You are on page 1of 48

LAPORAN

PERENCANAAN GEDUNG SEKOLAH SDN SUDIRMAN


3 LANTAI

(Disajikan sebagai Tugas Perencanaan Bangunan Teknik Sipil)

Oleh :
NAMA : ISMAIL BATARA
STAMBUK : 03120150216
KELAS :C6

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. TUJUAN PERENCANAAN

Tujuan perencanaan dibuatnya gedung sekolah tersebut tidak lepas dari


fungsi sekolah itu sendiri. Tujuan pokok didirikannya sebuah gedung sekolah
adalah menyediakan sarana atau tempat untuk menimba ilmu sebanyak mungkin
dan tempat bersosialisasi antar siswa maupun guru. Serta melakukan renovasi
kembali gedung dimana telah mecapai batas umur yang telah direncanakan
sebelumnya agar siswa dan guru tidak khawatir dan merasa nyaman
menggunakan gedung tersebut.

B. LOKASI BANGUNAN

Gambar 1.1 Denah lokasi gedung sekolah

Gedung sekolah ini berlokasi di Jalan Jend. Sudirman No.7, Kota


Makassar. Pemilihan lokasi di tempat ini dikarenakan merupakan berada di
pusat kota Makassar dan sekolah ini merupakan salah satu sekolah unggulan
di Kota Makassar terdiri atas 4 sekolah dalam satu kompleks sekolah.

1
C. DATA PERENCANAAN

Data perencanaan pembangunan gedung kampus ini adalah sebagai


berikut:

1. Spesifikasi Bahan
a. Luas Bangunan : 816 m2
b. Jumlah Lantai : 3 Lantai
c. Tinggi Antar Lantai: Lantai dasar ke lantai 1 (±4.00 m)
Lantai 1 ke lantai 2 (±4.00 m)
Lantai 2 ke lantai 3 (±4.00 m)
d. Struktur Atap : Plat Beton
g. Pondasi : Bore pile
2. Spesifikasi Bahan
a. Mutu Beton (f’c) : 30 Mpa
b. Mutu Baja Tulangan Utama (fy) : 400 Mpa
c. Mutu Baja Tulangan Sengkang (fys) : 240 Mpa

D. PERATURAN DALAM PERANCANAAN

Dalam Perancanaan ini SNI yang digunakan adalah :


· SNI-03-1727-2013 tentang beban minimum untukperancangan gedung,
· SNI-03-1726-2012 tentang tata cara perancanaan ketahanan gempa untuk
gedung dan non gedung,
· SNI-03-1729-2015 tentang spesifikasi untuk bangunan gedung baja
struktural,
· SNI-03-2847-2013 tentang persyaratan beton struktural untuk bangunan
gedung

2
TAHAP PERENCANAAN BANGUNAN

Mulai

Pengumpulan data :

1. Gambar Rencana
2. Data Tanah
3. Peta Gempa
SNI 03- 1726-2012

Tidak
Data
Lengkap

Ya

Penetapan :

1. Denah struktur bagian yang ditinjau (kolom, balok, plat & atap)
2. Spesifikasi Struktur

Pembebanan Konvensional

Perhitungan dan Pemodelan Struktur


dengan Program Etabs

Kontrol dan Analisis

Tidak
Jika
ama

Ya

Output Pemodelan Struktur di dapat


gaya-gaya dalam struktur

Perhitungan analisis struktur

Perhitungan Balok

Perhitungan Kolom

Perhitungan Plat

Perhitungan Pondasi

Desain Gambar Dengan Menggunakan


AutoCad 2018

Selesai
BAB II
PEMBAHASAN

A. TEORI UMUM
Analisis pembebanan yang dihitung adalah analisis pembebanan struktur
portal. Struktur portal merupakan struktur rangka kaku yang terdiri dari balok untuk
bagian horizontal dan kolom untuk bagian vertikal.
Pada pembuatan bangunan Gedung Sekolah digunakan beton bertulang. Menurut
SNI 03-2847-2002 pasal 3.13 mendefinisikan beton bertulang adalah beton yang
ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum
yang disyaratkan dengan atau tanpa prategang, dan direncanakan berdasarkan
asumsi bahwa kedua bahan tersebut bekerja sama dalam memikul gaya-gaya. Beton
bertulang terbuat dari gabungan antara beton dan tulangan baja. Oleh karena itu,
beton bertulang memiliki sifat yang sama seperti bahan-bahan penyusunnya yaitu
sangat kuat terhadap beban tekan dan beban tarik.

