Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
sepsis (sindrom septikemia) yang disebabkan oleh adanya infeksi pada saluran
tergantung pada respon host. Sepsis berkaitan dengan suatu respon imun yang
berlebihan yang dimiliki oleh tubuh terhadap suatu infeksi (Sugimoto et al., 2013;
Angka kematian kasus sepsis berat dan syok septik yang telah dilaporkan
yaitu 28-41% (Martin et al, 2000) dimana secara signifikan sumber infeksi berasal
dari saluran kemih dengan kasus sepsis berat 9% dan syok septik 31% (Levy et al,
2012). Sama halnya dengan sindrom sepsis lainnya, urosepsis berkembang dari
infeksi saluran kemih (ISK) yang memiliki mortalitas dan morbiditas yang tinggi.
Faktor risiko utama yang mendasari terjadinya urosepsis adalah obstruksi saluran
kemih seperti pada kasus batu, striktur uretra, atau kelainan kongenital. Intervensi
pada saluran kemih serta tindakan biopsi prostat juga dapat menyebabkan urosepsis.
Penelitian pada rumah sakit di Amerika setiap tahun lebih dari 700.000 pasien
urosepsis mencapai 20-49% bila disertai dengan syok. (Harrison et al, 2006).
Menurut Surviving Sepsis, kematian sepsis pada ICU sebesar 31,1%, dan kematian
1
2
sepsis yang terjadi di rumah sakit sebesar 39,8% (Martin et al, 2003). Pasien yang
lebih rentan mengalami urosepsis yaitu pasien usia lanjut, penderita diabetes, pasien
kuman koliform gram negatif seperti Eschericia coli (50%), Proteus spp (15%),
gram positif, tetapi frekuensinya lebih kecil yaitu sekitar 15%. Gejala klinik pada
Pada umumnya terapi yang digunakan untuk pengobatan urosepsis yaitu golongan
adalah eradikasi atau penghambatan dari pertumbuhan bakteri yang diduga sebagai
et al, 2011).
manusia. Pada sepsis, peningkatan kadar prokalsitonin dalam darah memiliki nilai
yang bermakna yang dapat digunakan sebagai biomarker sepsis (Soreng et al,
prokalsitonin lebih sensitif dan kadarnya yang paling cepat naik setelah terjadi
paparan infeksi. Pada penelitian yang telah dilakukan pada bayi prematur, umur dan
2
3
jenis kelamin tidak memiliki kaitan yang signifikan pada kenaikan kadar
Pemberian terapi antibiotik yang sesuai akan menurunkan kadar prokalsitonin pada
sepsis, tetapi pemberian antibiotik yang tidak sesuai akan menaikkan kadarnya
(Christ-Crain et al, 2008). Seseorang dikatakan sepsis jika dalam kultur darahnya
sebagian besar kultur darah, yaitu 30 sampai 50% yang dilakukan pada pasien
pemeriksaannya.
prokalsitonin pada pasien sepsis sesuai berat ringan stadium klinisnya (sepsis,
sepsis berat, syok sepsis), umur, jenis kelamin, maupun pengaruh pemberian
kadar prokalsitonin dengan hasil kultur pada pasien urosepsis di Rumah Sakit
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah bagaimana hubungan kadar prokalsitonin dengan hasil kultur pada pasien
3
4
Untuk mengetahui hubungan kadar prokalsitonin dengan hasil kultur pada pasien
2. Untuk mengetahui hasil kultur pada pasien urosepsis di Rumah Sakit Umum
1. Bagi klinisi, untuk memberikan data sehingga para klinisi dapat memberikan
Medan.
2. Bagi peneliti, untuk memberikan data bagi para peneliti selanjutnya untuk
4
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
pathogen atau toksinnya di dalam darah atau jaringan lain. Dalam buku tersebut,
dalam darah. Septikemia ini dapat disebut juga blood poisoning. Bakteremia adalah
sebagai sepsis (sindrom septikemia) yang disebabkan oleh adanya infeksi pada
saluran kemih dan respon sistermik terhadap infeksi (Wagenlehner et al., 2013).
5
6
pada respon host (Saraswati, 2012 dan Tongdagdu, 2016). Faktor resiko tersering
terjadinya urosepsis adalah obstruksi saluran kemih yang disebabkan oleh batu,
striktur uretra, kelainan kongenital, intervesi pada saluran kemih dan biopsi prostat
(Tandogdu, 2016).
