwarna, terlihat aliran warna pada ginjal yang berhubungan dengan
kompresi oleh urinoma(12)

C. CT-Scan
Sejauh ini CT-Scan adalah modalitas yang paling baik untuk melihat
gambaran ruptur ginjal karena informasi yang diberikan berkaitan dengan
morfologi dan fungsional ginjal bisa didapatkan dalam satu kali pemeriksaan
saja.(15)
Pada pasien dengan trauma abdomen, pemeriksaan CT-scan lebih baik
digunakan untuk mengidentifikasi jenis dan luas perlukaan dan juga lebih
bermanfaat untuk melihat organ retroperitoneum, khususnya ginjal.(4)
Gambaran yang mungkin didapatkan pada ruptur ginjal adalah memar
atau kontusi ginjal, umunya muncul sebagai gambaran zona focal yang
kurang penyangatannya karena ekskresi tubular yang terganggu sementara.
Jika terdapat Hematoma intrarenal akan muncul sebagai area yang
termarginasi sangat tipis tanpa penyangatan. Untuk Hematoma subscapular
biasanya memperlihatkan bentuk lentikular sesuai dengan displacement yang
terjadi pada korteks renalis. Jika terdapat perdarahan minor, sisa pendarahan
ekstrarenal akan tertahan pada perirenal space dan meluas ke kompartemen-
kompartemen retroperitoneal yang saling berdekatan. Laserasi ginjal akan
terlihat sebagai sebuah garis atau bentuk irisan (wedge-shape) yang hipodens.
“Shattered kidney” adalah laserasi mengelilingi ginjal menghasilkan multiple
fragmen.(15)

14
Gambar 6. Tampak ruptur renal bilateral pada pemeriksaan CT-scan
potongan axial(15)

Gambar 7. Tampak hematoma mengelilingi ginjal kiri dan ekstravasasi


material kontras mengindikasikan ruptur renal (15)

Gambar 8. Kontusio renalis dengan hematoma subcapsular(21)

15
Gambar 9. Hematoma perinephric dan laserasi korteks renal <1 cm tanpa
ekstravasasi urin(21)

Gambar 10. Laserasi korteks renal >1 cm, tanpa disertasi ruptur pada
collecting system atau ekstravasasi urin(21)

Gambar 11. Laserasi corticomedullary juction, cellecting system renal dan


infark segmental, oleh karena trombosis ataupun laserasi pembuluh darah
renalis(21)

16
Gambar 12. Shattered kidney, avulsi ureteropelvic junction, dan laserasi atau
trombosis arteri dan vena renalis(21)

D. MRI
Sebenarnya CT-scan adalah modalitas utama untuk menilai kasus hematuria
pada trauma abdomen akut. Walaupun hasil penelitian pada binatang
membuktikan bahwa MRI mempunyai keakuratan yang sama bahkan lebih
dibandingkan CT-scan, peralatan MRI ini kurang tersedia dimana-mana, serta
membutuhkan waktu yang lebih lama. Seperti halnya CT-scan, pada MRI juga
dapat terlihat ekstravasasi kontras, bahkan mampu membedakan hematoma
perirenal dan intrarenal.(20)

Gambar 13. Gambar Hematoma Perinephric seorang dengan trauma


tendangan pada punggung. (A,B) Penekanan pada coronal fat (C) Tampak
soft tissue di bagian subscapular ginjal kiri(20)

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo, Basuki. 2003. Dasar-Dasar Urologi Edisi 2. Sagung Seto. Jakarta


2. Rasad, Sjahrial. 2009. Radiologi Diagnostik edisi kedua. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.
3. Price, Sylvia A. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Volume 2 Edisi 6. EGC. Jakarta.
4. Frankel, Heidi L. Ultrasound for Surgeons. [Electronic Book]. Texas: Landes
Bioscience; 2004. P. 76
5. Malueka, Rusdy Ghazali. 2006. Radiologi Diagnostik. Pustaka Cendekia
Press. Yogyakarta.
6. Suron, David, ed. Textbook Radiology and Imaging of Radiology and Imaging
7th Edition Volume II. London: Churcill Livingstone; 2003. P. 971-5
7. Graaf, Van De. Human Anatomy, Sixth Edition. [Electronic Book]. The
McGraw-Hill companies; 2001. P. 677
8. Lo, KL., Cf Ng, WS Wong. Spontaneous Rupture of The Left Renal collecting
System During Pregnancy. Hongkong [Online]. 2007 (Dikutip] 20 April 2012.
Available from:
http://hkmj.org.article_ppdfs/hkmj0710p396.pdf
9. Lusaya, Dennis G, et al. Renal Trauma. [Online]. 2007 [Dikutip] 20 April
2012. Available from:
http://emedicine_medscape.com/article/440811-overview
10. Blair, Meg. Oeverview of Genitourinary Trauma. [Online]. 2011 [Dikutip] 20
April 2012. Available from:
http://medscape.com/viewarticle/746075
11. Tanagho, Emil A. dan Jack W Mc. Aninch, eds. Smith’s General Urology 17th
Edition. [Electronic Book]. USA: McGraw-Hill Companies Inc; 2008. P. 281-
8
12. Tan, Sinan, Meral Arifoglu et al. The Importance of Gray Scale and Color
Doppler Ultrasonography in The Diagnosis of Spontaneous Renal Pelvis
Rupture: Case Report. Dalam Turkish Journal of Radiology. Turkey. [Online].
2010 [Dikutip] 20 April 2012. Available from:
13. Begg, James D, ed. Abdominal X-Ray Made Easy. United Kingdom: Churcill
Livingstone; 2007. P. 197-9
14. Bates, Jane A. Abdominal Ultrasounds How, Why, and When 2 nd Edition.
[Electronic Book]. Edinburgh dst; 2004. P. 182

18
15. Marincek, Borut dan robert F. Dondlinger. Emergency Radiology. [Electronic
Book]. Springer; 2007. P. 197-8
16. Blair, Meg. Oeverview of Genitourinary Trauma. [Electronic Book]; 2011. P.
139-45
17. JW, Mc. Aninch dan Santucci RA. Ureter. [Online]. [Dikutip] 20 April 2012.
Available from:
http://www.urologic-bad-segeberg.de/Urology/Treatment-
options/ureter/ureter.html
18. Gray, H. Elsevier Image. [Online]. [Dikutip] 20 April 2012. Available from:
http://www.elsevierimages.com/image/25276.htm
19. Standring, Susan, et al,eds. Gray’s Anatomy The Anatomical Basis of Clinical
Practice 39th Edition. USA: Elsevier; 2008
20. Siegelman, Evan S, ed. Body MRI. Philadelpia: Elsevier Saunders; 2005. P.
158,169-70
21. Dogra, Vikram S dan Shweta Bhatt. Radiologic Clinics of North America.
New York: Elsevier Saunders. [Electronic Book]; 2007. P. 581-90

19

You might also like