B. JENIS-JENIS PEMBEBANAN
Struktur harus diperhitungkan mampu memikul berbagai beban yang mungkin
bekerja. Berbagai kombinasi pembebanan perlu dicoba untuk memperoleh keadaan
yang paling membahayakan struktur. Pembebanan yang dipakai dalam
perencanaan gedung ini sesuai dengan SNI 03-1727-2013 tentang Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, antara lain sebagai berikut:

1. Beban Mati (D)

Beban mati adalah berat dari semua bagian pada suatu gedung yang
bersifat tetap, termasuk segala bahan, finishing, mesin mesin serta peralatan
tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung, sebagai contoh
berat sendiri bahan bangunan dan komponen gedung adalah:

4
a. beton bertulang,
b. muatan dinding batu bata,
c. beban tegel keramik per cm tebal,
d. beban plafon dan penggantung,
e. beban adukan semen per cm tebal,
f. penutup atap genting dengan reng dan usuk per luas dalam meter.

2. Beban Hidup (L)


Beban hidup adalah semua beban akibat pemakaian atau penghunian
suatu gedung, termasuk beban-beban pada lantai yangberasal dari barang-
barang yang dapat berpindah, dan atau beban akibat air hujan pada atap.
Beban-beban yang termasuk beban hidup adalah:
a. beban hidup orang pada lantai,
b. beban hidup orang pada tangga,
c. beban pada tangga dan bordes,
d. beban akibat air hujan (r), rumus (40-0.8α) kg/m2
α = sudut kemiringan atap
e. beban atap yang dapat dibebani orang,
f. beban terpusat pekerja dan peralatannya.

3. Beban Angin (W)


Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian
gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Beban angin
ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif
(hisap), yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau. Besarnya
tekanan positif dan tekanan negatif ini dinyatakan dalam kg/m², ditentukan
dengan mengalikan tekanan tiup yang telah ditentukan dengan koefisien-
koefisien angin yang telah ditentukan dalam peraturan ini. Tekanan tiup

5
diambil 25 kg/m2, sedang untuk koefisien angin diambil untuk koefisien angin
untuk gedung tertutup dan sudut kemiringan atap (a) kurang dari 65º. Beban
angin adalah beban yang bekerja pada struktur akibat tekanan-tekanan dari
gerakan angin.
a. tekanan tiup di laut dan di tepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai harus
diambil minimum 40 kg/m2,
b. untuk daerah-daerah di dekat laut dan daerah-daerah lain tertentu, di
mana terdapat kecepatan-kecepatan angin yang mungkin menghasilkan
tekanan tiup yang lebih besar daripada yang ditentukan dalam ayat 1 dan
2, tekanan tiup (p) harus dihitung dengan rumus :
P = V2 / 16 (kg/m2)

dimana v adalah kecepatan angin dalam m/det, yang harus ditentukan


oleh instansi yang berwenang,
c. pada cerobong, tekanan tiup dalam kg/m2 harus ditentukan dengan
rumus (42,5 + 0,6h), di mana h adalah tinggi cerobong seluruhnya dalam
meter, diukur dari lapangan yang berbatasan.

4. Beban Gempa (E)


Semua beban statik ekwivalen yang bekerja pada gedung atau bagian
gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa
(Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung, 1987).
Analisis beban gempa yang dipakai dalam pembuatan gedung ini adalah
dengan metode respon spektrum.

6
5. Beban Khusus
Semua beban statik ekwivalen yang bekerja pada gedung atau bagian
gedung yang terjadi akibat selisih suhu, pengangkatan dan pemasangan,
penurunan fondasi, susut, gaya-gaya tambahan yang berasal dari beban
hidup seperti gaya sentrifugal dan gaya dinamis yang berasal dari mesin-
mesin, serta pengaruh-pengaruh khusus lainnya.
Berdasarkan SNI 03-1727-2013, kombinasi beban dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. 1,4D

2. 1,2D + 1,6 L + 0,5(Lr atau S atau R)


3. 1,2D + 1,6(Lr atau S atau R) + (L atau 0,5W)
4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5(Lr atau S atau R)
5. 1,2D + 1,0E + L + 0,2S
6. 0,9D + 1,0W

7. 0,9D + 1,0E

Keterangan:
D = beban mati
L = beban hidup
Lr = beban hidup atap tereduksi
R = beban hujan
W = beban angina
E = beban gempa
S = beban salju

7
C. ANALISA HITUNGAN
1. Perencanaan Dimensi Gedung
Ukuran Kolom : 45 cm × 45 cm
Ukuran Balok Induk ( bentang 8 m ) : 70 cm × 35 cm
Ukuran Balok Induk ( bentang 6 m ) : 50 cm × 25 cm
Ukuran Balok Sloof : 50 cm × 25 cm
Ukuran Balok Anak : 30 cm × 20 cm
Tebal Plat Lantai 1 – 2 : 12 cm
Tebal Plat Atap : 10 cm

