You are on page 1of 38

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI FISIOLOGI

Gambar 2.1 Anatomi sel saraf

(syaiffudin,2011)

6
Gambar 2.2 Anatomi otak

(syaiffudin,2011)

Pengertian Sistem Saraf


Sistem saraf merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas
menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh tubuh.
Sistem saraf memungkinkan makhluk hidup tanggap dengan cepat terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan luar maupun dalam. Sistem saraf
terdiri dari jutaan sel saraf (neuron). Fungsi sel saraf adalah mengirimkan pesan
(impuls) yang berupa rangsang atau tanggapan.

Untuk menanggapi rangsangan, ada tiga komponen yang harus dimiliki oleh sistem
saraf, yaitu:

o Reseptor, adalah alat penerima rangsangan atau impuls. Pada tubuh kita yang
bertindak sebagai reseptor adalah organ indera.

7
o Penghantar impuls, dilakukan oleh saraf itu sendiri. Saraf tersusun dari berkas
serabut penghubung (akson). Pada serabut penghubung terdapat sel-sel
khusus yang memanjang dan meluas. Sel saraf disebut neuron.
o Efektor, adalah bagian yang menanggapi rangsangan yang telah diantarkan
oleh penghantar impuls. Efektor yang paling penting pada manusia adalah
otot dan kelenjar.
a. Sel Saraf (Neuron)

Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf yang disebut neuron. Neuron
bergabung membentuk suatu jaringan untuk mengantarkan impuls (rangsangan).
Satu sel saraf tersusun dari badan sel, dendrit, dan akson.

b. Badan sel

Badan sel saraf merupakan bagian yang paling besar dari sel saraf Badan sel
berfungsi untuk menerima rangsangan dari dendrit dan meneruskannya ke akson.
Pada badan sel saraf terdapat inti sel, sitoplasma, mitokondria, sentrosom, badan
golgi, lisosom, dan badan nisel. Badan nisel merupakan kumpulan retikulum
endoplasma tempat transportasi sintesis protein.

c. Dendrit

Dendrit adalah serabut sel saraf pendek dan bercabang- cabang. Dendrit
merupakan perluasan dari badan sel. Dendrit berfungsi untuk menerima dan
mengantarkan rangsangan ke badan sel.

d. Akson

Akson disebut neurit. Neurit adalah serabut sel saraf panjang yang
merupakan perjuluran sitoplasma badan sel. Di dalam neurit terdapat benang-

8
benang halus yang disebut neurofibril. Neurofibril dibungkus oleh beberapa lapis
selaput mielin yang banyak mengandung zat lemak dan berfungsi untuk
mempercepat jalannya rangsangan. Selaput mielin tersebut dibungkus oleh sel-
selsachwann yang akan membentuk suatu jaringan yang dapat menyediakan
makanan untuk neurit dan membantu pembentukan neurit. Lapisan mielin sebelah
luar disebut neurilemma yang melindungi akson dari kerusakan. Bagian neurit ada
yang tidak dibungkus oleh lapisan mielin. Bagian ini disebut dengan nodus ranvier
dan berfungsi mempercepat jalannya rangsangan.

Berdasarkan struktur dan fungsinya, sel saraf dapat dibagi menjadi 3 macam,
yaitu sel saraf sensori, sel saraf motor, dan sel saraf intermediet (asosiasi).

a) Sel saraf sensori

Fungsi sel saraf sensori adalah menghantar impuls dari reseptor ke sistem
saraf pusat, yaitu otak (ensefalon) dan sumsum belakang (medula spinalis). Ujung
akson dari saraf sensori berhubungan dengan saraf asosiasi (intermediet).

b) Sel saraf motor

Fungsi sel saraf motor adalah mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke
otot atau kelenjar yang hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap rangsangan.
Badan sel saraf motor berada di sistem saraf pusat. Dendritnya sangat pendek
berhubungan dengan akson saraf asosiasi, sedangkan aksonnya dapat sangat
panjang.

c) Sel saraf intermediet

9
Sel saraf intermediet disebut juga sel saraf asosiasi. Sel ini dapat ditemukan
di dalam sistem saraf pusat dan berfungsi menghubungkan sel saraf motor dengan
sel saraf sensori atau berhubungan dengan sel saraf lainnya yang ada di dalam
sistem saraf pusat. Sel saraf intermediet menerima impuls dari reseptor sensori atau
sel saraf asosiasi lainnya.

Kelompok-kelompok serabut saraf, akson dan dendrit bergabung dalam satu selubung
dan membentuk urat saraf. Sedangkan badan sel saraf berkumpul membentuk ganglion atau
simpul saraf.

1. Sistem Saraf Pusat

a. Otak

Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai pusat pengatur
dari segala kegiatan manusia. Otak terletak di dalam rongga tengkorak, beratnya
lebih kurang 1/50 dari berat badan. Bagian utama otak adalah otak besar
(Cerebrum), otak kecil (Cerebellum), dan batang otak.

b.Otak Besar ( cerebrum )

Otak besar merupakan pusat pengendali kegiatan tubuh yang disadari. Yaitu
Berpikir, berbicara, melihat, bergerak, mengingat, dan mendengar termasuk kegitan
tubuh yang disadari. Otak besar dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan kanan
dan belahan kiri. Masing-masing belahan pada otak tersebut disebut hemister. Otak
besar belahan kanan mengatur dan mengendalikan kegiatan tubuh sebelah kiri,
sedangkan otak belahan kiri mengatur dan mengendalikan bagian tubuh sebelah
kanan.

c. Otak tengah ( Mesensefalon )

10
Otak tengah merupakan penghubung antara otak depan dan otak belakang,
bagian otak tengah yang berkembang adalah lobus optikus yang berfungsi sebagai
pusat refleksi pupil mata, pengatur gerak bola mata, dan refleksi akomodasi mata.

d. Otak kecil ( cerebellum )

Otak kecil terletak di bagian belakang otak besar, tepatnya di bawah otak
besar. Otak kecil terdiri atas dua lapisan, yaitu lapisan luar berwarna kelabu dan
lapisan dalam berwarna putih. Otak kecil dibagi menjadi dua bagian, yaitu belahan
kiri dan belahan kanan yang dihubungkan oleh jembatan varol. Otak kecil berfungsi
sebagai pengatur keseimbangan tubuh dan mengkoordinasikan kerja otot ketika
seseorang akan melakukan kegiatan. Dan pusat keseimbangan tubuh. Otak kecil
dibagi tiga daerah yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang.

