Professional Documents
Culture Documents
Kulit merupakan sawar fisiologik yang penting karena ia mampu menahan penembusan bahan gas,
cair maupun padat yang berasal dari lingkungan luar tubuh maupun dari komponen organisme.
Kulit relatif permeabel terhadap senyawa-senyawa kimia. Dalam keadaan tertentu kulit dapat
ditembus oleh senyawa obat atau bahan bernahaya yang dapat menimbulkan efek terapetik atau
efek toksik, baik yang bersifat setempat maupun sistemik.
Penilaian aktivitas farmakologik sediaan topikal menunjukkan pentingnya bahan pembawa dalam
proses pelepasan dan penyerapan zat aktif. Pemilihan bahan pembawa dapat meningkatkan aksi zat
aktif, baik lama aksi maupun intensitasnya.
Istilah ‘perkutan’ menunjukkan bahwa penembusan terjadi pada lapisan epidermis dan penyerapan
dapat terjadi pada lapisan epidermis yang berbeda.
Sediaan kosmetika digunakan pada hampir seluruh permukaan kulit dan aneksanya. Kemampuan
menembus sediaan kosmetik harus dibatasi sampai difusi kedalam lapisan tanduk (stratum
corneum), folikel rambut, dan kelenjar keringat. Pada sediaan tabir surya, zat aktif tertahan cukup
lama pada permukaan lapisan tanduk demikian pula beberapa zat aktif lainnya. Penyerapan sistemik
suatu sediaan kosmetik juga dapat memberikan efek yang tidak dikehendaki dan dapat mendorong
timbulnya toksisitas perkutan.
Pada pengobatan setempat sering diperlukan penembusan zat aktif ke dalam struktur kulit yang
lebih dalam, hal ini penting jika konsentrasi dalam jaringan yang terletak dibawah daerah
pemakaian harus cukup tinggi untuk mendapatkan efek yang dikehendaki. Sebaliknya penyerapan
oleh pembuluh darah harus sesedikit mungkin agar timbulnya efek sistemik dapat dihindari.
Zat aktif harus masuk ke peredaran darah dan selanjutnya dibawa ke jaringan yang kadang-kadang
terletak jauh dari tempat pemakaian dan pada konsentrasi tertentu dapat menimbulkan efek
farmakologik.
Pemahaman tentang anatomi dan fisiologi kulit serta faktor-faktor fisiko-kimia dan pato-fisiologik
yang mempengaruhi permeabilitas kulit sangat diperlukan oleh para ahli dermatologi, farmakologi-
toksikologi atau ahli kosmetologi, terutama oleh formulator yang akan memformula dan merancang
bentuk sediaan yang sesuai dengan tujuan pemakaian yang dikehendaki.
I. TINJAUAN ANATOMI FISIOLOGI
Kulit merupakan jaringan perlindungan yang lentur dan elastis, menutupi seluruh permukaan
tubuh dan merupakan 5% berat tubuh. Kulit sangat berperan pada pengaturan suhu tubuh dan
mendeteksi adanya rangsangan dari luar serta untuk mengeluarkan kotoran.
Kulit dibentuk dari tiga lapisan berbeda yang berurutan dari luar ke dalam :
1. Lapisan epidermis
2. Lapisan dermis tersusun dari pembuluh darah dan pembuluh getah bening, ujung-ujung
syaraf
Kulit mempunyai apeksa, kelenjar keringat dan kelenjar sabun (glandula sebaceous) yang
berasal dari lapisan hipodermis atau dermis dan bermuara pada permukaan dan membentuk
daerah yang tidak berkesinambungan pada epidermis (Gambar 1).
1.1.Epidermis
Epidermis merupakan lapisan epitel, tebal rata-rata 200µm, dengan sel-sel yang
berdiferensiasi bertahap dari bagian yang lebih dalam menuju ke permukaan dengan proses
keratinisasi. Epidermis dibedakan atas 2 bagian lapisan malfigi yang hidup, menempel
pada dermis, dan lapisan tanduk yang tersusun atas sekumpulan sel-sel mati yang
mengalami kretinisasi. (Gambar 2).