2. Beban Dinding
Dinding yang digunakan merupakan dinding pasangan bata merah
(setengah bata) 250 kg/m2. Jadi berat dinding h’ = 4 – 0,7 = 3,3 m
beban dinding = 2,5 x 3,3 = 8,25 KN/m2

3. Beban Plat Atap


a. Beban Mati Tambahan (Super dead)

Plafond an Penggantung = 0,2 KN/m2

Waterproofing tebal 2 cm = 0,02 x 14 = 0,,8 KN/m2

Berat Instalasi ME = 0,25 kg/m2


Total beban mati pada plat atap = 0,73 KN/m2
b. Beban Hidup
Beban hidup pada lantai bangunan 1 KN/m2
(Gedung Kampus, PPURG 1987)
4. Beban Plat Lantai
a. Beban Mati Tambahan

Pasir setebal 1 cm = 0,01 x 16 = 0,16 KN/m2

Spesi setebal 3 cm = 0,03 x 22 = 0,66 KN/m2

8
Keramik setebal 1 cm = 0,01 x 22 = 0,22 KN/m2

Plafon dan penggantung = 0,2 KN/m2

Instalasi ME = 0,25 kg/m2


Total beban Mati pada plat lantai = 1,49 KN/m2
b. Beban Hidup
Beban hidup pada lantai bangunan 1 KN/m2
(Gedung Kampus, PPURG 1987)

5. Beban Tangga
Untuk beban tangga di asumsikan sebagai beban merata di sepanjang
bentang balok
beban reaksi pada balok akibat tangga = 13,65 KN/m

6. Beban Gempa
Diketahui:
Fungsi bangunan = Gedung sekolah
Wilayah = Makassar
Jenis tanah = Keras
Ss = 0,317
(peta Gambar 9. pada SNI 1726- 2012)
S1 = 0,142
(peta Gambar 10. pada SNI 17262012)
Karena memiliki jenis tanah keras maka termasuk klasifikasi situs SC. Karena
Ss = 1,212 maka nilai Fa = 1, didapat dari tabel 2.4 Karena S1 = 0,444 maka nilai
Fv = 1,356, didapat dari tabel 2.5 Menurut pemanfaatan gedung kampus ini
termasuk kategori risiko ke IV, maka dari itu nilai factor keutamaan gempa (I)
adalah 1,5. Nilai koefisien modifikasi respon (R) dengan system penahan gaya
seismic rangka beton bertulang pemikul momen khusus adalah 8.

9
a. Sms = Fa × Ss

= 1 × 0,317

= 0,3804
b. Sm1 = Fv × S1
= 1,658 × 0,132
= 0,2189
2
c. SDs = 𝑥𝑥 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆
3
2
= 𝑥𝑥 0,3804
3
= 0,2536
2
d. SD1 = 𝑥𝑥 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆
3
2
= 𝑥𝑥 0,2189
3
= 0,1459
𝑆𝑆𝑆𝑆1
e. T0 = 0,2 𝑥𝑥
SDs

0,1459
= 0,2 𝑥𝑥
0,2536

= 0,1151

𝑆𝑆𝑆𝑆1
f. Ts =
SDs

0,1459
=
0,2536

= 0,5753
𝐼𝐼
g. SF = 9,81 𝑥𝑥
R

1,5
= 9,81 𝑥𝑥
8

= 1,8393

10
h. Menghitung nilai spectrum respon desain (Sa) mempunyai 3 kondisi :

1). Untuk periode yang lebih kecil dari To (0 ≤ T < To


𝑇𝑇
Sa = SDs ( 0,4 + 0,6 𝑥𝑥 T0
)

0
Sa = 0,2536 ( 0,4 + 0,6 𝑥𝑥 0,1151
)

= 0,1014

Tabel 2.1 Nilai spektrum respon desain Sa untuk perioda yang

lebih kecil dari To (0 ≤ T < To)


T (s) Sa
0 0.10144
0.1 0.233638
0.1151 0.2536

2). Untuk periode lebih besar dari atau sama dengan To dan lebih kecil
dari atau sama dengan Ts ( To ≤ T ≤ Ts )

Sa = SDS
= 0,2536
Tabel 2.2 Nilai spectrum respon desain Sa untuk perioda

Ts ( To ≤ T ≤ Ts )
T (s) Sa
0.1151 0.2536
0.2 0.2536
0.3 0.2536
0.4 0.2536
0.5 0.2536
0.5735 0.2536

11
3). Untuk periode lebih besar dari Ts (To ≥ Ts )