1) Otak depan meliputi :

a) Hipotalamus, merupakan pusat pengatur suhu, selera


makan, keseimbangan cairan tubuh, haus, tingkah laku,
kegiatan reproduksi, meregulasi pituitari.

b) Talamus, merupakan pusat pengatur sensori, menerima


semua rangsan yang berasal dari sensorik cerebrum.

c) Kelenjar pituitary, sebagai sekresi hormon.

11
2) Otak Tengah dengan bagian atas merupakan lobus optikus yang
merupakan pusat refleks mata.

3) Otak Belakang, terdiri atas dua bagian yaitu otak kecil dan
medulla oblongata. Medula oblongata berfungsi mengatur
denyut jantung, tekanan darah, mengatur pernafasan, sekresi
ludah, menelan, gerak peristaltic, batuk, dan bersin.

2. Sumsum lanjutan (medula oblongata)

sumsum lanjutan atau sumsum penghubung. terbagi menjadi dua lapis,


yaitu lapisan dalam dan luar berwarna kelabu karena banyak mengandung neuron.
Lapisan luar berwarna putih, berisi neurit dan dendrit. Fungsi sumsum tulang
belakang adalah mengatur reflex fisiologis, seperti kecepatan napas, denyut jantung,
suhu tubuh, tekanan, darah, dan kegiatan lain yang tidak disadari.

3. Sumsum Tulang Belakang (Medula Spinalis)

Sumsum tulang belakang terletak memanjang didalam rongga tulang


belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas tulang pinggang yang
kedua. Sumsum tulang belakang terbagi menjadi dua lapis, yaitu lapisan luar
berwana putih dan lapisan dalam berwarna kelabu. Lapisan luar mengandung
serabut saraf dan lapisan dalam mengandung badan saraf. Di dalam sumsum tulang
belakang terdapat saraf sensorik, saraf motorik, dan saraf penghubung. Fungsinya
adalah sebagai penghantar impuls dari otak dan ke otak serta sebagai pusat
pengatur gerak refleks.

a. Sistem Saraf Tepi

12
Sistem saraf tepi tersusun dari semua saraf yang membawa pesan
dari dan ke sistem saraf pusat. Kerjasama antara sistem pusat dan sistem
saraf tepi membentuk perubahan cepat dalam tubuh untuk merespon
rangsangan dari lingkunganmu. Sistem saraf ini dibedakan menjadi
sistem saraf somatis dan sistem saraf otonom.

b. Sistem saraf somatic ( saraf sadar )

sistem saraf somatis disebut juga dengan sistem saraf sadar. Sistem
saraf somatis terdiri dari 12 pasang saraf kranial dan 31 pasang saraf
sumsum tulang belakang ( spinal ) Kedua belas pasang saraf otak akan
menuju ke organ tertentu, misalnya mata, hidung, telinga, dan kulit. Saraf
sumsum tulang belakang keluar melalui sela-sela ruas tulang belakang dan
berhubungan dengan bagian-bagian tubuh, antara lain kaki, tangan, dan
otot lurik. Saraf-saraf dari sistem somatis menghantarkan informasi antara
kulit, sistem saraf pusat, dan otot-otot rangka. Proses ini dipengaruhi saraf
sadar, berarti kamu dapat memutuskan untuk menggerakkan atau
tidak menggerakkan bagian-bagian tubuh di bawah pengaruh sistem ini.

Contoh dari sistem saraf somatis adalah sebagai berikut.

1) Ketika kita mendengar bel rumah berbunyi, isyarat dari telinga akan
sampai ke otak. Otak menterjemahkan pesan tersebut dan mengirimkan
isyarat ke kaki untuk berjalan mendekati pintu dan mengisyaratkan ke
tangan untuk membukakan pintu.

13
2) Ketika kita merasakan udara di sekitar kita panas, kulit akan
menyampaikan informasi tersebut ke otak. Kemudian otak
mengisyaratkan pada tangan untuk menghidupkan kipas angin.

3) Ketika kita melihat kamar berantakan, mata akan menyampaikan


informasi tersebut ke otak, otak akan menterjemahkan informasi tersebut
dan mengisyaratkan tangan dan kaki untuk bergerak membersihkan
kamar.

c. Sistem saraf otonom

Apa yang kamu rasakan ketika kejatuhan cicak? Kamu kaget,


ketakutan, dan menjerit keras. Jantungmu berdetak dengan cepat.
Pikiranmu kacau. Reaksi yang membuat responmu dalam situasi ketakutan
ini dikontrol oleh sistem saraf otonom. Sistem saraf otonom mengatur kerja
jaringan dan organ tubuh yang tidak disadari atau yang tidak dipengaruhi
oleh kehendak kita. Jaringan dan organ tubuh diatur oleh sistem saraf
otonom adalah pembuluh darah dan jantung. Sistem saraf otonom terdiri
atas sistem saraf simpatik dan sistem saraf parasimpatik.

1) Sistem saraf simpati

Disebut juga sistem saraf torakolumbar, karena saraf


preganglion keluar dari tulang belakang toraks ke-1 sampai dengan
ke-12. Sistem saraf ini berupa 25 pasang ganglion atau simpul saraf
yang terdapat di sumsum tulang belakang. Fungsi dari sistem saraf
simpatik adalah sebagai berikut.

 Mempercepat denyut jantung.


 Memperlebar pembuluh darah.

14
 Memperlebar bronkus.
 Mempertinggi tekanan darah.
 Memperlambat gerak peristaltis.
 Memperlebar pupil.
 Menghambat sekresi empedu.
 Menurunkan sekresi ludah.
 Meningkatkan sekresi adrenalin.
2) Sistem saraf parasimpatik

Disebut juga dengan sistem saraf kraniosakral, karena saraf


preganglion keluar dari daerah otak dan daerah sakral. Susunan saraf
parasimpatik berupa jaring-jaring yang berhubung-hubungan dengan
ganglion yang tersebar di seluruh tubuh. Urat sarafnya menuju ke
organ tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf simpatik. Sistem saraf
parasimpatik memiliki fungsi yang berkebalikan dengan fungsi sistem
saraf simpatik. Misalnya pada sistem saraf simpatik berfungsi
mempercepat denyut jantung, sedangkan pada sistem saraf
parasimpatik akan memperlambat denyut jantung.