6
7
dengan host factor yang melepaskan suatu respon terhadapnya (sitokin dan
tubuh, akan tetapi dalam hal sepsis ini, respon tubuh yang diberikan sangat
berlebihan, dengan efek yang negatif, yang dapat menimbulkan disfungsi organ dan
sepertinya yang memiliki peran penting dalam hal ini adalah variasi genetik
respon inflamasi tersebut muncul dengan adanya trauma, operasi, kulit yang
terbakar, iskemi, inflamasi aseptik ataupun penyebab yang lain yang distimulasi
oleh adanya bakteremia maupun penyebab infeksi yang lain. Jika ada replikasi
adalah adanya mikroorganisme itu sendiri maupun adanya produk yang mereka
(bakteri gram positif) atau toksin bakteri yang spesifik. Produk microbial ini
mempromosikan macam-macam efek dan reaksi yang berbeda pada system tubuh.
Dua perubahan penting yang dihasilkan adalah pelepasan sitokin dari sistem
7
8
Patogenesisnya disebabkan oleh adanya sitokin sebagai zat pro- dan anti- inflamasi
2011).
8
9
diwakili oleh tumor necrosis factor (TNF), interleukin (IL-1, IL6 dan IL-8). Sitokin
Sitokin anti-inflamasi yaitu IL-10, reseptor TNF dan IL-1 reseptor antagonis (IL-1
ra). Mereka menyediakan mekanisme umpan balik negatif untuk reaksi inflamasi
9
10
terganggu. Jika SIRS lebih dominan, mungkin akan terjadi sepsis/sepsis berat/syok
septik. Jika CARS lebih mendominasi, maka sistem kekebalan tubuh akan tertekan,
yang akan mengakibatkan pasien rentan terhadap infeksi yang mengancam jiwa.
Pada akhirnya, mungkin akan terjadi hipoperfungsi organ utama, hasil akhirnya
sepsis adalah inflamasi dan kelainan dari sistem koagulasi. Di sini yang dimaksud
Tissue factor (TF), terpapar pada permukaan sel endotel setelah distimulasi oleh
10
11
a. Mekanisme antikoagulasi
b. Mekanisme fibrinolitik
plasmin, yang mengenali lisis bekuan fibrin yang stabil menjadi fragmen
dan satu lagi inhibitor fibrinolisis, thrombin fibrinolisis inhibitor activatable (Tafi)
Pada sepsis, mekanisme antikoagulan dan profibrinolitik ini diatur untuk turun pada
inflamatori maupun kaskade koagulasi akan saling berinteraksi. Interaksi ini akan
reactive oxygen species (ROS), dan nitrite oxide (NO) juga berperan dalam
mekanisme sepsis. Aktivasi komplemen dan adanya sistem kontak distimulasi oleh
produk bakteri, seperti endotoksin. Faktor-faktor ini berperan dalam terjadinya syok
11
12
toksin bakteri, respon inang, maupun keduanya. Infeksi bakteri gram negative
dihasilkannya. Patofisiologi yang dihasilkan dari infeksi bakteri gram negatif ini
faktor Hageman, maupun terjadinya demam yang diinisiasi oleh TNF. Pada
akhirnya akan terjadi syok septik dimana akan dilepaskan molekul lain seperti
hipotensi.
maupun parasit (Soreng, 2011). Pada 80% dari seluruh kasus, infeksi bakteri adalah
metisilin menjadi penyebab utama infeksi yang berhubungan dengan rumah sakit.
meningkat. Pada literatur lain, infeksi nosokomial maupun infeksi yang terdapat
pada komunitas paling banyak disebabkan oleh gram negatif. Eschericia coli adalah
yang terbanyak. Terbanyak kedua dan ketiga berturut-turut adalah Klebsiella dan
12
13
Pada bakteri gram positif, komponen dinding sel bakteri yang merupakan
induktor sitokin adalah lipotheichoic acid (LTA) dan peptidoglikan (PG). LTA
merupakan polimer gliserol dan fosfat, berikatan dengan membran sel monosit pada
gugus asil di reseptor LTA (reseptor scavenger tipe 1). Mekanisme transduksi
sinyal intrasel LTA masih belum jelas. Peptidoglikan terdiri dari polimer ß1-4,
monosit dengan ikatan pada CD14. Mekanisme transduksi sinyal intrasel PG juga
2012).
