You are on page 1of 29

CURRICULUM VITAE

 Nama : Amiroh Kurniati


 Tempat/tanggal lahir : Pontianak, 17 Mei 1973
 Alamat : Jl. Wijayakusuma 2 No. 7 Kauman Surakarta
 Kontak Hp/email : 085640073457 / amirohkurniati@yahoo.com
 Riwayat pendidikan :
1997 Lulus Dokter FK UNDIP Semarang
2014 Lulus PPDS 1 Patologi Klinik FK UNS Surakarta dan S2 PPS IKK UNS
2018 PPDS 2 Konsultan Imunologi FK UNDIP
 Organisasi :
2003 – sekarang Anggota IDI Cab. Kabupaten Semarang
2014 – sekarang Pengurus PDSPATKLIN Cabang Surakarta
2016 – sekarang Pengurus HKKI Cabang Surakarta
 Pekerjaan :
Staf Fungsional UPTD Labkesda Kabupaten Semarang
Staf DLB PPDS Patologi Klinik FK UNS - RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Staf Dosen Tidak Tetap Prodi D4 Analis Kesehatan FIK USB Surakarta
TORCH TEST
FOR INCEMINATION SCREENING

Amiroh Kurniati

Semarang, Disampaikan pada Workshop Infertility and Sperm Analysis


26 April 2018 CPD on CPLM JOGLOSEMAR X
PENDAHULUAN

• Ketidakmampuan pasangan suami-


istri untuk hamil secara alami setelah
Infertilitas 1 tahun melakukan hubungan seksual
secara teratur tanpa alat
kontrasepsi.

• Menjadi permasalahan hampir


diseluruh dunia → sekitar 13-15%
Epidemiologi kejadian pada pasutri
• Di Indonesia → mempengaruhi
hampir 20% pasutri.
3
Penyebab Infertilitas :

• Varicocele → tersering, mencapai 33% kasus


• Penyebab lain → Gangguan hormonal, sumbatan
Pria saluran sperma, Ab anti sperma, obat2an,
kriptorkidism, infeksi, disfungsi seksusl, kegagalan
ejakulasi (hanya pada <5% kasus)

• Kelainan hormonal → salah satu penyebab


tersering dan 20-25% nya siklus anovulasi.
• Penyebab lain → Sumbatan pada tuba yang
Wanita disebabkan karena infeksi radang panggul atau
endometriosis, permasalahan pada uterus,
pengaruh usia yang berakibat pada penurunan
respon ovarium dan cadangan ovarium.
4
Infeksi TORCH

Infeksi yang disebabkan oleh :


Toxoplasma gondii, virus Rubella,
Citomegalovirus (CMV), dan Herpes
simpleks.

Px Lab utk deteksi : antibodi sbg


respons imun, partikel mikroba
dengan teknik PCR, dan kultur.

Sebagai upaya skrining sebelum


prosedur inseminasi/In Vitro
Fertilization (IVF) dilakukan pada
pasutri.
5
Inseminasi / IVF
 Indikasi → adanya kerusakan kedua tuba pada istri, oligospermia
pada suami, abnormalitas faktor serviks, faktor imunologik,
infertilitas yang tidak diketahui sebabnya dan adanya infertilitas
karena endometriosis.
 Tindakan inseminasi buatan merupakan upaya yang sangat
menegangkan, dengan tingkat keberhasilan yang belum tinggi dan
biaya yang dikeluarkan juga sangat mahal, sehingga diperlukan
berbagai persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Telah melalui upaya pengelolaan infertilitas selengkapnya.
2. Terdapat indikasi yang sangat jelas
3. Memahami seluk beluk prosedur inseminasi buatan secara umum
4. Telah menyetujui informed consent
5. Mampu membiayai prosedur inseminasi sepenuhnya, dan jika
berhasil mampu membiayai proses persalinannya dan membesarkan
bayi yang dilahirkannya.
6
Tahapan pada inseminasi / IVF :

 Pemeriksaan skrining/penyaring terhadap pasutri


 Pemilihan protokol stimulasi
 Stimulasi ovarium yang dijadualkan
 Pemantauan perkembangan folikel
 Pengambilan oosit
 Persiapan dan prosedur laboratorium untuk kultur embrio,
 Pemantauan perkembangan embrio dalam medium kultur,
 Pemindahan embrio
 Pemantauan fase luteal
 Diagnosis kehamilan
 Analisis sebab kegagalan, perawatan obstetrik dan
pertimbangan psikologik.
7
Pemeriksaan skrining/penyaring terhadap pasutri :

- Psikologik → ketahanan thd stress ? apa motivasinya ?