Kontak antara sel epidermis berkelok-kelok. Besar ruang antar sel beragam,
diselubungi oleh semen yang terdiri atas glukosaminoglikan, tetapi dapat
melewatkan senyawa-senyawa nutritif mulai dari dermis melintasi epidermis yang
tidak berpembuluh darah. Ikatan antar sel terutama ditentukan oleh desmosoma yang
tampak sebagai membran rangkap dan tebal serta saling berhadapan.
Pada akhir diferensiasi sel mukus malfigi yang berlendir, lemabran Odland bergeser
menuju perifer dan mengosongkan isinya melalui eksositosis dalam ruang seluler
yang berisi lembaran lipida, yang sejajar dengan membran. Pada tahap ini terbentuk
sawar difusi terhadap air dan senyawa-senyawa yang larut dalam air.
1.1.2. Lapisan Tanduk (Stratum corneum)
Pada tahap akhir perubahan, sel-sel akan mati dan berubah menjadi sel tanduk.
Enzim lisosom terlepas, terurai menjadi bagian-bagian sel kecuali tonofibril dan
keratohialin. Sebagian dari lipida, zat hasil hidrolisa dan metabolit yang larut dalam
air tetap berada dalam sel. Protein globuler dari granul keratohialin dibebaskan,
menyusun diri di sekitar serabut keratin α, menghasilkan gabungan tonofibril dan
membentuk beberapa ikatan belerang dan kemudian saling bergabung dengan
sejumlah ikatan belerang dan kemudian saling bergabung dengan sejumlah ikatan
sejenis. Selanjutnya secara keseluruhan membentuk anyaman protein yang tidak
larut, sangat liat dan kompak. Dalam waktu yang sama terjadi penebalan membran
oleh timbunan kompleks glusido-lipido-protein pada permukaan bagian dalam.
Dari analisis kimia terbukti bahwa membran yang merupakan 5% dari sel tanduk
(stratum corneum) merupakan elemen pelindung yang paling efisien. Membran
tersebut tahan terhadap bahan reduktor keratolitik, sebagian besar protease, senyawa-
senyawa alkali dan senyawa-senyawa asam. Ketahanan ini tidak hanya disebabkan
oleh adanya jembatan disulfida, tetapi juga oleh ikatan kovalen antar molekul yang
belum banyak diketahui. Serat keratin α yang menyusun 50% lapisan tanduk, dan
bersifat inert. Serat keratin tersebut dilindungi oleh senyawa amorf berdaya tahan
tinggi dan sangat kaya akan ikatan disulfida, senyawa tersebut hanya dapat dirusak
oleh bahan reduktor, basa dan asam pekat.
Senyawa yang larut dalam air (urea, asam organik, asam amino) yang terdapat pada
bagian dalam sel tanduk mempunyai sifat higroskopis sedemikian rupa, sehingga sel
tersebut mampu menahan air yang berasal dari keringat atau lingkungan luar.
Pembahasan terjadi perlahan secara osmose melalui lipida intraseluler. Air mutlak
diperlukan untuk menjaga sifat mekanik lapisan tanduk. Pada keadaan normal,
mengandung air 10-20%.
Lipida yang terdapat di lapisan tanduk (stratum corneum) merupakan 7-9% dari
berat jaringan keseluruhan dan terutama terdiri atas asam lemak bebas atau esternya,
fosfolipida, skualen dan kolesterol. Berbagai kandungan tersebut dapat teremulsikan
dengan air.
Sel-sel tanduk berbentuk poliedrik dan lempeng (gambar 3), ukuran rata-rata adalah
25µ-0,5µ, bertumpuk satu di atas lainnya dan saling menutup. Jumlah lapisan sel
pada lapisan tanduk (stratum corneum) tidak sama, rata-rata 20-30 sel. Pada
sebagian besar bagian tubuh manusia. Sel-sel yang lebih dalam keadaannya lebih
dalam keadaannya lebih kompak dan terikat dengan kuat satu dengan lainnya
(stratum corneum conjunctum); pada permukaan ia terlepas dan luruh (stratum
corneum disjunction).