𝑆𝑆𝑆𝑆1
Sa =
T

0,1459
=
0,5735

= 0,2544

Tabel 2.3 Nilai spectrum respon desain Sa untuk perioda

Ts (To ≥ Ts )
T (s) Sa
0.5735 0.254403
0.6 0.243167
0.8 0.182375
1 0.1459
1.2 0.121583
1.4 0.104214
1.6 0.091188
1.8 0.081056
2 0.07295
2.2 0.066318
2.4 0.060792
2.6 0.056115
2.8 0.052107
3 0.048633
3.2 0.045594
3.4 0.042912
3.6 0.040528
3.8 0.038395
4 0.036475

12
Respons Spektrum Daerah Makassar

0.3

0.25

0.2
SA

0.15

0.1

0.05

0
0 1 2 3 4
T ( Detik )
Tanah Keras (SC) 0 < T < T0
Tanah Keras (SC) To ≤ T ≤ Ts
Tanah Keras (SC) To ≥ Ts

Gambar 2.1 Grafik respon spektrum daerah Makassar

13
BAB III
ANALISIS STRUKTUR

A. PEMODELAN STRUKTUR DENGAN PROGRAM ETABS

Pemodelan ini dilakukan dengan bantuan program Etabs. Masing-masing


elemen struktur dimodelkan berdasarkan data gambar Rencana Sekolah dengan
material sesuai kondisi Rencana. Adapun hasil pemodelan struktur bangunan ini
sebagai berikut:

Gambar 3.01 Tampilan pemodelan gedung 3 D

Setelah keseluruhan elemen struktur dimodelkan maka selanjutnya pemodelan


dapat dianalisis lebih lanjut.

14
B. Hasil Analisis Struktur
1. Hasil Priode Alamiah Struktur Bangunan
Dari hasil pemodelan dengan program Etabs maka didapat periode struktur
bangunan sebagai berikut :

Tabel 3.1 Hasil Analisis Periode dengan Etabs


Case Mode Period ModalMass ModalStiff
Modal 1 0.4301 0.112985 3.150817
Modal 2 0.4221 0.112985 3.616267
Modal 3 0.4205 0.112985 5.263756
Modal 4 0.3982 0.112985 28.120556
Modal 5 0.3743 0.112985 31.825071
Modal 6 0.3050 0.112985 47.927496
Modal 7 0.2493 0.112985 71.74815
Modal 8 0.2404 0.112985 77.177784
Modal 9 0.1948 0.112985 117.469962
Modal 10 0.1526 0.112985 191.388598
Modal 11 0.1456 0.112985 210.209443
Modal 12 0.1202 0.112985 308.579113
Modal 13 0.0710 0.112985 882.891349
Modal 14 0.0686 0.112985 947.034093
Modal 15 0.0623 0.112985 1148.423989

Dari hasil diatas maka dapat dibandingkan dengan priode fundamental

empiris menurut peraturan SNI 1727:2012 sebagai berikut:

𝑇𝑇𝑇𝑇 = 𝐶𝐶𝐶𝐶 . ℎ𝑛𝑛𝑥𝑥

Ct = Koefisien (Tabel 4)

X = Koefisien (Tabel 4)

hn = Ketinggian struktur

15
Tabel 3.2. Nilai Parameter Periode Pendekatan Ct dan x
Tipe Struktur Ct X
Rangka baja pemikul momen 0,0724 0,8
Rangka beton pemikul momen 0,0466 0,9
Rangka baja dengan brecing eksentris 0,0731 0,75
Rangka baja dengan brecing terkekang 0,0731 0,75
terhadap tekuk
Semua system struktur lainnya 0,0488 0,75
Sumber SNI 1727:2013

Maka hasil priode fundamental yang diizinkan tidak melebih:


𝑇𝑇𝑇𝑇 = 𝐶𝐶𝐶𝐶 . ℎ𝑛𝑛𝑥𝑥
= 0,0466 x 120,9
= 0,436 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑
Dari kedua hasil diatas dapat dibandingkan priode fundamental hasil Etabs
9.7.2 dan peraturan sebagai berikut:

Table 3.3 Perbandingan Hasil Priode Fundamental


Periode Fundamental Periode Keterangan
Struktur Fundamental Ijin

0,430 detik 0,436 detik Memenuhi

16
2. Hasil Gaya Dalam Elemen Struktur
a. Gaya Aksial

Gambar 3.02 diagram gaya dalam axial force


b. Gaya Momen

Gambar 3.03 diagram gaya dalam momem 33

17
c. Gaya Geser

Gambar 3.04 diagram gaya dalam Shear 22


d. Momen Plat

Gambar 3.05 gaya Momen Slab

18
e. Pengecekan struktur dengan program etabs

Gambar 3.06 Pengecekan Kapasitas

19
BAB IV
DESAIN STRUKTUR

Dalam mendesain struktur gedung, Peraturan yang digunakan adalah SNI


Struktur Beton untuk gedung 03-2847-2013 yang mengadopsi peraturan ACI 318M-
11 perbedaan yang harus disesuaikan adalah factor reduksi untuk SNI beton Indonesia.
Perbedaan factor reduksi tersebut karena masih lemahnya tingkat pengawasan kerja
dan mutu untuk proyek konstruksi di Indonesia.
Faktor reduksi berdasarkan SNI 03-2847-2013 adalah sebagai berikut :
- bending / Tensions = 0,9
- Compression ( T ) = 0,65
- Compressoin ( Spiral ) =0,75
- Shear ( and torsion ) =0,75

Gambar 4.01 Desain factor reduksi berdasarkan SNI 03-2847-2013

20
A. Penulangan Balok
1. Desain Tulangan Utama Balok Tengah
Berdasarkan hasil Desain Etabs Detail luas tulangan utama (AS Perlu) balok
tengah ditinjau sebagai berikut

Digunakan tulangan ulir diameter 19 ( D19 ) > As = ¼ ₶ d2


= ¼ x 3,14 x 192
= 283,643 mm2
a. Tulangan utama daerah tumpuan :
Luas tulangan bagian atas = 1683 mm2  Jumlah tulangan
= 1683 / 283,643 = 5,9 > 6 buah
Luas tulangan bagian bawah = 910 mm2  Jumlah tulangan
= 910 / 283,643 = 3,2 > 4 buah
b. Tulangan utama daerah tumpuan :
Luas tulangan bagian atas = 537 mm2  Jumlah tulangan
= 537 / 283,643 = 1,9 > 2 buah
Luas tulangan bagian bawah = 1389 mm2  Jumlah tulangan
= 1389 / 283,643 = 4,9 > 5 buah

21
Tabel 4.1 Rekapitulasi Perhitungan Tulangan Balok dan Sloff
As As
Ukuran Letak Ø Luas Cek
Nama Daerah perlu n Aktual Di Pasang
Balok Tulagan mm² mm mm² mm²

Atas 1683 19 283.643 6 1701.857 Aman 6 D 19


Tumpuan
Balok bawah 910 19 283.643 4 1134.571 Aman 4 D 19
700x400
Tengah Atas 537 19 283.643 3 850.929 Aman 3 D 19
Lapangan
bawah 1389 19 283.643 5 1418.214 Aman 5 D 19
Atas 1141 19 283.643 5 1418.214 Aman 5 D 19
Tumpuan
Balok bawah 748 19 283.643 3 850.929 Aman 3 D 19
700x400
Tepi Atas 371 19 283.643 2 567.286 Aman 2 D 19
Lapangan
bawah 910 19 283.643 4 1134.571 Aman 4 D 19
Atas 956 19 283.643 5 1418.214 Aman 5 D 19
Tumpuan
Balok bawah 579 19 283.643 3 850.929 Aman 3 D 19
600x300
Tengah Atas 306 19 283.643 2 567.286 Aman 2 D 19
Lapangan
bawah 715 19 283.643 3 850.929 Aman 3 D 19
Atas 695 19 283.643 3 850.929 Aman 3 D 19
Tumpuan
Balok bawah 455 19 283.643 2 567.286 Aman 2 D 19
600x300
Tepi Atas 225 19 283.643 2 567.286 Aman 2 D 19
Lapangan
bawah 512 19 283.643 3 850.929 Aman 3 D 19
Atas 731 19 283.643 3 850.929 Aman 3 D 19
Tumpuan
bawah 478 19 283.643 2 567.286 Aman 2 D 19
Sloff 600x300
Atas 237 19 283.643 2 567.286 Aman 2 D 19
Lapangan
bawah 422 19 283.643 2 567.286 Aman 2 D 19
Atas 116 16 201.143 2 402.286 Aman 2 D 16
Tumpuan
Balok bawah 223 16 201.143 2 402.286 Aman 2 D 16
400x300
Anak Atas 181 16 201.143 2 402.286 Aman 2 D 16
Lapangan
bawah 165 16 201.143 2 402.286 Aman 2 D 16

22
2. Desain Tulangan Geser ( Sengkang )
Berdasarkan hasil Desain Etabs Detail tulangan geser (sengkang) ditunjukan
sebagai berikut

Digunakan tulangan polos diameter 10 (d10) > As = ¼ ₶ d2


= ¼ x 3,14 x 82
= 50,24 mm2

a. Tulangan geser daerah tumpuan :


