You are on page 1of 79

Diskusi Kelompok 1 Pemicu 2

Pemicu 2 (Discussion Problem)


Seorang laki-laki berusia 61 tahun dibawa ke UGD dengan keluhan kelemahan tubuh sisi kanan
sejak 2 hari yang lalu. Keluhan timbul mendadak saat pasien sedang berkebun. Pasien menderita
hipertensi dan DM sejak 12 tahun yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis TD 170/90mmHg, frekuensi nadi
120x/menit, ireguler, frekuensi napas 24x/menit, suhu 36,5C
Pada pemeriksaan neurologis didapatkan, saat pasien diminta tersenyum tampak mulut tertarik
ke kiri. Saat diminta memejamkan mata pasien dapat memejamkan mata dengan kuat. Pada saat
lidah dijulurkan tampak lidah berdeviasi ke kanan.
Posisi tungkai kanan tampak eksorotasi dan tidak dapat diangkat. Lengan kanan masih dapat
diangkat tetapi tidak dapat menahan saat diberi tahanan kuat oleh dokter.
Pasien tidak dapat mengulangi kata-kata yang disebutkan oleh dokter. Pasien juga tampak
cenderung diam. Bila menginginkan sesuatu pasien hanya menunjuk-nunjuk dan hanya bisa
mengucapkan 1-2 kata. Pasien akan marah apabila keluarga tidak memahami maksudnya.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit 12.000 gr/dl, d-dimer: 1200

Kata Kunci
• laki-laki berusia 61 tahun
• hemiparesis 2 hari lalu
• timbul mendadak
• riwayat hipertensi dan DM sejak 12 tahun lalu
pemfis:
• compos mentis
• TD : 170/ 90 mmHg
• Nadi : 120x / menit, irregular
• Frekwensi nafas : 24x / menit
• Suhu : 36,5 o C
Pemeriksaan Neurologis
• Pasien diminta senyum Mulut tampak tertarik kekiri
• Pejaman mata kuat
• Saat dijulurkan Devisiasi lidah kekanan
• Tungkai kanan eksorotasi, tidak dapat diangkat
• Lengan kanan tidak dapat menahan
• Tidak dapat mengulang kata
• Cendrung diam
• Pemeriksaan lab : leukosit = 12.000 g/dl , d-dimer = 1200

Identifikasi masalah:
Laki-laki usia 61 tahun dengan keluhan kelumpuhan tubuh sisi kanan sejak 2 hari dan
mempunyai riwayat hipertensi dan DM 12 tahun lalu.
Analisis masalah;

Laki-laki 61 tahun

Keluhan dulu: hipertensi Keluhan sekarang :


dan DM hemiparesis

Pemfis&gene Pemeriksaan Pemeriksaan


ralis neurologis lab

Kelainan
tubuh sisi
kanan

Neuropatologi
Gangguan motorik -Vascular
-Kelumpuhan neurogen tipe -degeneratif
sentral (UMN) dan tipe
perifer (LMN)
-Kelumpuhan miogen
-Gangguan neuromuskular
junction
-Gangguan gait

definisi etiologi klasifikasi patfis Faktor Manifes pemerik tatalaksana edukasi


resiko tasi saan
klinis

farmako Non
farmako
Pertanyaan terjaring
1. Anatomi dan vaskularisasi otak?
a. Definisi
b. Etiologi
c. Klasifikasi
d. Patfis
e. Faktor resiko
f. Manifestasi klinis
g. Pemeriksaan
h. Penatalaksanaan
i. Edukasi

2. Gangguan motorik ( a-i)


3. Neuropatologi vaskularisasi (a-i)
4. Neurologi degeneratif (a-i)
5. Stroke iskemik (a-i)
6. Hubungan hipertensi dan DM terhadap hemiparesis kanan
7. Mekanisme mulut tertarik ke kiri,lidah deviasi ke kanan,lengan tidak bisa menahan beban
dankesulitan bicara
8. Hubungan emosi terhadap stroke, mekanismenya bagaimana
9. Hubungan Peningatan leukosit dan peningkatan d-dimer pada stroke
10. Interpretasi data pemicu
Jawaban pertanyaan terjaring

1. SUSUNAN DAN FUNGSI SISTEM SARAF

a. Susunan Sistem Saraf

Secara keseluruhan kerja sistem saraf adalah mengatur aktivitas sensorik dan
motorik, perilaku instingtif dan dipelajari, organ dalam dan sistem-sistem lain
dalam tubuh. Sistem saraf terdiri dari sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi.
Berikut disajikan diagram susunan pembagian sistem saraf.
Sistem Saraf

Sistem Saraf Pusat (SSP) Sistem Saraf Tepi (SST)

Otak Medulla spinalis Saraf somatik Saraf


otonom

Batang otak Otak kecil Otak besar Saraf cranial Saraf spinal -Saraf
simpatis
-Diencefalon -S.Cervikalis -Saraf

Parasimpatis

- N. -S.Thorakalis
Mesencefalo Olfactorius
-S.Lumbalis
n
N. Opticus
-Pons varolii

-Medulla oblongata N. Occulomotorius -S.Sacralis


N. Trochlearis -
S.Coccigeus N. Trigeminus
N.
Abdusens
N. Fasialis
N. Statoacusticus

N.
Glossopharingeus
N. Vagus
N.
Acessorius
N.Hipoglosu
s
Selain susunan sistem saraf di atas, terdapat pula pembagian lain dari Sistem
Saraf Pusat (SSP) berdasarkan letak otak,yaitu :
Sistem Saraf Pusat (SSP)

Otak (brain) Medulla spinalis

Forebrain Midbrain Hindbrain

(otak depan) (otak tengah) (otak belakang)

Telencephalon Diencephalon -Tectum -Cerebellum


-Pons varolii
-Tegmentum
-Medulla oblongata
-Cortex cerebri -Talamus
-Sistem limbik
-Hipotalamus
-Ganglia basalis

b. Struktur Hirarki Otak

Struktur hirarki otak manusia dapat dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu :
 Bagian bawah; batang otak
 Bagian tengah; sistem limbik

 Bagan atas; korteks cerebri (neokorteks)

Para ilmuwan terutama kaum evolusionis mempercayai bahwa otak manusia


merupakan produk evolusi yang tak terhitung lamanya, sehingga ke-3 tingkatan
otak di atas diidentikkan berdasarkan tahapan evolusinya sebagai otak ‘reptil’
untuk batang otak, otak ‘mamalia’ untuk sistem limbik, dan otak ‘primata’ untuk
korteks.
Gambar. Struktur Hirarki Otak dan Tahap Evolusinya
Batang otak berfungsi sebagai pengatur fungsi vegetatif dan refleks. Bagian
otak ini mengendalikan fungsi-fungsi kehidupan yang sederhana tapi penting
(vital), seperti : pernapasan, pencernaan, sirkulasi, dan refleks.
Sistem limbik memiliki fungsi pengenali emosi, perilaku instinktif, drives, dan
motivasi. Sistem limbik terkait dengan proses penetapan nilai emosional atau isi
berbagai objek dan pengalaman serta mengekspresikan emosi ini sebagai perilaku,
sehingga secara singkat sistem limbic dapat dikatakan sebagai wilayah emosi dan
selera. Selera untuk makanan dan seks, emosi-emosi rasa gembira, marah, sedih,
cinta dan sayang timbul di dalam sistem limbik.
Korteks cerebri atau disebut juga neokorteks karena evolusinya yang lebih
muda, memiliki fungsi yang lebih tinggi (fungsi luhur) agar makhluk adaptif
terhadap perubahan lingkungan. Korteks cerebri mempunyai area sensorik,
motorik, dan asosiasi untuk memproses input dari setiap indera dan bereaksi
terhadapnya. Korteks cerebri memungkinkan manusia memiliki kemampuan yang
membedakannya dari makhluk lain, seperti dapat membuat persepsi kompleks,
eksekusi gerak motorik terampil, dan fungsi luhur lainnya (belajar, berpikir, aspek
logika dan intelgensi, introspeksi dan perencanaan).

Struktur Hirarki Otak dan Fungsinya

Tingkatan otak Tahap evolusi Fungsi Aspek Perilaku


Bagian atas Primata Logika, inteligensi, Kognitif

(korteks) fungsi adaptif dan otak


terampil
Bagian tengah Mamalia Pengendali emosi dan Afektif
(sistem limbic) selera (drives)

Bagian bawah Reptil Fungsi vegetatif, Psikomotor


(batang otak) pengendali sebagian
besar fungsi naluriah
tubuh

c. Struktur dan Fungsi Otak


Otak terletak di dalam tengkorak. Secara anatomis terdiri dari otak besar
(cerebrum), otak kecil (cerebellum), dan batang otak. Batang otak terletak di ujung
atas medulla spinalis dan terdiri dari medulla oblongata, pons, otak tengah, talamus
, dan hipotalamus.
Otak besar (cerebrum) manusia terdiri dari hemisfer cerebri yang mempunyai 2
belahan setangkup tapi tidak simetris., yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan.
Kedua hemisfer kiri dan kanan dihubungkan oleh struktur padat yaitu corpus
calosum. Hemisfer cerebri terdiri dari korteks cerebri yang merupakan bagian
paling luar terdiri dari berbagai macam sel neuron yang secara makroskopis tampak
berwarna kelabu sehingga disebut substantia nigra. Bagian di bawahnya
(subkortikal) terdiri dari lanjutan sel neuron berupa axon dan dendrit sehingga
kumpulannnya tampak berwarna lebih putih dan disebut substatia alba. Selain itu
terdapat juga ganglia basalis. Area terbesar dari korteks terdiri atas lekukan
(sulcus) dan tonjolan (girus). Korteks cerebri dibagi atas 4 lobus yaitu : lobus
frontalis, lobus parietalis, lobus temporalis, dan lobus oksipitalis.
Cerebellum (otak kecil) menempati bagian belakang batang otak, melekat pada
otak tengah, dan berfungsi untuk mengkoordinasikan gerakan. Nuklei pusat
motorik somatik di otak tengah mengatur gerakan waktu berjalan, postur tubuh,
gerak kepala dan bola mata.
Struktur batang otak berkaitan dengan fungsi vital somatik, otonomik, dan
refleks yang merupakan fungsi vegetatif agar manusia dapat bertahan hidup dan
memelihara kehidupannya. Pusat pengawasan sistem respirasi, kardiovaskular dan
pencernaan terletak di medulla, bagian otak yang paling primitif. Pons bertugas
untuk mengatur inhibisi pusat pernapasan, pons dan cerebellum bersama-sama
mengatur gerakan motorik. Nuklei retikular di pons dan medulla merupakan pusat
pengatur tidur dan eksitasi struktur otak besar di atasnya.
Hipotalamus mempunyai beberapa pusat (nuclei) untuk mengatur
keseimbangan internal atau homeostasis, termasuk suhu tubuh, kadar gula darah,
lapar dan kenyang, perilaku seksual dan hormon. Talamus merupakan suatu
struktur kompleks tempat integrasi sinyal sensori dan memancarkannya ke struktur
otak di atasnya, terutama ke korteks cerebri.

d. Medulla Spinalis
Medulla spinalis memanjang dalam columna intervertebralis (tulang belakang)
mulai dari leher sampai panggul bawah, panjangnya kira-kira 40-45 cm. Medulla
spinalis merupakan struktur penting dari SSP yang menerima sinyal sensorik dari
semua bagian tubuh (kecuali sebagian besar kepala) dan mengirimkan sinyal
motorik ke otot rangka volunter untuk gerakan tubuh, anggota gerak dan kepala,
dan juga sinyal motorik involunter ke otot polos organ viscera. Melalui fungsi
sensorik dan motoriknya, medulla spinalis melakukan komunikasi antara tubuh dan
otak. Medulla spinalis juga bertindak sebagai pusat integratif mandiri bagi refleks
spinal yang bersifat involunter.

e. Sistem Saraf Tepi

Sistem saraf tepi terdiri atas saraf yang bekerja somatik dan otonomik. Saraf tepi
menghubungkan SSP dengan reseptor sensorik dan efektor motorik.
Saraf Kranialis (Nervus cranialis)

Serabut saraf tepi berhubungan dengan otak dan medulla spinalis. Saraf yang
langsung keluar dari otak disebut saraf cranialis atau saraf otak, dan jumlahnya ada
12 pasang.
N. I (Nervus Olfactorius)

Merupakan saraf sensorik, berfungsi untuk penciuman (pembauan)


N.II (Nervus Opticus)
Merupakan saraf sensorik, berfungsi untuk penglihatan
N.III (Nervus Occulomotorius)
Merupakan saraf motorik, berfungsi untuk mempersarafi otot-otot penggerak
bola mata : m. rektus superior/inferior/medialis, m. oblikus inferior, dan m.
levator palpebra
N.IV (Nervus Trochlearis)

Berfungsi untuk mempersarafi otot penggerak bola mata : m. oblikus superior


N.V (Nervus Trigeminus)
Merupakan saraf sensorik utama,walaupun memiliki komponen motorik.
-Fungsi motorik : mempersarafi otot yang mengatupkan mulut
-Fungsi sensorik : -mengurus sensibilitas wajah ( cabang maksilaris)
-mengurus sensibilitas kornea ( cabang oftalmikus)
-mengurus sensibilitas rongga mulut ( cabang mandibularis)
N.VI (Nervus Abducens)
Berfungsi untuk mempersarafi otot penggerak bola mata : m. rektus lateralis
N.VII (Nervus Fasialis)
Merupakan saraf motorik utama yang mengurus otot-otot wajah, walaupun
memiliki komponen untuk sensorik.
- Fungsi motorik : mengurus otot-otot wajah, mempersarafi glandula lakrimalis,
mempersarafi m. tensor timfani
- Fungsi sensorik : mempersarafi 2/3 bagian lidah depan
N. VIII (Nervus Statoacusticus)
Memiliki dua komponen, yaitu cochlearis untuk saraf pendengaran dan
vestibularis untuk saraf keseimbangan.
N.IX (Nervus Glossopharingeus)

Komponen motorik berfungsi untuk mempersarafi otot yang menggerakan


stilofaringeus faring ke atas.
Komponen sensorik berfungsi untuk mengurus perasaan bagian belakang
mulut, palatum molle, faring, laring, dan epiglotis. Selain itu menghantarkan
rasa kecap 1/3 lidah bagian belakang.
Komponen parasimpatis berfungsi merangsang sekresi kelenjar ludah dan
kelanjar parotis.
N.X (Nervus Vagus)

Komponen motorik berfungsi untuk mempersarafi otot-otot faring dan otot-otot


yang menggerakan pita suara.
Komponen sensorik berfungsi mengurus perasaan bagian bawah faring.
Komponen parasimpatis mempersarafi sebagian besar organ-organ viscera
seperti paru-paru, jantung, ginjal, hepar, lien dan lain-lain.
N.XI (Nervus Acessorius)

Merupakan saraf motorik yang mengurus otot-otot laring, otot

sternokleidomastoideus untuk menggerakan kepala menoleh ke kiri atau kanan


dan otot travezius untuk mengangkat bahu.
N.XII (Nervus Hipoglosus)

Merupakan saraf motorik yang mengurus otot-otot yang menggerakan lidah dan
bagian belakang musculus biventer yang berfungsi untuk membuka mulut.
Saraf Spinal

Saraf spinal adalah saraf yang keluar dari medulla spinalis dan merupakan
persatuan kelompok serabut dari dua akar spinal. Akar dorsal membawa serabut
sensorik, akar ventral membawa serabut motorik. Saraf spinal berjumlah 31
pasang, terdiri dari :
8 pasang saraf cervical, mengurus daerah lengan, leher, dan
bahu 12 pasang thoracal, menguruh badan
5 pasang lumbal, mengurus tungkai

5 pasang sacral, mengurus daerah pelvis dan sekitar pangkal paha

1 pasang coccigeal, mengurus daerah pelvis dan sekitar pangkal paha

Saraf Otonom

Fungsi utama dari sistem saraf otonom adalah untuk mengatur kerja organ-organ
viscera yang umumnya bersifat involunter. Sistem saraf otonom terdiri dari saraf
simpatis dan parasimpatis. Hipotalamus merupakan pusat kendali dari kedua sistem
tersebut, namun dapat juga diaktifkan oleh pusat-pusat yang terletak di medulla
spinalis dan batang otak.
1. Saraf simpatis

Saraf simpatis keluar dari serabut saraf spinal daerah thoracal dan lumbal.
Neuron simpatis postganglionik dikendalikan oleh neuron simpatis
preganglionik yang dibungkus myelin, yang terletak pada cornu lateral medulla
spinalis dan mengirimkan axonnya ke ganglia simpatis. Neuron dari rantai
simpatis dihubungkan oleh interneuron. Ganglia simpatis lainnya terletak di
viscera yang berhubungan dengan nervus splanhnicus yang bersifat otonom.
Ganglia simpatis ini mengurus organ target seperti lambung dan medulla
adrenal. Serabut saraf simpatis mengurus hampir semua organ viscera dan
pembuluh darahnya.
2. Saraf parasimpatis

Saraf parasimpatis berhubungan hanya dengan saraf cranial tertentu seperti


N.III, V, X, dan saraf spinal dari sacral. Saraf parasimpatis yang paling
menonjol adalah nervus vagus (N.X). Nervus vagus mengurus organ paru-paru,
jantung, dan saluran cerna. Serabut saraf parasimaptis bersifat preganglionik,
badan selnya berada di nuclei motorik batang otak atau medulla spinalis daerah
sacral. Neuron postganglionik pendek, keluar dari ganglia perifer di dekat
organ target. Inervasi parasimpatik organ viscera bersifat selektif. Beberapa
organ target seperti jantung, sistem pencernaan menerima inervasi banyak,
sedangkan organ lain seperti ginjal menerima sedikit.