1.2. Dermis dan hipodermis
Dermis merupakan jaringan penyangga berserat dengan ketebalan rata-rata 3-5 nm,
peranan utamanya adalah sebagai pemberi nutrisi pada epidermis. Berdasarkan tinjuan
kualitatif dan susunan ruang tersebut kolagen dan elastin, dermis terdiri atas dua lapisan
anatomik yaitu lapisan papiler jaringan kendor yang terletak tepat dibawah epidermis, dan
lapisan retikuler pada bagian dalam yang merupakan jaringan penyangga yang padat.
Anyaman pembuluh darah dan pembuluh getah bening terletak pada daerah papiler dengan
kedalaman 100-200µm. Hipodermis dan jaringan penyangga kendor, mengandung
sejumlah kelenjar lemak dan juga mengandung glomerulus kelenjar keringat.
1.3. Aneksa Kulit
Aneksa kulit terdiri atas sistem pilosebasea dan kelenjar sudipori. Setiap bulu membentuk
saluran epidermis yang masuk ke dalam, tertanam oleh akar pada sebuah papila dari
jaringan penyangga dermik yang mempunyai banyak pembuluh darah. Selubung epitel
bagian dalam mengelilingi rambut mulai dari akarnya sampai di tempat yang berhubungan
dengan kelenjar sebasea.
Kelenjar sebasea pada umumnya menempel pada folikel rambut, kecuali pada beberapa
daerah yang berbulu jarang dan terletak pada jarak sekitar 500µm dari permukaan kulit.
Pengecualian tersebut adalah kelenjar eksokrin, holokrin dan getah sebum. Bagian yang
mengeluarkan getah dibentuk dari suatu memoran basal yang ditutup oleh lapisan.
Germinatif yang berkembang ke arah pusat kelenjar disertai perubahan lipida dan
peniadaan intinya. Serpihan dari isi sel yang mati selanjutnya dikeluarkan lewat sebuah
kanal pembuangan yang sangat pendek.
e2
T1 =
6D
T1 = Waktu laten; e = tetapan membran; D = Tetapan difusi molekul dalam struktur kulit
Bila kesetimbangan dicapai, jumlah senyawa yang meningkatkan membran permukaan
dermik adalah sama dengan senyawa yang menembus lapisan epidermis, dalam hal ini
difusi mengikuti hukum Fick :
dQ
= Kp .S .( C1 −C 2) (persamaan 2)
dt
dQ Km .D.S (C1 −C 2)
= (persamaan 3)
dt e
Km .D
Kp = (persamaan 4)
e
Tahanan disetiap jaringan yang berhadapan pada difusi akan meningkat dan dapat
dikaitkan dengan tetapan permeabilitas kulit keseluruhan melalui persamaan 5 :
1
= Rp = ∑Ri
Kp
Pada sebagian besar sediaan, tahanan difusi yang melintasi lapisan tanduk sangat tinggi
dan merupakan faktor penentu pada penyerapan perkutan. Sebaliknya tahanan epidermis
malfigi dan dermis dapat diabaikan. Dengan demikian terlihat bahwa difusi air 1000 kali
lebih cepat melintasi lapisan tanduk daripada lapisan epidermis dan lapisan dermis yang
hidup.
Pada molekul yang sangat lipofil, misalnya oktanol, dekanol atau perhidroskualen,
tahanan difusi terhadap lapisan yang hidup juga bermakna dan berlawanan dengan
penyerapan, hal yang sama juga terjadi seandainya lapisan tanduk ditiadakan. Walau ada
beberapa pengecualian, pada umumnya tetapan permeabilitas kulit keseluruhan Ip dapat
disamakan dengan tetapan permeabilitas stratum corneum Kc.