- Sosial/agama → biaya mahal, proses lama, bertentangan kah dgn
keyakinan/agama ?

- Ovarium → jumlah ovarium? Cara proses pengambilan oosit ?


- Uterus → normalkah? sedalam apa rongganya ? Posisi kan.servikalis?
- Tuba fallopii → adakah sumbatan ? Pada satu atau kedua tuba ?
- Skrining TORCH → sudahkah dilakukan pada pasutri ?
- Kontra indikasi → terhadap anestesi, kondisi obese, perlengketan, inf.
Rubella (+).

- Hasil uji analisis sperma → adekuat kah ?


- Gangguan pada ejakulasi → adakah ? Cara mengatasinya ?
8
Px TORCH pada skrining Inseminasi / IVF

 Toxoplasma
 Others: Syphilis, group B Streptococcus, Listeriosis,
Measles, Varicella, Echovirus, Mumps, Vaccinia, Polio,
Coxsackie, HIV, Hepatitis B – C, HPV, Human Parvovirus B
19, Chlamidia trachomatis.
 Rubella
 Citomegalovirus
 HSV 1 dan HSV 2

9
 Kelompok mikroba → berbeda scr taksonomi, namun
memberikan gejala klinis yang sangat mirip dan
dimungkinkan munculnya coincidence infection TORCH
pada satu individu, sering asimptomatik.
 Infeksi TORCH menularkan melalui kondisi kebersihan
yang buruk, melalui darah, air dan tanah yang
terkontaminasi dan juga melalui droplet pernafasan.
 Infeksi TORCH primer → dampak lebih berat dibanding
dengan infeksi sekunder ataupun reaktivasi →
permasalahan infertilitas pada pasutri yang
menginginkan keturunan, abortus spontan, IUFD,
anomaly kongenital, IUGR, prematuritas, lahir mati, atau
lahir hidup dengan mengidap penyakit.
1010
Toxoplasmosis

 Biasanya asimtomatik, keluhan ringan atau tidak


khas, mirip infeksi CMV
 Toxoplasma gondii → parasit protozoa
intraseluler
 Infeksi terjadi akibat mengkonsumsi daging yang
tidak dimasak/dimasak setengah matang atau
makanan yg terkontaminasi oocyst toxoplasma
dari feses kucing
 Kontak langsung dg kucing jarang menjadi sumber
penularan, penularan kongenital
 Masa inkubasi : 5-23 hari, sering asimptomatik
11
Diagnosis Laboratorium :

 Deteksi parasit: kultur sel, inokulasi pada mencit, PCR


 Pemeriksaan serologi: IgA, IgM, IgG antitoxoplasma
 Pemeriksaan aviditas IgG anti toxoplasma

12
 Infeksi kronik toksoplasma pada kasus infertilitas →
berkaitan dengan masalah endokrin reproduksi →
penurunan respons hipofise dan kegagalan
reproduksi sbg akibat disfungsi hipotalamus,
gangguan folikulogenesis diovarium, dan juga pada
proses perikonsepsi → berakibat rejeksi embrio
akibat keluarnya Toxoplasma gondii dari kista yang
terlokaloisir pada jaringan endometrium saat
stimulasi selama pembentukan plasenta.
13
Infeksi Citomegalovirus

 Penularan melalui kontak dg saliva, sekret genital


atau urin → menyebabkan hepatitis ringan,
atipikal limfositosis.
 Masa inkubasi → 2 – 12 minggu
 Keluhan tidak khas pd infeksi primer, lebih sering
asimptomatik ataupun subklinis, kecuali pada
kondisi imunodefisiensi dan bayi.