Efek Saraf Otonom pada Berbagai Organ Tubuh

Organ Efek Simpatis Efek Parasimpatis


Pupil Midriasis (melebarkan) Miosis (mengecilkan)
Jantung Mempercepat denyut jantung Melambatkan denyut jantung
(takhikardi) (bradikardi)

Kelenjar keringat Sekresi keringat yang pekat Sekresi keringat yang encer
Kelenjar ludah Pembentukan ludah menurun Pembentukan ludah meningkat
Bronchus paru-paru Dilatasi (melebarkan) Konstriksi (menciutkan)
Peristaltik usus Menurunkan Meningkatkan
Pembuluh darah

-Splachnicus dan kulit Vasokonstriksi Vasodilatasi


-Coronaria
Vasodilatasi Vasokonstriksi
Kandung kemih Inhibisi m. detrusor Kontraksi m. detrusor
Sfincter ani Kontraksi Relaksasi
Penis Ejakulasi Ereksi

SUSUNAN SARAF FUNGSIONAL


a. Sistem Motorik
Sistem motorik merupakan sistem yang mengatur segala gerakan pada manusia.
Gerakan diatur oleh pusat gerakan yang terdapat di otak., diantaranya yaitu area
motorik di korteks, ganglia basalis, dan cerebellum. Jaras untuk sistem motorik ada
2 yaitu : traktus piramidal dan ekstrapiramidal.
Traktus piramidal merupakan jaras motorik utama yang pusatnya di girus
presentralis (area 4 Broadmann), yang disebut juga korteks motorik primer. Impuls
motorik dari pusat motorik disalurkan melalui traktus piramidal ke saraf perifer
menuju ke otot. Area motorik lain yang terletak di depan korteks motorik primer
adalah korteks premotorik (area 6 Broadmann). Area ini merupakan area asosiasi
korteks motorik yang membangkitkan pola gerakan untuk disampaikan ke korteks
motorik primer. Contoh : Orang tertusuk duri → sensasi diteruskan ke korteks
sensorik; dianalisa → korteks sensorik asosiasi; diterjemahan → korteks
premotorik; program dan pola → korteks motorik primer; eksekusi gerakan → otot;
kontraksi.
Kerusakan korteks motorik primer atau traktus piramidal dapat menyebabkan
paralysis (kelumpuhan) ataupun parese (kelemahan gerakan).
Selain traktus piramidal, jaras sistem motorik ada juga yang melalui traktus
ekstrapiramidal (system ekstrapiramidal). Jaras ini melibatkan ganglia basalis dan
berfungsi untuk mengatur gerakan volunter kasar dan tidak terampil, seperti
mengendalikan posisi berdiri, gerakan tangan pada waktu berjalan, gerak lambaian
tungkai dan lengan. Kerusakan pada ganglia basalis dapat menimbulkan gangguan-
gangguan gerak seperti : gejala-gejala pada penyakit Parkinson (kekakuan otot atau
rigiditas, tremor, akinesia), hemibalismus, chorea, dan atetosis.
Bagian otak yang juga penting pada pengaturan gerakan adalah cerebellum
(otak kecil). Cerebellum sangat penting untuk mengatur ketepatan dan kelancaran
koordinasi aktivitas motorik volunter. Gangguan cerebellum dapat menyebabkan :
postur tubuh buruk, tidak seimbang dan ataksia (kehilangan koordinasi gerak),
langkah kaki lebar dan gontai seperti orang mabuk, bicara cadel, gerakan volunter
diikuti dengan gemetaran dan dismetria.

b. Sistem Sensorik

Sistem sensorik pada manusia berhubungan dengan kemampuan mempersepsi


suatu rangsang. Sistem ini sangat penting karena berfungsi terutama untuk proteksi
tubuh. Sistem ini dapat juga dimaknai sebagai perasaan tubuh atau sensibilitas.
b.1 Reseptor

Reseptor adalah sel atau organ yang berfungsi menerima rangsang atau
stimulus. Dengan alat ini sistem saraf mendeteksi perubahan berbagai bentuk
energi di lingkungan dalam dan luar. Setiap reseptor sensoris mempunyai
kemampuan mendeteksi stimulus dan mentranduksi energi fisik ke dalam sinyal
(impuls) saraf.
Menurut letaknya, reseptor dibagi menjadi:

 Exteroseptor ; perasaan tubuh permukaan (kulit), seperti sensasi nyeri,


suhu, dan raba
 Proprioseptor ; perasaan tubuh dalam, seperti pada otot, sendi, dan tendo.

 Interoseptor ; perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam,


seperti jantung, lambung, usus, dll.
Menurut tipe atau jenis stimulus, reseptor dibagi menjadi :

 Mekanoreseptor ; kelompok reseptor sensorik untuk mendeteksi perubahan


tekanan, memonitor tegangan pada pembuluh darah, mendeteksi rasa raba
atau sentuhan. Letaknya di kulit, otot rangka, persendn dna organ visceral.
Contoh reseptornya : corpus Meissner (untuk rasa raba ringan), corpus
Merkel dan badan Paccini (untuk sentuhan kasar dan tekanan).
 Thermoreseptor ; reseptor sensoris unuk mendeteksi perubahan suhu.
Contohnya : bulbus Krause (untuk suhu dingin), dan akhiran Ruffini (untuk
suhu panas).
 Nociseptor ; reseptor sensorik untuk mendeteksi rasa nyeri dan merespon
tekaan yang dihasilkan oleh adanya kerusakan jaringan akibat trauma fisik
maupun kimia. Contoh reseptornya berupa akhiran saraf bebas (untuk rasa
nyeri) dan corpusculum Golgi (untuk tekanan).
 Chemoreseptor ; reseptor sensorik untuk mendeteksi rangsang kimiwa,
seperti : bu-bauan yang diterima sel reseptor olfaktorius dalam hidung, rasa
makanan yang diterima oleh sel reseptor pengecap di lidah, reseptor
kimiawi dalam pembuluh darah untuk mendeteksi oksigen, osmoreseptor
untuk mendeteksi perubahan osmolalitas cairan darah, glucoreseptor di
hipotalamus mendeteksi perubahan kadar gula darah.
 Photoreseptor ; reseptor sensorik untuk mendeteksi perbahan cahaya, dan
dilakukan oleh sel photoreceptor (batang dan kesrucut) di retina mata.
b.2 Rasa gabungan (combined sensation)

Rasa gabungan atau dikenal juga dengan istilah rasa somestesia luhur adalah
perasaan tubuh yang mempunyai sifat diskriminatif dan sifat tiga dimensi. Rasa
gabungan melibatkan komponen kortikal yaitu lobus parietalis untuk
menganalisis serta mensistesis tiap jenis perasaan, mengkorelasi serta
mangintegrasi impuls, mengenal dan menginterpretasi rangsang. Jadi yang
diutamakan disini adalah fungsi persepsi dan fungsi diskriminatif. Yang
termasuk rasa gabungan diantaranya yaitu :
 Rasa diskriminasi ; rasa ini melibatkan kemampuan taktil dari kulit, dan

terdiri dari : diskriminasi intensitas (kemampuan menilai kekuatan stimulus,


seperti tekanna benda ke permukaan kulit), dan diskriminasi spasial atau
diskrimisani dua titik (kemampuan membedakan lokasi atau titik asal
rangsang).
 Barognosia ; kemampuan untuk mengenal berat benda yang dipegang.

 Stereognosia ; kemampuan untuk mengenal bentuk benda dengan meraba,


tanpa melihat.
 Topognosia (topostesia) ; kemampuan untuk melokalisasi tempat dari rasa
raba.
 Grafestesia ; kemampuan untuk mengenal huruf atau angka yang ditulis
pada kulit, dengan mata tertutup.
b.3 Jaras somatosensorik

Jaras somatosensorik yang dilalui oleh sistem sensorik adalah sebagai berikut :
 Untuk rasa permukaan (eksteroseptif) seperti rasa nyeri, raba, tekan, dan
suhu : sinyal diterima reseptor → dibawa ke ganglion spinale → melalui
radiks posterior menuju cornu posterior medulla spinalis → berganti
menjadi neuron sensoris ke-2 → lalu menyilang ke sisi lain medulla spinalis
→ membentuk jaras yang berjalan ke atas yaitu traktus spinotalamikus →
menuju thalamus di otak → berganti menjadi neuron sensoris ke-3 →
menuju korteks somatosensorik yang berada di girus postsentralis (lobus
parietalis).
 Untuk rasa dalam (proprioseptif) seperti perasaan sendi, otot dan tendo :
sinyal diterima reseptor → ganglion spinale → radiks posterior medulla
spinalis → lalu naik sebagai funiculus grasilis dan funiculus cuneatus →
berakhir di nucleus Goll → berganti menjadi neusron sensoris ke-2 →
menyilang ke sisi lain medulla spinalis → menuju thalamus di otak →
berganti menjadi neuron sensoris ke-3 → menuju ke korteks
somatosensorik di girus postsentralis (lobus parietalis).

c. Sistem Retikuler

Seluruh daerah perpanjangan batang otak yaitu medulla, pons, dan mesensefalon
merupakan daerah yang mengandung kumpulan neuron-neuron yang tersebar dan
dikenal sebagai formasio retikularis. Perangsanan listrik secara tersebar pada
daerah mesensefalon dan pontile formasio retikularis dapat menimbulkan aktivitas
yang segera dan jelas pada korteks cerebri dan bahkan dapat membangunkan
binatang yang sedang tidur. Seluruh sistem ini disebut sistem aktivasi retikuler.
Sistem ini berhubungan dengan proses aktivasi otak sehingga dapat menimbulkan
keadaan siaga (waspada) ataupun sebaliknya menimbulkan keadaan tidur (Guyton,
1994).
Stimulus utama yang dapat meningkatkan aktivitas system retikuler :

 S timulus sensorik dari sebagian besar tubuh, seperti : impuls sakit, impuls
somatic proprioseptif
 Stimulus retrograde dari cerebrum, yang terutama akan merangsang bagian
mensensefalon formasio retikularis
Jika seseorang sedang tidur dan tiba-tiba ada sinyal sensorik yang sesuai masuk ke
dalam sistem aktivasi retikuler, maka orang tersebut akan segera terbangun.
Keadaan ini disebut ‘reaksi terbangun’ (arousal reaction).
Perangsangan sistem aktivasi retikuler oleh korteks cerebri akan dijalarkan
melewati jaras-jaras serabut saraf yang menuju ke formasio retikularis dari semua
bagian cerebrum, yaitu : korteks somatosensorik, korteks motorik, korteks frontalis,
ganglia basalis, hipokampus, hipotalamus, dan struktur limbic lainnya. Serabut
saraf dari bagian motorik korteks cerebri yang menuju formasio retikularis cukup
banyak, sehingga aktivitas motorik dikaitkan dengan adanya aktivasi retikuler yang
sangat tinggi, inilah yang menerangkan pentingnya bergerak kian kemari agar
seseorang tetap dalam keadaan siaga.

d. Fungsi Kortikal; korteks cerebri

Otak manusia paling berkembang hemisfer cerebri-nya dibanding makhluk lain.


Korteks cerebri merupakan bagian otak yang berhubungan dengan fungsi
intelektual. Korteks cerebri terdiri dari 4 lobus yaitu : lobus frontalis, lobus
parietalis, lobus temporalis, dan lobus oksipitalis.
Gambar . Cerebrum dan Keempat Lobusnya
Korteks cerebri mengandung ± 100 milyar neuron terdiri dari 3 tipe sel yaitu
stellata, fusiform, dan pyramidal yang masing-masing mempunyai axon dan dendrit
yang membentuk sinaps. Tiap bagian dari korteks mempunyai fungsi spesifik yang
dalam kerjanya akan berintegrasi sehingga menghasilkan suatu aktivitas tubuh.
Berdasarkan fungsi dan histologisnya Broadmann membagi korteks menjadi 47
area. Beberapa area yang terkenal diantaranya : area 4 dan 6 (area motorik dan
premotorik), area 17, 18, dan 19 (area penglihatan primer dan asosiasi), area 41 dan
42 (area pendengaran primer dan asosiasi).

Gambar . Korteks Cerebri dan Area Fungsionalnya


Kedua hemisfer cerebri tidak simetris baik dalam ukuran maupun fungsinya,
masing-masing hemisfer mendapat rangsang atau menerima impuls dari sisi tubuh
yang kontralateral. Hemisfer kiri dan kanan dihubungkan oleh corpus calosum.
Hemisfer (otak) kiri mempunyai ukuran yang lebih besar dan mengatur fungsi :
 Berbahas
a  Logika
 Angka
 Analisi
s
 Daya ingat
 Rasionalita
s
Sedangkan hemisfer kanan mengatur fungsi :
 Visuo-spatial
 Intonasi/iram
a  Musik
 Imajinasi/lamuna
n  Dimensi

Tiap bagian dari korteks cerebri ini saling berhubungan antar lobus dalam satu
hemisfer melalui jaras asosiasi, dan antar hemisfer melalui jaras tranversa atau
kommisural, sedangkan hubungan korteks cerebri dengan bagian otak di bawahnya
sampai medulla spinalis melalui jaras proyeksi.
Lobus Frontalis

Merupakan bagian korteks yang terbesar. Mempunyai bagian-bagian :

Girus presentralis atau korteks motorik, merupakan pusat gerakan


motorik kontralateral
Area Broca, merupakan pusat bicara ekspresif

Area suplementer motorik, merupakan pusat pergerakan konjugasi kepala


dan mata
Area prefrontal, merupakan pusat kepribadian dan inisiatif

Area paracentralis merupakan pusat inhibisi untuk fungsi miksi dan


defekasi Gangguan pada lobus frontalis dapat menimbulkan gejala-gejala :
Monoplegi atau hemiplegi

Disfasia motorik (disfasia ekspresif)

Perubahan kepribadian dengan perilaku antisosoial, kehilangan


inisiatif, akinetik mutism
Inkontinensia urine et
alvi. Lobus Parietalis
Mempunyai bagian-bagian :

Girus postsentral berfungsi untuk menerima jaras aferen untuk rasa posisi,
raba, dan gerakan pasif
Girus supramarginal dan angular hemisfer dominan untuk area reseptif
untuk bahasa dimana komprehensi anatara aspek pendengaran dan visual
berintegrasi
Selain itu berfungsi juga untuk: kemampuan kalkulasi, kemampuan untuk
konstruksi tubuh, dan pada hemisfer dominan untuk konsep body image dan
kesiagaan terhadap lingkungan eksternal.
Gangguan pada lobus parietalis dapat menyebabkan :
Gangguan rasa posisi
Gangguan sensorik gerakan
pasif Gangguan rasa halus
Gangguan two point discrimination

Astereognosia (gangguan mengenal bentuk melalui


perabaan) Afasia reseptif atau afasia sensorik
Kelainan pada sisi dominan akan didapatkan Gerstmann Syndrom dengan

gejala-gejala : tak dapat membedakan ekstremitas kiri dan kanan, kesulitan

mengenal jari tangan (finger agnosia), gangguan berhitung (akalkuli),


gangguan menulis (agrafia).
Kelainan pada sisi nondominan akan didapatkan gejala : anosognosia
(tak mengenal ekstremitas kontralateral dan tak mengakui kelumpuhannya),
apraxia (kesulitan melakukan suatu tindakan yang kompleks, seperti
memakai baju, menalikan sepatu), geographical agnosia( tidak mengenal
lokasi tempat), apraksia konstruksional ( tak dapat meniru gambar-gambar
geometris)
Lobus Temporalis

Terdapat korteks audotorik,pada sisi dominan berfungai untuk


pusat pendengaran dalam bahasa dan pada sisi nondominan untuk
pendengaran dari suara, irama,dan musik.
Pada girus temporalis media dan inferior berhubungan dengan proses
belajar dan memori.
Lobus limbik merupakan media dari sensasi olfaktorik, emosi, dan
perilaku afektif.
Gangguan pada lobus temporalis dapat menyebabkan :
Tuli sensorik
Gangguan pendengaran irama
(amusia) Gangguan belajar dan
ingatan
Kelainan pada sistem limbik : halusinasi olfaktorik, perilaku agresif
dan antisosial, gangguan ingatan jangka pendek
Kelainan pada hemisfer dominan akan menimbulkan disfasia Wernicke
atau disfasia reseptif.
Lobus oksipitalis

Terdapat korteks visual yang berhubungan dengan fungsi persepsi visual yang
terletak pada sulkus calcarina (korteks striata) yang diapit oleh korteks parastriata.
Korteks striata (area 17) merupakan korteks visual primer dan korteks parastriata
(area18&19) merupakan korteks asosiasi visual.
Gangguan pada lobus oksipitalis dapat menyebabkan:
Gangguan lapang pandang
Buta kortikal bila kelainannya di korteks striata (area17)

Gangguan interpretasi visual bila kerusakannya di korteks striata dan parastriata


e. Fungsi Perilaku; Sistem limbik

Sistem limbik merupakan bagian otak yang berkaitan dengan emosi dan instink.
Dalam struktur hirarki otak sistem limbik berada di tengah, antara diensefalon
(batang otak) dengan cerebrum. Sistem limbik mempunyai fungsi pengendali
emosi, perilaku instinktif, drives, motivasi, dan perasaan. Baik korteks cerebri
maupun sistem limbik , keduanya mempunyai akses ke area motorik batang otak,
sehingga memungkinkan manusia belajar beradaptasi dan mengontrol perilaku
instinktif mereka.
Menurut Dictionary of Psychology, Drever (Adam & Victor, 1993), Emotion is a
complex state of the organism involving certain types of bodily changes (mainly
visceral and under control of the autonomic nervous system) in association with a
mental state of excitement or perturbation and leading usually to an impulse to
action or to certain types of behavior. Dari pengertian tersebut, dapat diambil
pemahaman bahwa emosi merupakan perasaan kompleks (menyenangkan atau
tidak menyenangkan) pada organisme, melibatkan perubahan aktivitas organ
tubuh terutama organ visceral, berada di bawah kontrol sistem saraf otonom, yang
mendorong munculnya respon atau perilaku tertentu.
Komponen-komponen emosi diantaranya :
Stimulus (real atau khayalan)
Afek atau perasaan (feeling)

Perubahan aktivitas otonom organ


visceral Dorongan aktivitas atau perilaku
tertentu
Emosi dasar seperti rasa senang, marah, takut, dan kasih sayang, memiliki fungsi
untuk mempertahankan hidup dan jenis suatu organisme (manusia dan hewan).
Sebagai contoh, bila seseorang melihat harimau yang akan menyerang, maka akan
timbul rasa takut sehingga orang tersebut berlari atau mencari perlindungan untuk
menyelamatkan diri.
Bangunan utama sistem limbik : -amigdala

-septum (dinding)
-hipokampus
-girus singulatus

-thalamus anterior dan hipotalamus


Bagian-bagian sistem limbik saling berhubungan secara kompleks dan beberapa

membentuk lingkaran, contoh yang terkenal adalah lingkaran Papez. Menurut


Papez, 1958 (dalam Mardiati, 1996), bagian otak yang mengurus fungsi emosi
adalah : hipokampus, amigdala, corpus mamillare, nuclei anterior thalamus dan
girus singulatus.
Fungsi spesifik bagian-bagian sistem limbik :

Hipotalamus ; merupakan pusat rasa ganjaran dan rasa hukuman.