1 ec ee ed
= + +
Kp Km c .DC Km e .De Km d DD
Telah dibuktikan bahwa penerapan hukum Fick pada studi permeabilitas kulit hanya
dapat dilaksanakan pada beberapa keadaan sebagai berikut :
• Konsentrasi senyawa (C1) yang dioleskan pada kulit kecil dan tetap selama
percobaan
k’ = tetapan Boltzman
T = suhu mutlak
r = jari-jari molekul yang berdifusi
η = kekentalan lingkungan
Senyawa dengan BM rendah, akan berdifusi lebih cepat daripada senyawa dengan
BM tinggi, paling tidak karena membentuk ikatan dengan konstituen membran. Pada
keadaan tersebut, jumlah yang diserap berbanding terbalik dengan BM. Marzulli
membuktikan bahwa alkoilfosfat, trimetilfosfat dengan BM 140 diserap 3x lebih
banyak dibandingkan dengan BM 224. Hubungan yang terbalik dibuktikan pula oleh
Scheuplein pada alkohol alifatik, tetapan difusi pentanol ternyata lebih tinggi dari
etanol. Dalam hal tersebut peningkatan koefisien partisi terhadap lipida yang
meningkat seiring dengan peningkatan BM dapat meningkatkan penyerapan zat,
aktif, dan sebaliknya dengan penurunan tetapan difusi.
Pada seri homogen steroida, tetapan difusi berkurang bila polaritas molekul
meningkat (misal pada oesterond an oestradol) ; Gugusan polar mendorong
pembentukan ikatan berenergi cukup besar (ikatan kovalen, elktrostatik, ionik, van
der Waals) antara molekul dan komponen membran.
Pada keadaan tertentu, misalnya molekul asam stearat, pembentukan ikatan bersifat
irreversibel dan secara total proses penyerapan dihambat, senyawa bergerak ke
permukaan kulit hingga terjadi deskuamasi (pengelupasan) kulit. Dalam hal lain,
ikatan bersifat reversibel, dan molekul secara perlahan dibebaskan, menuju ke
lapisan yang lapisan dalam, misalnya pada deodesil sulfat, steroida anti peradangan
dan organofosfat tertentu.
Pada seri homogen steroida, tetapan difusi berkurang bila polaritas molekul
meningkat (misal pada oesteron dan oestradiol); Gugusan polar mendorong
pembentukan ikatan berenergi cukup besar (ikatan kovalen, elektrostatik, ionik,
hidrogen, van der Waals) antara molekul dan komponen membran.
Pada keadaan tertentu, misalnya molekul asam stearat, pembentukan ikatan
irreversibel dan secara total proses penyerapan dihambat, senyawa bergerak
kepermukaan kulit hingga terjadi deskuamasi (pengelupasan) kulit. Dalam hal lain,
ikatan bersifat reversibel, dan molekul secara perlahan dibebaskan, menuju ke
lapisan yang lebih dalam, misalnya pada deodesil sulfat, steroida anti peradangan
dan organofosfat tertentu.
3.1.2. Konsentrasi Zat Aktif
Menurut Scheuleepin dan Blank, hukum Fick hampir selalu dapat diterapkan untuk
menjelaskan keadaan penyerapan gas perkutan, ion atau molekul non elektrolit.
Beberapa pengecualian hukum ini dapat dijumpai bila senyawa yang diserap dapat
mengubah struktur kulit, misalnya menyebabkan pengendapan protein kulit.
Jumlah yang diserap setiap satuan luas permukaan dan satuan waktu adalah
sebanding dengan konsentrasi senyawa dalam media pembawa. Hal ini dibuktikan
pada larutan encer butanol dalam air yang melintasi epidermis kulit manusia terpisah
dan pada sejumlah obat seperti misalnya steroida : flukloronida, betametason,
kortison, hidrokortison dan androstenedion atau bahkan kafeina, asam salisilat dan
asam benzoat.
Bila zat aktif dengan konsentrasi tinggi dioleskan pada permukaan kulit, hukum Fick
tidak dapat lagi diterapkan karena adanya perubahan struktur membran sebagai
akibat konsentrasi molekul yang tinggi, mungkin terjadi perubahan koefisien partisi
antara pembawa dan sawar kulit.