keadaan normal antigen akan diproses oleh antigen presenting cells (APC) dan
secara langsung membentuk kompleks dengan MHC dan TCR sehingga terjadi
proliferasi sel T dan produksi sitokin yang berlebih (Appelmelk, 2000; Hack, 2000;
Pada bakteri gram negatif, dinding sel terdiri dari 3 lapisan yaitu membran
luar, periplasma dan membran dalam. Lipopolisakarida terdapat pada membran luar
dinding sel, yang terdiri dari 3 bagian: antigen O, core dan lipid A. Antigen O
adalah polimer yang tersusun dari 4-5 monosakarida, salah satu ujung dari rantainya
13
14
terpapar pada permukaaan bakteri, ujung lainnya berikatan dengan core. Core
Lipid A berikatan dengan membran luar dinding sel pada gugus asil yang bersifat
hidrofobik. Lipid A merupakan bagian LPS yang bersifat toksik, dimana gugus
fosfat pada posisi C1 dan C4 menentukan toksisitasnya. Struktur core pada LPS
berbeda pada setiap spesies bakteri. Core LPS pada E.coli berbeda dengan
Injeksi LPS pada hewan percobaan dan manusia menimbulkan tanda dan
gejala demam, hipotensi dan pelepasan mediator inflamasi. Monosit atau makrofag,
netrofil dan sel endotel berperan dalam respon terhadap infeksi dan mempunyai
disintesis oleh hepatosit berperan penting dalam metabolisme LPS. LBP terdapat
dalam 2 bentuk, bentuk terlarut dan dalam ikatan dengan reseptor LPS yaitu CD14
yang dapat dipengaruhi oleh virulensi bakteri, transmisi bakteri terhadap host,
kemampuan sistem imun host melawan bakteri. Trauma saluran kemih dengan
infeksi bakteri dihubungkan dengan tingginya resiko terjadi UTI dan sepsis. Laju
14
15
tindakan bedah perkutaneus pada batu ginjal mengakibatkan SIRS 23-27%, 1,4-7%
sepsis, dan penanganan striktur uretra melalui tindakan endoskopi ureterotomi (8%)
Sepsis berkaitan dengan suatu respon imun yang berlebihan yang dimiliki
oleh tubuh terhadap suatu infeksi (Saraswato, 2012). Pada tahun 2001, Angus et al.
membunuh sedikitnya 215.000 orang tiap tahunnya (Angus et al., 2001). Harrison
2012). Diperkirakan sekitar 30% pasien yang menderita sepsis berat dan syok sepsis
Insidensi sepsis di rumah sakit pada negara maju adalah 288 kasus per
100.000 jiwa/tahun, dan insidensi kasus sepsis berat yang ditangani di rumah sakit
adalah 148 kasus per 100.000 jiwa/tahun (Fleischmann et al., 2016). Pada penelitian
yang dilakukan oleh Tongdagdu et al. (2016), laju mortalitas pada seluruh kasus
15
16
apabila dapat dibuktikan bahwa bakteri dari kultur darah sama dengan yang
ditemukan pada kultur urin. Bakteri berasal dari traktus urinarius dicurigai apabila
disertai oleh gejala sistitis atau pielonefritis. Secara umum, dikatakan urosepsis
apabila terdapat komplikasi dari beberapa situasi, antara lain (1) tindakan
instrumentasi pada traktus genitourinaria, (2) abses renal, (3) pielonefritis akut, (4)
Infeksi akibat obstruksi saluran kemih atau pasien dengan gangguan kekebalan
imunitas, dan (5) bakteriuria akibat pemasangan kateter pada obstruksi dan pasien
spesifisitas 99,6% untuk mendeteksi sepsis berat dengan nilai cut off 8,16ng/ml.
laktat pada saat awal tanda tersebut sudah dijumpai (Zheng et al., 2015, Dellinger
et al., 2013).
16
17
2.1.6 Penatalaksanaan
Syok septik adalah penyebab kematian yang paling sering terjadi untuk
saluran urinaria), layanan life-support yang memadai dan terapi antibiotik yang
hemodinamika, pernafasan dan jalan nafas dan terapi tambahan yaitu penggunaan
steroid dan insulin. Drainase obstruksi saluran kemih dan eradikasi benda asing,
seperti kateter dan batu diharapkan membantu perbaikan kondisi umum penderita.