Perangsangan kuat di nuclei anterior dan nuclei ventromedial hipotalamus
menimbulkan rasa senang, rasa puas, ketenangan (placidity), dan
kejinakan (tameness) pada binatang. Sementara perangsangan di zona
periventrikuler hipotalamus menimbulkan rasa tidak senang, takut, panik,
dan rasa terhukum. Pada hewan kucing rangsangan listrik di area tersebut
membangkitkan pola perilaku ketakutan dan agresifitas.
Amigdala ; bagian sistem limbik yang apabila mendapat rangsangan
dapat menimbulkan respon agresifitas atau mengamuk, sementara
pengangkatan amigdala dapat menyebabkan respon pasif dan pemalu.
Hipokampus ; merupakan struktur sistem limbik yang menonjol dan
berperan penting dalam proses belajar dan memori, mencatat informasi,
melakukan
penyimpanan awal memori jangka panjang dan menguatkan kembali informasi
yang baru dipelajari. Kerusakan hipokampus bilateral dapat menyebabkan
amnesia anterograd.
Girus singulatus ; merupakan bagian sistem limbik yang berperan
dalam pengaturan perlaku sosial, seperti pengasuhan anak.
Beberapa stimuli (seperti bau-bauan, suara asing, senyum bayi) akan
membangkitkan emosi dan respon tubuh (misal perasaan senang, respon motorik
instinktual seperti senyum, dan efek visceral sepeti debar jantung). Respon ini
diintegrasikan oleh sistem limbik, termasuk hipotalamus sebagai pintu tempat
keluaran utama. Jadi sinyal untuk reaksi motorik senyum dikirim ke pusat motorik
batang otak, untuk efek motorik visceral debar jantung ke pusat saraf otonom, dan
untuk efek neurohormonal ke sistem endokrin (kelenjar hipofisis). Perasaan
diintegrasikan ke fungsi otak luhur (korteks cerebri), sementara hipokampus
terlibat dalam proses belajar dan memori tentang stimulus-stimulus di atas.

ASPEK BIOKIMIA PERILAKU


a. Neurotransmitter
Komunikasi antar neuron terjadi melalui penghubung antar neuron atau sinaps.
Sebuah sinaps bukan merupakan hubungan langsung, tetapi terdapat celah pemisah
(celah sinaps) yang harus dilewati oleh impuls yang dihantarkan. Meskipun dalam
beberapa bagian sistem saraf kegiatan elektrik satu neuron dapat langsung
merangsang neuron lainnya, namun pada sejumlah besar kasus terdapat senyawa
kimia yang berfungsi sebagai agen pengantar. Ketika sebuah impuls saraf mencapai
ujung axon, suatu senyawa kimia yang disebut neurotransmitter dilepaskan dan
masuk ke dalam celah sinaps.
Neurotransmiter terikat pada reseptor khusus pada selaput sel penerima dan
mengubah daya tembusnya ke arah depolarisasi. Jika depolarisasi menjadi cukup
besar untuk dapat melampaui titik rangsang, maka sel itu membakar aksi potensial
melalui axonnya untuk mempengaruhi neuron lain. Proses ini terjadi pada sinaps
eksitatori, tetapi ada juga sinaps inhibitori yang bekerja bersamaan tetapi dengan
cara berlawanan.
Secara umum neurotransmitter dibagi dalam 4 klas, yaitu :
Klas I : Asetilkholin
Klas II : Monoamin, contohnya : epinefrin, norepinefrin, dopamine, serotonin
Klas III : Asam amino, contohnya : GABA, Glisin,glutamat
Klas IV : Peptida, contohnya : endorfin, somatostatin, ACTH, enkefalin, substansi
P, neurotensin, dan lain-lain.

Asetilkholin (ACh)

Disekresi oleh neuron-neuron di sebagian besar otak dan ganglia basalis, neuron-
motorik yang menginervasi otot skelet, neuron preganglion sistem saraf otonom,
neuron postganglion saraf parasimpatik dan sebagian saraf simpatik. Pada sebagian
besar kasus, asetilkholin mempunyai efek eksitasi, namun dapat juga berefek
inhibisi pada beberapa ujung saraf parasimpatik perifer,misalnya pada otot jantung.
ACh yang disekresikan oleh neuron motorik pada otot skelet bertanggung jawab
terhadap kontraksi atau gerakan otot. Obat-obatan tertentu seperti toksin botulinum
atau curare dapat menghalangi pengaliran ACh dari tombol terminal pada ujung
axon, sehingga menyebabkan kelumpuhan otot. ACh yang ditemukan di otak
berhubungan dengan proses belajar dan memori, sehingga bila ada gangguan pada
neurotransmitter ini diduga berhubungan dengan penyakit Alzheimer yang
memiliki salah satu gejala berupa gangguan memori.

Norepinefrin (NE)

Disekresi oleh sebagian besar neuron yang ada di batang otak dan hipotalamus,
membantu pengaturan seluruh aktivitas dan suara hati dari pikiran /kehendak. Pada
sebagian besar daerah ini mungkin terjadi eksitasi, namun pada daerah lain terjadi
inhibisi. NE juga disekresikan oleh neuron postgangglion sistem saraf simpatis. NE
diduga berfungsi untuk merekam informasi dalam jangka panjang dan membantu
mengembangkan sinaps baru yang berhubungan dengan memori. NE dilepaskan
karena adanya rangsangan simpatetis, seperti dalam gejala ‘fight or flight’. Hal ini
dapat menjelaskan mengapa seseorang kadang dapat mengingat informasi secara
sangat jelas ketika terkejut, takut, atau marah.

Dopamin

Disekresikan oleh neuron-neuron yang berasal dari substansia nigra. Pengaruh


dopamine biasanya inhibisi. Jumlah dopamine yang meningkat di otak (lobus
frontalis dan sistem limbik) diduga kuat berhubungan dengan gejala-gejala
schizofrenia.

Serotonin

Disekresikan oleh nucleus yang berasal dari batang otak dan berproyeksi di
sebagian besar area otak. Serotonin dapat bekerja sebagai penghambat jaras rasa
sakit dalam medulla spinalis, dan juga dianggap dapat membantu pengaturan
kehendak/hati nurani seseorang. Serotonin yang menurun berhubungan dengan
gejala depresi, dari penelitian dengan alat pencitraan otak terdapat penurunan
jumlah reseptor postsinaps 5-HT1A dan 5-HT2a pada pasien denagn depresi berat.
Adanya gangguan serotonin dapat menjadi penanda kerentanan terhadap
kekambuhan depresi. Kadar serotonin rendah didapat pada penderita yang agresif
dan bunuh diri (Bhagwagar 2002, Thase ME 2000, dalam Amir, N 2005).
Sementara jumlah yang meningkat diduga dapat menyebabkan tidur dan relaksasi.

Enkefalin

Diduga disekresikan oleh ujung saraf di medulla spinalis, batang otak, thalamus,
dan hipotalamus. Bahan ini bekerja sebagai transmitter eksitasi yang merangsang
sistem lain untuk menghambat penjalaran rasa nyeri.

GABA (asam gamma-aminobutirat)

Disekresikan oleh ujung saraf dalam medulla spinalis, serebelum, ganglia basalis,
dan korteks. Bahan ini dianggap menyebabkan efek inhibisi. Jumlah GABA yang
menurun ditambah serotonin yang kurang berhubungan dengan tindakan kekerasan
dan agresifitas. Bila GABA dan serotonin meningkat diduga berhubungan dengan
perilaku pasif.

Endorfin

Zat ini semacam “morfin” di dalam otak, dan sering disebut sebagai opiat endogen.
Fungsinya sebagai penenang dan penghilang rasa sakit. Zat ini dapat dilepaskan
karena ada rasa nyeri, latihan relaksasi, latihan yang berat, dan makan cabai yang
sangat pedas.

b. Obat-obat yang Mempengaruhi Perilaku


Beberapa obat yang mempengaruhi proses transmisi sinaps dapat berakibat pada
perubahan aktivitas mental dan perilaku. Berikut ini penggolongan beberapa obat
yang mempengaruhi perilaku yaitu :
Obat yang menyebabkan sedasi :
Barbiturat
Antianxietas (misalnya
benzodiazepin) Ethyl alcohol
Obat menyebabkan eksitasi :
Caffein
Nicotin

Amphetamin dan cocain

Obat yang mempengaruhi persepsi/menimbulkan halusinasi


LSD (misal : marijuana)
Mescalin

Obat psikoterapetik
Antischizofren
Antidepressan (misal: litium
carbonat) Obat Analgesik
Opiat

Aspirin
SISTEM ENDOKRIN

a. Gambaran Umum

Sistem endokrin atau sistem hormon merupakan salah satu sistem pengatur utama kerja
tubuh. Kebanyakan sistem endokrin dikontrol oleh hormon yang dihasilkan sel-sel di
hipotalamus. Hormon-hormon hipotalamus disekresikan oleh sel-sel spesifik yang
disebut sel neurosekretori (neurosecretory cell) yang letaknya di dekat tangkai
hipofisis bagian bawah.
Hormon adalah bahan kimia yang dihasilkan oleh sebuah sel atau sekelompok sel
dan disekresikan ke dalam pembuluh darah serta dapat mempengaruhi pengaturan
fisiologi sel-sel tubuh lain.
Sifat kerja hormon ada 2, yaitu :

1. Hormon setempat : hormon yang kerjanya menimbulkan efek setempat sekitar


kelenjar hormon tersebut
2. Hormon umum : hormon yang kerjanya menimbulkan efek menyeluruh atau pada
hampir seluruh sel tubuh
Contoh hormon setempat adalah asetilkolin yang dilepaskan oleh serat parasimpatis
dan ujung saraf rangka, sekretin yang dilepaskan oleh dinding duodenum untuk
menimbulkan sekresi pankreas yang encer.
Contoh hormon umum adalah epinefrin dan norepinefrin yang dilepaskan oleh medulla
adrenal karena perangsangan simpatis. Hormon ini diangkut oleh darah menuju seluruh
tubuh dan menimbulkan berbagai reaksi.
Secara kimiawi, hormon terdiri dari tiga tipe dasar yaitu :

1. Hormon steroid; struktur kimianya mirip dengan kolesterol. Contoh : kortisol,


aldosteron, estrogen, progesterone, testosterone.
2. Asam amino; merupakan derivate asam amino tiroksin. Contoh : hormon tiroid,
epinefrin dan norepinefrin.
3. Protein atau peptide; hormon-hormon ini dibuat oleh kelenjar buntu yang berasal
dari jaringan alat-alat pencernaan. Contoh : hormon antidiuretik, oksitosin, insulin,
glukagon dan parathormon.
Kelenjar-kelenjar atau organ tubuh yang menghasilkan hormon diantaranya adalah :
Hipotalamus, hipofisis atau kelenjar pituitari, tiroid dan paratiroid, pancreas, kelenjar
adrenal, kelenjar tymus, testis dan ovarium.
Hipofisis dianggap sebagai mastergland atau instansi hormonal tertinggi, yang
apabila mengeluarkan hormonnya dapat mempengaruhi kerja kelenjar yang lain.
Namun demikian, sekresi kelenjar hipofisis diatur oleh hipotalamus. Kelenjar hipofisis
posterior diatur oleh serabut saraf yang berasal dari hipotalamus, sementara kelenjar
hipofisis anterior oleh hormon-hormon yang disekresikan hipotalamus yang disebut
hormon pelepas (releasing hormone) dan hormon penghambat (inhibiting factor).
Dengan demikian hipotalamus merupakan sentrum tertinggi yang mempengaruhi kerja
hipofisis. Dalam beberapa hal korteks cerebri dan psikis dapat pula berpengaruh
terhadap kelenjar-kelenjar buntu. Contoh :
Seorang wanita yang menyangka atau berpikir (dari korteks cerebri) bahwa ia
hamil bisa mengalami amenore, disini korteks cerebri mempengaruhi ovarium..
 Seorang wanita yang takut sekali atau ingin sekali hamil (dari psikis) bisa pula
mengalami amenore, disini terjadi pengaruh psikis terhadap ovarium.
Terdapat 3 jalur kerja sistem hormon dalam mempengaruhi sel atau jaringan tubuh.
Jalur-jalur tersebut digambarkan sebagai berikut :

Hipotalamus
Korteks cerebri
Psikis

Hipofisis

Target gland Target gland Target gland

S A R G

Jalur pertama : hipotalamus – hipofisis – kelenjar target – sel target


Jalur kedua : hipotalamus – kelenjar target – sel target
Jalur ketiga : hipotalamus – hipofisis – sel target

b. Kelenjar Hipofisis (Kelenjar Pituitari)


Kelenjar hipofisis terletak di sela tursika pada basis otak, dan dibagi menjadi dua
bagian yaitu :
 Hipofisis anterior atau adenohipofisis
 Hipofisis posterior atau neurohipofisis
Hipofisis anterior menghasilkan hormone-hormon yang berperan dalam pengaturan
metabolisme di seluruh tubuh. Hormon-hormon tersebut adalah :
1. Hormon pertumbuhan (Growth hormone) atau hormon somatotropik ;
meningkatkan pertumbuhan dengan cara mempengaruhi sebagian besar fungsi
metaabolisme tubuh.
2. Adrenokortikotropin (ACTH) ; mengatur sekresi beberapa hormone adrenokortika
seperti kortisol, yan g selanjutnya akan mempengaruhi metabolisme glukoa, protein
dan lemak.
3. Hormon perangsang tiroid (TSH) ; mengatur kecepatan sekresi hormon tiroksin
dan triiodotironin oleh kelenjar tiroid.
4. Prolaktin (PRL) ; meningkatkan pertumbuhan kelenjar payudara dan produksi air
susu.
5. Hormon perangsang folikel (FSH) ; mengatur pertumbuhan folikel dlam ovaium
sebelum ovulasi, dan meningkatakn pembentukan sperma dalam testis.
6. Hormon pelutein ; berperan dalam proses ovulasi, menimbulkan sekresi hormone
kelamin wanita oleh ovarium, dan testosterone oleh testis.
Hipofisis posterior menghasilkan hormon :

 H
 ormon antidiuretik (ADH) atau vasopresin ; mengatur kecepatan ekskresi air ked
lam urin
 Oksitosin ; membantu kontraksi uterus pada akhir kehamilan, dan berperan pada
proses laktasi untuk menyalurkan air susu dari kelenjar payudara ke puting susu
waktu ada pengisapan. Prosesnya : stimulus isapan pada putting susu → sinyal
sensorik melewati batang otak → menuju hipotalamus → lepasnya oksitosin →
masuk pembuluh darah→ payudara → kontraksi sel-sel mioepitel payudara → ASI
mulai keluar dalam waktu kurang dari satu menit setelah awal pengisapan.

c. Kelenjar Adrenal

Kelenjar ini terletak di bagian atas kedua ginjal, dan terdiri dari dua bagian yaitu :
 Medula adrenal ; hormon ini berkaitan dengan sistem saraf simpatis yang

mensekresikan epinefrin dan norepinefrin sebagai respon terhadap rangsang


simpatis.
 Korteks adrenal ; menghasilkan hormon adrenokortikal.

Dua jenis hormon adrenokortikal yang utama : -mineralokotikoid (aldosteron)


-glukokortikoid (kortisol)
Bila mineralokortikoid atau aldosteron tidak ada, maka dapat timbul efek berikut :
 Konsentrai ion kalium dakam cairan ekstraseluler meningkkat
 Konsentrasi natrium dan klorida menurun

 Volume total cairan ekstraseluler dan volume darah menurun→ curah jantung
menurun → timbul syok (renjatan) → kematian.
Oleh karena itu mineralokortikoid dianggap sebagai bagian ‘penyelamat jiwa’ (life
saving) dari hormon adrenokortikal.
Hormon glukokortikoid (kortisol) berfungsi untuk melawan efek kerusakan
jaringan akibat adanya stress, baik stress fisik maupun stress mental (neurogenik).
Efek glukokortikoid diantaranya adalah :
 Menurunkan pemakaian glukosa oleh sel

 Merangsang proses glukoneogenesis di hati

 Meningkatkan konsentrai glukosa darah dan diabetes adrenal


 Meningkatkan asam amino darah
 Meningkatkan protein hati dan plasma protein

Sekresi kortisol hampir seluruhnya diatur oleh hormon adrenokortikotropin


(ACTH) yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior, sementara ACTH diatur
oleh corticotropic releasing factor (CRF) dari hipotalamus. Kortisol mempunyai
efek umpan balik negatif yang sifatnya langsung terhadap hipotalamus untuk
menurunkan CRF, dan kelenjar hipfisis anterior untuk menurunkan ACTH.

d. Kelenjar Tiroid

Sekresi kelenjar tiroid diatur oleh hormon perangsang tiroid (TRH) yang disekresikan
oleh hipofisis anterior. Hormon yang disekresikan kelenjar tiroid yaitu tiroksin (sekitar
90%) dan triiodotironin (sekiar 10%). Efek hormon tiroid yang utama adalah
meningkatkan kecepatan seluruh metabolisme tubuh dan merangsang pertumbuhan
pada anak-anak.
Efek spesifik hormon tiroid diantaranya :

 Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak selama kehidupan janin dan


beberapa tahun pertama setelah lahir
 Meningkatkan metabolisme karbohidrat
 Meningkatkan metabolisme lemak
 Meningkatkan kecepatan aliran darah terutama di kulit, sehingga curah jantung
meningkat dan akibatnya denyut jantung meningkat pula
 Meningkatkan kecepatan dan kedalaman pernapasan sehingga pemakaian oksigen
dan pembentukan CO2 meningkat pula
 Pada saluran cerna, selain dapat meningkatkan nafsu makan dan asupan makanan,
hormone tiroid yang meningatkat dapat mempercepat sekresi getah pencernaan dan
pergerakn saluran cerna, sehingga sering terjadi diare.
 Peningkatan hormon tiroid juga dapat meningkatkan kontraksi otot yang kuat,
menimbulkan tremor halus pada otot, yang merupakan gejala khas hipertiroidisme
 Pada SSP, dapat meningkatkan aktivitas otak, namun juga dapat menimbulkan
disosiasi pikiran.
Pada penderita hipertiroid cenderung menjadi sangat nervous atau gugup, bahkan bisa
timbul kecenderungan psikoneurotik (ansietas kompleks, kecemasan yang hebat atau
paranoia). Karena efek yang melelahkan dari hormon tiroid pada otot dan SSP, maka
sering muncul rasa lelah (capai) yang terus-menerus dan dapat pula muncul kesulitan
tidur.
SISTEM NEUROHORMONAL

a. Hubungan Sistem Saraf dan Sistem Endokrin

Secara umum kerja tubuh diatur oleh dua sistem pengatur utama yaitu sistem saraf dan
sistem hormonal atau sistem endokrin. Pada sistem ini dibahas hubungan antara sistem
saraf dengan sistem hormon dalam pengaturan fisiologi sel-sel tubuh. Sistem endokrin
dan sistem saraf saling berhubungan satu sama lain, sehingga dapat menimbulkan efek
neurohormonal. Contohnya bila ada rangsangan saraf yang sesuai dapat mempengaruhi
kelenjar medulla adrenal dan kelenjar hipofisis untuk mensekresikan hormonnya.
Kebanyakan sistem endokrin dikontrol oleh hormon yang dihasilkan sel-sel di
hipotalamus. Hormon-hormon hipotalamus disekresikan oleh sel-sel spesifik yang
disebut sel neurosekretori (neurosecretory cell) yang letaknya di dekat tangkai
hipofisis bagian bawah.
Hipotalamus menerima sinyal-sinyal dari hampir semua sumber yang mungkin dalam
sistem saraf. Contoh :
 bila seseorang mngalami nyeri maka sebagian sinyal nyeri tersebut akan dijalarkan
ke hipotalamus
 bila seseorang mengalami depresi atau kegembiraan yang sangat, maka sebagian
sinyal tersebut juga dijalarkan ke hipotalamus
 rangsang bau-bauan (menyenangkan atau tidak menyenangkan) juga akan
menjalarkan sinyal yang kuat dan melewati inti amigdala ke hipotalamus.

b. Aktivitas Biologis Sistem Saraf dan Hormon

Untuk memahami aktivitas biologis yang ditimbulkan oleh sistem saraf dan sistem
hormon dalam menimbulkan efek neurohormonal, kita ambil satu contoh berupa gejala
atau gangguan psikosomatis. Istilah ini dipelopori oleh seorang pionir kedokteran
psikosomatis, yaitu Flanders Dunbar pada tahun 1943.
Psikosomatis merupakan gangguan yang bersifat fisik tapi tidak dapat ditemukan
sebab-sebab oraganis atau medisnya, namun faktor-faktor psikologis yang diduga kuat
sebagai pola penyebabnya.