B. DEFINISI

Menurut Judha & Nazwar (2011) kejang demam merupakan kelainan neurologis
akut yang paling sering di jumpai pada anak-anak. Bangkitan kejang ini terjadi
karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38ºC) yang di sebabkan oleh
proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernafasan
bagian atas di susul infeksi saluran pencernaan.

Menurut Nanda (2012) Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >38 0C). Kejang demam dapat terjadi karena proses

15
intrakranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur
6 bulan s/d. 5 tahun. Paling sering pada anak usia 17-23 bulan

menurut Riyadi & Sukarmin (2013) kejang demam adalah serangkaian kejang
yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38ºC)

Berdasarkan beberapa definisi diatas, penulis menyimpulkan Kejang Demam


adalah peningkatan suhu tubuh diatas 380C yang akan mengakibatkan kejang. Penyakit ini
biasa nya terjadi pada anak umur 1-14 tahun yang di sebabkan beberapa fakor diantara nya
inflamasi bakteri virus.

C. ETIOLOGI

Etiologi kejang dibedakan menjadi intrakranial dan ekstrakranial.

1. Intrakranial meliputi:

a. Trauma (perdarahan): perdarahan subarachnoid, subdural atau


ventrikuler

b. Infeksi: bakteri, virus, parasit misalnya meningitis

c. Kongenital: disgenesis, kelainan serebri

2. Ekstrakranial, meliputi:

a. Gangguan metabolik: hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia,


gangguan elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat
diare sebelumnya.
b. Toksik: intoksikasi, anestesi local, sindroma putus obat

16
c. Kongenital: gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan dan
keurangan piridoksin.

Beberapa faktor risiko berulangnya kejang yaitu:

1. Riwayat kejang dalam keluarga


2. Usia kurang dari 18 bulan

3. Tingginya suhu badan sebelum kejang  makin tinggi suhu


sebelum kejang demam, semakin kecil kemungkinan kejang
demam akan berulang

4. Lamanya demam sebelum kejang  semakin pendek jarak antara


mulainya demam dengan kejang, maka semakin besar risiko kejang
demam berulang.

D. EPIDEMIOLOGI

Kejang demam merupakan kejang yang cukup sering dijumpai pada anak – anak
yang berusia dibawah 5 tahun, gejala – gejala yang timbul dapat bermacam – macam
tergantung dibagian otak mana yang terpengaruh, tetapi kejang demam yang terjadi
pada anak adalah kejang umum . Insidensi kejang demam di berbagai negara maju
seperti Amerika Serikat dan Eropa barat mencapai 2 – 4 % sedangkan di negara –
negara asia jumlah penderitanya lebih tinggi lagi. Sekitar 20% diantara jumlah
penderita mengalamikejang kompleks yang harus ditangani lebih teliti.

Di Indonesia, terdapat 5 (6,5%) diantara 83 pasien kejang demam menjadi Epilepsi.


Penanganan kejang demam harus tepat, sekitar 16% anak akan mengalami kekambuhan
(rekurensi) dalam 24 jam pertama walaupun adakalanya belum bisa dipastikan, bila anak
mengalami demam yang terpenting adalah usaha menurunkan suhu badannya. Berdasarkan
hasil prasurvey di Indonesia terdapat 15 kasus kejang demam, 80% (11 Kasus) disebabkan

17
oleh infeksi saluran pernapasan, 2 pasien kejang demam meninggal dengan observasi
Meningitis dan Enchepalitis.Kronologis terjadinya kejang demam.

Di Kalimantan Selatan kota Banjarmasin khususnya di Rumah Sakit Suaka Insan


Banjarmasin, terhitung mulai dari bulan Januari 2016 sampai Juni 2016 ditemukan 22 kasus
dengan Kejang demam. Dengan rincian pada anak laki-laki 14 kasus (63,63%) dan pada anak
perempuan 8 kasus (36,36%) . Diantara semua kasus , pada usia anak <2 tahun ditemukan
sebanyak 11 orang (50%), >2 tahun ditemukan 11 orang (50%)

E. PATOPISIOLOGI

1. Narasi

Kejang demam di akibatkan beberapa faktor antara lain presipitasi


(infeksi bakteri virus dan parasit) dan presipodisi ( kelainan neurologis
perinatal/prental).

Infeksi bakteri virus dan parasit akan menjadi reaksi inflamasi yang
berlanjut menjadi hipertermia, berkemungkinan resiko berulang yang
nantinya berdampak resiko keterlambatan perkembangan

Hipertermia, perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler, kelainan


neurologis perinatal/prenatal semua itu akan menyebabkan
ketidakseimbangan potensial membran ATP ASE, ketidak seimbangan itu
akan merubah difusi Na+ dan perubahan beda potensial membran sel neuron
akan melepaskan muatan listrik semakin meluas keseluruh sel maupun
membrane sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmiter berpotensi kejang
yang akan muncul diagnosa keperawatan resiko cidera

Apabila kejang kurang 15 menit (KDS) mengakibatkan risiko aspirasi


dan risiko asfiksia. Selain itu bila kejang lebih dari 15 menit menyebabkan
perubahan suplay darah ke otak berdampak resiko kerusakan sel neuron otak.

18
Metabolisme meningkat suhu tubuh akan meningkat yang menyebabkan
termugulasi tidak efektif

2. Skema

- Trauma (perdarahan): perdarahan


subarachnoid, subdural atau ventrikule

- Infeksi bakteri virus dan parasit

Reaksi inflamasi rangsangan mekanik dan biokimia. Gannguan cairan

Proses demam perubahan konsentrasi

Hipertermia kelainan neurologis perinatal/prenatal

Resiko kejang berulang

Resiko keterlamabatan perkembangan Ketidak seimbangan potensial


membran ATP ASE

Prubahan difusi Na+ dan

pelepasan muatan listrik semakin Perubadan beda potensial


meluas keseluruh sel maupun membran sel neuron
membrane sel sekitarnya dengan
bantuan neurotransmiter kejang Resiko cidera

19
Resiko cidera Kurang dari 15 menit (KDS) Lebih dari 15 menit (KDK)

Perubahan suplay darah


Kesadaran menurun Kontraksi otot meningkat keotak

Reflek menelan Metabolisme meningkat


Resiko kerusakan sel neuron
menurun otak

Resiko aspirasi Resiko ketidakefektifan


perfusi jaringan otak

F. MANAJEMEN KOLABORASI

1. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap,


elektrolit, dan glukosa darah dapat dilakukan walupun kadang tidak
menunjukkan kelainan yang berarti.