Terapi awal antimikroba menggunakan spektrum luas dan dirubah sesuai dengan
17
18
hasil kultur. Pemberian antibiotika sebaik diberikan dalam 1 jam setelah gejala
Pemilihan antibiotik untuk urosepsis dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Pasien tanpa komplikasi atau curiga terjadinya resisten obat multipel, pilihan
dengan beta lactamase inhibitor, atau karbapenem. Jika terjadi resistensi obat dan
(Tandogdu, 2016).
18
19
19
20
Tabel4 . Algoritma Tatalaksana Urosepsis (Renaldo, 2015)
2.2 Prokalsitonin
infeksi bakteri berat dan dapat diandalkan untuk mengindikasikan suatu komplikasi
20
21
dalam kasus sepsis ringan, sepsis berat, syok sepsis, maupun dalam suatu reaksi
inflamasi sistemik berat yang lain. Prokalsitonin lebih dapat diandalkan untuk
mengikuti perjalanan penyakit pasien dalam kondisi sepsis, sepsis berat, syok sepsis
maupun suatu reaksi inflamasi sistemik berat yang lain jika dibandingkan dengan
parameter lain, misalnya C-Reactive Protein (CRP), yang juga akan naik dalam
oleh bakteri dengan infeksi yang tidak diakibatkan oleh bakteri. PCT terutama
diinduksi dengan jumlah yang banyak saat terjadi infeksi bakterial, akan tetapi
konsentrasi PCT di dalam tubuh rendah pada inflamasi tipe lain, seperti infeksi
2012).
antibiotik yang terikat pada prokalsitonin, yaitu molekul rantai asam amino
katalsin. PCT dapat diinduksi oleh adanya stimulus endotoksin bakteri, sitokin
proinflamatori, dan kejadian pencetus kenaikan PCT seperti trauma dan syok
21
22
gen CALC-1 yang berlokasi pada kromosom 11, mRNA ditranslasikan menjadi
2002).
Gen Calc-I menghasilkan dua transkripsi yang berbeda oleh tissue- spesific
alternative splicing. Yang pertama, didapat dari exon 1-4 dari 6 exon yang
merupakan kode untuk prePCT, adalah sebuah rantai peptide yang terdiri dari 141
asam amino dimana memiliki sebuah rantai peptide yang terdiri dari 25 asam amino
sebuah fragmen N-terminal (57 AA), calcitonin (32 AA) dan katacalcin (21 AA).
glikosilasi oleh sel lain. Transkrip yang kedua di potong secara terpilih yang
Peptide (CGRP), dimana CGRP diekspresikan secara luas pada saraf diotak,
pembuluh darah dan saluran cerna. CGRP ini mempunyai peranan dalam
tiroid C cell bukanlah satu-satunya tempat asal PCT. PCT, mensekresikan semua
cell carcinoma pada paru manusia. PCT mRNA diekspresikan pada sel
dan lipopolisakarida mempunyai efek stimulasi. Sekitar 1/3 dari limfosit dan
monosit manusia yang tidak di stimulasi mengandung protein PCT yang dapat
22
23
bakteri, tetapi monosit dari pasien dengan septik shock memperlihatkan nilai basal
yang meningkat dan peningkatan kadar PCT yang di stimulasi oleh lipopolisakarida
Produksi plasma PCT dapat diinduksi dari manusia sehat dengan injeksi
pertama kali terdeteksi 2 jam sesudah injeksi endotoksin dan dalam waktu 6 hingga
8 jam kadar PCT akan meningkat dan mencapai plateu dalam waktu ± 12 jam.
Setelah 2-3 hari, kadar PCT akan kembali normal. Induksi yang spesifik dan cepat
oleh stimulus yang adekuat akan menimbulkan produksi yang tinggi dari PCT pada
pasien dengan infeksi bakteri berat atau sepsis. Keadaan ini memperlihatkan
patofisiologi PCT pada respon imun akut. Pada orang sehat PCT diubah dan tidak
ada sisa yang bebas ke aliran darah, karna itu kadar PCT tidak terdeteksi (< 0,1
ng/ml). Tetapi selama infeksi berat yang bermanifestasi sistemik, kadar PCT dapat
meningkat hingga melebihi 100 ng/ml. Berbeda dengan waktu paruh calcitonin
yang hanya 10 menit, PCT memiliki waktu paruh yang panjang yaitu 25-30 jam
(Murzalina, 2008).