 Efek psikosomatis yang disalurkan melalui saraf otonom :


Pada umumnya kelainan psikosomatis disebabkan oleh aktivitas yang berlebih pada
sistem simpatis atau sistem parasimpatis. Efek sistem simpatis yang biasa timbul :
peningkatan frekuensi denyut jantung , peningkatan tekanan arteri, konstipasi,
peningkatan kecepatn metabolisme. Sedangkan efek sistem parasimpatis yang lebih
bersifat setempat, contohnya : peningkatan atau penurunan denyut jantung, spasme
esophageal, peningkatan peristaltik dari traktus gastrointestinal bagian atas,
peningkatan kadar asam lambung sehingga dapat timbul ulkus peptikm, sekresi
kelenjar kolon yang ekstrem dan peristaltik sehingga menyebabkan diare.
Keadan emosi (misal marah) → perangsangan hipotalamus → sinyal diteruskan ke
bawah melalui formasio retikularis dan medulla spinalis → lepasnya muatan-
muatan simpatis → efek-efek simpatis terjadi. Peristiwa simpatetik ini merupakan
alarm reaction atau reaksi tanda bahaya pada respon ‘flight or fight’ (respon
menyerang atau menghindar).
Perangsangan saraf simpatis yang menuju ke medulla adrenal → lepasnya epinefrin
dan norepinefrin → masuk sirkulasi darah → sampai di semua jaringan tubuh →
timbul efek-efek dari kedua hormon tersebut (peningkatan aktivitas jantung,
melebarnya pupil, konstriksi seluruh pembuluh darah, dll).
 Efek psikosomatis yang disalurkan melalui hiofisis anterior :
Stres →→ Hipotalamus

Hipofisis anterior

Korteks adrenal

Pengeluran hormon adrenokortikal


(kortisol)

Efek sekresi lambung

Asam lambung meningkat

Ulkus peptikum (sakit maag)

c. Aksis atau Poros HPA (hipotalamus-pituitari-adrenal)

Poros ini merupakan jalur antara hipotalamus, kelenjar pituitari atau hipofisis, dan
kelenjar adrenal (korteks adrenal). Aksis HPA memegang peranan penting dalam
beradaptasi terhadap stres baik stres eksternal maupun internal. Ketika berespon
terhadap ketakutan, marah, cemas, dan hal-hal yang tidak menyenangkan, ---atau
bahkan juga terhadap harapan--- dapat terjadi peningkatan aktivitas aksis HPA.

Stresor

Korteks dan sistem limbuk

Hipotalamus
CRF
Hipofisis (pituitary)
ACTH
feedback
Korteks adrenal
mechanism (-)

Glukokortikoid (kortisol)

Kortisol mempunyai efek umpan balik negatif yang sifatnya langsung terhadap
hipotalamus untuk menurunkan CRF, dan kelenjar hipofisis anterior untuk
menurunkan ACTH. Namun jika stressor terus-menerus ada, maka mekanisme
umpan balik ini tidak akan mampu lagi menekan sekresi CRF maupun ACTH
sehingga aktivitas pada aksis HPA ini akan meningkat terus.
Bila peningkatan aktivitas ini terus terjadi sehingga produksi kortisal terus
meningkat, dapat merusak sel-sel neuron di hipotalamus sehingga terjadi atrofi
hipotalamus, dan akibatnya bisa muncul gangguan kognitif, seperti pada penderita
depresi. Dan bahkan kortisol yang meningkat terus diduga kuat dapat
mempengaruhi kekebalan tubuh dengan menekan T-cell.

Berikut ini menggambarkan rangkaian proses psikofisiologis pada keadaan stress,


baik melalui sistem saraf maupun sistem hormonal :
Stressor Reseptor Korteks cerebri

Sistem limbik

Hipotalamus Formasio retikularis Sistem saraf otonom


dan Medulla spinalis

CRF

Kelenjar hipofisis Vasopresin Saraf simpatis

TRF ACTH

Kelenjar tiroid Kortisol Kelenjar


Adrenalin
adrenal Noradrenalin

Hormon tiroksin -Peningkatan


denyut jantung
-Kontriksi
pembuluh arteri
-Peningkatan
tekanan darah
-Keringat banyak
-dll
Sistem kekebalan Menekan
tubuh T-cell
SISTEM PENGLIHATAN

a. Anatomi Mata

Mata merupakan salah satu alat indera yang berfungsi untuk melihat. Organ-organ
mata yang penting dalam proses melihat terutama adalah :
 Kornea

Bagian depan bola mata yang terletak di depan iris. Kornea merupakan jaringan
yang jernih atau transparan yang berfungsi sebagai media refraksi.
 Pupil

Bagian mata yang bulat merupakan celah tempat masuknya sinar ke dalam bola
mata. Ukurannya dapat berubah-ubah untuk mengatur jumlah sinar yang masuk.
Bila keadaan gelap maka pupil melebar (midrisis) supaya sinar yang masuk
banyak. Bila keadaan terang maka pupil mengecil (miosis) supaya sinar yang
masuk sedikit.

 Iris

Suatu dinding pemisah antara bilik mata depan dengan bilik mata belakang. Iris
banyak mengandung pembuluh darah dan pigmen sehingga berwarna. Pada iris
terdapat 2 otot, yaitu muskulus dilatator pupillae dan muskulus sphincter
pupillae.
Bila muskulus dilatator pupil kontraksi maka pupil melebar, dan bila muskulus
sphincter pupil kontraksi maka pupil mengecil.
 Lensa

Lensa mata merupaka lensa cembung yang jernih, terletak di belakang pupil, dan
posisinya tergantung pada zonula zinii yang berpangkal pada corpus siliaris. Lensa
dapat memipih dan mencembung untuk mengatur cahaya yang masuk agar
bayangan benda jatuh tepat di retina. Inilah yang disebut proses akomodasi lensa.

 Retina

Retina merupakan membran yang tipis, halus, tidak berwarna dan tembus
pandang. Pada retina terdapat sel-sel reseptor (fotoreseptor) yaitu sel kerucut
dan sel batang. Sel kerucut berfungsi dalam penglihatan terang dan penglihatan
warna. Sel batang berfungsi pada penglihatan redup atau gelap. Di retina
terdapat macula lutea atau bintik kuning yang di tengahnya ada fovea centralis
yang mengandung banyak sel kerucut sehingga menjadi daerah yang memilki
tajam penglihatan paling baik.

Gambar . Penampang Bola Mata

b. Gerakan Mata dan Pengaturannya

Selain organ-organ tersebut di atas, sistem penglihatan juga dipengaruhi oleh


gerakan bola mata yang diatur oleh otot-otot penggerak bola mata, yaitu :
- Muskulus rektus lateralis, untuk gerakan mata ke samping
- Muskulus rektus medialis, untuk gerakan mata ke tengah
- Muskulus rektus superior, untuk gerakan mata ke atas luar
- Muskulus rektus inferior untuk gerakan mata ke bawah luar
- Muskulus obliqus superior untuk gerak memutar bola mata/melirik ke bawah
dalam
- Muskulus obliqus inferior untuk gerak memutar bola mata/melirik ke atas
dalam
Gambar . Otot Penggerak Bola Mata
Strabismus

Strabismus atau mata juling (cross eyedness) adalah suatu keadaan penglihatan
yang menyilang pada tempat diluar letak benda yang dilihat, yang berarti
kurangnya fusi dari kedua mata. Keadaan ini terjadi karena gangguan otot
penggerak bola mata. Dalam keadaan normal, kedua bola mata kita dapat digerakan
ke berbagai arah sesuai keinginan yaitu untuk melihat dekat, ke atas, bawah kiri
dan kanan. Hal ini dapat dilakukan bila sistem otot penggerak bola mata berada
dalam keadaan seimbang. Keadaan ini disebut ortoforia.
Bila terjadi gangguan keseimbangan otot penggerak bola mata maka posisi bola
mata tersebut akan membelok ke pinggir/ke tengah/ke atas/ke bawah, sehingga
terjadilah yang dinamakan strabismus atau juling.
Strabismus dapat dibagi menurut keadaannya,yaitu:

2. Heterotropia: kelainannnya tampak nyata (manifes)

3. Heteroforia: kelainannya tersembunyi (laten), hanya nampak waktu diperiksa


atau ketika sedang melamun.
Sebab-sebab strabismus manifes (heterotropia):

 K ongenital: sejak bayi sudah terdapat gangguan,dapat terjadi karena kelainan


anatomi otot atau gangguan saraf
 Gangguan akomodasi: sering pada anak-anak hipermetrop, timbul pada usia 2-6
tahun.
 Infeksi sistemik: pada anak sering setelah radang selaput otak
 Trauma (kecelakaan) yang mengenai daerah mata atau kepala
 Tumor otak yang menekan saraf bola mata
Jenis-jenis heterotropia :
 Esotropia : juling ke arah tengah (kedalam)
 Exotropia : juling ke arah luar (pinggir)
 Hipertropia : juling ke arah atas

Sebab-sebab strabismus laten (heteroforia) :

 Kelemahan otot, bisa sejak lahir atau sesudah gangguan umum sepeti anemia
 Spasme otot, salah satu otot lebih tegang
 Kelainan refraksi, gangguan akomodasi, anisometropia
 Kelainan anatomis otot-otot bola mata
 Gangguan saraf bola mata
Jenis-jenis heteroforia :

 Esoforia : juling ke arah tengah (kedalam)


 Exoforia : juling ke arah luar (pinggir)
 Hiperforia : juling ke arah atas

c. Fisiologi Penglihatan

Proses melihat terjadi karena adanya cahaya yang menyinari objek tertentu sebagai
stimulusnya. Cahaya yang dapat ditangkap oleh mata manusia (visible light) adalah
cahaya dalam spektrum elektromagnetik yang memiliki panjang gelombang sekitar
380 – 760 nm.
Bila mata melihat sebuah objek maka cahaya akan masuk melalui kornea,
kemudian melewati celah pupil pada iris yang akan mengatur banyaknya sinar yang
masuk, lalu melewati lensa yang dapat memipih dan mencembung sehingga sinar
dapat difokuskan ke bintik kuning yang berada pada retina. Setelah sampai di retina
cahaya tadi diteruskan sebagai impuls saraf oleh N. II (N. optikus) menuju ke otak
di lobus oksipitalis, yaitu ke korteks penglihatan primer (area 17) sehingga benda
tadi dapat dilihat, dan korteks penglihatan sekunder atau korteks asosiasi
penglihatan (area 18 dan 19) sehingga benda tadi dapat dipahami.

d. Susunan Optik Mata


Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi biasa, karena
mata mempunyai susunan lensa , sistem diafragma yang dapat berubah-ubah
(pupil), dan retina yang dapat disamakan dengan film.
Prinsip Optik

Cahaya yang datang dari jarak 5 meter atau lebih dianggap cahaya yang datang dari
jarak tak terhingga, datangnya pada mata merupakan sinar sejajar. Sedangkan
cahaya yang datangnya dari jarak kurang dari 5 meter maka datangnya pada mata
merupakan sinar yang menyebar. Bila gelombang sinar melalui sutau media berupa
:
1. benda ‘opaque’/tidak tembus cahaya maka sinar akan diabsorbsi (diserap),
direfleksikan (dipantulkan).
2. benda transparan/tembus cahaya maka sinar akan direfleksikan, direfraksikan
(dibiaskan), diabsorbsi.

Prinsip Refraksi

Bila cahaya mengenai suatu benda maka arah cahaya itu akan berubah karena
dibias; bila melalui benda yang lebih padat maka sudut bias akan lebih kecil dari
sudut datang. Besarnya sudut bias tergantung dari indeks bias benda yang dilalui
yang akan berbeda-beda.
Kelainan Refraksi

Pada keadaan normal, mata mempunyai refraksi emetropia dimana sinar sejajar
yang datang dibiaskan tepat pada retina (macula lutea).

Bila sinar sejajar yang datang dibiaskan tidak jatuh di retina maka terjadilah

kelainan refraksi. Macam-macam kelainan refraksi :


1. Miopia (rabun jauh)
Keadaaan dimana tanpa akomodasi sinar sejajar yang datang difokuskan di
depan retina (makula lutea), sehingga benda-benda jauh terlihat tidak jelas.
Sebab miopia:
Kongenital
 Tekanan otot-otot bola mata luar, misalnya terjadi pada anak-anak yang
banyak melihat pada jarak terlalu dekat
 Sklera yang kurang kuat

 Muka yang lebar, untuk melihat dekat konvergensinya harus lebih kuat.
 Lensa lebih cembung, misalnya lensa yang intumesen.
 Kornea matanya sangat cembung, misalnya pada keratokonus

 Keadaan dimana index bias lensa lebih tinggi misalnya pada DM.
Gejala Miopia :
Bila melihat jauh kabur, sendangkan melihat dekat tidak
terganggu Seperti melihat lalat beterbangan yang dapat timbul
dan hilang
Penglihatan aka lebih naik bila
dipingkan Mata rasanya lelah
COA lebih
dalam Pupil
lebih lebar
Mata agak menonjol

Retina tipis sehingga terlihat gambaran


choroid Derajat Miopia :
Ringan : 0 –3 Dioptri
Sedang : 3 – 6
Dioptri
Tinggi : lebih dari 6 Dioptri, kadang –kadang sampai 20
Dioptri Pengobatan
Dikoreksi dengan lensa sferis negatif (-) terkecil yang memberikan ketajaman
penglihatan maksimal, agar tanpa akomodasi dapat melihat dengan baik.
2. Hipermetropia (rabun dekat)

Keadaaan dimana tanpa akomodasi sinar sejajar yang datang difokuskan di


belakang retina (makula lutea).
Penyebab :

Axial, aksis anteroposterior lebih pendek dari normal.

Refraktif, daya bias berkurang karena lengkung kornea lebih


datar, misalnya pada kornea plana.
Aphakia, keadaan mata tanpa lensa sehingga indeks bias
menurun. Gejala hipermetropia :
Mata kabur bila melihat dekat

Astenop akomodatif : sakit kepala, mata berair, mata cepat lelah,


cepat mengantuk sesudah membaca /menulis
Pada anak kecil dapat terjadi strabismus
konvergen Camera okuli anterior dangkal
Ukuran bola mata nerkurang pada hipermetrop
tinggi Pengobatan :
Pengobatan hipermetropia adalah dengan koreksi kaca mata menggunakan
lensa sferis positif (+) terbesar yang memberikan penglihatan jauh terjelas.
3. Astigmatisme

Kelainan refraksi dimana terdapat perbedaan derajat refraksi pada meridian


yang berbeda, sehingga sinar sejajar tidak dibiaskan pada satu titik, tapi
beberapa titik.
Macam-macam astigmatisme:
1. Astigmat ireguler
Salah satu sebabnya karena permukaan kornea tidak teratur atau terdapat
kekruhan pada kornea.
2. Astigmat reguler

Semua titik-titik pembiasan terletak pada sumbu penglihatan.


Macam-macam Astigmat reguler :
Astigmat simpleks, hanya satu meredian myop atau hipermetrop dan yang
lain emetrop. Bisa berupa astigamat miop simpleks dan astigmat
hipermetrop simpleks.
Astigmat kompositus

Kedua meredian ametrop, bisa miop atau hipermetrop.


Astigmat mixtus
Satu maredian miop yang lain hipermetrop.