14
 Infeksi CMV pada infertilitas → berkaitan dengan
berbagai aspek baik pada pihak pria maupun wanita.
 Pada pria → penurunan konsentrasi dan motilitas
sperma → berhubungan dengan perubahan imunitas
seluler.
 Pada wanita → berkaitan dengan masalah konsepsi
dan viabilitas janin, dan akan lebih jauh lagi
merupakan masalah perinatology (penularan secara
vertikal).

15
Diagnosis Laboratorium :

 Pemeriksaan serologi IgM anti CMV → infeksi primer, aktif


 Pemeriksaan IgG anti CMV → puncak pada 2-3 bulan,
bertahan lama/sepanjang umur dan pada kasus infertilitas
sebagian besar ditemukan hasil yang positif (94%) dengan
proporsi yang tidak berbeda antara pria dan wanita.
 Pemeriksaan aviditas IgG anti CMV
 Deteksi virus dengan PCR ataupun kultur → paling sensitif
dan spesifik, biaya mahal, berperan pada penanganan
infeksi CMV pada infertilitas → berkaitan dengan fluktuasi
kenaikan titer dan keterkaitan kesuburan dari kedua
pasangan.

16
 Jika pihak wanita tidak mengidap infeksi CMV, maka
sperma yang akan direaksikan juga harus bebas dari
CMV → pihak suami harus bebas dari infeksi CMV.
 Hasil pemeriksaan IgG anti CMV yang positif →
berkaitan erat dengan kejadian aborsi dan infeksi,
kemungkinan disebabkan karena efek dari CMV pada
metabolisme sel dan aktivasi dari koinfeksi dengan
virus lain yang akan menginduksi inflamasi subklinis
pada epitel serviks.

17
Infeksi Rubella

 Demam ringan, bercak merah menyebar kebawah dari muka dan


belakang telinga, biasanya disertai pembesaran kelenjar limfe
daerah leher belakang
 Masa inkubasi → 2-3 minggu, virus berada dlm darah & sekresi
faring 7 hr sblm muncul bercak merah.
 Penularan melalui droplet di udara dan penularan dari ibu hamil ke
janinnya melalui plasenta (secara vertikal), virus dapat melewati
plasenta dan mengakibatkan abortus, kematian janin atau bayi
yang dilahirkan dengan defek serius seperti: gangguan
pendengaran, katarak dan defek pada jantung (Sindroma Rubella
kongenital).

18
 Infeksi Rubella pada kasus infertil → berkaitan dengan periode
perikonsepsi, jika terjadi pada masa organogenesis →
menimbulkan kerusakan fatal yang berakibat tidak bisa
berlanjutnya hasil konsepsi.
 Hasil px antibodi anti Rubella positif mempunyai makna yang
berbeda bila dibandingkan dengan komponen lain dalam infeksi
TORCH, karena protein yang digunakan berasal dari antigen
protektif, sehingga munculnya IgG anti rubella positif mempunyai
makna kekebalan terhadap infeksi atau paska vaksinasi.
 Pada individu yang akan dilakukan penanganan infertilitas →
harus menunjukkan hasil anti Rubella positif → bukti adanya
antibodi terhadap Rubella di dalam tubuh.
 Pada beberapa pusat pelayanan IVF, imunitas terhadap Rubella
merupakan prasarat yang memiliki efek medikolegal bahkan CDC
menganjurkan dilakukan imunisasi pada wanita yang rentan.
19
Diagnosis Laboratorium :

 Pemeriksaan serologi
 IgM anti Rubella → infeksi primer/aktif/akut
dg ELISA atau immunofluorescence
 IgG anti Rubella → kekebalan terhadap infeksi
Rubella, dg HI atau EIA
 Deteksi virus → Isolasi kultur virus, teknik PCR