Untuk larutan encer butanol dalam air, jumlah diserap meningkat linier sebagai
fungsi dari konsentrasi, sampai pada jumlah tertentu di mana konsentrasi yang
diserap lebih bermakna dibandingkan yang dinyatakan hukum difusi. Scheuplein dan
Blank berpendapat bahwa penyerapan butanol ke dalam lapisan tanduk akan
menyebabkan pembengkakan sel tanduk, mengurangi tahanan difusi dan selanjutnya
mempengaruhi proses penyerapan. Untuk membuktikan hipotesa tersebut, penulis
menunjukkan gambar 7b bahwa tetapan permeabilitas asam butirat dapat meningkat
atau berkurang secara reversibel bila ia digunakan dengan atau tanpa oktanol.
Cs dan Ce adalah konsentrasi molekul dalam pelarut organik dan dalam air.
Hanya ada satu pengukuran obyektif tentang penyerapan senyawa yang diserap pada
lapisan tanduk dan pembawa yaitu penetapan koefisien partisi antara bagian stratum
corneum dan pembawa. Prosedur ini pertama kali diungkapkan oleh Scheuplein pada
penelitian tentang penyerapan alkohol alifatik. Peneliti tersebut membuktikan bahwa
tetapan permeabilitas berbagai larutan alkohol dalam media berair dan koefisien
partisi antara lapisan tanduk dan lapisan air berbading lurus; hal yang sama terjadi
pada larutan steroid dalam air.
Koefisien partisi antara stratum corneum pembawa ditentukan dengan keseimbangan
pembagian molekul, keadaan ini hanya tercapai setelah kontak yang lama antara
lapisan tanduk dengan pembawa. Lapisan tanduk yang terendam air, jauh lebih
lembab dibandingkan normal; sebaliknya pada pelarut glikol yang sukar dibasahi
maka perubahan struktur kadang-kadang hanya menyebabkan sedikit perubahan
permeabilitas. Hal ini dapat dijelaskan dari penafsiran yang teliti suatu percobaan
dengan menggunakan pembawa yang dapat menimbulkan kerusakan membran
akibat melarutnya beberapa komponen penyusun membran.
Koefisien partisi yang tinggi mencerminkan afinitas senyawa yang diteliti terhadap
pembawanya; koefisien partisi yang mendekati satu menunjukkan bahwa molekul
bergerak dalam jumlah yang sama menuju lapisan tanduk dan pembawa. Dengan
demikian senyawa yang mempunyai afinitas sangat tinggi terhadap pembawanya
tidak dapat berdifusi dalam lapisan tanduk.
Kelarutan senyawa dalam pembawanya berpengaruh terhadap koefisien partisi
seperti yang telah dibuktikan oleh Pulsen pada flusiolon asetonida dalam campuran
pelarut air-propilen glikol. Koefisien partisi yang paling sesuai dengan lapisan
tanduk dibuktikan pada percobaan dengan isopropil miristat dan ternyata propilen
diperlukan untuk melarutkan hormon dalam pembawa.
Nilai koefisien partisi tidak hanya berkaitan dengan kelarutan relatif senyawa yang
menembus lapisan tanduk, tetapi juga mencerminkan pengikatan yang reversibel
antara senyawa-membran. Asam linoleat yang diserap dengan kuat oleh keratin dan
afinitasnya pada lapisan tanduk lebih besar namun penyerapan perkutan senyawa
tersebut sangat sedikit. Kemunkinan difusi melintasi kulit tidak sepenuhnya
ditentukan oleh koefisien partisi yang besar. Bila sifat lipofil sangat besar maka
senyawa tertumpuk dalam lapisan senyawa berair. Gejala tersebut telah dibuktikan
oleh Wepierre pada senyawa perhidroskualen dan oleh Marty untuk paration dan
malation. Peneliti tersebut menyatakan bahwa koefisien partisi epidermis hidup dan
lapisan tanduk berperan sebagai faktor yang memperngaruhi penyerapan meskipun
molekul tidak larut sedikit pun dalam air.