Gejala astigmatisme adalah penglihatan agak kabur, bisa baca tapi untuk
penglihatan halus sering salah, sebab ada bentuk yang berubah-ubah, sehingga
penderita sering merasa pusing. Untuk memperbaiki gangguan penglihatan ini
dapat dikoreksi dengan kaca mata cilinder yang mempunyai kekuatan refraksi
hanya pada bidang tertentu yang ditentukan oleh axisnya. Cara menentukan
Astigmat dengan menggunakan Astigmatic dial dimana pada garis-garis radier
itu dia melihat ada garis yang paling kabur atau paling terang, maka itu axisnya.
Atau dengan sthenopic slit (penutup yang diberikan celah), pada arah tertentu
dia akan melihat lebih jelas.
4. Presbiopia

Kelainan refraksi yang disebabkan oleh kelemahan daya akomodasi yang


terdapat pada orang yang berumur lebih dari 40 tahun, ini merupakan keadaan
fisiologis.
Umumnya semakin tua daya akomodasi makin berkurang, sehingga dia
mempunyai kesukaran pada penglihatan dekat.
Keluhan dia tidak dapat membaca jarak dekat, kalau membaca bukunya harus
dijauhkan. Untuk mengatasinya, dapat dikoreksi dengan kacamata baca untuk
membaca dekat dengan kekuatan tertentu misalnya lensa S+1.00 D untuk
umur 40 tahun, S+2.00 D untuk umur 50 tahun atau S+3.00 D pada umur 60
tahun atau lebih. Selain itu dapat juga diberikan kacamata bifokus dimana
bagian atas lensa untuk melihat jauh sedang bagian bawah untuk melihat dekat.
Jadi misalnya untuk jauh penderita harus memakai lensa minus S-4.00 D, bila
dia umur 50 tahun untuk membaca ditambahkan plus S+2.00 D.

e. Lantang Pandang

Lantang pandang (visual field) merupakan suatu area yang dapat dilihat oleh salah
satu mata yang difiksasi pada satu titik pada jarak tertentu. Area yang terlihat di
bagian nasal disebut lantang pandang bagian nasal, dan area di sisi lateral disebut
lantang pandang bagian temporal.
Beberapa jenis kelainan pada lantang pandang :

 Hemianopsia bitemporal : kebutaan yang terjadi pada ke-2 bagian temporal


lantang pandang karena adanya lesi di khiasma optikus. (B)
 Hemianopsia homonim kiri atau kanan : kebutaan yang terjadi pada ke-2 mata

di sisi berlawanan karena adanya lesi di traktus optikus. (C)

 Kuadranopsia homonim : kebutaan yang terjadi pada ¼ bagian lantang pandang


ke-2 mata di sisi berlawanan, dikarenakan adanya lesi di radiasio optika atau
korteks optik. (D) (E)
Gambar. Bagan Gangguan Lantang Pandang

f. Fotokimia Penglihatan

Bila sinar mencapai retina, maka terjadi rangsangan terhadap sel batang dan
kerucut yang bertindak sebagai ujung-ujung saraf sensoris. Rangsangan cahaya
tersebut mengakibatkan reaksi fotokimia dan listrik.
Reaksi fotokimia terjadi pada sel pigmen yang terdapat dalam sel batang dan
kerucut yang bila mendapat cahaya akan terurai dan menghasilkan aliran listrik
yang dikirimkan melalui saraf penglihatan ke otak.
Fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) mempunyai bahan kimia atau
fotopigmen yang akan terurai bila terkena cahaya. Fotopigmen ada 2 yaitu opsin
(sejenis protein) dan retinal (sejenis lipid). Bahan kimia di dalam sel batang yaitu
rodopsin (visual purple) merupakan kombinasi dari skotopsin dan retinal yang
disintesa dari vitamin A. Sedangkan bahan kimia yang peka terhadap cahaya di
dalam sel kerucut disebut iodopsin. Bila rodopsin terkena cahaya maka ia akan
terurai menjadi skotopsin dan retinal. Berikut proses penguraian rodopsin secara
lengkap :

Rodopsin Prelumirodopsin

Lumirodopsin
Metarodopsin I

Metarodpsin II

Skotopsin

11-cis-Retinal all-trans-Retinal

11-cis-Retinol all-trans-Retinol (vitamin A)

Cahaya yang berlebihan akan membuat dekomposisi rodopsin, menurunkan

suplainya dan menurunkan kemampuan penglihatan. Dalam gelap, rodopsin


perlahan-lahan terbentuk kembali dengan cara rekombinasi opsin dan vitamin A,
menjadi bentuk oksidasi dari retinal. Selam masa daptasi gelap, kepekaan retinal
meningkat bertahap (100000x dalam 30 menit).
Bila terjadi defisiensi berat vitamin A dapat terjadi suatu kelianan yang disebut
rabun senja (niktalopia). Hal ini terjadi karena tidak cukup tersedia vitamin A
untuk dibentuk menjadi retinal dalam jumlah yang adekuat, sehingga jumlah
rodopsin berkurang. Disebut rabun senja karena jumlah cahaya pada waktu malam
terlalu sedikit untuk dapat menimbulkan penglihatan yang adekuat.

g. Penglihatan Warna

Berbagai teori telah diajukan untuk menerangkan fenomena penglihatan warna.


Salah satu teori penting tentang penglihatan warna adalah yang dicetuskan oleh
Thomas Young yang dikenal dengan “trichromatic theory”, yang kemudian
dikemabngkan lagi oleh Helmholtz sehingga dikenal sebagai “teori Young-
Helmholtz”. Menurut teori ini, ada 3 tipe sel kerucut yang dapat berespon secara
maksimal terhadap berbagai macam warna. Sel kerucut tersebut adalah sel kerucut
biru, sel kerucut merah, sel kerucut hijau. Bila mata tidak mempunyai sekelompok
sel kerucut yang dapat menerima warna, maka orang itu tidak akan dapat
membedakan beberapa warna dari warna lainnya. Keadaan ini yang disebut ‘Buta
warna’. Dikenal ada 3 macam buta warna yaitu :
1. Protanopia : penderita buta warna yang tidak mempunyai sel kerucut merah
2. Deuteranopia : penderita buta warna yang tidak mempunyai sel kerucut hijau
Kedua jenis di atas sering disebut buta warna merah-hijau. Orang yang
mengalami kelainan ini kesulitan membedakan warna merah dan hijau. Bagi
mereka warna hijau dan merah itu terlihat kekuning-kuningan.
3. Tritanopia : kelainan ini sangat jarang, orang dengan kelainan ini sulit melihat
warna dengan panjang gelombang pendek. Bagi mereka warna biru langit
terlihat hijau terang, dan kuning terlihat pink.
Buta warna merupakan kelainan genetik yang terkait sex (sex linkage) yang
disebabkan tidak adanya gen warna yang sesuai di dalam kromosom X. Tidak
adanya gen untuk warna ini bersifat resesif. Buta warna jarang didapatkan pada
wanita, yaitu hanya sekitar 0,04 %, sedangkan pada pria didapatkan sekitar 4 %.

h. Lintas Saraf Penglihatan

Jalannya saraf penglihatan dimulai dari ujung saraf neural epithel pada sel batang
dan sel kerucut yang ada di retina, kemudian ke sel bipolar di lapisan reticular
dalam retina yangmelepaskan bahan transmitter sehingga menyebabkan eksitasi
dari sel ganglion.
Keluar dari bola mata, axon sel ganglion membentuk nervus optikus. Nervus
optikus dari kedua bola mata berkumpul di khiasma optikus, dimana serabut yang
berasal dari bagian nasal setiap retina saling menyilang, dan bagian temporal tetap
berada pada sisi yang sama. Sesudah menyilang di khiasma optikus terbentuklah
traktus optikus. Serabut-serabut dari traktus optikus bersinaps di korpus
genikulatum laterale, dan dari sisi serabut-serabut genikulokalkarina berjalan
melalui radiasi optika atau traktus genikulokalkarina, menuju korteks primer di
otak yang terletak di area kalkarina lobus oksipitalis. Sebagian serabut traktus
optikus juga melalui tempat-tempat lain di otak seperti kolikulus superior dan
formatio retikularis. Kolikulus superior membantu koordinasi akomodasi dan
refleks cahaya, dengan penyertaan lensa, pupil, gerak bola mata dan gerak kepala.
Formasio retikularis mempunyai peran dalam membuat keadaan terjaga, eksitasi,
dan dalam proses tidur.

i. Gangguan Persepsi Visual

Gangguan persepsi visual dapat terjadi karena kerusakan otak di lobus oksipitalis,
terutama area penglihatan asosiasi (area 18 dan 19). Gangguan tersebut diantaranya
:
Agnosia visual aperseptif, dengan gejala :

 achromatopsia, yaitu : ketidakmampuan untuk membedakan warna,


sehingga melihat dunia itu seolah-olah dalam warna abu-abu.
 prosopagnosia, yaitu : ketidakmampuan untuk mengenal wajah denagn
penglihatan meeskipun visusnya normal.
Agnosia visual asosiatif, yaitu ketidakmampuan untuk memahami objek
yang dilihatmeskipun visusnya normal

SISTEM PENDENGARAN

a. Anatomi Telinga

Sistem pendengaran berhubungan dengan organ telinga, dan yang menjadi


stimulusnya adalah suara atau bunyi. Telinga secara garis besar dibagi menjadi
telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

Gambar. Struktur Telinga


Telinga luar terdiri dari :

Daun telinga (auricula)

Lubang telinga luar (meatus acusticus externa)

Saluran telinga luar (canalis acustisua externa/CAE) sampai batas


membran timpani.
Telinga tengah

Dipisahkan dengan CAE oleh membran timpani, dengan telinga dalam oleh
dinding lateral labirin dan dengan pharing oleh tuba eustachius.
- Membran timpani (gendang telinga) : berbentuk elips (bundar), semi transparan,
terdiri dari pars flacida di bagian atas dan pars tensa di bagian bawah.
- Tulang-tulang pendengaran : malleus, incus, dan stapes

- Tuba eustachius : terdiri dari bagian tulang dan cartilago, menghubungkan cavum
timpani dengan nasopharing. Pada saat istirahat tuba eustachius menutup, dan
akan terbuka bila ada kontraksi dari otot levator veli palatini, otot tensor veli
paltini dan otot saphyngopharingeus, yaitu pada saat mengunyah, menguap, dan
menelan.
Telinga dalam terdiri dari : vestibulum, canalis semisirkularis, dan cochlea.

- Vestibulum : suatu rongga berbentuk oval. Bagian depan bawahnya menuju


cochlea dan bagian belakang atas berhubungan dengan canalis semisirkularis.
Terdapat utriculus di dinding medial dan saculus di dinding lateral. Pada dinding
lateral terdapat oval window (tingkap lonjong) dan round window (tingkap
bundar).
- Canalis semisirkularis : masing-masing membentuk 2/3 lingkaran yang
berdiameter 1 mm. Terdiri dari lengkungan superior, posterio dan lateral.
- Cochlea : suatu sistem dari tuba yang melingkar-lingkar. Terdiri dari 3 tuba
melingkar yang berbeda dari sisi ke sisi, yaitu : skala vestibuli (berisi perilimfe),
skala media (berisi endolimfe), dan skala timpani (berisi perilimfe). Skala vestibuli
dan skala media dipisahkan satu sama lain oleh membran Reissner atau membran
vestibular. Skala timpani dan skala media dipisahkan oleh membran basilar. Pada
permukaan membran basilar terletak suatu struktur yaitu organ corti, yang
mengandung suatu seri sel yang sensitif secara mekanik yaitu sel-sel rambut. Sel-
sel ini merupakan organ reseptif akhir yang membangkitkan impuls saraf sebagai
respon terhadap getaran suara.

b. Dasar-dasar Psiko-akustik

- Kecepatan bunyi : 340 m/s di udara, 1400 m/s di dalam air

- Ambang dengar : bunyi nada murni terlemah pada frekuensi tertentu yang masih
dapat didengar oleh telinga seseorang.
- Nada murni (pure tone) : bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi,
dinyatakan dalam jumlah getaran per detik
- Frekuensi : nada murni yang dihasilkan oleh getaran suatu benda yang sifatnya
harmonis sederhana, menentukan tinggi rendahnya nada yang dinyatakan dalam
getaran/detik = Hertz (Hz). Frekuensi bunyi yang dapat didengar oleh manusia
(audible sound) adalah antara 20 Hz sampai 18.000 Hz.
- Intensitas bunyi : menentukan keras lemahnya bunyi yang dinyatakan dalam
satuan desibel (dB).
Skala Desibel pada berbagai bunyi :

Sumber bunyi dB
Rocket saturnus 190
Take off pesawat terbang jet 130
Hi-fi fonograf 110
Alat pengebor pnematik 100
Bising bengkel 80
Bising lalu lintas 70
Percakapan normal (3 feet) 60
Musik radio pelan 50
Percakapan pelan 40
Suara bisikan 30
Bunyi gesekan daun 10
Ambang dengar 0

c. Fisiologi Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya suara atau energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara melewati saluran
telinga luar. Kemudian gelombang tersebut menggetarkan membaran timpani yang
diteruskan ke telinga tengah melalui tulang-tulang pendengaran (malleus, incus,
stapes) yang akan mengamplifikasi getaran. Energi getar yang telah diamplifikasi
ini diteruskan ke stapes yang menggerakan tingkap lonjong (oval window)
sehingga perilimfe pada skala vestibuli bergerak, lalu getaran diteruskan melalui
membran Reissner yang mendorong endolimfe dalam kokhlea, sehingga akan
menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses
ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan sel-sel rambut di organ corti
bergerak sehingga terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan
ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga menstimulasi lepasnya
neurotransmitter (glutamat) ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial
aksi pada saraf auditorius ( N.VIII komponen cochlearis), kemudian impuls saraf
diteruskan ke korteks pendengaran primer dan asosiasi (area 41 dan 42) di lobus
temporalis.
d. Gangguan Pendengaran

Kelainan telinga dapat menyebabkan gangguan pendengaran berupa ketulian. Tuli


dibagi atas tuli konduktif, tuli saraf (sensorineural), dan tuli campuran.
Tuli konduktif terjadi karena gangguan hantaran suara yang disebabkan oleh
kelainan di teling luar atau telinga tengah, seperti : atresia lubang telinga, sumbatan
oleh serumen, otitis eksterna, osteoma lubang telinga, otitis media, sumbatan tuba
eustachius, dislokasi tulang pendengaran.
Tuli sensorineural (saraf) terjadi karena kelainan di cochlea (teling dalam), N. VIII,
atau di pusat pendengaran. Penyebabnya seperti : labirintitis, obat-obatan tertentu,
trauma kepala, trauma akustik dan pajanan bising, tumor cerebellum, cedera otak,
dan kelainan otak lainnya.

SISTEM PENGHIDU (PENCIUMAN)


a. Anatomi dan Fisiologi

Sistem penghidu atau penciuman berhubungan dengan organ hidung, dan


persarafan yang mengatur fungsi penciuman adalah nervus olfaktorius (N. I) yang
merupakan saraf sensoris. Reseptor untuk menangkap rangsang bau-bauan adalah
sel-sel olfaktorius yang merupakan sel saraf bipolar dan berada di mukosa
olfaktorius (bagian atas rongga hidung). Serabut aferen neuron ini bersinaps di
bulbus olfaktorius dan dari sini keluar serabut yang menghubungkan bulbus
olfaktorius dengan otak yang disebut traktus olfaktorius. Setelah sampai di otak,
sinyal olfaktori memiliki beberapa target yaitu :
 korteks penciuman primer dan asosiasi di lobus temporalis: untuk

membedakan bau, persepsi, dan memori yang berkaitan dengan bau-bauan

 sistem limbik (amigdala, septum): untuk mengaktifkan emosi dan perilaku


yang berkaitan dengan bau-bauan
 hipotalamus: untuk pengatur hasrat (drives), pengatur makan dan respon
otonom dalam fungsi digestif
 formatio retikularis : untuk pengatur atensi dan membuat orang terjaga

Gambar . Saraf Indera Penciuman

b. Gangguan Fungsi Penciuman

Rasa penciuman dapat menguat atau meningkat pada keadaan lapar, dan melemah
atau menurun pada keadaan pilek, usia lanjut, dan perokok. Kemampuan untuk
menghidu (penciuman/pembauan) yang normal disebut normosmia.
Gangguan fungsi penciuman dapat disebabkan oleh gangguan saraf olfaktorius
maupun penyakit hidung lokal. Kerusakan saraf ini dapat menyebabkan hilangnya
penciuman (anosmia), atau berkurangnya penciuman (hiposmia). Seseorang yang
menderita anosmia kadang-kadang tidak menyadari bahwa penciumannya
terganggu, mereka mengelauh bahwa mereka tidak dapat lagi menikmati lezatnya
(enaknya) makanan. Rasa “lezat” merupakan kombinasi dari fungsi penciuman dan
pengecapan.
Selain gangguan di atas, terdapat beberapa gangguan lain yang berhubungan
dengan fungsi penciuman, yaitu:
 Parosmia : tidak dapat mengenali bau-bauan, salah-hidu.

 Kakosmia : mempersepsi adanya bau busuk, padahal tidak ada.

 Halusinasi penciuman : biasanya berbentuk bau yang tidak sedap, dapat


dijumpai pada serangan epilepsi yang berasal dari girus unsinat pada lobus
temporal.
SISTEM PENGECAPAN

a. Anatomi dan Fisiologi

Pengecapan adalah fungsi utama dari taste bud yang ada di dalam rongga mulut,
dan organ yang berhubungan dengan indera pengecap adalah lidah. Indera
pengecap berkaitan dengan selera makan. Rasa makanan diterima oleh sel reseptor
(sel pengecap) yang terutama terletak di lidah. Lidah terletak pada dasar mulut dan
memiliki 2 kelompok otot yaitu :
 Otot intrinsik untuk melakukan gerakan halus

 Otot ekstrinsik untuk mengaitkan lidah pada daerah sekitarnya dan melakukan
gerakan-gerakan kasar seperti mengunyah dan menelan.
Gerakan otot lidah dipersarafi oleh nervus XII (N. Hipoglossus).

Lidah mempunyai tonjolan-tonjolan yang disebut papillae, tempat sel pengecap

berada. Papillae lidah ada 3 macam, yaitu:

 Papillae sirkumvalata; jenis papillae terbesar dan terletak di bagian belakng

lidah, berfungsi untuk rasa pengecapan

 Papilae fungiformis; menyebar pada permukaan ujung dan sisi depan lidah,
berbentuk seper jamur
 Papillae filiformis (foliata); jenis papillae terbanyak dan menyebar pada hampir
seluruh bagian permukaan lidah terutama permukaan lateral lidah, lebih
berfungsi untuk menerima rasa sentuh.
Gambar. Struktur Lidah
Pada umumnya terdapat empat empat sensasi utama dari pengecapan: asin, asam,
manis, dan pahit. Keempat rasa tersebut kecenderungannya terletak di daerah-
daerah khusus pada lidah. Rasa manis dan asin terletak terutama pada ujung depan
lidah, rasa asam pada 2/3 bagian samping lidah, dan rasa pahit di bagian belakang
lidah.
Impuls pengecap (sensasi rasa) dari 2/3 bagian depan lidah dibawa oleh saraf
korda timpani cabang dari nervus fasialis (N. VII), sedangkan sensasi pengecap
dari 1/3 bagian depan lidah dibawa oleh saraf lingualis cabang dari nervus
glossofaringeus (N.IX). Serabut aferen berakhir di nukleus gustatorius pada
medulla (batang otak) sebagai pusat pertama untuk integrasi dan perjalaran impuls
kecap. Dari area ini dihubungkan ke beberapa daerah di regio otak lainnya seperti
hipotalamus ( berperan dalam sensasi kenyang dan lapar), sistem limbik (unsur
afektif), talamus dan korteks ( pusat asosiasi untuk membedakan berbagai rasa).

b. Gangguan Fungsi Pengecapan

Kerusakan nervus fasialis (N.VII) sebelum percabangan khorda timpani dapat


menyebabkan ageusi (hilangnya pengecapan) pada 2/3 bagian depan lidah,
sedangkan kerusakan nervus glossofaringeus (N.IX) dapat menyebabkan ageusi
(hilangnya pengecapan) pada 1/3 bagian depan lidah.