23
24
PCT akan meningkat dalam suatu infeksi yang disebabkan oleh bakteri
(Meissner, 2002). Proteolisis spesifik gagal sehingga terjadi konsentrasi yang tinggi
dari protein prekursor, begitu juga fragmen PCT yang berakumulasi dalam plasma
(Murzalina, 2007). Asal mula sintesis PCT yang dirangsang oleh inflamasi belum
diketahui dengan jelas saat ini. Sel-sel neuroendokrin di paru atau usus saat ini
dianggap sumber utama PCT, karena pasien-pasien dengan tiroidektomi total tetap
adanya infeksi. Selain itu respon jaringan tubuh terhadap infeksi juga akan
menstimulasi sintesis tumor nekrosis factor (TNF) dan IL-6 yang nantinya akan
diperlukan oleh jaringan tubuh untuk mensintesis PCT (Gilbert, 2010). TNF
memiliki peran penting dalam terjadinya demam pada sepsis (Saraswati, 2012).
pada infeksi yang disebabkan oleh virus murni. Hal ini diperkirakan diakibatkan
oleh adanya stimulasi makrofag untuk mensintesis interferon alfa yang nantinya
akan mencegah sintesis TNF (Lee et al., 2008). Pada sepsis, PCT berfungsi
mengurangi hubungan stimulasi LPS terhadap produksi TNF pada kultur whole
Kadar PCT sangat stabil baik secara in vivo atau ex vivo walaupun pada
konsentrasi PCT secara signifikan. Konsentrasi PCT pada sampel arteri dan vena
juga tidak berbeda. Tidak ada perbedaan konsentrasi PCT dalam sampel serum dan
24
25
plasma dengan anti koagulan yang berbeda, perbedaan yang signifikan hanya pada
perbedaan < 8%. Selain itu, kehilangan konsentrasi PCT sehubungan dengan
0
penyimpanan pada suhu 25 C juga rendah. Walau setelah 24 jam penyimpanan
pada temperatur ruangan, hanya 12,4% (mean) dari konsentrasi sebenarnya yang
0
hilang dan sebanyak 6,3% (mean) yang hilang pada suhu 4 C. Penyimpanan pada
suhu ruangan lebih disarankan. Persentase kerusakan konsentrasi PCT pada suhu
0 0
25 C dan 4 C adalah sama untuk kadar yang tinggi (PCT > 8 ng/ml) dan kadar
tidak dipengaruhi oleh tipe kuman. Namun demikian, kadar PCT tertinggi dijumpai
pada pasien infeksi jamur, khususnya infeksi aspergillus. Pada infeksi jamur lokal
seperti kandidiasis mukosa mulut, kadar PCT berada dalam batas normal. Rata-rata
kadar PCT tidak dapat dibedakan secara signifikan pada pasien yang diinfeksi oleh
bakteri atau jamur yang berbeda. Kadar PCT menurun pada pasien yang berhasil
(membaik) diterapi dengan antibiotik atau anti jamur yang efektif (Hammer, 2002).
Anna Fernandez L dkk, tahun 2003, melakukan penelitian tentang PCT pada
pediatrik di Emergency Departments untuk diagnosis awal pada infant yang febril
dengan infeksi bakteri. Mereka mendapatkan bahwa PCT merupakan marker yang
paling baik untuk deteksi infeksi pada emergency department dan juga digunakan
untuk deteksi awal pada infeksi jika demam kurang dari 12 jam (Lopez, 2008).
25
26
Pada keadaan normal kadar PCT dalam darah <1 ng/ml, berdasarkan penelitian
yang lain, kadar normal prokalsitonin pada individu sehat yang tidak terinfeksi
adalah 0.033+0.003 ng/ml (Becker, 2004). Jika terjadi inflamasi oleh bakteri kadar
PCT selalu >2 ng/ml sedangkan pada infeksi virus kadar PCT <0,5 ng/ml (Bohuon,
2002).
berarti, jika yang terjadi hanya inflamasi sistemik. Nilai cut-off berdasarkan hal ini
dapat digunakan untuk membedakan antara sepsis, sepsis berat, syok sepsis,
maupun bukan sepsis. Kriteria ini dapat dilihat pada kriteria ACCP/SCCM
(Meissner, 2002).