3.2. PEMILIHAN PEMBAWA
Sejak penelitian yang dilakukan oleh Fleischer pada tahun 1877, sejumlah peneliti lain
memulai penelitian tentang permeabilitas kulit, pengaruh pembawa dan hasilnya telah
dipublikasikan dalam berbagai buku ternama. Di antara peneliti tersebut adalah adalah
Scheuplein dan Blank, Valette dan Wepierre, Wahlberg, Katz, Poulsen dan Idson,
Wepierre, Wepierre dan Marty. Berbagai penelitian telah dilakukan baik pada kulit
hewan maupun pada kulit manusia, baik secara in vitro maupun in vivo, dengan teknik
dan zat aktif yang beragam. Dimaksudkan mencari semua hubungan yang berkaitan
dengan pembawa dan penyerapan.
Pada umumnya penelitian ditujukan untuk merancang suatu bentuk sediaan yang sesuai
untuk diberikan lewat kulit. Tujuan pertama menyangkut hal-hal yang berhubungan
dengan bahan pembawa yang dapat mengubah struktur sawar kulit dan meningkatkan
penyerapan senyawa yang terkait, tujuan kedua berkaitan dengan pemilihan bahan
pembawa sedemikian sehingga bahan aktif dapat berdifusi dengan mudah ke dalam
strktur kulit.
Dalam hal ini bila pembawa dapat meningkatkan penyerapan perkutan, maka efek
tersebut tidak ditentukan oleh kemampuannya menembus, karena selain air, sebagian
pembawa inert yang digunakan tidak diserap. Hal tersebut telah dibuktikan pada
perhidroskualen, vaselin, spermaseti, dan trigliserida. Bahan pembawa dapat
mempengaruhi keadaan dengan mudah permeabilitas kulit dalam batas fisiologik dan
bersifat reversibel, terutama dengan mengubah permeabilitas kulit dalam batas fisiologik
dan bersifat reversibel, terutama dengan meningkatkan kelembaban kulit atau
meningkatkan afinitas molekul pada struktur kulit, atau yang disebut juga dengan
koefisien partisi Km.
Agar koefisien partisi lebih berfihak pada lapisan tanduk, sebaiknya zat aktif lebih tidak
larut dalam pembawa dibandingkan dalam lapisan tanduk, jadi pembawa mempunyai
afinitas kecil terhadap senyawa yang didukungnya.
3.2.1. Kelarutan dan termodinamika
Blank meneliti pengaruh kelarutan alkohol alifatik dalam pembawanya terhadap
ketersediaanhayati perkutan. Etanol yang larut dalam air, mempunyai tetapan
permeabilitas yang lebih tinggi bila ia dicampur dengan pembawa berminyak, dan
mempunyai afinitas yang lebih rendah dibandingkan bila berada dalam pembawa
berair. Sebaliknya tetapan permeabilitas pentanol yang larut dalam lemak, akan lebih
berarti bila alkohol tersebut digunakan dalam larutan berair dalam larutan
berminyak.
Di sisi lain, afinitas suatu molekul terhadap pembawanya akan lebih kecil bila
kensentrasinya menjadi lebih tinggi. Demikian, Poulsen telah membuktikan bahwa
jumlah steroid yang dilepaskan akan maksimal bila jumlah propilen glikol yang
digunakan untuk melarutkan steroid berjumlah minimal. Penelitian tersebut
dilakukan dengan menentukan pelepasan ke dalam campuran propilen glikol-air dan
dipekatkan dengan Carbopol-934 atau isopropanolamin. Sebaliknya, pelepasan yang
lebih sedikit diperoleh pada propilen glikol konsentrasi tinggi.
Aktivitas termodinaika suatu zat aktif dalam pembawa dinyatakan dengan persamaan
av = γv.Cv
av = Aktivitas termodinamika senyawa dalam pembawa
γv = Koefisien aktivitas senyawa dalam pembawa
Cv = Konsentrasi senyawa dalam pembawa
Pada sebagian besar zat aktif, intensitas penyerapannya dibatasi oleh permeabilitas
kulit; jadi diharapkan senyawa yang dioleskan pada kulit mempunyai aktivitas
termodinamika yang besar agar jumlah yang diserap dapat maksimal.