b. Indikasi lumbal pungsi pada kejang demam adalah untuk menegakkan


atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Indikasi lumbal pungsi
pada pasien dengan kejang demam meliputi:

1) Bayi<12 bulan harus dilakukan lumbal pungsi karena gejala


meningitis sering tidak jelas

2) Bayi antara 12 bulan -1 tahun dianjurkan untuk melakukan lumbal


pungsi kecuali pasti bukan meningitis

20
c. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas

d. Pemeriksaan foto kepala, CT-scan, dan/atau MRI tidak dianjurkan pada


anak tanpa kelainan neurologist karena hampir semuanya menunjukkan
gambaran normal. CT scan atau MRI direkomendasikan untuk kasus
kejang fokal untuk mencari lesi organik di otak.

2. Medikasi

a. Fase akut
1)Pada waktu tegang pasien dimiringkan untuk mencegah ospirasi
ludah atau muntahan, jalan nafas harus bebas, perhatikan kesadaran,
tensi, nadi, suhu dan fungsi jantung.
2) Obat-obatan yang diberikan
a) Diazepam 0,3 – 0,5 mg/kg BB. IV
b) Asam volproat 15 – 40 mg/kg BB/hari
c) Antiperetik kompres alkohol
3) Pengobatan penyebab
4) Pengobatan soportif
a) Keseimbangan cairan dan elektrolit
b) Bebaskan jalan nafas
c) O2 dan sebagainya

b.Terapi pencegahan
1) Kejang demam sederhana
Diberikan penegahan intermitten dalam arti memberikan
anti konvuison, bila timbul panas pada pasien yang pernah
mengalami kejang demam digonotan dpozepom parenteral 0,3
– 0,5 mg/kg BB/8 20m bila suhu tubuh > 38,5 oC.

2) Kejang demam komplikata

21
Diberikan pencegahan terus menerus dengan pemberian
anti konvulson setiap hari selama 2-3 bebas kejang
sampai melampaui batas peka kejang demam maximal 5
tahun.
3) Pencegahan diberikan bila
a) Kejang >15 menit
b) Diikuti kelainan neurologik
c) Adanya riwayat kejang tanpa panas pada keluarga.
d) Adanya perkembangan neurologik yang abnormal sebelum
kejang demam yang pertama
e) Kejang demam pada anak usia < 1tahun
f) Bila ada kelainan EEG

3. Terapi Non Medikasi

a. Miring kan pasien agar tidak Aspirasi atau mengurangi Risiko aspirasi

b. Mengompres pasien dengan air hangat

c. Mekaikan pakian yang tipis namun menyerap keringat

d. Menganjurkan orang tua untuk anaknya untuk banyak minum setelah


kejang

e. Meobservasi tanda tanda vital setiap 4 jam sekali

4. Diet

a. Anjurkan banyak minum

b. Konsumsi makanan kaya akan serat dan protein

c. Usahakan kebutuhan vitamin terbutuhi

22
5. Pendidikan kesehatan

a. Pengertian kejang demam pada anak

Kejang demam adalah bangkitan kejang pada anak, yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rectal lebih dari 38°C) yang disebabkan oleh
proses ekstrakranium. Pada anak dikenal 2 macam kejang yaitu : kejang
demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam harus
dibedakan dari epilepsy, yaitu yang ditandai dengan kejang yang
berulang tanpa demam.

b. Penyebab kejang demam pada anak

Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering


disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, gastroenteritis
dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhuu tinggi,
kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan
kejang.

1) Pada kejang demam kompleks ditandai dengan:

a) adanya kejang disertai demam

b) Bersifat umum

c) Lama kejang lebih dari 15 menit

d) Kejang multiple, dalam 1 hari ada 2 atau lebih bangkitan


kejang.

23
2). Pada kejang demam sederhana ditandai dengan:

a) Umur anak waktu kejang pertama 4 bulan sampai 4 tahun


b) Kejang bersifat umum

c) Kejang berlangsung tak lebih 5 menit

d) Frekuensi bangkitan kejang tak lebih 4 kali setahun dan tidak


multiple

c. Perawatan pada klien yang menderita kejang demam adalah:

a) Baringkan klien pada tempat yang aman


b) Longgarkan pakaian klien sekitar kepala dan leher

c) Cegah lidah jangan sampai tergigit dan menutupi jalan nafas

d) Berikan kompres hangat pada dahi dan aksila

e) Kenakan pakaian tipis yang sudah menyerap keringat

f) Jangan berikan minum saat anak kejang

g) Segera miringkan anak setelah kejang berhenti

h) Orang tua jangan panik ketika menghadapi kejang demam


panas tinggi

G. MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Pengkajian

1) Identitas

24
Nama, alamat, umur, jenis kelamin, agama, kebangsaan, tanggal
MRS

2) Keluhan utama kejang


3) Riwayat penyakit sekarang
a) Betul ada kejang apa tidak
b) Disertai dengan kejang atau tidak, sejak kapan menderita
demam ?
c) Pola serangan, bersifat umum atau local.
d) Keadaan sebelum, saat-saat setelah kejang
- Sebelum  aura yang dapat menimbulkan kejang (ras lapar,
muntah, lelah, sakit perut, sakit kepala dan lain-lain)
- Selama  ditanya kejang dimulai kapan dan proses
penjalarannya
- Setelah  pasien tertidur, ada perasaan sadar, kesadaran
menurun

4) Riwayat penyakit dahulu


Frekwensi serangan :

a.Pasien pernah mengalami kejang sebelumnya apa tidak.

b.Umur terjadi kejang untuk pertama kalinya

c.Frekwensi kejang bertahap

kejang demam yang pertama terjadi dan didapatkan faktor


keturunan  kemungkinan berulangnya kejang demam akan
lebih besar.