26
27
Pada studi ProHOSP kadar PCT yang dapat digunakan sebagai indikator dalam
(PCT <0,1 ng/ml), infeksi bukan bakteri (PCT 0,1-0,25 ng/ml), infeksi bakteri (PCT
>0,25-0,5 ng/ml), dan infeksi yang benar-benar disebabkan oleh bakteri (PCT >0,5
ng/ml). Pada infeksi yang bukan disebabkan oleh bakteri, antibiotik tidak
disarankan diberikan. Kadar prokalsitonin akan diulang dalam waktu 6-24 jam
setelah pemeriksaan pertama sebagai follow up. Pada infeksi bakterial disarankan
(Soreng et al., 2011). Pemberian terapi antibiotik yang sesuai akan menurunkan
27
28
kadar prokalsitonin pada sepsis, tetapi pemberian antibiotik yang tidak sesuai akan
PCT akan meningkat pada trauma seiring dengan derajat keparahan luka.
Kadar PCT akan naik sebanyak 5 ng/ml selama 2 minggu pasca operasi sebagai
tanda adanya inflamasi yang akan mencapai puncaknya dalam 24 sampai 48 jam
pertama. Pada pasien dengan febrile neutropeni, nilai PCT pada bakteremia gram
negatif lebih tinggi dibandingkan dengan bakteremia gram positif (Carrol et al.,
2002).
Pada penelitian pada bayi prematur, umur dan jenis kelamin tidak memiliki
kaitan yang signifikan pada kenaikan kadar prokalsitonin pada sepsis (Saraswati,
maupun parasit (Meissner, 2002). Baku emas untuk menegakkan diagnosis sepsis
adalah kultur darah (Jose et al, 2008). Bakteri yang paling banyak didapatkan dalam
isolasi darah pasien sepsis adalah basilus enteric gram negatif, coccus pyogenik
septicemia biasanya disebabkan oleh bakteri gram negatif, begitu pula dengan
28
29
gram negatif bentuk batang. Bukan hanya gram negatif saja, bakteri gram positif
sampai 50% pasien sepsis dijumpai hasil yang negatif pada kultur darahnya
(Saraswati, 2012).
tetapi tidak semuanya dapat tumbuh. Bakteri adalah mikroba yang paling mudah
tumbuh. Kebanyakan bakteri dapat dibiakkan pada media artifisial dalam waktu 24
sampai 72 jam pada suhu 35-370C. Jamur dan virus memerlukan waktu yang lebih
lama, biasanya beberapa hari sampai beberapa minggu untuk tumbuh. Virus juga
membutuhkan media jaringan karena mereka tidak bisa tumbuh sendirian dalam
Spesimen diambil dari sumber infeksi. Jika mikroba pathogen tersebut labil,
dalam terjadinya hasil false-negatif. Hanya material yang steril saja yang dapat
spesimen tidak steril adalah kontaminan dari alat untuk mengambil spesimen
maupun kontaminasi dari flora normal kulit seperti Staphylococcus epidirmidis dan
29
30
permukaan media agar. System deteksi yang paling otomatis adalah system
keparahannya secara cepat. Kultur darah merupakan metode paling spesifik untuk
dapat dikonfirmasi setelah 24 jam. Dari hasil uji diagnostik, sensitifitas kultur darah
hanya 42,6% dan 70,2% pada prokalsitonin, dan akurasi diagnostik prokalsitonin
30
31
tinggi.
Gambar 9. Hubungan prokalsitonin dan hasil kultur darah yang positif (Sugimoto
et al, 2013)
Gambar 10. Hubungan prokalsitonin dengan hasil kultur darah yang positif
(Andriandy, 2012)
bacteremia adalah 98% dan spesifisitas 20%, prediksi nilai negatif 96% dan
prediksi nilai positif 29%. Penelitian oleh Nieuwkoop et al. (2010) menyatakan
bahwa kultur darah yang positif berhubungan dengan nilai prokalsitonin yang tinggi
jumlah bakteri pada pasien yang menderita infeksi saluran kemih, dan prokalsitonin
31
32
menyatakan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk memberikan hasil kultur positif
(time to positive blood culture / TTP) adalah 11,6 jam (rentang 1,3 sampai 31,4
jam) dan hasil akan positif jika dijumpai minimal 25-26 jumlah E. Coli didalam
darah. Dari hasil analisis menggunakan kurva ROC, prokalsitonin dapat secara
secara tidak langsung bahwa terdapat kontaminan bakteri didalam aliran darah,
seperti pada infeksi staphylococci dijumpai koagulase negatif, pada bakteri gram
dengan nilai prokalsitonin. TTP pada kultur darah bergantung pada jumlah produksi
mikoorganisme terbanyak dijumpai pada hasil kultur darah adalah gram negatif
16,67% dan jamur 8,3%. Bakteri gram negatif yang ditemukan adalah Klebsiella
2012). Namun, berdasarkan penelitian lain, Escherichia coli juga dikenal sebagai
32
33
bakteri uropatogen terbanyak, terutama pada anak laki-laki yang tidak disirkumsisi.