Higuchi menetapkan bahwa difusi molekul terjadi karena adanya perbadaan
potensial termodinamika yang terdapat antara pembawa dengan struktur lipida
tanduk dan aliran yang terjadi selalu berasal dari daerah dengan potensial
termodinamika tinggi menuju daerah dengan potensial yang lebih rendah. Koefisien
partisi zat aktif antara pembawa dengan lapisan tanduk juga dapat dinyatakan
sebagai fungsi koefisien aktivitas termodinamika.
γv
Km =
γs
dQ aV .D.S
=
dt γ s .e
Jumlah senyawa yang diserap lewat jalur perkutan sangat sedikit dan pada umumnya sulit
dilacak, bahkan kadang tidak mungkin, hal itu karena sensitivitas metoda penentuan kadar
fisikokimianya sering tidak memadai. Pemakaian molekul bertanda menyelesaikan masalah
yang murni analitik yaitu dengan sensitivitas tinggi dan spesifisitas mutlak terhadap berbagai
teknik yang digunakan. Jika senyawa yang ditelit merupakan senyawa yang normal terdapat di
dalam tubuh misalnya vitamin dan hormon tidak mungkin ditentukan secara langsung dan
tentunya memerlukan penggunaan runutan radioaktif. Dalam hal-hal tertentu senyawa yang
tidak berubah dapat ditentukan kadarnya secara radioimunologik yang harus selalu
dilaksanakan dengan sangat hati-hati untuk mencegah terjadinya reaksi samping, dan hanya
dapat diterapkan untuk molekul-molekul tertentu yang peka terhadap pembentukan antibodi
spesifik. Kromatografi gas dan imunoenzimologi juga dapat diterapkan untuk memecahkan
masalah analisis.
4.1. STUDI DIFUSI IN VITRO
Bertolah dari penilaian biofarmasetik obat-obatan yang diberikan melalui kulit, maka
sesudah dilakukan uji kekentalan bentuk sediaan, ketercampuran, pengawetan maka
selanjutnya dilakukan uji pelepasan zat aktif in vitro, agar dapat ditentukan pembawa yang
paling sesuai untuk dapat melepaskan zat aktif di tempat pengolesan. Telah diajukan
sejumlah metoda, di antaranya yang patut dicatat :
- difusi sederhana dalam air atau difusi dalam gel
- dialisis melalui membran kolodion atau selofan
4.2. STUDI PENYERAPAN
Penyerapan perkutan dapat diteliti dari dua aspek utama yaitu penyerapan sistemik dan
lokalisasi senyawa dalam struktur kulit, dengan cara in vitro dan in vivo dapat dipastikan
lintasan penembusan dan tetapan permeabilitas, serta membandingkan efektifitas berbagai
bahan pembawa.
Sejumlah metoda penelitian telah dipublikasikan dalam berbagai pustaka. Untuk
memperjelas hal tersebut, maka prinsip metoda penyerapan perkutan dirangkum dalam tabel
II. III dan IV yang mencantumkan pemakaian, kemampuan serta keterbatasan setiap metode.
V. KESIMPULAN
Sawar kulit terutama dibentuk oleh lapisan tanduk, yang merupakan struktur kulit yang mati,
serta mampu menghambat penembusan senyawa kimia. Walaupun demikian kulit bersifat
permeabel dan dapat melewatkan senyawa-senyawa yang penyerapan terjadi secara difusi
pasif. Molekul yang diserap baik adalah molekul yang larut dalam lemak dan sedikit larut
dalam air.
Pada molekul yang dapat diserap derajat penembusan dapat diubah dengan menggunakan
bahan pembawa yang sesuai, dengan komposisi yang dapat mendorong pelepasan zat aktif
sedemikian agar dapat mencapai jaringan tempat ia menunjukkan aksi terapetiknya.
SEDIAAN REKTAL DAN TOPIKAL
KELOMPOK 12
LAXMI JUNITA 2443005095
ESTER FRANCES X. 2443005124
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA
SURABAYA
2009