Asumsi digunakan sengkang 2P8 – 75 (sengkang 2 kaki diameter 8 mm
setiap jarak 75 mm),
Maka luas tulangan per 1 m = 2 x ¼ ₶ d2 x 1000/75
= 2 x ¼ x 3,14 x 82 x 1000/75
= 1339,73 mm2
Sehingga luas tulangan per meter panjang = 1339,73/1000 = 1,339 mm2
Kontrol keamanan : 1,339 > 1,125  sengkang aman dan mampu
menahan gaya torsi

b. Tulangan geser daerah lapangan :


Asumsi digunakan sengkang 2P8 – 200 (sengkang 2 kaki diameter 8 mm
setiap jarak 200 mm),
Maka luas tulangan per 1 m = 2 x ¼ ₶ d2 x 1000/200
= 2 x ¼ x 3,14 x 82 x 1000/200
= 502,4 mm2
Sehingga luas tulangan per meter panjang = 502,4/1000 = 0,504 mm2

23
Kontrol keamanan : 0,504 > 0,270  sengkang aman dan mampu
menahan gaya torsi

Tabel 4.2 Rekapitulasi Perhitungan Tulangan Balok Sengkang


Av/S Av/S
Ø Luas jarak Cek di Pasang
Ukuran Perlu Aktual
Nama Daerah
Balok mm²/mm mm mm² mm mm²/mm

Balok Tumpuan 1.124 8 100.571 85 1.1832 Aman P 8 - 85


700x400
Tengah Lapangan 0.268 8 100.571 250 0.4023 Aman P 8 - 250
Balok Tumpuan 0.215 8 100.571 150 0.6705 Aman P 8 - 150
700x400
Tepi Lapangan 0 8 100.571 250 0.4023 Aman P 8 - 250
Balok Tumpuan 0.739 8 100.571 125 0.8046 Aman P 8 - 120
600x300
Tengah Lapangan 0.178 8 100.571 200 0.5029 Aman P 8 - 200
Balok Tumpuan 0.198 8 100.571 125 0.8046 Aman P 8 - 120
600x300
Tepi Lapangan 0 8 100.571 200 0.5029 Aman P 8 - 200
Tumpuan 0.932 8 100.571 100 1.0057 Aman P 8 - 100
Sloff 600x300
Lapangan 0.672 8 100.571 125 0.8046 Aman P 8 - 120
Balok Tumpuan 0.801 8 100.571 125 0.8046 Aman P 8 - 120
400x300
Anak Lapangan 0.748 8 100.571 125 0.8046 Aman P 8 - 120

3. Desain Tulangan Torsi


Detail dari luas tulangan torsi pada balok yang ditinjau pada gambar 4.04
ditunjukan sebagai berikut.

Bagian atas menunjukan luas tulangan torsi untuk sengkang dan bagian bawah
menunjukan luas tulangan torsi untuk tulangan utama (atas dan bawah). Karena
luas tulangan torsi lebih kecil dari luas tulangan utama dan sengkang, maka
tidak diperlukan luas tulangan untuk torsi

24
4. Desain Tulangan Badan
Dimensi balok yang relative tinggi (lebih dari 400 mm) membuat resiko retak
pada bagian badan semakin besar. Maka harus diberi tulangan pinggang
dengan jarak antar tulanagan maksimal d/6 atau 300 mm (diambil yang
terkecil).

Perhitungan d = tinggi balok – selimut – Dsengkang – ½ Dtul.utama


= 700 – 40 – 10 – ( ½ x 22 ) = 639 mm

Maka diambil jarak tulangan minimum 300 mm, sehingga dengan tinggi balok
700 mm digunakan 2 buah tulangan badan pada masing-masing sisi.

B. Penulangan Kolom
1. Desain Tulangan Utama kolom
Dari hasil Desain detail luas tulangan utama kolom yang ditinjau = 3134 mm2
Digunakan tulangan ulir diameter 19 ( D19 ) > As = ¼ ₶ d2
= ¼ x 3,14 x 192
= 283,39 mm2
Maka jumlah tulangan yang dibutuhkan = 3134 / 283,39 = 11,05
Digunakan 12 buah tulangan agar dapat tersebar disemuah sisi kolom,
Jadi tulangan kolom adalah 12 D19
Tabel 4.3 Rekapitulasi Perhitungan Tulangan Utama
As As
Ukuran Ø Luas
perlu Aktual
Nama n Cek di Pasang
Balok mm² mm mm² mm²