d. pernah trauma atau tidak

5). Riwayat imunisasi : efek samping dari imunisasi DPT

25
6). Riwayat keluarga

a) Ada anggota keluarga yang menderita kejang ( 25% kejang


demam mempunyai faktor keturunan)
b) Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit
syaraf/lainnya
7). Riwayat kehamilan dan persalinan
a) Penyakit yang pernah diderita ibu selama hamil, trauma
perdarahan pervaginem, obat yang digunakan selama hamil
b) Apakah ada kelahiran sukar, spontan, tindakan (forcep/vokum)
perdarahan antepartom, aspiksia dan lain-lain.
8). Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
a) Kelainan motorik  hemiparese permonen bertelor antara 0,1 –
0,2 %
b) Nelson : apabila kejang berlangsung > 15 menit dan kejang >
1x/24 jam  penurunan IQ dan kecendrungan adanya gangguan
mental dan belajar
9). Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi
Anak akn mengalami penurunan nafsu makan karena demam,
sehingga makan Cuma sedikit atau tidak mau sama sekali

b) Pola aktifitas dan latihan


Aktifitas pasien aka terganggu karena harus terah baring

10). Pola tidur dan istirahat


Tidur dan istirahat pasien akan terganggu karena tubuh paien
panas dan kemungkinan besar terjadi kejang

11). Mekanisme koping akibat hospitalisasi

Anak akan menangis kuat, menjerit dan memanggil ibunya dan


menolak kehadiran orang lain termasuk perawat.

26
12) Pola eliminasi

BAB dan BAK pasien akan dibantu oleh ibu klien atau anggota
keluarga yang lain

13). Pola hubungan dan peran

Setelah pasien masuk rumah sakit dan harus tirah baring pasien tidakbisa
bermain dengan teman-temannya

14). Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Setelah masuk rumah sakit psien tidak mandi, hanya di seko 2x oleh
ibunya atau keluarganya

b.Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum : kesadaran, tensi, nadi, suhu, pernafasan


2) Kepala : ada tanda-tanda makro/mikro epoli atau tidak Disproporsi
bentuk kepala, Tanda-tanda tidak meningkat, Gangguan netrus
tronial, Gangguan gerak bola mata

3) pemeriksaan kulit/integomen mungkin didapatkan turgor kulit


menurun atau sionosis.
4) dada : ada retroksi atat dada, suara nafas tambahan pada kejang
demam, atau tidak
5) abdomen : ada peningkatan peristaltic usus pada kejang demam
yang diprovakosi oleh GE atau tidak.
6) Pemeriksaan kesadaran
Pada kejang demam sederhana tidak terjadi defisit neurologis,
sedangkan pada kejang demam komplek dapat terjadi defisit

27
neurologis sehingga pasien mungkin dalam kondisi shock atau
kesadaran sempulur.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Potensial kejang berulang sampai dengan hipertermi
b.Potensial Injuri/trauma sampai dengan perubahan kesadaran,
berkurangnya koordinasi otak, emosi yang labil.
c. Kurangnya pengetahuan sampai dengan keterbatasan informasi
d. Risiko kerusakan sel otak
e. Peningkatan suhu tubuh sampai dengan adanya proses ekstra kronium
f. Risiko keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan
dengan kejang
3. Intervensi Keperawatan
a. Potensial Kejang berulang sampai dengan hipertermia

Tujuan : Klien mengalami kejang selama perawatan

Kriteria Hasil : klien tidak kejang


 Suhu 36,5 – 37,5 oC
 Nadi 120 – 140x/menit
 RR 30 – 60 x /menit
 Kesadaran CM.
Rencana tindakan

 Lakukan pendekatan terapeutik pada klien dan keluarga.


 Observasi TTV
 Longgarkan pakaian, beri pakaian tipis yang dapat menyerap
keringat
 Beri kompres hangat
 Batasi aktifitas selama suhu tubuh menaik
 Kolaborasi dengan dokter dalam terapi obat-obatan anti
konvulsi, sedatin dan anti piretik.

Rasional :

28
 Agar klien dan keluarga percaya dan kooperatif dalam tindakan
medis maupun keperawatan
 Pemantauan teratur dapat menentukan tindakan
 Proses konduksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan
tidak menyerap keringat
 Perpindahan panas sel konduksi
 Aktifitas berlebih dapat meningkatkan panas dan metabolisme
tubuh.
 Merupakan peran interdepemdem perawat
b. Potensial Injury/trauma berhubungan dengan perubahan
kesadaran,berkurangnya koordinasi otot dan emosi yang labil

Tujuan : tidak didapatkan injury/trauma pada diri klien

Kriteria Hasil :

 Injury tidak ada

 Keadaan umum klien baik dan segar


 TV dalam batas normal
Intervensi :

 Jelaskan setiap prosedur tindakan pada klien dan


keluarga
(orang tua).
 Beri pengamanan disisi tempat tidur
 Pantau dan kaji secara cermat selama kejang
berlangsung.
 Catat tipe kejang dan frekwensi kejang.
 Observasi TTV secara teratur.
Rasional :

 Agar klien dan keluarga mengetahui tujuan tindakan.


 Agar keamanan klien terjamin.

29
 Selama kejang berlangsung keberadaan perawat sangat penting,
agar kecemasan keluarga berkurang dan mengetahui tindakan
selanjutnya.
 Dengan mengetahui tipe dan frekwensi kejang dapat menentukan
tindakan selanjutnya.
 Observasi yang teratur dan teliti dapat mengetahui
perkembangan klien.
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

Tujuan : klien dan ibu mengerti tentang penyakit klien dan cemas
berkurang.

Kriteria Hasil :

 Ibu dan keluarga ikut serta dalam program pengobatan.

 Adanya pemahaman akan proses penyakit dengan prognosis.

Intervensi :

 Kaji proses penyakit dan harapan masa depan.


 Kaji status mental.
 Memberikan informasi mengenai terapi obat – obatan, interaksi dan
efek samping dan pentingnya kekuatan pada program.
Rasional :

 Memberi pengetahuan dasar dimana kita membuat pilihan.


 Membantu mengontrol pemahaman lingkungan dan mengurangi
jumlah patogen yang ada.
 Menaikan pemahaman dan menaikan kerja dalam menyembuhkan
profilaksis dan mengurangi resiko kambuhnya komplikasi.
d. Resiko kerusakan sel otak.

Tujuan : tidak terjadi kerusakan sel otak

30
Kriteria Hasil :

 Pemenuhan O2 diotak

 Tidak terjadi kejang ulang.

 Tidak ada sesak nafas.


Intervensi :

 Baringkan pasien di tempat yang rata, kepala dimiringkan.