20
Infeksi Herpes simpleks

 Virus HSV-1 ditularkan pada masa anak-anak melalui


kontak non seksual, sedangkan virus HSV-2 ditularkan
melalui kontak seksual.
 Masa inkubasi infeksi HSV sekitar 4-21 hari, dan
sebagian besar kasus asimptomatik.
 Sumber: lesi herpes, cairan endoserviks, saliva (periode
laten)
 Paling sering pd anak, puncaknya pd dewasa muda
 Jarang menimbulkan permasalah perikonsepsi, namun
sering menimbulkan penularan perinatal.
21
 Adanya infeksi HSV pada pihak pria → berdampak
pada kualitas semen yang buruk yang akan
berpengaruh pada kegagalan fertilisasi → diperlukan
pemeriksaan analisis semen dengan teknik PCR
sebelum dilakukan upaya inseminasi buatan.
 Pada infertilitas pria → infeksi HSV memberikan
permasalahan spermatogenesis.
 Beberapa peneliti → adanya ekspresi gen HSV-timidin
kinase → berakibat adanya penurunan konsentrasi,
defek morfologi dan penurunan motilitas spermatozoa
→ diduga terjadi peningkatan insidensi infeksi HSV-2.
22
 Penelitian oleh Mulyono (1998) → individu yang terpapar
virus HSV-2 mempunyai risiko infertil sebesar 1,73 kali
lebih tinggi dibanding yang belum terpapar.
 Penelitian di Israel → wanita dengan keluhan ginekologik
mempunyai prevalensi seropositive HSV-2 lebih tinggi
dibandingkan orang sehat.
 Penelitian di Swedia → peningkatan prevalensi infeksi
HSV-2 pada wanita hamil, akan meningkatkan risiko
pada pasangannya → kontak seksual merupakan cara
penularan infeksi HSV-2 yang efektif → jika pada kasus
infertil didapatkan hasil seropositif HSV-2 → perlu
dilakukan pengamatan spermatologik suami yang lebih
seksama dan pemastian diagnosis apakah infeksi masih
aktif.
23
Diagnosis Laboratorium :

 Pemeriksaan serologi IgM dan IgG anti HSV →


menimbulkan permasalahan ok sensitivitasnya belum
memadai untuk diagnosis infeksi, meskipun spesifitasnya
bisa mencapai 91%.
 Complement fixation test: bermanfaat pd infeksi primer,
kesulitan interpretasi pd kekambuhan.
 Deteksi virus dengan teknik PCR → diharapkan dapat
diperoleh nilai yang lebih tinggi dan lebih unggul
dibandingkan dengan teknik kultur.

24
Jika didapatkan hasil seropositif TORCH pada infertilitas →
1) Pada masa perikonsepsi → infeksi toksoplasmosis, CMV
dan Rubella dapat mengakibatkan gangguan pada
pertumbuhan organ janin sehingga akan berpengaruh pada
viabilitas janin selanjutnya.
2) Infeksi CMV dan HSV-2, berakibat defek pada
spermatozoa dan proses spermatogenesis yang akan tampak
pada hasil analisis sperma
3) Infeksi toksoplasmosis memberikan efek pada endokrin
reproduksi, yaitu pada hipotalamus dan hipofise yang
mengakibatkan gangguan regulasi hormonal pada wanita
infertil.
25
KINETIC OF SEROLOGIC MARKER IN TORCH INFECTION

1st Infection

IgG IgG high avidity

IgM

IgA

IgE anti-TORCH IgG low avidity

.0 .3 .6 .12 .24 Months

26
SIMPULAN

 Tindakan inseminasi merupakan salah satu alternatif


upaya yang dilakukan pada kasus infertilitas dengan
penyebab : adanya kelainan pada serviks, tuba
maupun endometriosis, faktor imunologi, kondisi
oligospermia, ataupun karena infertilitas idiopatik.
 Diperlukan prasarat yang harus dilakukan dan
pemeriksaan skrining yang harus dijalani, diantaranya
adalah pemeriksaan terhadap infeksi TORCH pada
pasutri.

27
 Skrining infeksi TORCH → pemeriksaan imunoserologi
untuk mendeteksi antibodi maupun dengan deteksi
agen mikroba dengan teknik PCR maupun kultur.
 Adanya infeksi TORCH mengakibatkan efek pada
salah satu atau kedua pasangan.
 Pihak wanita → permasalahan perikonsepsi, gangguan
viabilitas janin dan penularan pada janin, serta
ganggaun hormon reproduksi.
 Pihak pria → sangat berdampak pada kualitas semen
dan spermatogenesis.
→ Akan berakibat pada kegagalan proses inseminasi.
28
29

You might also like