Sumber : http://file.upi.edu

2. gangguan motorik
a. Definisi
Gangguan motoris adalah kelemahan atau kelumpuhan separo anggota gerak, kekakuan
pada satu extremitas atau separo tubuh, mulut dan atau bibir mencong, lidah mencong,
pelo, melihat dobel (diplopi), kelopak mata sulit di buka (ptosis), gerakan tak terkendali
(chorea / atetosis), kejang–kejang (seizer), tersedak (aspirasi), tidak keluar suara
(disfoni/afoni).
b. Etiologi
1. Prematuritas
2. Hipoksia
3. Malnutrisi perinatal
4. BBLR
5. Kelainian geneti
6. Sindrom down
7. Gangguan atau infeksi susunan saraf seperti palsi serebral atau CP, spina bifida,
sindrom Rubella
8. Bayi yang mengalami sakit berat pada awal kehidupan sehingga memerlukan
perawatan intensif
9. hipertensi
c. Klasifikasi
Dibagi menjadi 2 yaitu motoric kasar dan halus
Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar, sebagian besar
atau seluruh anggota tubuh, yang dipengaruhi oleh usia, berat badan dan perkembangan
anak secara fisik. Contohnya kemampuan duduk, menendang, berlari, atau naik turun
tangga.
Sebaliknya, motorik halus adalah kemampuan yang berhubungan dengan keterampilan
fisik yang melibatkan otot kecil dan koordinasi mata-tangan. Saraf motorik halus ini
dapat dilatih dan dikembangkan melalui kegiatan dan rangsangan secara rutin, seperti
bermain puzzle, menyusun balok, memasukan benda ke dalam lubang sesuai bentuknya
dan sebagainya. Jadi, gangguan motoric kasar dan halus adalah ketidak mampuan tubuh
melakukan hal di atas.
d. Patofisiologi
Gejala neuorologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah diotak bergantung pada
berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya. Gejala utama stroke
iskemik akibat trombosis serebri adalah timbulnya deficit neurologic secara
mendadak/sub, didahului gejala prodormal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi
dan kesadaran biasanya tidak menurun. Komplikasi cacat akibat stroke berdasarkan
gangguan neurology fokal otak.
Implus motorik yang dibangkitkan dalam salah sebuah sel pyramidal pada daerah
motorik dalam kortex, melintasi axon atau serabut saraf yang sewaktu menyusui sumsum
tulang balakang , berada di dalam substansi putih. Axon itu mengait dendrite sel saraf
motorik pada kornu anterior sumsum tulang belakang. Kemudian implus merambat pada
axon sel-sel tersebut, yang membentuk serabut-serabut motorik akar anterior saraf
sumsum tulang belakang , dan dihantar kepada tujuan akhirnya dalam otot.
Implus berjalan dari kortex serbri menuju sumsum tulang belakang, melalui jalur-jalur
menurun yang sebut traktus serebro spinalis atau trakus piramidalis. Neuron pertama,
yaitu neuron motorik atas, memiliki badan-badan sel dalam daerah pre- Rolandi pada
kortekx sebri dan serabut-serbutnya berpadu erat pada saat mereka melintas antara
nucleus-kaudatus dan lentiformis dalam kapsula interna.
Neuron motorik bawah, yang bermula sebagai badan sel dalam kornu anterior sumsum
tulang belakang, keluar, lantas masuk akar anterior saraf spinalis, lalu didistribusikan ke
periferi dan berakhir dalam organ motorik, misalnya otot.
Kerusakan pada neuron motorik, dari segi klinis perlu dibedakan antara kerusakan pada
neuron motorik atas , seperti jalur motorik pada daerah otak, dan gangguan pada neuron
motorik bawah.
e. Factor resiko
Faktor risiko keterlambatan perkembangan motorik yang dapat diketahui dengan
penilaian perkembangan pada bayi meliputi :
Motorik kasar
§ 4,5 bulan : Belum dapat mengontrol kepala
§ 5 bulan : Belum dapat tengkurap bolak-balik
§ 7-8 bulan : Belum duduk tanpa bantuan
§ 9-10 bulan : Tidak dapat berdiri berpegangan
§ 15 bulan : Belum berjalan
§ 2 tahun : Tidak mampu naik atau turun tangga
Motorik halus
§ 3,5 bulan : Tangan tetap terkepal
§ 4-5 bulan : Tidak mampu memegang mainan
§ 7 bulan : Tidak mampu memegang benda pada setiap tangan
§ 10-11 bulan : Tidak mampu menyumput benda kecil
§ 15 bulan : Tidak dapat memasukkan atau mengambil benda
§ 20 bulan : Tidak dapat membuka kaos kaki atau sarung tangan sendiri
§ 24 bulan : Tidak dapat menyusun 5 balok.

Bagi orang dewasa memiliki riwayat tekanan darah tinggi, dan hipertensi
f. Manifestasi klinis
g. Pemeriksaan
Prinsip-prinsip Pemeriksaan Fungsi Motorik Sistem motorik diperiksa dalam hal :
 Bentuk/ massa otot
 Tonus otot
 Kekuatan otot Bentuk/ Massa Otot
h. Terapi
Obat-obatan biasanya diberikan pada pasien yang mengalami kekakuan otot. Beberapa
jenis obat tersebut adalah:
Diazepam. Obat ini biasanya diberikan pada pasien lumpuh otak yang membutuhkan
pengobatan bereaksi cepat dan jangka pendek untuk meredakan gejala kaku otot mereka.
Beberapa efek samping yang mungkin timbul setelah mengonsumsi diazepam adalah
bingung, lupa, hilang koordinasi, pusing, cadel saat bicara, dan mengantuk.
izanidine dan dantrolene. Kedua obat ini digunakan jika diazepam tidak berhasil dalam
mengendurkan otot. Meski begitu, penggunanya harus berhati-hati karena kedua obat ini
berpotensi menimbulkan kerusakan hati. Selain itu, efek samping lainnya sama seperti
diazepam.
Botulinum toxin. Obat yang berbentuk suntik ini diberikan pada pasien lumpuh otak
yang mengalami kaku di otot tertentu atau bahkan beberapa otot di tubuhnya. Agar
efektif, pemberian botulinum dibarengi dengan terapi, misalnya fisioterapi atau program
peregangan. Khasiat atau efek dari botulinum dapat bertahan hingga satu bulan setengah.
Pada beberapa kasus, penyuntikan ulang dapat juga dilakukan. Meski jarang terjadi,
botulinum dapat menyebabkan efek samping yang berbahaya, di antaranya sesak napas
dan kesulitan menelan. Disarankan untuk segera ke rumah sakit jika efek samping
tersebut muncul.
Botulinum toxin. Obat ini sama seperti diazepam, namun digunakan dalam jangka
panjang. Beberapa efek samping yang mungkin timbul dari penggunaan baclofen adalah
hilang koordinasi, diare, konstipasi, mual, dan mengantuk.
Obat-obatan antikolinergik. Obat ini dapat diberikan pada penderita yang mengalami
gejala sulit mengendalikan keluarnya air liur. Antikolinergik bekerja dengan cara
menurunkan produksi air liur di dalam tubuh.
Selain obat-obatan, berbagai jenis terapi juga diperlukan untuk mengatasi gejala lumpuh
otak, di antaranya:
Fisioterapi. Terapi yang dilakukan dengan bimbingan seorang ahli ini memiliki dua
tujuan, yang pertama adalah untuk mencegah jarak pergerakan otot menjadi berkurang
atau hilang sama sekali. Dan tujuan kedua adalah untuk mencegah otot-otot yang jarang
digunakan oleh si penderita menjadi makin lemah.

Terapi okupasi. Di dalam terapi ini, ahli akan menelaah kesulitan apa saja yang dialami
penderita sehari-hari, misalnya berpakaian atau pergi ke toilet. Setelah masalah
teridentifikasi, kemudian ahli akan membantu pasien mengatasi kesulitan tersebut. Terapi
ini terbilang cukup berhasil dalam mendorong kemandirian pasien.
Terapi bicara. Sesuai dengan namanya, terapi ini diperuntukkan bagi pasien lumpuh
otak yang mengalami gejala sulit bicara. Di dalam terapi ini, anak akan dilatih
berkomunikasi dengan alat bantu seperti komputer atau simbol-simbol yang mewakili
suatu benda.
Terapi biofeedback. Terapi ini ditujukan pada penderita yang kesulitan mengendalikan
air liurnya. Melalui metode ini, penderita akan dilatih mengetahui kondisi ketika mereka
akan mengeluarkan air liur, sekaligus dilatih untuk menelannya.
Bentuk penanganan gejala lumpuh otak yang ketiga adalah dengan operasi.
Operasi ortopedi. Jika lumpuh otak menyebabkan pasien mengalami rasa sakit saat
bergerak, prosedur ini kemungkinan akan disarankan. Bentuk tindakan yang dilakukan
misalnya adalah dengan memperbaiki masalah yang terjadi pada sendi dan tulang dengan
cara memperpanjang urat tendon atau otot yang terlalu pendek. Pasien yang telah
melakukan operasi ortopedi juga harus menjalani fisioterapi agar efek dari operasinya
tersebut bisa dirasakan secara maksimal. Prosedur operasi juga dapat diterapkan untuk
mengatasi gejala lumpuh otak lainnya, misalnya skoliosis atau kondisi yang membuat
tulang belakang menjadi melengkung secara tidak normal.
Operasi pengalihan saluran kelenjar air liur. Melalui prosedur ini, saluran air liur
yang menuju ke depan mulut diubah menjadi menuju belakang mulut. Operasi ini
ditujukan bagi penderita yang kesulitan mengendalikan air liur mereka

i. Edukasi
Dengan melatihnya untuk bergerak kembali disertai dengan suplai energi yang cukup.
Selain itu alangkah baik jika mampu mencegah terjadinya resiko lumpuh dengan pola
hidup sehat dan olah raga teratur.

- http://dokumen.tips/documents/stroke-hemoragik-fix.html

3. gangguan motorik UMN


a. Definisi
Upper Motor Neuron (UMN) adalah neuron-neuron motorik yang berasal dari korteks
motorik serebri atau batang otak yang seluruhnya (dengan serat saraf-sarafnya ada di
dalam sistem saraf pusat. Lower motor neuron (LMN) adalah neuron-neuron motorik
yang berasal dari sistem saraf pusat tetapi serat-serat sarafnya keluar dari sistem saraf
pusat dan membentuk sistem saraf tepi dan berakhir di otot rangka.

Gangguan fungsi UMN maupun LMN menyebabkan kelumpuhan otot rangka, tetapi sifat
kelumpuhan UMN berbeda dengan sifat kelumpuhan UMN. Kerusakan LMN
menimbulkan kelumpuhan otot yang 'lemas', ketegangan otot (tonus) rendah dan sukar
untuk merangsang refleks otot rangka (hiporefleksia). Pada kerusakan UMN, otot lumpuh
(paralisa/paresa) dan kaku (rigid), ketegangan otot tinggi (hipertonus) dan mudah
ditimbulkan refleks otot rangka (hiperrefleksia). Berkas UMN bagian medial, dibatang
otak akan saling menyilang.

Sedangkan UMN bagian Internal tetap berjalan pada sisi yang sama sampai berkas lateral
ini tiba di medula spinalis. Di segmen medula spinalis tempat berkas bersinap dengan
neuron LMN. Berkas tersebut akan menyilang. Dengan demikian seluruh impuls motorik
otot rangka akan menyilang, sehingga kerusakan UMN diatas batang otak akan
menimbulkan kelumpuhan pada otot-otot sisi yang berlawanan.

Salah satu fungsi medula spinalis sebagai sistem saraf pusat adalah sebagai pusat refleks.
Fungsi tersebut diselenggarakan oleh substansia grisea medula spinalis. Refleks adalah
jawaban individu terhadap rangsang, melindungi tubuh terhadap pelbagai perubahan yang
terjadi baik dilingkungan internal maupun di lingkungan eksternal. Kegiatan refleks
terjadi melalui suatu jalur tertentu yang disebut lengkung reflex

b. Etiologi
Kerusakan saraf yang dapat menyebabkan paralisis mungkin di dalam otak atau
batang otak ( pusat sistem saraf ) atau mungkin di luar batang otak ( sistem saraf
perifer ). Lebih sering penyebab kerusakan pada otak adalah stroke, tumor, truma (
disebabkan jatuh atau pukulan ), multiple sclerosis ( penyakit yang merusak bungkus
pelindung yang menutupi sel saraf ), serebral palsy ( keadaan yang disebabkan injuri
pada otak yang terjadi sesaat setelah lahir ), gangguan metabolik ( gangguan dalam
penghambatan kemampuan tubuh untuk mempertahankannya ).
Kerusakan pada batang otak lebih sering disebabkan trauma, seperti jatuh atau
kecelakaan mobil. Kondisi lainnya yang dapat menyebabkan kerusakan saraf dalam
atau dengan segera berdekatan pada tulang belakang termasuk : tumor, herniasi sendi
( juga disebut ruptur sendi ), spondilosis, rematoid artrirtis pada tulang belakang atau
multiple sklerosis.
Kerusakan pada saraf tepi mungkin disebabkan trauma, carpal tunel sindrom, Gullain
Barre Syndrom, radiasi, toksin atau racun, CIDP, penyakit dimielinisasi.
c. Klasifikasi

Parese
Parese adalah kelemahan/kelumpuhan parsial yang ringan/tidak lengkap atau suatu
kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu.
Kelemahan adalah hilangnya sebagian fungsi otot untuk satu atau lebihkelompok otot
yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas bagian yang terkena.

Tetraparese
Tetraparese juga diistilahkan juga sebagai quadriparese, yang keduanya
merupakan parese dari keempat ekstremitas.”Tetra” dari bahasa yunani
sedangkan“quadra” dari bahasa latin. Tetraparese adalah kelumpuhan/kelemahan yang
disebabkan oleh penyakit atau trauma pada manusia yang menyebabkan hilangnya
sebagianfungsi motorik pada keempat anggota gerak, dengan kelumpuhan/kelemahan
lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai. Hal ini diakibatkan oleh
adanya kerusakan otak, kerusakan tulang belakang pada tingkat tertinggi (khususnya
pada vertebra cervikalis), kerusakan sistem saraf perifer, kerusakan neuromuscular atau
penyakit otot. Kerusakan diketahui karena adanya lesi yang menyebabkan hilangnya
fungsi motorik pada keempat anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai. Penyebab khas
pada kerusakan ini adalah trauma (seperti tabrakan mobil, jatuh atau sport injury) atau
karena penyakit (seperti mielitis transversal, polio, atau spina bifida).
Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit
dapatmenyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari bagiandibawah
lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan ototringan (parese)
dan atau mungkin kerusakan sensorik. Lesi pada UMN dapat menyebabkan
paresespastic sedangkan lesi pada LMN menyebabkan parese flacsid.

Ciri – ciri klinik pada lesi di UMN dan LMN adalah :


UMN : kehilangan kontrol volunter, peningkatan tonus otot, spastisitas otot, tidak ada
atropi otot, reflek hiperaktif dan abnormal.
LMN : kehilangan kontrol volunter, penurunan tonus otot, paralysis flaksid otot, atropi
otot, tidak ada atau penurunan reflek.

d. Patofisiologi

Setiap serabut otot yang mengatur gerakan disadari melalui dua kombinasi sel saraf ,
salah satunya terdapat pada korteks motorik, serabut – serabutnya berada tepat pada
traktus piramida yaitu penyilangan traktus piramida, dan serat lainnya berada pada ujung
anterior medula spinalis, serat – seratnya berjalan menuju otot.
Yang pertama disebut sebagai neuron motorik atas ( upper motor neuron ) dan yang
terakhir disebut neuron motorik batah ( lower motor neuron ). Setiap saraf motorik yang
menggerakkan setiap otot merupakan komposisi gabungan ribuan saraf – saraf motorik
bawah.
Jaras motorik dari otot ke medula spinalis dan juga dari serebrum ke batang otak dibentuk
oleh UMN. UMN mulai di dalam korteks pada sisi yang berlawanan di otak, menurun
melalui kapsul internal, menyilang ke sisi berlawanan di dalam batang otak, menurun
melalui traktus kortikospinal dan ujungnya berakhir pada sinaps LMN. LMN menerima
impuls di bagian ujung saraf posterior dan berjalan menuju sambungan mioneural.
Berbeda dengan UMN, LMN berakhir di dalam otot.

e. Factor resiko
Hipertensi, tekanan darah tinggi, kolestrol, dan gaya hidup.

f. Manifestasi klinis
Apabila medula spinalis cedera secara complete tiba-tiba, maka 3 fungsi yang terganggu
antara lain : Seluruh gerak, seluruh sensasi dan seluruh refleks pada bagian tubuh di
bawah lesi. Keadaan yang seluruh refleks hilang baik refleks tendon, refleks autonomic
disebut spinal shock. Kondisi ini dapat berlangsung dari beberapa jam, beberapa minggu,
beberapa bulan. Fase selanjutnya yang diikuti spinal shock adalah keadaan dimana
aktifitas refleks yang meningkat dan tidak terkontrol. Pada lesi yang menyebabkan cedera
medula spinalis tidak komplit, spinal shock dapat juga terjadi dalam keadaan yang lebih
ringan atau bahkan tidak melalui shock sama sekali.

g. Pemeriksaan
1.Perasa raba diperiksa dengan kapas.
2. Perasa susu diperiksa dengan:
- Air hangat : + 43oC.
- Air dingin : + 10oC.
3. Perasa nyeri diperiksa dengan jarum pentul
h. Edukasi
Dengan melatihnya untuk bergerak kembali disertai dengan suplai energi yang cukup.
Selain itu alangkah baik jika mampu mencegah terjadinya resiko lumpuh dengan pola
hidup sehat dan olah raga teratur.