Escherichia coli juga menyebabkan terjadinya kolik renal dan batu ginjal pada
68,7% kasus, proteus (18,7%), dan Enterococcus (6,3%) dan Citrobacter (6,3%)
(Angulo, 2010).
al. (2017) dan Sugimoto et al. (2013) menyatakan terdapat hubungan yang
Penelitian yang dilakukan oleh Mori et al. (2012) juga menyatakan terdapat
(2015) menyatakan pada penelitiannya bahwa cut off point lebih dari 5
spesifisitas 100%, AUC=96,1%, dan p<0,001 (Aslam, 2015 dan Manhal et al.,
2014). Dari hasil tersebut, prokalsitonin menunjukkan hasil yang baik sebagai
penanda diagnostik urosepsis dan dan dapat digunakan sebagai guideline sepsis dan
praktek klinis di ICU (Tang et al., 2007; Uzzan et al., 2006; Kibe, 2011).
Prokalsitonin akan meningkat dengan cepat dalam waktu dua sampai enam jam dan
mencapai puncak dalam enam sampai 24 jam selama infeksi bakteri (Vijayan et al.,
2017). Prokalsitonin merupakan prediktor kuat penanda infeksi berat pada saluran
33
34
34
35
BAB 3
METODE PENELITIAN
sectional.
Penelitian ini dilakukan di Departemen Ilmu Bedah Divisi Urologi RSUP H. Adam
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap dengan diagnosis urosepsis
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap dengan diagnosis urosepsis
di RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.
Dimana besar sampel dihitung dengan rumus di bawah ini (Madiyono et al, 2011):
2
(𝑧𝛼 + 𝑧𝛽 )
𝑛= [ ] +3
0,5ln(1 + 𝑟⁄1 − 𝑟)
35
36
Keterangan:
n : Besar sampel
zβ : Derivat baku β, dihitung dari kesalahan tipe II. Pada penelitian ini,
2
(𝑧𝛼 + 𝑧𝛽 )
𝑛= [ ] +3
0,5ln(1 + 𝑟⁄1 − 𝑟)
2
(1,96 + 0,84)
𝑛= [ ] +3
0,5ln(1 + 0,5⁄1 − 0,5)
2,8 2
𝑛= [ ] +3
0,5ln(3)
𝑛 = 40,84
36
37
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien yang telah didiagnosis sepsis
dengan disertai infeksi pada traktus urinarius dimana hasil kultur urin positif.
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah data rekam medis pasien yang tidak
lengkap.
Pasien Uroepsis
Analisis hubungan
pengumpulan data sekunder dari rekam medis dengan diagnosis urosepsis di RSUP
H. Adam Malik Medan. Kedua, dilakukan editing untuk memeriksa ketepatan dan
kelengkapan data. Ketiga, melakukan coding, yakni data yang telah terkumpul
37
38
kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer.
komputer. Setelah itu dilakukan cleaning data dengan cara memeriksa semua data
memasukkan data. Terakhir, melakukan saving, yakni data kemudian disimpan dan
siap dianalisa. Semua data yang telah dikumpulkan, dicatat dan dikelompokkan
kalsitonin yang ditemukan dalam aliran darah yang dapat digunakan sebagai
biomarker sepsis.
- Hasil ukur :
38
39
≥ 0,5 ng / mL : Sepsis
≥ 2 ng / mL : Severe sepsis
≥ 10 ng / mL : Septic Shock
- Hasil ukur :
5. Frekuensi adalah sering berkemih (lebih dari 5-6 kali per hari dengan
39
40
Pengumpulan data
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Prokalsitonin
Analisis data
40