 Singkirkan benda – benda berbahaya di sekitar pasien, lepaskan
pakaian yang mengganggu pernafasan.
 Bila suhu tubuh tinggi berikan kompres air hangat secara
intensif.
 Kolaborasi dengan dokter.
Rasional :

 O2 diotak terpenuhi, air way bebas.


 Pasien terhindar dari cidera dan pernafasan teratur.
 Kompres air hangat mempercepat penurunan panas.
 Kolaborasi dalam pemberian obat seperti anti piretik, anti konvulsi.
e. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan adanya proses ekstrakronium.
Tujuan : Suhu tubuh kembali normal dalam waktu 24 jam pertama.

Kriteria Hasil :

 Permukaan kulit waktu disentuh terasa hangat.

 Pasien tidak menangis.

Intervensi :

 Pantau suhu tubuh pasien.


 Berikan kompres hangat.
 Anjurkan pasien untuk minum banyak.
 Kolaborasi dengan tim medis.
Rasional :

31
 Perubahan suhu yang mendadak dapat menimbulkan kejang
ulang.
 Dengan kompres hangat mempercepat penurunan suhu tubuh.
 Dengan adanya panas metabolisme tubuh meningkat.
 Untuk memberikan anti piretik.
f. Risiko keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan
dengan proses kejang.
Tujuan : pertumbuhan dan perkembangan optimal sesuai dengan usia
anak

Kriteria Hasil :

 pasien tidak shock/samnolen.

 GCS 456.
 Berat badan sesuai usia.
 Motorik halus, motorik kasar, sosialisasi anak sesuai usia.
Intervensi :

 Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang tumbuh kembang anak.


 Diskusikan pada keluarga cara-cara stimulasi tumbuh kembang anak
sesuai dengan kemampuannya berkomunikasi dengan anak.
Rasional :
 Sebagai indikasi ada atu tidaknya perbedaan pemahaman keluarga
dengan konsep yang ada.
4. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik dan terencana tentang
kesehatan pasien dengan berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan . Dalam
evaluasi tujuan tersebut terdapat tiga aaalternatif, yaitu :

- Tujuan tercapai : pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan


standar yang telah ditetapkan.

32
- Tujuan tercapai sebagian : pasien menunjukkan perubahan sebagian
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
- Tujuan tidak tercapai : pasien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali.

H. KONSEP TUMBUH KEMBANG


1. Pengertian Tumbuh Kembang
Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup 2 peristiwa yang
sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan yaitu
Pertumbuhan dan Perkembangan.
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam ukuran
baik besar, jumlah, atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu.
Perkembangan lebih menitikberatkan pada aspek perubahan bentuk atau
fungsi pematangan organ ataupun individu, termasuk pula perubahan
pada aspek sosial atau emosional akibat pengaruh lingkungan.
Dengan demikian proses pertumbuhan mempunyai dampak terhadap
aspek fisis sedangkan proses perkembangan berkaitan dengan fungsi
pematangan intelektual dan emosional organ atau individu

2. Jenis-Jenis Tumbuh Kembang

Secara garis besar tumbuh kembang dibedakan kedalam 3 jenis yaitu:

a. Tumbuh kembang fisis


Tumbuh kembang fisis meliputi perubahan dalam ukuaran besar
dan fungsi organisme atau individu. Perubahan fungsi ini bervariasi
dari fungsi tingkat molekular yang sederhana seperti aktivasi enzim
terhadap diferensiasi sel, sampai kepada psoses metabolisme yang
kompleks dan perubahan bentuk fisis pada masa pubertas dan remaja.

33
b. Tumbuh kembang intelektual
Tumbuh kembang intelektual berkaitan dengan kepandaian
berkomunikasi dan kemampuan menangani materi yang bersifat
abstrak dan simbolik, seperti berbicara, bermain, berhitung atau
membaca.
c. Tumbuh kembang emosional
Proses tumbuh kembang emosional bergantung kepada
kemampuan bayi untuk membentuk ikatan batin, kemampuan untuk
bercinta dan berkasih sayang, kemampuan untuk menangani
kegelisahan akibat suatu frustasi dan kemampuan untuk rangsangan
agersif.

3. Tahapan Tumbuh Kembang


Tahap tumbuh kembang anak secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Tahap tumbuh kembang usia 0-6 tahun, terdiri atas masa prenatal mulai
masa embrio (mulai konsepsi sampai 8 minggu) dan masa fetus (9
minggu sampai lahir), serta masa pascanatal mulai dari masa neonates
(0-28 hari), masa bayi (29 hari – 1 tahun), masa anak (1-2 tahun), masa
prasekolah (3-6 tahun).
2. Tahap tumbuh kembang usia 6 tahun keatas, terdiri atas masa sekolah
(6-12 tahun) dan masa remaja (12-18 tahun).

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang


Tingkat tercapainya potensi biologik seseorang merupakan hasil
interaksi sebagai faktor yang saling bekaitan, yang pada dasarnya dapat
diklasifikasikan dalam 3 kelompok yaitu:
a. Faktor Genetik

Faktor genetik ini merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir
proses tumbuh kembang. Potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat
berinteraksi dengan lingkungan secara positif sehingga diperoleh hasil yang
optimal. Adapun yang termasuk dalam faktor genetik diantaranya adalah

34
faktor bawaan yang normal atau patoloigik, jenis kelamin, suku bangsa
atau bangsa.

b. Faktor Lingkungan
Berbagai keadaan lingkungan yang berpengaruh terhadap tumbuh
kembang anak lazim digolongkan menjadi lingkungan biopsikosial, yang
diadalamnya tercakup komponen biologis (fisis), psikologis, ekonomi,
sosial, politik dan budaya.
c. Faktor Perilaku
Keadaan perilaku akan mempengaruhi pola tumbuh kembang anak.
Perilaku yang sudah tertanam pada masa anak akan terbawa dalam masa
kehidupan selanjutnya.
Belajar sebagai aspek utama aktualisasi, merupakan proses pendidikan
yang dapat mengubah dan membentuk perilaku anak. Dorongan kuat untuk
perubahan perilaku dapat diartikan positif atau negative, bergantung
kepada apakah sifat dorongan tersebut merupakan pengalaman yang baik,
menyenangkan, menggembirakan atau sebaliknya.
Perubahan perilaku dan bentuk perilaku yang terjadi akibat pengaruh
berbagai faktor lingkungan akan mempunyai dampak luas terhadap
sosialisasi dan disiplin anak.