4. Neuropatologi Degeneratif
Dapat disebut juga dengan penyakit pikun atau Alzheimer desease yang uumnya terjadi
pada usia lanjut.
a) Definisi
 Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan merupakan gangguan
degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan
kemampuan untuk merawat diri. (Brunner &,Suddart, 2002 ).
 Alzheimer merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan penurunan
daya ingat, intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat disembuhkan, pengobatan
ditujukan untuk menghentikan progresivitas penyakit dan meningkatkan
kemandirian penderita. (Dr. Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008)
 Alzheimer adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang
terutama menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofisiologi : konsep
klinis proses- proses penyakit, juga merupakan penyakit dengan gangguan
degeneratif yang mengenai sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi
intelektual, penyakit ini timbul pada pria dan wanita dan menurut dokumen
terjadi pada orang tertentu pada usia 40 tahun. (Perawatan Medikal Bedah :
jilid 1 hal 1003)
 Sehingga dengan demikian Alzheimer adalah penyakit kronik, degeneratif yang
ditandai dengan penurunan daya ingat, intelektual, kepribadian yang dapat
mengakibatkan berkurangnya kemampuan merawat diri. Penyakit ini
menyerang orang berusia 65 tahun keatas.

b) Etiologi
Belum ada penyebab yang pasti mengenai penyakit ini, namun terdapat beberapa
faktor presdisposisi diantaranya :
 Faktor genetik
 Usia
 Infeksi virus lambat
 Lingkungan
 Imunologi
 Trauma

c) Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada
penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron
yang tidak berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid,
bagian dari suatu protein besar, protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron
tersebut terjadi secara primer pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya
ukuran otak. Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan
kerusakan berat neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam
pembuluh darah intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik
(structural) dan biokimia pada neuron – neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2
ciri khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi degenarasi soma dan atau
akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris
yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari
protein “tau”. Dalam SSP, protein tau sebagian besar sebagai penghambat
pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan mikrotubulus dan merupakan
komponen penting dari sitokleton sel neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi
abnormal dari protein tau, secara kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga
tidak dapat terikat pada mikrotubulus secara bersama – sama. Tau yang abnormal
terpuntir masuk ke filament heliks ganda yang sekelilingnya masing – masing
terluka. Dengan kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler adalah
yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan
neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan
Alzheimer.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang
terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal. A-
beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal
melekat pada membrane neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan
pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen – fragmen oleh protease, salah
satunya A-beta, fragmen lengket yang berkembang menjadi gumpalan yang bisa
larut. Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel – sel glia yang akhirnya
membentuk fibril – fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan
diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta
menghasilkan radikal bebas sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan
menurunkan respon pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya
neuron terhadap stressor. Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga
berpengaruh pada AD. Secara neurokimia kelainan pada otak
d) Pathway

e) Manifestasi Klinis
Manifestasi/ gejala klinis yang muncul pada pasien dengan penyakit Alzheimer
diantaranya :
1) Kehilangan daya ingat/memori
2) Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa
3) Kesulitan berbahasa.
4) Kesulitan tidur
5) Disorientasi waktu dan tempat
6) Penurunan kemampuan dalam memutuskan sesuatu
7) Emosi labil
8) Apatis
9) Tonus otot / kekakuan otot
10) Ketidakmampuan mendeteksi bahaya

f) Komplikasi
1) Infeksi
2) Malnutrisi
3) Kematian

g) Pemeriksaan penunjang
1) Neuropatologi Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya
konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan :
 atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal,
anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer,
sistem somatosensorik tetap utuh berat otaknya berkisar 1000 gr
(850-1250gr).
 Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit alzheimer terdiri dari : 1)
Neurofibrillary tangles (NFT) Merupakan sitoplasma neuronal yang
terbuat dari filamen-filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen,
ubiquine, epitoque. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia.
 Senile plaque (SP) Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat
degenerasi nerve ending yang berisi filamen-filamen abnormal, serat
amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amiloid prekusor protein yang
terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque
ini terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks
piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks
somatosensorik, korteks visual, dan auditorik. Senile plaque ini juga
terdapat pada jaringan perifer. densitas Senile plaque berhubungan dengan
penurunan kolinergik. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan senile
plaque) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita penyakit
alzheimer.
 Degenerasi neuron Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan
kematian neuron pada penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian neuron
pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron piramidal lobus
temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala,
nukleus batang otak termasuk lokus serulues, raphe nukleus dan
substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada nukleus
basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada lokus
 seruleus serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus
tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada
neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi merupakan harapan dalam
pengobatan penyakit alzheimer.
 Perubahan vakuoler Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk
oval dan dapat menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan
secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering
didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak
pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital, hipokampus,
serebelum dan batang otak
 Lewy body Merupakan bagian sitoplasma intraneuronal yang banyak
terdapat pada enterhinal, gyrus cingulate, korteks insula, dan amygdala.
Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal, parietalis, oksipital. Lewy
body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas yang terjadi pada lewy
body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit parkinson. Hansen
et al menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit alzheimer.
2) Pemeriksaan Neuropsikologik
Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak
adanya gangguan fungsi kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola
defisit yang terjadi. Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi
yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti
gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian
berbahasa. Evaluasi neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi
diagnostik yang penting karena :
 Adanya defisit kognisi: berhubungan dgn demensia awal yang dapat
diketahui bila terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang
normal.
 Pemeriksaan neuropsikologik secara komprehensif : untuk membedakan
kelainan kognitif pada global demensia dengan deficit selektif yang
diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik, dan gangguan psikiatri
 Mengidentifikasi gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan
oleh demensia karena berbagai penyebab.

3) CT Scan dan MRI


Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat
kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer
antemortem.
 CT Scan Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia
lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi
kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya merupakan
gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini.
Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi
dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental
 MRI peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler
(Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan
predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal,
gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi
hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii.
MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer
dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari
hipokampus.

4) EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada
penyakit alzheimer didapatka perubahan gelombang lambat pada lobus
frontalis yang non spesifik

5) PET (Positron Emission Tomography) Pada penderita alzheimer, hasil PET


ditemukan penurunan aliran darah, metabolisme O2, glukosa didaerah serebral

6) SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)


Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit
kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.

7) Laboratorium darah Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada


penderita alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan
penyebab penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12,
Calsium, Posfor, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis,
skrining antibody yang dilakukan secara selektif.

h) Tatalaksana
1. Penatalaksanaan medis
 Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab
dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif
seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga.
2. Pengobatan simptomatik:
 Inhibitor kolinesterase
Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti
kolinesterase yang bekerja secara sentral. Contoh: fisostigmin, THA
(tetrahydroaminoacridine), donepezil (Aricept), galantamin (Razadyne), &
rivastigmin. Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan
apraksia selama pemberian berlangsung memperburuk penampilan
intelektual pada orang normal dan penderita Alzheimer, mual & muntah,
bradikardi, ↑ HCl, dan ↓ nafsu makan.
 Thiamin
Pada penderita alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase
dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal
ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus basalis. Contoh: thiamin
hydrochloride Dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral. Perbaikan bermakna
terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
 Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik. Memperbaiki fungsi kognisi dan
proses belajar. Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak
menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.
 Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita alzheimer dapat disebabkan
kerusakan noradrenergik kortikal. Contoh: klonidin (catapres) yang
merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis. Dosis : maksimal 1,2 mg
peroral selama 4 minggu. kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi
kognitif.
 Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali terjadi Gangguan psikosis (delusi,
halusinasi) dan tingkah laku: Pemberian oral Haloperiodol 1-5 mg/hari
selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita
Alzheimer menderita depresi berikan tricyclic anti depresant (amitryptiline
25-100 mg/hari)
 Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrat endogen yang disintesa didalam mitokondria
dengan bantuan enzyme ALC transferase. Meningkatkan aktivitas asetil
kolinesterase, kolin asetiltransferase. - Dosis:1-2 gr/hari/peroral selama 1
tahun dalam pengobatan. Efekmnya memperbaiki atau menghambat
progresifitas kerusakan fungsi kognitif.
DAFTAR PUSTAKA
 Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta
 Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Salemba Medika: Jakarta
 Ester, monica. 2010. Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC

5. stroke iskemik :
a. definisi
Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan
kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di
jaringan otak.
b. etiologi
Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke
otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotis
sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap
arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan
lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian
menyumbat arteri yang lebih kecil.
Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena
adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu
katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral, yang paling sering terjadi pada
penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung
atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak jarang
menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah
dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.
Stroke juga bisa terjadi bila suatu peradangan atau infeksi menyebabkan menyempitnya
pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga
bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke. Penurunan tekanan
darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya
menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat
berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang
banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang
abnormal.
c. klasifikasi
Stroke lakunar, adanya infark lakunar yang terjadi karena penyakit pembuluh halus
hipertensif dan menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam
atau kadang-kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah
oklusi aterotrombotik atau hialin-lipid salah satu dari cabang-cabang arteri penetrans
Circulus Arteriosus Willisi, A. cerebri media, atau A. vertebralis dan A. basilaris.
Stroke trombotik pembuluh besar, merupakan thrombosis pembuluh besar dengan aliran
lambat. Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi
aterosklerotik yang menyebabkan penyempitan atau stenosis di A. carotis interna atau,
yang lebih jarang, di pangkal A. cerebri media atau di taut A. vertebralis dan A. basilaris.
Penderita dengan stroke ini tampak gagap, dengan gejala hilang timbul berganti-ganti
secara cepat. Para pasien ini mungkin sudah mengalami beberapa kali serangan TIA tipe
lakunar sebelum akhirnya mengalami stroke. Pelannya aliran arteri yang mengalami
trombosis parsial adalah defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah
jantung atau tekanan darah sistemik.
Stroke embolik, diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat (misalnya, stroke A.
vertebralis) atau asal embolus. Sumber tersering terjadinya stroke ini adalah trombus mural
jantung (misalnya infark miokardium, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung, katup
jantung buatan, dan kardiomiopati iskemik). Penyebab tersering yang kedua adalah
tromboemboli yang berasal dari arteri, terutama plak ateromatosa di A. carotis. Stroke yang
terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek
maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas.
Biasanya stroke akibat embolus ini berupa stroke kardioembolik.
Stroke kriptogenik, merupakan stroke yang disebabkan oleh adanya oklusi mendadak
pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab yang jelas. Disebut kriptogenik karena
sumbernya tersembunyi, bahkan setelah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan evaluasi
klinik yang ekstensif.
d. patfis
Secara umum patofisiologi stroke iskemik meliputi dua proses yang terkait, yaitu:
1. Perubahan Fisiologi pada Aliran Darah Otak
Adanya sumbatan pembuluh darah akan menyebabkan otak mengalami kekurangan nutrisi
penting seperti oksigen dan glukosa, sehingga daerah pusat yang diperdarahi oleh
pembuluh darah tersebut akan mengalami iskemik sampai infark. Pada otak yang
mengalami iskemik, terdapat gradien yang terdiri dari “ischemic core” (inti iskemik) dan
“penumbra” (terletak di sekeliling iskemik core). Pada daerah ischemic core, sel
mengalami nekrosis sebagai akibat dari kegagalan energi yang merusak dinding beserta
isinya sehingga sel akan mengalami lisis. Sedangkan daerah di sekelilingnya, denagn
adanya sirkulasi kolateral maka sel-sel belum mati, tetapi metabolisme oksidatif dan proses
depolarisasi neuronal oleh pompa ion akan berkurang. Daerah ini disebut sebagai
“penumbra iskemik:. Bila proses tersebut berlangsung terusmenerus, maka sel tidak lagi
dapat mempertahankan integritasnya sehingga akan terjadi kematian sel yang secara akut
timbul melalui proses apoptosis.
Daerah penumbra berkaitan erat dengan penanganan stroke, dimana terdapat periode yang
dikenal sebagai “window therapy”, yaitu 6 jam setelah awitan. Bila ditangani dengan baik
dan tepat, maka daerah penumbra akan dapat diselamatkan sehingga infark tidak
bertambah luas.
2. Perubahan Kimiawi yang Terjadi pada Sel Otak akibat Iskemik
Pengurangan terus menerus ATP yang diperlukan untuk metabolisme sel. Bila aliran darah
dan ATP tidak segera dipulihkan maka akan mengakibatkan kematian sel otak. Otak hanya
bertahan tanpa penambahan ATP baru selama beberapa menit saja.
Berkurangnya aliran darah ke otak sebesar 10-15cc/100gr akan mengakibatkan kekurangan
glukosa dan oksigen sehingga proses metabolisme oksidatif terganggu. Keadaaan ini
menyebabkan penimbunan asam laktat sebagai hasil metabolisme anaerob, sehingga akan
mempercepat proses kerusakan otak.
Terganggunya keseimbangan asam basa dan rusaknya pompa ion karena kurang
tersedianya energi yang diperlukan untuk menjalankan pompa ion. Gagalnya pompa ion
akan menyebabakan depolarisasi anoksik disertai penimbunan glutamat dan aspartat.
Akibat dari depolarisasi anoksik ini adalah keluarnya kalium disertai masuknya natrium
dan kalsium. Masuknyaa natrium dan kalsium akan diikuti oleh air, sehingga menimbulkan
edema dan kerusakan sel
e. faktor resiko
faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Non modifiable risk factors :
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Keturunan / genetik
2. Modifiable risk factors
a. Behavioral risk factors :
- Merokok
- Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol, low fruit diet
- Alkoholik
- Obat - obatan : narkoba (kokain), antikoaguilansia, antiplatelet, obat kontrasepsi
b. Physiological risk factors :
- Penyakit hipertensi
- Penyakit jantung
- Diabetes mellitus
- Infeksi/lues, arthritis, traumatic, AIDS, Lupus
- Gangguan ginjal
- Kegemukan (obesitas)
- Polisitemia, viskositas darah meninggi & penyakit perdarahan
- Kelainan anatomi pembuluh darah

f. pemeriksaan
- CT Scan
Computed Tomography Scan juga disebut CT scan, merupakan proses pemeriksaan dengan
menggunakan sinar-X untuk mengambil gambar otak. Dengan menggunakan komputer,
beberapa seri gambar sinar-X akan memperlihatkan gambar tiga dimensi kepala dari
beberapa sudut. CT scan dapat menunjukkan ; jaringan lunak, tulang, otak dan pembuluh
darah. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan area otak yang abnormal, dan dapat
menentukan penyebab stroke , apakah karena insufisiensi aliran darah (stroke iskemik),
rupture pembuluh darah (hemoragik) atau penyebab lainnya. CT scan juga dapat
memperlihatkan ukuran dan lokasi otak yang abnormal akibat tumor, kelainan pembuluh
darah, pembekuan darah, dan masalah lainnya.
Pada CT scan, gambaran infark terlihat normal pada 12 jam pertama. Manifestasi pertama
terlihat tidak jelas dan terlihat gambaran pembekuan putih pada salah satu pembuluh darah,
seperti kehilangan gambaran abu-abu-putih, dan sulcus menjadi datar (effacement). Setelah
itu, gambaran yang timbul secara progresif menjadi gelap pada area yang terkena infark,
dan area ini akan menjalar ke ujung otak, yang melibatkan gray matter dan white matter.
Kemungkinan region yang terlalu kecil untuk dapat dilihat dengan menggunkan CT scan
atau karena bagian dari otak (brainstem, cerebellum) dengan menggunakan CT scan tidak
menunjukkan bayangan yang jelas.
Perdarahan intracerebral akan mengalami kesalahan interpretasi sebagai stroke iskemik
jika computed tomography tidak dilakukan 10-14 hari setelah stroke. CT scan
menunjukkan nilai positif pada stroke iskemik pada beberapa pasien dengan serangan
stroke sedang sampai dengan berat setelah 2 sd. 7 hari serangan akan tetapi tanda-tanda
iskemik sulit didapatkan pada 3 sd. 6 jam kejadian. Tanda-tanda infark pada computed
tomography yaitu grey matter mengalami isodense dengan white matter, kehilangan basal
ganglia dan hyperdense artery. Infark timbul apabila otak tidak menerima suplai darah
yang cukup maka otak akan mati. Infark dapat berbentuk sangat kecil dan bulat. Infark
lakunar biasa ditemukan pada bagian intrakranial seperti (ganglia basalis, thalamus,
kapsula interna dan batang otak).
- Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI adalah suatu alat diagnostik gambar berteknologi canggih yang menggunakan medan
magnet, frekuensi radio tertentu dan seperangkat computer untuk menghasilkan gambar
irisan penampang otak. MRI mendeteksi kelainan neurology lebih baik dari CT scan
misalnya stroke, abnormalitas batang otak dan cerebellum, dan multiple sclerosis. MRI
dapat mengidentifikasi zat kimia yang terdapat pada area otak yang membedakan tumor
otak dan abses otak. Perfusi MRI dapat digunakan untuk mengestimasi aliran darah pada
sebagian area. Diffusi MRI dapat digunakan untuk mendeteksi akumulasi cairan (edema )
secara tiba-tiba. MRI menggunakan medan magnet untuk mendeteksi perubahan isi
jaringan otak. Stroke dapat mengakibatkan penumpukan cairan pada sel jaringan otak
segera 30 menit setelah terjadi serangan. Dengan efek visualisasi (MRI angiogram ) dapat
pula memperlihatkan aliran darah di otak dengan jelas.

Dengan menggunakan CT scan dan MRI dapat diketahui serangan stroke disebabkan oleh
iskemik atau perdarahan. Defisit neurologi bervariasi berdasarkan pembuluh darah yang
mengalami penyumbatan atau kerusakan otak yang terjadi. Manifestasi klinik meliputi :
defisit motorik, gangguan eliminasi, defisit sensori-persepsi, gangguan berbicara, dan
gangguan perilaku. Manifestasi ini dapat muncul sementara atau permanen tergantung
iskemia atau nekrosis yang terjadi juga treatment yang dilakukan.
g. tata laksana (farmako & non-farmako)
Selama keadaan akut dan kesadaran rendah harus diberikan perawatan dalam keadaan
coma. Kebersihan badan termasuk mata dan mulut harus dijaga dengan teliti, keluar masuk
cairan sebaiknya diukur, miksi dirawat sesuai dengan keadaan, defekasi diatur dengan
pemberian gliserin sekali dalam 2 - 3 hari, dekubitus dihindarkan dengan mengubah sikap
berbaring dan membersihkan kulit dengan seksama, suhu badan yang tinggi diturunkan
dengan kompres dingin, jalan pernafasan dijaga supaya tetap lapang, bila ada lendir
tertimbun ditenggorokan perlu dihisap keluar, makanan diberikan personde,
bronchopneumonia dicegah dengan pemberian penstrept 8; 1 dan tindakan physioterapi
seperti nafas buatan dan tapottage ; bila perlu oxygen dapat diberikan.
Untuk mengurangi edema otak dapat diberikan obat-obat corticosteroid dalam satu
rangkaian pengobatan, misalnya dexamethason, 10 mg, intra-vena, diikuti dengan
pemberian 5 mg. tiap 6 jam selama 2 hari pertama, kemudian 5 mg. tiap 8 jam pada hari
ke-3, kemudian tiap 12 jam pada hari ke-4 dan 5 mg. pada hari ke-5. Obat-obat yang
memperbaiki metabolisme sel-sel otak seperti nicholis, encephabol, hydergin dapat pula
membantu.
Obat-obat yang berkhasiat menurunkan metabolisme otak mungkin memberikan pengaruh
yang baik seperti lytic cocktail yang terdiri dari 50 mg. Iargactyl, 40 mg. phenergan, dan
pethidin 100 mg. yang diberikan dengan infus glucose 5 - 10 %. Setelah masa akut dilalui
dapat diberikan obat-obat golongan vasodilatansia, stugeron dan lainlain. Pada thrombosis
dan emboli cerebri dapat pula diberikan anti-koagulansia dalam satu rangkaian terapi.
Dalam masa rekonvalesensi physioterapi harus ditingkatkan untuk melatih anggota-
anggota badan yang lumpuh.

Sumber :

1. Hartwig, M. S., L. M. Wilson. 2007. Nyeri. Dalam: Price, S. A., L. M. Wilson. 2007.
PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Terjemahan B. U.
Pendit, et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 1063-1104.

2. Emma Lloyd. What is a cerebral infacrtion [online] [cited 2011 Aug 5] [1screen]. Available
from:URL: http://wisegeek.comwhat-is-a-cerebral-infarction.htm

3. Burns, D. K., V. Kumar. 2007. Sistem Saraf. Dalam: Kumar, V., R. S. Cortran, dan S. L. Robbins.
Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. Terjemahan B. U. Pendit. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. pp: 903-948.