Kolom
400x400 3134 19 283.643 12 3403.714 Aman 12 D 19
Tengah

Kolom
400x400 2768 19 283.643 10 2836.429 Aman 10 D 19
Tepi

25
2. Desain Tulangan Geser kolom
Daridetail luas tulangan utama kolom yang ditinjau = 0,575 mm2
Digunakan tulangan polos 2P 8  As = 2 x ¼ ₶ d2
= 2 x ¼ x 3,14 x 82
= 100,48 mm2
Jarak sengkang = 104,48 / 0,575 = 174,74 mm  digunakan 150 mm
Tabel 4.4 Rekapitulasi Perhitungan Tulangan Sengkang
Av/S Av/S
Ukuran Ø Luas
Perlu Aktual
Nama Jarak Cek di Pasang
Balok mm² mm mm² mm²

Kolom
400x400 0.575 8 100.571 150 1.341 Aman P 8 150
Tengah

Kolom
400x400 0.575 8 100.571 150 1.341 Aman P 8 150
Tepi

26
C. Penulangan Plat Lantai

Dari hasil analisis didapatkan Mu = 13,15 KN/m


Digunakan tulangan polos P12 – 125
Luas tulangan terpakai, AS = ¼ x ₶ x d2 x b/s
= ¼ x 3,14 x 122 x 1000/125= 904,32 mm2
𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑥𝑥 𝑓𝑓𝑓𝑓
Tinggi balok regangan, a = 0,85 x fc′ 𝑥𝑥 𝑏𝑏
904,32 𝑥𝑥 240
= 0,85 x 27 𝑥𝑥 1000 = 9,56 mm

Momen nominal, Mn = As x fy x ( d – a/2 ) x 10-6


= 904,32 x 240 x ( 85 – 9,56/2 ) x 10-6
= 17,44 KNm

Syarat : 0,8 Mn ≥ Mu
0,8 x 17,44 ≥ 13,53
13,95 ≥ 13,53  OK, Plat mampu menerima beban

Tabel 4.5 Rekapitulasi Perhitungan Tulangan Plat


Mu Ø jarak Luas ØMn a
Nama Da erah fc fy Cek di Pasang
KNm mm mm mm² KNm mm

Tulangan
Tumpuan 13.15 12 125 905.14286 25 240 13.949 9.46555 Aman P 12 - 125
Arah x

Tulangan
Lapangan 10.12 12 150 754.28571 25 240 11.739 7.88796 Aman P 12 - 150
Arah x

Tulangan
Tumpuan 13.72 12 125 905.14286 25 240 13.949 9.46555 Aman P 12 - 125
Arah Y

Tulangan
Lapangan 12.03 12 125 905.14286 25 240 13.949 9.46555 Aman P 12 - 125
Arah Y

27
D. Desain Pondasi
Pondasi yang digunakan adalah pondasi tiang bor (bore pile). Uraian data tanah
dan perhitungan daya dukung pondasi dijelaskan sebagai berikut.

1. Data Tanah
Hasil uji sondir menunjukkan bahwa kedalaman 0 m – 9 m adalah tanah
lunak sampai sedang. Dan tanah keras dengan qc >150 kg/cm2 pada
kedalaman -10,00 m.

Gambar 4.02. Contoh Uji Sondir pada Kedalaman 0 m – 10 m

Hasil uji boring menunjukkan bahwa kedalaman 0 m – 9 m adalah


tanah lunak sampai sedang dengan nilai NSPT = 5 – 10. Tanah keras dengan
N > 50 mulai kedalaman -12 m.

28
Gambar 4.03. Contoh Uji NSPT sampai Kedalaman -12 m

2. Daya Dukung Pondasi Tiang Bor

Daya dukung aksial tiang terdiri daya dukung ujung dasar tiang dan
daya dukung gesekan permukaan keliling tiang, dikurangi berat sendiri tiang
dengan rumusan :

Qu = Qd + Qg - W
Qijin = (Qd + Qg) / FK - W
Dimana :
Qu : daya dukung batas tiang,
Qd : daya dukung batas dasar tiang,
Qg : daya dukung batas gesekan tiang,
W : berat sendiri tiang,
FK : faktor keamanan tiang =3.