5. Teori Tumbuh Kembang Menurut Pakar

Teori Tumbuh Kembang Sidmund Freud

Sidmund Freud terkenal sebagai pengganti teori alam bawah sadar dan
pakar psikoanalisis.
Tapi kita sering lupa bahwa Freud lah yang menekankan pentingnya
arti perkembangan psikososial pada anak. Freud menerangkan bahwa
berbagai problem yang dihadapi penderita dewasa ternyata disebabkan oleh
gangguan atau hambatan yang dialami perkembangan psikososialnya.
Dasar psikaonalisis yang dilakukannya adalah untuk menelusuri akar

35
gangguan jiwa yang dialami penderita jauh kemasa anak, bahkan kemasa
bayi.
Freud membagi perkembangan menjadi 5 tahap, yang secara berurut
dapat dilalui oleh setiap individu dalam perkembangan menuju
kedewasaan.
Adapun tahap perkembangan menurut Freud adalah;
a. Fase Oral
Disebut fase oral karena dalam fase ini anak mendapat kenikmatan dan
kepuasan berbagai pengalaman sekitar mulutnya. Fase oral mencakup
tahun pertama kehidupan ketika anak sangat tergantung dan tidak berdaya.
Ia perlu dilindungi agar mendapat rasa aman. Dasar perkembangan mental
sangat tergangtung dari hubungan ibu – anak pada fase ini. Bila terdapat
gangguan atau hambatan dalam hal ini maka akan terjadi fiksasi oral,
artinya pengalaman buruk, tentang masalah makan dan menyapih akan
menyebabkan anak terfiksasi pada fase ini, sehingga perilakunya diperoleh
pada fase oral.
Pada fase pertama belum terselesaikan dengan baik maka persoalan ini
akan terbawa ke fase kedua. Ketidak siapan ini meskipun belum berhasil
dituupi biasanya kelak akan muncul kembali berupa berbagai gangguan
tingkah laku.
b. Fase Anal
Fase kedua ini berlangsung pada umur 1-3 tahun. Pada fase ini anak
menunjukkan sifat ke-AKU-annya. Sikapnya sangat narsistik dan egoistic.
Ia pun mulai belajar kenal tubuhnya sendiri dan mendapatkan kepuasan
dari pengalaman. Suatu tugas penting dalam yang lain dalam fase ini
adalah perkembangan pembicaraan dan bahasa. Anak mula-mula hanya
mengeluarkan bahasa suara yang tidak ada artinya, hanya untuk merasakan
kenikmatan dari sekitar bibir dan mulutnya. Pada fase ini hubungan
interpersonal anak masih sangat terbatas. Ia melihat benda-benda hanya
untuk kebutuhan dan kesenangan dirinya. Pada umur ini seorang anak masi

36
bermain sendiri, ia belum bias berbagi atau main bersama dengan anak
lain. Sifatnya sangat egosentrik dan sadistik.
c. Fase Falik
Fase falik antara umur 3-12 tahun. Fase ini dibagi 2 yaitu fase oediopal
antara 3-6 tahun dan fase laten antara 6-12 tahun.
Fase oediopal denagn pengenalan akan bagian tubuhnya umur 3 tahun.
Disini anak mulai belajar menyesuaiakan diri dengan hukum masyarakat.
Perasaan seksual yang negative ini kemudia menyebabkania menjauhi
orang tua dengan jenisn kelamin yang sama. Disinilah proses identifikasi
seksual. Anak pada fase praoediopal biasanya senang bermain denagn anak
yang jenis kelaminnya berbeda, sedangkan anak pasca oediopal lebih suka
berkelompok dengan anak sejenis.
d. Fase Laten
Resolusi konflik oediopal ini menandai permulaan fase laten yang
terentang 7-12 tahun, untuk kemudian anak masuk ke permulaan masa
pubertas. Periode ini merupakan integrasi, yang bercirikan anak harus
berhadapan dengan berbagai tuntutan dan hubungan denagn dunia dewasa.
Anak belajar untuk menerapkan dan mengintegrasikan pengalaman baru
ini. Dalam fase berikutnya berbagai tekanan sosial akan dirasakan lebih
berat oleh karena terbaur dengan keadaan transisi yang sedang dialami si
anak.
e. Fase Genital
Dengan selesainya fase laten, maka sampailah anak pada fase terakhir
dalam perkembangannya. Dalam fase ini si anak menghadapi persoalan
yang kompleks. Kesulitan sering timbul pada fase ini disebabkan karena si
anak belum dapat menyelesaikan fase sebelumnya dengan tuntas.

Teori tumbuh Kembang Erik Erikson


Erikson melihat anak sebagai makhluk psisososial penuh energy. Ia
mengungkapakan bahwa perkembangan emosional berjalan sejajar dengan
pertumbuhan fisis, dan ada interaksi antara perkembangan fisis dan

37
psikologis. Ia melihat adanya suatu keteraturan yang sama antara
perkembangan psikologis dan pertumbuhan fisis.
Erikson membagi perkembangan manusi dari awal hingga akhir hayatnya
menjadi 8 fase dengan brbagai tugas yang harus diselesaikan pada setiap
fase. Lima fase pertama adalah saat anak tumbuh dan berkembang.

a. Masa Bayi
Kepercayaan dasar vs ketidak percayaan. Dalam masa ini terjadi
interaksi sosial yang erat antara ibu dan anak yang menimbulkan rasa aman
dalam diri si anak. Dari rasa aman tumbuh rasa kepercayaan dasar terhadap
dunia luar.
b. Masa Balita
Kemandirian vs ragu dan malu. Masa balita dari Erikson ini kira-kira
sejajar dengan fase anal. Pada masa ini anak sedang belajar untuk
menegakkan kemandiriannya namun ia belum dapat berfikir, oleh karena
itu masih perlu mebdapat bimbingan yang tegas. Psikopatologi yang
banyak ditemukan sebagai akibat kekurangan fase ini adalah sifat obsesif-
kompulsif dan yang lebih berat lagi adalah sifat atau keadaan paranoid.
c. Masa Bermain
Inisiatif vs bersalah. Masa ini berkisar antara umur 4-6 tahun. Anak
pada umur ini sangat aktif dan banyak bergerak. Ai mulai belajar
mengembangkan kemampuannya untuk bermasyarakat. Inisiatifnya mulai
berkembang pula dan bersama temannya mulai belajar merencanakan suatu
permainan dan melakukannya dengan gembira.
d. Masa Sekolah
Berkarya vs rasa rendah diri. Masa usia 6-12 tahun adalah masa anak
mulai memasuki sekolah yang lebih formal. Ia sekarang berusaha merebut
perhatian dan penghargaan atas karyanya. Ia belajar untuk menyelesaikan
tugas yang diberikan padanya, rasa tanggung jawab mulai timbul, dan ia
mulai senang untuk belajar bersama.
e. Masa Remaja

38
Identitas diri vs kebingungan akan peran diri. Pada sekitar umur 13
tahun masa kanak-kanak berakhir dan masa remaja dimulai. Pertumbuhan
fisis menjadi sangat pesat dan mencapai taraf dewasa. Peran orang tua
sebagai figure identifikasi lain. Nilai-nilai dianutnya mulai diaragukan lagi
satu per satu.