Sunardi. Computed Tomography Scan (CT Scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) Pada
Sistem Neurologis. [online] [cited 2010 Apr 01] [1 screen]. Available from:URL:
http://www.docstoc.comdocs18556421Computed- Tomography-Scan-%28CT-Scan%29-dan-
Magnetic-Resonance-Imaging

6. hubungan DM dan hipertensi dengan hemiparesis kanan (patfis)


hubungan DM : pada penderita diabetes resiko terjadinya aterosklerosis menjadi lebih
tinggi,yang diakibatkan oleh hiperglikemik berkepanjangan. Hiperglikemik yang panjang
tersebut menyebabkan aktivasi jalur poliol meningkat,yaitu terjadi aktivasi enzim aldose
reduktase yang merubah glukosa menjadi surbitol yang akan merusak sel saraf.
mekanisme imun : terdapat complement fixing antisciatic nerve antibodies,autoantibodi
yang berderar secara langsung ini dapat merusak struktur saraf motorik dan sensorik.
peran nerve growth factor : pada penderita diabetes kadar NGF cenderung turun,
hubungan dengan hipertensi : hipertensi merupakan salah satu penyebab terjadinya
aterosklerotik,yang apabila terjadi pada daerah otak dapat menyebabkan gangguan
neurologis. Pada penderita hipertensi akan terjadi penebalan endotel pembuluh darah
sehingga akan meningkatkan resiko terjadinya plak yang tersumbat.
• Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses penyakit. Volume 2. 6th Ed.
Jakarta: EGC; 2005.

7. Mekanisme : mulut tertarik kekiri., lidah deviasi kekanan, tungkai kanan eksorotasi dan
tidak bisa diangkat, lengan kanan tidak bisa menahan beban dan kesulitan berbicara?

Bell’s palsy merupakan paralisis nervus fasialis (N. VII) yang bersiat akut , unilateral,
perifer dan mempengaruhi lower motor neuron. Dikenal juga dengan nama paralisis fasial
idiopatik. Banyak yang mencampuradukkan antara Bell’s palsy dengan paresis nervus
fasialis perifer lainnya yang penyebabnya diketahui.1
Mekanisme: bell’s palsy masih merupakan perdebatan. Nervus fasialis melewati suatu
bagian tulang temporalisyang sering disebut analis fasialis. Teori umum yang diterima
ialah edema dan iskemik menyebabkan kompresi nervis fasialis di dalam kanal ini.
Labyrinthine segment, bagian pertama dari kanalis fasialis merupakan bagian tersempit .
Lokasi ini merupakan lokasi tersering kompresi nervus fasialis. Pada bell’s palsy, jejas
pada nervus fasialis terletak perifer dari nukleus nervus tersebut. jejas diduga terjadi
dekat atau pada gangglion geniculata. Jika lesi terletak proksimal dari gangglion tersebut,
paralisis motorik disertai kelainan gustatorik ( gangguan pengecapan 2/3 anterior lidah
dan produksi air liur) dan gangguan lakrimasi akan timbul. Jika lesi terletak diantara
gangglion geniculata dan proksimal korda timpani keluhan sama timbul , tetapi tanpa
gangguan lakrimasi. Jika lesi terletak pada foramen stylomastoideus, maka hanya akan
menyebabkan paralisis otot motorik wajah saja.
PARESE NERVUS HIPOGLOSUS
PENDAHULUAN
Saraf otak (nervus cranialis) adalah saraf perifer yang berpangkal pada batang otak dan
otak. Fungsinya sebagai sensorik, motorik dan khusus. Fungsi khusus adalah fungsi yang
bersifat panca indera, seperti penghidu, penglihatan, pengecapan, pendengaran dan
keseimbangan.
Saraf otak terdiri atas 12 pasang, saraf otak pertama langsung berhubungan dengan otak
tanpa melalui batang otak, saraf otak kedua sampai keduabelas semuanya berasal dari
batang otak. Saraf otak kedua dan ketiga berpangkal di mesensefalon, saraf otak keempat,
lima, enam dan tujuh berinduk di pons, dan saraf otak kedelapan sampai keduabelas
berasal dari medulla oblongata. (1)
ANATOMI
Nervus hipoglosus berinti di nukleus hipoglosus yang terletak di samping bagian dorsal
fasikulus longitudinalis medialis pada tingkat kaudal medulla oblongata. Radiksnya
melintasi substansia retikularis di samping fasikulus longitudinalis medialis, lemniskus
medialis dan bagian medial piramis. Ia muncul pada permukaan ventral dan melalui
kanalis hipoglosus ia keluar dari tengkorak. Di leher ia turun ke bawah melalui tulang
hioid. Dari situ ia membelok ke medial dan menuju ke lidah. Dalam perjalanan ke situ ia
melewati arteria karotis interna dan eksterna, dan terletak dibawah otot digastrikus dan
stilohiodeus. Otot-otot lidah yang menggerakkan lidah terdiri dari muskulus stiloglosus,
hipoglosus, genioglosus, longitudinalis inferior dan longitudinalis superior. Mereka
semua dipersarafi nervus hipoglosus. Kontraksi otot stiloglosus mengerakkan lidah keatas
dan ke belakang. Jika otot genioglosus berkontraksi, lidah keluar dan menuju ke bawah.
Kedua otot longitudinal memendekkan dan mengangkat lidah bagian garis tengah. Dan
otot hipoglosus menarik lidah ke belakang dan ke bawah. (1)
DEFINISI
Nervus hipoglosus (N. XII) adalah saraf motorik ekstrinsik dan intrinsik lidah. (2)
Parese nervus hipoglosus adalah gangguan fungsi motorik akibat adanya lesi jaringan
saraf pada nervus hipoglosus. (1,3)
ETIOLOGI
Parese nervus hipoglosus dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
 Infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring.
 Meningitis basalis tuberkulosa atau luetika.
 Fraktur basis kranii (atau traksi pada nervus hipoglosus pada trauma kapitis).
 Siringobulbi.
 Infeksi retrofaringeal. (1,2,4)
MANIFESTASI KLINIS
Lesi pada satu nervus hipoglosus akan akan memperlihatkan di sisi pipi lateral:
Separuh lidah yang menjadi atrofis, dengan mukosa yang menjadi longgar dab berkeriput.
Mungkin pula akan tampak fibrilasi pada otot-otot lidah yang atrofis.
Bila lidah itu dijulurkan keluar akan tampak bahwa ujung lidah itu memperlihatkan
deviasi ke sisi yang sakit. Deviasi ujung lidah ke sisi yang sakit timbul karena kontraksi
M. genioglussus di sisi kontralateral (bila M. genioglossus kanan dan kiri berkontraksi
dan kedua otot itu sama kuatnya, maka lidah itu akan dijulurkan lurus ke depan, Bila satu
otot adalah lebih lemah dari yang lainnya, maka akan timbul deviasi dari ujung lidah ke
sisi otot yang lumpuh).
Di dalam mulut sendiri akan tampak bahwa ujung lidah itu mencong ke sisi yang sehat.
Keadaan ini timbul karena tonus otot-otot lidah di sisi yang sehat adalah melebihi tonus
otot-otot lidah di sisi yang sakit.
Motilitas lidah akan terganggu sehingga di sisi yang sakit misalnya akan tampak ada sisa-
sisa makanan di antara pipi dan gigi-geligi.
Karena lidah berperanan dalam mekanisme menelan dan artikulasi, maka gejala-gejala
kelumpuhan paralysis nervus hipoglosus berupa sukar menelan dan bicara pelo. (1,4,5,6)
Nervus hipoglosus mungkin mengalami lesi sendiri-sendiri terlepas daripada yang
lainnya, tetapi dapat pula mengalami gangguan bersama, misalnya parese nervus
hipoglosus, parese nervus asesorius, parese nervus vagus, dan parese nervus
glosofaringeus. (4,6)
Dalam hal yang terakhir ini akan timbul bermacam-macam sindrom, yaitu:
Sindrom bulbar
Pada sindrom bulbar akan tampak paralisis nervus hipoglosus, nervus asesorius, nervus
vagus, dan nervus glosofaringeus.
Hal ini dapat ditimbulkan oleh: (1) infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring, (2)
meningitis tuberculosa atau luetika, (3) fraktur basis kranii (atau traksi saraf-saraf tersebut
pada trauma kapitis).
Sindrom foramen jugulare
Pada sindrom foramen jugularis tampak paralysis dari nervus glosofaringeus, nervus
vagus dan nervus asesorius (nervus hipoglosus dalam keadaan baik)
Sindrom ini dapat ditimbulkan oleh: (1) infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring,
(2) fraktur basis kranii (atau traksi saraf-saraf tersebut pada trauma kapitis), (3)
meningitis tuberculosa atau luetika, (4) periflebitis/trombosis dari vena jugularis.
Sindrom spasium parafaringeum
Pada sindrom ini tampak kelumpuhan dari nervus glosofaringeus, nervus vagus dan
nervus hipoglosus. Di samping itu akan tampak sindrom Horner’s di sisi yang sakit.
Sindrom spasmium parafaringeal dapat timbul pada: (1) abses retrofaringeal, (2) abses
peritonsiler. (4,5,6)
DIAGNOSIS
Diagnosis parese nervus hipoglosus ditegakkan dengan anamnesis serta gejala kinis yang
ada, anamnesis mengenai ada tidaknya riwayat trauma kapitis (sebagaimana telah
dijelaskan diatas bahwa trauma kapitis dapat menyebabkan traksi pada nervus hipoglosus
sehingga terjadi parese pada nervus hipoglosus) atau fraktur basis kranii.
Ananmesis yang lain yang tentunya akan mengarahkan kita kepada riwayat-riwayat
penyakit ataupun tumor yang secara lansung ataupun tidak langsung akan menyebabkan
parese nervus hipoglosus.
Untuk mengetahui gejala-gejala atau manifestasi yang ditimbulkan oleh parese nervus
hipoglosus, dapat dilakukan pemeriksaan nervus hipoglosus dengan cara:
 Menyusuh pasien menjulurkan lidah lurus-lurus, kemudian menarik dan
menjulurkan lagi dengan cepat.
 Lidah kemudian disuruh bergerak ke kiri dan ke kanan dengan cepat kemudian
menekankan pada pipi kiri dan kanan sementara pemeriksa melakukan palpasi pada
kedua pipi untuk mengetahui/merasakan kekuatan lidah.
 Pada lesi bilateral ® gerakan lidah kurang lincah
 Pada lesi unilateral ® lidah akan membelok ke sisi lesi saat dijulur-kan dan akan
membelok ke sisi yang sehat saat diam di dalam mulut.
 Lesi N. hipoglosus tipe LMN aksonal ® atropi.
 Lesi N. hipoglosus tipe LMN nuklear ® atropi dan fasikulasi.
 Paralisis N. hipoglosus ® sukar menelan dan bicara pelo. (1,2,4,5,6)
Tungkai kanan eksorotasi dan tidak bisa diangkat, lengan kanan tidak bisa menahan
beban karena UMN dextra.
DAFTAR RUJUKAN
1. Mardjono M, Sidharta P. Sarafotak dan Patologinya. Dalam: Neurologi Klinis Dasar.
Penerbit PT. Dian Rakyat. Jakarta. 2000: 114 – 82.
2. Judana A, Santoso D, Kusumoputro S. Saraf – saraf Otak. Dalam: Pedoman Praktis
Pemeriksaan Neurologi. Penerbit Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 1978: 10 – 21.
8. Hubungan emosi terhadap stroke, mekanisme?

Emosi

Detak jantung
cepat
Tekanan darah
naik
Pembuluh darah
di otak pecah

Stroke

9. Hubungan peningkatan leukosit dan peningkatan d-dimer pada stroke?


a. Leukosit
Stroke dapat terjadi akibat perdarahan spontan di dalam otak (stroke hemoragik) atau
kurang nya pasokan darah yang memadai ke otak (stroke non hemoragik) sebagai akibat
dari sumbatan bekuan darah, penyempitan pembuluh darah.
Pengerahan leukosit kejaringan otak pada pasien stroke merupakan salah satu hasil dari
reaksi Sistem Saraf Pusat (SSP), dimana masuk nya leukosit keotak yang mengalami
injury dimulai dengan adesi ke endotel sampai di jaringan otak melalui beberapa tahap.
Awalnya, leukosit muncul setelah terjadi pelepasan sitokin pada daerah injury yang
merangsang leukosit yang berada di marginal pool dan leukosi tmatur di sumsum
tulang memasuki sirkulasi. Jenis leukosit yang dikerahkan pada peradangan akut ini
adalah neutrofil.
Dalam sirkulasi, neutrofil di golongkan kedalam dua pool. Satu pool disirkulasi bebas
dan yang kedua adalah pool di tepi dinding pembuluh darah. Ketika ada stimulasi oleh
infeksi, inflamasi, obat atau toksin metabolik, pool sel yang di tepi dinding pembuluh
darah akan melepaskan diri ke dalam sirkulasi.
Kembalinya perfusi darah kejaringan otak yang iskemik penting untuk kembalinya
fungsi normal otak. Akan tetapi kembalinya aliran darah dapat juga menimbulkan
kerusakan otak yang lebih progresif, sehingga menimbulkan disfungsi jaringan dan
infark lebih lanjut. Reperfusion injury ini disebabkan oleh banyak faktor tetapi
tampaknya lebih banyak disebabkan oleh respon inflamasi, yaitu dengan kembalinya
aliran darah beberapa proses inflamasi akan memperkuat lesi iskemik.
b. D-dimer
Stroke iskemik disebabkan oleh adanya sumbatan trombusatauembolus pada vaskular
otak. Trombus tersusun oleh fibrin bersama dengan trombosit, GP Ib, GP IIb/IIIa, faktor
von Willebrand dan faktor jaringan(kolagen). Adanya trombus yang menyumbat aliran
darah membuat tubuh akan melakukan homeostasis untuk menghancurkan trombus
tersebut.
D-dimer adalah produk akhir degenerasi cross-linked fibrin oleh aktivitas kerja plasmin
dalam sistem fibrinolitik. Plasmin merupakan enzim fibrinolitik utama yang berfungsi
memecah fibrinogen dan fibrin yang menghasilkan bermacam-macam produk degenerasi
fibrinogen (Fibrin Degradation Product/ FDP). Jika plasmin melisis kan unsoluble fibrin,
maka akan meningkat kan jumlah produk degradasi fibrin yang terlarut. Fibrin
degradation product(FDP) yang dihasilkan berupa fragmen X, Y, D dan E. Dua fragmen
D dan satu fragmen E akan berikatan dengan kuat membentuk D-dimer.
Pada penelitian Smith, ditemukan bahwa fibrinogen, D-dimer, aktifitas PAI-1 dan faktor
VIIa memiliki potensi peningkatan dalam memprediksi penyakit koroner / stroke iskemik
pada pria paruh baya. Barber dalam penelitiannya menyatakan bahwa Kadar D-dimer
plasma yang diukur dengan 3 alat assay laboratorium komersial dapat digunakan sebagai
prediktor independen stroke iskemik. Dari hasil-hasil penelitian tadi, sebagian besar
menyiratkan D-dimer dapat menjadi suatu petanda trombosis pada manusia. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa kadar D-dimer meningkat pada fase akut stroke iskemik.
Jadi pemeriksaan D-dimer akan sangat bermanfaat baik secara langsung ataupun tidak
langsung untuk mengetahui adanya pembentukan maupun pemecahan trombus. Hanya
saja kelemahan dari D-dimer ini adalah tidak dapat menunjukkan lokasi terjadinya
trombus.
Sumber :
1. Muhibbi S. JumlahLeukositSebagaiIndikatorKeluaranPenyakit Stroke Iskemik
[Tesis]. Semarang (Indonesia): PascaSarjanaUniversitasDiponegoro; 2004.
2. Barber M, Langhorne P, Rumley A, Lowe GD, Stott DJ. D-dimer predicts early
clinical progression in ischemic stroke: confirmation using routine clinical assays. 2006
April [cited 2008 Jun 18]. Available from: http://www.strokeaha.org.
3. Lisyani BS. D-Dimer sebagai parameter tambahanuntuktrombosis,
fibrinolisisdanpenyakitjantung.Dalam : Seminar PetandaPenyakitKardiovaskularsebagai
Point of Care Test di Semarang 25-27 Agustus 2006. Semarang;
BagianPatologiKlinikUniversitasDiponegoro.2006; p.31-41.

10. interpretasi data


 Pasien kompos mentis = bereakwsi secara adekuat
 TD 170/90 mmHg = hipertensi
 Nadi 120 x/m = takikardi
 Napas 24 x/m = normal
 Suhu 36,5 o C = normal
 Pemeriksaan Lab leukosit 12000 /dL = infeksi
 D-dimer 1200 (normal 300-500 ) : peningkatan diduga akibat peradangan, pasca
operasi, gagal ginjal, stroke dan lain-lain
 Lidah tertarik kekanan = merupakan terjadi gangguan di N Xii nervus hipoglossus
 Mulut tertarik kekiri = gangguan pada N VII nervus Facialis
Pemeriksaan GCS
Glasgow Coma Scale (GCS), sebagai interpretasi dari respons terhadap rangsang yang
ada. (wajib bisa katanya kalau dokter umum) Adapun yang dilihat adalah:
Membuka mata:
o 4 = spontan
o 3= bila disuruh secara verbal
o 2= bila diberi rangsang nyeri
o 1= tidak ada reaksi sama sekali
Respons verbal / bicara
o 5= susunan kalimat baik, orientasinya baik
o 4= kacau / confused, susunan masih kalimat, tapi ada disorientasi,
o 3= tidak tepat, bisa mengucapkan kata (bukan kalimat), dan tidak tepat.
o 2= cuma mengerang dan tidak jadi kata bahkan
o 1= tidak ada respons sama sekali
Respons motorik / gerakan, pastika tidak di tempat yang lumpuh
o 6= bisa menuruti perintah
o 5= bila diberi nyeri, bisa lokalisasi nyeri
o 4= diberi nyeri juga, bisa menghindar
o 3= bisa fleksi (dekortikasi, korteks udah rusak)
o 2= bisa ekstensi (deserebrasi, batang otak mulai rusak)
o 1= tidak ada reaksi (dengan catatan nyerinya sudah cukup adekuat)

Total nilainya 4+5+6 = 15 maksimal, dan paling rendah itu 1+1+ 1= 3. kalau ada
penurunan kesadaran, biasanya respons yang menumpul itu mulai dari mata, verbal,
dan baru motorik.

Interretasi data:
 Pasien diminta memejamkan mata = nilai 3
 Pasien tidak dapat mengulangi kata-kata dokter, cendenrung diam = nilai 3
 Derajat kekuatan motorik 2

Nilai = 3 + 3 + 2 = 8 (penurunan kesaaran berat

You might also like