29
a. Daya Dukung Ujung Tiang
Daya dukung ujung tiang untuk beberapa kondisi adalah sebagai berikut.
i.) Untuk tanah non kohesif :
Qd = 40 Nb Ap ...(ton) → Menurut Mayerhoff (1956)
ii.) Untuk dasar pondasi di bawah muka air tanah :
Nb’= 15 + 0,5 (N-15)
iii.) Untuk tanah berpasir N > 50
Qd < 750 Ap ... (ton) → Suyono Sosrodarsono dan Kazuto
Nakazawa
Keterangan :
Nb : harga N-SPT pada elevasi dasar tiang < 40
Ap : luas penampang dasar tiang (cm2)
b. Daya Dukung Gesekan Tiang
i.) Menurut Mayerhoff
Qg = 0.20 O Σ(Ni x Li) ...(ton)→ untuk tiang pancang
Qg = 0.10 O Σ(Ni x Li) ...(ton)→ untuk tiang bor
ii.) Menurut Suyono Sosrodarsono dan Kazuto Nakazawa :
Qg = O Σ (Ni/2 x Li) ...(ton)
Keterangan :
Ni/2 < 12 ton/m2
O : keliling penampang tiang
Ni : N-SPT pada segmen i tiang
Li : panjang segmen i tiang

30
Tabel 4.6. Kuat Dukung Pondasi Bore Pile dengan Berbagai Diameter

Q.ijin
D (m) Ap (m²) W (ton) Nb Nb' Qd (ton) Qg (ton)
(ton)
0.6 0.2826 8.14 40 27.5 310.86 22.61 103.02
0.8 0.5024 14.47 40 27.5 552.64 30.14 179.79
1 0.785 22.61 40 27.5 863.5 37.68 277.79
1.2 1.1304 32.56 40 27.5 1243.44 45.22 397.00
Digunakan D 0,6 m

Dari hasil analisis yang telah dilakukan, diperoleh beban titik pondasi antara
150 ton – 256 ton. Berdasarkan Tabel 10.1, jika digunakan pondasi bore pile
diameter 60 cm, maka daya dukung pondasi adalah 179,06 ton.
▪ Jumlah tiang pondasi untuk beban 150 ton = 150 / 103,02 = 1,45 ≈ 2 tiang
▪ Jadi jumlah tiang pondasi untuk beban 250 ton = 255/ 103,02 = 2,42 ≈ 3 tiang

Denah layout pondasi bore pile ditunjukkan sebagai berikut

Gambar 4.04. Denah Pondasi Bore Pile

31
E. Perhitungan Estimasi Biaya Pekerjaan Struktur
Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pekerjaan struktur beton dalam proyek
gedung dipengaruhi oleh banyaknya volume beton yang digunakan untuk
pengecoran balok, kolom, shear wall, dan plat lantai. Berat beton untuk konstruksi
atas dapat dilihat pada gambar berikut

Gambar 4.05. Berat Beton Struktur Gedung Sekolah 3 Lantai (ton)

Output yang ditampilkan tersebut belum termasuk berat tambahan seperti


finishing dan struktur bawah (pondasi), sehingga untuk elemen finishing dan tambahan
lainnya serta pondasi harus dihitung manual.
utput yang ditampilkan adalah dalam berat (ton), maka untuk mengubah
nilainya menjadi volume dapat dibagi dengan berat jenis beton 2,4 ton/m3. Rincian
dari volume beton untuk masing- masing elemen dapat ditabelkan sebagai berikut.

32
Tabel 4.7. Berat dan Volume Beton Gedung Sekolah 3 Lantai
Elemen Berat (ton) Volume (m³)
Kolom 74.38 30.99
Balok 287.285 119.70
Sloft 52.758 21.98
Plat 263.789 109.91
TOTAL = 282.59

Jika diasumsikan biaya pekerjaan beton bertulang per m3 adalah Rp 3.000.000, maka
estimasi biaya pekerjaan struktur adalah = Volume pekerjaan x harga satuan
= 282,59 x Rp 3.000.000
= Rp 847.765.000

33
BAB V
KESIMPULAN

Setelah dilakukan analisis dan design maka dapat disimpulkan sebagai berikut
1. Material beton yang digunakan adalah mutu beton F’c = 30 mpa untuk struktur
kolom sedangkan balok dan plat menggunakan mutu F’c = 25 mpa
2. Material tulangan baja yang digunakan dalam perencanaan adalah fy 400 MPa dan
fy 240 MPa
3. Setelah dilakukan analisis maka didapatkan periode getar alamiah struktur gedung
ini adalah 0,430 detik hal ini masih memenuhi syarat maksimal priode getar yang
diizinkan yakni 0,436 detik. Hal ini menjadi kriteria untuk kekakuan gedung
bangunan, maka struktur bangunan ini sudah memiliki kekakuan yang baik.
4. Adapun penampang yang digunakan dalam perencanaan ini adalah
a. Balok
- 700 x 400
- 600 x 300
b. Kolom
- 400 x 400
c. Plat
Plat yang digunakan dalam perencanaan ini adalah plat beton setebal 120 mm
untuk plat lantai dan 100 untuk plat atap
d. Pondasi
Pondasi yang digunakan dalam perencanaan ini adalah pondasi bore pile

34
LAMPIRAN
STRUCTURE DRAWING

35

You might also like