Teori Tumbuh Kembang Menurut Piaget


Piaget adalah pakar terkemuka dalam bidang teori perkembangan
kognitif. Seperti juga Freud, Piaget melihat bahwa perkembangan itu mulai
dari suatu orientasi yang egosentrik, kemudian makin meluas dan akhirnya
memasuki dunia sosial. Piaget membagi perkembangan menjadi empat
fase:
a. Fase Sensori-motor (0-2 tahun)
Seorang anak mempunyai sifat yang sangat egosentrik dan sangat
terpusat pada diri sendiri. Oleh karena itu kebutuhan pada fase ini bersifat
fisik, fungsi ini menyebabkan si anak cepat menguasainya dan dibekali
dengan keterampilan tersebut melangkah ke fase berikutnya.
b. Fase Pra-operasional (2-7 tahun)
Fase ini dibagi menjadi dua, yaitu fase para konseptual dan fase
intuitif. Fase pra konseptual (2-4 tahun). Disini anak mulai
mengembangkan kemampuan bahasa yang memungkinkan untuk
berkomunikasi dan bermasyarakat dengan dunia kecilnya. Fase intuitif (4-7
tahun) anak makin mampu bermasyarakat namun ia belum dapat berfikir
secara timbal balik. Ia banyak memperhatikan dan meniru perilaku orang
dewasa.
c. Fase Operasional Konkrit (7-11 tahun)
Pengalaman dan kemampuan yang diperoleh pada fase sebelumnya
menjadi mantap. Ia mulai belajar untuk menyesuaikan diri dengan teman-
temannya dan belajar menerima pendapat yang berbeda dari pendapatnya
sendiri.

39
d. Fase Operasional Formal (11-16 tahun)
Pada fase akhir ini kemampuan berfikir anak akan mencapai taraf
kemampuan berfikir orang dewasa. Tercapainya kemampuan ini
memungkinkan remaja untuk masuk ke dalam dunia pendidikan yang lebih
kompleks, yaitu dunia pendidikan tinggi.
Dari tiga teori berkembang tersebut diatas, yaitu teori Freud, Erikson, dan
Piaget, maka kita dapat melihat bagaimana para pakar tersebut mempelajari
perkembangan anak dari sudut yang berbeda namun semuanya sepeandapat
bahwa:

1) Perkembangan suatu proses yang diatur dan berurutan, yang dimulai


dari beberapa hal sederhana, dan terus berkembang menjadi semakin
kompleks.

2) Timbulnya gangguan jiwa disebabkan oleh adanya kegagalan disalah


satu fase untuk menyelesaikan suatu tugas perkembangan tertentu.
3) Adanya kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang dari pihak anak
sendiri.
Freud telah membangun suatu rangka dasar bagi teori perkembangan
pendekatan Freud bersifat egosentrik oleh karena ia mengutamakan untuk
mempelajari individu itu sendiri secara mendalam dan menelaah reaksinya
terhadap berbagai titik kritis dalam perkembangan yang dapat menjadi
problem dikemudian hari bila tidak dapat diselesaikan dengan baik.
Erikson beranjak dari Freud, namun kemudian kebih menekankan
pentingnya peran lingkungan. Ia memepelajari interaksi yang terjadi antara
anak dan lingkungannya. Ia memasuki dunia anak, dunia bermain dan
memakai permainan sebagai alat untuk lebih mengerti jiwa anak.
Penekanan Piaget pada proses kognitif merupakan titik baikyang penting
untuk bias memasuki dunia intelektual yang lebih tinggi. Sitem Piaget
dapat dipergunakan untuk meneliti mengenai perkembangan intelegensi

40
yang lebih tinggi pada manusia yang memebedakan manusia dari spesies
lain.

Berdasarkan Skala Yaumil-Mimi, perkembangan anak balita dapat diamati


sebagai berikut:

Usia 2-3 tahun

a. Belajar meloncat,memanjat,melompat dengan satu kaki

b. Membuat jembatan dengan tiga kotak

c. Mampu menyusun kalimat

d. Mempergunakan kata-kata “saya”, bertanya,mengerti kata kata yang


ditunjukkan kepadanya

e. Menggambar lingkaran.

f. Bermain bersama dengan anak lain dan menyadari adanya lingkungan


lain di luar lingkungannya

Stimulasi pada anak usia 24-36 Bulan

1. Kemampuan gerak kasar

a. Latihan menghadapi rintangan

b. Melompat jauh

c. Melempar dan menangkap

2. Kemampuan gerak halus

a. Membuat gambar tempelan

41
b. Memilih dan mengelompokkan benda-benda menurut jenisnya

c. Mencocokkan gambar dengan benda

d. Konsep jumlah

e. Bermain/menyusun balok balok

3. Kemampuan bicara dan bahasa

a. Menyebut nama anak dengan lengkap

b. Bercerita tentang diri anak

c. Menyebut nama berbagai jenis pakian

d. Menyatakan keadaan suatu benda

4. Kemampuan sosialisasi dan kemandirian

a. Melatih buang air besar dikamar mandi/WC

b. Berdandan

c. Berpakian

No Umur Ukuran Lingkar Kepala

1 6 Bulan 44 cm

42
2 1 Tahun 47 cm

3 2 Tahun 49 cm

4 dewasa 54 cm

Tabel 2.1 pertambahan lingkar kepala dari enam bulan sampai dewasa

(Ari Sulistyawati, 2013)

43

You might also like